Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nanda Putri Rahmania

NRP : 1103171039
Kelas : 3 D3 Elektronika B

Jokowi dan Politik Oligarki


Sebelum memasuki pembahasan ada baiknya kita memahami dulu apa itu Politik Oligarki? Di
dalam teori Thomas Aquinas, istilah oligarki dapat disimpulkan berupa kekuasaan kelompok
kecil sedangkan dalam oligarki penguasa negara menindas rakyatnya melalui represi ekonomi.
Penguasa oligarki adalah orang-orang yang memiliki harta kekayaan yang melimpah. (Suhelmi,
2001)
Menurut seorang profesor dari Northwestern University, Jefrey A. Winters mengubah konsep
dan pemahaman oligarki. "Oligarki dibedakan menjadi dua dimensi. Dimensi pertama, oligarki
mempunyai suatu dasar kekuasaan serta kekayaan material yang sangat sulit untuk dipecah dan
juga diseimbangkan.
Sedangkan dimensi kedua menjelaskan bahwa oligarki mempunyai suatu jangkauan kekuasaan
yang cukup luas dan sistemik, meskipun mempunyai status minoritas di dalam sebuah
komunitas". (Winters, Profesor Of Northwestern University)
Ada beberapa ciri-ciri Negara yang menganut atau menggunakan Sistem Pemerintahan Oligarki
yakni:
1. Kekuasaan dipegang atau dikendalikan oleh kelompok masyarakat kecil
2. Terjadi ketidaksetaraan ataupun kesenjangan dari segi material yang cukup ekstrem
3. Uang dan kekuasaan merupakan hal yang tidak terpisahkan
4. Kekuasaan dimiliki hanya untuk mempertahankan kekayaan
Pertanyaan yang selalu menjadi perdebatan apakah Indonesia menganut sistem pemerintahan
oligarki ini?
Seperti yang kita ketahui jika sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem demokrasi.
Namun, sistem demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia, mempunyai tujuan memeratakan
kekuasaan serta ekonomi, ternyata tidak berjalan sesuai dengan tujuan. Jefrey Winters
merupakan analisis politik (Daniealdi)"demokrasi di Indonesia ternyata dikuasai oleh kelompok
oligarki, akibatnya sistem demokrasi di Indonesia semakin jauh dari cita-cita serta tujuan untuk
mensejahterakan masyarakatnya". (Winters, Profesor Of Northwestern University)
Sebenarnya sistem pemerintahan oligarki ini sudah ada sejak era Orde Baru dimana hanya
Soeharto dan kelompoknya saja yang mempunyai kekuasaan penuh terhadap pemerintahan di
Indonesia, namun seperti yang kita ketahui sistem oligarki yang dibangun oleh Soeharto harus
mengalami kehancuran ketika krisis pada tahun 1998 terjadi. Ribuan mahasiswa turun untuk
menggulingkan pemerintahan Soeharto karena dinilai gagal dalam membangun pemerintahan.
Lantas oligarki tidak hilang begitu saja, justru terdapat penekanan tentang bagaimana kekuasaan
oligarki di Indonesia kontemporer.
Menjelaskan jika oligarki yang terjadi di Indonesia tidak hilang pasca reformasi. Justru oligarki
terus bertransformasi dengan cara menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong oleh
Neoliberalisme. Setelah kejadian krisis ekonomi pada tahun 1998, oligarki bisa bertahan dan
menjadi tokoh utama di dalam dunia bisnis di Indonesia (Hadiz, 2004).
Lalu bagaimana dengan pemerintahan sekarang? apakah masih menggunakan sistem oligarki?
Seperti yang kita ketahui, Jokowi kembali terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia untuk
kedua kalinya (2 periode). Jokowi berhasil memenangkan kontes pemilu serentak pertama yang
diadakan pada 17 april 2019 yang lalu dan mengalahkan pesaingnya yakni Prabowo Subianto.
Menariknya ini kedua kalinya Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo dalam kontes Pemilihan
Presiden, sebelumnya Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo di Pemilihan Presiden pada tahun
2014 lalu.
Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, gaya kepemimpinannya yang
sering blusukan merupakan hal yang baru di politik Indonesia. Blusukan yang kerap dilakukan
Jokowi saat masih menjabat walikota Solo hingga menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta
membuat dirinya dikenal sebagai pemimpin yang lahir dari rakyat. Seperti yang dijelaskan dalam
artikel yang berjudul "Jokowi dan Hukum Besi Oligarki" yang ditulis oleh Wim Tohari
Daniealdi selaku Dosen FISIP Universitas Pasundan Bandung " pada prinsipnya setiap pemimpin
yang lahir dalam demokrasi secara prosedural pastilah berasal dari rakyat" (Daniealdi). Hal
itulah yang membuat Jokowi diusung oleh Megawati dari PDIP untuk maju sebagai calon
Presiden pada tahun 2014.
Sialnya, seorang pemimpin yang lahir dari rakyat membutuhkan kelas oligarki tersebut demi
mewujudkan cita-cita dan aspirasi rakyat yang di embannya. Sebab hanya mereka yang memiliki
kewenangan untuk membuat hukum atau undang-undang atas nama rakyat, yang tanpanya
kepemimpinan manapun tidak mungkin bisa bekerja. Dengan demikian, seiring dengan
berjalannya waktu, setiap pemimpin dari rakyat akan secara otomatis membuka diri untuk
bernegoisasi dengan kepentingan kelompok oligarki. Pada titik inilah dia mulai menjadi tawanan
oligarki dan terealinasi dari rakyat.
Hal inilah yang mungkin sedang terjadi di era pemerintahan Jokowi, dimana hubungan dia
dengan kelompok oligarki memaksa Jokowi membuat keputusan-keputusan yang ditekan atau
dintervensi oleh kelompok tersebut. Sehingga keputusan yang dibuat Jokowi menguntungkan
kelompok oligarki tersebut.
Seperti yang terjadi pada saat Revisi Undang-Undang KPK, beberapa aktivis kelompok
organisasi serta mahasiswa menuntut Jokowi untuk membuat Perpu untuk memulihkan KPK.
Jika kita melihat situasi ini, sebenarnya masyarakat melihat Jokowi sebagai pemimpin yang
sukses dalam menangani kasus korupsi, terlihat banyaknya OTT yang dilakukan KPK kepada
oknum-oknum bahkan elite parpol sekalipun. Sehingga masyarakat kecewa dengan keputusan
yang dibuat Jokowi yang dinilai melemahkan KPK serta menguntungkan kelompok oligarki.
Mungkin kita bisa saja berasumsi bahwa pemerintahan sekarang ini merupakan gaya baru sistem
pemerintahan oligarki Jokowi, terlihat dari bergabungnya kelompok oposisi ke pemerintahan
Jokowi, ini dikhawatirkan akan terjadinya kesenjangan dalam berdemokrasi dimana tidak adanya
oposisi yang mengawasi kinerja pemerintahan. Demokrasi yang baik perlu adanya check and
balance dari masing-masing komponen, jika oposisi sudah bergabung maka pemerintahan
oligarki sudah terbuka lebar dan menjadi jalan yang mulus bagi kelompok tersebut untuk
mendapatkan kekuasaan abadi.
Namun perlu diingat bahwa Jokowi bukanlah elite parpol yang mempunyai basis dukungan yang
kuat dari parpol lain. Dukungan Jokowi justru datang dari masyarakat itu sendiri yang cukup
puas atas kinerjanya selama 5 tahun ini memimpin. Parpol lain justru memanfaatkan Jokowi
untuk mengambil kekuasaan baik legislatif maupun sektor kementrian. Karena dalam politik
dukungan itu tidak gratis perlu adanya politik etis (politik balas budi) untuk mencapai kekuasaan.
Oleh sebab itu, dukungan yang diberikan oleh parpol lain terhadap Jokowi, membuat Jokowi
mau tidak mau memberikan kekuasaan kepada kelompok oligarki tersebut. Jokowi dinilai
mempunyai kepribadian yang kuat dalam menarik simpatik masyarakat untuk memilihnya, ini
terlihat dalam 5 tahun kepemimpinan dia, Jokowi berhasil menjaga citra baiknya sebagai
pemimpin yang pro-rakyat, sehingga kelompok oligarki berdatangan untuk bernegoisasi pada
Jokowi.
Sekarang ini kita hanya bisa berharap bahwa pemerintahan sekarang akan membawa kebaikan di
Indonesia, banyak sekali mentri-mentri baru yang diambil dari orang-orang sukses dalam bisnis,
seperti Nadiem Makarim, Erick Thohir, serta Wisnutama, dan yang paling mengejutkan adalah
terpilihnya Prabowo sebagai Mentri Pertahanan, melihat dia adalah salah satu kelompok oposisi
yang vokal terhadap pemerintahan Jokowi. Ini terlihat jelas bahwa oposisi kini hanya tinggal
PKS dimana suaranya tidak terlalu kuat untuk menyuarakan aspirasi. Satu-satunya oposisi yang
harus terus berdiri adalah kita sebagai mahasiswa yang haus akan keadilan demi mewujudkan
Indonesia yang lebih baik.

Sumber :
tempo.co/Jokowi dan Hukum Besi Oligarki/Wim Tohari Daniealdi Dosen Fisip Universitas Pasundan
Bandung.
Richard Robison serta Vedi R. Hadiz di dalam bukunya yang berjudul "Reorganizing Power in Indonesia:
The Politics of Oligarchy in an Age of Market".
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat, Jakarta, 2001k, PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai