Anda di halaman 1dari 7

BAB II

ISI

1.1 Pengertian SVPs dan LVPs


Menurut United States Pharmacopeiea, Small Volume Parenteral (SVP) adalah Injeksi
(suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel dengan isi 100 ml atau kurang. Umumnya
dikemas sebagai ampul, vial, small bags, dan jarum suntik. Jika larutan merupakan formulasi
steril, maka harus dipastikan terbebas dari material partikulat. Partikulat ini dapat berupa
organisme kecil, kaca, karet, core dari vial, logam, dan fragmen plastic. Sedangkan Large
Volume Parenteral (LVP) adalah injeksi (suntikan) yang dimaksudkan untuk penggunaan
intravena dan dikemas dalam wadah yang berlabel dengan isi 100 ml atau lebih. Wadah yang
digunakan adalah botol kaca dengan tabung ventilasi udara, botol kaca tanpa tabung ventilasi
udara, dan plastic bags.
Penggunaan umum larutan pada LVP tanpa pengawet digunakan untuk
 Mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan
 Penambah nutrisi
 Sebagai kendaraan untuk administrasi obat lain

Tabel 1. Perbedaan SVP dan LVP


Parameter SVP LVP
Volume ≤ 100 ml > 100 ml
Rute pemberian IV, IM, SC IV
Unit dosis Single atau Multiple Multiple
Pengawet Menggunakan Tidak menggunakan
Buffer Menggunakan Tidak menggunakan
Tidak terlalu
Isotonisitas Harus diperhatikan
diperhatikan
Tidak terlalu
Pirogenisitas Harus diperhatikan
diperhatikan
Larutan, emulsi,
Formulasi Larutan, emulsi o/w
suspense
Penggunaan Sebagai agen terapetik Sebagai penambah
dan diagnostik nutrisi, detoksifikasi,
pengobatan selama

1
operasi

Gambar 1. Contoh sediaan SVP dan LVP

1.2 Bahan Pembentuk Sediaan


1.2.1 Bahan Utama
1.2.1.1 Water-soluble Vehicle
1. Water for Injection (WFI)
Water for Injection merupakan air yang sudah dipurifikasi dengan
destilasi atau dengan reverse osmosis dan memenuhi standar keberadaan
total solid, dimana tidak lebih dari 1 mg/100 mL water for injection, serta
tidak mengandung bahan tambahan. Water for Injection tidak harus steril,
tetapi harus bebas dari pirogen. WFI ini digunakan untuk produksi
sediaan injeksi yang disterilisasi akhir. WFI harus disimpan dalam wadah
yang tertutup rapat pada suhu di bawah atau di atas rentang suhu di mana
mikroba dapat tumbuh. Wadah yang digunakan umumnya berbahan kaca
atau glass liend yang steril dan bebas pirogen, dan air ini digunakan
dalam waktu 24 jam.

2. Sterile Water for Injection (SWFI)


Sterile Water for Injection dikemas untuk dosis tunggal dan tidak lebih
dari 1 L. Air sudah disterilisasi dan sudah terbebas dari pirogen namun
memiliki jumlah endotoksin yang masih diperbolehkan, yaitu tidak lebih
dari 0,25 endotoksin unit per mililiter. Selain itu, SWFI tidak

2
mengandung antimikroba dan bahan tambahan lainnya. SWFI mungkin
mengandung lebih banyak total solid dibandingkan dengan WFI karena
leaching dari wadah selama sterilisasi. SWFI digunakan sebagai pelarut,
pembawa, atau diluen untuk sediaan injeksi yang telah disterilisasi. SWFI
juga banyak digunakan untuk rekonstitusi.

3. Bacteriostatic Water for Injection (BWFI)


Bacteriostatic Water for Injection merupakan SWFI yang mengandung
satu atau lbeih agen antimikroba yang sesuai. Dikemas dalam syringe
atau vial yang tidak lebih dari 30 mL. Pada label kemasan harus
dicantumkan nama dan proporsi dari agen antimikroba. Kelebihan dari
BWFI adalah dengan adanya antimikroba, maka dimungkinkan untuk
dosis ganda. Akan tetapi karena adanya antimikroba, penggunaan hanya
diperbolehkan dalam volume kecil untuk mencegah toksisitas dari
antimikroba. Perlu diperhatikan kompatibilitas obat dengan antimikroba
yang terkandung. Persyaratan labeling USP mewajibkan dicantumkan
“Tidak Untuk Neonatus”, karena toksisitas dari bakteriostat benzyl
alkohol. Hal ini terjadi karena neonatus memiliki kapasitas detoksifikasi
pada hati yang terbatas.

4. Sodium Chloride Injection/NaCl Injection


Injeksi NaCl merupakan larutan steril isotonis. Injeksi NaCl tidak
mengandung antimikroba, tetapi mengandung 154 mEq untuk masing-
masing ion natrium dan ion klorida per liter. Injeksi NaCl dapat
digunakan sebagai pembawa larutan steril atau suspensi obat untuk
administrasi parenteral, seperti untuk rekonstitusi serta untuk kateter atau
IV-line flush.

5. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection


Bacteriostatic Sodium Chloride Injection merupakan larutan isotonik
steril yang mengandung antimikroba. Pada label perlu dicantumkan nama

3
dan proporsi antimikroba dan “Tidak Digunakan untuk Neonatus” serta
tidak dikemas dalam wadah lebih dari 30 mL. Bila digunakan sebagai
pembawa, perlu diperhatikan kompatibilitas obat dengan antimikroba dan
juga dengan NaCl. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection juga dapat
digunakan untuk flush kateter atau IV-line.

6. Ringer’s Injection
Ringer’s Injection merupakan larutan steril dari NaCl, KCl, dan CaCl
dalam WFI. Ketiga agen ini dibuat dalam konsentras yang menyerupai
cairan fisiologis. Ringer’s Injection dapat digunakan dengan obat atau
digunakan tunggal sebagai penambah elektrolit atau untuk menambahkan
cairan plasma.

7. Lactated Ringer’s Injection


Lactated Ringer’s Injection memiliki tiga agen yang sama dengan
Ringer’s Injection, yaitu NaCl, KCl, dan CaCl namun dengan jumlah
yang berbeda dan juga mengandung sodium laktat. Injeksi ini digunakan
untuk menambahkan elektrolit dan juga sebagai systemic alkalizer.

1.2.1.2 Water-miscible Vehicles


Pelarut ini digunakan terutama untuk melarutkan obat tertentu dalam
sebuah vehicle dan untuk mengurangi hidrolisis. Water miscible co-solvents
dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan misalnya untuk
injeksi intramuskular ditemukan dapat menyebabkan kerusakan otot.
Disebabkan karena adanya keterbatasan dengan jumlah pelarut yang dapat
diberikan karena masalah potensi toksisitas seluler yang lebih besar untuk
hemolisis dan potensi terjadinya drug precipitation di area injeksi
intramuskular ditemukan dapat menyebabkan kerusakan otot.

Tabel 2. Contoh Water miscible Vehicles

4
1. Ethyl alcohol Untuk preparasi kelarutan Glikosida jantung
2. Propylene glycol Barbiturat, alkaloid dan antibiotik
3. Glycerin
4. Polyethylene glycols

1.2.1.3 Non-aqueous Vehicle


Substansi yang memiliki keterbatasan kelarutan pada air atau tidak boleh
terhidrolisis membutuhkan pembawa jenis ini. Pembawa yang dipilih tidak
boleh mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Pembawa juga tidak boleh
mempengaruhi aktivitas farmakologi. Hal yang harus diperhatikan adalah
stabilitas fisika dan kimia pada berbagai level pH, viskositas, fluiditas, titik
didih, miscibility dengan cairan tubuh. Solven non-aqueous yang sering
digunakan antara lain vegetable oils, glycerin, polyethylene glycols,
propylene glycol, alkohol. Kemudian ethyl oleat, isopropyl myristate, dan
dimethylacetamide namun penggunaannya lebih jarang.
U.S Pharmacopeia (USP) menetapkan pembatasan minyak lemak nabati
pada produk parenteral. Minyak lemak nabati harus tetap jernih pada saat
didinginkan hingga 100C untuk menjamin stabilitas dan kejernihan produk
injeksi selama penyimpanan di dalam lemari es. Minyak nabati tersebut tidak
boleh mengandung minyak mineral atau parafin karena bahan tersebut tidak
dapat diabsorpsi oleh tubuh. Meskipun toksisitas minyak-minyak nabati
umumnya dianggap relatif rendah, beberapa pasien menunjukkan reaksi alergi
terhadap minyak-minyak tertentu. Dengan demikian label harus menyatakan
jenis minyak yang digunakan.
Minyak-minyak lemak (nabati) yang paling umum digunakan adalah
minyak jagung, minyak kapuk, minyak kacang, dan minyak wijen. Minyak
lainnya seperti minyak jarak dan minyak zaitun juga terkadang digunakan.
Hampir sebagian besar sediaan injeksi yang mengandung pelarut minyak
diberikan secara intramuskular. Sediaan injeksi tersebut tidak dapat diberikan
secara intravena karena dapat mengeluarkan mikrosirkulasi paru.

Tabel 3. Beberapa Contoh Injeksi dalam Minyak

5
1.2.2 Bahan Tambahan
USP mengizinkan zat tambahan dengan tujuan meningkatkan stabilitas dan
meningkatkan khasiat, selama tidak dilarang untuk zat aktif tersebut, tidak
mengganggu efek terapetik. Zat tambahan yang biasa digunakan adalah:
1.2.2.1 Pengawet
Pengawet biasanya digunakan untuk sediaan multi dose container.
Kandungan pengawet dapat mencegah tertariknya mikroba secara tidak
sengaja selama penarikan produk. Sediaan multi-dose dengan pengawet
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan sediaan single dose, yaitu
- Meminimalkan pemborosan karena dapat menarik dosis dengan jumlah
yang berbeda dari satu wadah
- Dosis dapat diperoleh tanpa mengkhawatirkan pertumbuhan mikroba
- Hemat kemasan karena dosis ganda disimpan dalam botol tunggal
Banyak pengawet yang toksik pada jumlah yang tinggi, atau menyebabkan
iritasi pada administrasi parenteral sehingga perlu penanganan khusus seperti
pembatasan dosis. Jumlah pengawet yang diperlukan sesuai kandungan
sediaan parenteral adalah sebagai berikut:
- Untuk agen mengandung merkuri dan senyawa kationik, konsentrasi yang
diperlukan sebanyak 0,01%.
- Untuk agen seperti klorobutanol, kresol, dan fenol dibutuhkan 0,5%.
- Sulfur dioksida, sulfit, bisulfit, atau, metabisulfit dari kalium atau
natrium, membutuhkan 0,2%.

6
7

Anda mungkin juga menyukai