Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Poligami merupakan suatu tindakan yang saat ini masih menjadi pro
kontra di masyarakat. Hal ini dikarenakan perbedaan pendapat atau
pandangan masyarakat masih banyak yang menganggap poligami adalah
suatu perbuatan negatif. Hal ini terjadi karena poligami dianggap menyakiti
kaum wanita dan hanya menguntungkan bagi kaum pria saja. Di Indonesia
sendiri, masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara rinci
boleh tidaknya poligami dilakukan. Tujuan hidup keluarga adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya poligami
yang dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi
hilang. Hal ini tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena
mereka beranggapan tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang
suami. Pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju
namun juga ada yang tidak setuju atau menentang terlebih lagi bagi kaum
hawa yang merasa dirugikan, karena harus berbagi dengan yang lain. Hal ini
dipengaruhi dengan perekonomian keluarga yang tidak memungkinkan
poligami. Poligami ( perkawinan seorang suami dengan beberapa orang istri)
secara umum merupakan hal yang tidak terlarang dalam kehidupan
bermasyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci agama Islam, yang
berbunyi sebagai berikut:
:”Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”
Dari sisi lain, bahwa poligami juga akan mengakibatkan penderitaan
secara bathin bagi wanita-wanita yang tidak mau dimadu. Oleh sebab itu,
berpoligami benar-benar harus berdasarkan hal-hal yang diperbolehkan dalam
ajaran agama. Karena ajaran agama adalah ajaran yang bersumber dari Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah menciptakan alam semesta ini. Membahas
masalah poligami, tidak cukup hanya dengan mempelajari kenyataan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat saja, tetapi sepatutnya mengacu
kepada ajaran-ajaran agama yang haq, karena selamanya manusia akan selalu
membutuhkan tuntunan yang jelas dari Tuhan Yang Maha Esa, sebab Dialah
yang telah menciptakan manusia, sekaligus Yang Maha Mengetahui tentang
rahasia-rahasia jasmani dan rohani manusia.
Setiap agama mempunyai ajaran-ajaran yang mengatur tentang
kehidupan umatnya termasuk ajaran berpoligami, walaupun dalam
kenyataannya memang terdapat perbedaan maupun persamaan ajaran agama
yang satu dengan yang lainnya walaupun dalam masalah yang sama.
Termasuk dalam ajaran agama Kristen poligami merupakan suatu hal yang
mendapat perhatian khusus sehingga setiap umat Kristiani dilarang untuk
melakukan poligami. Sebagaimana dijelaskan dalam Alkitab bahwa umat
Kristen dilarang untuk mempunyai isteri lebih dari satu orang agar hatinya
tidak menyimpang. Selain itu poligami dalam pandangan ajaran agama
Kristen juga dinilai mempunyai efek yang negatif baik terhadap pelakunya
maupun pada keluarga serta masyarakat yang berhubungan dengannya. Dalam
ajaran Alkitab poligami dapat menimbulkan beberapa akibat yang akan
merusak kehidupan manusia sekaligus akan menghambat kesejahteraan umat
manusia, hal itu terjadi dikarenakan banyaknya problem yang timbul dari
adanya praktek berpoligami.
Emansipasi wanita dan hak asasi manusia mulai merebak di tengah
umat. Akibat adanya emansipasi wanita, para istri berhak bersuara untuk
menolak dipoligami olehsuaminya. Tak sedikit para istri yang telah
dipoligami merasa jengkel dan tersulut emosi.Ibarat api dalam sekam.
Baranya terus menjalar, perlahan namun pasti.Luapan kemarahan akhirnya
menjadi solusi. Para suami dihujat dan digugat. Taksedikit dari mereka yang
tercemar nama baiknya bahkan terempas dari kedudukannya.Seakan telah
melakukan dosa besar yang tak bisa diampuni lagi. Lain masalah ketika
parasuami itu berbuat serong, punya wanita idaman lain (WIL) yang tak halal
baginya alias selingkuh. Reaksi sebagian istri justru tak sehebat ketika
dipoligami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian poligami?
2. Bagaimana pandangan agama tentang poligami?
3. Bagaimana pandangan Alkitab tentang poligami?
4. Bagaimana etika kristen tentang poligami?
5. Bagaimana poligami diatur dalam hukum di Indonesia?

C. Tujuan Pnulisan
1. Memahami tentang poligami.
2. Mengetahui pandangan agama mengenai poligami.
3. Memahami pandangan Alkitab mengenai poligami.
4. Memahami etika kristen tentang poligami
5. Mengetahui hukum yang mengatur poligami di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani secara etimologis, poligami
merupakan derivasi dari kata apolus yang berarti banyak, dan gamos yang
berarti istri atau pasangan. Jadi poligami bisa dikatakan sebagai mempunyai
istri lebih dari satu orang secara bersamaan. Adapun secara terminologis,
poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami
memiliki istri lebih dari satu orang. Sedangkan poligami yang berasal dari
bahasa Inggris adalah “Poligamy” yang berarti beristri lebih dari seorang
wanita. Begitu pula dengan istilah poliandri berasal dari bahasa Inggris
“poliandry” yang berarti bersuami lebih dari seorang pria. Maka poligami
adalah seorang pria yang memiliki istri lebih dari seorang wanita, sedangkan
poliandri adalah seorang wanita yang
bersuami lebih dari seorang pria.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata poligami diartikan
sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami
lebih dari satu orang. Memoligami adalah menikahi seseorang sebagai istri
atau suami kedua, ketiga dan seterusnya.
Dalam pengertian umum yang berlaku di masyarakat kita sekarang ini
poligami diartikan seorang laki-laki kawin dengan banyak
wanita. Menurut tinjauan Antropologi sosial (Sosio antropologi) poligami
memang mempunyai pengertian seorang laki-laki kawin dengan banyak
wanita atau sebaliknya. Poligami dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Polyandri yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa
orang laki-laki.
2. Poligini yaitu perkawinan antara laki-laki dengan beberapa orang
perempuan.
Dalam perkembangannya istilah poligini jarang sekali dipakai, bahkan
bisa dikatakan istilah ini tidak dipakai lagi dikalangan masyarakat, kecuali
dikalangan antropolog saja. Sehingga istilah poligami secara langsung
menggantikan istilah poligini dengan pengertian perkawinan antara seorang
laki-laki dengan beberapa orang perempuan disebut poligami, dan kata ini
dipergunakan sebagai lawan polyandri.

B. Padagan Agama Tentang Poligami


1. Kajian Tindak Poligami dari Perspektif Agama Hindu
Dalam Agama Hindu, poligami dapat ditolerir hanya sampai empat
kali saja. Hal ini tercantum dalam Catur Asrama. Catur Asrama adalah
empat tahapan kehidupan manusia yang memiliki kaitan dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Hal-hal yang berhubungan tentang poligami
dalam Catur Asrama adalah Brahmacari Asrama, yaitu tingkatan manusia
yang sedang menuntut ilmu. Brahmacari Asrama dibagi menjadi tiga
bagian yang menyangkut masalah pernikahan dan poligami, yaitu:
a. Sukla Brahmacari Sukla Brahmacari atau Akhanda Brahmacari
Berarti tidak menikah seumur hidupnya. Hal ini biasanya dilakukan
oleh orang-orang yang memang ingin menuntut ilmu sepanjang
hidupnya. Sukla Brahmacari dijelaskan dalam naskah Silakrama
halaman 32: “Sukla Brahmacari ngarannya tanpa rabi sangkan rere,
tan maju tan kuring sira, adyapi teku ring wreddha tewi tan pangicep
arabi sangkan pisan.” Artinya: Sukla Brahmacari namanya orang yang
tidak menikah sejak lahir sampai ia meninggal. Hal ini bukan karena
impoten atau lemah sahwat. Ia sama sekali tidak pernah menikah
sampai umur lanjut.
b. Sewala Brahmacari Sewala
Brahmacari merupakan pernikahan yang paling ideal, dimana hanya
ada satu istri satu suami. Pernikahan ini yang mendominasi di
masyarakat. Sewala Brahmacari juga dijelaskan didalam naskah
Silakrama: “Sewala Brahmacari ngaranya, marabi pisan, tan parabi,
muwah yan kahalangan mati srtinya, tanpa rabi, mwah sira, adnyapi
teka ri patinya, tan pangucap arabya. Mangkana Sang Brahmacari yan
sira Sewala Brahmacari” Artinya: Sewala Brahmacari namanya bagi
orang yang hanya menikah satu kali, tidak menikah lagi. Bila
mendapat halangan salah satu meninggal, maka ia tidak menikah lagi
hingga ajal menjemputnya.
c. Kresna Brahmacari Kresna Brahmacari atau Tresna Brahmacari
Berarti seseorang diizinkan menikah lebih dari satu kali dengan batas
maksimal empat kali. Hal ini dilakukan dengan ketentuan istri
pertamanya tidak dapat melahirkan satupun keturunan, tidak dapat
berperan sebagai seorang istri (misalnya sakit keras), dan telah
mengizinkan untuk melakukan pernikahan yang kedua. (Sudirgha
dkk., 2007:5354). Brahmacari ini tercantum dalam penggalan
Slokantara 1, yaitu: “…. Kresna Brahmacari ialah orang yang menikah
paling banyak empat kali, dan tidak lagi. Siapakah yang dipakai
contoh dalam hal ini? Tidak lain ialah Sang Hyang Rudra yang
mempunyai empat dewi, yaitu Dewi Uma, Dewi Gangga, Dewi Gauri,
dan Dewi Durga. Empat dewi yang sebenarnya hanyalah empat aspek
dari satu, inilah yang ditiru oleh yang menjalankan Kresna
Brahmacari. Asal saja ia tahu waktu dan tempat dalam berhubungan
dengan istri-istrinya.

2. Kajian Tindak Poligami dari Perspektif Agama Kristen Protestan


Dalam pernikahan Kristen Protestan, ada dua prinsip krusial, yaitu
monogami dan tidak boleh adanya perceraian. Atau dapat disebut sebagai
pernikahan yang bersifat satu untuk selamanya. Biasanya isu yang sering
dibahas dalam krisis perkawinan warga gereja adalah masalah perceraian,
namun pada saat ini, tidak ada aturan baku lagi, bahkan semangat ini pun
masuk ke dalam gereja. Poligami menjadi menarik perhatian bahkan
menjadi keprihatinan, karena banyak orang Kristen Protestan sedang
meliriknya, karena merasa diajarkan oleh Alkitab sendiri. Secara khusus
jemaat mempertanyakan, mengapa banyak tokoh Alkitab yang terpandang
berpoligami, namun jemaat tidak diperbolehkan. Alkitab menyatakan
bahwa maksud Allah yang semula itu menghendaki satu laki-laki menikah
dengan satu perempuan saja: “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya (bukan
istri-istri), sehingga keduanya menjadi satu daging (bukan daging-
daging)” (Kejadian 2:24). Walaupun Kejadian 2:24 lebih menggambarkan
apa itu pernikahan, ketimbang berapa orang yang terlibat. Kemudian
dalam Ulangan 17:14-20, Allah berkata bahwa raja-raja tidak seharusnya
memperbanyak istri. Walaupun ini tidak bisa ditafsirkan sebagai perintah
bahwa raja-raja harus monogami, ayat ini bisa dimengerti sebagai
pernyataan bahwa memiliki banyak istri dapat menyebabkan masalah.
Hal ini menunjukkan bahwa Alkitab telah mencantumkan masalah
poligami yang dapat membawa masalah. Namun, hal ini masih belum bisa
dijelaskan apakah Alkitab memang melarang para jemaatnya untuk
melakukan poligami. Justru, para pemuka kenamaan agama Kristen
Protestan dalam Perjanjian lama yang paling banyak melakukan poligami.
Namun dalam kebanyakan masyarakat modern, poligami sama sekali
sudah tidak perlu. Dalam kebanyakan budaya hari ini, perempuan mampu
mencari nafkah dan melindungi diri mereka sendiri—sehingga realitas
tersebut menghapuskan satu-satunya aspek “positif” dari poligami.
Selanjutnya, kebanyakan bangsa modern memang menyatakan praktik
poligami itu tidak sah. Menurut Roma 13:1-7, kita harus menaati hukum-
hukum yang sudah ditetapkan pemerintah. Satu-satunya contoh Alkitab di
mana kita tidak perlu menaati hukum pemerintah hanya ketika hukum itu
bertentangan dengan perintah Allah (Kisah Para Rasul 5:29). Karena
Allah hanya mengizinkan praktik poligami dan tidak memerintahkannya,
maka hukum yang melarang praktik poligami harus ditegakkan. Karena
Pada awalnya Allah memperbolehkan poligami untuk mengatasi masalah,
bukan sebagai ukuran yang ideal. Sehubungan dengan perkembangan
zaman yang tidak terdapat lagi permasalahan peperangan, maka poligami
tidak dianjurkan lagi. Maka itu pernikahan bagi pemeluk agama Kristen
kembali lagi pada prinsip bahwa pernikahan bersifat monogami dan tidak
cerai, yang bermakna satu untuk selamanya.

3. Kajian Tindak Poligami dari Perspektif Agama Islam


Dalam Islam, seorang pria diperbolehkan untuk memiliki lebih
dari satu istri (poligami). Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an Surah An-
Nisa' (4) ayat 3 yang berbunyi: “... dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki”.
Namun, Islam melarang seorang wanita untuk memiliki lebih dari satu
suami (poliandri). Dalam realita yang ada di masyarakat, poligami
merupakan fenomena yang kontroversial karena dianggap mengekang
wanita dan hanya memandang wanita sebagai objek seks. Dalam Islam,
poligami diatur dengan sangat ketat. Pria yang ingin menjalani poligami
harus menjalankan syariat yang berlaku. Seorang ulama dari Mesir
bernama Syaikh Mustafa al-Adawi, dalam kitabnya ahkamun nikah waz
zafaf , menyatakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum
memutuskan untuk melakukan poligami yakni :
a. Mampu berperilaku adil dan tegas Seseorang yang melakukan
poligami hendaknya bersikap adil terhadap para istrinya. Karena jika
tidak, ini akan mengakibatkan konflik-konflik dalam rumah tangga.
Selain adil, ketegasan juga diperlukan. Misalnya, istrinya merayunya
agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah
waktunya bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas
menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.
Jika suami tidak mampu bersikap tegas, seperti yang dijabarkan dalam
QS. An-Nisa: 3, maka sebaiknya cukup memiliki satu istri saja.
b. Tidak melalaikan ibadah Seorang hendaknya senantiasa bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, tidak terkecuali orang yang melakukan
poligami. Ketika istri bertambah, maka waktu untuk keluarga akan
bertambah pula.
c. Mampu menjaga kehormatan istri Ketika seseorang melakukan
poligami, maka perempuan yang harus dijaga olehnya tidak hanya satu
orang, namun lebih dari satu. Dirinya juga berkewajiban untuk
memberi kepuasan batin dan tidak menerlantarkan istrinya. Selain itu,
seorang pria yang melakukan poligami juga hendaknya mampu
menafkahi istrinya seperti yang dinyatakan secara tersirat pada QS.
An-Nur: 33 yang berbunyi, “Dan orang-orang yang tidak mampu
menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah
memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.

C. Pandangan Alkitab tentang Poligami


Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya yaitu bahwa di dalam
perjanjian lama banyak sekali nabi-nabi Tuhan yang melakukan poligami atau
memiliki istri lebih dari satu. Diantaranya yaitu adalah seperti Abraham,
Salomo, bahkan Daud. Namun pada akhirnya kehidupan keluarga mereka
yang berpoligami ini juga tidak menemui kebahagiaan dan kasih Tuhan yang
sesungguhnya, justru sebaliknya poligami yang mereka lakukan malah
menimbulkan dosa dalam kehidupan mereka sendiri. Misalnya pada kasus
Abraham yang mengakibatkan dosa iri hati antara Sara dengan Hagar.
Kemudian pada Salomo, poligami yang dilakukannya telah membuat dirinya
melakukan perzinahan rohani terhadap Allah dengan menyembah dewa-dewa
isterinya tersebut. Sedangkan pada Daud, poligami yang dilakukannya pada
akhirnya hanya akan membuat keluarganya menjadi kacau balau dan
berantakan. Dimana anak-anak Daud serta isteri-isterinya saling bertengkar
untuk memperebutkan takhta kerajaan dan tak segan mereka saling
membunuh satu sama lain.
dalam ajaran agama Kristen Alkitab Perjanjian Lama yang
menerangkan bahwa adanya poligami yang dilakukan oleh Abraham dengan
istri pertamanya Sarai. (Kejadian 11: 2)4 Dalam ajaran agama Kristen juga
menjelaskan bahwa Abraham mengawini Sarai yang bernama Hagar.
(Kejadian 16: 1-3)5 Abraham juga melakukan perkawinan dengan istri
ketiganya yang bernama Ketura. (Kejadian 25: 1-2)6
Hal ini merupakan sebagian kecil dari dampak dosa yang timbul akibat
adanya poligami. Kasus poligami yang terjadi di dalam perjanjian lama ini
yang dilakukan oleh para nabi-nabi pilihan Allah bukan berarti bahwa Allah
menyetujui tindakan ini. Akan tetapi jika kita baca di dalam 2 Samuel 12:8,
Allah seolah-olah menyetujui Daud untuk menambah isterinya ketika Daud
pada saat itu mengambil istri Uria dengan cara yang tidak benar.
Dalam alkitab tidak ada laragan yang jelas mengenai poligami ada
banyak orag yang menganggap poligami adalah hal yangh baik-baik saja utuk
dilakuka bahka kitab PL pun ada banyak tokoh besar yangh melakukan
poligami dan Allah tidak menghukum mereka seakan-akan Allah menyetujui
tindakan itu, tapi perlu kita ketahui Salam kotks PL wanita pada masa itu
sagat rendah derajatnya bahkan dijadikan budak oleh orang-orang sehingga
terjadi kelonggaran akan hal ini terjadi dalam koteks inilah terjadiya para
wanita dilindungi suaminya.
Perlu ditegaskan lagi bahwa rancangan Allah pada masa sebelum
manusia jatuh dalam dosa adalah pernikahan monogami. Namun karna
kejatuhan manusia dalam dosa akhirya gambaran ideal Allah rusak, oleh
karena itu Allah membuat satu rancangan yang baru yaitu degan melarang
terjadinya perceraian (Mat 19: 6 ). Poligami adalah sesuatu yang tidak Allah
setujui karena seteru degan rancangannya pada mulanya yaitu Allah
menciptakan hawa sebagai pembantu Adam (Kej 2 :18).

D. Etika Kristen Tentang Poligami


Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak-pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya
setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam
mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti
makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan
secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat
kemuliaan manusia Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya,
sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat
dan berdasarkan rasa saling trikat, dengan upacara resepsi sebagai lambang
adanya rasa ikatan dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa
kedua pasangan laki-laki dan perempuan itu telah saling terikat. Bentuk
perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada naluri (seks),
memelihara keturunan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar tidak
laksana rumput yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.
Pergaulan suami istri menurut ajaran kristen diletakkan dibawah naluri
keibuan dan kebapakan sebagaimana ladang yang baik yang nantinya
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang
baik pula. Memahami pengertian tentang perkawinan dan hakikat perkawinan,
layak dan perlu dimiliki oleh setiap orang yang telah mengambil keputusan
untuk menikah. Jangan sampai sepasang calon mempelai menghadapi
kehidupan perkawinan dengan pikiran dan hati yang kosong.
Perkawinan Kristen memiliki karakteristik yang berbeda. Perkawinan
Kristen bukan hanya berdasarkan Ketuhanan, melainkan direncanakan,
ditetapkan dan diatur oleh TUHAN. Perkawinan Kristen dirumuskan sebagai
suatu persekutuan hidup total dalam pertalian kasih antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang berlangsung seumur hidup yang dimeteraikan
dengan berkat nikah kudus Allah membuat satu rancangan yang baru yaitu
degan melarang terjadinya perceraian (Mat 19: 6 ). Perkawinan Kristen
disebut persekutuan hidup karena persekutuan itu diakui eksistensinya seumur
hidup, dan atau jika kedua-duanya masih hidup. Jika salah satunya telah
meninggal dunia, maka persekutuan hidup itu selesai. Hukum yang
mengikatnya sudah berakhir dan dimungkinkan pihak yang masih hidup akan
menikah lagi untuk membentuk persekutuan hidup yang baru.

D. Poligami Menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia


Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan
yang tercantumdalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU
Perkawinan) yang menyatakan bahwaasas perkawinan adalah monogami, dan
poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat, dan prosedur tertentu tidak
bertentangan dengan ajaran islam dan hak untuk membentuk keluarga,hak
untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan hak untuk
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam
UUD 1945 sebagaimanadiutarakan dalam sidang pembacaan putusan perkara
No. 12/PUU-V/2007 pengujian UU Perkawinan yang diajukan M. Insa,
seorang wiraswasta asal Bintaro Jaya, Jakarta Selatan pada Rabu
(3/10/2007).Insa dalam permohonannya beranggapan bahwa Pasal 3 ayat (1)
dan (2), Pasal 4 ayat(1) dan (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 9, Pasal 15, dan Pasal
24 UU Perkawinan telah mengurangi hak kebebasan untuk beribadah sesuai
agamanya, yaitu beribadah Poligami.Selain itu, menurut Insa, dengan adanya
pasal-pasal tersebut yang mengharuskan adanya izinisteri maupun pengadilan
untuk melakukan poligami telah merugikan kemerdekaan dan kebebasan
beragama dan mengurangi hak prerogatifnya dalam berumah tangga dan
merugikan hak asasi manusia serta bersifat diskriminatif.
1. Dampak positif poligami
a. Mencegah perzinahan
b. Mencegah pelacuran
c. Mencegah kemiskinan
2. Dampak negatif poligami
a. Dampak PsikologisPerasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena
merasa tindakan suami berpoligami adalah akibat dari
ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologissuami.
b. Dampak Ekonomi Rumah TanggaKetergantungan secara ekonomi
kepada suami. Walaupun ada beberapa suamimemang dapat berlaku
adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih
seringditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan
menelantarkan istri dananak-anaknya terdahulu.
c. Dampak HukumSeringnya terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan
yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan
Agama), sehingga pernikahan dianggap tidaksah oleh negara,
walaupun pernikahan tersebut sah menurut agama. Pihak
perempuanakan dirugikan karena konsekuensinya suatu pernikahan
dianggap tidak ada,seperti hak waris dan sebagainya.
d. Dampak KesehatanKebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan
suami atau istri menjadi rentanterhadap penyakit menular seksual
(PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. Kekerasan
Terhadap PerempuanBaik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun
psikologis. Hal ini umum terjadi padarumah tangga poligami,
walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga
yangmonogami.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Poligami Adalah sebuah sistem sosial yang berbeda-beda interpretasi
danimplementasinya antara beberapa masyarakat, disesuaikan dengan Budaya
dan Agama darimasing Masyarakat, dan berkembang sejarahnya dari masa ke
masa, seperti halnya di AgamaKristen yang awalnya Boleh menjadi tidak
diperbolehkan. Dalam islam dibolehkan, tetapisetelah melihat realitas
Poligami ada juga sebagian ulama mengharamkannya. Dalam agamahindu,
tidak melarang juga tidak menyarankan poligami. Kalau dalam agama budha
poligamidianggap sebagai keserakahan (tidak dianjurkan). Sedangkan agama
yahudi hampir samasejarahnya dengan kristen, awalnya diperbolehkan namun
kini dilarang.Dinamika Pro - kontra Poligami ini akan selalu berjalan seiring
dengan perkembangan sistem sosial masyarakat.. Karena bila dikaji lebih teliti
lagi, dampak dan realita sejarah Poligami dari dulu hingga sekarang tidak
selamanya menuai kontroversi.
Mnurut pandangan kristn jlas poligami diharamkan atau dilarang karna
dapat mnimbulkan dampak yang tidak baik srta brtntangan dngan norma
agama.

B. Saran
Setelah memperhatikan penjelasan dan keterangan baik melalui kitab suci
agama Islam maupun agama Kristen, maka dengan tulisan ini dapat kami
titipkan beberapa bentuk saran-saran:
1. Bagi umat Kristen hendaknya tidak melakukan poligami.
2. tinggalkanlah segala bentuk perbuatan dosa yang akan timbul akibat
berpoligami.
3. Tulisan ini semoga menjadi bahan renungan dan pencerahan bagi seluruh
umat beragama. Selanjutnya dapat dijadikan referensi bagi generasi
berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai