Anda di halaman 1dari 3

Apel adalah sejenis buah-buahan yang sangat popular di seluruh dunia.

Setiap wilayah
atau Negara memiliki jenis apel yang berbeda-beda. Apel merupakan salah satu buah yang
paling banyak di konsumsi di seluruh dunia. Tanaman apel sangat cocok ditanam di daerah
yang memiliki udara dingin. Apel sangat disukai karena memiliki rasa manis dan segar serta
memiliki kandungan nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Klasifikasi ilmiah buah apel
adalah sebagai berikut :

Nama binominal : Malus domestica Ordo: Rosales


Kerajaan: Plantae Famili: Rosaceae
Divisi: Magnoliophyta Bangsa: Maleae
Kelas: Magnoliopsida Genus: Malus

Kota Batu adalah kota yang terkenal dengan buah apel. Komoditas apel di Batu
dimulai pada tahun 1930 an. Ada lebih dari 512,8335 ha lahan tanaman apel di Batu. Namun,
masuknya apel impor dari Jepang, Amerika Serikat, dan Selandia Baru pada tahun 1994
menyebabkan apel Batu kehilangan pecintanya. Masyarakat lebih memilih apel impor yang
kualitasnya dirasa lebih bagus daripada apel Batu. Di pasar global pun juga terjadi hal serupa.
Apel Batu sulit bersaing dengan apel impor dari luar negeri.
Dengan keadaan seperti itu, petani apel di Batu terpaksa melakukan tindakan ekstrim
agar masyarakat lebih memilih apel Batu daripada apel impor, yaitu dengan cara menanam
pohon apel skala besar. Padahal pohon apel dikatakan produktif jika telah mencapai umur
lima tahun. Akibatnya banyak pohon apel tua yang tidak produktif lagi sekarang. Karena
tidak mempunyai cukup dana, petani apel di Batu tidak dapat mengganti pohon tua itu
dengan pohon apel muda yang lebih produktif atau memindahkan pohon tersebut pada lahan
lain.
Tidak hanya apel, impor produk hortikultura dari tahun ke tahun terus meningkat
terutama sesudah diberlakukannya perdagangan bebas Asean-China (Asean-China Free Trade
Area (ACFTA). Data impor buah buahan dari tahun ke tahun menunjukkan kenaikan yang
besar, seperti yang tertera di bawah ini.
 Tabel Volume Data impor buah tahun 2004 – 2008
Tahun (ton) Nilai (juta
US$)
2004 355,2 186,4
2005 413,4 234
2006 427,4 337,5
2007 502,1 449,1
2008 501,9 474,1

Menurut Bank Dunia,  60% pasar Indonesia untuk produk hortikultura dikuasai
impor  terutama di pasar modern. Selain karena persaingan dengan produk impor, hal-hal
yang mengakibatkan apel memiliki daya saing rendah pada pasar internasional adalah
rendahnya penguasaan teknologi pengolahan, minimnya dukungan pemerintah, serta
kurangnya peranan lembaga keuangan sebagai penyandang dana.
Melalui SK MENPERINDAG No. 350/MPP/KEP/7/1998, pemerintah
mengumumkan bahwa kebijakan ekspor sayuran dan buah-buahan dapat dilaksanakan bebas
dan tidak diberlakukan ketentuan tertentu. Ekspor dapat dilakukan siapa saja asal mempunyai
izin usaha dari suatu instansi pemerintah yang terkait.
Kebijakan tersebut merupakan suatu bentuk upaya untuk meningkatkan ekspor
sayuran dan buah-buahan Indonesia di luar negeri. Maka untuk dapat mewujudkan ekspor
yang tinggi, apel Batu harus mempunyai kualitas yang lebih tinggi serta harga yang dapat
bersaing dengan apel impor dari negara pesaing. Selain perbaikan kualitas, pihak pemerintah
juga harus mendorong petani apel untuk meningkatkan mutu apelnya. Antara lain dengan
menetapkan SNI (Standard Nasional Indonesia).
Teknologi yang  digunakan untuk perbaikan mutu produk hortikultura  pada
umumnya adalah pemuliaan,  perbenihan, pemupukan, pemberantasan hama, budidaya
(GAP) dan teknologi pasca panen.
Teknologi pemuliaan ada dua cara, yaitu dengan  pemuliaan konvensional (eksplorasi,
koleksi,persilangan buatan, seleksi), dan pemuliaan non konvensional (mutasi in vitro,
transgenik, kultur embrio, polinasi in vitro).
Kemudian untuk teknologi perbenihan, Dirjen Hortikultura telah membuat program
perbaikan mutu benih dan membuat standardisasi  serta  sertifikasi benih yang diproduksi di
dalam negeri. Untuk pengadaan benih hortikultura diperbanyak secara vegetatif.
Teknologi budidaya dengan menerapkan GAP dan SOP, beberapa komoditi
hortikultura telah memiliki SOP dan GAP, tetapi belum semua daerah memiliki GAP
spesifik lokasi, karena banyaknya komoditi hortikultura dan terbatasnya tenaga ahli
hortikultura.
Kemudian untuk menghasilkan nilai jual yang tinggi dari apel Batu, maka perlu
dilakukan proses pengolahan lebih lanjut setelah dipanen, dengan menggunakan teknologi
pengolahan pasca panen. Salah satunya yaitu menjadi sari buah apel dan dijadikan cuka apel
atau apple cider vinegar.
Bentuk sari lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk buah. Sari buah
didefinisikan sebagai cairan yang diperoleh dengan memeras buah, baik disaring ataupun
tidak, yang tidak mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman segar yang
langsung dapat diminum. Sari buah merupakan salah satu minuman yang cukup disukai di
pasaran karena enak, praktis dan menyegarkan serta bermanfaat bagi kesehatan mengingat
kandungan vitaminnya yang secara umum tinggi.
Cuka apel merupakan minuman hasil fermentasi buah apel segar. Melalui proses
fermentasi, kandungan nutrisi buah apel menjadi bertambah kaya, terutama enzim dan asam
amino yang memberikan khasiat penyembuhan.
Selain meningkatkan perbaikan mutu, pemberdayaan para petani apel itu juga harus
ditingkatkan demi mencapai suksesnya pemasaran apel di pasar regional maupun pasar
global. Pemberdayaan petani apel dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara
memberi penyuluhan tentang teknologi pengolahan serta memberikan bantuan modal dan
sumber dana.
Untuk mempercepat transfer teknologi hortikultura kepada para petani apel dalam hal
ini, maka hendaknya para penyuluh adalah sarjana S1 yang mempunyai latar belakang 
kekhususan ilmu hortikultura. Dengan dasar ilmu hortikultura maka mereka akan cepat
beradaptasi dengan lingkungan tanaman hortikultura. Selain penyuluhan, suntikan dana untuk
petani apel juga diperlukan untuk pengadaan bibit bermutu, pupuk, pestisida , tenaga kerja,
kemasan dan pemasaran. Berbagai bentuk bantuan pemberdayaan telah diluncurkan baik oleh
pemerintah dengan dana APBN dan APBD, maupun dari BUMN dan Perusaan swasta.
Maka untuk meningkatkan mutu produk hortikultura dalam negeri agar mampu
bersaing di pasar global, hendaknya dilakukan perbaikan mutu yang meliputi perbaikan
teknologi pemuliaan,  perbenihan, pemupukan, pemberantasan hama, budidaya (GAP) dan
teknologi pasca panen. Selain itu pemberdayaan para petani apel itu juga harus ditingkatkan
seperti diberi pelatihan atau penyuluhan  dan diberi bantuan sumber dana dan sumber daya.

Anda mungkin juga menyukai