A. Judul
B. Konteks Penelitian
Guru dikenal dengan al-mu’alim atau al-ustadz dalam bahasa Arab, yang
bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim. Artinya, guru adalah
seseorang yang memberikan ilmu.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya)
mengajar. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utamanya yaitu
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan menengah. Orang yang disebut guru merupakan orang
yang memiliki kemampuan rancangan program mengajar, serta mampu
menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat
mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Guru juga bisa diartikan sebagai mereka yang secara sadar mengarahkan
pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu sehingga dapat terjadinya
pendidikan.
Agar tugas dan tanggung jawab guru bisa terlaksana dengan baik,
dibutuhkan berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru menurut
Wrightman, sebagaimana dikutip Uzer, memiliki makna “serangkaian tingkah
laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu serta
berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dari perkembangan
siswa yang menjadi tujuannya”.2 Jadi perenan guru senantiasa
1
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm, 23.
2
Mohammad Kosim, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm, 65.
2
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. al-
Qalam (68): 4)
3
Nyayu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm, 149-151.
4
Ilyas Ismail, True Islam Moral, Intelektual, Spirutual, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), hlm, 23.
5
Mohammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm, 314.
3
Keluhuran budi pekerti Nabi saw. yang mencapai puncaknya itu bukan
saja dilukiskan oleh ayat di atas dengan kata ( )انّكinnaka/ sesungguhnya tetapi
juga dengan tanwin (bunyi dengung) pada kata ( )خلقkhuluqin dan huruf ()ل
lam yang digunakan untuk mengukuhkan kandungan pesan yang menghiasi
kata (‘)عليala disamping kata ‘ala itu sendiri, sehingga berbunyi ( )لعليla’ala,
dan yang terakhir pada ayat ini adalah penyifatan khuluq itu oleh Tuhan Yang
Maha Agung dengan kata (‘)عظيمadzim/ agung. Yang kecil bila menyifati
sesuatu dengan “agung” belum tentu agung menurut orang dewasa. Tetapi jika
Allah menyifati sesuatu dengan kata agung maka tidak dapat terbayang betapa
keagungannya. Salah satu dari sekian banyak bukti tentang keagungan akhlak
Nabi Muhammad saw. Menurut Sayyid Quthub, kemampuan beliau menerima
pujian ini dari sumber Yang Maha Agung itu dalam keadaan mantap tidak
luluh di bawah tekanan pujian yang demikian besar itu, tidak pula goncang
kepribadian beliau yakni tidak menjadikan beliau angkuh. Beliau menerima
pujian itu dengan penuh ketenangan dan keseimbangan. Keadaan beliau itu
menurut Sayyid Quthub menjadi bukti melebihi bukti yang lain tentang
keagungan beliau.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume 1, (Lentera
Hati: Jakarta, 2003), hlm, 145-146
4
[43]: 43) sedang Shirath al-Mustaqim antara lain dinyatakan oleh al-Qur’an
sebagai agama. Sayyidah ‘Aisyah ra. ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah
beliau menjawab Akhlak beliau adalah al-Qur’an (HR. Ahmad). ‘Aisyah ra.
ketika itu membaca awal surah al-Mu’minun untuk menggambarkan
sekelumit dari akhlak beliau itu. Jika demikian, bukalah lembaran-lembaran
al-Qura’an, dan temukan ayat-ayat perintah atau anjuran, pahami secara benar
kandungannya, anda akan menemukan penerapannya pada diri Rasul saw.
Beliau adalah bentuk nyata dari tutunan al-Qur’an. Selanjutnya karena kita
tidak mampu melukiskan betapa luhur akhlak Rasulullah saw. Karena itu pula
setiap upaya yang mengetengahkan sifat-sifat luhur Nabi Muhammad saw., ia
tidak lain hanya sekelumit darinya. Kita hanya bagaikan menunjuk dengan jari
telunjuk gunung yang tinggi karena lengan tak mampu merangkulnya.
Maka dari itu dibutuhkan metode sebagaimana yang diperankan oleh guru
pendidikan agama Islam (PAI) yaitu mengadakan aplikasi prinsip-prinsip
psikologis dan pedagogis sebagai kegiatan antar hubungan pendidikan yang
terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar peserta
didik mengetahui, menghayati, dan meyakini materi yang diberikan,7 juga
meningkatkan pola pikir peserta didik. Selain itu juga membuat perubahan
dalam sikap, tingkah laku, dan minat serta memenuhi nilai dan norma yang
berhubungan dengan pelajaran dan perubahan pribadi menuju akhlak budi
pekerti, sebagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong ke
arah kehidupan nyata.
Atas dasar dari pemahaman dari atas, bahwa titik tekan dari nilai-nilai
budi pekerti adalah meningkatkan moral, etika, dan sosial pada peserta didik
7
Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam; Konsep Metode Pembelajaran PAI, (Yogyakarta: Ruko
Jambusari, 2014), 143.
5
agar menjadi menusia yang lebih baik lagi. Baik menurut pandagan manusia
maupun pandangan Tuhan, karena sesungguhnya seseorang akan melakukan
atau tidak melakukan suatu perbuatan tergantung pada suatu sistem nilai yang
dipegangnya.
Dari penjelasan diatas dan atas dasar realita yang ditemukan oleh peneliti,
maka penelitian kali ini peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Peran
Guru PAI sebagai Motivator dalam Meningkatkan Nilai-nilai Budi
Pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan”.
C. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian diatas, maka dapat dikemukakan fokus
penelitian sebagai berikut :
1. Apa saja nilai-nilai budi pekerti yang dikembangkan di SMP Negeri 8
Pamekasan?
2. Bagaimana peran guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-
nilai budi pekerti di SMP Negeri 8 Pamekasan?
3. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat peranguru PAI sebagai
motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti di SMP Negeri 8
Pamekasan?
D. Tujuan Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
F. Definisi Istilah
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menghindari terjadinya
perbedaan persepsi dalam memahami istilah-istilah pokok yang digunakan
dalam proposal ini, penulis memandang perlu untuk merumuskan definisi
istilah terhadap konsep-konsep kunci yang digunakan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Peran
Peran adalah laku; hal berlaku atau bertindak yang dilakukan oleh
individu atau kelompok yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja
badan ataupun ucapan.
2. Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar.8
3. Motivator
Motivator adalah seseorang yang menyebabkan motivasi pada orang
lain untuk melaksanakan sesuatu pendorong.
4. Nilai-NilaiBudi pekerti
Budi pekerti merupakan arti dari kata “khuluqun”, dan bahasa
Arabnya “Akhlak”, yang artinya perangai, tingkah laku atau tabiat, tata
krama, sopan santun, adab, dan tindakan.9Jadi nilai-nilai budi pekerti
merupakan Sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaandalam
hal tingkah laku yang baik.
Berdasarkan definisi istilah diatas, maka yang dimaksud dengan peran
guru PAI sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti di
SMP Negeri 8 pamekasan di dalam proposal ini adalah sebagaimana peranan
guru PAI serta para guru lainnya meningkatkan watak, tingkah laku, akhlak/
prilaku peserta didiknya sehingga akal dan perasaan peserta didik dapat
8
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru, hlm,
24.
9
Beni Ahmad Saebani, dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm, 13.
8
G. Kajian Pustaka
1. Kajian Teoritik
2010), hlm, 1.
9
13
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), hlm, 125.
14
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, Pedoman KInerja, Kualifikasi, dan Kompetensi Guru,
hlm, 27.
15
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm, 143-146.
11
m)Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu,
meperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses
pengajaran.
n) Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak
didik agar berairah dan aktif dalam proses belajar. Dalam upaya
memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif
16
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, hlm, 46-48.
13
Barnawi dan Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
17
Kompri, Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016),
18
hlm, 241.
15
19
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 523-524
16
22
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm, 22.
23
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 17.
24
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhalak dalam Perspektif Alquran, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm, 3.
18
25
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm, 13.
20
No Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Prilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan prilaku
tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
28
M. Hasyim Syamhudi, Akhlak Tasawuf, (Malang: Madani Media, 2015), hal, 111.
24
tak merdeka itu dengan proses pendidikan yang otoriter dan tidak
menjamin kebebasan semacam itu, bakal terbentuk hanya sekedar
sebagai sekrup mekanisme.29
Kondisi realitas tersebut, tentunya bertolak belakang dengan
konsep pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara
(Bapak Pendidikan Nasional Indonesia). Pergurun Taman Siswa
yang didirikannya mengantar siswa untuk mengenal rasa
kemerdekaan terhadap apa pun. Benih kemerdekaan terus
dikorbankan dalam jiwa anak didik melalui mata pelajaran yang
diajarkan dalam sekolah tersebut.
Konsep Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan adalah daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin
dan karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam pengertian
taman siswa tidak boleh dipisahkan dari bagian-bagian itu; agar
kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Konsep tersebut menunjukan bahwa Ki Hajar Dewantara
memandang pendidikan sebagai suatu proses yang dinamis dan
berkesinambungan. Di sini tersirat pula wawasan kemajuan,
karena sebagai suatu proses pendidikan harus mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan kemajuan zaman.
Keseimbangan unsur cipta, rasa, dan karsa yang tidak dapat
dipisah-pisahkan pun memperlihtkan bahwa Ki Hajar Dewantara
tidak memandang pendidikan hanya sebagai proses penularan atau
transfer ilmu pengetahuan belaka. Secara simultan menurutnya
pendidikan juga merupakan proses penalaran nilai dan norma serta
penularan keahlian dan keterampilan.
Sebagai perwujudan konsep yang menempatkan anak sebagai
sentral atau pusat proses pendidikan maka Ki Hajar Dewantara
29
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, hal. 121.
25
a) Faktor Keturunan
31
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak & TasawufDalam Wacana Kontemporer, hlm, 32.
27
b) Faktor Linkungan
1. Lingkungan Keluarga
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Volume 14, (Lentera
33
c. Faktor Hidayah
34
Ibnu Burdah, Pendidikan Karakter Islami, (Hak Cipta: Erlangga, 2013), hlm, 59.
33
H. Metode Penelitian
2. Kehadiran Peneliti.
Kehadiran peneliti merupakan suatu proses pengamatan yang
dilakukan dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang
yang dijadikan subjek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
sendiri atau bersama orang lain merupakan alat untuk mengumpulkan
data utama. Manusia sebagai alat yang dapat berhubungan dengan
responden atau lainnya dan manusialah yang mengerti kaitan-kaitan
kenyataan yang terjadi.Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti
bertindak sebagai pengamat dan instrument.Kehadiran peneliti bertuuan
untuk memperoleh informasi atau seperangkat data yang dibutuhkan
peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Lokasi Penelitian.
35
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 4.
36
Basrowi, Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 21.
35
4. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah guru PAI dan
siswa SMP Negeri 8 pamekasan dengan kata-kata dan tindakan
selebihnya yang merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam
kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan dokumentasi.38
39
Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 166.
40
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 145.
37
lintasan waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa kini, dan
juga masa yang akan datang.41 Adapun jenis-jenis dari wawancara:
a) Wawancara tersruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan
pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu
dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang
alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
6. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
kerja data, mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari dan menuturkan
apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.
Adapun proses dari analisi data kualitatif menurut Seiddel sebagai
berikut:
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu di beri
kode agar sumber datanya tetap dapat di telusuri.
b. Mengumpulkan, memilih dan memilah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
c. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubunngan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.45
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek data yang sudah terkumpul dan mengetahui apakah
data yang sudah diperoleh sudah valid dan bisa dipertanggung jawabkan,
44
Ibid, hlm. 107.
45
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.
248.
39
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz
46
b) Tinjauan pustaka
c) Pemilihan lapangan penelitian
d) Penentuan jadwal penelitian
e) penentuan alat penelitian
f) Rancangan pengumpulan data
g) Rancangan prosedur analisis data
h) Rancangan perlengkapan penelitian
i) Rancangan pengecekan keabsahan data
2) Memilih lokasi penelitian
3) Mengurus perizinan penelitian
4) Menjajaki dan menilai lokasi penelitian
5) Memilih dan memanfaatkan informan
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
b. Tahap pekerjaan lapangan
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
2) Memasuki lapangan
3) Berperan serta sambil mencari data
c. Tahap analisis data
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan, pengorganisasian
serta memaparkan dengan mendeskripsikan hasil temuannya. Analisis
data secara sederhana adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar.47
d. Tahap Punulisan Laporan
Dalam penyusunan laporan peneliti menulis kerangka dan isi
laporan hasil penelitian. Adapun mekanisme yang diambil dalam
penyusunan laporan disesuaikan dengan buku panduan tentang
penulisan karya yang diatur oleh IAIN Madura.
47
Buna’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, hlm. 20-48.
41
I. DAFTAR RUJUKAN
Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-
Hajjaj, Mohammad Fauqi. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta: Amzah. 2011.
Wibowo, Agus. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013
J. Lampiran
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
h. Menurut adek bagaimana guru menjelaskan pada siswa tentang nilai dan
arti penting mempelajari keterampilan tertentu, dengan menggunakan
argumentasi yang dapat dipercaya dan meyakinkan?
i. Menurut adek apa saja faktor pendukung dan penghambat guru PAI
sebagai motivator dalam meningkatkan nilai-nilai budi pekerti?
j. Bagaimana menurut adek cara guru dalam mengatasi hambatan tersebut?
Lampiran 2
Pedoman Observasi
Lampiran 3
Pedoman Dokumentasi