Anda di halaman 1dari 26

Perancangan Tapak

Arini Khairah Mujahidah (1415012007)


Imranah Sidikah Ahmad (1615012010)
Devi Ayu Lestari (1615012029)
Okta Saputra (1615012026)
Riska Rianta (1615012012)
A. Unsur-Unsur Tapak dan Faktor-Faktor yang
Berpengaruh

Faktor – faktor yang mempengaruhi perancangan tapak beserta


lingkungannya mencakup:

1) Unsur / Elemen Arsitektur Yang Membentuk Ruang.

Pemahaman suatu ruang terletak pada bidang dua dimensi pokok: bidang alas, dan
bidang vertikal di atas tanah. Bidang-bidang ini dapat digunakan untuk melingkupi
volume tiga dimensi atau ruang luar. Bidang alas adalah bumi dan bentukan lahannya.
Pada tapak perkotaan bentuk alam aslinya telah diubah untuk memuat kegiatan
manusia yang intensif. Dalam hal ini bidang alas masih dijadikan unsur penentu yang
kuat melalui penggunaan bahan, tekstur dan warna.

Bidang-bidang vertikal penting untuk membentuk atau mengartikulasikan ruang luar.


Dalam rancangan tapak, penempatan massa bangunan dan bangunan lain atau bersama
dengan unsur-unsur alam digunakan untuk menciptakan bidang-bidang vertikal yang
jelas menyatakan batas atau pemagar suatu ruang. Bidang-bidang vertikal tersebut tidak
perlu merupakan bangunan, tetapi dapat berupa rintangan tak tembus cahaya, pergola,
massa tanaman atau tatahijau dan kombinasi tanaman dalam bak tanaman, dan tembok
rendah dapat juga digunakan untuk menetapkan batas suatu ruang.

Dalam suatu ruang luar, langit dianggap sebagai bidang kanopi atau bidang atas muka
bumi. Tetapi bangunan juga dapat digunakan untuk memberi batasan pada tingginya
suatu ruang dengan unsur-unsur garis vertikal dan horisontal. Unsur-unsur vertikal dan
horisontal juga dapat berlaku sebagai garis rujukan atau penunjuk ukuran ruang.

2) Unsur / Elemen Desain Yang Mempengaruhi Sifat-sifat Ruang

Ruang luar dirancang dengan menggunakan elemen tapak, skala, bentuk, dan
perbandingan. Ruang tertutup tiga dimensi dibentuk oleh bidang-bidang dua dimensi.
Untuk mewadahi kegiatan yang berbeda diperlukan syarat ruang yang berbeda. Volume
ruang tertutup berhubungan dengan penggunaan ruang yang dimaksud dan skala
manusia.

Skala merujuk kepada ukuran relatif, yaitu ukuran suatu ruang eksterior yang
seharusnya berhubungan dengan konteks yang lebih besar (suatu plaza di pusat kota
atau suatu taman bermain di sekitar pemukiman) maupun dengan kegiatan manusia
yang direncanakan (suatu ruang kecil untuk santai dengan sehelai tikar atau suatu ruang
besar untuk parade).
a. Bentuk
Bentuk suatu ruang dapat mempengaruhi jenis kegiatan tunggal maupun
berbeda-beda yang terjadi sekaligus dalam suatu ruang. Bentuk yang berbeda
memberi sifat berbeda yang memperkuat pembentukan wilayah perilaku pelaku
kegiatan.
Suatu ruang dengan konfigurasi sederhana memungkinkan kegiatan yang
berbeda-beda terjadi sekaligus, bila tidak diberi pemisahan visual atau akustik.

b. Proporsi
Proporsi adalah hubungan volumetris internal, ratio komparatif dari unsur-unsur
yang menetapkan skala (tinggi banding lebar banding panjang). Proporsi suatu
ruang ada pengaruhnya pada cara ruang tersebut di cerapan yang dapat
diberikan kepada ukuran sipemakai dan ratio dimensi Lynch telah
mengembangkan suatu petunjuk praktis untuk sifat-sifat cerapan yang dapat
diberikan kepada ukuran si pemakai dan nisbah dimensi-dimensi bidang vertikal
dengan bidang dasar. Umpamanya, “suatu ruang tertutup eksterior paling
menynangkan bila tinggi tembok-temboknya setengah atau sepertiga lebar ruang
tertutup tersebut, sedangkan bila ratio-nya menjadi di bawah seperempat, ruang
tersebut tampaknya tidak lagi tertutup”.

c. Cahaya
Sifat ruang dapat diperkuat dengan cahaya dan naungan dan dengan warna dan
tekstur bahan-bahan yang digunakan. Cahaya dapat mempertajam atau
mengaburkan suatu batasan, menekankan atau menguraikan garis besar suatu
unsur, menyembunyikan atau mengungkapkan suatu gejala, dan menciutkan
atau meluaskan dimensi-dimensi. Perancang dapat memainkan cahaya luaran
dengan menggunakan penempatan bangunan memberi bayangan-bayangan atau
dengan menggunakan permukaan-permukaan yang memantulkan cahaya seperti
kaca dan air untuk mencerminkan bayang-bayang.

d. Tekstur
Semua bahan yang digunakan untuk permukaan atau bidang-bidang mempunyai
tekstur, arsitektural ataupun alamiah; mungkin bahan-bahan bangunan ini
permukaannya kasar, seperti batu atau rumput. Tekstur memberikan skala
manusiawi dalam lingkungan dengan mengadakan dimensi yang dapat dikenali,
yang dapat dicerap dengan menjamah atau melihat. Suatu contoh sederhana
perbedaan tekstur ialah sebuah jalan kecil melintasi suatu ruang terbuka penuh
rumput; tekstur rumput yang lembut didekatkan dengan tekstur keras jalan kecil
jadi mengundang gerakan.

e. Warna
Semua bahan juga mempunyai warna. Warna dapat membantu menciptakan
suatu suasana dalam suatu ruang. Warna-warna yang cerah melambangkan
keceriaan, sedangkan nada-nada yang lebih lunak dapat digunakan untuk
mengesankan kehangatan dan ketenangan. Jadi, warna dapat digunakan untuk
menciptakan suatu lingkungan yang bermacam-macam, membantu dalam
batasan ruang dengan memberi tekanan pada skala dan proporsi. Kontrasnya
warna suatu bangunan dengan lingkungan yang mengitarinya dapat membantu
dalam melukiskan bidang-bidang vertikal bangunan dari bidang atas dari angkasa
dan bidang dasar bumi. Kemungkinan lain, pengulangan warna dapat
menciptakan keselarasan. Ini dapat digunakan untuk memadukan sebuah
bangunan atau ruang baru dengan lokalitas

3) Unsur-unsur atau Elemen Pembentuk Ruang

Semua ruang, interior dan eksterior, dialami orang yang melaluinya dalam suatu urutan
yang pasti. Ruang tidak diisolasi; mereka dihubungkan bersama. Jadi pengaruh suatu
ruang bergantung pada ruang-ruang yang tapaknya sebelum dan sesudahnya. Semua
urutan yang seharusnya fungsional dan mudah ditangkap. Urutan-urutan penting yang
terdapat dalam lokalitas tapak bangunan mungkin adalah unsur-unsur penata yang
penting dalam disain tapak. Teknik Cullen dengan sketsa-sketsa urutan khayalan serial
merupakan alat analitis yang bagus sekali disini. Urutan adalah kesinambungan dalam
persepsi dan pemahaman ruang dan ini tercapai dengan menggunakan unsur-unsur
ruang untuk memberi serangkaian pengalaman visual. Karena seorang individu
mengalami ruang dengan bergerak melaluinya, ruang itu dinyatakan sebagai serentetan
peristiwa. Peristiwa-peristiwa ini dapat dibagi dalam pandangan yang ada dan
pandangan yang timbul. (Terminologi Cullen) tiap unsur dalam rangkaian seharusnya
menuju pada yang berikutnya – tanpa perlu menyatakannya. Tujuannya adalah untuk
membangkitkan rasa ingin tahu mengenai apa yang terdapat diluar, dan mencipta
drama melalui penjajaran jenis-jenis ruang yang berbeda.

Struktur organisasi yang sederhana untuk membentuk urutan (sekuens) adalah hirarki
(seperti dalam urutan ruang). Ukuran ruang dapat bertambah progresif karena sifatnya
semakin penting sampai mencapai ruang utama. Kalau tidak, penggunaan pengulangan
dapat menata suatu urutan. Pengulangan dapat diciptakan dengan pembentukan ruang
terbuka yang diberi karakteristik dengan unsur-unsur warna, tekstur, atau bentuk.
Untuk menghasilkan irama, urutan yang berulang harus diselang-selingi dengan interval
yang berulang terjadi dengan suatu unsur yang berbeda untuk menciptakan keragaman.

Akhirnya, kesinambungan dapat digunakan untuk menyusun sekuens urutan ruang.


Kesinambungan tergantung pada sifat peralihan antara ruang satu dan ruang
berikutnya (misalnya antara suatu ruang interior dan eksterior atau antara dua ruang
eksterior). Pada skala rancangan tapak, bangunan, skala, jalan masuk dan transisi
merupakan elemen utama yang harus dinyatakan secara jelas bila ruang-ruang yang
bersebelahan harus diartikan sebagai suatu kesatuan yang jelas bertalian.

4) Unsur-unsur atau Elemen Pengisi Ruang

Karakter dan tampilan suatu ruang dapat diubah dengan penempatan sejumlah obyek
dalam ruang untuk mewadahi kegiatan manusia yang menghuni atau menggunakan
ruang tersebut. Perlengkapan jalan, grafis, penerangan buatan, dan patung ornamen
semuanya adalah unsur-unsur atau elemen pengisi yang dapat mengubah karakter
suatu ruang.
Sebagai contoh suatu ruang dapat mempunyai skala manusia dengan menggunakan
patung. Suatu tapak dan lingkungannya yang diberi berbagai perabot arsitektur mikro
seperti: bangku, patung, tong sampah, tanda penunjuk arah, lampu taman, lampu jalan,
gazebo, halte dan bak tanaman.

Skala manusia dan penggunaan perabot atau elemen arsitektur mikro dalam lingkungan
pemukiman menciptakan kesan yang harmonis terpadu dalam keseluruhan pengalaman
perilaku dan visual manusia dalam suatu ruang.

Penerangan buatan dapat memperkuat kesan siang hari yang wajar atau mengubahnya.
Sebagian besar penerangan di luar bangunan diberikan untuk meningkatkan keamanan
pribadi. Tetapi cahaya buatan (lampu) juga dapat digunakan untuk menimbulkan efek
dramatis dengan berbagai warna, intensitas, arah dan gerakan. Semua aspek itu
memberi pengalaman pemandangan baru dan mengubah karakter dasar suatu ruang.

Penerangan buatan meliputi signage (penunjuk arah) dan simbol-simbol penanda


tempat. Gagasan papan iklan dan periklanan kadang –kadang menimbulkan kesan
simbol yang dominan, kacau, dan seringkali mengganggu pemandangan kota sehari-
hari. Namun diperlukan tanda-tanda untuk menjelaskan dan mengarahkan kegiatan
yang dapat menambah pusat perhatian pada suatu ruang.

Tugas perancang untuk menyederhanakan dan mengatur penyampaian informasi yang


penting dan menggunakan papan iklan secara kreatif untuk mengekspresikan citra
tapak sebagai unsur yang positif dalam lansekap visual kota.

Faktor – faktor yang mempengaruhi perancangan tapak beserta


lingkungannya mencakup:
1) Faktor Alam
Proses geologi yang mempengaruhi tapak yaitu proses pembentukan, jenis batuan di bawah
permukaan tanah, kedalaman lapisan tanah keras.

a. Angin Laminer
Adalah angina yang berlapis-lapis, tiap lapisan mengalir pada suatu jarak yang
konstan dari lapisan-lapisan di atas dan dibawahnya, serta kecepatan dan arah dari
lapisan-lapisan tersebut tidak berubah-ubah.
b. Angin Terpisah
Angin terpisah tercipta bila ada perbedaan pada momentum terjadi diantara lapisan-
lapisan dari angin laminar yang disebabkan karena adanya perubahan pada topografi
yang menyebabkan lapisan terendah mempercepat dan terpisah karena ia
memperoleh peyisipan yang lebih ketat diantara permukaan tanah dengan lapisan
udara diatasnya.
c. Angin Turbulen
Angin terpisah tercipta apabila suatu perbedaan pada momentum terjadi di antara
lapisan-lapisan dari angin laminer dikarenakan suatu perubahan pada topografi yang
menyebabkan lapisan terendah mempercepat dan terpisah karena memperoleh
penyisipan yang lebih ketat diantara permukaan tanah dengan lapisan udara yang di
atasnya sebagaimana lapisan dasar mempercepat, ia meninggalkan suatu rongga
dibelakangnya, dan pola angin mengikuti perubahan untuk mengisi rongga itu,
menciptakan turbulensi. Profil disebuah bukit dan lembah menciptakan variasi-
variasi yang didasarkan kepada kecuraman dan orientasi kelandaian atau berkenaan
dengan pola-pola yang berpengaruh.

d. Hidrografi
Pola drainase pada tapak dapat berpengaruh besar pada perancangan tapak. Unsur
hidrografis mempunyai peranan utama dalam pembuatan sistem drainase tapak
dengan memanfaatkan pola drainase daerah aliran air yang ada.

e. Margasatwa
Kehidupan binatang liar harus dipertimbangkan khususnya dalam pemilihan tapak
untuk kebun raya atau daerah rekreasi. Binatang-binatang liar juga dapat menambah
warna yang semarak, bentuk serta gerakan-gerakan pada lansekap.
f. Tanah
 Kecocokan bagi landasan struktur, bahan-bahan tumbuh-tumbuhan yang
menunjang
 Tipe dan kondisi : tanah lempung, pasir, lumpur, berat atau ringan, kompak atau
berpori
 Perubahan-perubahan pada tipe tanah diseluruh tapak
 Keasaman atau kebasaan
 Lapisan humus padatapak
 Kemampuan tanah untuk menyerap air
 Kemampuan tanah untuk mencegaherosi

g. Topografi
Faktor yang mempengaruhi pemilihan tapak berdasarkan topografi tapak sebagai
berikut :
1) Kecuraman atau kedataran
2) Keseragaman
3) Perhubungan terhadap permukaan-permukaan disekitarnya
4) Elemen-elemen yang ada yang permukaannya tidak dapat diubah tempat-tempat
dimana pembentukan permukaan baru harus memenuhi karakter yang ada
5) Erosi
6) Orientasi kelandaian / lereng.
Topografi akan mempengaruhi perencanaan tapak seperti :
1) Tata guna (build up dan non build up)
2) Pola lingkungan
3) Pola fisik bangunan
4) Tata letak massa bangunan
5) Pola jaringan jalan dan kemiringannya
6) Pola pembuangan air hujan dan arah alirannya.

h. Survey topografi
Untuk tapak yang meliputi wilayah yang cukup luas seperti taman kota dan kebun
raya metode yang sering digunakan yaitu survey udara.
i. Gangguan-gangguan
Gangguan-gangguan di luar tapak yang bersifat visual, pendengaran, dan bau serta
yang menyangkut resiko keamanan dan keselamatan harus diperhatikan

2) Faktor Kultur
a. Tata guna lahan yang ada dan gangguan dari luar
Pada tapak, pola tata guna lahan yang ada perlu ditandai secara khusus, yaitu
fasilitas lingkungan publik maupun semipublik seperti perumahan, perdagangan,
industri, GSB perlu diinventarisasi untuk mengetahui arah pengembangannya secara
menyeluruh.

3) Faktor Estetika
a. Bentuk – BentukAlam
Bentuk – bentuk lahan, batu karang, cadas yang menjorok ke depan, batu – batu,
danau, sungai, kolam, atau hutan, sering mempunyai pemandangan yang bagus dan
mungkin dapat disatukan dengan bentuk arsitektur dalam suatu pengembangan
tapak.

b. Pemandangandan Vista
Vista adalah pemandangan yang terbatasi, biasanya diarahkan kepada suatu ruang
atau halaman elemen terminal. Vista di kendalikan keseluruhannya oleh
perancang.suatu vista dapat berupa bagian dari suatu pemandangan keseluruhan,
mungkin dialami oleh suatu skala yang lebih kecil. Suatu vista tidak mengagumkan,
mengesankan, atau didominasi tapak : vista dapat dirancang pada suatu skala yang
lebih kecil.

B. Prinsip Analisis dan Perancangan Tapak


1. CONNECTIVITY
 SITE TO CONTEXT CONNECTION : hubungan fungsional, sistim jaringan dan
hubungan ruang
 NATURAL & CULTURAL SYSTEM CONNECTION : ekologi dan interaksi manusia
dengan lingkungan alami, terwujud dalam bentuk dan fungsi tapak secara
berkelanjutan
 TEMPORAL CONNECTION : Perilaku Dan Adat Istiadat Yang Di Representasikan
Dalam Ruang Tapak

Kontur
Drainase

Pedestrian
Kendaraan

Energi Air bersih dan kotor


2. MEANING
 SENSE OF PLACE : identitas komunitas yg terbentuk dari konteks geografis dan
sejarah.
 PROCESS AND PHENOMENA ENGAGEMENT : refleksi dari proses ekologi tapak
yg terwujud dari penanganan tapak secara berkelanjutan (mis: infrastruktur
berkelanjutan)

Keistimewaan alami –vegetasi


Keistimewaan buatan

Daya tarik tapak

View

3. PURPOSE
 LANDSCAPE AS SPATIAL AND LIVING MEDIUM : mencakup standar-standar
desain tapak sebagai ruang hidup manusia sec. Fungsional dan ekologis.
 LAND BASED PROGRAM GOALS : pengaturan pemanfaatan lahan sesuai fungsi-
fungsinya secara spesifik.

Permasalahan –asap

Permasalahan –kebisingan

Potensi –daya dukung lahan

4. EFFICIENCY
 LOW INPUTS : terkait efisiensi dalam penggunaan material konstruksi dan
modifikasi lahan.
 SELF MAINTAINING : kemudahan dalam pemeliharaan baik aktif maupun pasif.
 MULTI-USE LANDSCAPE : efisiensi dalam pemanfaatan lahan melalui prinsip
multi-use.
 KEUNTUNGAN EKONOMI DAN KESEHATAN
Optimalisasi grade lahan dalam desain
Kesehatan lingkungan –vegetasi

5. STEWARDSHIP
 PARTICIPATORY DESIGN : melibatkan pengguna (user) dalam perencanaan yang
kemudian berpotensi sebagai pengelola.
 LONG TERM CARE AND RESPONSIBILITY : rasa kepemilikan dan tanggungjawab
yang berakar dari kombinasi antara klien, lingkungan yg bersebelahan dgn tapak
dan penyedia jasa pemeliharaan.

Persepsi tentang proyek

Kegiatan yang negatif

Prinsip Analisis 1
 Lingkungan Alami
 CONNECTIVITY : sistem utilitas alami yg dimiliki tapak, peranan sistim adat dalam
ekologi tapak, bentang alam sbg ruang fungsional
 MEANING : keistimewaan alam
 PURPOSE : aspek fungsional bentang alam terkait standarisasi
 EFFICIENCY : minimalisir modifikasi tapak dan peranan elemen alami tapak dlm
menjaga kualitas ruang
 STEWARDSHIP : partisipasi dalam menjaga kelestarian ekologi

 Lingkungan Buatan
 CONNECTIVITY : sistem jaringan dan bangunan (demand-supply), artikulasi
lingkungan buatan dgn alami, aspek kesejarahan tapak.
 MEANING : keistimewaan elemen buatan, inovasi lingkungan yg berkelanjutan,
aspek kesejarahan tapak
 PURPOSE : ketersediaan ruang sesuai standar, land use / zonasi, aktivitas fungsional
pengguna, keamanan.
 EFFICIENCY : inovasi teknologi, inf. Berkelanjutan, land use & transport
 STEWARDSHIP : partisipasi dalam desain, skema pengelolaan.

 Estetika Lingkungan
 CONNECTIVITY : estetika morfologi kawasan, aspek linkage kawasan.
 MEANING : keistimewaan visual elemen alami dan buatan, aspek place kawasan
 PURPOSE : kesesuaian estetika dengan norma-norma (fungsional dan etika)
 EFFICIENCY : inovasi teknologi, inf. Berkelanjutan, kesederhanaan desain
 STEWARDSHIP : aspirasi seni / ide / gagasan secara partisipatif, budaya masyarakat,
aktivitas kesenian.

Prinsip Analisis 2
C. Metode Survey Lapangan
Secara umum ada tujuh tahap dalam melakukan survei, yaitu: 
1. Tentukan informasi apa yang ingin Anda peroleh melalui survei. 
2. Tentukan responden yang menjadi sampe penelitian. Untuk tahap ini Anda dapat
mengingat kembali materi mengenai sampling design. 
3. Susun pertanyaan wawancara atau kuesioner.
4. Tentukan metode survei, apakah melalui telepon atau in-home. 
5. Pengumpulan data di lapangan. Sebelum menjalankan survei sebaiknya Anda
melakukan briefing dengan tim lapangan Anda. 
6. Proses data yang sudah diperoleh. Untuk mempermudah Anda dapat
menggunakan software statistik. Jika menggunakan software statistik maka kita
perlu melakukan pengkodean terlebih dahulu agar data tersebut dapat dibaca
oleh program tersebut. 
7. Membuat laporan.

A. Tahapan Survey
Untuk melakukan survey dan pemetaan kita harus melakukan perencanaan yang matang.
Survey dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu survey fisik lahan dan survey kondisi
sosial masyarakat.
Pada survey fisik lahan, surveyor dituntut untuk mengumpulkan informasi karakteritik fisik
lahan tertentu dimana informasinya diperoleh melalui observasi lapangan, pengambilan
sampel fisik, ataupun pengukuran di lapangan. Untuk jenis pengukurannya sendiri
bervariasi, ada pengukuran lereng, ketinggian, kerapatan, suhu, dll. Semuanya bergantung
pada fokus dan tujuan survey itu sendiri. Berbeda dengan survey fisik, survey sosial biasanya
dilakukan dengan melakukan interview beberapa atau seluruh masyarakat tertentu yang
termasuk dalam kriteria kajian. Keduanya memiliki kesamaan yaitu dilengkapi dengan form
kuisioner survei. Jika survey fisik biasanya diisi oleh surveyor, jika survey sosial biasanya diisi
oleh surveyor atau boleh diisi langsung pihak narasumber.
Tahapan dalam melakukan survey pemetaan harus dicermati baik – baik. Pasalnya pada
setiap survey yang berkaitan dengan pemetaan terdiri dari 3 tahap dasar yaitu pra survey,
field survey, dan pasca survey. Mari kita jabarkan satu per satu.

1. Pra survey
Pada tahap ini dilakukan perencanaan sebelum survey. Perencanaan meliputi penentuan
metode untuk mencapai hasil, penentuan sampel (metode sampling, jumlah dan sebaran
sample), penentuan metode pengambilan data, persiapan alat survey dan personil, hingga
estimasi waktu dan pembiayaan. Tahap ini harus diteliti prosesnya karena kesalahan dalam
persiapan akan sangat berpengaruh terhadap kelancaran saat survey dilakukan.

Dalam proses pemetaan, pre processing cukup memiliki andil yang besar. Beberapa survey
membutuhkan data sekunder untuk acuan saat pengambilan data primer berlangsung.
Misalnya dalam arahan penggunaan lahan, penentuan faktor fisik hingga pengolahan data
medan harus dilakukan sebelum terjun ke lapangan. Hal ini diharapkan agar saat
pengambilan data di lapangan optimal yakni seluruh data yang tidak dapat diperoleh melalui
data sekunder maka akan diambil saat survey lapangan. Sehingga bisa terjadi kemungkinan
saat survey lebih dari satu jenis data yang akan diambil.

Kasus lainnya pada perencanaan survey sosial, biasanya tahap pra lapangan menghasilkan
target sampel dan sebaran hingga rute yang akan dilalui nantinya. Proses perencanaan ini
penting karena jika semuanya berjalan lancar, maka perhitungan cost pun akan semakin
akurat.

2. Survey lapangan
Pada tahap ini sudah termasuk dalam proses pengambilan data. Surveyor yang bekerja di
lapangan akan mengikuti prosedur untuk melakukan pengmbilan data berdasarkan titik –
titik sampel yang telah di tentukan. Survey lapangan bertujuan untuk memperoleh data
primer yang merupakan data utama dalam suatu informasi yang akan di petakan atau
diproses ataupun data untuk melakukan uji akurasi atau validasi hasil pemrosesan pada
tahap pra survey.
Survey sendiri merupakan tahap dimana cost yang dikeluarkan paling besar, oleh karena itu
pada tahap ini surveyor harus bisa berjalan sesuai target untuk mengejar waktu dan data
yang dibutuhkan.

3. Pasca survey
Tahapan terakhir ini merupakan pengolahan data hasil survey dan finishing. Tahapan ini bisa
menjadi tahapan tersulit jika data survey dan pra survey memiliki anomaly sehingga
kesimpulan akan sulit di putuskan. Namun sebaliknya, jika semuanya sesuai dengan
perencanaan bahkan hasil survey lapangan juga menunjukkan hasil yang baik, biasanya akan
terlewati dengan mudah. Hanya saja proses pada tahap pasca survey biasanya lebih lama
karena finishing dan evaluasi diperlukan pada tahap ini.
Untuk menghasilkan peta yang baik, maka setiap prosesnya juga harus dikerjakan dengan
saksama dan teliti. Perlu jam terbang yang banyak untuk menghasilkan tangan – tangan
profesional. Karena itulah banyak pihak yang llebih memilih untuk menggunkan jasa
survey dibandingkan melakukannya sendiri.

Bagi yang memiliki masalah pemetaan dan survey, langsung saja hubungi kami untuk
mendapatkan solusinya. Tim survey dan pemetaan TechnoGIS Indonesia akan melayani
dengan sepenuh hati.

B. Survey dan Pengukuran Awal (Preliminary Survey)


Pada awal pelaksanaan proyek, pengukuran awal yang baik termasuk survey lokasi dan
pematokan awal menentukan kelancaran pelaksanaan pekerjaan berikutnya.
Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan dalam pengukuran awal, survey lokasi dan pematokan
awal antara lain diuraikan secara singkat pada bagian ini.

1. Pemeriksaan dan pematokan batas lahan


Hal yang paling mendasar adalah memastikan bahwa lahan yang dilaksanakan adalah
sesuai dengan lokasi yang disebutkan dalam Kontrak dan Sertifikat Tanah yang dimiliki
oleh Owner, karena semua acuan perletakan bangunan dan infrastrukturnya, harus
mengacu pada batas-batas lahan yang benar.

Langkah pemeriksaan dan pematokan batas lahan adalah sebagai berikut :


 pastikan bahwa patok batas lahan, pada tiap sudut perimeter lahan sesuai dengan
data Badan Pertanahan Nasional — jika belum ada patok dari BPN, sebaiknya
diminta pihak BPN atau pengelola kawasan untuk memasang patok-patok batas
lahan yang sesuai dengan data mereka
 jika patok yang ada belum permanen (tidak dicor) atau tidak terlindungi dengan baik,
sebaiknya dibuat patok beton dengan cor dan memasang titik batas dengan tanda
paku tertanam di tiap patok dan lindungilah patok-patok tersebut dengan perimeter
yang baik dan mudah dipantau (dari bambu atau kaso dan diberi tanda warna atau
bendera atau tanda lain yang mudah dilihat)
 setelah dipastikan seluruh patok perimeter sesuai, Berita Acara Joint Survey yang
sudah disahkan bersama instansi terkait dan Konsultan Pengawas atau Owner harus
disimpan dan menjadi dasar acuan seluruh pengukuran berikutnya
 titik batas lahan dan garis perimeternya diplot ke gambar dan dilakukan cross check
apakah sesuai dengan batas yang diberikan dalam gambar desain atau gambar
konstruksi — jika terjadi perbedaan maka harus dilaporkan kepada Konsultan untuk
dilakukan penyesuaian gambar desain
 periksa luas lahan apakah sesuai dengan luasan pada sertifikat tanah yang dimiliki
Owner
 buatlah patok-patok benchmark utama (BM) yang terhubung dengan seluruh titik
sudut perimeter lahan di lokasi yang tidak terganggu selama pelaksanaan proyek dan
diplotkan pada gambar pelaksanaan, serta menjadi acuan awal pelaksanaan
pematokan (stacking out) pada bangunan-bangunan yang akan dilaksanakan
 jika diperlukan, dapat dibuat patok-patok pinjaman untuk mempermudah
pelaksanaan pengukuran dan pematokan berikutnya

2. Pemeriksaan level dan kontur tanah eksisting


Setelah batas lahan dipastikan sesuai, segera dilakukan pemeriksaan level dan kontur
tanah eksisting, untuk mendapatkan data acuan level bangunan serta infrastruktur yang
akan dilaksanakan.

Data dari pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk perhitungan pekerjaan cut and
fill serta galian/urugan yang diperlukan. Tanda atau marking level di lapangan untuk
level acuan seluruh bangunan yang akan dikerjakan, dapat berupa tanda segitiga
terbalik berwarna merah dan angka level acuan, yang dapat dibuat pada patok BM
utama atau pada bangunan atau infrastruktur eksisting yang dipastikan tidak akan
berubah dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal selama pelaksanaan proyek.

Lakukan pengukuran kontur tanah eksisting, termasuk level jalan raya, saluran,
pedestrian, dsb, termasuk seluruh kondisi eksisting pada area di sekitar lokasi proyek
jika memungkinkan (sekitar 5 m' di luar batas lahan). Pastikan data dipelihara dengan
baik dan jika tanda yang dibuat di lapangan terhapus atau rusak segera lakukan
perbaikan atau pembuatan tanda yang baru.

3. Gambar Situasi dan Potongan

Setelah diperoleh data dari pengukuran dan pengecekan batas lahan serta kontur
eksisting, data yang ada diplotkan di Gambar Situasi dan Potongan, sebagai gambar
kerja, meliputi data-data dan informasi antara lain :

 titik patok dan garis perimeter (batas lahan)


 titik patok benchmark dan pinjaman
 titik penempatan tanda atau marking level acuan
 garis kontur lahan eksisting
 posisi dan dimensi perimeter as atau perimeter luar masing-masing bangunan serta
infrastruktur utama yang akan dikerjakan, termasuk jarak antar bangunan dan
infrastruktur yang direncanakan
 garis sepadan bangunan (GSB)
 bangunan atau konstruksi atau infrastruktur eksisting di dalam area proyek
 untuk infrastruktur atau bangunan eksisting tertentu perlu diukur dan
digambarkan posisi dan dimensi aktualnya, serta diberikan tanda untuk infrastruktur
eksisting yang akan terpengaruh pekerjaan, misal : tiang listrik atau lampu PJU atau
bak kontrol atau pohon yang harus dibongkar atau dipindahkan karena lokasi
penempatannya akan dibangun jalan entrance maupun exit
 potongan melintang dan memanjang jalan raya eksisting dan infrastrukturnya, untuk
menunjukkan level masing-masing infrastruktur eksisting (jalan, saluran, kabel dan
pipa eksisting)
 potongan memanjang dan melintang yang menunjukkan level bangunan dan
infrastruktur (jalan dan saluran) yang akan dilaksanakan, untuk menunjukkan level
rencana terhadap jalan dan saluran drainase eksisting — jika terdapat masalah
segera informasikan kepada Konsultan dan Owner supaya dapat diperoleh solusinya
bersama-sama, misal : untuk kemiringan saluran yang akan dilaksanakan terhadap
outlet pada pertemuan dengan saluran drainase eksisting

Infrastruktur eksisting di sekitar perimeter proyek yang harus dipantau dan diambil posisi
dan levelnya antara lain :

 jalan raya, saluran dan trotoar/pedestrian
 tiang telepon
 tiang listrik dan lampu PJU
 rambu-rambu dan pohon penghijauan milik instansi kawasan atau pemerintah
 posisi utilitas kabel dan pemipaan eksisting termasuk bak kontrol maupun instalasi
kontrol lainnya
 menara air atau menara telekomunikasi yang berada di dekat perimeter lahan
proyek, yang mungkin akan terpengaruh, mempengaruhi atau harus dilindungi dari
efek pelaksanaan pekerjaan
 bangunan dan utilitas milik tetangga di samping dan di seberang lokasi proyek
 sungai, lereng dan vegetasi tinggi di sekitar lokasi proyek dalam radius
yang berpengaruh pada ataupun dipengaruhi olehpelaksanaan proyek

Selain itu perlu juga didokumentasikan kondisi tiap bangunan atau infrastruktur atau lereng
alam eksisting, serta dibuat laporan atau berita acara yang diserahkan ke Konsultan, Owner
atau instansi terkait, untuk data dan dasar jika terjadi permasalahan, misalnya tuduhan
menimbulkan kerusakan atau tuntutan untuk memperbaiki dan memasang kembali dari
pihak lain -- supaya dapat diketahui apakah memang kerusakan ditimbulkan karena
pelaksanaan proyek atau sudah rusak sebelum proyek dimulai.

4. Pengamatan kondisi lapangan

Selain pengukuran dan pendataan serta pembuatan gambar seperti diuraikan di atas,
kondisi lapangan baik di dalam lokasi maupun di sekitar lokasi proyek, perlu diamati antara
lain :

 kondisi tanah dan vegetasi serta konstruksi dan utilitas eksisting di lokasi proyek
 bahaya alam (lereng yang mudah longsor, daerah sambaran petir,  dsb)
 kondisi lalu lintas serta manuver kendaraan di sekitar lokasi proyek
 lokasi dan nomor telepon instansi penting (kantor pemerintahan dan kawasan yang
terdekat dengan lokasi proyek : kantorkelurahan atau kecamatan, kantor polisi, klinik
atau rumah sakit, kantor pemadam kebakaran, tempat ibadah, warung makan dan
kios, dsb)
 kondisi sosial di sekitar lokasi proyek.

Hal ini dimaksudkan supaya tim Kontraktor dapat mengantisipasi segala kendala yang
mungkin timbul serta membuat persiapan pencegahannya, termasuk memberikan
gambaran awal yang baik untuk penempatan bangunan sementara termasuk akses dan jalan
kerja yang diperlukan.

Kendala yang mungkin timbul antara lain : potensi kemacetan pada jam tertentu di jalan
sekitar proyek, adanya cekungan yang harus diperbaiki sebelum pelaksanaan konstruksi
jalan di proyek, dsb. Pengamatan ini juga berguna untuk menganalisa metoda kerja yang
akan digunakan, dalam kaitan aspek teknis maupun non teknis yang mungkin terjadi.

Walaupun pengamatan dan informasi ini pada umumnya telah dilakukan sebelum
mengikuti tender, lebih baik pada awal pelaksanaan, tim konstruksi melakukan pengamatan
ulang supaya diperoleh gambaran yang lebih jelas dan akutal termasuk jika informasi dari
tim tender terdapat kekurangan atau kurang jelas

C. Perlengkapan Untuk Survey Dan Pemetaan Topografi 


Dalam melakukan survey dan pemetaan banyak hal hal yang perlu diperhatikan dengan teliti
agar survey yang akan kita lakulan berjalan dengan baik dan menghasilkan hasil sesuai yang
di harapkan. Salah satu hal yang paling penting adalah mempersiapkan alat-alat survey itu
sendiri.

Berikut beberapa alat survei yang perlu dibawa saat melakukan pengukuran dan pemetaan
topografi.

1. Peta lokasi, ini penting untuk mengetahui lokasi pemetaan ada di mana. Disamping
itu, dengan mengetahui kawasan yang akan dipetakan akan memudahkan dalam
perencanaan survei seperti peletakan bench mark (BM), backsight (BS), foresight
(FS), hingga transek peletakan titik pengukuran detilnya (P).
2. Global Position System (GPS). GPS dibutuhkan untuk mengetahui lokasi titik
pengukuran acuan (BM). Dengan diketahui lokasi absolut titik ikat pengukuran maka
pengukuran lainnya akan mudah untuk dihitung. Penggunaan GPS dala survey dapat
digunakan tipe hand held, namun pada kasus tertentu yang membutuhkan kedetilan
rinci dibutuhkan GPS geodetik. Salah satu contohnya adalah perencanaan
pembuatan jalur pipa, pengukuran topografi yang dilakukan harus skala detil
sehingga membutuhkan GPS geodetik karena selisih 1 cm saja akan berperngaruh
terhadap tekana air dalam pipa yang akan dibangun nantinya.
3. Pita ukur. Nama lainnya adalah meteran, digunakan untuk melakukan pengukuran
tinggi alat ukur yang dipasang terhadap tanah. Tinggi ini penting untuk mengetahui
selilist tinggi alat yang ditembakkan.
4. Alat ukur topografi. Banyak jenis yang digunakan, antara lain waterpass, theodolite,
kompas survey, ataupun total station. Masing – masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Setiap jenis alat survey memiliki tingkat ketelitian yang berbeda pula.
Metode yang digunakan juga berbeda – beda, sehingga bagi surveyor yang
melakukan pengukuran harus sudah paham di luar kepala mengenai karakteristik
alat survey beserta metodenya.
5. Prisma. Peletakan prisma ada dua, ada yang diletakkan diatas statif untuk penentuan
titik utama dan ada yang diletakkan diatas yalon untuk pengukuran detil.
6. Yalon. Yalon adalah tongkat yang biasanya berwarna merah putih berseling dengan
panjang tiap ruas adalah 50cm dan tinggi yalon biasanya 180 – 200 cm. Yalon
digunakan untuk membantu pembacaan ketinggian dan peletakkan prisma detil.
7. Bak ukur. Penggunaan bak ukur dipasangkan pada alat ukur waterpass, kompas
survey dan theodolite. Ketiganya belum dilengkapi oleh laser sehingga
pembidikannya perlu dilakukan dengan pembacaan angka melalui bak ukur atau
yalon.
8. Statif. Biasa disebut dengan tripod atau kaki tiga. ALat ini digunakan untuk
memberdirikan alat survey dan prisma pembalik.
9. Unting – unting. Digunakan untuk meposisikan kelurusan alat dengan patok
pengukuran di bawahnya.

Metode dalam melakukan pengukuran pun bermacam – macam. Penentuan pemilihan


metode juga perlu mempertimbangkan kondisi wilayah yang dipetakan serta kedetilan
informasi yang ingin diperoleh. Untuk itu, sebagian besar orang memilih menggunakan jasa
survey  untuk membantu dalam melakukan pemetaan dan perencanaan sebelum
pembangunan untuk meminimalkan resiko kesalahan dalam pengukuran dan
penggambaran topografi suatu tempat.

Pada awal perencanaan, sebaiknya dilakukan dengan observasi umum mengenai wilayah
yang akan dipetakan. Dengan mengetahui batasan wilayah hingga bentuk secara umum
akan memudahkan perencanaan pengukuran dan penghematan waktu, tenaga, serta biaya.
Lantas bagaimana cara untuk mendapatkan gambaran umum tersebut ?

Caranya mudah, yaitu dengan menggunakan data spasial dapat berupa pemotretan udara
maupun citra satelit. Untuk kawasan yang lingkupnya relatif kecil, disarankan untuk
menggunakan foto udara. Alasannya adalah memiliki tingkat kedetilan lebih baik dan
resolusinya juga besar. Dengan menggunakan jasa pemetaan dari TechnoGIS Indonesia,
pengukuran topografi yang dilakukan juga difasilitasi dengan pemotretan udara dengan
menggunakan drone sehingga titik terluar area kajian akan lebih mudah ditentukan.

Untuk melakukan survey pemetaan memang membutuhkan persiapan dan perencanaan


yang matang. Pengenalan medan hingga penentuan rule yang digunakan untuk mendaptkan
data perlu diperhatikan. Bahkan dalam pelaksanaannya, tim survey harus memiliki banyak
rencana cadangan dan dituntut harus bisa memberikan keputusan terbaik untuk
mendapatkan data optimal. Sehingga tidak heran jika banyak pemilik kepentingan memilih
untuk menggunakan jasa survey pemetaan karena cost yang dibutuhkan akan jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan melakukan survey pemetaan sendiri.

Jika Anda bingung mencari jasa survey dan pemetaan atau permasalah pemetaan lainnya,
segera hubungi kami. TechnoGIS Indonesia telah lama menggeluti ranah spasial dan kami
selalu memberikan pelayanan terbaik dengan harga yang kompetitif.
D. Studi Kasus Permasalahan dan Potensi Tapak
Berikut ini merupakan contoh studi kasus dalam permaslahan dan potensi tapak.

STUDI KASUS : SHANGHAI HOUTAN PARK

Lansekap dirancang oleh arsitek sebagai upaya untuk meregenerasi sebuah kawasan.
Bagaimanakah kemampuan regenerasi yang dimiliki organisme hidup bisa diperankan oleh
sebuah karya arsitektur?

Regenerasi diartikan sebagai kemampuan makhluk hidup untuk menumbuhkan kembali


bagian tubuh yang rusak (Sumber : Wikipedia.org).

Definisi regenerasi tentang organisme tersebut di atas, tidak berbeda dengan kemampuan
regeneratif kawasan yang dibentuk oleh elemen-elemen biologis pada lansekapnya.
Lansekap tidak hanya dibentuk oleh wujud tanah (kedalaman, kemiringan, dan variasinya);
melainkan juga dihidupkan oleh vegetasi (tanaman), kehidupan lainnya (fauna), serta
manusia sebagai penggunanya. Hal inilah yang memungkinkan bahwa kawasan mampu
meregenerasi lingkungannya sebagaimana organisme  atau makhluk hidup.
Keberhasilan sebuah pekerjaan lansekap sangat ditentukan oleh kemampuan kawasan
perancangan dalam menjalankan fungsinya secara ekologis (yaitu sebagai habitat yang
setiap organismenya dapat berinteraksi baik terhadap lingkungannya); sekaligus secara
estetis (yaitu sebagai karya arsitektur lansekap atau buatan manusia yang dirancang secara
menyeluruh hingga nilai artistiknya). Disinilah ilmu dan wawasan arsitektur lansekap
menjadi “ujung tombak” menghasilkan desain atau  konstruksi buatan manusia dalam skala
kawasan ini.

Studi kasus ini akan memberikan beberapa eksekusi menarik tentang pembuatan lansekap
hidup berkemampuan regenerasi di atas lahan basah. Mengapa lansekap hidup dibuat pada
lokasi kasus ini? Karena lahan basah tersebut sudah sempat dirusak sebagai kawasan
pengembangan industri (pabrik baja dan galangan kapal) sebelumnya.

STUDI KASUS : Houtan Park – Shanghai, Sebuah Karya Lansekap Hidup Regeneratif di
Lahan Basah.

Mengapa istilah “lahan basah” sangat penting? Karena lahan ini memiliki beberapa
karakteristik penting yang sangat tidak boleh diabaikan oleh perencanaan pembangunan
jangka panjang. Karakteristik lahan basah, antara lain :

– Memiliki keanekaragaman hayati (vegetasi, fauna) paling tinggi.

– Tanahnya jenuh dengan air, yang artinya kawasan tersebut lebih sering
digenangi air dangkal; baik musiman maupun permanen.

– Karena lahan ini sangat subur, biasanya dimanfaatkan sebagai lahan


pertanian.

– Di banyak negara bagian, lahan basah diawasi ketat pemanfaatannya sebagai


lahan konservasiterkait pelestarian keanekaragaman hayati.

Keempat karakter lahan basah di atas dimiliki juga oleh Houtan Park yang dirancang di tepi
Sungai Huangpu, Shanghai. Sebagai bekas lahan bangunan industri berpolutan, Houtan Park
dirancang dengan berbagai latar belakang masalah seperti : banjir, struktur atau konstruksi
material industri, pencemaran air oleh polutan, serta permasalahan urban lainnya.
Permasalahan ini ditakutkan dapat mematikan fungsi ekologi (disebut degradasi lingkungan)
di kawasan itu sendiri,  dan menimbulkan pencemaran pada kawasan / kota-kota sekitarnya.
Perancangan Houtan Park menjadi solusi yang dapat menjawab kebutuhan kawasan
tersebut untuk dapat memulihkan lingkungannya dalam skala kota.

Houtan Park merupakan karya arsitektur lansekap yang memperoleh


penghargaan American Society of Landscape Architects (ASLA) tahun 2010. Karya ini dinilai
juri sebagai karya arsitektur berwawasan sustainibility yang memberikan representasi
sangat baik sebagai percontohan.

Dalam perencanaan Houtan Park, tim arsitek lansekap nampaknya tertantang untuk
melakukan beberapa terobosan besar seperti :
1. Memulihkan fungsi ekologi kawasan dengan membuat zona-zona purifikasi (pemurnian
air dari limbah industri berat sebelum air tersebut dialirkan ke sungai lepas dan muaranya);
menghidupkan organisme dan interaksinya dalam ekosistem; kontrol banjir serta longsor
dengan menggunakan “dinding penahan” alternatif yang masih memungkinkan hidupnya
habitat lahan basah.

2. Menambahkan fungsi rekreasi dan edukasi di kawasan dengan membuat ruang publik
estetis  sejenis “green expo” atau etalase teknologi hijau; dengan pembatasan konstruksi
jalur akses pengunjung.

Bagaimana sistem purifikasi di lahan basah tepi sungai dapat diaplikasikan dalam karya
arsitektur lansekap? Berikut ini adalah contoh ilustrasi yang kurang lebih dapat menjelaskan
bagaimana pemurnian air sungai yang (terlanjur) terkontaminasi limbah industri perkotaan.

Ilustrasi 01 :
Purifikasi Air
Sungai dengan
Memasukkan
Proses
Oksidasi
Ilustrasi 02 : Purifikasi Air Sungai dengan Penambahan Materi Kimia sebagai Penjerat atau
Penyaring

Lalu, bagaimana sistem purifikasi ini bisa diimplementasikan pada perancangan lansekap di
Houtan Park Shanghai ?

Ilustrasi 03 : Sistem Purifikasi yang Dirancang melalui Perancangan Tapak Shanghai Houtan
Park, China

Ilustrasi 04 : Teras yang diapit oleh jalan raya dan lahan basah buatan ini memuat sistem
purifikasi air sungai terkontaminasi. Di belakang teras terdapat barisan tanaman bambu
yang rapat. Integrasi antara teras dan vegetasi inilah yang diupayakan menjadi dinding
penahan alternatif yang dirancang sebagai pembatas aktivitas kota sekaligus kontrol banjir.
Karena, dinding penahan berupa beton penuh konvensional dinilai terlalu banyak
melumpuhkan aktivitas organisme habitat di lahan basah tersebut.

Telah disebutkan bahwa tantangan lain yang diterobos oleh proyek Houtan Park ini juga
meliputi penambahan fungsi rekreasi dan edukasi. Hal ini diciptakan dengan membuat
ruang publik yang menjadi ruang rekreasi kepada kegiatan keluarga di lingkungan
perkotaan, sekaligus mewadahi kegiatan pengunjung untuk dapat mengamati kegiatan alam
di habitat lahan basah.

Ilustrasi 05 :
Pengunjung dapat
secara langsung
mengamati habitat
lahan basah berikut
vegetasinya, bahkan
menikmati
fenomena alam
lainnya seperti pada
saat pergantian
musim.
:

Ilustrasi 06 :
Kegiatan rekreasi dilakukan di atas konstruksi lahan basah buatan yang memungkinkan
adanya ruang aktivitas publik, tentunya dengan luasan jalur akses (boardwalk) yang
terbatas agar proses purifikasi dan pemulihan habitat tidak terganggu dan tercemar oleh
pengunjung.

Daftar Pustaka

http://plannerisbanget.blogspot.com/2011/12/lingkup-perencanaan-tapak.html

http://rajapuan.blogspot.com/2008/03/perencanaan-tapak.html

https://slideplayer.info/slide/4113019/

https://bt2heaven.wordpress.com/2008/06/10/metode-survey/

https://surveyonline.wordpress.com/2008/07/08/metode-penelitian-survey/

https://www.technogis.co.id/list-perlengkapan-untuk-survey-dan-pemetaan-topografi/

https://www.technogis.co.id/tahapan-dalam-melakukan-survey-dan-pemetaan/

http://samimawen.blogspot.com/

http://www.skamax.com/2013/10/7-langkah-melakukan-survei.html
https://lauwtjunnji.weebly.com/survey-dan-pengukuran-awal-preliminary-survey.html

http://johannes.lecture.ub.ac.id/files/2014/12/PERENCANAAN-TAPAK-SUSTAINABLE-SITE-DESIGN-_-
PRINSIP-ANALISIS.pptx

https://doubleyouarch.wordpress.com/tag/studi-kasus/

Anda mungkin juga menyukai