Anda di halaman 1dari 46

1

A. Judul

“PERAN GURU PAI SEBAGAI MOTIVATOR DALAM


MENINGKATKAN NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI SMP NEGERI 8
PAMEKASAN”.

B. Konteks Penelitian
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-ustadz dalam bahasa Arab, yang
bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim. Artinya, guru adalah
seseorang yang memberikan ilmu.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)
mengajar. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utamanya yaitu
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan menengah. Orang yang disebut guru merupakan orang
yang memiliki kemampuan rancangan program mengajar, serta mampu
menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat
mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Guru juga bisa diartikan sebagai mereka yang secara sadar mengarahkan
pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu sehingga dapat terjadinya
pendidikan.
Agar tugas dan tanggung jawab guru bisa terlaksana dengan baik,
dibutuhkan berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru menurut
Wrightman, sebagaimana dikutip Uzer, memiliki makna “serangkaian tingkah
laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta
berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dari perkembangan
siswa yang menjadi tujuannya”.2 Jadi perenan guru senantiasa

1
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm, 23.
2
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm, 65.
2

menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam interaksinya


dengan anak didik dan dengan lingkungan sekitar.
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua yang telah ada,
adalah sebagai motivator. Dimana saat peran guru dalam memotivasi peserta
didik adalah menentukan kebutuhan murid-muridnya berdasarkan prilaku
mereka yang nampak, dan mendorong mereka untuk menjadikan kebutuhan
mereka agar dapat belajar serta mendorong mereka untuk menjadikan insan
yang lebih baik lagi dalam meningkatkan moral, etika/ tingkah laku, dan
sosial peserta didiknya.
Setiap aktivitas manusia pada dasarnya dilindasi oleh adanya dorongan
untuk mencapai tujuan atau terpenuhinya kebutuhannya.Adanya daya
pendorong ini disebut motivasi.3Dalam beberapa terminologi, motivasi
dinyatakan sebagai suatu kebutuhan (needs), keinginan (wants), gerak hati
(impulse), naluri (instinctis), dan dorongan (drive), yaitu sesuatu yang
memaksa organisme manusia untuk berbuat atau bertindak.
Seperti dimaklumi bahwa misi utama kehadiran Nabi Muhammad saw,
adalah membangun kualitas moral. Dalam hadits yang sangat populer,
Rasulullah saw, menegaskan misi utamanya itu. Sabdanya, “Aku diutus hanya
untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.” (H.R. Baihaqi).4 Dan hal ini
tidak mungkin terwujud kecuali dengan ketundukan mutlak pada segala yang
disampaikan Allah SWT. dan Rasul-Nya, sambil menerapkan dengan sebaik-
baiknya akhlak-akhlak mulia yang digalakkan al-Qur’an sebab karena faktor
inilah Allah SWT.5 memuji Rasul-Nya:

‫َظي ٍْم‬ ٍ ُ‫ك لَ َعلَى خَ ل‬


ِ ‫قع‬ َ َّ‫َوإِن‬

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-
Qalam (68): 4)

3
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm, 149-151.
4
Ilyas Ismail, True Islam Moral, Intelektual, Spirutual, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hlm, 23.
5
Mohammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm, 314.
3

Kata (‫ )خلق‬khuluq jika tidak dibarengi dengan adjektifnya, maka ia selalu


berarti budi pekerti yang luhur, tingkah laku dan watak terpuji.6

Kata (‫‘ )علي‬ala mengandung makna kemantapan. Di sisi lain ia juga


mengesankan bahwa Nabi Muhammad saw. yang menjadi mitra bicara ayat di
atas berada di atas tingkat budi pekerti yang luhur, bukan sekedar berbudi
pekerti luhur. Memang Allah menegur beliau jika bersikap dengan sikap yang
hanya baik dan telah biasa dilakukan oleh orang-orang yang dinilai sebagai
berakhlak mulia. Rujuklah ke awal surah ‘Abasa Wa Tawalla!

Keluhuran budi pekerti Nabi saw. yang mencapai puncaknya itu bukan
saja dilukiskan oleh ayat di atas dengan kata (‫ )انّك‬innaka/ sesungguhnya tetapi
juga dengan tanwin (bunyi dengung) pada kata (‫ )خلق‬khuluqin dan huruf (‫)ل‬
lam yang digunakan untuk mengukuhkan kandungan pesan yang menghiasi
kata (‫‘)علي‬ala disamping kata ‘ala itu sendiri, sehingga berbunyi (‫ )لعلي‬la’ala,
dan yang terakhir pada ayat ini adalah penyifatan khuluq itu oleh Tuhan Yang
Maha Agung dengan kata (‫‘)عظيم‬adzim/ agung. Yang kecil bila menyifati
sesuatu dengan “agung” belum tentu agung menurut orang dewasa. Tetapi jika
Allah menyifati sesuatu dengan kata agung maka tidak dapat terbayang betapa
keagungannya. Salah satu dari sekian banyak bukti tentang keagungan akhlak
Nabi Muhammad saw. Menurut Sayyid Quthub, kemampuan beliau menerima
pujian ini dari sumber Yang Maha Agung itu dalam keadaan mantap tidak
luluh di bawah tekanan pujian yang demikian besar itu, tidak pula goncang
kepribadian beliau yakni tidak menjadikan beliau angkuh. Beliau menerima
pujian itu dengan penuh ketenangan dan keseimbangan. Keadaan beliau itu
menurut Sayyid Quthub menjadi bukti melebihi bukti yang lain tentang
keagungan beliau.

Sementara ulama memahami kata(‫ )خلق عظيم‬khuluqin ‘Azhim dalam arti


agama berdasar firman-Nya innak ‘ala shirathin mustaqim (QS. Az-Zukhruf

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume 1, (Lentera
Hati: Jakarta, 2003), hlm, 145-146
4

[43]: 43) sedang Shirath al-Mustaqim antara lain dinyatakan oleh al-Qur’an
sebagai agama. Sayyidah ‘Aisyah ra. ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah
beliau menjawab Akhlak beliau adalah al-Qur’an (HR. Ahmad). ‘Aisyah ra.
ketika itu membaca awal surah al-Mu’minun untuk menggambarkan
sekelumit dari akhlak beliau itu. Jika demikian, bukalah lembaran-lembaran
al-Qura’an, dan temukan ayat-ayat perintah atau anjuran, pahami secara benar
kandungannya, anda akan menemukan penerapannya pada diri Rasul saw.
Beliau adalah bentuk nyata dari tutunan al-Qur’an. Selanjutnya karena kita
tidak mampu melukiskan betapa luhur akhlak Rasulullah saw. Karena itu pula
setiap upaya yang mengetengahkan sifat-sifat luhur Nabi Muhammad saw., ia
tidak lain hanya sekelumit darinya. Kita hanya bagaikan menunjuk dengan jari
telunjuk gunung yang tinggi karena lengan tak mampu merangkulnya.

Ini mengandung makna bahwa akhlak merupakan hal yang sangat


penting dan utama dalam Islam.Akhlak dapat dikatakan sebagai inti sari
(buah) dari agama.Dalam perspektif ini dapat dikatakan bahwa agama pada
dasarnya adalah akhlak.

Maka dari itu dibutuhkan metode sebagaimana yang diperankan oleh guru
pendidikan agama Islam (PAI) yaitu mengadakan aplikasi prinsip-prinsip
psikologis dan pedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang
terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar peserta
didik mengetahui, menghayati, dan meyakini materi yang diberikan,7 juga
meningkatkan pola pikir peserta didik. Selain itu juga membuat perubahan
dalam sikap, tingkah laku, dan minat serta memenuhi nilai dan norma yang
berhubungan dengan pelajaran dan perubahan pribadi menuju akhlak budi
pekerti, sebagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong ke
arah kehidupan nyata.
Atas dasar dari pemahaman dari atas, bahwa titik tekan dari nilai-nilai
budi pekerti adalah meningkatkan moral, etika, dan sosial pada peserta didik
7
Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam; Konsep Metode Pembelajaran PAI, (Yogyakarta: Ruko
Jambusari, 2014), 143.
5

agar menjadi menusia yang lebih baik lagi. Baik menurut pandagan manusia
maupun pandangan Tuhan, karena sesungguhnya seseorang akan melakukan
atau tidak melakukan suatu perbuatan tergantung pada suatu sistem nilai yang
dipegangnya.
Dari penjelasan diatas dan atas dasar realita yang ditemukan oleh peneliti,
maka penelitian kali ini peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Peran
Guru PAI sebagai Motivator dalam Meningkatkan Nilai-nilai Budi
Pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan”.

C. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian diatas, maka dapat dikemukakan fokus
penelitian sebagai berikut :
1. Apa saja nilai-nilai budi pekerti yang dikembangkan di SMP Negeri 8
Pamekasan?
2. Bagaimana peran guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-
nilai budi pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan?
3. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat peranguru PAI sebagai
motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti di SMP Negeri 8
Pamekasan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok pembahasan diatas, maka penelitian ini bertujuan


untuk mendeskripsikan tentang :

1. Bentuk budi pekerti peserta didik di SMP Negeri 8 Pamekasan.


2. Peran guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi
pekerti siswa di SMP Negeri 8 Pamekasan.
3. Faktor-faktor pendukung dan hambatan yang dihadapi guru PAI sebagai
motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti siswa di SMP
Negeri 8 Pamekasan.
6

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan berharap agar dapat memberikan


sumbangan yang lebih bermanfaat pada berbagai kalangan, baik secara teoritis
maupun praktis. Secara teoritis penelitian ini sangat berguna bagi peneliti
sendiri agar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang
Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai motivator dalam
meningkatkan nilai-nilai budi pekerti siswa. Hasil yang diperoleh nantinya
berupa data dan informasi yang akan menambahkan pengentahuan tentang
Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai motivator dalam
meningkatkan nilai-nilai budi pekerti siswa.

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat


memberikan manfaat pada berbagai kalangan, antara lain :

1. Bagi SMP Negeri 8 Pamekasan.


Sebagai masukan agar dapat mementigkan motivator dalam meningktakan
nilai-nilai budi pekerti siswa.
2. Bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya dan para guru
umumnya.
Sebagai masukan tentang peranan guru sebagai motivator, sehingga
meningkatkan kinerja guru dalam perannya sebagai motivator.
3. Bagi Institut Agama Islam Negeri Madura (IAIN Madura).
Untuk menjadikan salah satu sumber kajian bagi mahasiswa, baik sebagai
pengayaan materi perkuliahan ataupun untuk kepentingan penelitian yang
pokok kajiannya mungkin ada kesamaan.
4. Begi Peneliti
Sebagai suatu pengelaman yang sangat berharga dan menambah wawasan
pengetahuan tentang peranan guru dalam memotivator siswa, disamping
sebagai tugas akademik dalam rangka menyelesaikan Program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI) di jurusan Tarbiyah IAIN Madura.
7

F. Definisi Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya
perbedaan persepsi dalam memahami istilah-istilah pokok yang digunakan
dalam proposal ini, penulis memandang perlu untuk merumuskan definisi
istilah terhadap konsep-konsep kunci yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Peran
Peran adalah laku; hal berlaku atau bertindak yang dilakukan oleh
individu atau kelompok yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja
badan ataupun ucapan.
2. Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.8
3. Motivator
Motivator adalah seseorang yang menyebabkan motivasi pada orang
lain untuk melaksanakan sesuatu pendorong.
4. Nilai-NilaiBudi pekerti
Budi pekerti merupakan arti dari kata “khuluqun”, dan bahasa
Arabnya “Akhlak”, yang artinya perangai, tingkah laku atau tabiat, tata
krama, sopan santun, adab, dan tindakan.9Jadi nilai-nilai budi pekerti
merupakan Sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaandalam
hal tingkah laku yang baik.
Berdasarkan definisi istilah diatas, maka yang dimaksud dengan peran
guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti di
SMP Negeri 8 pamekasan di dalam proposal ini adalah sebagaimana peranan
guru PAI serta para guru lainnya meningkatkan watak, tingkah laku, akhlak/
prilaku peserta didiknya sehingga akal dan perasaan peserta didik dapat
8
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm,
24.
9
Beni Ahmad Saebani, dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm, 13.
8

menimbang baik-buruk, benar-salah dari watak, perbuatan dan akhlaknya


sehingga kualitas peserta didiknya baik dari ucapan maupun perbuatannya.

G. Kajian Pustaka
1. Kajian Teoritik

a. Kajian tentang Peranan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)

1) Pengertian Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)


Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah
figur manusia sumber yang paling menempati posisi dan
memegang peranan penting dalam pendidikan.10Ketika semua
orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti
terlibat dalam agenda pembicaraan, terutama yang menyangkut
persoalan pendidikan formal di sekolah.
Di sekolah, guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat
manusia dalam hal ini anak didik.Negara menuntut generasinya
yang memerlukan pembinaan dan bimbingan dari guru. Guru
dengan sejumlah buku yang terselip di pinggang datang ke
sekolah di waktu pagi hingga petang, sampai waktu mengajar dia
hadir di kelas untuk bersama-sama belajar dengan jumlah anak
didik yang sudah menantinya untuk diberikan pelajaran. Anak
didik ketika itu haus akan ilmu pengetahuan dan siap untuk
menerimanya dari guru. Ketika itu guru sangat berarti sekali bagi
anak didik.Kehadiran seorang guru di kelas merupakan
kebahagiaan bagi mereka, apalagi bila figur guru itu sangat
disenangi oleh mereka.
Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu
perbuatan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan
jiwa atau tuntutan hati nurani adalah tidak mudah, karena
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
10

2010), hlm, 1.
9

kepadanya banyak dituntut suatu pengabdian kepada anak didik


dari pada tuntutan pekerjaan dan material oriented.Guru yang
mendasarkan pengapdiannya karena panggilan jiwa merasakan
jiwanya lebih dekat dengan anak didiknya.
Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan
dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang
dalam masyarakat.11 Melalui guru di sekolah diharapkan mampu
menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan
siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan
percaya tinggi yang tinggi.Dengan demikian, tugas utama guru
adalah mengembangkan potensi anak menuju terbentuknya
manusia seutuhnya melalui cara mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik.
Di mata masyarakat dahulu, guru mendapat gelar “pahlawan
tanpa jasa”12 berkenaan dengan tugasnya yang luhur dan
mulia.Disebut pahlawan karena tugas guru mempersiapkan
generasi mendatang yang berkualitas.Disebut tanpa jasa, karena
guru pada zaman dahulu dalam melakukan tugasnya tanpa pamrih
dan dilaksanakan penuh kesungguhan.Kalaupun memperoleh gaji,
tidak seimbang dengan tugasnya yang berat dan beresiko dalam
mepersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas baik.
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam, tugas guru sebagian
besar adalah mendidik dengan cara mengajar. Tugas pendidik di
dalam tangga sebagian besar, bahkan mungkin seluruhnya, berupa
membiasakan, memberikan contoh yang baik, memberikan pujian,
dorongan(motivasi), dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan
11
Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
Suskses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm, 37.
12
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, hlm, 65.
10

pengaruh positif bagi pendewasaan anak.13 Guru


merupakanprofesi yang sangat strategis dan mulia. Inti tugas guru
adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan, sifat, serta
perilaku buruk yang menghancurkan masa depan mereka. Tugas
tersebut merupakan tugas para nabi, tetapi karena nabi sudah tidak
ada lagi, maka tugas tersebut menjadi tugas para guru.
Menurut Tampubolon menyatakan peranan guru bersifat
multidimensional,14 yang mana guru menduduki peran sebagai
orang tua, pendidik atau pengajar, pemimpin atau manajer,
produsen atau pelayanan, pembimbing atau fasilitator, motivator
atau stimulator, dan peneliti atau narasumber.
Dilain pihak, menurut Surya mengemukakan tentang peranan
guru di sekolah, keluarga, dan masyarakat.Di sekolah, guru
berperan sebagai perancangpembelajaran,pengelola pembelajaran,
penilai hasil pembelajaran siswa, pengarah pembelajaran dan
pembimbing siswa.Dalam keluarga, guru sebagai pendidik dalam
keluarga (family educator).Sementara di masyarakat, guru
berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu
masyarakat (social innovator), dan agen masyarakat (social
agent).

2) Jenis-jenis Peran Guru


Peranan guru ini akan senantiasa akan menggambarkan pola
tingkah laku yang diharapakan dalam berbagai interaksinya, baik
dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf
yang lain.15Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai
pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi

13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), hlm, 125.
14
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru,
hlm, 27.
15
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm, 143-146.
11

guru. Maka semua peranan yang diharapkan dari guru adalah


sebagai berikut :
a) Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, labotorium,
studi lapangan dan sumber informasi, kegiatan akademik
maupun umum.
b) Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik,
silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c) Pengarah/director
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih
menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan.
d) Inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses
belajar.
e) Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak sebagai
penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
f) Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan
memeberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar
mengajar.
g) Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah
dalam kegiatan belajar siswa.
h) Evaluator
12

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang


evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian
yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik.16
i) Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai
yang baik dan mana nilai yang buruk.
j) Pembimbing
Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya
denganjalan memberikan tujuan pendidikan.
k) Demonstrator
Guru harus berusaha dengan membantu anak didiknya,
dengan cara mempragakan apa yang diajarkan secara didaktis,
sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman
anak didik.
l) Pengelola kelas
Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena
kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru
dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

m)Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,
meperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran.
n) Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak
didik agar berairah dan aktif dalam proses belajar. Dalam upaya
memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif
16
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, hlm, 46-48.
13

yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun


prestasinya di sekolah.

3) Peran Guru Sebagai Motivator


Motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong atau penarik
yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah tujuan
tertentu.17Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga
komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan
menopang tingkah laku manusia.
1. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu;
memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku.
Dengan demikian, ia menyediakan suatu orientasi tujuan.
3. Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar
harus menguatkan (reinforce) intensitas, arah dorongan-
dorongan, dan kekuatan-kekuatan individu.

Motivasi merupakan faktor psikis yang bersifat non


intelektual. Perannya yang khas adalah dalam penumbuhan gairah,
perasaan dan semangat untuk melakukan hal yang positif dalam
belajar maupun berperilaku. Motivasi adalah dorongan yang
menjadi penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
dan mencapai suatu tujuan yaitu untuk mencapai keberhasilan
(prestasi). Dengan demikian, motivasi memiliki peran strategis
saat dalam proses belajar, baik pada saat mau mulai pelajaran, saat
sedang pelajaran dimulai, maupun saat berakhirnya pelajaran.
Agar perannya lebih optimal, maka disini beberapa peran guru
sebagai motivator yang harus dijalankan, sebagai berikut:

Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
17

2012), hlm, 75.


14

1. Guru harus membantu siswa memperoleh dan mengkoordinir


tujuan-tujuannya secara tepat.

2. Guru harus memberdayakan siswa dengan keyakinan-keyakinan


yang bermakna tepat.

3. Guru harus memberikan perlengkapan untuk membantu siswa


memonitor kemajuan yang mereka capai.

4. Guru harus memberikan pengalaman yang banyak dan juga


menantang, di mana anak-anak dari semua level keterampilan
merasakan keberhasilan dan kompetensi mereka.

5. Guru harus mengadopsi dan mengomunikasikan pandangan


kemampuan tambahan bagi siswa.

6. Guru harus menjelaskan pada siswa nilai dan arti penting


mempelajari keterampilan tertentu, dengan menggunakan
argumentasi yang autentik dan meyakinkan.

Motivasi dapat muncul dalam diri seseorang apabila ada


stimulasi dari luar walaupun pada dasarnya motivasi berasal dari
dalam diri, yang dapat dilihat dalam bentuk aktivitas. 18 Di dalam
proses belajar, salah satu peran guru yang terpenting adalah
melakukan usaha-usaha dan menciptakan kondisi yang
mengerahkan anak didik melakukan kegiatan membaca dengan
baik. Guru perlu memperlihatkan sikap yang mampu mendorong
anak didik untuk aktif belajar secara sungguh-sungguh.
Sejalan dengan pergeseran makna pembelajaran dari
pembelajaran yang berorientasi kepada guru ke pembelajaran yang
berorientasi kepada siswa, maka peran guru dalam proses

Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016),
18

hlm, 241.
15

pembelajaran pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah


penguatan peran guru sebagai motivator.
Dalam pendekatan Behavioral dan kognitif sosial, kita
mengetahui konsep self-efficacy (keyakinan ada pada diri
sendiri)menurut Bandura, yakni keyakinan bahwa seseorang dapat
menguasai situasi dan memproduksi hasil positif.19 Guru yang
mempunyai self-efficacy yang tinggi akan berpengaruh besar
terhadap kualitas pembelajaran pada anak didik. Sedangkan guru
dengan self-efficacy yang rendah cenderung mengatakan bahwa
kemampun murid yang rendah adalah sebab dari ketidakmampuan
murid dalam pembelajaran dan prilakunya.
Walaupun dalam kenyataannya seorang guru selalu
menghadapi siswa yang memiliki motivasi rendah, namun seorang
guru yang profesional tidak boleh kehilangan akal dan harus
inovatif untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat ice breaking
(pencairan suasana) melalui penayangan gambar lucu, atau
berikan cerita-cerita lucu (humor), bahkan diselingi dengan
nyanyian serta permainan (game). Bila sebagian besar siswa
memiliki motivasi yang tinggi, maka guru harus tetap memberikan
pembinaan, sebab ada kemungkinan motivasi siswa mengalami
grafik naik-turun (fluktuatif).
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak
didik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran atau
sugesti yang negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat
asosial dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina
pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya
motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima masyarakat.

19
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 523-524
16

Disamping itu, orang tua dan guru harus memberikan


motivasi yang menggerakkan remaja untuk melakukan prilaku
positif, kreatif, dan kontruktif.20Sebagai motivator, guru harus
membangkitkan semangat murid dalam belajar. “Motivasi
menunjukkan kepada semua gejala yang terkandung dalam
stimulasi kearah tujuan tertentu, dimana sebelumnya tidak ada
gerakan kearah tujuan tersebut”. Dengan demikian jelaslah bahwa
guru harus memotivasi murid-muridnya agar dapat berhasil dalam
kegiatan belajarnya.Disamping itu, dalam dalam pembentukan
akhlak, guru sebagai pengajar sekaligus pembimbing, guru
berfungsi sebagai panutan dan pembimbing bagi anak didik.

b. Kajian Tentang Nilai-nilai Budi Pekerti

1)Pengertian Budi Pekerti dan Nilai-nilai Budi Pekerti

Akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan plural dari


khuluq yang secara harfiah dapat diartikan dengan budi pekerti,
tingkah laku, perangai atau tabiat. 21Khuluq sebagai singular dari
kata akhlaq itu sendiri dimaknai oleh Raghib al-Isfahani dengan
beragam makna.Berdasarkan pengertian kata khuluq ini, Raghib
al-Isfahani memaknai istilah akhlak dengan upaya manusia untuk
melahirkan perbuatan yang bajik dan baik.

Budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesiadiletakkan


dalam masukan “budi”, artinya: (1) alat batin yang merupakan
panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk; (2)
tabiat, akhlak, watak; (3) perbuatan baik, kebaikan; (4) daya
upaya, ikhtiar; (5) akal (dalam arti kecerdikan menipu atau
20
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak & TasawufDalam Wacana Kontemporer, (Surabaya: Pena
Salsabila, 2014), hal, 58.
21
Amril M., Akhlak Tasawuf Meratas Jalan Menuju Akhlak Mulia, (Bandung: PT Refika Aditama,
2015), hlm, 1-2.
17

tipudaya).22Dan budi pekerti diartikannya sebagai tingkah laku,


perangai, akhlak, watak. Dalam kamus umum bahwa budi pekerti
sama dengan akhlak, watak, tabiat, perbuatan baik, kebaikan.

Budi pekerti mengacu pada pengertian dalam bahasa Inggris,


yang diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung
beberapa pengertian antara lain: (a) adat istiadat, (b) sopan santun,
dan (c) perilaku.23 Namun, pengertian Budi pekerti secara hakiki
adalah perilaku. Budi pekerti beriduk pada etika atau filsafat
moral. Secara etimologis kata etika dekat dengan moral. Etika
berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.
Adapun moral berasal dari bahasa latin mos yang juga
mengandung arti adat kebiasaan.

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati


tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan
bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung
kepada bagaimana akhlaknya.Apabila akhlaknya baik, maka
sejahteralah lahir dan batinnya, dan apabila akhlaknya rusak, maka
rusaklah lahir dan batinnya.

Dalam kamus al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti,


perangai, tingkah laku atau tabiat.Akhlak diartikan sebagai ilmu
tata krama, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia,
kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai
dengan norma-norma dan tata susila.24

22
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm, 22.
23
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 17.
24
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhalak dalam Perspektif Alquran, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm, 3.
18

Menurut dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda


pendapat, namun artinya tetap sama yaitu tentang prilaku manusia.
Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun dalam berikut:

1. Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang keutamaan


yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga
jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang
harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari
segala bentuk keburukan.
2. Ibrahim Anis mengatakan akhlak ialah ilmu yang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia, dapat disifatkan dengan baik buruknya prilaku
tersebut.
3. Ahamd Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik
dan buruk. Sebagai contoh: jika kebiasaan kita memberikan
perbuatan yang baik, maka disebut akhlaqul karimah, tapi jika
perbuatan kita itu tidak mencerminakan hal yang baik (buruk),
maka disebut akhlaqul madzmumah.
4. Soegarda Poerbakawatja mengatakan akhlak ialah budi pekerti,
watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat
dari sikap jiwa yang benar terhadap khlaiknya (pencipta) dan
terhadap sesama manusia.
5. Hamzah Ya’qub mengemukakan pengertian akhlak sebagai
berikut.

a) Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan


buruk, antara terpuji dan tecela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin.

b) Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian


tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan tentang
pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang
19

terakhir dari seluruh usaha, perbuatan, dan pekerjaan


mereka.

Ki Hajar Dewantara memandang karakter sebagai watak atau


budi pekerti. Menurut Ki Hajar Dewantara, budi pekerti
merupakan bersatunya antara gerak fikiran, perasaan dan
kehendak atau kemauan, yang kemudian menimbulkan tenaga.25
Secara ringkas, karakter menurut Ki Hajar Dewantara merupakan
sebagai sifatnya jiwa manusia, mulai dari angan-angan hingga
terjelma sebagai tenaga. Dengan adanya budi pekerti, manusia
akan menjadi pribadi yang merdeka sekaligus kepribadian, dan
dapat mengendalikan diri sendiri.

Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiaat,


akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebajikan, yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak.

Menurut Marzuki karakter identik dengan akhlak, sehingga


karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal
meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
berhubungan dengan Tuhan, denga diri sendiri, dengan sesama
manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat.

Adapun nilai-nilai yang hendak diinternalisasikan terhdap


anak didik melalui pendidikan budi pekerti menurut kemdiknas,
tercantum pada tabel berikut:

25
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm, 13.
20

No Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Prilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan prilaku
tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya


sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. Rasa ingin tau Sikap dan tindakan yang selalu
21

berupaya untuk mengetahui lebih


mendalam dan meluas dari seseuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
10. Semangat Cara berpikir, bertindak, dan
kebangsaan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
12. Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong
prestasi dirinya untuk menhasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa
komunikatif senang berbicara, bergaul, dan
bekerjasama dengan orang lain.
14. Cinta damai Sikap, perkatan, dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli linkungan Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam disekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk
22

memperbaiki kerusakan alam yang


sudah terjadi.
17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorag untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial, dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam pengembangan pribadi siswa tentang pola keyakinan


yang terdapat dalam sistem keyakinan suatu masyarakat tentang
hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus dihindari.
Dalam nilai-nilai terdapat pembakuan tentang hal baik dan hal
buruk serta pengaturan perilaku.26 Nilai-nilai hidup dalam
masyarakat sangat banyak jumlahnya sehingga pendidikan
berusaha membantu untuk mengenali, memilih dan menetapkan
nilai-nilai tertentu sehingga dapat digunakan sebagai landasan
pengambilan keputusan untuk berperilaku secara konsisten dan
menjadi kebiasaan dalam hidup masyarakat.

Untuk mewujudkan suatu masyarakat moral dalam kehidupan


sekolah perlu suatu kebangkitan kembali dari perlunya nilai-nilai
etik, moral, dan budi pekerti.27 Telah timbul suatu kecenderungan
masyarakat yang mulai menyadari bahwa dalam masyarakat
terdapat suatu kearifan mengenai adanya suatu moralitas dasar
yang sangat esensial dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu, para orang tua dan pendidik yang lebih dewasa
26
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, hlm.19.
27
Ibd.11.
23

harus mendorong tumbuhnya moralitas dasar tersebut dengan


jalan mengajar kepada generasi muda secara langsung maupun
tidak langsung, agar mereka menghormati nilai-nilai tersebut.
Generasi muda perlu disadarkan akan tanggung jawabnya untuk
hidup bersama dengan menghormati nilai-nilai dasar tersebut
seperti saling mempercayai, kejujuran, rasa solidaritas sosial dan
nilai-nilai kemasyarakatan lainnya.

2) Upaya Peningkatan Nilai-nilai Budi Pekerti


Aktivitas horizontal kehidupan manusia adalah bersifat fitrah.
Artinya: secara behavioralistik manusia diciptakan oleh Allah swt.
dilengkapi dengan kemampuan untuk beraktivitas.28Untuk itu, al-
Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia tidak diturunkan oleh Allah
ke dalam ruang kosong, tetapi ketika al-Qur’an diturunkan telah
berhadapan dengan aktivitas kehidupan manusia yang beraneka
ragam.Berbeda dengan aktivitas hanyayang bersifat monoton,
aktivitas manusia sangat kompleks dan dengan kompleksitasnya
itu menunjukkan identitas dan jati diri pelakunya.
Bagi para siswa di sekolah formal pada umumnya, tiada saat
yang paling membahagiakan, kecuali terdengarnya bunyi bel
sekolah. Mereka menyambut tanda berakhirnya jam sekolah
dengan penuh suka cita. Mereka merasa terbebas dari himpitan
empat dinding tembok kelas dan sesaknya bangku kelas yang
membelenggu dan memasung mereka selama enam jam lebih.
Fenomena sekolah tak ubahnya penjara bagi mereka yang
memegang monopoli transfer ilmu pengetahuan. Sekolah seolah-
olah menjadi satu-satunya tempat belajar. Guru yang berada di
depan ruang kelas mendominasi peserta didik. Sisw-siswa yang

28
M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf, (Malang: Madani Media, 2015), hal, 111.
24

tak merdeka itu dengan proses pendidikan yang otoriter dan tidak
menjamin kebebasan semacam itu, bakal terbentuk hanya sekedar
sebagai sekrup mekanisme.29
Kondisi realitas tersebut, tentunya bertolak belakang dengan
konsep pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara
(Bapak Pendidikan Nasional Indonesia). Pergurun Taman Siswa
yang didirikannya mengantar siswa untuk mengenal rasa
kemerdekaan terhadap apa pun. Benih kemerdekaan terus
dikorbankan dalam jiwa anak didik melalui mata pelajaran yang
diajarkan dalam sekolah tersebut.
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan adalah daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin
dan karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam pengertian
taman siswa tidak boleh dipisahkan dari bagian-bagian itu; agar
kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Konsep tersebut menunjukan bahwa Ki Hajar Dewantara
memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dinamis dan
berkesinambungan. Di sini tersirat pula wawasan kemajuan,
karena sebagai suatu proses pendidikan harus mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan zaman.
Keseimbangan unsur cipta, rasa, dan karsa yang tidak dapat
dipisah-pisahkan pun memperlihtkan bahwa Ki Hajar Dewantara
tidak memandang pendidikan hanya sebagai proses penularan atau
transfer ilmu pengetahuan belaka. Secara simultan menurutnya
pendidikan juga merupakan proses penalaran nilai dan norma serta
penularan keahlian dan keterampilan.
Sebagai perwujudan konsep yang menempatkan anak sebagai
sentral atau pusat proses pendidikan maka Ki Hajar Dewantara

29
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, hal. 121.
25

memperkenalkan sistem Among.30 Sistem ini menerapkan asas


kekeluargaan yang berintikan kasih sayang dan cinta kasih.
Seorang guru atau pamong diharapkan menjalin hubungan dengan
orang tuanya. Dengan sisitem ini, seorang guru diharapkan bisa
memberikan bimbingan secara intensif, di mana anak didik tidak
diberikan tekanan untuk melakukan sesuatu, tetapi justru diberikan
kemerdekaan sepenuhnya.
Sistem among tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah
saja. Ki Hajar Dewantara pun mengajarkan bahwa pendidikan
berlangsung ditiga lingkungan atau tripusat pendidikan yang
meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat serta gerakan pemuda. Pendidikan dalam lingkungan
keluarga berlangsung pendidikan informal tentang agama, budi
pekerti, dan dasar-dasar hidup kemasyarakatan. Pendidikan formal
diperoleh di sekolah di bawah pimpinan guru mengenai berbagai
ilmu pengetahuan. Sedangkan lingkungan masyarakat dikenal
sebagai ajang pendidikan nonformal, merupakan tempat anak
didik berlatih berbagai keterampilan dan memperluas hidup
kemasyarakatan.
Setelah mereka (anak didik) merasa sudah bisa dianggap
paham terhadap semua keinginannya dan kemungkinan apa pun
yang sudah siap mereka tanggung, maka jika mereka masih tetap
salah dalam hal memilih, setidaknya mereka sudah dapat berpikir
dan bertanggung jawab sehingga mereka tidak terombang ambing
oleh pertentangan atau konflik batin yang akan terjadi di dalam
kehidupan pribadi dan masyarakatnya.

3) Faktor Pendukung dan Penghambat Peran Guru PAI sebagai


Motivator dalam Meningkatkan Nilai-nilai Budi Pekerti
30
Ibd, hal, 122.
26

Manusia sebagai makhluk yang berakal, dituntut untuk


memiliki akhlak yang baik. Untuk itu manusia harus
mengupayakan pemebentukan dan pembinaan akhlak agar dapat
meningkatkan nilai-nilai budi pekerti dengan menghiasi dirinya
menjadi lebih baik lagi dan menaikkan derajatnya. Dalam
pembentukan dan pembinaan akhlak tersebut, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi/ mendukung pembentukan akhlak
untuk keberhasilan seseorang dalam mencapai derajat/ tingkatan
yang mulia, baik di sisi Allah SWT., maupun di sisi sesama
manusia, antara lain sebagai berikut31:

a) Faktor Keturunan

Faktor keturunan berangkat dari aliran nativisme yang


meyakini bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
pembawaan yang diterima dari orang tuanya. Tokoh aliran ini
adalah Arthur Scopenheur, menurut aliran ini, seorang yang
mempunyai bakat yang tinggi dalam musik, maka anaknya
akan menjadi pemusik yang handal juga.

Jadi berdasarkan teori diatas, dapat ditegaskan bahwa sifat,


tingkah laku, kepribadian, watak, bakat, maupun kecerdasan
intelekualnya seorang anak dipengahuri/ dibentuk oleh faktor
keturunan, yang ia wariskan dari salah satu/ kedua orang
tuanya. Dengan mewarisi sifat, tingkah laku, watak dari orang
tua kepada anaknya, maka sifat, tingkah laku dan watak
seseorang tidak akan jauh beda dengan salah satu/ kedua orang
tuanya.

31
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak & TasawufDalam Wacana Kontemporer, hlm, 32.
27

b) Faktor Linkungan

Dalam faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aliran


empirisme yaitu kebalikan dari aliran nativisme. Tokoh
terkemukaka aliran ini dalah John Lock.32 Paham utama ini
adalah “tabularasa” suatu istilah dari bahasa Latin yang berarti
lembaran kosong. Paham ini menekankan pentingnya
pengalaman, linkungan dan pendidikan sebagai faktor yang
mempengaruhi perkembangan. Dengan kata lain bahwa
perkembangan manusia hanya tergantung kepada lingkungan
dan pendidikan, sedangakan pembawaan tidaklah
mempengaruhinya sama sekali. Paham ini mengajarkan bahwa
semua anak terlahir dalam keadaan koson tanpa membawa
bakat. Akan menjadi apa anak itu, semuanya tergantung kepada
pendidikan dan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian
lingkungan yang mempengaruhi akhla seseorang terdiri dari:

1. Lingkungan Keluarga

Linkungan keluarga adalah lingkungan pertama dan


utama yang mempengaruhi akhlak seseorang, karena dalam
keluarga pembentukan dan pembinaan akhlak dapat
dilakukan. Pendidikan akhlak dalam keluarga dimulai ketika
anak mulai melakukan interaksi dengan ayah, ibu maupun
orang-orang yang mempunyai hubungan darah terdekat.
Kedua orang tua adalah orang yang bertanggung jawab
secara penuh terhadap pembentukan dan pembinaan seorang
anak. Ada pepatah yang mengatakan “Ibu adalah madrasah
yang utama”. Berdasarkan pepatah tersebut dapat ditegaskan
bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang sangat
menetukan pembentukan dan pembinaan akhlak, karena
32
Ibd, hal, 34.
28

dengan baik dan harmonisnya keluarga akan membarikan


manfaat besar dalam meningkatkan nilai-nilai akhlak anak.

2. Lingkungan Sekolah (Pendidikan Formal)

Lingkungan sekolah tempat dilaksanakan proses


pembelajaran oleh guru. Dalam proses pembelajaran dan
pendidikan di sekolah harus diperhatikan dengan sungguh-
sungguh pendidikan Islam, yang terdapat tiga istilah yang
memberikan ciri khas dalam implemintasinya, yaitu sebagai
berikut; pertama ta’lim terutama sekali dikemukakan oleh
Muhammad Rasyid Ridla, yang mendifinisikan sebagai
“suatu proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.
Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menerangkan
kata ta’lim dari akar kata ‘allama, seperti surat al-Baqarah
ayat 31:

‫ال اَ ْنبِئُوْ نِ ْي بِا َ ْس َما‬ ِ ‫م َعلَى ْال َملَئِ َك‬pُْ‫ضه‬


َ َ‫ت فَق‬ َ ‫َوعَلَّ َم آ َد َم ااْل َ ْس َمآ َء ُكلَّهَاثُ َّم ع ََر‬

َ ‫ِءاِ ْن ُك ْنتُ ْم‬


َ‫ص ِدقِ ْين‬

Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semunya,


kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya
berfirman, “sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini,
jika kamu yang benar”. (QS. al-Baqarah: 31)

Dia yakni Allah mengajar Adam nama-nama benda


seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang
nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-
benda, atau mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.33

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume 14, (Lentera
33

Hati: Jakarta, 2003), hlm, 380-381.


29

Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi


Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan
karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin,
dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk
berbahasa. System pengajaran bahasa kepada manusia (anak
kecil) bukan dimulai dengan mengarjakan kata kerja, tetapi
mengajarnya terlebihh dahulu nama-nama. Ini Papa, Ini
Mama, itu mata, itu pena dan sebagainya. Itulah sebagian
makna yang dipahami oleh para ulama dan fiman-Nya: Dia
mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya.

Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as.,


sebagaimana dipahami dari kata kemudian, Allah
mengemukakannya benda-benda itu kepada para malaikat
lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda
itu, jika kamu benar dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih
wajar menjadi khalifah.”

Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan penugasan


menjawab, tetapi bertujuan membuktikan kekeliruan mereka.
Mereka para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab
sambil menyucikan Allah “Maha Suci Engkau, tidak ada
pengetahuan bagi kami selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau, Engkaulah
Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Maksud
mereka, apa yang Engkau tanyakan itu tidak pernah Engkau
ajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan itu kepada kami
bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena hikmah di
balik itu.

Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya mengaku


tidak mengetahui jawaban pertanyaan, tetapi sekaligus
30

mengakui kelemahan mereka dan kesucian Allah swt. dari


segala macam kekurangan atau ketidak adilan, sebagaimana
dipahami dari penutup ayat ini.

Benar, pasti ada hikmah di balik itu. Boleh jadi karena


pengetahuan menyangkut apa yang diajarkan kepada Adam
tidak dibutuhkan oleh para malaikat karena tidak berkaitan
dengan fungsi dan tugas mereka. Berbeda dengan manusia,
yang dibebani tugas memakmurkan bumi.

Jawaban para malaikat, “Sesungguhnya Engkau Maha


Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” juga mengandung makna
bahwa sumber pengetahuan adalah Allah swt. dia juga
mengetahui segala sesuatu termasuk siapa yang wajar
menjadi khalifah, dan Dia Maha Bijaksana dalam segala
tindakan-Nya, termasuk menetapkan makhluk itu sebagai
khalifah. Jawaban mereka juga menunjukkan kepribadian
malaikat dan dapat menjadi bukti bahwa pertanyaan mereka
pada ayat 31 di atas bukanlah keberetan sebagaimana diduga
sementara orang.

Kata kedua yng digunakan dalam pendidikan Islam


adalah tarbiyah. Kata tarbiyah dirujuk dalam kata 1) rabba,
yarbu, tarbiyah yang berarti berkembang berdasarkan ayat
al Quran surat al Rum ayat 39, 2) rabba, yarbi, tarbiyah
yang berarti tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau
deawasa, dan 3) rabba yarubbu, tarbiyah yang berarti
memperbaiki, merawat, memelihara, memperindah,
memberi makan, mengasuh, memiliki, mengatur dan
menjaga kelestariannya. Dapat diartikan dalam pendidikan
Islam merupakan sebagai suatu kegiatan dalam merawat,
31

memelihara, mengasuh, maengatur anak didik untuk


mencapai kedewasaannya.

Kata ketiga adalah ta’dip. Kata ini dipopulerkan oleh


Syed Muhammad Naquib al Attas, yang menyatakan bahwa
kata ta’dib lebih tepat digunakan terhadap pendidikan. Ia
menyatakan bahwa tarbiyah lebih mengarah kepada seluruh
makhluk manusia dan hewan sedangkan ta’lim lebih luas
cakupannya dari pada tarbiyah. Ta’lim disebutkannya
sebagai suatu pengajaran yang tanpa ditemani dengan suatu
pengenalan yang lebih mendasar. Ia menegaskan bahwa
konsep tarbiyah dan ta’lim lebih dipengaruhi oleh Barat.
Sedangkan ta’dib mencerminkan tujuan esensial pendidikan
Islam, yaitu penanaman akhlak sebagai misi utama
diutuskannya Rasulullah ke muka bumi. Ia menegaskan pula
bahwa orang yang berpendidikan adalah orang yang
berperadaban.

3. Lingkungan Masyarakat Sekitar

Pembentukan dan pembinaan akhlak sangat dibutuhkan


dalam pergaulan di masyarkat mengingat perkembangan dan
perubahan di masyarakat yang semakin menjauhkan anak
didik dari nilai-nilai dan ajaran Islam. Umat Islam pada
masa sekarang telah memasuki pada tatanan masyarakat
yang ditandai dengan perubahan-perubahan besar yang hal
itu sangat mempengaruhi peradaban masyarakat muslim
secara keseluruhan dan keberdaan individu sebagai seorang
muslim.

Dalam menghadapi perubahan-perubahan sebagai akses


peradaban industri global yang merasuki kehidupan ummat
32

Islam menuntut suatu, pendidikan Islam yang dinamis dan


proaktif. Pendidikan Islam tidak hanya merupakan proses
penanaman nilai-nilai moral sehingga dapat membentengi
anak didik dari akses peradaban industri global, namun lebih
jauh dari itu pendidikan Islam mampu tampil sebagai
kekuatan pembebas dari himpitan kemiskinan, kebodohan
dan keterbelakangan dalam kehidupan sosial, budaya dan
ekonomi ummat Islam.

c. Faktor Hidayah

Faktor hidayah dalam perspetif Islam adalah sangat


menentukan dalam meningkatkan dan membina akhlak Islami.
Hidayah merupakan petunjuk ke jalan Allah yang hanya
diberikan kepada yang dikehendaki-Nya, dengan demikian
hidayah merupakan otoritas dan kewenangan Allah.

Dalam faktor penghambat ini merupakan kendala bagi guru


yang memberikan motivasi dalam meningkatkan nilai-nilai budi
pekerti, yaitu teman sepergaulannya. Mencari teman sangatlah
mudah. Namun, justru karena keudahannya setiap pelajar mesti
sangat berhati-hati dalam memilih teman dalam
pergaulannya.34Dalam memilih teman, kalian harus
mempertimbangkan baik buruknya terlebih dahulu. Karena teman
sering kali berpengaruh banyak dalam kegagalan pelajar. Teman
yang baik akan senantiasa selalu menyertai kalian saat suka
maupun duka, mau mengingatkan apabila kalian melangkah di
jalan yang salah, dan juga mau mendukung saat kalian berada di
jalan yang baik dan benar. Namun jika kalian berteman dengan
teman yang salah, maka akan memberikan keburukan pada kalian.

34
Ibnu Burdah, Pendidikan Karakter Islami, (Hak Cipta: Erlangga, 2013), hlm, 59.
33

2. Kajian Peneletian Terdahulu

Dalam hal ini penulis memaparkan kajian terdahulu yang dilakukan


oleh saudara Akhmad Khairul Salehdengan judul “Peran sekolah dalam
mengembangkan budi pekerti peserta didik di Madrasah Tsanawiyah Al-
Amin Bugih Pamekasan” dalam penelitian ini menunjukkan
perkembangan budi pekerti dari peserta didik terhadap peran sekolah,
karena peserta didik masih kurang atau rendahnya pengetahuan akhlak
yang menyebabkan mereka perlu dikembangkan budi pekerti setiap
peserta didik untuk menjadi lebih baik lagi.

Persamaan dengan judul yang diajukan peneliti adalah sama-sama


meneliti tentang budi pekerti dan juga sama-sama menggunakan
penelitian kualitatif. Adapun bedanya dengan judul peneliti yang dibuat
oleh saudara Akhmad Khairul Saleh adalah menitik beratkan pada peran
sekolah dan menghususkan untuk mengembangkan budi pekerti,
sedangkan pada penelitian yang diajukan penulis sendiri menekankan
pada nilai-nilai budi pekerti, yang mana motivasi dari guru PAI dapat
menigkatkan nilai-nilai budi pekerti.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan jenis penelitian.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif


dengan jenis penelitian deskriptif lapangan, yaitu memaparkan data secara
deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan
cara memaparkan data secara deskriptif yang berupa kata-kata atau tulisan
dari seseorang yang diamati. Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Laxy J.
Moleong dalam buku yang berjudul, metodologi penelitian kualitatif,
34

mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang


menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-
orang dan pelaku yang dapat diamati.35
Penelitian kualitatif cenderung mengarah pada penelitian yang bersifat
naturalistik fenomenologis dan penelitian etnografi.36 Oleh karena itu,
penelitian kualitatif sering di tukar dengan penelitian naturalistik dan etnografi
dalam antropologi kognitif. Di samping itu, penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan cara melibatkan berbagai metode
yang ada. Dengan berbagai karakteristik khas yang dimiliki, penelitian
kualitatif menjadi berbeda dengan penelitian kuantitatif.
Alasan penulis memilih jenis penelitian ini, karena peneliti ingin
menjelaskan secara deskriptif tentang peran guru PAI sebagai motivator
dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan.

2. Kehadiran Peneliti.
Kehadiran peneliti merupakan suatu proses pengamatan yang
dilakukan dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang
yang dijadikan subjek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
sendiri atau bersama orang lain merupakan alat untuk mengumpulkan
data utama. Manusia sebagai alat yang dapat berhubungan dengan
responden atau lainnya dan manusialah yang mengerti kaitan-kaitan
kenyataan yang terjadi.Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti
bertindak sebagai pengamat dan instrument.Kehadiran peneliti bertuuan
untuk memperoleh informasi atau seperangkat data yang dibutuhkan
peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Lokasi Penelitian.

35
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 4.
36
Basrowi, Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 21.
35

Lokasi penelitian merupakan objek dari peneliti untuk memperoleh


data, dalam penelitian ini lokasi yang akan diteliti adalah SMP Negeri 8
Pamekasan. Peneliti memilih lembaga tersebut karena disetiap guru
mengajar pasti memberikan motivasi-motivasi dalam memperbaiki atau
menumbuhkan nilai-nilai budi pekerti pada siswanya.

4. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek


darimana data dapat diperoleh.37 Dalam penelitian ini jenis data yang
digunakan peneliti adalah pertanyaan yang disampaikan kepada informan
sesuai dengan perangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti yang
berpedoman pada fokus penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi
sebanyak mungkin dari pihak yang terkait dalam penelitian ini.

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah guru PAI dan
siswa SMP Negeri 8 pamekasan dengan kata-kata dan tindakan
selebihnya yang merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam
kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan dokumentasi.38

5. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan


menggunakan teknik kondisi yang alami, sumber data primer, dan lebih
banyak pada teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Pengumpulan Data Dengan Observasi


Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik
pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun langsung ke
lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat,
37
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),
hlm. 172.
38
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 157.
36

pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuandan perasaan.


Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengawasi
perilaku subyek penelitian seperti perilaku dalam lingkungan atau
ruang, waktu dan keadaan tertentu.39 Adapun jenis-jenis observasi:
1. Observasi Partisipatif
Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-
hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti
ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ilut
merasakan suka dukanya.

2. Observasi non Partisipatif


Observasi ini seorang peneliti tidak terlibat langsung dan hanya
sebagai pengamat independen.40
Peneliti pada penelitian ini menggunakan observasi tidak
berperan serta atau observasi non partisipan, dimana peneliti cukup
mengamati saja tanpa ikut berperan serta dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Sehingga data yang diperoleh peneliti hanya
berbentuk nilai-nilai dibalik perilaku yang tampak, yang terucap
dan yang tertulis.
b. Pengumpulan Data Dengan Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan
data dan informasi. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua
alasan. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja
apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang
tersembunyi jauh di dalam dari diri subjek penelitian. Kedua, apa yang
di tanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat

39
Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 166.
40
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 145.
37

lintasan waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini, dan
juga masa yang akan datang.41 Adapun jenis-jenis dari wawancara:
a) Wawancara tersruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu
dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternatif jawabannya pun telah disiapkan.

b) Wawancara tidak terstruktur


Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.42
c) Wawancara semi struktur
Wawancara ini mula-mula peneliti menanyakan serentetan
pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu
diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan
demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variabel,
dengan keterangan yang lengkap mendalam.43
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semi
terstruktur karena setelah pertanyaaan yang sudah disusun di
tanyakan, peneliti masih mengorek informasi untuk menggali data
dengan benar serta lebih mendalam.
c. Pengumpulan Data Dengan Dokumentasi
41
Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif, hlm. 176
42
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, hlm. 138-140.
43
Buna’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, hlm. 102.
38

Metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan


mencatat data yang sudah ada. Metode dokumentasi di antara
kegiatannya mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip buku, majalah, notulen rapat dan sebagainya.44
Dokumentasi yang akan dikumpulkan dalam peneliti ini yaitu
tentang Profil SMP Negeri 8 Pamekasan, foto kegiatan siswa dalam
meningkatkan nilai-nilai budi pekerti, data guru di SMP Negeri 8
Pamekasan, dan data jumlah siswa SMP Negeri 8 Pamekasan.

6. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
kerja data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari dan menuturkan
apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.
Adapun proses dari analisi data kualitatif menurut Seiddel sebagai
berikut:
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu di beri
kode agar sumber datanya tetap dapat di telusuri.
b. Mengumpulkan, memilih dan memilah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
c. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubunngan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.45
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek data yang sudah terkumpul dan mengetahui apakah
data yang sudah diperoleh sudah valid dan bisa dipertanggung jawabkan,
44
Ibid, hlm. 107.
45
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.
248.
39

maka tindakan yang dilakukan peneliti selanjutnya yaitu meninjau


kembali secara cermat dan teliti data yang sudah diperoleh agar sumber
data dari temuan-temuan ini tidak terkesan mengambang dan validitas
data lebih terjamin. Oleh karenanya peneliti menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:
a) Perpanjangan keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data, dan tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat tetapi memerlukan
waktu perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Peneliti di sini
memerlukan jangka waktu 1 minggu untuk mengumpulkan data.
Perpanjangan keikutsertaan berati peneliti tinggal di lokasi penelitian
sampai mencapai kejenuhan dalam pengumpulan data tercapai.
b) Ketekunan/keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi
dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan
atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari
apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan.
c) Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui
sumber lainnya.46 Triangulasi yang digunakan oleh peniliti adalah
sumber/informan dari guru-guru PAI dan siswa SMP Negeri 8 Pamekasan
8. Tahap-Tahap Penelitian
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rancangan penelitian
a) Latar belakang masalah

M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz
46

Media, 2014), hlm. 320-322.


40

b) Tinjauan pustaka
c) Pemilihan lapangan penelitian
d) Penentuan jadwal penelitian
e) penentuan alat penelitian
f) Rancangan pengumpulan data
g) Rancangan prosedur analisis data
h) Rancangan perlengkapan penelitian
i) Rancangan pengecekan keabsahan data
2) Memilih lokasi penelitian
3) Mengurus perizinan penelitian
4) Menjajaki dan menilai lokasi penelitian
5) Memilih dan memanfaatkan informan
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
b. Tahap pekerjaan lapangan
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2) Memasuki lapangan
3) Berperan serta sambil mencari data
c. Tahap analisis data
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan, pengorganisasian
serta memaparkan dengan mendeskripsikan hasil temuannya. Analisis
data secara sederhana adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar.47
d. Tahap Punulisan Laporan
Dalam penyusunan laporan peneliti menulis kerangka dan isi
laporan hasil penelitian. Adapun mekanisme yang diambil dalam
penyusunan laporan disesuaikan dengan buku panduan tentang
penulisan karya yang diatur oleh IAIN Madura.

47
Buna’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, hlm. 20-48.
41

I. DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, M Yatimin.Studi Akhalak dalam Perspektif Alquran. Jakarta: Amzah.


2007.
Arikunto, Suharsimi.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta: Rineka
Cipta. 2010.
Buna’I.Metodelogi Penelitian Pendidikan. Pamekasan: STAIN Press. 2006.
Barnawi dan Mohammad Arifin.Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar
Ruzz Media. 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri.Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT
RinekaCipta. 2010.

Emzir. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2014.

Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media. 2014.

Hajjaj, Mohammad Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah. 2011.

Ismail, Ilyas.True Islam Moral.Intelektual.Spirutual. Jakarta: MitraWacana Media.


2013.
Kosim, Mohammad.PengantarIlmuPendidikan. Surabaya: Pena Salsabila. 2013.
Khodijah, Nyayu.PsikologiPendidikan. Jakarta: RajawaliPers. 2014.
42

Kunandar.Guru Profesional. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) dan Suskses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.

Kompri.Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: Remaja


Rosdakarya. 2016.

Kesuma, Dharma dan Cepi Triatna dan Johar Permana.Pendidikan Karakter.

Bandung: PTRemaja Rosdakarya. 2012.

M, Amril.Akhlak Tasawuf Meratas Jalan Menuju Akhlak Mulia. Bandung: PT Refika


Aditama. 2015.

Moleyong, J Lexy.Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 2007.

Suprihatiningrum, Jamil.Guru Profesional. PedomanKinerja.Kualifikasi.dan


Kompetensi Guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Syamhudi, M Hasyim.Akhlak Tasawuf Dalam Kontruksi Piramida Ilmu Islam.
Malang: Madani Media. 2015.
Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajawaliPers. 2012.
Santrock, John W.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2011.
Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
2010.

Solichin, Mohammad Muchlis. Akhlak & TasawufDalam Wacana Kontemporer. Surabaya:


Pena Salsabila. 2014.

Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an

Volume 1. Lentera Hati: Jakarta. 2003

Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an

Volume 14. Lentera Hati: Jakarta. 2003


43

Tambak, Syahraini.Pendidikan Agama Islam. KonsepMetodePembelajaran PAI.


Yogyakarta: RukoJambusari. 2014.

Tafsir, Ahmad.Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2016.

Wibowo, Agus. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013

Zuriah, Nurul.Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan.


Jakarta: Bumi Aksara. 2007.

J. Lampiran

Lampiran 1

Pedoman Wawancara

1. Wawancara Kepada Guru PAI SMP Negeri 8 Pamekasan.


a. Apa saja nilai-nilai budi pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan?
b. Bagaimana peran guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-
nilai budi pekerti?
c. Bagaimana bapak/ibu membantu siswa memperoleh dan mengkoordinir
tujuan-tujuannya secara tepat?
d. Bagaimana bapak/ibu memberdayakan siswa dengan keyakinan-
keyakinan yang bermakna tepat?
e. Bagaimana bapak/ibu memberikan perlengkapan untuk membantu siswa
memonitor kemajuan yang mereka capai?
f. Apa saja pengalaman bapak/ibu yang diberikan pada siswa, dan
bagaimana anak-anak dari semua level keterampilan merasakan
keberhasilan dan kompetensi mereka dari hasil pengalaman yang guru
berikan?
44

g. Bagaimana bapak/ibu mengadopsi dan mengomunikasikan pandangan


kemampuan tambahan yang dimiliki siswa?
h. Bagaimana bapak/ibu menjelaskan pada siswa tentang nilai dan arti
penting mempelajari keterampilan tertentu, dengan menggunakan
argumentasi yang autentik dan meyakinkan?
i. Apa saja faktor pendukung dan penghambat guru PAI sebagai motivator
dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti?
j. Bagaimana cara bapak/ibu dalam mengatasi hambatan tersebut?

2. Wawancara Kepada Siswa/Siswa SMP Negeri 8 Pamekasan.


a. Menurut adek apa saja nilai-nilai budi pekerti di SMP Negeri 8
Pamekasan?
b. Menurut adek bagaimana peran guru PAI sebagai motivator dalam
meningkatkan nilai-nilai budi pekerti?
c. Menurut adek bagaimana guru membantu siswa memperoleh dan
mengatur tujuan-tujuannya secara tepat?
d. Menurut adek bagaimana guru memberdayakan siswa dengan
keyakinan-keyakinan yang bermakna tepat?
e. Menurut adek bagaimana guru memberikan perlengkapan untuk
membantu siswa memantau kemajuan yang dicapai?
f. Menurut adek apa saja pengalaman guru yang diberikan pada siswa, dan
bagaimana anak-anak dari semua level keterampilan merasakan
keberhasilan dan kompetensi mereka dari hasil pengalaman yang guru
berikan?
g. Menurut adek bagaimana guru mengadopsi dan mengomunikasikan
pandangan kemampuan tambahan yang dimiliki siswa?
45

h. Menurut adek bagaimana guru menjelaskan pada siswa tentang nilai dan
arti penting mempelajari keterampilan tertentu, dengan menggunakan
argumentasi yang dapat dipercaya dan meyakinkan?
i. Menurut adek apa saja faktor pendukung dan penghambat guru PAI
sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti?
j. Bagaimana menurut adek cara guru dalam mengatasi hambatan tersebut?

Lampiran 2

Pedoman Observasi

Observasi yang dilakukan oleh peneliti berpedoman pada hal-hal sebagai


berikut:

1. Observasi dilakukan untuk mengamati nilai-nilaibudi pekerti siswa di SMP


Negeri 8 Pamekasan.
2. Observasi dilakukan untuk mengamati peran guru PAI sebagai motivator
dalam meningkatkan nilai budi pekerti siswa di SMP Negeri 8 Pamekasan.
3. Observasi dilakukan untuk mengamati hasil dari meningkatkan nilai budi
pekerti siswa di SMP Negeri 8 Pamekasan.
46

Lampiran 3

Pedoman Dokumentasi

1. Profil SMP Negeri 8 Pamekasan.


2. Foto kegiatan siswa dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti.
3. Data guru di SMP Negeri 8 Pamekasan.
4. Data jumlah siswa SMP Negeri 8 Pamekasan.

Anda mungkin juga menyukai