Maslow tidak lengkap dan kurang tepat. Dia mengatakan bahwa teori
menurut Maslow (1970), belum terwakili oleh teori Freud tersebut, sehingga
l e b i h k o m p r e h e n s i f , y a n g
m e n d e s a k u n t u k d i p e n u h i .
Gambar 1. Need Hierarchy Maslow
“ N e e d s ” t e r s e b u t m e m i l i k i
1! of !22
Kebutuhan-‐‑kebutuhan yang dimiliki manusia tersebut menurut
Maslow (1943) terdiri dari lima kategori yang tersusun secara hierarkis,
yaitu: (1) kebutuhan fisiologis; (2) kebutuhan akan rasa aman; (3) kebutuhan
sosial; (4) kebutuhan akan harga diri; dan (5) kebutuhan untuk aktualisasi
diri.
dari membutuhkan sesuatu. Seseorang tidak akan pernah puas dalam arti
sempurna, kecuali hanya dalam waktu yang singkat. Setelah itu manusia
akan membutuhkan sesuatu yang lain yang lebih tinggi nilainya. Ketika
kendaraan, tetapi setelah itu dia juga butuh status sosial yang setara dengan
para tetangga atau teman sekitarnya yang juga memiliki mobil. Demikian
yang lebih tinggi. Oleh kare itu dapat disimpulkan bahwa sumber kekuatan
yang lebih tinggi. Mekanisme ini akan terus menerus berlangsung menuju
terpuaskan.
2! of !22
Akhirnya, manusia yang hidupnya sudah “puas” ini masih akan
seorang musisi akan terus merasa kurang jika tidak menciptakan musik,
perannya se ideal mungkin (Maslow, 1943). Pada level inilah manusia akan
berikut:
“The
clear
emergence
of
these
needs
rest
upon
prior
sa8sfac8on
of
the
physiological,
safety,
love,
and
esteem
needs.
We
shall
call
people,
who
are
sa8sfied
in
these
needs,
basically
sa8sfied
people,
and
it
is
from
these
that
we
may
expect
the
fullest
(and
healthiest)
crea8veness.
(Maslow,
1943,
hal
383)”
bahwa “hal ini masih menjadi permasalahan yang menantang bagi riset di
kemudian hari” (“it remains a challenging problem for research”, Maslow, 1943).
3! of !22
masih memiliki kelemahan yang dapat ditutupi dan disempurnakan
konsisten dalam proposisi teoritisnya. Di satu sisi, menurut Maslow (1943)
belum terpenuhi dan hal itu bertahap sesuai tingkat kebutuhan dalam suatu
“If
we
are
interested
in
what
actually
mo8vates
us,
and
not
in
what
has,
will,
or
might
mo8vate
us,
then
a
sa8sfied
need
is
not
a
mo8vator.”
“Jika
kita
ingin
tahu
tentang
apa
yang
sebenarnya
memo8vasi
kita,
dan
bukan
tentang
apa
yang
telah,
akan
atau
mungkin
memo8vasi
kita,
maka
kebutuhan
yang
sudah
terpenuhi
bukanlah
mo8vator.”
yang sudah mencapai tahapan aktualisasi diri, Maslow (1943) menjadi tidak
untuk melakukan apa yang ia ingin lakukan sesuai dengan bakat dan
minatnya. Sehingga motivator pada level ini bukan lagi “need deprivation”
tetapi sesuatu yang lain. Namun Maslow (1970) tidak menyebutkan apa itu
penjelasan lain yang terkait dengan motivator seorang individu yang sudah
memadai sampai saat ini. Di satu sisi ia mengatakan bahwa seorang yang
4! of !22
berada pada level aktualisasi diri adalah orang yang “puas”, di sisi lain ia
tersebut menapat banyak kritikan dan tidak didukung oleh data empiris.
urutannya.
5! of !22
“Human Motivation Model” yang selengkapnya diilutrasikan pada Gambar
2 sebagai berikut:
(“freedom to choose”) yang pada awalnya masih berupa potensi, dan akan
“Freedom to choose” ini merupakan sifat dasar atau hakekat dari diri
(“self”) seorang individu. Dengan kata lain, “freedom to choose” ini adalah
titik sentral dalam kehidupan psikologis seorang individu yang akan selalu
bahwa sifat dasar dari “ego” adalah kebebasan dan keabadian. Yang
6! of !22
dimaksud sebagai “ego” oleh Iqbal (1930) adalah sama dengan “self”, yang
oleh Ibn al-‐‑Nafis (dalam Fancy, 2006) disebut sebagai “soul” (ruh). Menurut
Ibnu Sina, ruh ini adalah yang ditiupkan oleh Tuhan menjadi manusia yang
kebutuhan.
dinamis dan integratif dalam menentukan perilaku yang akan dipilih (Iqbal,
!
!
7! of !22
2. “Urge” sebagai faktor pendorong perilaku
pakaian atau tempat berlindung untuk melindungi diri dari cuaca yang
“need for power”, dan “need for self-‐‑esteem” yang berbeda pada tiap
8! of !22
nilai budaya tertentu. Misalnya kebutuhan seksual, walaupun
budaya berbeda akan disikapi secara berbeda pula, ada yang mewajibkan
pernikahan, namun ada juga yang tidak. Contoh lain adalah bervariasinya
yang berbeda-‐‑beda.
sehingga perilaku yang muncul juga akan bervariasi pada individu yang
berbeda.
9! of !22
memiliki posisi sebagai “tuan”, sedangkan “urge” dalam posisi sebagai
sebagai “tuan” dalam diri individu, maka “freedom to choose” kehilangan
situasi yang sulit untuk memunculkan motivasi yang sehat pula. Dalam
suatu organisasi atau masyarakat, individu yang dikuasai oleh “urge” akan
dengan dirinya sendiri, yang oleh Maslow (1943) disebut sebagai “the
Bagi individu yang sehat, sumber motivasi terbuka lebih lebar dan
lebih bermakna, yang disebut oleh Hall (2008) sebagai “the bright side of
merupakan sumber motivasi yang luar biasa, sebagai bentuk dari proses
aktualisasi dirinya.
! of !22
10
orang lain atau masyarakat, meningkatkan pencapaian (“accomplishment”)
“challenge”.
Lawler dan O’Gara, 1967; Valenzy, dan Andrews, 1971), atau target yang
! of !22
11
sulit (“difficult goal”) (Locke, et al. 1981; Locke, Latham, dan Erez, 1988;
Locke, 2000; Locke dan Latham, 2002), yang bersifat “overt” (eksplisit). Di
samping itu ada juga “clallenge” yang bersifat “covert” (implisit), seperti
perilaku.
balik tantangan tersebut terdapat sesuatu yang lebih bermakna bagi dirinya.
Dengan kata lain, mereka yakin bahwa jika mereka berhasil melewati
ada kemudahan” (Al Qur’an, Surah 94:6), “no pain, no gain” (pepatah
“challenge seeking”) dan “sense of personal control” (“freedom to choose”)
! of !22
12
atau perilaku mengambil risiko (Atkinson, 1957). Istilah tersebut
psikologi, yaitu “risk aversion” atau penghindaran dari risiko. Yang lebih
logis adalah “risk aversion” karena risiko adalah memang sesuatu yang
lebih tinggi.
bersifat non-‐‑materi. Di samping itu “incentive” dapat pula bersifat intrinsik,
! of !22
13
seperti misalnya prestasi atau kepuasan terhadap hasil kerja yang telah
memilih (“freedom to choose”) dapat memilih “incentive” yang mana atau
yang seperti apa yang akan dia kejar, sebagai jalan atau instrumen untuk
Eden, 1984).
contribution”.
!
!
! of !22
14
!
HUMAN MOTIVATION MODEL BERSIFAT “HOLISTIC-DYNAMIC-INTEGRATED” !
berperan secara holistik dan dinamis, serta integratif. Berikut ini akan
Sebut saja si A, adalah seorang sarjana yang baru lulus dari perguruan
tinggi ternama. Sebagai seorang sarjana yang baru lulus dia memiliki dua
kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi, yaitu mencari kerja dan
! of !22
15
kesempatan kerja datang, motivasi A semakin tinggi lagi karena sekarang
“Urge” dalam contoh ini tidak diingkari, tetapi ditahan atau ditunda
controlled”).
Untuk contoh ke dua sebut saja si X, seorang karyawan yang sedang
dia baru saja menikah. Sebenarnya dia menyukai pekerjaannya yang lama,
ada pada salah satu perusahaan minyak menarik minatnya untuk melamar.
Ada ekspektansi akan diperolehnya gaji (“incentive”) yang besar, yang akan
Akhirnya X diterima dan saat ini sudah berkarir selama kurang lebih tiga
! of !22
16
mengganjal dalam hatinya, yang membuat ada kekuatan kehendak
! of !22
17
menjadi kerangka teoritis yang holistik-‐‑dinamik-‐‑integratif untuk
motivasi, seperti yang diungkapkan oleh Maslow (1970) serta Bandura dan
secara parsial.
needs”, “actualization needs”, “aesthetic needs”, “need to know”, “need to
understand”, dan lain sebagainya. Sementara itu Bandura dan Locke (2003)
! of !22
18
!
KOREKSI TERHADAP TEORI MASLOW!
juga dapat terjadi secara simultan, misalnya makan di restoran yang mewah
! of !22
19
Ke tiga, kebebasan manusia adalah sifat dasar yang bersifat “nature”
secara hirarkis. Di sisi lain Maslow juga mengatakan bahwa orang yang
sudah mencapai tingkatan aktualisasi diri adalah orang yang sudah puas.
! of !22
20
DAFTAR PUSTAKA!
!
Adams,
J.S.
(1963).
Toward
an
understanding
of
inequity.
Journal
of
Abnormal
and
Social
Psychology,
67(5),
422-‐436.
Al-‐Ghazzali.
(1873).
“The
Alchemy
of
Happiness”.
Homes,
H.
A.
(trans).
Albany,
N.Y.:
Munsell.
Al
Qur’an
dan
Terjemahnya.
(2006).
Kerajaan
Arab
Saudi:
Percetakan
Al
Qur’an
Raja
Fahd.
Atkinson,
J.W.
(1957).
Mo8va8onal
determinants
of
risk-‐taking
behavior.
Psychological
Review,
64
(6),
359-‐372.
Atkinson,
J.W.,
dan
Reitman,
W.R.
(1956).
Performance
as
a
func8on
of
mo8ve
strength
and
expectancy
of
goal-‐abainment.
Journal
of
Abnormal
and
Social
Psychology,
53,
361-‐366.
Bandura,
A.,
dan
Locke,
E.A.
(2003).
Nega8ve
self-‐efficacy
and
goal
effects
revisited.
Journal
of
Applied
Psychology,
88
(1),
87-‐99.
Becker,
D.,
dan
Marecek,
J.
(2008).
Posi8ve
psychology:
history
in
the
remaking?
Theory
&
Psychology,
18(5),
591-‐604.
Csikszentmihalyi,
M.
(1996).
Crea8vity:
Flow
and
the
psychology
of
discovery
and
inven8on.
New
York:
Harper
Collins
Publishers.
Dunifon,
R.,
dan
Duncan,
G.J.
(1998).
Long-‐run
effects
of
mo8va8on
on
labor-‐market
success.
Social
Psychology
Quarterly,
61(1),
33-‐48.
Fancy,
N.A.G.
(2006).
Pulmonary
Transit
and
Bodily
Resurrec8on:
The
Interac8on
of
Medicine,
Philosophy
and
Religion
in
the
Works
of
Ibn
al-‐Naks
(d.
1288).
Disertasi:
8dak
diterbitkan.
Frankl,
V.
(1984).
Man’s
Search
for
Meaning.
Washington:
Washington
Square
Press.
Hall,
M.
(2008).
Self-‐Actualiza8on
Psychology:
The
psychology
the
bright
side
of
human
nature.
New
York:
Crown
House
Pub,
Ltd.
Iqbal,
M.
(1930).
The
Reconstruc8on
of
Religious
Thought
in
Islam.
Diakses
dari:
hbp://
wikilivres.info/wiki/The_Reconstruc8on_of_Religious_Thought_in_Islam
Lawler,
E.E.
dan
O’Gara,
P.W.
(1967).
Effects
of
inequity
produced
by
underpayment
on
work
output,
work
quality,
and
aptudes
toward
the
work.
Journal
of
Applied
Psychology,
51(5),
403-‐410.
Livingston,
J.S.
(1969).
Pygmalion
in
management.
Harvard
Business
Review,
47(4),
81-‐89.
Maslow,
A.
H.
(1943).
A
theory
of
human
mo8va8on.
Psychological
Review,
50,
370-‐396.
Maslow,
A.
H.
(1970).
Mo8va8on
and
Personality
(Second
Edi8on).
New
York:
Harper
and
Row.
! of !22
21
Riyono,
B.
(2012).
Mo8vasi
dengan
Perspek8f
Psikologi
Islam.
Yogyakarta:
Quality
Publishing.
Locke,
E.A.,
Frederick,
E.,
dan
Bobko,
P.
(1984).
Effect
of
self-‐efficacy,
goals,
and
task
strategies
on
task-‐performance.
Journal
of
Applied
Psychology,
69(2),
241-‐251.
Locke,
E.
A.,
Shaw,
K.
N.,
Saari,
L.M.,
dan
Latham,
G.P.
(1981).
Goal
sepng
and
task
performance:
1969-‐1980.
Psychological
Bulle8n,
90(1),
125-‐152.
Locke,
E.
A.,
Latham,
G.
P.,
dan
Erez,
M.
(1988).
The
determinants
of
goal
commitment.
Academy
of
Management
Review.
13(1),
23-‐39.
Locke,
E.
A.,
(2000).
Mo8va8on,
cogni8on,
and
ac8on:
an
analysis
of
studies
of
task
goal
and
knowledge.
Applied
Psychology:
an
Interna8onal
Review,
49(3),
408-‐429.
Locke,
E.
A.
dan
Latham,
G.
P.
(2002).
Building
a
prac8cally
useful
theory
of
goal
sepng
and
task
mo8va8on:
a
35-‐year
odyssey.
American
Psychologist,
57(9),
705-‐717.
Peck,
M.S.
(1978).
The
Road
Less
Traveled:
A
new
psychology
of
love,
tradi8onal
values,
and
spiritual
growth.
New
York:
Simon
&
Schuster.
Skinner,
B.F.
(1953).
Science
and
Human
Behavior.
London:
The
Free
Press.
Thorndike,
E.L.
(1911).
Animal
Intelligence:
Experimental
studies.
New
York:
The
Macmillan
Company.
Valenzy,
E.R.
dan
Andrews,
J.R.
(1971).
Effect
of
hourly
overpay
and
underpay
inequity
when
tested
with
a
new
induc8on
procedure.
Journal
of
Applied
Psychology,
55(1),
22-‐27.
Vroom,
V.
H.
(1964).
Work
and
Mo8va8on.
New
York:
John
Wiley
and
Sons,
Inc.
Wahba,
M.
A.
dan
Bridwell,
L.G.
(1976).
Maslow
reconsidered:
a
review
of
research
on
the
need
hierarchy
theory.
Organiza8onal
Behavior
and
Human
Performance,
15,
212-‐240.
! of !22
22