Earning Management Kelompok 3 ALK
Earning Management Kelompok 3 ALK
MAKALAH KELOMPOK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Analisi Laporan Keuangan
DISUSUN OLEH:
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja
perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan ringkasan
dari suatu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama
tahun buku bersangkutan.
Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dengan tujuan untuk
mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya oleh para
pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan juga digunakan untuk
memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak diluar
perusahaan. Kinerja manajemen perusahaan tersebut tercermin pada laba yang
terkandung dalam laporan laba rugi. Oleh karena itu proses penyusunan laporan
keuangan dipengaruhi oleh faktor faktor tertentu yang dapat menentukan kualitas
laporan keuangan. Manajemen perusahaan dapat memberikan kebijakan dalam
penyusunan laporan keuangan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu. Scott
(2000:296) didalam bukunya yang berjudul “Financial Accounting Theory”
mengatakan bahwa pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk
tujuan spesifik itulah disebut dengan manajemen laba.
Manajemen laba, akhir-akhir ini merupakan sebuah fenomena umum yang
terjadi di sejumlah perusahaan. Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi
angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam
manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan
dengan aturan pelaporan keuangan dalam PABU, khususnya dalam Standar
Akuntansi, yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi
akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode
pendapatan atau biaya.
Adapun manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga
dengan financial fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan
oleh PABU, yaitu dengan cara melaporkan transaksi-transaksi pendapatan atau
1
biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi (mark
down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah transaksi,
sehingga akan menghasilkan laba pada nilai/tingkat tertentu yang dikehendaki.
Penurunan kualitas laporan keuangan merupakan dampak utama yang
diakibatkan dari adanya manajemen laba, di samping dampak-dampak lainnya.
Setiawati dan Na’im (2000) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan salah
satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen
laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai
laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai
angka laba tanpa rekayasa. Begitu juga menurut Widarto (2004:33) yang
menyatakan bahwa dalam pandangan orang awam, manajemen laba dianggap
tidak etis, bahkan merupakan bentuk dari manipulasi informasi sehingga
menyesatkan.
Manajemen laba bukanlah suatu hal merugikan selama dilakukan dalam
koridorkoridor peluang, manajemen laba tidak selalu diartikan dengan proses
manipulasi laporan keuangan karena terdapatnya beberapa pilihan metode yang
dapat digunakan dan bukan sebagai suatu larangan. Manajemen laba berusaha
untuk mengatur kondisi perusahaan dan sebagai usaha untuk mempengaruhi
pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Konsep Manajemen Laba
Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak
manajemen yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang
menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikkan
atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang. Dengan demikian,
manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu tindakan manajemen dalam
mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang
keliru kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat
menggangu bahkan membahayakan perusahaan.
Definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu:
a. Definisi sempit. manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan
pemilihan metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit
ini didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk “bermain” dengan
komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings.
b. Definisi luas. manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk
meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit
dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan
(penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
Manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap
proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa
keuntungan pribadi. Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah
laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi
perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak
yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi untuk mencapai tujuan khusus.
Tujuan manajemen laba adalah memanipulasi besaran laba yang
dilaporkan kepada para pemegang saham dan mempengaruhi hasil perjanjian yang
bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Fischer dan Rosenzweig
(1995) memandang earnings management sebagai serangkaian langkah yang
dilakukan manajer untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah laba yang
4
dilaporkan dalam tahun berjalan yang merupakan tanggung jawabnya tanpa
menyebabkan penurunan atau peningkatan keuntungan yang dicapai suatu badan
usaha dalam jangka panjang.
Ada tiga sasaran yang dapat dicapai oleh manajer dalam melakukan
manajemen laba meliputi: minimalisasi biaya politik (political cost minimization),
maksimalisasi kesejahteraan manager (manager wealth maximization), dan
minimalisasi kas pendanaan (minimization of financing cost).
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba:
Manajemen Akrual (accruals management). Faktor ini biasanya berkaitan
dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga
keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer
(managers discretion).
Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib. Faktor ini
berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu
kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu
antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau
menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.
Perubahan Aktiva Secara Sukarela. Faktor ini biasanya berkaitan dengan
upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi
tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia
dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (Generally Accepted
Accounting Principles).
5
akuntansi yang dilaporkan dengan asumsi bahwa manajemen memiliki
kepentingan pribadi dan kompensasinya didasarkan pada laba akuntansi.
Faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan
manajemen laba adalah sebagai berikut:
a. Program Bonus (Bonus Plan).
Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan
menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk
memaksimalkan bonus mereka. Pada motivasi ini, diasumsikan bahwa
manajer meningkatkan keuntungan yang dilaporkan dalam upaya untuk
memaksimalkan imbalan bonus yang akan diterima.
Manajer pada perusahaan yang menerapkan program bonus lebih
cenderung untuk menggunakan metode atau prosedur-prosedur akuntansi
yang akan menaikkan laba saat ini dengan memindahkan laba periode
mendatang ke periode berjalan.
b. Kontrak Utang (Debt Covenant).
Semakin dekat suatu perusahaan ke waktub pelanggaran kontrak
utang, manajemen akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat
‘memindahkan’ laba periode mendatang ke periode berjalan, yang
bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami
technical defauld (kegagalan dalam pelunasan hutang).
6
landasan untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun
penilaian kinerja suatu manajer.
e. Pergantian CEO (Chief Executive Officer).
Banyak motivasi yng timbul disekitar waktu penggantian CEO.
Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan
melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya.
f. IPO (Initial Public Offering).
Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya dipasar
modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah bagaimana
menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi
seperti laba bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor
tentang nilai perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go
public cenderung melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga
lebih tinggi atas sahamnya.
7
a. Manipulasi yang melanggar PABU
Mencakup pelanggaran nyata terhadap PABU dalam konteks
pendekatan akuntansi berbasis aturan. Macam-macam pelanggaran ini antara
lain: transaksi fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi
(mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah
transaksi, percepatan pengakuan pendapatan dengan mengubah tanggal
menjadi lebih awal, pengakuan biaya sebagai asset, dll.
8
3) Penstrukturan transaksi
Penstrukturan transaksi, secara akuntansi, dilakukan dengan
menyesuaikan unsur‐unsur transaksi. Contoh yang umum untuk cara ini
adalah penstrukturan sewa guna usaha (i.e. capital atau operating lease),
investasi saham/ekuitas (i.e. dikonsolidasi atau tidak dikonsolidasi).
9
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan dan dapat
meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi aliran kas di masa
yang akan datang. karena pada umumnya investor lebih menyukai aliran
laba yang relatif stabil.
Perataan laba dapat dihasilkan dari hal-lah berikut ini:
1) Natural income smoothing, yaitu proses pembentukan laba secara
inheren menghasilkan suatu stream earnings yang relatif merata,
seperti yang terjadi pada utilitas publik (Eckel, 1981).
2) Intentional income smoothing, yaitu yang disebabkan oleh tindakan
manajemen. yang dapat digolongkan ke dalam dua hal di bawah ini.
3) Real income smoothing (RIS), yang merupakan respons manajer
terhadap perubahan kondisi perekonomian. Hasil investigasinya
menunjukkan hasil bahwa RIS mempengaruhi aliran kas perusahaan.
4) Artificial income smoothing (AIS), yaitu upaya manajer untuk secara
"artifisial" mengurangi variabilitas laba. Hasil investigasinya
menunjukkan hasil bahwa AIS tidak memiliki dampak langsung
terhadap aliran kas perusahaan.
10
Pendekatan ini setara dengan memperlakukan seperangkat pengamatan
dimana pendapatan diperkirakan akan dikelola ke atas sebagai periode estimasi
dan himpunan pengamatan dimana pendapatan diperkirakan akan dikelola ke
bawah sebagai periode peristiwa. Total akrual rata-rata dari periode estimasi
kemudian mewakili ukuran akrual nondiscretionary. Total accruals (ACC,) yang
mencakup discretionary (DAt) dan non-discretionary (NDAt) components,
dihitung sebagai berikut (Healy, 1985):
ACCt= Nat + DAt
Selanjutnya total accrual diestimasi dengan menghitung selisih antara laba
akuntansi yang dilaporkan dikurangi dengan arus kas operasi. Arus kas
merupakan modal kerja dari aktivitas operasi dikurangi dengan perubahan-
perubahan dalam persediaan dan piutang usaha, di tambah dengan perubahan-
perubahan pada persediaan dan utang pajak penghasilan. Sehingga formula
selengkapnya menjadi sebagai berikut (Healy, 1985):
ACCt= -DEPt – (XIt*D1) + ΔARt + ΔINVt - ΔAPt – {(ΔTPt + Dt)*D2}
Keterangan:
DEPt = Depresiasi di tahun t
XIt = Extraordinary Items di tahun t
ΔARt = Piutang usaha d tahun t dikurangi piutang usaha di tahun t-1
ΔINVt = Persediaan di tahun t dikurangi persediaan di tahun t-1
ΔAPt = Utang usaha di tahun t dikurangi utang usaha di tahun t-1
ΔTPt = Utang pajak penghasilan di tahun t dikurangi utang pajak di tahun
t-1
D1 = 1 jika rencana bonus dihitung dari laba setelah extarordinary item
0 jika rencana bonus dihitung dari laba sebelum extarordinary
item
D2 = 1 jika rencana bonus dihitung dari laba sesudah pajak
Penghasilan 0 jika rencana bonus dihitung dari laba sebelum
pajak penghasilan
b) Model DeAngelo
11
DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan menghitung perbedaan
pertama dalam total akrual, dan dengan mengasumsikan bahwa perbedaan
pertama memiliki nilai nol yang diharapkan berdasarkan hipotesis nol yang
menyatakan tidak ada manajemen laba. Model ini menggunakan total akrual
periode lalu (diskalakan dengan total aset t-1) sebagai ukuran akrual
nondiskritioner. Dengan demikian, Model DeAngelo untuk akrual nondiskritioner
adalah (DeAngelo, 1986):
NDAt = TAt-1
12
ΔREVt = pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan pada tahun t-1
dibagi dengan Total aset pada t-1
PPEt = property, pabrik dan peralatan pada tahun t dibagi dengan total
aset pada t-1
At-1 = total aset pada tahun t-1
α1, α2, α3 = parameter-parameter spesifik perusahaan
13
waktu. Namun, alih-alih mencoba secara langsung memodelkan faktor penentu
akrual nondiskritioner, Model Industri mengasumsikan bahwa variasi dalam
faktor penentu akrual nondiskresioner adalah umum di seluruh perusahaan di
industri yang sama. Model Industri untuk akrual nondiskritioner adalah (Dechow
dan Sloan, 1991):
NDAt = γ1 + γ2 medianI(TAt)
Dimana
medianI(TAt) = nilai median dari total akrual yang diukur dengan aset
tahun t-1 untuk semua perusahaan non-sampel dalam kode industry yang
sama.
Parameter spesifik perusahaan γ1 dan γ2 diperkirakan menggunakan
koefesien regresi pada pengamatan di Periode estimasi
Kemampuan Model Industri untuk mengurangi kesalahan pengukuran
dalam akrual diskresioner bergantung pada dua faktor. Pertama, Model Industri
hanya menghilangkan variasi akrual nondiscretionary yang umum terjadi di
perusahaan-perusahaan di industri yang sama. Jika perubahan akrual
nondiskretioner mencerminkan respons terhadap perubahan dalam keadaan
spesifik perusahaan, maka Model Industri tidak akan mengekstrak semua akrual
nondiscretionary dari proxy akrual diskresioner. Kedua, Model Industri
menghilangkan variasi dalam akrual diskresioner yang berkorelasi di seluruh
perusahaan di industri yang sama, yang berpotensi menimbulkan masalah.
Tingkat keparahan masalah ini bergantung pada sejauh mana stimulus manajemen
laba berkorelasi di antara perusahaan-perusahaan di industri yang sama (Dechow
et al., 1995).
e) Model Modifikasi Jones
Dechow et al. (1995) mempertimbangkan versi modifikasi Model Jones
dalam analisis empiris. Modifikasi ini dirancang untuk menghilangkan
kemungkinan dugaan Model Jones untuk mengukur akrual diskresioner dengan
kesalahan ketika diskresi manajemen dilakukan terhadap pendapatan. Dalam
model yang dimodifikasi, akrual nondiskretioner diperkirakan selama periode
peristiwa (yaitu, selama periode di mana manajemen laba dihipotesakan.
14
Penyesuaian yang dilakukan terhadap Model Jones asli adalah bahwa perubahan
pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang pada periode kejadian.
Model Jones asli secara implisit mengasumsikan bahwa diskresi tidak
dilakukan terhadap pendapatan baik dalam periode estimasi atau periode
peristiwa. Versi Modifikasi Model Jones secara implisit mengasumsikan bahwa
semua perubahan dalam penjualan kredit pada periode kejadian berasal dari
manajemen laba, hal ini didasarkan pada penalaran bahwa lebih mudah mengelola
pendapatan dengan menerapkan diskresi atas pengakuan pendapatan atas
penjualan kredit daripada mengelola pendapatan dengan menerapkan diskresi atas
pengakuan pendapatan atas penjualan tunai (Dechow et al., 1995). Jika modifikasi
ini berhasil, maka perkiraan manajemen laba seharusnya tidak lagi bias terhadap
nol dalam sampel dimana manajemen laba telah dilakukan melalui pengelolaan
pendapatan.
Formula selengkapnya dari Model John yang Dimodifikasi adalah sebagai berikut
(Dechow et al., 1995):
(1) menghitung total accrual (TAC) yaitu laba bersih tahun t dikurangi arus
kas operasi tahun t dengan rumus sebagai berikut:
TAC = NIit - CFOit
Selanjutnya, total accrual (TA) diestimasi dengan Ordinary Least Square sebagai
berikut:
= β1 + β2 + β3 +ɛ
(2) Dengan koefisien regresi seperti pada rumus di atas, maka
nondiscretionary accruals (NDA) ditentukan dengan formula sebagai
berikut:
NDAit = β1 + β2 + β3
(3) Terakhir, discretionary accruals (DA) sebagai ukuran manajemen laba
ditentukan dengan formula berikut:
DAit = - NDAit
Keterangan:
15
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i dalam periode tahun t
NDAit = Nondiscretionary Accruals perusahaan i dalam periode tahun t
TAit = Total acrual perusahaan i dalam periode tahun t
NIit = Laba bersih perusahaan i dalam periode tahun t
CFOit = arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i dalam periode tahun t
Ait-1 = total assets perusahaan i dalam periode tahun t-1
ΔREVit= Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi dengan
pendapatan perusahaan I pada tahun t-1
PPEit = property, pabrik, dan peralatan perusahaan i dalam periode tahun
t
ΔRECit= piutang usaha perusahaan I pada tahun t dikurangi pendapatan
perusahaan I pada tahun t-1
ɛ = error
16
(Dechow and Dichev, 2002):
E = CF + Accruals
Dari perspektif akuntansi, arus kas (CF) di kategori menjadi arus kas tahun
lalu (CFt-1), arus kas tahun berjalan (CFt), dan arus kas masa depan (CFt+1).
Sehingga, rumus selengkapnya dari laba (E) adalah sebagai berikut (Dechow and
Dichev, 2002):
Et = CFt-1t + CFtt + CFt+1t + ɛt+1t - ɛtt-1
Dari rumus di atas, porsi akrual yang terdapat dalam laba (At) ditentukan
dengan formula sebagai berikut (Dechow and Dichev, 2002):
At = CFt-1t – (CFtt+1 + CFtt-1) + CFt+1t + ɛt+1t - ɛtt-1
Kemudian diukur perubahan modal kerja akrual (∆WC) dengan formula
sebagai berikut (Dechow and Dichev, 2002):
ΔWC = b0 + (b1*CFOt-1) + (b2*CFOt) + (b3*CFOt+1) + ɛt
g) Model Kothari
Kothari et al. (2005) berupaya menyempurnakan Model Jones, dengan
menambahkan perubahan return on assets (ROA) untuk mengontrol kinerja.
Dengan kata lain, model ini hanya menambahkan perubahan ROA dalam
penghitungan akrual diskresioner. Model ini berargumen bahwa memasukan
unsure ROA dalam penghitungan akrual diskresioner akan dapat meminimalkan
kesalahan spesifikasi, sehingga akan mampu mengukur manajemen laba secara
lebih akurat
h) Model Stubben
Stubben (2010) menjelaskan bahwa model discretionary revenue
(pendapatan diskresioner) lebih mampu mengatasi bias dalam pengukuran
manajemen laba jika dibandingkan dengan akrual diskresioner. Hal ini karena
model akraul diskresioner banyak menerima kritik akibat adanya bias dari
gangguan kesalahan dalam melakukan estimasi atas diskresi manajer. Sehingga
Stubben (2010) berargumentasi akan perlunya mengatasi bias tersebut dengan
cara memusatkan perhatian pengukuran manajemen laba pada salah satu factor
pembentuk laba. Dia berargumen bahwa pendapatan merupakan komponen
terbesar yang menyumbangkan laba perusahaan dan juga sebagai subjek utama
17
diskresi manajer, sehingga dengan memfokuskan pada pendapatan akan diperoleh
estimasi diskresi yang lebih akurat untuk mengukur praktik manajemen laba.
Pendapatan diskresioner adalah selisih antara perubahan aktual piutang
dan perubahan piutang yang diprediksi berdasarkan model. Piutang yang terlalu
rendah tinggi secara tidak normal mengindikasikan adanya praktik manajemen
laba dalam perusahaan. Untuk membandingkan model yang ada, Stubben (2010)
membandingkan kemampuan model pendapatan diskresioner dan model akrual
diskresioner yang umum digunakan (Jones, 1991; Dechow et al., 1995; Dechow
and Dichev, 2002; Kothari et al. 2005) untuk mendeteksi kombinasi manajemen
pendapatan dan biaya. Temuan menunjukkan bahwa ukuran pendapatan
diskresioner sebenarnya menghasilkan perkiraan yang secara substansial tidak
terlalu bias dan kesalahan pengukuran relative kecil dibandingkan dengan model
akrual. Dengan menggunakan manipulasi simulasi (Kothari et al., 2005), Stubben
(2010) menemukan bahwa model pendapatan menghasilkan perkiraan diskresi
yang ditentukan dengan baik untuk perusahaan dalam masa pertumbuhan.
Selanjutnya, formula model pendapatan diskresioner ditentukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Subben, 2010):
(1) Pendapatan (R) terdiri dari nondiscretionary revenues (RUM) dan
discretionary revenues (δRM), sehingga formulanya adalah:
Rit = RitUM + δitRM
(2) Laba bersih perusahaan i dalam periode tahun t Selanjutnya, bagian
(disimbolkan dengan c) nondiscretionary revenues tidak tertagih pada
akhir tahun, sehingga model ini mengasumsikan bahwa tidak terjadi
penagihan kas atas discretionary revenues. Sehingga, piutang usaha (AR)
akan setara dengan jumlah nondiscretionary revenues yang tidak tertagih
(c × R UM) dan discretionary revenues (δRM). Sehingga formula
berikutnya adalah:
ARit = c*(RitUM + δitRM)
(3) Asumsi berikutnya adalah bahwa discretionary revenues meningkatkan
piutang usaha dan pendapatan dengan jumlah yang sama. Dengan kata
lain, discretionary receivables sama dengan discretionary revenues.
18
Karena nondiscretionary revenues tidak dapat diobservasi, model ini
mengatur ulang persyaratan-persyaratannya dan mengungkapkan ending
receivables sebagai pendapatan yang dilaporkan. Kemudian digunakan
selisih pertama untuk mengungkapkan the receivables accrual. Sebagai
berikut:
ΔARit = c*ΔRit + (1 - c) * ΔδitRM
(4) Akhirnya, estimasi discretionary revenues perusahaan sebagai ukuran
manajemen laba ditentukan dari nilai residual persamaan berikut:
ΔARit = α + βΔRit + ɛit
19
karena ukuran perusahaan cenderung bertahan, sehingga menggabungkan
pembalikan akrual dapat secara substansial mengurangi kesalahan spesifikasi.
Demikian pula, investasi baru telah diidentifikasi sebagai variabel
berkorelasi penting yang diabaikan dalam pengujian manajemen laba (McNichols
dan Stubben, 2008). Selama investasi baru tidak sepenuhnya dibalik (yaitu,
dilikuidasi) dalam periode pembalikan manajemen laba, menggabungkan
pembalikan akan mengurangi bias dalam pengujian. Model ini menunjukkan
bahwa menggabungkan pembalikan akrual dapat memberikan solusi yang kuat
untuk mengurangi kesalahan spesifikasi dalam berbagai karakteristik ekonomi
yang berbeda.
Selanjutnya Dechow et al. (2011) mengembangkan formula baru untuk
mengukur manajemen laba dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Mengembangkan formula untuk menghitung discretionary accruals (DA)
sebagai berikut:
DAi,t = α + bPARTi,t + ɛi,t
(2) Mengajukan asumsi standar dari OLS, estimator OLS yaitu b dinotasikan
dengan bˆ, merupakan estimator linier tidak bias yang terbaik dengan
standar eror. Sehingga formulanya adalah:
SE(bˆ) = Sɛ / [ SPART]
Dimana:
N = jumlah observasi
Sɛ = standar eror regresi
bˆ = besaran manajemen laba
SPART = standar deviasi sampel PART
Rasio bˆ terhadap SE(bˆ) memiliki distribusi t dengan n-2 degrees of freedom.
Hipotesis nol yang menyatakan tidak ada manajemen laba ditolak jika hasilnya
memiliki arah dan signifikan secara statistik pada tingkat konvensional.
Akibatnya, t-statistik yang dihasilkan dan kekuatan pengujian manajemen laba
menjadi semakin meningkat.
(3) Karena akrual diskresioner sangat sulit untuk diobservasi secara langsung,
maka dirumuskan proksi dari akrual diskresioner (DAP), yang merupakan
20
akrual diskresioner yang mempertimbangkan unsure eror. Sehingga
formulanya menjadi sebagai berikut:
DAPit = (DAit - µit) + ɳit
Dimana:
µ = akrual diskresioner yang secara tidak disengaja terhapus dari DAP
ɳ = akrual non diskresioner yang secara tidak disengaja masih melekat di DAP
(4) Untuk menganalisis kesalahan spesifikasi, selanjutnya DAP
disubstitusikan terhadap DA dalam persamaan berikut ini:
DAPit = α + bPARTit + (-µit + ɳit + ɛit)
(5) Menghitung standar eror b~ dengan formula sebagai berikut:
SE(b) = SE (bˆ)(1-r2 (-µ + ɳ)(PART)) / ((1-r2 (DAP)(-µ + ɳ)(PART))
21
demikian kecurigaan investor bahwa perkiraan mungkin dinaikkan.
Pada konteks ini, earnings management juga dapat sebagai alat
mengurangi blockade. Pembukaan atas informasi manajer melalui akrual
diskresioner yang membuat hasil yang diinginkan memiliki kepercayaab. Pasar
mengetahui bahwa para manajer akan bertindak gila-gilaan untuk melaporkan laba
yang tinggi daripada menahannya. DSb menunjukan bahwa arus kas operasi, atau
beberapa pengukuran kinerja tidak terolah lainnya seperti laba sebelum item yang
tidak biasa, menyatakan beberapa informasi tentang kinerja perusahaan di masa
depan. Namun, manajemen memiliki informasi tambahan tentang kinerja masa
depan, seperti strategi perusahaan yang baru, perubahan karakteristik perusahaan,
atau perubahan kondisi pasar. Walaupun hampir relevan, informasi tersebut cukup
kompleks karena komunikasi tersebut diblokir.
Chen, Hemmer, dan Zhang (2007) menganalisa suatu model yang
mengilustrasikan interaksi antara peran penginformasian investor terhadap
earnings management yang hanya didiskusikan dan dampaknya atas kontrak
kompensasi.
CHZ lalu mengenalkan akuntansi konservatif. Akuntansi konservatif
menurunkan efisiensi kontrak. Pada waktu yang sama, akuntansi konservatif
mengurangi kebutuhan menaikan earnings management.
22
kita prediksi, dia menemukan bahwa kehadiran dari akrual diskresioner kurang
dari non dikresioner. Dengan kata lain, daripada bereaksi terhadap akrual
diskresioner yang seolah-olah baik, pasar tampaknya lebih memilih menilainya
terlalu tinggi.
Reaksi pasar yang positif terhadap komponen akrual diskresioner,
walaupun kurang positif daripada komponen asli. Manajer menggunakan akrual
diskresioner untuk menyampaikan informasi yang berguna pada investor, juga
mendukung hasil kontrak yang efisien. Kita simpulkan bahwa ada teori yang
penting dan bukti penting bahwa earning management dapat menginformasikan
pada investor sekaligus memungkinkan adanya kontrak yang lebih efisien.
Alasan lain untuk perkembangan manajemen laba adalah bahwa ada
"baik" sisi untuk itu. Seperti disebutkan, kita dapat mempertimbangkan sisi baik
dari manajemen laba baik dari kontrak dan perspektif pelaporan keuangan. Dari
perspektif kontrak sejauh mana laba manajemen bisa baik berhubungan dengan
kontrak yang efisien versus oportunistik bentuk teori akuntansi positif.
Berdasarkan kontrak yang efisien, maka diinginkan untuk memberikan manajer
beberapa kemampuan untuk mengelola pendapatan di dalam menghadapi kontak
lengkap dan kaku. Kita harus berhati-hati untuk tidak selalu menafsirkan bukti
manajemen laba untuk bonus, perjanjian hutang, dan alasan-alasan politik sebagai
buruk. Manajemen laba bisa menjadi alat untuk menyampaikan informasi kepada
pasar, sehingga harga saham dapat lebih mencerminkan prospek masa depan
perusahaan.
23
tersebut. Yang umum adalah kedekatan dengan pelanggaran perjanjian utang.
Motif lain untuk melakukan manajemen laba yang buruk muncul ketika manajer
bermaksud untuk meningkatkan modal saham baru dan ingin memaksimalkan
hasil dari penerbitan saham baru.
Akrual diskresioner dapat digunakan untuk meningkatkan laba bersih yang
dilaporkan dalam jangka waktu pendek, seperti mempercepat pengakuan
pendapatan, memperpanjang masa manfaat aset modal, menyediakan untuk biaya
lingkungan dan pemulihan. Selama manajemen laba digunakan untuk menaikkan
harga yang tak terduga, pemilik yang sekarang dapat memanfaatkannya sampai
ada yang terbaru. Perusahaan yang melakukan manajemen laba memiliki rata-rata
leverage yang lebih besar dan secara signifikan memiliki lebih banyak
pelanggaran kontrak hutang daripada pengendalian.
Hanna (1999) membahas jenis lain dari manajemen laba. Ini terjadi karena
sering munculnya biaya yang berlebihan untuk item yang tidak berulang, seperti
mencatat batas standar tes, dan ketentuan reorganisasi. Bonus manajer biasanya
berdasarkan laba sebelum item yang tidak biasa.
Ketentuan reorganisasi tidak mempengaruhi bonus atau kemampuan untuk
memenuhi perkiraan pendapatan dan pengurangan beban di masa depan yang
meningkatkan laba masa depan yang dievaluasi oleh manajer. Dye
mengungkapkan bahwa manajer yang bertindak sebagai pemegang saham
memiliki kemampuan dan insentif untuk mengelola laba sehingga
memaksimalkan harga jual agar dapat diterima oleh pemegang saham sekarang.
Manajemen laba dalam konteks internasional dipelajari oleh Leuz, Nanda,
dan Wysocki (2003). Menurut mereka, manajemen laba berbeda dengan
pendekatan akrual yang dikemukakan oleh Jones. Salah satu ukuran didsarkan
pada korelasi antara akrual dan arus kas yang berkorelasi rendah, misalnya, bahwa
perusahaan – perusahaan di suatu negara dapat mengakui pendapatan sebelum
diterima secara tunai. Sebuah ukuran ketiga adalah besarnya total akrual, total
akrual tinggi mengandung akrual tetapan tinggi, mirip dengan penalaran Healy.
Menurut Healy (1999), manajemen laba mengaburkan informasi
kinerja ekonomis perusahaan karena ada kondisi
24
dimana manajer perusahaan memiliki akses informasi secara langsung
sementara sebagian stakeholder tidak. Ada sebagian informasi yang
tidak tersampaikan ke stakeholder. Manajer disisi lain, memang dapat
menggunakan kebijakan untuk membuat laporan keuangan lebih
informatif, mencerminkan kinerja perusahaan sesungguhnya, misalnya
melalui pemilihan metode akuntansi atau estimasi untuk memberikan
sinyal yang memadai agi penilaian kinerja perusahaan. Akan tetapi
kebijakan akuntansi untuk membuat laporan keuangan lebih
informatif kepada pengguna tidak masuk dalam definisi.
Kontroversi muncul ketika manajemen laba dikaitkan dengan
moral/etika, apakah tindakan manajer melakukan manajemen laba
tidak akan menyesatkan pemakai laporan keuangan. Apalagi karena
laba merupakan komponen penting yang dipantau para pemakai
laporan keuangan. Ditinjau dari legalitas, tidak ada yang dilanggar
karena pemilihan metode akuntansi tidak melanggar standar akuntansi
yang berlaku di samping merupakan kewenangan manajer untuk
memilih metode akuntansi yang akan dipakai. Menilai etis atau
tidaknya manajemen laba dapat dilihat dari sudut pandang pencapaian
keseimbangan antara kepentingan individu (manajer) dengan
kewajiban terhadap pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan
(stakeholder). Yang dimaksud dengan stakeholder adalah pemegang
saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditur dan investor.
Penilaian tersebut hanya dapat dilakukan kalau manajer
melakukannya secara sadar, artinya menyadari implikasi jangka
panjang yang ditimbulkan. Tekanan persaingan untuk menghasilkan
laba yang tinggi bisa menyebabkan perilaku tidak etis, terutama untuk
perusahaan yang menggunakan angka akuntansi untuk penilaian
kinerja secara mutlak. Manajer dengan kinerja keuangan yangburuk
dan perusahaan dengan laba rendah lebih mudah melakukan tindakan
tidak etisdibandingkan manajer dengan kinerjakeuangan baik dan
perusahaan dengan laba.
25
b. Apakah Manajer Menerima Pasar Sekuritas Efisien?
Teknik manajemen laba yang dijelaskan, termasuk Nortel, tidak selalu
konsisten dengan efisiensi pasar sekuritas. Mereka mengandalkan buruknya
pengungkapan dan keterbatasan perhatian dari investor untuk menjaga tingkat
manajemen laba sebagai informasi pihak internal.
Schrand dan Walther (2000) melaporkan lagi bentuk manajemen laba. Mereka
menganalisis sampe perusahaan yang melaporkan materi, keuntungan yang tidak
berulang atau kerugian atas penjualan property, pabrik, dan peralatan pada kuartal
tahun sebelumnya tetapi tidak ada keuntungan tersebut atau kerugian pada kuartal
yang sama tahun berjalan.
Laba proforma mencerminkan bentuk lain dari manajemen laba terhadap
pertanyaan penerimaan manajer atas efisiensi pasar. Manajer yang menekankan
pada klaim laba proforma bahwa ukuran ini lebih baik untuk menggambarkan
kinerja perusahaan dari laba bersih GAAP.
Namun, ketika laporan laba-rugi yang didasarkan oleh GAAP tersedia, pasar yang
efisien akan menyesuaikan secara cepat untuk item yang dihilangkan dari
pengumuman laba proforma. Konsekuensinya, tekanan manajer atas laba
proforma menyarankan mereka untuk tidak menerima efisiensi. Kebijakan
manajemen laba tidak masuk akal jika pasar sekuritas efisien. Konsekuensinya,
manajer yang terikat pada hal tersebut, mereka seharusnya tidak menerima secara
penuh tentang efisiensi.
26
Cara lain untuk meningkatkan pengungkapan mencakup pelaporkan
dampak pada pendapatan inti yang secara umum, membantu investor dan komite
kompensasi untuk mendiagnosis kelemahan item.
27
membutuhkan penilaian yang cukup banyak untuk menentukan angka
laporan keuangan, maka semakin besar kesempatan untuk melakukan
manajemen laba.
28
2. Permasalahan
Keeratan hubungan antara angka laba dan manfaat informasi laba dalam
keputusan investasi (dalam hal ini investasi saham) oleh investor maka terlebih
dahulu investor perlu mendeteksi ada/tidaknya manajemen laba dalam laporan
keuangan pihak emiten. Maka dari itu, permasalahannya adalah Bagaimana
mendeteksi manajemen laba?
3. Pemecahan Masalah
Deteksi atas kemungkinan dilakukannya manajemen laba dalam laporan
keuangan secara umum diteliti melalui penggunaan akrual. Total akrual adalah
selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi. Total akrual
dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang
sewajarnya ada dalam proses penyusunan laporan keuangan, disebut normal
accruals atau non discretionary accruals, dan (2) bagian akrual yang merupakan
manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals atau
discretionary accruals. Nondiscretionary accruals merupakan komponen akrual
yang terjadi seiring dengan perubahan dari aktivitas perusahaan dan discretionary
accruals merupakan komponen akrual yang berasal dari earnings management
yang dilakukan manajer.
Jones mengembangkan model pengestimasi akrual diskresioner untuk
mendeteksi manipulasi laba yang kemudian populer sebagai Model Jones. Jones
melakukan firm‐specific regression dengan model ini. Ini berarti akrual
diskresioner diperoleh dengan membandingkan akrual tahun t, saat terjadinya
manipulasi laba, dengan rata‐rata akrual (akrual normal) perusahaan itu sendiri
pada tahun‐tahun sebelumnya.
Akrual, secara teknis, merupakan perbedaan antara kas dan laba. Akrual
merupakan komponen utama pembentuk laba dan akrual disusun berdasarkan
estimat‐estimat tertentu. Misalnya saja biaya depresiasi, untuk mengetahui
besarnya biaya ini kita harus mengetahui kosnya, umur manfaat (estimasi), dan
29
metode depresiasi yang digunakan. Nilai kos memang sudah tetap (fixed) dan
tidak bisa diubah‐ubah namun umur manfaat dan metode depresiasi bisa diubah
sesuai dengan kebijakan atau pertimbangan atau discretion managemen.
Secara umum, akrual, yang merupakan produk akuntansi, dapat dianggap
memiliki jumlah yang “relatif tetap” dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan
aturan akuntansi terkait juga tidak mengalami perubahan. Perubahan akrual yang
terjadi, oleh karenanya, dapat dianggap sebagai hal yang tidak normal (abnormal).
Perubahan ini merupakan hasil penggunaan kebijakan (discretion) managemen
yang berlebihan dan bila pada saat yang sama managemen juga memiliki
insentif/motif untuk memanipulasi laba maka perubahaan akrual yang terjadi
dianggap sebagai bentuk manipulasi laba yang dilakukan managemen.
Model Jones berfokus pada akrual total sebagai sumber manipulasi.
Akrual total digunakan alihalih satu atau dua akun tertentu saja. Ini dilakukan
dengan harapan bahwa akrual total akan mampu menangkap porsi yang lebih
besar dari manipulasi oleh manager daripada porsi yang ditangkap bila
menggunakan satu dua akun saja.
30
MENDETEKSI MANAJEMEN LABA
I. PENDAHULUAN
Deteksi manajemen laba adalah suatu cara untuk memprediksi kualitas suatu
laba berkaitan dengan kemampuannya menghasilkan aliran kas di masa
mendatang. Kualitas laba didefinisikan sebagai tingkat hubungan antara laba
akuntansi perusahaan dengan laba ekonomi. Hal ini berkaitan dengan tujuan
utama pelaporan laba yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan aliran kas di masa mendatang. Schipper (1989) mendefinisikan
manajemen laba sebagai intervensi tujuan dalam proses pelaporan keuangan
eksternal, dengan maksud untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi
(sebagai lawan, mengatakan, hanya memfasilitasi operasi netral proses).
Model Healy
31
non-diskresioner.
The Jones Model
Model Modified Jones dilakukan dengan cara memodifikasi model Jones yang
didisain untuk mengeliminasi dugaan kecenderungan dari model Jones untuk
mengukur akrual diskresioner dengan error ketika diskresi digunakan melebihi
pendapatan. Model Modified Jones secara mutlak mengasumsikan bahwa semua
perubahan dalam penjualan kredit dalam periode peristiwa dihasilkan dari
manajemen laba. Ini didasarkan pada alasan bahwa lebih mudah untuk
memanipulasi laba dengan menggunakan diskresi melalui pengakuan pendapatan
pada penjualan kredit daripada memanipulasi laba dengan menggunakan diskresi
melalui pengakuan pendapatan pada penjualan tunai.
Model Industri
Model Industri serupa dengan model Jones yang mengasumsikan bahwa akrual
non- diskresioner adalah konstan sepanjang waktu. Kemampuan model Industri
untuk mengurangi error dalam akrual diskresioner bergantung pada dua faktor.
Pertama, model Industri hanya menghilangkan variasi dalam akrual non-
diskresioner antar perusahaan dalam industri yang sama. Kedua, model Industri
menghilangkan variasi dalam akrual diskresioner antar perusahaan dalam industri
yang sama.
32
Sampel terdiri dari perusahaan-perusahaan yang telah ditargetkan oleh Securities
and Exchange Commission (SEC) karena diduga melebih-lebihkan pendapatan
tahunan.
Analisis empiris dilakukan dengan pengujian untuk manajemen laba
menggunakan empat sampel yang berbeda dari perusahaan-tahun sebagai event-
tahun:
(I) sampel yang dipilih secara acak dari 1000 perusahaan;
(II) sampel dari 1000 perusahaan tahun yang dipilih secara acak dari perusahaan
kinerja keuangan yang ekstrem;
(III) sampel dari 1000 perusahaan yang dipilih secara acak-tahun di mana jumlah
yang tetap dan dikenal manipulasi akrual telah artifisial diperkenalkan, dan
(IV) sampel dari 32 perusahaan yang tunduk pada tindakan penegakan hukum
SEC karena diduga melebih-lebihkan pendapatan tahunan di 56 perusahaan-tahun.
a) Total Accruals
Total accruals pada penelitian ini didefinisikan sebagai selisih antara net income
dengan operating cash flow.
33
TAt/Ait-1 = (Nit - OCFt)/Ait-1
Dimana:
Ait-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
Dimana:
Ait-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
PPEit : aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan i pada
tahun t
Dimana:
34
TAt : total accruals pada periode t
Ait-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada akhir tahun t-1
c) Discretionary Accruals
Dimana:
Statistik deskriptif untuk semua model menunjukkan bahwa tidak ada bukti
sistematis manajemen laba dalam acara-tahun yang dipilih secara acak relatif
terhadap tahun pada periode estimasi. Standar error cenderung tertinggi untuk
model DeAngelo dan terendah untuk Jones dan Jones Modifikasi model,
menunjukkan bahwa model terakhir ini lebih efektif dalam pemodelan proses
time-series menghasilkan akrual nondiscretionary dan menderita kurang dari
35
misspecifications disebabkan oleh faktor-faktor penentu dihilangkan dari
nondiscretionary akrual.
36
menghasilkan tes cukup baik ditentukan untuk sampel acak dari event-tahun.
Namun, kekuatan dari tes rendah untuk manajemen laba besaran ekonomi masuk
akal. Ketika model yang diterapkan pada sampel perusahaan-tahun kinerja
keuangan mengalami ekstrim, semua model mengarah pada tes misspecified.
Dalam hal ini, hasil kami menyoroti kondisi di mana tes misspecified diperkirakan
akan muncul. Namun, kami cepat-cepat menambahkan bahwa membangun sejauh
mana hasil dari studi yang ada misspecified memerlukan pemeriksaan ulang rinci
studi yang (misalnya, Hoithausen et al. 'S 1995 ulang dari Healy 1985). Akhirnya,
kita menemukan bahwa versi modifikasi dari model yang dikembangkan oleh
Jones (1991) menyediakan tes yang paling kuat dari manajemen laba.
37
BAB III
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
Lobo, Gerald J., and Jian Zhou. 2001. “Disclosure Quality and Earnings
Management”. http://www.ssrn.com.
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26810/4/Chapter%20II.pdf
Setiawati, L. dan A. Na'im. 2000. Manajemen Laba. Journal Ekonomi dan Bisnis.
39