Anda di halaman 1dari 2

3.1.

Hidrotopografi
Berdasar Permen PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Pedoman dan Pemeliharaan
Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut, hidrotopografi adalah hubungan antara elevasi
muka tanah, tinggi muka air pasang, peredaman muka air pasang (dalam sistem
saluran).
a. Kategori A (lahan terluapi air pasang)
Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 kali dalam 14 hari
siklus pasang perbani-purnama, baik di musim hujan maupun di musim
kemarau. Lahan ini kebanyakan berada di kawasan rendah atau berdekatan dengan
muara sungai.
b. Kategori B (lahan secara periodik terluapi air pasang)
Lahan terluapi air pasang sekurang-kurangnya 4 atau 5 kali dalam 14 hari
siklus pasang perbani-purnama tetapi hanya di musim hujan saja.
c. Kategori C (lahan berada di atas elevasi muka air pasang tinggi)
Lahan tidak bisa diluapi air pasang secara teratur meskipun pasang tinggi,
sedang muka air tanah masih bisa dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut.
Karena elevasinya relatif tinggi, kemungkinan kehilangan air akibat perkolasi
relatif tinggi sehingga sulit mempertahankan genangan air di atas lahan sawah.
d. Kategori D (lahan kering)
Keseluruhan lahan berada di luar pengaruh pasang surut.
1. Jenis tanah
a. Tanah gambut
Tanah gambut merupakah hasil pelapukan tumbuhan dalam ribuan tahun (bukan
tanah yang asli), ketebalannya antara 1 - 15 meter. Tanah gambut terus mengalami
penurunan (ingat: ini sebetulnya bukan tanah!), bisa sampai 1 m dalam 10 tahun.
Tanah ini kurang subur untuk bercocok tanam (karena hasil bentukan pelapukan
tumbuhan rawa, sehingga miskin hara dan bersifat masam. Tanah gambut
terbentuk dari akumulasi bahan-bahan berkayu selama kurang lebih 4000-5000
tahun yang lalu (Anderson, 1983), terbentuk dari bahan organik atau sisa
pepohonan, berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik 20 %.
Perbaikan tanah gambut, bisa dilakukan dengan cara:
(1). Teknologi hidrolika dengan pengaturan drainasi, pemberian irigasi, kolmatasi

1
dan lain-lain,
(2). Teknologi kimia melalui penambahan kapur, pemupukan, dan lain-lain,
(3). Teknologi mekanis dengan melakukan pembakaran untuk menambah unsur
hara, penurunan kadar air, pengolahan tanah dan lain-lain, dan
(4). Teknologi biologi melalui pelapukan dan penghancuran bahan organik.
Pengembangan lahan gambut:
(1). Lahan dengan ketebalan gambut kurang dari 3 (tiga) meter dapat
dimanfaatkan untuk budidaya kehutanan, pertanian, perikanan dan
perkebunan
(2). Kawasan dengan ketebalan gambut lebih dari tiga meter dan kawasan yang
berfungsi lindung dimanfaatkan untuk konservasi
(3). Tanah gambut yang lapisan dibawahnya berpasir atau pasir kuarsa dan atau
lapisan mengandung pirit, jangan disurjan atau dibuat sawah, sebaiknya
gambut dipertahankan untuk tanaman padi dan palawija, sayuran, buah-
buahan, dan perkebunan
b. Tanah sulfat masam
Tanah sulfat masam disebut juga cat clay (Inggris), lempung yang warnanya
seperti bulu kucing kelabu bercak kuning pucat terdapatpirit (bahan sulfida) yang
teroksidasi menghasilkan asam sulfat akibatnya tanah menjadi masam (pH 2 – 3).
Potensial lapisan pirit > 50 cm dari permukaan tanah, pH sekitar 4. Tanah sulfat
masam (pirit) terletak di bawah permukaan tanahPremeabilitas tinggi k antara 2
-20 m/hari. Tanah mineral lahan kering. Bila drainasi berlebihan, pirit terkena
udara dan teroksidasi, mengubah tanah sulfat masam potensial menjadi aktual:
menjadikan pH rendah dan timbulnya racun Fe2+ dan Al3+ perlu pencucian
tanah, penggelontoran.

Anda mungkin juga menyukai