Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR GIGITAN SERANGGA


A. Definisi Gigitan Serangga Air
Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko yang dihadapi
oleh para wisatawan dan orang yang berada/bekerja diair laut. Disamping itu resiko
karena sifat alamiah laut seperti arus, pasang surut, ombak, suhu air laut, kondisi
didasar laut dan jenis pekerjaan/kegiatan yang dilaukan dilaut juga menimbulkan
resiko trauma diair laut. Binatang laut berbahaya dapat dibagi jadi dua kelompok
yaitu binatang laut yang menggigit dan binatang laut yang menyengat. Binatang
laut yang menggigit misalnya hiu, barakuda, paus pembunuh, belut laut dan
sebagainya. Bila binatang tersebut menyerang manusia akan menyebabkan luka
dengan perdarahan yang masif,sehingga sering menyebabkan kematian akibat
kehilangan darah. Tindakan bedah/operatif, atau ligasi (pasang torniquet diproximal
luka) untuk menghentikan perdarahan perlu segera dilakukan guna mencegah
kematian. Trauma karena serangan binatang laut yang menyengat biasanya tidak
berat/ hebat, namun binatang ini mengeluarkan toksin saat dia menyengat yang
menyebabkan terjadinya reaksi antigen-antibody, bila reaksinya hebat bisa
menyebabkan kematian
Binatang laut yang dikatagorikan menggigit dan menyengat salah satunya
adalah serangga air. Serangga air merupakan kelompok serangga yang sebagian
hidupnya berada di badan air. Serangga air sebagai makanan ikan dan sebagian
dapat menyalurkan patogen pada manusia dan hewan. Serangga air merupakan
indikator yang baik bagi kualitas air. Beberapa dari serangga air sensitif terhadap
polusi sedangkan yang lain dapat hidup dan berkembang biak air yang terganggu
dan sangat terkena polusi (Popoola dan Otalekor, 2011). Serangga air sangat
penting dalam sistem ekologi karena berbagai alasan.
Serangga air adalah utama bioindikator dalam badan air seperti sungai.
Biomonitoring berkaitan dengan penggunaan serangga atau tanggapan terhadap
rangsangan di habitat air untuk menentukan kualitas lingkungan sehat atau
tercemar. Mempelajari siklus hidup serangga air dan hubunganya dengan
organisme lain dan lingkungan dapat memberikan wawasan tentang berbagai
bidang ekologi, termasuk dinamika populasi, persaingan dan interaksi
predatormangsa (Merritt et al., 2008). Pada ekosistem perairan, serangga air
berperan dalam siklus nutrien dan merupakan komponen penting dari jaring
makanan di perairan (Jana et al., 2009).
B. Manifestasi Klinis Gigitan Serangga Air
Tanda dan gejala dari gigitan serangga tergantung dari jenis gigitan dan
ketahanan tubuh seseorang terhadap reaksi alergi. Beberapa tanda dan gejala yang
biasa muncul setelah mengalami gigitan oleh serangga yaitu:
1. Kulit bengkak
2. Ruam pada kulit yang tergigit
3. Kemerahan
4. Nyeri pada luka
5. Reaksi alergi
6. Demam
7. Sesak nafas
8. Mual

Contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan serangga air


adalah reaksi alergi berat (anaphylaxis). Reaksi ini tergolong biasa, namun dapat
mengancam kahidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda gejala
yang muncul adalah:
1. Shock. Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan
masukan darah yang cukup untuk organ–organ vital
2. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan.
3. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan
selaput lendir (angioedema)

C. Patofisiologi Gigitan Serangga Air


Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit lewat gigitan atau sengatan.Antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin,
asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi
yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2
kelompok :

1. Reaksi immediate (Reaksi segera)


a. Ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi sistemik
b. Timbul lesi karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan atau sengatan
serangga.
c. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena trauma endotel
yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah toksin
yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase
yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga
dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut.
2. Reaksi delayed (Reaksi lambat)
Kebanyakan penderita merespon sesaat setelah merasa digigit serangga, namun
ada pula gejala yang timbul dengan delayed reaction, misalnya beberapa hari
setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi
sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang
menjadi suatu ansietas, disorientasi, kelemahan, GI upset (cramping, diarrhea,
vomiting), dizziness, sinkop bahkan hipotensi dan sesak napas. Gejala dari
delayed reaction mirip seperti serum sickness, yang meliputi demam, malaise,
sakit kepala, urtikaria, limfadenopati dan poliartritis
D. Pathway Gigitan Serangga Air
Gigitan serangga air

Racun masuk ke dalam tubuh

Toksik menyebar melalui darah Toksik ke jaringan sekitar gigitan

Inflamasi

Gangguan sistem neurologis Gangguan sistem cardiovaskuler Sistem imun Nyeri

Gangguan pada hipotalamus Reaksi endotoksik Risiko Infeksi Nyeri Akut

Kontrol suhu dan nyeri terganggu Miokard

Gangguan sistem pernafasan


Curah jantung

Kelumpuhan otot – otot pernafasan


Penurunan Curah Jantung

Hipertermia Sesak nafas


Sekresi mediator nyeri : histamin, Nyeri Akut
bradinin, prostaglandin kejaringan
Pola nafas tidak efektif
E. Pemeriksaan Penunjang Gigitan Serangga Air
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga
dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.

F. Penatalaksanaan Medis Gigitan Serangga Air


Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol
terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama.
Campuran topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion
atau gel dapat membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan
antihistamin oral seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa gatal.
Steroid topikal dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari
sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik
topikal maupun oral, dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium
permanganat.Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan
tourniket proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran Epinefrin
1 : 1000 dengan dosis 0.3-0.5 mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika
diperlukan dapat diulang sekali atau dua kali dalam interval waktu 20 menit.
Epinefrin dapat juga diberikan intramuskuler jika syok lebih berat. Dan jika pasien
mengalami hipotensi, injeksi intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk
gatal dapat diberikan injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau
difenhidramin 50 mg. Pasien dengan reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan
dapat diberikan kortikosteroid

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERGIGIT


SERANGGA AIR
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. A : Airway (Jalan Nafas)
Kaji adanya sumbatan jalan nafas total ataupun sebagian dan gangguan
servikal, distress pernafasan, atau ada tidaknya secret.
b. B : Breathing (Pola Nafas)
Kaji ada tidaknya pernafasan, adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas,
pergerakan dinding dada, dan suara pernafasan.
c. C : Circulation
Kaji ada tidaknya denyut nadi, CRT, kemungkinan syok, adanya perdarahan
eksternal, kekuatan dan kecepatan nadi, warna dan kelembaban kulit, tanda
– tanda perdarahan eksternal, serta tanda – tanda jejas atau trauma.
d. D : Disability
Kaji kondisi neuromuscular pasien, tingkat kesadaran (GCS), keadaan
ekstremitas, kemampuan motorik dan sensorik.
e. E : Exposure
Kaji ada tidaknya pembengkakan pada daerah gigitan, kemerahan sampai
dengan perubahan warna kulit, nyeri, gatal-gatal pada area yang terkena
gigitan dan adanya peningkatan suhu tubuh
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami gigitan serangga air
sebelumnya atau tidak , dan riwayat pengobatan.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Menanyakan keluhaan pasien saat ini, dan penyebab terjadinya luka
gigtan.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan apakah pasien punya riwayat penyakit keturunan seperti
DM, Hipertensi, Asma.
b. Pemeriksaan fisik
Head to-toe
1) Kepala
Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut.
a) Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor
b) Hidung : Bentuk simetris
c) Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan
d) Bibir : Bentuk simetris
2) Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar getah
bening
3) Dada
a) Paru-paru : frekuensi < 24x/mnt, irama teratur
b) Jantung
Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun
c) Abdomen
Bentuk : simetris
Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt), ada mual dan muntah
2) Ekstremitas : Akral dingin, edema, kekakuan otot, nyeri, kekuatan otot
menurun

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload ditandai
tekanan darah menurun dan nadi perifer teraba lemah
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan penggunaan otot bantu pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
tampak meringis
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
5. Risiko Infeksi ditandai dengan supresi respon inflamasi
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa
SLKI SIKI
. Keperawatan
1. Penurunan curah Label : Curah jantung Label: Perawatan jantung
jantung
setelah dilakukan intervensi Observasi:
berhubungan
selama ..x..24jam, diharapkan 1. Identifikasi tanda/gejala
dengan perubahan
penurunan curah jantung dapat primer penurunan curah
afterload ditandai
diatasi dengan kriteria hasil: jantung ( meliputi
tekanan darah
dispnea, kelelahan,
- Kekuatan nadi perifer
menurun dan nadi
menurun edema, ortopnea,
perifer teraba
- Ejection fraction (EF) paroxysmal noctomal
lemah
menurun dyspnea, peningkatan
- Brakikardia menurun CVP)
2. Identifikasi tanda/gejala
sekunder penurunan
curah jantung ( meliputi
peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi,
rinchi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Monitor berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
8. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
aktivitas

Terapeutik

1. Posisikan pasien semi


fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai

Edukasi

1. Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi

Kolaborasi

1. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
2 Ketidakefektifan Label : Pola napas Label: Manajemen jalan nafas
pola nafas setelah dilakukan intervensi Observasi:
berhubungan selama ..x..24jam, diharapkan 1. Monitor pola nafas
dengan hambatan pola napas membaik dengan (frekuensi, kedalaman, usaha
upaya napas kriteria hasil: nafas)
ditandai dengan - Ventilasi semenit 2. Monitor bunyi nafas
penggunaan otot meningakat tambahan (mis. Gurgling,
bantu pernapasan - Kapasitas vital meningkat mengi wheezing, ronkhi
- Dispnea menurun kering)
- Penggunakan otot bantu 3. Monitor sputum (jumlah
nafas menurun warna aroma)
- Pemanjangan fase ekspirasi Terapeutik:
menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan
- Pernapasan cuping hidung nafas dengan head tilt chin lift
menurun ( jawthrust jika curiga trauma
servical)
2. Posisikan semifowler/fowlee
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep mcgill
8. Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:
1. njurkan asupan 2000ml
perhari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Nyeri akut Label: Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri
berhubungan Setelah diberikan asuhan Observasi
dengan agen keperawatan selama …. x 24 1. Identifikasi lokasi,
pencedera fisiologis Jam, diharapkan nyeri dapat karakteristik, durasi,
ditandai dengan teratasi dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
tampak meringis - Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Pasien tidak meringis 2. Identifikasi skala nyeri
- Pasien tidak gelisah 3. Identifikasi respons nyeri

- Pasien tidak mengalami non verbal

kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor yang

- Frekuensi nadi membaik memperberat dan

(60-100x/menit) memperingan nyeri

- Pola napas membaik 5. Identifikasi pengetahuan


- Tekanan darah membaik dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
di berikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nn
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4 Hipertermia Label: Termoregulasi Label: Manajemen Hipertermi
berhubungan Setelah diberikan asuhan
Observasi
dengan infeksi keperawatan selama …x 24 jam
ditandai dengan diharapkan tidak ada tanda-tanda 1. Identifikasi penyebab

suhu tubuh diatas hipertermia dengan kriteria hasil: hipertermi (mis. Dehidrasi,

nilai normal - Suhu tubuh membaik terpapar lingkungan panas,


penggunaan inkubator)
- Kulit merah menurun
2. Monitor suhu tubuh
- Hipoksia menurun
3. Monitor kadar elektrolit
- Tekanan darah membaik
4. Monitor komplikasi akibat
hipertermia

Terapeutik

1. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

1.Anjur tirah baring

Kolaborasi

1.Kolaborasi pemberian cairan


dan elektrolit intravena, jika
perlu

5 Risiko Infeksi Label: Tingkat infeksi Label: Pencegahan Infeksi


ditandai dengan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor hasil pemeriksaan
supresi respon keperawatan selama …x 24 jam darah lengkap (WBC,
inflamasi diharapkan tidak ada tanda-tanda granulosit)
infeksi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan kondisi aseptic
- Tidak ada kemerahan pada luka
- Tidak terjadi hipertermia 3. Lakukan perawatan luka
- Tidak ada nyeri secara berkala dengan teknik
- Tidak ada pembengkakan steril
- Suhu dalam batas normal 4. Monitor adanya tanda-tanda

(36,5o – 37oC) infeksi (kemerahan, adanya

- Tekanan darah dalam batas pus, bau, pembengkakan,

normal (120/80 mmHg) peningkatan suhu)

- Nadi dalam batas normal 5. Kolaborasi pemberian

(60-100 x/mnt) antibiotic (topical, oral)

- RR dalam batas normal (12- 6. Berikan intake nutrisi yang

20 x/mnt) adekuat (tinggi kalori tinggi


protein)
- WBC dalam batas normal
7. Ajarkan klien dan keluarga
(4,6 – 10,2 k/ul)
mengenai tanda-tanda infeksi
- Klien mampu menyebutkan
8. Ajarkan klien dan keluarga
factor-faktor resiko
bagaimana menghindari
penyebab infeksi
terjadinya infeksi
- Klien mampu memonitor
9. Ajarkan klien untuk tetap
lingkungan penyebab infeksi
mempertahankan hygiene
- Klien mampu memonitor
tubuh
tingkah laku penyebab
10. Anjurkan klien untuk bedrest
infeksi
11. Hentikan prosedur invasive
- Tidak terjadi paparan saat
lakukan pemeriksaan dalam
tindakan keperawatan
bila perlu untuk mencegah
terjadinya infeksi

D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhur dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Carie. 2012.Sengatan Hewan Laut.Terdapat:http://www.healthline.com/health/marine-animal-


stings-or-bites(diakses tanggal 24 September 2018.)

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta: EGC

Kasihsa, Dian. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. (online). Available :


https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang (diakses
tanggal 27 September 2019 pukul 15.00 WITA

Lombardo, M.C. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Price, S. A, dan Wilson, L. M.
Patofisiologis: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. Jakarta :EGC

Thygerson,A.,Gulli,B.,&Krohmer,J.R.2011. First AID; Pertolongan pertama (5th ed.). Jakarta:


Erlangga.

Via, Alfa. 2015. Makalah Kegawatdaruratan Gigitan Serangga. (Online). Available :


https://dokumen.tips/documents/makalah-kgd-serangan-gigitan-binatang.html Diakses
pada tanggal 27 September 2019 pukul 05.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai