Anda di halaman 1dari 7

HUKUM SEDEKAH LAUT DAN SADRANAN

MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah: Aswaja An-Nahdliyah 2
Dosen Pengampu: Bapak Mukhlisin

Disusun Oleh :
Ahmad Isa Zarkasih 20180209008
Heru Ika Anugrah Suci 20180209036
M. Za’imul In’am 20180209017
Rismayatul Mufidah 20180209012

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS SOSIAL, EKONOMI, DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA (UNU)
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
anugerah sehingga kami mampu menyelesaikan makalah kami dengan judul “Hubungan
Islam dengan Program Studi” ini.
Sholawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan nabi agung kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari jaman jahiliyah kejaman yang terang
benderang ini.
Terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini, dan harapan kami semoga makalah ini menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN
A.1 Latar Belakang.………………………………………………………………
A.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………
B. PEMBAHASAN
B.1 Pengertian Nyadran…………………………………………………………..
B.2 Dasar Hukum…………………………………………………………………
B.3 Hukum Nyadran dan Sedekah Laut…………………………………………..
B.3 Landasan Nyadran untuk menguatkan Nasionalisme dan Spirit religiusitas…
C. PENUTUP
KESIMPULAN……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
A. PENDAHULUAN
A.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar didunia. Didalamnya terdapat
berbagai keunikan ragam budaya kebisaan adat dan agama yang berbada beda. Khususnya
dalam hal agama diIndonesia mayoritas penganut agamanya adalah agama islam. Dan
terdapat berbagai kebudayaan dan adat istiadat yang bermaam macam. Dalam kehidupan
sehari hari khusunya dijawa tengah kedua hal tersebut erat hubunganya dan saling berkaitan
satu sama lain.
Salah satu adat kebudayaan yang dilakukan oleh warga indonesia khusunya jawa tengah
adalah tradisi sedekah laut dan sadranan. Dalam makalah kali ini kelompok kami akan
membahas tentang hukum sedekah laut dan sadranan dalam agama islam wabil khusus dalam
pandangan ahlu sunnah waljama’ah khususnya warga nahdliyin. Didalam makalah kali ini
kami berusaha menjelaskan bagaimana dasar hukum dan cara menyikapi tradisi sedekah laut
dan sadranaan dalam perspesi islam.
Sedekah laut adalah salah satu tradisi warga daerah pesisir pantai dengan melakukan
ritual tradisional melarungkan atau menenggelamkan berbagai aneka makanan baik beruapa
tumbuhan dan hewani dengan tujuan sebagai bentuk rasa syukur warga sekitar atas kekayaan
alam yang telah diberikan oleh Allah melalui kekayaan lautnya. Sedangakan, sadranan adalah
salah satu tradisi jawa yang dimaknai sebagai bentuk rasa syukur oleh warga jawa tengah
dengan melakukan kegiatan berupa syukuran dengan cara membuat makanan berupa nasi lauk
dan sayuran yang kemudian dibagikan ketetangga dan kerabat yang sebelumnya sudah
dibacakan doa.

A.2 Rumusan Masalah


A.2.1 Apa pengertian Nyadran?
A.2.2 Apa dasar hukumnya sedekah laut dan sadranan?
A.2.3 Apa hukumnya nyadran dalam pandangan islam?
A.2.4 Bagaimana Landasan Nyadran untuk menguatkan Nasionalisme dan Spirit
religiusitas?
B. PEMBAHASAN
B.1 Pengertian Nyadran
Nyadran merupakan reminisensi dari upacara sraddha Hindu yang dilakukan pada zaman
dahulu kala. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nyadran itu berasal dari bahasa Arab
‫ذرا‬CC‫ ن‬yang artinya nadzar, kosakata nadzran kemudian dibaca dengan dialek Jawa menjadi
nyadran. Nyadran juga terkadang dinamakan sedekah laut. Dulu tradisi nyadran dilakukan
masyarakat pantai, sedangkan tradisi sedekah bumi dilakukan masyarakat petani. Tetapi
sekarang tradisi penyembelihan kambing oleh masyarakat petani juga dinamakan nyadran.

B.2 Dasar Hukum


 Allah berfirman Q.S Yunus : 106.
Artinya:
“dan janganlah kamu memohon (beribadah) kepada selain Allah SWT, akan apa yang tidak
memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, sebab jika kamu berbuat demikianm
maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang dzolim”.
 Dari Annas Bin Malik RA, bahwasannya dia berkata : Rasululloh SAW bersabda:
“Shodaqoh itu dapat menolak 70 macam bala' (bencana) yangpaling ringan ialah penyakit
kustadan belang”.

B.3 Hukum Nyadran dan Sedekah Laut


Pertama, Dihukumi haram bila mengandung unsur kemusyrikan atau syirik dengan diniati
sebagai persembahan kepada para dewa atau kepada jin penjaga desa.
Terlebih lagi jika dalam pelaksanaan nyadran disertai penyembelihan hewan yang kemudian
kepalanya ditanam didalam bumi, maka hukumnya juga haram, karena membuang harta yang
bermanfaat itu termasuk menyia-nyiakan harta benda.
Sebagaimana pernah diputuskan dalam Mukatamar NU Ke-5 pada 1930 M/1349 H di
Pekalongan perihal peringatan sedekah bumi atau jin penjaga desa.

Para kiai ketika itu mengutip Syarah Tafsir Jalalain karya Syekh Sulaiman Al-Jamal dan Ihya
Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali.
‫ار‬
َ C‫ص‬ َ ‫الَ ُم‬C‫ ا َء ْا ِإل ْس‬C‫ب فَلَ َّما َج‬ َ ‫ك فِي ْال َع‬
ِ ‫ر‬C َ Cِ‫ا َذل‬C‫ةَ ثُ َّم فَ َش‬Cَ‫ ِل ْاليَ َم ِن ِم ْن بَنِي َحنِ ْيف‬C‫قَا َل ُمقَاتِ ُل َكانَ أَ َّو ُل َم ْن تَ َع َّو َذ بِ ْال ِجنِّ قَوْ ٌم ِم ْن أَ ْه‬
ِّ‫التَّ َع ُّو ُذ بِاهللِ تَ َعالَى الَ بِ ْال ِجن‬
Artinya, “Orang yang pertama meminta perlindungan kepada jin adalah kaum dari Bani
Hanifah di Yaman, kemudian hal tersebut menyebar di Arab. Setelah Islam datang, maka
berlindung kepada Allah menggantikan berlindung kepada jin,” (Lihat Syekh Sulaiman
Al-Jamal, Al-Futuhatul Ilahiyyah).

Kedua, Dihukumi mubah (diperbolehkan) bila sedekah laut atau sedekah bumi diniati
sebagi taqarrub kepada Allah untuk mengusir jin jahat atau makhluk penguasa laut dan
sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang dilimpahkan-Nya berupa hasil bumi
dan hasil laut, serta keadaan bumi yang aman dari malapetaka karena Allah dan tidak
diniati sebagai sesaji kepada para dewa dan kepada jin. Namun, ketika penyembelihan
hewan ini diniatkan untuk menyenangkan jin penguasa laut, maka hal ini dihukumi haram
sebagaimana keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in sebagai
berikut.

‫ أو بقصدهم حرم‬،‫من ذبح تقربا هلل تعالى لدفع شر الجن عنه لم يحرم‬

Artinya, “Siapa saja yang memotong (hewan) karena taqarrub kepada Allah dengan
maksud menolak gangguan jin, maka dagingnya halal dimakan. Tetapi kalau jin-jin itu
yang ditaqarrubkan, maka daging sembelihannya haram.”

Keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari di atas ini kemudian diulas lebih lanjut Oleh
Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatha Ad-Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin berikut ini.

‫ر الجن‬CC‫دفع ش‬CC‫من ذبح) أي شيأ من اإلبل أو البقر أو الغنم (تقربا هلل تعالى) أي بقصد التقرب والعبادة هلل تعالى وحده (ل‬
‫ارت‬C‫ وص‬،‫ه‬C‫رم) أي ذبح‬C‫ه (لم يح‬C‫عنه) علة الذبح أي الذبح تقربا ألجل أن هللا سبحانه وتعالى يكفي الذابح شر الجن عن‬
‫ارت‬CC‫ وص‬،‫ه‬CC‫رم ذبح‬CC‫ ح‬،‫ ألن ذبحه هلل ال لغيره (أو بقصدهم حرم) أي أو ذبح بقصد الجن ال تقربا إلى هللا‬،‫ذبيحته مذكاة‬
‫ عند لقاء السلطان أو زيارة نحو ولي ـ‬C‫ بل إن قصد التقرب والعبادة للجن كفرـ كما مر فيما يذبح‬.‫ذبيحته ميتة‬.

Artinya, “(Siapa saja yang memotong [hewan]) seperti unta, sapi, atau kambing (karena
taqarrub kepada Allah) yang diniatkan taqarrub dan ibadah kepada-Nya semata (dengan
maksud menolak gangguan jin) sebagai dasar tindakan pemotongan hewan. Taqarrub
dengan yakin bahwa Allah dapat melindungi pemotongnya dari gangguan jin, (maka
daging) hewan sembelihan-(nya halal dimakan) hewan sembelihannya menjadi hewan
qurban karena ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya.
(Tetapi kalau jin-jin itu) bukan Allah (yang ditaqarrubkan, maka daging sembelihannya
haram) karena tergolong daging bangkai. Bahkan, jika seseorang berniat taqarrub dan
mengabdi pada jin, maka tindakannya terbilang kufur. Persis seperti yang sudah dibahas
perihal penyembelihan hewan ketika berjumpa dengan penguasa atau berziarah menuju
makam wali,” (Lihat Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [tanpa
catatan kota, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 349).
Adapun persoalan fiqih, fenomena ini juga tidak dapat dilihat secara sederhana hitam-
putih. Fenomena atau kegiatan apa pun boleh jadi dilarang karena mengandung i‘dha‘atul
mal (menyi-nyiakan harta) atau unsur tabzir.

Tetapi ulama memberikan catatan bahwa tindakan i‘dha‘atul mal atau tabzir dengan
menyia-nyiakan sedikit harta dihukumi makruh sebagaimana masalah ukuran sedikit-
banyak ini dapat ditarik (diilhaq-kan) dari masalah penaburan bunga di makam.
ً ‫فإن كان يسيراً كان مباحا ً وإن كان كثيراً كره تنزيها‬
Artinya, “Jika itu hanya sedikit, maka mubah. Tetapi jika itu banyak, maka makruh tanzih
(yang baiknya ditinggalkan),” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, [Beirut,
Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 570).

Dari sini, kita dapat menarik simpulan bahwa fenomena sedekah laut atau sedekah
bumi bisa dilihat dari niat mereka yang melakukannya karena ini berurusan
dengan masalah keyakinan, aqidah, tauhid, keimanan, dan seberapa sering upacara
ini (misalnya sebulan sekali) dilakukan karena berkaitan dengan dana dalam pengertian
idh‘atul mal atau tindakan tabdzir yaitu menyia-nyiakan harta yang dimakruh dalam
agama. Lain soal ketika barang-barang yang dilarung itu seperti ayam, sayur-sayuran
segar, buah-buahan, dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dan sebagian masyarakat
yang hadir, maka itu bernilai ibadah.

Jadi upacara sedekah laut ini mengandung banyak kemungkinan seseuai dengan praktiknya di
lapangan (tahqiqul manath).

B.3 Landasan Nyadran untuk menguatkan Nasionalisme dan Spirit religiusitas


1. Pertama, rasa gembira, bungah, dan syukur atas kehadiran Ramadhan diwujudkan
dengan tasyakuran nyadran. Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa bergembira
dengan kehadiran Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya disentuh api neraka.”
Tak ada orang nyadran susah, justeru mereka bergembira lewat sedekah makanan
pada saudara bahkan pada alam.
2. Kedua, nyadran yang diikuti bacaan yasin, kalimat tayibah, dan doa-doa sangat
berpotensi menggapai kemuliaan di bulan Syaban. Rasulullah bersabda, “Bulan
Rajab bulan menanam. Syaban bulan menyiram tanaman dan Ramadhan bulan
memanen tanaman.”
3. Ketiga, penguatan nasionalisme ini bisa dilakukan lembaga pendidikan, MI/SD-
SMA/SMK/MA sampai perguruan tinggi dan komunitas budaya yang bermuara pada
karakter toleran dan humanis. Spirit transnasional yang mencetak generasi antitradisi
dan antinasionalisme harus diputus lewat pembudayaan dan literasi toleransi.

D. PENUTUP
KESIMPULAN

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hukum haramnya nyadran itu bukan haram mutlak,
tetapi haram bersyarat (muqoyyad). Dan penentu hukum tradisi seperti nyadran dan sedekah
laut tergantung tujuan kita.
Apabila ada yang menyatakan bahwa nyadran tersebut hukumnya haram mutlak, karena
berasal dari budaya hindu, maka perkataan itu tidak benar karena tidak semua yang berasal
dari non islam itu diharamkan, dan kembali lagi kepada niat dan tujuan kita tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
https://islam.nu.or.id/post/read/97350/hukum-sedekah-laut#
https://www.nu.or.id/post/read/91578/nyadran-dan-penguatan-nasionalisme
https://aswajanucenterjatim.com/hujjah-aswaja/nyadran-dalam-perspektif-hukum-islam/
https://aswajanucenterjatim.com/iXzDv
https://pcnukendal.com/hukum-nyadran-dan-sedekah-bumi/

Anda mungkin juga menyukai