PENDAHULUAN
Ikan Nila merupakan salah satu komoditi penting perikanan budidaya air tawar di
Indonesia. Ikan ini sebenarnya bukan asli perairan Indonesia, melainkan ikan yang berasal
dari Afrika (Wikipedia, 2007). Menurut sejarahnya, ikan Nila pertama kali didatangkan dari
Taiwan ke Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor pada tahun 1969. Setelah melalui masa
penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh
Indonesia. Pemberian nama Nila berdasarkan ketetapan Direktur Jenderal Perikanan tahun
1972, jadi Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui
Direktur Jenderal Perikanan. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan ini, yakni nilotica
yang kemudian diubah menjadi Nila. Para pakar perikanan memutuskan bahwa nama ilmiah
yang tepat untuk ikan Nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. dan dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai Nile tilapia (Wikipedia, 2007).
Budidaya ikan Nila disukai karena ikan Nila mudah dipelihara, laju pertumbuhan dan
perkembangbiakannya cepat, serta tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Selain
dipelihara di kolam biasa seperti yang umum dilakukan, ikan Nila juga dapat dibudidayakan
di media lain seperti kolam air deras, kantong jaring apung, karamba, dan sawah. Salah satu
daerah yang potensial untuk budidaya ikan Nila di Indonesia adalah Provinsi Jawa Tengah,
tepatnya di Kabupaten Klaten. Hal ini mengingat ikan Nila selain untuk konsumsi lokal juga
merupakan komoditas ekspor terutama ke Amerika Serikat dalam bentuk fillet (daging tanpa
tulang dan kulit) sehingga menjadi komoditi unggulan daerah.
Tabel 1.1. Realisasi Produksi Ikan Segar di Kabupaten Klaten Tahun 2010
Jenis Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Produksi Daerah
Sendiri (Klaten)
Karper
Tawes
Nila
Mujahir
Gurami
Lele
Gabus
Belut
Katak Hijau
Wader
Udang Kali
Udang Lobster
Bawal
Lain-lain
Jumlah
47.552
22.799
5.291.502
4.789
96.200
1.754.217
12.431
44.072
30.966
44.915
13.361
3.100
170.400
24.817
7.561.121
Harga
Rata-rata
produksi
15.000
10.000
14.000
10.500
10.000
10.500
21.000
25.000
12.500
10.000
55.000
14.500
16.000
10.000
Nilai Produksi
Daerah Sendiri
(Rp000,-)
713.280
227.990
74.081.028
50.285
962.000
18.419.279
261.051
1.101.800
387.075
449.150
734.855
44.950
2.726.400
248.170
100.407.312
Budidaya ikan Nila di wilayah Klaten dilakukan di lahan kolam maupun lahan nonkolam berupa sawah dan perairan umum seperti rawa/waduk, sungai dan genangan air
lainnya. Luas lahan kolam di Kabupaten Klaten yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan
perikanan mencapai 483,3 ha (Bappeda Klaten, 2011). Namun demikian, mengingat
kedalaman air dan debit air yang terbatas dan cenderung berfluktuasi, maka hanya sebagian
dari potensi kolam tersebut yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Sedangkan lahan
non-kolam yang kini telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan antara lain adalah sawah,
rawa/waduk (karamba dan jaring tancap), dan perairan umum. Sumber air utama untuk
memenuhi kebutuhan air kolam adalah berupa mata air (umbul).
Tabel 1.2. Realisasi Peredaran Ikan Konsumsi Segar Menurut Jenis, Volume dan Harga di
Kabupaten Klaten Tahun 2010
Jenis Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Karper
Tawes
Nila
Mujahir
Gurami
Lele
Gabus
Belut
Katak Hijau
Wader
Udang Kali
Udang Lobster
Bawal
Lain-lain
Jumlah
Persediaan(kg)
Produksi
Dari
Daerah Sendiri
Daerah
(Klaten)
Lain
47.552
22.799
5.291.502
4.789
96.200
1.754.217
12.431
44.072
30.966
44.915
13.361
3.100
170.400
24.817
7.561.121
17.820
15.120
293.040
9.233
3.960
152.250
5.880
550.368
21.369
40.080
31.776
n/a
4.140
22.500
1.166.996
Pemasaran (kg)
Daerah
Keluar
Sendiri
Daerah
42.141
24.647
3.629.952
9.114
65.104
1.239.204
11.902
386.386
34.018
55.247
29.339
n/a
113.451
30.756
5.671.261
22.691
13.272
1.954.590
4.908
35.056
667.263
6.409
208.054
18.317
29.748
15.798
3.100
61.089
16.561
3.056.856
Harga
Rata-rata
Konsumsi
16.000
15.000
16.000
16.000
28.000
14.000
12.000
22.000
15.000
10.000
15.000
55.000
18.700
12.000
Kegiatan pembenihan ikan Nila di kolam sangat ditentukan oleh ketersediaan air
yang kontinu dan dalam jumlah yang mencukupi. Di Kabupaten Klaten, Kecamatan
Polanharjo, Tulung dan Karanganom memiliki sumber air yang berlimpah berupa mata air,
dikenal sebagai penghasil benih ikan nila terbesar di wilayah tersebut dan disebut dengan
kawasan minapolitan dengan luas areal perikanan 50 ha. Namun demikian produksi benih
dari daerah dimaksud belum mampu mencukupi kebutuhan para pembudidaya pembesaran
ikan Nila setempat, sehingga kekurangan benih harus dipenuhi dari daerah lain antara lain
dari Cangkringan Sleman - DIY.
Untuk pengembangan usaha pembenihan ikan Nila di masa yang akan datang,
Kecamatan Polanharjo memiliki potensi yang jauh lebih tinggi daripada Kecamatan Tulung
dan Karanganom. Hal ini disebabkan luas kolam di Kecamatan Polanharjo mencapai +30 ha
(60% dari total luas kolam di kawasan minapolitan Kabupaten Klaten) sehingga sangat
potensial untuk dijadikan sebagai sentra produksi benih. Selain itu secara kelembagaan,
usaha pembenihan tersebut juga sangat didukung oleh keberadaan Pusat Pembenihan dan
Budidaya Ikan Air Tawar (PBIAT) Janti di Polanharjo yang dikelola oleh Pemprov Jawa Tengah.
Saat ini pembiayaan perbankan kepada usaha pembenihan ikan Nila belum cukup
besar. Hal ini diantaranya disebabkan prospek usaha pembenihan ikan Nila ini belum cukup
baik terinformasi kepada lembaga perbankan, khususnya di Kabupaten Klaten, sementara
yang cukup banyak dikenal adalah usaha budidaya/pembesaran ikan Nila. Oleh karena itu,
Bank Indonesia perlu menyusun suatu informasi/penelitian/pola pembiayan yang dapat
dengan mudah dipahami oleh perbankan maupun lembaga keuangan lainnya untuk
keperluan pembiayaan/penyaluran kredit guna pengembangan usaha ini.
1.1.
Tujuan
a. Lending model dimaksud diharapkan menjadi suatu referensi bagi masyarakat
terutama dunia usaha dan perbankan tentang kelayakan usaha pembenihan ikan
Nila bilamana ditinjau dari:
i. Prospek atau kelayakan berdasarkan aspek pasarnya.
ii. Aspek teknis pembenihan yang dilaksanakan
iii. Kelayakan dari segi keuangan terutama apabila sebagian dari biaya yang
diperlukan akan dibiayai dengan kredit bank
iv. Format pengorganisasian pelaksanaan proyek yang dapat menjamin
kelancaran dan keamanan pelaksanaan proyek serta menjamin keuntungan
bagi semua unsur yang ikut serta dalam pelaksanaan proyek;
b. Dengan referensi pola pembiayaan (lending model) tersebut, diharapkan
perbankan dapat mereplikasikan pelaksanaan usaha budidaya di daerahdaerah/lokasi yang sesuai/cocok dengan kajian kelayakan yang dimaksud.
Dengan demikian tujuan dalam pengembangan usaha kecil melalui peningkatan
usaha pembenihan ikan Nila tercapai sasarannya, yaitu yang ditempuh melalui
peningkatkan realisasi kredit yang cocok untuk usaha kecil, meningkatkan
keamanan
pemanfaatan
kredit,
serta
meningkatkan
pendapatan
dan
Manfaat
a. Bagi pelaku bisnis UMKM, informasi yang diperoleh diharapkan dapat
melahirkan gagasan mengenai peluang usaha baru yaitu pembenihan ikan Nila
yang berkualitas baik dan atau ekspansi usaha.
b. Bagi perbankan dan atau lembaga keuangan lainnya, informasi ini diharapkan
memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai karakteristik dan peluang
usaha, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan inovasi dalam penyaluran
kredit atau bentuk pembiayaan lainnya.
1.3.
Metode penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
a.
Pengumpulan
data
sekunder
melalui
dinas/lembaga
terkait,
pelaksana
c.
2)
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1.
2.2.
Pola Pembiayaan
Kebutuhan modal pembiayaan untuk usaha pembenihan ikan terdiri dari dua
komponen yaitu biaya investasi dan biaya modal kerja. Pembiayaan oleh perbankan
yang saat ini banyak dijumpai di kawasan minapolitan adalah pembiayaan untuk
usaha pembesaran, hal ini karena sifat usaha pembenihan yang ada di lapangan saat
ini masih belum dikelola secara intensif dibandingkan dengan usaha pembesaran.
masa
panen
ikan/musiman.
Biasanya
pengusaha
perikanan
menggunakan pinjaman tersebut untuk pembelian pakan ikan dan benih ikan.
2.3.
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Aspek pasar menguraikan tentang permintaan, penawaran, serta analisis persaingan
dan peluang usaha pembenihan ikan Nila. Sedangkan pada aspek pemasaran akan dibahas
mengenai harga, jalur pemasaran produk, serta kendala pemasarannya.
3.1. Aspek Pasar
3.1.1.
Tabel 3.1.Harga Jual Benih Ikan Nila Pada Berbagai Umur/Ukuran di Kawasan
Minapolitan (harga adalah harga pada saat survei dilakukan)
No.
Kesetaraan ukuran
2,5 3 bulan
(gelondong kecil)
4 bulan
(gelondong besar)
2 - 3 cm
3 - 5 cm
5 7 cm
7 - 9 cm
9 12 cm
(80 -60 ekor per kg)
12 15 cm
(60 40ekor per kg)
Harga
Sumber: wawancara
Pembenih/
Kelompok
Pembenih
Sedangkan pembudiaya Nila bermodal besar selain memiliki kolam sendiri juga
memiliki jaringan kemitraan inti-plasma dengan beberapa pembudiaya Nila yang
bermodal kecil, pembudidaya Nila bermodal besar berperan sebagai perusahaan
inti yang menyediakan bibit dan pakan serta pembelian hasil ikan, sedangkan
pembudidaya Nila bermodal kecil berperan sebagai plasma yang menyediakan
kolam dan tenaga kerja. Hasil ikan nantinya kembali dibeli pembudidaya Nila
bermodal besar dengan harga pasar dan hasilnya dibagi dua dengan persentase
sesuai kesepakatan, biasanya adalah 50%:50% atau 60%:40% sesuai
kesepakatan. Karena membutuhkan benih dalam skala yang lebih besar, maka
biasanya para pembenih sudah dipesan oleh para juragan agar mendapatkan
prioritas untuk pembelian benih ikan Nilanya. Selain itu, biasanya pembudidaya
Nila bermodal besar atau juragan ini adalah sekaligus berperan sebagai
pengepul/pedagang yang menjual ikan Nila ke luar kawasan.
3.2.3. Kendala Pemasaran
Para pembenih ikan di kawasan Janti selama ini tidak begitu menghadapi
kendala yang berarti dalam pemasaran benih Nila. Di samping faktor jangkauan
pemasaran yang masih relatif jarak dekat (kurang dari 4 jam perjalanan) karena
masih di lingkup lokal dan regional, teknologi pengangkutan benih Nila dengan
sistem terbuka maupun tertutup dengan pasokan oksigen relatif sudah dikuasai
oleh para pembenih. Kendala pemasaran yang dikeluhkan justru datang dari
faktor cuaca/musim, karena pada musim-musim tertentu cuaca sangat ekstrim
sehingga berdampak pada penurunan habit memijah ikan yang dapat
mengakibatkan
penurunan
produksi
benih
ikan
yang
dihasilkan
dan
10
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
4.1. Lokasi Usaha
Lokasi usaha pembenihan ikan Nila sangat menentukan keberhasilan dan kondisi benih
yang dihasilkan. Terdapat beberapa kriteria lokasi pembenihan ikan Nila yang baik,
antara lain :
a.
Lokasi hendaknya dekat dengan sumber air, dimana sumber air bisa berasal dari
saluran irigasi, sungai, sumur ataupun umbul, dan air tersebut tersedia sepanjang
tahun.
a.
Ikan Nila cocok dipelihara di dataran rendah sampai agak tinggi (500 m di atas
permukaan laut).
b.
Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan Nila adalah jenis tanah
liat/lempung. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak
bocor sehingga tinggal membuat pematang/dinding kolam.
b.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untukmemudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c.
Air jangan terlalu keruh, kejernihan air sebaiknya masih terlihat hingga kedalaman
50 cm dan tidak tercemar baik dari limbah industri ataupun rumah tangga.
d.
Ikan Nila dewasa memerlukan debit air antara 8-15 liter/detik, untuk benih ikan
memerlukan debit air yang lebih kecil berkisar 0,5 liter/detik.
e.
Ikan Nila juga memerlukan padat tebar tertentu untuk dikembangbiakkan, dimana
lokasi hendaknya memiliki luasan dan/atau kedalaman kolam yang cukup,
sehingga selain perlu diproyeksikan kebutuhan kolam yang luas, juga perlu
dipikirkan posisi ketinggian antara titik sumber air dengan dasar kolam.
f.
Kisaran suhu air normal untuk hidup Nila merah adalah 20-32 0C, namun demikian
kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah 25
30 0C. Ikan Nila hidup pada kisaran pH air 5-11, namun titik optimumnya adalah
pada kisaran pH 7-8. Sedangkan kadar garam optimumya adalah 15 per mil,
walaupun ikan Nila dapat hidup pada kisaran kadar garam 0-35 permil. Selain itu
kualitas air untuk ikan Nila harus memiliki oksigen terlarut >3 mg/I dan kadar
amonia (NH3)< 0,1 mg/I.
11
sangkar, relatif luas, dalam dan tertutup. Luasan kolam menyesuaikan terhadap tingkat
kepadatan ikan yang merupakan variabel dari umur ikan dan jumlah populasi ikan,
yaitu semakin besar ikan dan semakin banyak populasinya maka akan memerlukan
kolam yang lebih luas. Sedangkan kedalaman kolam antara 100-150 cm, dengan
ketinggian muka air antara 70-100 cm sesuai dengan kebutuhan. Dasar kolam dibuat
miring dari sisi air masuk ke arah sisi air keluar dengan kemiringan 0,5 1%, di tengah
kolam dibuat saluran atau caren yang melebar mendekati pintu air keluar untuk
penangkapan benih (saat panen).
Dalam satu kegiatan pembenihan diperlukan beberapa jenis kolam dengan
peruntukan yang berbeda dan keseluruhannya dinamai dengan Unit Kolam
Pembenihan (UKP) dengan rincian sebagai berikut:
-
Yang pertama adalah 2 unit kolam conditioning atau pematangan yaitu untuk
memberok atau memisahkan antara ikan Nila jantan dan ikan Nila betina sebelum
dan sesudah perkawinan/pemijahan.
Yang kedua adalah 1 unit kolam pemijahan fungsinya sebagai tempat untuk
mengawinkan ikan jantan dengan ikan betina. Yang ketiga adalah kolam
pendederan I, yaitu fungsinya adalah sebagai tempat untuk membesarkan larva
(anak ikan yang baru pecah/keluar dari telur) hingga anak ikan berukuran 3-5-8
cm (gelondong kecil, per kg terdiri atas 80-60 ekor anak ikan) yaitu selama kurang
lebih 1,5-2 bulan pemeliharaan. Kolam pendederan I ini dapat hanya berjumlah 1
unit, namun memiliki luasan yang sesuai dengan standar kepadatan populasi ikan.
Untuk memudahkan pemantauan, biasanya kolam pendederan I ini disekat-sekat
menggunakan jaring/hapa yang dapat digeser-geser untuk memudahkan
pemisahan antara anak ikan yang baru keluar dari telur dengan anak ikan yang
sudah agak besar (dikelompokkan per 5-10 hari pengambilan berturut-turut)
untuk menghindari terjadinya kompetisi bahkan kanibalisme.
Terakhir adalah kolam pendederan II, yaitu untuk membesarkan benih Nila hingga
ukuran 8-12 cm (gelondong besar, per kg terdiri atas < 60 ekor anak ikan). Namun
demikian karena kolam pendederan II ini memerlukan luasan kolam yang lebih
luas, biasanya pendederan II dilakukan dengan meminjam kolam/sawah milik
petani secara kerjasama.
Peralatan yang diperlukan dalam usaha pembenihan ikan Nila dapat dipilah
12
13
14
Persiapan
Induk/Pematangan
Gonad
Pengadaan/
Seleksi Induk
Pendederan II
(Gelondong Besar)
Pendederan II
(Gelondong Kecil)
Pemijahan
Pendederan I
(Nener)
Penjualan
Pasar
(Usaha Pembesaran Ikan Nila)
15
menyebut langkah ini dengan pem-berok-an. Tujuan dari langkah ini adalah
agar sel-sel benih (gonad)-nya induk tersebut matang, sehingga tahap ini juga
disebut dengan tahap pematangan gonad, diharapkan agar ketika jantan dan
betina dipertemukan (dipijahkan/dikawinkan) akan menghasilkan pemijahan
yang serempak dengan tingkat keberhasilan pembuahan yang tinggi sehingga
menghasilkan banyak anakan.
Gambar 4.3. Kolam Conditioning (Pemberokan), Induk Nila Jantan Dengan Betina
Dipisahkan Untuk Proses Pematangan Gonad (Sel Kelamin)
Pada tahap pematangan gonad ini, induk Nila diberi pakan bermutu tinggi
dalam jumlah yang cukup dan sudah didesinfeksi agar bebas dari jasad penyakit.
Biasanya tahap pematangan gonad dilakukan selama 2 minggu. Induk yang telah
matang gonad akan memiliki warna yang lebih kuat, pada induk jantan
ditambahi dengan alat kelamin yang meruncing. Agar benih yang dihasilkan
selalu bagus, maka induk harus diafkir setelah memijah maksimal 12 kali. Induk
yang paling sering dipergunakan di kawasan minapolitan Kabupaten Klaten
selama ini adalah induk-induk lokal, ditambah dengan induk unggul seperti ikan
Pandu dan Kunti (hitam dan merah) yang dapat menghasilkan ikan Nila hibrid
yaitu Larasati (Nila Merah Strain Janti), serta sedang diuji coba induk unggul
Mentaris dari Pasuruan yang berwarna merah.
Setelah selesai masa pemijahan dalam satu siklus (30 hari/1 bulan), indukinduk betina diistirahatkan dan dipisahkan dari induk jantan selama 3-4 minggu
dan diberi pakan dengan kandungan protein di atas 35 %.
16
4.6.3. Pemijahan
Proses perkawinan induk jantan dan betina sampai menghasilkan larva
disebut pemijahan. Ikan Nila dapat dipijahkan secara alamiah (tanpa
pemberian
rangsangan
hormon),
semi
buatan
(dengan
pemberian
17
18
dicairkan. 1Kebutuhan pakan pada tahap ini tidak terlalu signifikan karena
biasanya kebutuhan pakan untuk anak ikan dianggap sudah tercukupi dari
pekan alami yang ada dalam air kolam terutama untuk kolam yang sudah
disuburkan dengan pupuk kolam yang ditandai dengan air kolam berwarna
hijau gelap. Sebenarnya setelah masa pemeliharaan 21 hari, anak ikan
(nener) dengan bobot rata-rata 1,25 gr ( ukuran panjang 2-3 dan 3-5 cm )
sudah bisa dipanen, namun biasanya petani terus memeliharanya hingga 1s.d. 1,5 bulan agar anak ikan menjadi lebih besar dan memberikan
keuntungan yang lebih besar.
Gambar 4.6. Nener Ikan Nila (umur 6 hari s.d. + 1,5 bulan, ukuran 5-9 cm)
Cara yang paling mudah dengan merebus 1 butir telur dan ambil bagian kuningnya saja, dilarutkan merata
dalam 500 ml atau liter air. Masukkan ke dalam botol semprotan kecil dan semprotkan 100 ml ke dalam
kolam pendederan sekali makan. Larutan kuning telur dapat memberi makan 100.000 ekor anak ikan.
19
4.6.6. Pemanenan
Ikan Nila dapat dipanen mulai dari ukuran nener maupun gelondong
tergantung kebutuhan, namun secara umum benih ikan Nila dijual ke
pengusaha pembesaran ikan pada ukuran gelondong, baik itu gelondong
kecil maupun gelondong besar. Pada penjualan benih dengan ukuran yang
lebih kecil, keuntungan bagi pembenih adalah turnover usaha menjadi lebih
pendek, sedangkan kerugiannya adalah pembenih kehilangan opportunity
cost karena apabila benih tersebut dibesarkan sedikit lagi hingga ukuran
gelondong/gelondong besar maka pembenih akan mendapatkan marjin
usaha yang lebih besar. Pertimbangan lain bagi pembenih sehingga memilih
menjual benihnya pada ukuran lebih kecil adalah biasanya karena tidak
memiliki lahan yang cukup luas untuk membesarkan anak ikan hingga
ukuran gelondong/gelondong besar, karena semakin besar anak ikan
memerlukan ruang gerak/kolam yang makin luas.
Panen benih ikan biasanya dilakukan pada awal pagi hari dan sudah
harus selesai sebelum sekitar jam 10 pagi. Panen harus sudah selesai
sebelum tengah hari karena benih ikan bisa mati akibat kepanasan selama
proses panen tersebut. Panen diawali dengan penyiapan bak penampungan
20
dipisah-pisahkan
sesuai
kelompok
ukurannya.
Anak
ikan
dikelompokkan dalam 3 ukuran yaitu 3-5 cm, 5-7 cm dan 7-9 cm. Anak ikan
yang berukuran lebih kecil dibuang (biasanya jenisnya kerdil/di bawah
21
normal), sedangkan yang melebihi ukuran normal itu juga dibuang atau
dipelihara tersendiri untuk uji coba dijadikan calon indukan. Selanjutnya
setelah di-grading, masing-masing kelompok anak ikan tersebut ditimbang
atau dihitung jumlahnya, dan selanjutnya dijual.
Gambar 4.9. Proses grading anak ikan Nila (gambar kiri) dan penimbangan
anak ikan Nila (gambar kanan)
4.7.
Kendala Produksi
Kendala umum yang terjadi pada produksi benih yaitu ketersediaan benih
yang tidak sesuai dengan waktu kebutuhan pembudidaya. Selain itu kualitas
benih mengalami penurunan yang disebabkan terjadinya kawin kerabat
(inbreeding) yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas genetik. Turunnya
kualitas genetik dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat, matang kelamin di usia
muda, dan kematian yang tinggi akibat penurunan daya tahan terhadap penyakit
dan perubahan lingkungan. Alternatif untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
mendatangkan induk baru atau melakukan pembenihan terprogram melalui
upaya pemuliaan, khususnya dengan persilangan untuk memperbaiki karakter
yang diinginkan.
Kendala lainnya yang sering dijumpai dalam produksi benih Nila adalah
faktor musim. Pada puncak musim penghujan (sekitar bulan Januari-Feruari) dan
puncak musin kemarau (sekitar bulan Juli-Agustus), produksi benih ikan biasanya
turun, karena pada bulan-bulan tersebut suhu lingkungan menjadi ekstrim
sehingga tingkat metabolisme ikan menurun dan produksi telur dari induk ikan
Nila berkurang.
22
4.8.
akan berlipat ganda untuk setiap kenaikan 18 F dalam suhu dan dikurangi
o
23
BAB V
ASPEK KEUANGAN
Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari sisi
keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan kredit yang diperoleh
dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan
pengelolaan usaha pembenihan ikan Nila.
5.1.
dimana proses perkawinan tanpa zat buatan/tambahan, dan tidak menggunakan peralatan
yang bersifat mekanis seperti pembuatan gelembung oksigen atau pengolah air, sehingga
tidak diperlukan investasi yang besar dengan kapasitas produksi sebesar 4,6 juta ekor benih
per tahun. Pasar yang akan dipenuhi diutamakan pasar domestik lokal yang berasal dari
klaster minapolitan tersebut.
Pembenih ikan Nila memasok benih ikan Nila sesuai dengan spesifikasi yang diminta
pembudidaya karena keterkaitan dukungan modal dan pengetahuan yang diberikan, serta
komitmen pembudidaya untuk menjual ikan kepada buyer yang tidak hanya diperuntukkan
bagi usaha makanan/rumah makan, maupun budidaya untuk filet ikan.
5.2. Asumsi dan Parameter Perhitungan
Analisis kelayakan keuangan usaha digunakan untuk memperoleh gambaran finansial
mengenai biaya dan pendapatan usaha, kemampuan usaha untuk membayar kredit, serta
kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut memerlukan dasar-dasar perhitungan yang
diasumsikan berdasarkan hasil survei dan pengamatan lapangan. Analisis aspek keuangan
diawali dengan menetapkan berbagai asumsi yang berhubungan dengan rencana
pengembangan usaha dan aspek teknis produksi seperti pada tabel 5.1. Selanjutnya
dilakukan penyusunan kebutuhan biaya baik untuk modal kerja maupun investasi dalam
usaha tersebut dan proyeksi laba rugi serta arus kas usaha. Dengan mengetahui hasil analisis
keuangan, yaitu analisis net present value (NPV) dari setiap rupiah yang diperoleh pada masa
datang, lamanya masa kembali modal (payback period), serta berapa besar tingkat rasio
perolehan dibanding biaya (benefit and cost ratio) sehingga prospek pembiayaan usaha ini di
kemudian hari dapat diketahui. Analisa kelayakan menggunakan asumsi parameter teknologi
proses produksi dan biaya sebagaimana berikut ini:
24
Aspek Pasar
1.
Diasumsikan tingkat kegagalan panen sebanyak 3 per 24 (12,5%) yaitu 3 kali gagal
dari 24 kali panen dalam 1 tahun, sementara benih ikan yang mati karena faktor
hama/penyakit diasumsikan sebesar 12% pada tahap Pendederan I, dan 8% pada
tahap Pendederan II. Sementara untuk induk diasumsikan mortalitas terjadi terutama
karena proses transportasi saat mendatangkan dan saat adaptasi, dengan demikian
diasumsikan untuk kebutuhan tiap 1 paket induk maka yang perlu didatangkan adalah
1,3 paket untuk tujuan cadangan/pengganti induk yang mati (cadangan 30%)
4.
Setiap 1 paket induk yaitu 400 induk dengan perbandingan 1:3 (satu jantan dan 3
betina) menghasilkan 200.000 ekor benih dalam satu periode pemijahan
Produksi benih ikan nila menggunakan metode sapih benih, benih dijual pada ukuran
9-13 cm (pendederan II) dengan bobot rata-rata 12,5 gr/ekor benih
Setiap periode pemijahan yaitu dari pemberokan/pematangan gonad (sel kelamin)
sampai penjualan benih memerlukan waktu 4 bulan 2 minggu
Biaya pembelian induk sudah termasuk biaya pengangkutan ke lokasi pembeli
Kebutuhan pakan induk per hari saat pemberokan sebesar 2% berat tubuh,
kemudiaan saat pemijahan 0,5% berat tubuh. Untuk anak ikan per hari membutuhkan
pakan 3 kg/200.000 ekor anak ikan saat pendederan I (umur 0-1,5 bulan), dan 2%
berat tubuh saat pendederan II (umur 1,5 - 3 bulan) dengan acuan FCR (food
conversion ratio) anak ikan ~ 1.
5.
6.
7.
8.
Aspek Keuangan
1.
2.
Harga-harga yang dijadikan acuan perhitungan adalah harga pada tahun dasar,
diperhitungkan adanya kenaikan harga jual produk dan biaya produksi rata-rata 6%
per tahun karena faktor inflasi
Suku bunga kredit perbankan tidak naik dan diperhitungkan sebesar 13% per tahun
menurun (mengacu suku bunga KUR Ritel)
3.
4.
Komposisi dana yang berasal dari modal sendiri dibanding dengan kredit bank
tergantung kemampuan masing-masing usaha.
Pengadaan lahan tidak menggunakan sistem beli atau sewa, namun menggunakan
sistem bagi hasil dengan pemilik kolam/lahan dengan persentasi 60% pengusaha dan
40% pemilik kolam dari laba bersih setelah pajak termasuk biaya bunga bank
5.
25
No.
1.
2.
Jumlah
Bangunan Proyek
Pembangunan talud kolam + 900 mtr lari
900
1
1
3.
Induk Nila
4.
Peralatan Produksi
- Tabung oksigen
- Skopenet halus
- Seser induk
- Seser halus
- Waring ukuran 1 x 1 m,
- Jaring memanjang untuk menangkap induk
- Jaring pemisah deder I tiap 5 hari 6 minggu)
- Alat angkut induk (ember blong dan pikulan)
- Ember penampung larva
- Kalo Aluminium
- Alat grading benih
- Timbangan
- Cangkul
1
4
4
4
2
3
1
5
4
1
3
1
2
5.
3,9
Satuan
unit
30.000
27.000.000
3.375.000
10.000.000
10.000.000
1.250.000
500.000
1.000.000
500.000
1.000.000
2
2
250.000
500.000
0
0
paket
4.000.000
15.600.000
2,0
12.000.000
unit
unit
unit
unit
unit
unit
roll
unit
unit
unit
unit
unit
unit
1.000.000
25.000
70.000
50.000
20.000
200.000
400.000
150.000
20.000
25.000
25.000
250.000
70.000
1.000.000
100.000
280.000
200.000
40.000
600.000
400.000
750.000
80.000
25.000
75.000
250.000
140.000
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
8
8
8
926.875
250.000
25.000
70.000
50.000
10.000
150.000
100.000
187.500
20.000
6.250
9.375
31.250
17.500
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
400.000
100.000
6.401.875
12.000.000
paket
paket
unit
400.000
Nilai sisa
58.440.000
50%
50%
29.220.000
29.220.000
Sedangkan biaya operasional yang juga disebut modal kerja merupakan komponen
biaya untuk pembelian bahan baku, bahan penolong, biaya tenaga kerja, biaya overhead
pabrik (termasuk di dalamnya biaya listrik, pemeliharaan, dan penyusutan), biaya administrasi
dan umum, biaya pemasaran, serta biaya bahan bakar untuk transportasi. Dalam usaha
pembenihan ikan Nila, biaya modal kerja yang ada antara lain meliputi biaya pembelian
26
pakan dan obat-obatan, peralatan dengan masa pakai < 1 tahun, serta bahan-bahan habis
pakai.
Tabel 5.3. Biaya Modal Kerja
No.
Uraian
Jumlah
B.
C.
- Biaya-biaya umum/overhead
+ Ember plastik, ciduk pakan
+ Biaya transportasi pakan dan saprodi
+ Pengisian ulang tabung Oksigen
+ Alat kemas (kantong plastik dan karet gelang)
+ Iuran air
+ Perawatan kolam
Satuan
2.883
1.512
18.129
1
kg
kg
kg
paket
2 orang
30
1
1
1
1
1
unit
unit truk
paket
paket
paket
paket
Harga per
Satuan(Rp)
7.433
14.000
10.500
100.000
30.000
5.000
50.000
80.000
100.000
0
100.000
150.000
50.000
80.000
100.000
0
100.000
6
1
2
6
1
1
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
bulan
18.000.000
2.780.000
300.000
600.000
480.000
200.000
0
1.200.000
487.881.296
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk siklus perputaran kas usaha pembenihan ikan Nila adalah 4,7 bulan terdiri atas pemberokan 2 minggu
pemijahan 1 bulan, pendederan I 1,5 bulan, pendederan II 1,5 bulan, dan masa tunggu hasil panen habis terjual dan piutang 1 minggu.
Namun demikian karena pencairan kredit bank ditangguhkan 1 bulan dari saat awal usaha, serta untuk kelancaran usaha maka diperlukan da
cadangan untuk alasan penundaan tersebut serta untuk keperluan cadangan biaya 1 bulan pada bulan keenam antara lain untuk
membeli stok pakan, oleh karena itu modal kerja permanen yang diperlukan adalah sejumlah cukup untuk
6 bulan
243.940.648
30%
70%
=
=
73.182.194
170.758.454
Dengan demikian dapat dihitung bahwa besarnya biaya untuk usaha pembenihan ikan Nila
sebesar Rp302,3 juta yang terdiri atas biaya investasi Rp58,4 juta dan biaya modal kerja
Rp243,8 juta. Dalam lending model ini diasumsikan biaya tersebut akan dipenuhi dengan
modal sendiri sebesar Rp102,4 juta (34%), sedangkan kekuranganya yaitu Rp199,9 juta
(66%) akan menggunakan kredit perbankan (table 5.4) dengan skim kredit modal kerja
Rp170,7 juta dan skim kredit investasi Rp29,2 juta.
Tabel 5.4. Kebutuhan Modal dan Sumber Pembiayaan
Uraian
Biaya (Rp)
Biaya investasi
Biaya modal kerja
58.440.000
243.838.000
Total Biaya
Modal sendiri
Kredit Bank
302.278.000
102.371.400
199.906.600
27
Adapun fitur atau ketentuan masing-masing kredit tersebut seperti pada tabel 5.5.
Tabel 5.5. Ketentuan Kredit Modal Kerja dan Investasi
Parameter
Sistem
angsuran kredit
Jangka waktu
kredit
Suku
bunga
per tahun
Kredit
Modal Kerja
4 bulanan
Kredit
Investasi
4 bulanan
36 bulan
60 bulan
13%
menurun per
tahun
Sumber : data sekunder
5.4.
Keterangan
Dicairkan pada bulan pertama setelah
proyek berjalan, sehingga bulan
angsuran
pertama
bersamaan
dengan bulan panen perdana
Mengacu ke skim KUR retail
13%
menurun
per tahun
dengan jeda 2 minggu, maka nantinya panen benih akan dapat dilakukan secara rutin setiap
2 minggu juga. Panen perdana benih dilakukan setelah induk gelombang pertama melewati
tahap berok (pematangan gonad), pemijahan, dan pendederan keseluruhan selama 4,5
bulan, sehingga pada tahun petama proyek tersebut panen benih hanya berlangsung selama
8 bulan. Namun demikian setelah itu setiap 2 minggu sekali akan dapat dilakukan panen
benih terus menerus. Pada tahun pertama tersebut diperkirakan akan diperoleh benih
sebanyak 28 ton, sedangkan pada tahun kedua hingga ke delapan akan diperoleh benih
sebanyak 42 ton.
Tabel 5.6. Proyeksi Penjualan
No.
Uraian
Satuan
Tahun ke
1
2,240,000
3,360,000
3,360,000
3,360,000
3,360,000
3,360,000
3,360,000
3,360,000
ekor benih
kg
28,000
42,000
42,000
42,000
42,000
42,000
42,000
42,000
3 Harga
Rp/ Kg
18,000
19,080
20,225
21,438
22,725
24,088
25,533
27,065
Rp
5.5.
mampu menghasilkan laba. Untuk skala kapasitas produksi penebaran 1 paket induk Nila
(300 betina 100 jantan) per 2 minggu, nantinya kan dihasilkan 200.000 ekor benih ukuran 812 cm atau setara dengan 4,4 ton per 2 minggu, dan laba bersih setelah pajak (EAT) serta
28
telah dikurangi bagi hasil ke pemilik kolam, masih manyisakan laba sebesar Rp35,5 juta pada
tahun I dan kemudian meningkat antara Rp132,7 juta per tahun hingga 202,5 juta per
tahun. Pada tahun pertama labanya sangat kecil karena ada masa kosong 4,5 bulan
menunggu panen perdana, sedangkan pada tahun kedua sesudahnya juga relatif lebih kecil
karena adanya beban membayar angsuran kredit ke bank dengan bunga yang menurun
sehingga beban bunga di awal-awal tersebut masih cukup besar.
Tabel 5.7. Proyeksi Laba Rugi
Uraian
Pendapatan
Penjualan benih ikan
Harga pokok penjualan
- Biaya pakan dan obat-obatan
- Tenaga kerja langsung per hari (HOK)
- Biaya-biaya umum/overhead
Penyusutan
Bunga Kredit KMK
Bunga Kredit Investasi
Jumlah Biaya
Laba sebelum pajak
Gross Profit Margin (%)
Pajak 15%
Laba/rugi setelah pajak
Bagi hasil untuk pemilik lahan
Laba yang dinikmati pengusaha
Net Profit Margin
BEP (Rp)
BEP (Kg)
Tahun
1
Tahun
2
Tahun
3
Tahun
4
Tahun
5
Tahun
6
Tahun
7
Tahun
8
504.000.000
801.360.000
849.441.600
900.408.096
418.020.627
523.338.435
554.354.629
587.231.794
622.081.589
659.022.372
698.179.602
739.686.265
390.838.752
18.000.000
494.909.760
19.080.000
524.604.346
20.224.800
556.080.606
21.438.288
589.445.443
22.724.585
624.812.169
24.088.060
662.300.899
25.533.344
702.038.953
27.065.345
2.780.000
6.401.875
2.946.800
6.401.875
3.123.608
6.401.875
3.311.024
6.401.875
3.509.686
6.401.875
3.720.267
6.401.875
3.943.483
6.401.875
4.180.092
6.401.875
13.971.014
2.447.987
14.792.839
3.038.880
7.396.419
2.279.160
821.824
1.519.440
759.720
84.413
434.439.628
69.560.372
13,80%
10.434.056
59.126.316
23.650.526
35.475.790
7,04%
135.589.242
7.533
541.170.154
260.189.846
32,47%
39.028.477
221.161.369
88.464.548
132.696.822
16,56%
75.795.184
3.972
564.030.208
285.411.392
33,60%
42.811.709
242.599.683
97.039.873
145.559.810
17,14%
53.544.039
2.647
589.573.058
310.835.038
34,52%
46.625.256
264.209.782
105.683.913
158.525.869
17,61%
33.614.214
1.568
622.841.309
331.591.273
34,74%
49.738.691
281.852.582
112.741.033
169.111.549
17,72%
29.757.910
1.310
659.106.785
352.591.752
34,85%
52.888.763
299.702.989
119.881.196
179.821.793
17,77%
28.461.977
1.182
698.179.602
374.220.847
34,90%
56.133.127
318.087.720
127.235.088
190.852.632
17,80%
28.849.042
1.130
739.686.265
397.058.211
34,93%
59.558.732
337.499.479
134.999.792
202.499.687
17,81%
29.508.850
1.090
5.6.
tergantung dari prospek masa depan usaha tersebut. Untuk mengestimasikan masa depan
usahamaka penetapan berbagai asumsi harus dilakukan secara realistis, baik asumsi
mengenai kondisi pasar, aspek teknis, serta aspek lainnya. Setelah asumsi-asumsi tersebut
yang didasarkan pada pengalaman saat ini ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis aspek keuangan dengan memperhitungkan adanya perubahan nilai uang
yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pengurangan nilai uang disebut dengan
discounted factor. Perangkat analisis kelayakan aspek keuangan adalah sebagai berikut: NPV,
IRR.
29
value). Apabila diperoleh nilai NPV positif, dapat dikatakan bahwa usaha layak untuk
dibiayai atau diteruskan. Jika nilai NPV negatif, proyek tersebut tidak layak untuk
dibiayai.
Dari rencana proyeksi arus kas usaha pembenihan Nila selama 8 (delapan)
tahun tersebut dengan discounted factor 18%, diperoleh hasil perhitungan NPV
sebesar Rp271.866.392,00. Hasil NPV tersebut adalah positif, berarti bahwa usaha
pembenihan ikan Nila dengan gabungan modal dari keuangan sendiri serta dari bank
dengan proposri 34% dan 66% dengan tingkat suku bunga kredit 13% menurun per
tahun tersebut layak diteruskan.
Tabel 5.8. Proyeksi Arus Kas
Uraian
Penerimaan
1. Penjualan
2. Nilai sisa
Total inflow
Pengeluaran
1. Investasi
2. Biaya MK
3. Bunga KI
4. Bunga KMK
5. Pajak
6. Bagi hasil ke pemilik lahan
Total Outflow
Surplus/Defisit
Kas awal (modal sendiri)
Kredit Investasi
Kredit MK
Angsuran KI + KMK
Kas Akhir
Total Investasi
Tahun
0
Tahun
1
Tahun
2
504.000.000
504.000.000
801.360.000
12.720.000
814.080.000
411.618.752
2.447.987
13.971.014
10.434.056
23.650.526
462.122.335
41.877.665
243.838.000
58.440.000
-58.440.000
102.371.400
29.220.000
170.686.600
243.838.000
302.278.000
849.441.600
Tahun
4
Tahun
5
Tahun
6
Tahun
7
849.441.600
954.432.582 1.011.698.537
16.058.707
954.432.582 1.027.757.244
516.936.560
3.038.880
14.792.839
39.028.477
88.464.548
662.261.303
151.818.697
243.889.309
19.213.560
547.952.754
2.279.160
7.396.419
42.811.709
97.039.873
716.693.475
132.748.125
332.968.472
580.829.919
1.519.440
821.824
46.625.256
105.683.913
735.480.352
179.219.936
402.977.064
22.758.514
615.679.714
759.720
0
49.738.691
112.741.033
801.677.672
152.754.910
557.387.823
652.620.497
84.413
0
52.888.763
119.881.196
825.474.868
202.282.375
704.298.732
24.256.677
691.777.727
0
0
56.133.127
127.235.088
899.402.619
172.997.830
904.633.108
41.826.356
243.889.309
62.739.533
332.968.472
62.739.533
402.977.064
24.809.178
557.387.823
5.844.000
704.298.732
1.948.000
904.633.108
1.077.630.938
1.072.400.449
899.402.619
172.997.830
731.421.538
1.154.788.039
927.842.913
226.945.126
958.366.663
0,314
54.308.350
211.490.327
0,266
60.376.064
271.866.392
0
302.278.000
-302.278.000
-302.278.000
504.000.000
462.122.335
41.877.665
-260.400.335
814.080.000
662.261.303
151.818.697
-108.581.639
849.441.600
716.693.475
132.748.125
24.166.486
914.700.288
735.480.352
179.219.936
203.386.423
954.432.582 1.027.757.244
801.677.672 825.474.868
152.754.910 202.282.375
356.141.332 558.423.708
1,000
(302.278.000)
(302.278.000)
0,847
35.489.546
(266.788.454)
0,718
109.033.824
(157.754.630)
0,609
80.794.607
(76.960.022)
0,516
92.439.649
15.479.627
0,437
66.770.579
82.250.206
NPV
IRR
BC ratio
PBP = 2 tahun
271.866.392
38,4%
1,90
9,8
bulan
0,370
74.931.772
157.181.977
1.072.400.449
Tahun
8
900.408.096
14.292.192
914.700.288
58.440.000
Tahun
3
1.072.400.449
Jumlah
1.136.744.476 7.230.485.739
18.043.563
61.114.462
1.154.788.039 7.291.600.201
0
124.668.751
733.284.390 4.750.700.312
0
10.129.600
0
36.982.097
59.558.732
357.218.810
134.999.792
809.695.968
927.842.913 6.089.395.538
226.945.126 1.202.204.663
1.077.630.938
102.371.400
29.220.000
170.686.600
199.906.600
1.304.576.063 1.304.576.063
302.278.000
30
Tahun
0
0
302.278.000
-302.278.000
-302.278.000
Tahun
1
468.720.000
462.122.335
6.597.665
-295.680.335
Tahun
2
757.094.400
662.261.303
94.833.097
-200.847.239
Tahun
3
789.980.688
716.693.475
73.287.213
-127.560.026
Tahun
4
850.671.268
735.480.352
115.190.916
-12.369.110
Tahun
5
887.622.301
801.677.672
85.944.629
73.575.520
Tahun
Tahun
6
7
955.814.237 1.073.952.876
825.474.868
927.842.913
130.339.368
146.109.963
203.914.888
350.024.850
7.156.525
19%
1,02
1,7
bulan
b. Penerimaan tetap seperti rencana, tetapi pengeluaran meningkat sebesar 7%. Dari
kondisi ini diperoleh nilai IRR sebesar 20%. Nilai IRR lebih besar dari suku bunga
kredit berarti usaha masih layak dijalankan.
31
Tahun
0
0
323.437.460
-323.437.460
-323.437.460
Tahun
1
504.000.000
494.470.899
9.529.101
-313.908.359
Tahun
2
814.080.000
708.619.595
105.460.405
-208.447.953
Tahun
3
849.441.600
766.862.018
82.579.582
-125.868.372
Tahun
4
914.700.288
786.963.976
127.736.312
1.867.940
Tahun
5
954.432.582
857.795.109
96.637.473
98.505.413
Tahun
6
1.027.757.244
883.258.109
144.499.134
243.004.547
Tahun
7
1.154.788.039
992.791.917
161.996.122
405.000.669
23.146.327
20%
1,07
11,8
bulan
Tahun
0
0
311.346.340
-311.346.340
-311.346.340
Tahun
1
488.880.000
475.986.005
12.893.995
-298.452.345
Tahun
2
789.657.600
682.129.142
107.528.458
-190.923.888
Tahun
3
823.958.352
738.194.279
85.764.073
-105.159.815
Tahun
4
887.259.279
757.544.762
129.714.517
24.554.702
Tahun
5
925.799.604
825.728.002
100.071.602
124.626.304
Tahun
Tahun
6
7
996.924.526 1.120.144.398
850.239.114
955.678.201
146.685.412
164.466.197
271.311.716
435.777.913
45.619.184
22%
1,15
10
bulan
Dari nilai IRR tersebut dapat diketahui bahwa usaha pembenihan ikan Nila masih
layak diteruskan walaupun sisi pengeluaran naik 7%, atau sisi penjualan turun 7%,
atau sisi pengeluaran dan penjualan naik atau turun bersama-sama hingga hanya 3%.
Dari angka sensitivitas tersebut nampak bahwa usaha pembenihan ikan Nila relatif
tahan terhadap kenaikan biaya dan/atau penurunan pendapatan. Karena biaya terbesar
berasal dari komponen biaya bahan baku pakan, maka untuk meningkatkan stabilitas
usaha dari faktor kenaikan harga pakan maka pengusaha harus dapat mencari
berbagai alteratif pakan ikan Nila baik itu dari perusahaan pakan yang lain maupun
dari pakan alteratif buatan sendiri yang harganya lebih rendah lagi namun tidak
mempengaruhi produksi ikan Nila. Atau cara yang lain adalah pengusaha harus aktif
32
dalam mencari pasar baru bagi produk ikan mereka sehingga stabilitas harga jual dapat
dipertahankan dan/atau dinaikkan.
5.7. Payback Period
Pemberian kredit kepada suatu usaha mempunyai risiko di dalam pengembalian
kreditnya karena adanya ketidakpastian di masa depan. Semakin lama jangka waktu kredit
semakin besar risikonya. Semakin singkat jangka waktu kredit, semakin kecil risiko yang
dihadapi bank. Apabila jangka waktu kreditnya terlalu panjang, selain risiko pada bank akan
meningkat, dari sisi debitur sebenarnya juga dirugikan karena akan membayar akumulasi
bunga yang lebih banyak. Begitu juga apabila jangka waktu kredit terlalu pendek, pada sisi
bank potensi risiko akan menurun, tetapi pada sisi nasabah dapat dirugikan karena terkena
beban membayar angsuran yang melebihi kemampuan bayar sehingga berisiko mengganggu
arus kas yang berdampak balik pada kemampuan pembayaran angsuran kredit. Oleh karena
itu, dalam menentukan jangka waktu kredit sebaiknya memperhatikan kepentingan sisi bank
dan kondisi calon debitur sekaligus.
Dengan melihat lamanya periode pengembalian investasi atau Payback Period,
dikombinasikan dengan likuiditas keuangan usaha debitur (tabel arus kas baris kas akhir),
bank akan dapat memprediksi jangka waktu pengembalian kredit dan bunganya. Setelah
memprediksi jangka waktu kredit, langkah selanjutnya adalah memperhatikan likuiditas
keuangan yang dapat dilihat dari posisi Kas Akhir pada tahun bersangkutan dalam proyeksi
arus kas dengan merubah jangka waktu kredit. Apabila posisi kas akhir tersebut masih lebih
besar dari modal kerja permanen, maka kredit dengan jangka waktu tersebut dapat
direalisasikan. Untuk usaha pembenihan ikan Nila, payback period-nya adalah sekitar 1 tahun
8 bulan, sehingga jangka waktu pemberian kredit selama 3 tahun dapat diberikan. Namun
demikian dari proyeksi arus kas tersebut titik kritis nampak pada 1 (satu) tahun pertama
karena 6 bulan pertama periode proyek karena saat itu usaha belum menghasilkan yang
ditandai dengan kas akhir sangat kecil yaitu Rp243,89 juta, hampir sama dengan kebutuhan
modal kerja permanennya sebesar Rp243,84 juta sehingga arus kas masih aman untuk
pembayaran kredit yang berjangka waktu 3 tahun tersebut.
33
BAB VI
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial
Manfaat ekonomi dari usaha pembenihan ikan Nila dapat dilihat dari manfaatnya
secara langsung bagi pengusaha dan masyarakat sekitarnya, maupun secara tidak langsung
bagi usaha-usaha ikutannya yaitu pengusaha pembesaran ikan Nila. Dengan luas kolam
11.500 m2 dengan kapasitas induk 3 paket dengan pergiliran pemijahan 2 minggu dengan
menghasilkan 160.000 ekor benih ikan Nila, atau setara dengan 2 ton per 2 minggu. Ratarata kebutuhan benih Ikan Nila per 100 m2 kolam pembesaran di Klaster Minapolitan adalah
2 kuintal, maka benih tersebut mampu untuk mencukupi 900 1.100 m2 kolam. Bila
diasumsikan tiap kolam dipanen 5 bulan sekali, maka kolam benih tersebut mampu melayani
9.000 m2 -11.000 m2 kolam pembesaran. Setelah 5 bulan dibesarkan benih ikan tersebut
akan menjadi ikan Nila dewasa dengan bobot rata-rata 0,5 kg per ekor, sehingga dari
160.000 benih ikan akan menjadi 80.000 kg atau 80 ton ikan senilai + Rp1,28 miliar per 2
minggu. Sehingga untuk 5 bulan dari keseluruhan kolam tersebut akan dihasilkan Nila total +
800 ton senilai + Rp12,8 miliar.
Contoh kasus dampak ekonomi keberadaan usaha pembenihan dapat dilihat di
kawasan minapolitan Kabupaten Klaten. Menurut data Bappeda Kabupaten Klaten, produksi
ikan Nila di kawasan minapolitan selama tahun 2009 sebesar 3.177 ton, atau + 1.600 ton
dalam waktu 6 bulan. Dengan demikian dari kolam benih dengan kapasitas produksi 3 paket
induk Nila (setara dengan 160.000 benih per 2 minggu) tersebut diperkirakan sudah mampu
mencukupi hampir separuh dari kebutuhan benih di kawasan minapolitan saat ini. Dengan
demikian keberadaan usaha pembenihan ikan Nila tersebut sangat bermanfaat bagi ekonomi
masyarakat sekitarnya.
6.2. Aspek Dampak Lingkungan
Hingga saat ini belum ada informasi maupun penelitian yang melaporkan bahwa usaha
pembenihanikan Nila memiliki dampak negatif atau dampak buruk terhadap lingkungan.
Usaha pembenihan ikan Nila tidak mengakibatkan kerusakan lahan, menimbulkan bau, juga
tidak menghasilkan limbah berbahaya.
34
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Sebagai penutup dari analisis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah produksi ikan Nila,
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Usaha produksi benih ikan Nila memiliki prospek pasar yang masih terbuka, hal ini
dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat konsumsi ikan masyarakat/ rumah tangga,
juga dapat dilihat dari meningkatnya pendirian restoran atau lokasi-lokasi wisata dan
pemancingan yang dipenuhi pengunjung, maupun peluang ekspor.
b. Pasar benih ikan Nila unggul saat ini sebenarnya masih sangat terbuka seiring dengan
berkembangnya usaha budidaya dan konsumsi ikan Nila, barrier to entry usaha ini
yang lebih tinggi dari pada pembesaran ikan Nila, yang bisa memenbus barrier to
35
7.2. Saran
a. Usaha pembenihan ikan Nila termasuk sensitif terhadap peningkatan biaya produksi
yang hampir 90%-nya disumbangkan oleh komponen biaya pakan, oleh karena itu
disarankan agar pengusaha pembenihan selalu berusaha menemukan formula pakan
yang murah namun tetap berkualitas.
b. Usaha pembenihan ikan Nila juga sensitif terhadap penurunan nilai penjualan karena
faktor nilai Food Convertion Ratio (FCR) yang tinggi, jumlah anakan yang sedikit, atau
banyak anakan yang mati. Oleh karena itu dalam usaha pembenihan ikan Nila agar
diusahakan pengusaha benar-benar menggunakan induk unggul yang menghasilkan
keturunan yang unggul pula. Keunggulan benih yang dihasilkan nantinya bukan
hanya menguntungkan pengusaha benih, namun juga akan menguntungkan
pengusaha pembesaran ikan Nila nantinya.
--oOo--
36
Daftar Pustaka
Anonim.
2012.
Pemijahan,
Pendederan,
http://ikannila.com/Pemijahan%20Ikan%20Nila.htm
Pembenihan
Ikan
Nila.
Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Jawa Tengah. 2012. Buku Panduan SPO Nila
merah Strain Janti (Oreochromis niloticus). Semarang: Balai Benih dan Budidaya Ikan
Air tawar Muntilan
Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. 2012. Petunjuk Teknis
Pembenihan
dan
Pembesaran
Ikan
Nila
(Oreochromis
niloticus).
http://www.smecda.com/Files/Budidaya/ikan_nila.pdf.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil
(PPUK) Budidaya Pembesaran Ikan Nila. Jakarta: Bank Indonesia.
Kemal Prihatman. 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Jakarta:
BAPPENAS.
Suyanto, R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Jakarta: Penebar Swadaya
37