Anda di halaman 1dari 12

REVIEW BUKU PEMBANGUNAN DESA DARI BELAKANG

HALAM 1,3,5,7

Nama : Moh. Gufron

NIM : 17510035

Jurusan : Pembangunan Sosial

PRODI PEMBANGUNAN SOSIAL SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN


MASYARAKAT DESA STPMD “APMD” YOGYAKARTA
BAB I

KEMISKINAN DESA YANG TERLUPAKAN

Hal pertama yang dibahas dalam bab pertama buku ini adalah sifat hubungan atau kelemahan
hubungan antara orang luar yang berkecipung dalam bidang pembangunan desa dengan
penduduk desa yang miskin.

Orang luar adalah sebutan bagi orang-orang yang menaruh perhatian terhadap pembangunan
desa, tetapi dirinya sendiri bukan warga desa apalagi miskin. Mereka adalah kepala kantor,
dan staf lapangan dalam organesasi pemerintahan. Termasuk didalamnya para peneliti,
akademisi, pegawai badan-badan pemberi bantuan, bankir, pengusaha, konsultan dokter,
insinyur, wartawan, ahli hukum, politisi, alim ulama, pendeta, guru, pelatih, pekerja swadaya
masyarakat, dan kelompok profesional lainnya. Mereka tertarik dan terperangkap dalam inti
perkotaan yang mengembangkan dan menyebarkan ilmu dan kepandaian sendiri, sementara
kelompok pinggiran pedesaan tersisih dan terlupakan, karena kebanyakan dari orang luar
mengetahui tentang kehidupan didesa hanya terbatas pada kunjungan yang singkat yang
dilakukan tergesa-gesa sehingga akibatnya rakyat desa yang miskin jarang seakali
diperhatikan apalagi difahami sifat kemiskinannya.

Sebagai orang luar

Ada kalimat pertanyaaan dalam buku itu yang menarik untuk dikaji yaitu “siapa yang harus
memualinya?” dalam kalimat ini saya pahami siapa sebetulnya yang harus memulai
memberdaya rakyat miskin itu, apakah rakyat miskin sendirilah yang harus menoling dirinya
sendiri atau orang luar yang memiliki kekuatan, dan sumber-sumber lebih besar ?

Dalam paragraf selanjutnya robert chambers menyatakan bahwa sebetulnya kehadiran orang
luar diharapan agar orang luar tersebut, terutamamereka yang berkecipung langsung dalam
pembangunan desa, namun mereka pejabat dan departemen pemerintahan dari tingkat pusat
dan tingkat daerah termasuk juga orang-orang, baik dari negara kaya maupun negara miskin
yang pilihan, sikap serta tindaakannya sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi desa dan
warganya yang miskin, yakni para ilmuan, peneliti, badan bantuan teknis, bankir dsb bisa
ikut andil dan terlibat dalam pemberantasan kemiskinan itu. Karena orang luar banyak
mempunyai kesamaan mereka yang tinggal dikota relatif mampu mellek huruf, anak-anak
mmereka belajar disekolah yang baik, badan mereka bebas dari penyakit, harapan hidup
mereka lebih panjang, makanan mereka lebih dari yang diperlukan, mereka mempunyai
tempat pelatihna dan pendidikan yang baik, maka dinilai aneh jika dari mereka tidak berbuat
lebih banyak. Mereka kalau anaknya sakit atau kelaparan meraka pasti sukar untuk dibiarkan
begitu saja, padahal diluaran sana banyak jutaan anak yang menangis kesakitan dan kelaparan
setiap hari. Apa bedanya rintihan anak sendiri dengan rintihan berjuta-juta anak dimuka bumi
ini? Mengapatidak berbuat banyak daripada yang sanggup dilakukan?.

Oarang luar seringkali tidak mengetahui tentang kemiskinan didesa, tetapi tidak ingi
mengetahui apa yang mereka tidak ketahui tersebut. Semkain kurangnya hubungan langsung,
melihat serta belajar keadaan yang sebenarnya ,maka semakin mudah menutupi kenyataan.
Orang luar sebagai suatu kelas masyarakat memerlukan pearasaan yang menyenangkan
bahwa; kemiskinan dipedesaan tidak begitu susah, bahwa kemakmuran mereka bukanlah
pengurbanan kaum miskin; bahwa kaum miskin sudah terbiasa dengan kehidupan seperti itu,
atau bahwa keadaan seperti itu adalah akibat malas, boros, dan slahnya sendiri.
BAB III

BAGAIMANA ORANG LUAR BELAJAR

Untuk mengetahui kemiskinan dipedesaan kebanyakan orang luar melakukan survie dengan
menggunakan pertanyaan atau kuesioner. Data yang diperoleh dengan ini kemudian
digunakan oleh para perencana, ahli statistik dan ahli ekonomi yang membuat mereka lebih
mudah berdiri diantara kutub budaya. Mereka juga memperkecil hubungan langsung dengan
pedesaan yang seharusnya itu yang diperlukan. Disinalh banyak orang luar melakukan
penelitian dengan berbagai metode yangmana dalam penelitiannya ada yang biaya sendiri dan
ada yang dibiayaain oleh kelompok pelaksana seperti kelompok ilmuan, pemerintah,
organesasi dan badan-badan bantuan lainnya.

Apa yang diteliti, bagaimana dilakasanakan, bagaimana laporan hasilnya, dan ada atau
tidaknya kegiatan tindak lanjut sangat berbeda-beda. Banyak masalah yang timbul amun yang
paling umum adalah kesenjangan antara ketiga kutub budaya : antara kelompok pelaksana
dan kelompok ilmuan ; dan dengan anatara kelompok luar dan orang miskin pedesaan.

Dua kutub budaya

1. Kelompok peneliti/ ilmuan kelompok ini bertanggung jawab atas kejelasan terhadap
pemahamannya. Kelompok ilmuan terbiasa pada kerangka waktu yang lebih luas
yang lebih longgar dan kurang suka terikat oleh target waktu.
2. Kelompok lapangan / pelaksana yang bertanggung jawab atas hasil kerja nyata.
Kelompok pelaksana biasanya terikat oleh kerangka waktu yang lebih singkat.

Masalah yang selanjutnya adalah ketidak serasian metode serta pelaksanaan penelitian
dengan pendalaman tentan kondisidan kebutuhan rakyat desa yang miskin.

Ketidak tepatannya suatu program dengan kebutuhan masyarakat dapat memperparah


keadaan kemiskinan, terkadang tidakan yang keliru diperoleh dari pemahaman yang keliru
juga informan yang dijadikan acuan cendrung yang lebih mampu sehingga masyarakat
miskin tertutupi dan sengaja ditutupi dan kondisi nyaman bagi peneliti dan pelaksana
kegiatan pembangunan memperburuk suatu kondisi kemiskinan di pedesaan.

Kuesioner yang menjadi tumpuan


Metode yang umum digunakan dalam peneliian pedasaan yang resmi adalah kuesioner.
Tujuan penelitiannya bermacam antara lain program-program perttanian, keluarga berencana,
pengetahuan kesehatan, penyuluhan pertanian, pemeliharaan anak-anak, gizi, pendapatan
keluarga, pembatasan buta huruf. Pola kegiatannya sama : menyusun kuesioner, menetapkan
sampel, dan menerangkan kuesioner pada kelompok sasaran.

Faktor yang mendorong digunakan survie dengan kuesioner. Sarana yang menjembatani dua
kutub budaya kelompok pelaksana dan kelompok ilmuan adalah kegiatan. Perencanaan bagi
para ilmuan adalah suatu kegiatan yang mereka terima karena lebih banyak mengandung
unsur kebijaksanaan jangka menengah dan jangka panjang.

Oara ilmuan cendrung mengikuti alur dan irama yang ditentukan oleh lembaga/ instansi-
instansi penyalur dana untuk melaksanakannya hal ini menyebabkan dalam pelaksanaannya
sering tidak tepat sasaran karena perumusan yang dilakukan bukan berangkat dari sumber
kebutuhan masyarakat miskin yang tersingkirkan.

Menjadi budak survie

Biaya dan inefisiensi untuk survie pedasaan, seringkali sangat tinggi, biaya untuk membayar
para peneliti ; biaya oportinitas kemampuan penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
yang lebih baik dan ifensiensi hasil temuannya yang menyesatkan. Kesalahan yang sering
terjadi pada pelaksanaan survie adalah penyusunan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
didasaari oleh pemahaman permasalahan orang miskin namun memaksakan pengalaman diri
sendiri yang sebagai orang luar sehebat apapun pasti tidak dapat menggambarkan kenyataaan
yang benar-benar dirasakan oleh orang miskin.

Temuan yang menyesatkan

Banyak survie-survie yang hanya menjadi penyakit menyesatkan karena terkadang informasi
survienya dibesar-besarkan dan kadang pula ada yang dikurang-kurangi itulah yang
menyebabkan data survienya menjadi menyesatkan. Kebohongan dalam menyajikan data
merupakan suatu keharusan bagi sebagian tim peneliti demi mengejar proyek bukan program
pemberdayaannya.

Survie-survie yang bermanfaat

Dalam melaksanakan penelitan/survie mengikut sertakan bidang keilmuan lain tidak hanya
fokus pada satu bidang saja, karena permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat bersivat
majmuk. Pendekatan yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan kondisi yang
dialami oleh orrang miskin sebenarnya adalah observasi berkelanjutan.

Para aktor pembangunan dan akdemisi cendrung terlalu memaksakan pemahaman sendiri
untuk mengungkap kemiskinan yang dihadapi orang miskin pedesaan, hal ini yang
menyebabkan orang miskin didea semakin terkucilkan, seharusnya para pelaku pembangunan
belajar dari oarang miskin desa untuk merumuskan program pembangunan dan penyampaian
data.

BAB V

KEMISKINAN TERPADU DI DESA

Pandangan “oramg luar” terhadap orang miskin sebagai manusia boros, malas, fatalistik,
dungu, bodoh dan yang bertanggung jawab atas kemiskinannya, sangat meyakinkan, namun
sebagian besar meleset. Banyak bukti berupa studi kasus yang menunjukkan bahwa orang-
orang miskin itu pekerja keras, cerdik dan ulet.mereka harus memiliki sifat-sifat seperti itu
untuk dapat bertahan hidup dan melepaskan hidup dari belenggu rantai kemiskinan yang
terdiri dari: kemiskinan, kelemahan jasmani, isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan. Dari
kelima faktor tersebut, faktor kerentanan dan ketidakberdayaan pantas untuk disimak dan
dianalisa lebih mendalam.

Kerentanan, mencerminkan keadaan tanpa penyangga atau cadangan untuk menghadapi hal-
hal yang tidak terduga seperti keharusan untuk memenuhi kewajiban sosial (menyediakan
mas kawin, menyelenggarakan peralata pengantin, upacara adat, dan kematian), musibah,
ketidak mampuan fisik(jatuh sakit, kelahiran bayi, cedera), foya-foya dan pemerasan.

Ketidak berdayaan golongan miskin dicerminkan dengan kemudahan golongan masyarakat


lainnya yang lebih mampu dan lebih kuat untuk menajaring, mengatur, dan membelokkan
manfaat atau hasil-hasil pembangunan serta pelayanan pemerintah yang diperuntukkan bagi
mereka yang kekurangan, karena berada dalam kedudukan yang lemah, terutama kaum
wanita, orang-orang berusia lanjut, penyandang cacat dan kaum yang sangat melarat.

Pandangan Orang Luar Tentang Orang Miskin


Pandangan “orang luar” tentang orang miskin sering sangat menyimpang. Setiap upaya untuk
memahami orang miskin, dan belajar dari mereka, harus dimulai dengan mawas diri. Kita
harus bersikap lebih berhati-hati dan tidak begitu saja menerima kepercayaan atau
kesimpulan yang melegakan dan yang memberikan pembenaran atas keadaan kita yang
dalam kemakmuran diatas keadaan mereka yang miskin.

Konsep tentang keberhasilan dikalangan bangsa Amerika, sampai dengan zaman Malaise
pada tahun 1930-an merupakan bentuk keyakinan yang ditanamkan dibenak orang-orang
kaya. Kekayaan adalah upah yang wajar bagi mereka yang melaksanakan sifa-sifat Puritan,
seperti kejujura, kerajinan, kesederhanaan, kedisiplinan, kebersihan, kerapian, dan ketaatan
kepada waktu serta kemiskinan dipandang sebagai balasan bagi orang-orang yang berprilaku
sebaliknnya. Di Inggris, pandangan bahwa orang miskin itu akibat kesalahannya sendiri,
menyebar luas.

Penelitian akan memilih bukti sebagai pendukung gagasan atau pandangan sendiri, namun
untuk benar-benar sampai pada kebenaran hakiki, diperlukan pandangan yang tidak
memihak. Dengan konsep seperti diatas, “orang luar” hanya membayangkan, melihat dan
merasakn dunia kemiskinan tersebut hanya dari kulit luarnya saja. Penelitian hanya
menyentuh lapisan permukaan dari permasalahan pokok, atau hanya menyajikan konsepsi:
tidak banyak mengungkapkan pandangan hidup, masalah dan strategi yang dilakukan pribadi
atau kluarga miskin tertentu. Untuk mendapatkan suatu rampatan, orang harus mulai dengan
data dasar, kasus perkasus dan manusianya. Hal tersebut mengacu pada landasan kebudayaan,
ekologi dan sosial-ekonomi serta politik yang berbeda.

Pembuktian yang biasa dikemukakan, sebenarnya tidak memberikan landasan anggapan


bahwa rakyat desa boros, malas dan menyerah pada nasib. Tetapi tedapat bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa penampilan seperti ini bukan kerena mereka tidak berbudi. Perilaku
tidak menabung merupakan pencerminan dari tuntunan hidup yang sangat mendesak, untuk
konsumsi, jaminan kebutuhan pokok, menutupi keperluan karena ketik pastian penggarapan
lahan, atau karena dorongan sanak keluarga yang membutuhkan bantuan atau pertolongan.
Perilaku malas: menyimpan tenaga, harus sangat hemat dengan tenaga dan harus
diperhitungkan penggunaannya. Fatalisme sering kali dapat kita lihat sebagai cara
penyesuaian diri dan seperti istirahat mengawetkan kekuatan fisik dan mental.
Pandangan bahwa orang desa itu tidak berpengetahuan dan tolol, juga tidak berdasar sama
sekali.kedalaman dan kesahihan pengetahuan teknis pedesaan, hanyalah salah satu matranya.
Mantra lainnya adalah tingkat pemahaman mereka tentang mengapa mereka menjadi miskin.

Orang miskin, buta huruf dan tidak berlahan digambarkan sebagai makhluk agung. Suatu
perbuatan petani yang membawa hasil, dikatakan sebagai perwujudan makhluk titisan orang
cerdas. Berulang kali para pengamat dan peneliti menyatat dan kekenyalan kepintaran
golongan masyarakat miskin. Studi kasus Lela Gulati (1981) “lima orang wanita miskin di
Kerala, India, merinci kerja mereka sehari-hari dan menguras tenaga mereka berjam-jam,
hanya dengan jumlah kalori dibawah kebutuhan. Seorang informan Dolci, “Aku memeras
otak setiap hari untuk mencari apa yang bisa dikerjakan. Supaya mampu hiidup, engkau harus
pandai menggaruk sedikit dari sini dan sedikit dari sana. Kalau tidak engkau mati”.[1] John
Match, “keuletan dan ketahanan yang diperlihatkan oleh para petani kecil itu, kemampuannya
yang luar biasa tanpa membuang-buang waktu mulai menyiapkan lahan untuk tanaman baru
tanpa sedikitpun bantuan”.[2] Orang kecil yang diluputi kecemasan, tidak dapat bermalas-
malasan membiarkan dirinya bodoh. Mereka harus bekerja keras, kapan saja dan dengan cara
bagaimana pun. Banyak dari mereka yang malas dan bodoh, sudah lama mati.
Kelompok Yang Tidak Beruntung
Suatu deskripsi tentang kondisi golongan masyarakat miskin di pedesaan yang dapat dimulaii
dari:

1. Kelompok masyarakat, dapat dibedakan dua macam situasi kemiskinan. Pertama,


secara keseluruhan karena keberadaannya yang jauh terpencil atau tidak memadainya
sumberdaya, atau karena kedua-duanya. Kedua, keadaan masyarakat didalamnya terdapat
ketimpangan yang mencolok antara orang kaya dan orang miskin.
2. Perseorangan,, ketidak adilan yang dialami kaum wanita. Kaum wanita lebih miskin
daripada kaum pria.
Rumah tangga sebagai kesatuuan ekonomi, pusat untuk berproduksi, mendatangkan
penghasilan, konsumsi keluarga, semakin diakui fungsinya. Karena itu, pendekatan yang kita
lakuka yaitu mengidentifikasi kelompok keluarga yang tidak beruntung. Aspek
ketidakberuntungan mencangkup hal-hal: membuat miskinnya suatu rumah tangga, ketiadaan
kekayaan atau aset, kurang mengalirnya makanan dan uang. Dapat diuraikan lima kelompok
ketidak beruntungan kemiskinannya sendiri, kelemahan jasmani, kerentanan, isolasi dan
ketidak berdayaan. Faktor-faktor tersebut dapat menyajikan suatu gambaran keseluruhan
kemiskinan suatu rumah tangga.

1. Rumah tangga yang miskin. Persediaan dan arus makanan atau uang dalam keluarga
sedikit sekali, tidak menentu, musiman dan tidak mencukupi.
2. Rumah tangga yang lemah jasmani. Karena parasit, penyakit atau kurang gizi. Bayi-
bayi yang dilahirkan memiliki berat badadan diibawah normal. Semua anggota keluarga rata-
rata bertubuh kecil dengan pertumbuhan badan yang tidak maksimal.
3. Rumah tangga tersisih dari arus kehidupan. Terisolasi dari dunia luar(temapat
tinggalnya di daerah pinggiran, terpencil dari pusat keramaian dan jalur komunikasi, atau
jauh dari pusat perdagangan, pusat komunikasi dan pusat diskusi di desa).
4. Rumah tangga yang rentan. Sedikit sekali memiliki penyangga untuk menghadapi
kebutuhan yang mendadak. Musibah dan kewajiban sosial, kegagalan panen, kelaparan,
kecelakaan, penyakit, kematian, pembayaran mahar dan mas kawin, biaya perkara atau
denda, menjadikan rumah tangga tersebut semakin melarat.
5. Keluarga tidak berdaya. Buta huruf, jauh dari bantuan hukum, padahal harus bersaing
untuk mendapatkan pekerjaan dan pelayanan pemerinta, sehingga mennjadi sasaran empuk
bagi penyalah gunaan kaum lebih kuat. Kedudukan sosialnya berada ditingkat paling bawah.

BAB VII
MENDAHULUKAN YANG TERAKHIR
Agar rakyat pedesaan tidak tidak dirrugikan dan lebih diuntungkan, maka diperlukan adanya
arus balik : arus balik dalam hal keruanagan yang menyangkut tempat kerja dan hidup kaum
profesional, serta pemerataan sumber daya dan kebijakan : arus balik tata nilai dan profesi
kaum profesional dalam menentukan prioritas mana yang harus didahulukan dan yang
memungkinkan untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan sumberdaya oleh dan untuk
golongan miskin dalam keadaan sumberdaya dan kesempatan yang masih terpendam antara
disiplin, profesi dan instansi. Untuk menggerakkan arus balik ini dipetrlukan kaum
profesional yang berjiwa plopor dan menganut aliran multi disiplin yang terus menerus
mempertanyakan siapa yang akan dirugikan dan siapa yang diuntungkan dari setiap pilihan
dan tindakan yang diambilnya.

-Arus balik keruangan


Arus balik keruangan menyangkut pemusatan keterampilan, kekayaan dan kekuasaan pusat,
yang mengalirkan dan melenyapkan sumber daya dari pinggiran. Keaadaaan ini ditopang oleh
dua aspek utama yaitu : dimana orang tempat tinggal bekerja dan dimana kekuasaan dan
sumber daya berada. Dan arah yang harus ditempuh dalam arus balik keruangan adalah
meningkatkan dan memperluas kehidupan desa guna mendukung penduduk yang lebih besar
dan membuatkan opemecahan masalah di kota-kota.

-Arus balik nlai-nilai profesional


Nilai dan prefrensi kaum profesional merupakan sasaran pertama dari upaya menggerakkan
arus balik. Sekali-kali dengan fungsi yang sesuai dengan hakekatnya, pendidikan dan
pelatihan mendorong pemikiran dan pandangan yang bebas serta keberanian untuk bersilang
pendapat dengan guru dan pendidik termasuk memilih pokok-pokokmasalah diluar kebiasaan
yang layak dijadikan bahan pelajaran dan penelitian.

-Arus balik dalam kesenjangan


untuk mengimbangkan kesempitan pemikiran karena spesialisasi, salah satu upaya yang
umum dilakukan adalah melalui pendekatan multi disiplin menggabungkan disiplin ilmu
dengan disiplin ilmu lainnya. Anggapan yang mendasarinya adalah bahwa untuk etiap tujuan
seperti penelitian, penilaian proyek, pemantauan atau evaluasi semua aspek permasalahan
dapat dikaji dari berbagai sudut pandangan apabila diterapkan sebanyak mungkin displin
ilmu yang relevan.

-Politik ekonomi yang menyeluruh


Politik ekonomi lebih merupakan seperangkat pertanyaan daripada seuah disiplin ilmu. Dan
program pembangunan pedesaan disiplin ilmu ini terutama mempertanyakan siapa yang
diuntungkan dan siapa yang durugikan. Pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar ini
biasanya diserahkan pada iolmuan sosial, namun pertanyaan-pertanyaan seperti itu terlalu
penting dan terlalu luas jangkauannnya untuk dibatasi.

-Profesionalisme baru
Pembangunan desa dapat dirumuskan kembali segabai upaya yang mencangkup penyediaan
peluang bagi kaum wanita dan pria miskin di desa untuk menuntut dan menguasai lebih
banyak manfaat pembangunan. Diimbangkan dengan kebijakan ekonomi yang memperhatika
siapa yang akan dirugikan. Tindakan-tindakan yang layak, kiranya dapat ditemukan di semua
pihak, baik yang miskin maupun yang kaya sama-sama memperoleh keuntungan tanpa ada
yang dirugikan.

Prioritas
Betapa pun banyaknya kata-kata retorika seperti partisipasi, penelitian partisipatif, keikut
sertaan masyarakat dan sebagainya, pada akhirnya “orang luar” juga yang berusaha
memaksakan perubahan. Semakin banyak mengetahui prioritas orang miskin, akan lebih
mudah untuk merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan.

Dalam memahami prikehidupan petani miskin, kita tidak boleh lupa akan faktor-faktor yang
memberikan dampak yang berbeda-beda dan yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan
serta kondisinya, seperti faktor kelangkaan lahan pertanian(Asia), tuan tanah yang
memuas(Amerika Latin), atau tingkat produktivitas yang rendah didalam keadaan tanah
garapan yang melimpah(Afrika).

Ada dua strategi yang dominan untuk melangsungkan kehidupan.seorang Yunani,


Archilochus, menciptakan sebuah pribahasa kuno yang berbunyi “seekor rubah mencari
mangsa kecil-kecil, tetapi seekor landak mengintip mangsa yang lebih besar”(Borlin.1953).
secara garis besar, rakyat miskin di pedesaan dapat kita bagi kedalam golongan rubah dan
landak.
Golongan rubah mengerjakan pekerjaan kecil-kecil dengan pekerjaan serabutan, termasuk
betani kecil-kecilan. Kaum miskin dari golongan ini secara teratur melakukan migrasi
musiman diluar desa atau kota-kota, setiap musim packlik. Produktivitas usaha dan pekerjaan
yang dilakukan umumnya rendah yang memberikan pendapatan rendah pula: bertanam
sayuran atau buah-buahan di tanah kosong, pekerja lepas pada proyek bangunan dan jalan,
mengumpulkan dan menjual barang bekas, memelihara kambing, menjual jasa mengangkut
hasil bumi, berdagang kecil-kecilan, bahkan mengemis dan mencuri.

Golongan landak yang tergantung pada satu pekerjaan atau perusahaan. Orang-orang yang
terikat kerja dengan seorang keluarga atau majikan seolah-olah menjadi anggota keluarga
yang bersangkutan, atau terikat kerja karena mempunyai hutang seumur hidup. Mereka
terjamin mendapat makanan setiap hari, tetapi tidak dapat melepaskan diri. Mereka
terbelengu dalam suatu ketergantungan hidup.
Dalam menghadapi tantangan kehidupan, kaum miskin mempunyai dua strategi,
dikategorikan dalam prilaku(Albert Hirschman.1970):
1. Menyingkir adalah strategi yang dilakukan mereka melalui migrasi atau dengan
menyekolahkan anak, dengan harapan kelak akan memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang
layak ditempat lain.
2. Bersuara, diwujudkan melalui pengorganisasian kekuatan, protes atau unjuk perasaan.
3. Menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang ada
Prioritas masyarakat miskin cenderung kearah kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan
sumber pendapatan. Mereka lebih menyukai bantuan berupa sarana untuk melakukan
kegiatan produktif dan perdagangan daripada hal-hal yang bersifat konsumtif.

Anda mungkin juga menyukai