Anda di halaman 1dari 45

KEBIJAKAN PIMPINAN PONDOK PESANTREN DALAM

MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN FORMAL DI


PONDOK PESANTREN ZULHIJJAH TERATAI
MUARA BULIAN KABUPATEN
BATANG HARI

PENELITIAN

Oleh :

NUR’AINI, S.HI, M.Pd.I


NIDN : 2119097902

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUARA BULIAN
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Sepanjang sejarah Pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan


maupun lembaga keagamaan memang cukup menarik untuk di cermati
dan diperbincangkan dari berbagai sisi. Terlebih pada saat munculnya
istilah-istilah era tinggal landas, modernitas, globalitas, pasar bebas, dan
lain sebagainya. Adapun yang menjadi fokus perbincangan atau
pertanyaan dari berbagai pihak adalah bagaimana peran atau posisi
pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan di tengah-tengah arus
modernisasi atau globalisasi, apakah pesantren akan tetap teguh
mempertahankan posisinya sebagai lembaga “tafaqquh fiddin” (yang
hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam saja) secara mandiri yang
bercorak tradisional atau pesantren diharuskan untuk “ikut-ikutan”
melakukan proses “pemodernisasian” sistem, mulai dari perombakan
kurikulum sampai pada perubahan manajemen pengelolaan.
Hal ini tentunya tergantung dengan model manajemen dan
kepemimpinan seorang kyai yang diterapkan di sebuah pondok pesantren
dalam merespon perubahan tersebut. Sebab secara umum, dari segi
kepemimpinan pesantren secara kukuh masih terpola secara sentralistik
dan hirakis, terpusat pada seorang kyai. kyai sebagai salah satu unsur
dominan dalam kehidupan sebuah pesantren, ia mengatur irama
perkembangan dan keberlangsungan kehidupan suatu pesantren dengan
keahlian, kedalaman ilmu, karismatik, dan keterampilannya. Sehingga
tidak jarang sebuah pesantren tanpa memiliki manajemen pendidikan
yang rapi, sebab segala sesuatu terletak pada kebijaksanaan dan
keputusan kyai. Sehingga dibutuhkan sosok kyai yang mempunyai
kemampuan, dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan
peran-peran tersebut. Berdasarkan beberapa peran tersebut, peran yang
paling vital adalah dalam hal kepemimpinan.
2

Hal ini tak lepas dari pentingnya kepemimpinan kyai itu sendiri
dalam mengelola pesantren, karena di dalam pesantren kyai merupakan
tokoh kunci yang sangat menentukan berhasil tidaknya pendidikan yang
ada di pesantren. Selain itu, juga merupakan uswatun hasanah, reprentasi
serta idola masyarakat sekitarnya, 14 sesuai dengan yang Allah perintah
kan dalam suroh Al- ahzab ayat 21 :

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri


teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.15
Pemakaian konsep pengaruh mempengaruhi di dalam
kepemimpinan memperhatikan langkah kearah keadaan umum dan
abstrak, sehingga secara tidak langsung menyatakan adanya pengaruh
yang mengubah tingkah laku. Disini terlihat adanya hubungan timbal balik
antara pemimpin dan pengikutnya yang mana secara singkat dapat
dilakukan juga dalam praktek kepemimpinan yang akan mempengaruhi
akan tingkah laku kelompok dan aktivitas kelompok dan pada waktunya
anggota kelompok akan mempertanggung jawabkan tindakannya pada
pemimpin.16
Misi yang dimiliki pemimpin secara tidak langsung dipengaruhi
oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi, nilai-nilai yang dianutnya, situasi-
situasi, etika dan budaya. Misi pemimpin, etika dan budaya berpengaruh

14
Kasful Anwar, Kepemimpinan pesantren Menawarkan Model Kepemimpinan Kolektif
Dan Respontif (Jambi: Sulthan Thaha Press IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, 2011),
hal.1-2.
15
Anonim, Al- qur’an dan Terjamahan (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal. 595.
16
Rival, Veithzal, Arviyan Arifin, Islamic Leadership: Membangun Superledership Melalui
Kecerdasan Spritual (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 34.
3

langsung terhadap cara memimpin mengarahkan, menentukan tujuan,


sasaran, dan keterbatasan untuk bertindak berpengaruh langsung
terhadap kegiatan-kegiatan pemmimpin. Akan tetapi, secara tidak
langsung dipengaruhi oleh budaya, etika, lingkungan, dan harapan.
Akhirnya, hasil atau dampak secara langsung dipengaruhi kegiatan-
kegiatan dan secara tidak langsung dipengaruhi lingkungan dan
harapan.17
Al-qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan allah sebagai
pengemban amanah, diantara amanah yang dibebankan kepada manusia
adalah memakmurkan kehidupan di bumi, karena sangat mulianya
manusia sebagai pengemban amanah allah maka manusia diberi
kedudukan sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. 18 Sebagaimana
Allah berfirman dalam surah Al-baqroh ayat 30:

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:


"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."19
Peranan sebagai pemimpin pendidikan antara lain sebagai
personnal, educator, manager, administrator, supervisor, social, leader,
entrepreneur, and climator. Sebagai personal, ia harus memiliki integritas

17
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), hal. 280.
18
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 15.
19
Anonim, Al- qur’an dan Terjamahan (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal. 6.
4

kepribadian dan akhlak mulia, pengembangan budaya, keteladanan,


keinginan yang kuat dalam pengembangan diri, keterbukaan dalam
menghadapi masalah dalam pekerjaan, bakat dan minat jabatan sebagai
pemimpin pendidikan. Sebagai educator, ia berperan merencanakan,
melaksanakan, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih,
meneliti dan mengabdi kepada masyarakat khususnya bagi dosen.
Sebagai manager, ia melakukan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan. Sebagai administrator, ia harus mampu
mengelola ketata usahaan sekolah dalam mendukung pencapain tujuan
sekolah/madrasah. Sebagai supervisor ia merencanakan supervisi untuk
meningkatkan profesionalisme guru.
Sebagai seorang yang sosial, ia bekerja sama dengan pihak lain
untuk kepentingan sekolah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan (empati) sosial terhadap orang
dan atau kelompok orang. Sebagai leader, ia harus mampu memimpin
sekolah secara optimal. Sebagai entrepreneur, ia harus kreatif (termasuk
inovatif), bekerja keras, etos kerja, ulet (pentang menyerah), dan naluri
kewirausahaan. Sebagai climator, ia harus mampu menciptakan iklim
sekolah yang kondusif.20
Grand tour awal penulis di Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai
Muara Bulian menemukan bahwa pondok pesantren ini merupakan salah
satu lembaga pendidikan salafiyah yang dipadukan dengan pendidikan
formal modren yang tidak mengurangi citra dari pondok salafiyahnya yang
berada di Kelurahan Teratai Muara Bulian Kabupaten Batang Hari.
Apabila dikaitkan antara kebijakan pimpinan pondok pesantren dalam
meningkatkan pendidikan formal di pondok pesantren zulhijjah maka ada
bebearapa hal yang perlu diperhatikan, pertama, terlihat bahwa
pendidikan formal yang sebelumnya tahun 1995 M / 1415 H termasuk
Madrasah Stanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MAS) kemudian
berubah sejak tahun 2001 (SMP), 2005 (SMA) sampai sekarang menjadi

20
Husaini Usman, Op. Cit., hal. 278.
5

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).


Kedua, dengan adanya kebijakan pimpinan pondok pesantren zulhijjah
merubah dari MTs dan MAS menjadi SMP dan SMA sampai saat ini
menjadi salah satu sebab bertambahnya minat masyarakat untuk
menitipkan atau menyekolahkan anaknya di Pondok Pesantren tersebut
terhitung santri saat ini (2018).
Berdasarkan grand tour di atas menurut penulis terdapat
permasalahan dalam pengertian yang sepesifik, dalam hal kebijakan
pimpinan Pondok Pesantren mengganti sistem pendidikannya, yang
membuat minat masyarakat sangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya
di pondok pesantren tersebut.
Oleh karena itu merasa tertarik untuk meneliti keberlanjutan
tentang: “Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren dalam
Mengembangkan Pendidikan Formal di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian”

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah yang dipaparkan
sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam proposal
skripsi ini adalah:
1. Bagaimana langkah-langkah kebijakan pimpinan Pondok Pesantren
dalam mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren
Zulhijjah Teratai Muara Bulian?
2. Apa kendala yang dihadapi pimpinan pondok pesantren dalam
mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian?
3. Bagaimana Upaya dan solusi pimpinan Pondok Pesantren Zulhijjah
dalam mengatasi kendala untuk mengembangkan pendidikan formal
di Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian?
6

C. Fokus Penelitian
Untuk menghindari meluasnya pokok bahasan dan memudahkan
untuk membahas masalah yang diambil untuk mencapai sasaran yang
diinginkan, maka penulis hanya memfokuskan kebijakan Pimpinan
Pondok Pesantren dalam Mengembangkan Pendidikan Formal di Pondok
Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian, Tahun pelajaran 2017/2018.

D. Tujuan dan Kegunaan Peneliian


A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
a. Ingin mengetahui langkah-langkah kebijakan Pimpinan Pondok
Pesantren dalam mengembangkan pendidikan formal di Pondok
Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian.
b. Ingin mengetahui kendala yang dihadapi Pimpinan Pondok Pesantren
dalam mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren
Zulhijjah Teratai Muara Bulian.
c. Ingin mengetahui upaya dan solusi Pimpinan Pondok Pesantren dalam
mengatasi kendala untuk mengembangkan pendidikan formal di
Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian.

B. Kegunaan Penelitian
a. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana
strata satu (S.1) di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dalam Ilmu
Tarbiyah.
b. Sebagai bahan masukan bagi Pimpinan Pondok Pesantren dalam
mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren Zulhijjah.
c. Menambah khazanah keilmuan terutama jurusan Manajemen
Pendidikan Islam.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori
1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal


dari kata bijak yang artinya selalu menggunakan akal budinya,
pandai, mahir. Kebijakan adalah kemahiran, kepandaian, kebijakan,
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya),
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran, garis
haluan.21
Menurut Terry dalam sugiono menyatakan bahwa: a policy
defines the area in which decisions are to be made, but it does not
give the decision. Policies speel out the sanctioned, general
direction and areas to be followed. A policy is a verbal, written, or
implied overall guide setting up boundaries that supply the general
limits and direction in which managerial action will take place.
Kebijakan dapat didefenisikan sebagai area suatu keputusan
dibuat, oleh karena itu kebijakan itu tidak memberikan keputusan
yang pasti. Kebijakan memberikan arah yang bersifat umum, dan
area yang harus diikuti. Kebijakan bisa lisan, atau tertulis yang
memberikan arah dan batasan secara umum kepada manajer
untuk bertindak.22 Menurut Raymond A. Bauer, the study of policy
formation

21
https://kbbi.web.id/bijak. di Akses Tgl 05 Desember 2017.
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kebijakan (Bandung: ALFABETA, CV, 2017), Cet.1, hal.1

7
Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan
dalam proses pembuatan kebijakan.23

23
William N. Dunn, Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2000), Cet.3, hal.1.

7
8

Rue & Byars juga memuat dalam sugiono menyatakan bahwa


policyadalah: “general guide to action that direct the attainment of
objectives. Polocy does not tell organizational members exactly what to
do, but they do establish the boundaries within which they must operate”.
Kebijaksanaan adalah merupakan panduan umum untuk bertindak dalam
rangka pencapaian tujuan. Policytidak menunjukkan secara pasti kepada
seluruh anggota organisasi untuk bertindak, tetapi hanya memberikan
batas-batas (ruang lingkup) untuk bertindak. 12
Friedrich mengatakan bahwa kebijakan adalah keputusan yang
diusulkan oleh individu, kelompok atau pemerintah yang bertujuan untuk
menyelesaikan suatu permasalahan. George C Edward III memberikan
defenisi kebijakan negara adalah sebagai berikut: “ policy is goverment
say and do, or do not do. It is the goals or purposes ofgoverment
program”. Kebijaksanaan adalah apa yang dinyatakan dan yang dilakukan
atau tidak dilakukan pemerintah. Kebijaksanaan negara itu berupa
sasaran atau tujuan dari program-program yang diusulkan pemerintah. 13
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan disini bahwa, pada
dasarnya kebijkan itu adalah pernyataan individu, kelompok atau
pemerintah, tertulis atau lisan yang merupakan panduan umum untuk
bertindak dalam rangka penyelesaian masalah dan pencapaian tujuan.
Suatu kebijakan memberikan batas-batas keputusan boleh dan tidak
boleh dibuat dan juga hanya memberikan batas-batas (ruang lingkup)
untuk bertindak.
Kebijakan dapat dibuat oleh seorang individu, seperti pimpinan
keluarga. Contoh, bapak sebagai pimpinan keluarga memberikan
kebijakan pada anak-anaknya kuliah (melanjutkan studi keperguruan
tinggi). Berdasarkan kebijakan kuliah tersebut, maka anak-anak

1212
Sugiyono. Op. Cit,. Hal. 2.
1313
Ibid., hal. 2.
9

mempunyai kebebasan untuk memutuskan kuliah dimana saja, memilih


jurusan apa saja, yang penting anak-anak kuliah. Karena kebijakan
merupakan panduan untuk bertindak, maka hal ini berarti kebijakan lebih
luas dari pada keputusan, dan yang membuat kebijakan lebih tinggi
posisinya dari pada yang memberi jenis kebijakan.
Berdasarkan modul pelatihan analisis kebijakan jenis-jenis
kebijakan publik adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan substantif dan kebijakan prosedural. Kebijakan substantif
adalah jenis kebijakan yang menyatakan apa yang dilakukan
pemerintah atas masalah tertentu, misalnya kebijakan pengurangan
angka kemiskinan melalui kebijakan beras miskin. Kebijakan
prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat
dijalankan. Kebijakan ini bersifat lebih teknis, tentang standar dan
prosedur (atau standard operating procedure) kriteria warga
masyarakat yang berhak mendapat bantuan.
b. Kebijakan distributif, kebijakan regulatif dan kebijakan re-distribbutif.
Kebijakan distributif adalah kebijakan yang bertujuan mendistribusikan
atau memberikan akses yang sama atas sumber daya tertentu,
misalnya kebijakan bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kebijakan
regulatif adalah kebijakan yang mengatur prilaku orang atau
masyarakat, misal kebijakan yang menggunakan sabuk pengaman jika
mengenderai atau menjadi penumpang dalam mobil. Kebijakan re-
distributif adalah kebijakan yang mengatur pendestribusian pendapat
atau kekayaan seseorang, untuk didistribusikan kembali kepada
kelompok yang perlu dilindungi untuk tujuan pemerataan, misal
kebijakan pajak progresif, kebijakan subsidi silang, kebijakan subsidi
BBM.
10

c. Kebijakan material dan kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah


kebijakan yang sengaja dibuat untuk memberikan keuntungan sumber
daya yang konkrit pada kelompok tertentu, misalnya kebijakan beras
untuk orang miskin. Kebijakan simbolis adalah kebijakan yang
memberikan manfaat dan penghormatan simbolis pada kelompok
masyarakat tertentu, misalnya kebijakan libur Natal untuk beragama
Kristen/Katolik, libur waisak untuk menghormati orang beragama
budha, atau libur idul fitri untuk menghormati orang beragama islam.
d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang publik dan barang privat.
Kebijakan barang publik adalah kebijakan yang mengatur tata kelola
dan pelayanan barang-barang publik, seperti kebijakan pengelolaan
ruang publik/fasilitas umum, jalan raya. Kebijakan barang privat adalah
kebijakan yang mengatur tata kelola dan pelayanan barang-barang
privat, misalnya pengaturan parkir, penataan pemilik tanah. 14
Dari segi fungsinya kebijakan dibagi atas tiga jenis yaitu: kebijakan
yang bersifat responsif, futuristik, dan antisipatif. Kebijakan responsif
adalah suatu kebijakan yang dibuat karena merespon permasalahan yang
muncul. Contoh, ada masalah bencana alam, lalu dibuat kebijakan untuk
menanganinya. Kebijakan fituristik adalah kebijakan yang dibuat untuk
memberdayakan potensi, dan mencapai tujuan masa depan. Contoh
dalam menghadapi kompetensi abad 21, kebijakan pendidikan seperti apa
yang harus dibuat. Kebijakan antisipatif adalah suatu kebijakan yang
dibuat untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya suatu masalah di
masa depan. Contoh, telah terjadi pembabatan hutan yang tidak
terkendali. Berdasarkan hal tersebut kebijakan apa yang perlu dibuat
supaya hutan yang sudh habis tidak menimbulkan bahaya. 15

1414
Ibid., hal. 4.
1515
Ibid., hal. 5.
11

2. Kebijakan yang Baik


Dari berbagai referensi yang dikaji, dapat dikemukakan di sini
bahwa kebijakan yang baik adalah:
1. Dibuat secara ilmiah, yaitu suatu kebijakan dibuat secara rasional dan
berdasarkan data yang lengkap, akurat dan up-to-date. Oleh karena
itu dalam membuat kebijakan juga harus memperhatikan dan
mempertimbangkan lingkungan kebijakan atau dengan kata lain
memperhatikan faktor-faktor eksternal.
2. Kebijakan yang dibuat harus terbuka terhadap ide dan solusi yang
baru (inivatif, kreatif, dan fleksibel).
3. Tujuan kebijakan adalah untuk memecahkan masalah, antisipasi
masalah, membawa kemajuan organisasi dan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
4. Kebijakan harus adil. Kebijakan dibuat tidak hanya kelompok tertentu
saja, tetapi untuk keseluruhan warga organisasi atau masyarakat
dalam suatu negara.
5. Kebijakan dirumuskan dengan kalimat yeng jelas sehingga tidak
menimbulkan berbagai penafsiran.
6. Kebijakan dibuat untuk waktu yang relatif lama, sehingga tidak sering
ganti kebijakan yang akan membingungkan masyarakat.
7. Kebijakan harus memperhitungkan dampak kebijakan terhadap
semua pihak yang terkait baik secara langsung maupun secara tidak
langsung.
8. Kebijakan yang telah dibuat dapat dilaksanakan secara mudah dan
didukung dengan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain
yang memadai.
9. Sebelum kebijakan diputuskan untuk diberlakukan, maka perlu diuji
coba terlebih dahulu, sehingga dapat diketahui kelemahan dalam
pemahaman dan pelaksanaan. Dengan demikan kebijakan yang
diimplementasikan telah teruji efektivitas dan efisiensinya.
12

10. Kebijakan yang telah diputuskan harus konsisten dilaksanakan. Dalam


ungkapan jawa “ sabda pandito ratu dalam keno wola- wali.”Kebijakan
raja harus tidak boleh plin-plan, tidak boleh mencla-mencle, tidak
boleh dirubah. Oleh karena itu kebijakan harus dibuat rasional,
hati-hati dan teliti, sehingga setelah diputuskan tidak dirubah lagi dan
harus dilaksanakan.
11. Kebijakan yang telah diimplementasikan harus dimonitor
pelaksanaannya dan diukur hasil outcome nya
12. Kebijakan harus dapat merubah prilaku positif orang-orang yang
dikenai kebijakan tersebut.
13. Belajar dari pengalaman kebijakan yang berhasil dan yang gagal
(learens lessons).16
Berdasarkan indikator kebijakan yang baik tersebut, maka peran
peneliti kebijakan menjadi sangat penting, terutama dalam menyiapkan
data yang lengkap, akurat dan up-to-date sebagai bahan untuk
pembuatan kebijakan, serta melakukan uji coba kebijakan sebelum
diputuskan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil kebijakan.

3. Pengertian Pemimpin
Kajian tentang pemimpin, paling tidak ada tiga istilah, yaitu
pemimpin, kepemimpinan, dan memimpin. Pada dasarnya ketiga istilah
tersebut berasal dari kata dasar yang sama yaitu pimpin. Akan tetapi
ketiganya digunakan untuk konteks yang berbeda. Pemimpin adalah suatu
peran dalam sistem tertentu. Oleh karena itu, seseorang dalam peran
formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan belum tentu
mampu memimpin, pemimpin juga pada hakikatnya seorang yang mampu
memengaruhi orang lain didalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan. Kekuasaan itu sendiri berarti kemampuan untuk mengarahkan
dan mempengaruhi bawahan

1616
Ibid,. hal. 6.
13

sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.


17
pengertian sederhana seorang pemimpin adalah orang yang memberi
inspirasi, membujuk, mempengaruhi, dan memotivasi orang lain.
a. Inspirasi: Kemampuan untuk memberi inspirasi kepada orang lain
adalah unsur tertinggi dari kepemimpinan.
b. Persuasi: Persuasi atau bujukan adalah aspek penting lainnya dari
peran seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus bisa mengubah
pikiran atau bertindak tegas.
c. Pengaruh (influence): hampir mirip dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan sering didepenisikan sebagai proses mempengaruhi
orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.
d. Motivasi: juga bagian dari tugas pemimpin. Memotivasi orang lain
berarti mengajak orang lain untuk bekerja lebih keras. 18
Pengertian lain juga disebutkan pemimpin itu manager. 19Manager
adalah seorang yang memiliki keahlian menjalankan tugas-tugas
managerial. Tugas-tugas managerial mencakup fungsi organik dan fungsi
subtantif. Fungsi organik manajemen mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian, serta
evaluasi. Fungsi substantif manajemen berkaitan dengan pengelolaan
personalia, keuangan, sarana dan prasarana, kehumasan lembaga,
layanan khusus, dan lain-lain. 20 Sebagai pemimpin hendaknya dapat
memotivasi santri/santriwati agar bergairah dan aktif belajar dipendidikan
bukan di pondok pesantrennya saja akan tetapi dipendidikan formal juga.

1717
Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda Dalam Berbagai Prestasi (Jakarta: PT
INTIMEDIA CIPTANUSANTARA, 2008), hal. 17.
1818
Andrew J.Dubrin, The Complete Ideal’s Guides: Leadership (Jakarta: Prenada,
2009), hal. 10.
1919
Ibid., hal. 7.
2020
Sudarwan Danim, Suparno, Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional
kepala sekolahan: visi dan strategi sukses era teknologi, situasi krisis, dan internasional
pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 4.
14

Dalam upaya memberikan motivasi, pemimpin dapat menga


nalisis motif-motif yang melatar belakangi santri/santriwati malas belajar
terutama dipendidikan formal dan menurun prestasinya. Setiap saat
pemimpin harus bertindak sebagai motivator. Karena dalam intraksi
edukatif tidak mustahil ada diantara santri/santriwati yang malas belajar
dan sebagainya.
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan santri/santriwati. Penganeka ragaman gaya kepemimpin
memberikan penguatan dan sebagainya. Upaya pimpinan dalam
memotivasi santri/santriwati untuk belajar mempunyai tujuan yaitu agar
menjadi anak yang shaleh, cerdas, dan berperadaban, pendidikan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kewajiban mendidik anak yaitu
dengan cara yang sangat baik.21
Untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan era kini
diperlukan kejelian dalam menghadapi segala permasalahan yang ada, di
samping itu juga harus mempunyai kemampuan memimpin dan
kemampuan intelektual yang tidak diragukan sehingga didalam
menetapkan suatu kebijakan dapat diterima, baik oleh masyarakat luas
maupun di dalam organisasi yang dipimpinnya. Selain itu, seorang
pemimpin hendaknya mempunyai karisma, ini diperlukan untuk melakukan
transformasi atau perubahan dalam organisasi dan juga transformasi
dalam pemikiran individu serta pihak-pihak yang ada dalam organisasi. 22
Pemimpin juga perlu memahami keterampilan dan
kemampuan pengikutnya dan dapat menggunakan keterampilan
dan kemampuan pengikutnya. Pemimpin harus fleksibel,
kolaboratif, dan dapat menggerakkan orang lain untuk mencapai
tujuan perusahaan/pendidikan.

2121
Muhammad Thalib, Seni Dan Sikap Islami Mendidik Anak (Yogyakarta: MU Media,
2011), hal. 9.
2222
Rival, Veithzal, Arviyan Arifin, Op.Cit., hal. 8.
15

Perlu diketahui hakikat diutusnya Rasul Allah kepada manusia


sebenarnya hanya untuk memimpin umat dan mengeluarkannya dari
kegelapan menuju cahaya yang terang, 23 sebagaimana firman Allah swt
dalam suroh An-Nahl ayat 36 yang berbunyi:

Artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-


tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-
orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu
dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul).”24
Berdasarkan uraian tentang pemimpin yang telah diuraikan
diatas peneliti menganalisis bahwa pemimpin itu adalah seseorang yang
telah berkuasa dan memiliki kekuasaan terhadap apa yang ia pimpin. Dan
mampu menginspirasi, membujuk, mempengaruhi dan memotivasi dan
terlebih-lebih menjadi uswatun hasanah dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga pemimpin itu menjadi karismatik, wibawa, dan disegani oleh
setiap orang yang dipimpinnya.
4. Keterampilan

Peranan para pemimpin dalam pentas sejarah kemanusiaan dan


kebudayaan sangat signifikan dalam menentukan arah dan kualitas

Ibid., hal. 609.


2323

Anonim, Al- qur’an dan Terjamahan (Jakarta: CV. Pustaka Al-Kautsar, 2010), hal.
2424

271.
16

kehidupan umat manusia, baik dalam keluarga maupun organisasi dan


masyarakat, serta Negara pada suatu bangsa. Pada prinsipnya proses
kepemimpinan dapat berlangsung dimana saja dan setiap waktu.
Peranan para pemimpin dalam pentas sejarah kemanusiaan dan
kebudayaan sangat signifikan dalam menentukan arah dan kualitas
kehidupan umat manusia, baik dalam keluarga maupun organisasi dan
masyarakat, serta Negara pada suatu bangsa. Pada prinsipnya proses
kepemimpinan dapat berlangsung dimana saja dan setiap waktu. Dapat
ditegaskan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi sebagian
besar ditentukan oleh mutu kepemimpinan yang dimiliki orang-orang yang
diangkat atau diserahi tanggung jawab sebagai manager atau pemimpin
dalam suatu organisasi. Para pemimpin harus memiliki keterampilan dan
sifat-sifat yang baik sebagai syarat bagi seorang pemimpin dalam
organisasi tertentu.25
Dari pemaparan tentang keterampilan yang baru di uraikan
sebelumnya penulis mengambil kesimpulan bahwa keberhasilan
suatu organisasi atau instut tergantung dari pada bagaimana
seorang pemimpin dalam memimpin organisasi atau instutnya.
5. Sifat Pemimpin
Tidak seorangpun begitu lahir betul-betul siap menjadi pemimpin.
Meskipun setiap orang memiliki bakat atau potensi yang memungkinkan
dirinya akan menjadi pemimpin yang baik namun perlu dikembangkan
dalam pengalaman, pendidikan dan latihan-latihan. Beberapa bakat dari
pemimpin yang baik menurut Overton, mencakup:
a. Kejujuran dan integritas
b. Keberanian/semangat
c. Keinginan/dorongan memimpin

Syafaruddin, Kepemimpinan Pendidikan Akuntabilitas pendidikan dalam Konteks


2525

Otonomi Daerah (Ciputat: Quantum Teching Ciputat Pres Group, 2010), hal. 69.
17

d. Percaya diri
e. Kecerdasan
f. Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan
Berdasarkan hal ini inti kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi orang lain. Menurut Overton para pemimpin memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dan orang yang memiliki
kewenangan managerial. Pemimpin yang baik, akan berkomunikasi
secara: enerjik, antusias, keberanian, ambisi, bersemangat/bernafsu,
menarik/memikat. Karismatik dan sifat pemimpin yang baik perlu dipahami
oleh setiap pemimpin, baik sebagai individu maupun pemimpin
dalamorganisasi. Pemimpin harus memiliki pemimpin yang baik agar dia
berhasil dalam memimpin.
Adapun sifat kepemimpinan yang baik adalah pemimpin yang
jujur, berpengetahuan luas, berani dan mampu mengambil keputusan,
dapat dipercaya, berinisiatif, bijaksana, tegas, adil, bisa menjadi teladan,
ulet, loyalitas, tidak mementingkan diri sendiri, antusias simpatik, dan
rendah hati. Sifat lemah lembut, tidak berhati kasar, pemaaf, mau
memohonkan ampun orang bersalah (rendah hati, suka bermusyawarah,
istiqomah dan bertawakal (berserah diri kepada Allah). 26
Sintesis dari uraian tentang sifat pemimpin menurut penulis
adalah seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik dan
menjadi tauladan dalam kebaikan dan mampu mempengaruhi kepada
kebaikan.
6. Gaya Kepemimpinan
Karena gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana
seseorang bertindak dalam konteks organisasi, maka cara termudah
untuk mengetahui berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis
organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu
gaya tertentu.

2626
Ibid., hal. 71-72.
18

Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang
sudah berada dalam posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih
berpikir-pikir mengenai potensi kecakapan mereka. Ada lima gaya
kepemimpinan :
a. Birokratis
Satu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus menerus
kepada aturan-aturan organisasi.
b. Permisif (serba membolehkan)
Disini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam
kelompok tersebut puas.
c. Laissez-faire
Berasal dari bahasa prancis yang sejatinya menunjukkan pada
doktrin ekonomi yang menganut paham tanpa campur tangan pemerintah
dibidang perniagaan, sementara dalam praktek kepemimpinan, si
pemimpin mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya untuk melakukan
apa saja yang mereka kehendaki. Gaya ini membiarkan segala
sesuatunya berjalan dengan sendirinya.
d. Partisipatif
Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk
memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses
pengambilan keputusan.
e. Otokratis
Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepala yang berwenang
dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan
apa-apa kecuali jika diperintahkan.27
Analisis dari gaya pemimpin menurut penulis adalah kesemua dari
pada gaya ini adalah bagus akan tetapi gaya ini akan berhasil apabila
gaya ini digunakan kepada penggunaan yang pas, sehingga dalam
kepemimpinannya menjadi efektif dan efesien.

2727
bid, hal. 70
19

Dengan gaya yang tidak pas dalam suatu institut/organisasi akan


mengakibatkan kehancuran dalam instut/organisasi tersebut meskipun
tidak konstan kejadiannya.
7. Gaya Pengambilan Keputusan Manajemen
Faktor penting dalam proses pengambilan keputusan adalah
permasalahan yang harus dihadapi. Dalam kehidupan organisasi mutlak
diperlukan kemampuan untuk melihat, mengenal, dan mengidentifikasi
permasalahan. Banyak hal dapat dikatakan permasalahan, dipandang dari
segi pengambilan keputusan, manakala pihak tertentu khususnya manajer
memiliki tujuan yang jelas dan yang sedang diusahakan realitasnya.
Untuk merealisasikan tujuan, aktivitas perencanaan harus
dilakukan terlebih dahulu secara sederhana maupun rumit sehingga timbul
aktivitas yang efektif dengan rencana tertentu sebagai standar melakukan
aktivitas dalam organisasi.
Terjadinya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan
merupakan salah satu contoh suatu permasalahan yang ada dalam
organisasi dan memerlukan aktivitas pengambilan keputusan manager,
Karena otoritasnya dalam suatu organisasi dipenuhi dengan serangkaian
pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif tindakan dalam
penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Pengambilan keputusan
merupakan komponen aktivitas manager, terutama apabila manager
tersebut menjalankan perencanaan. Dalam proses perencanaan tersebut
manager menetapkan tujuan organisasi, sumber daya yang akan
digunakan, dan bawahan mana yang akan menjalankan setiap tugas yang
telah ditetapkan.
Manager dalam pengambilan keputusan dapat berperan dalam
berbagai macam gaya. Pada beberapa organisasi seringkali terdapat
variasi gaya pengambilan keputusan manajemen antara satu manajer
dengan manajer yang lain.
20

Gaya manager dalam mengambil keputusan akan banyak


diwarnai oleh beberapa hal seperti latar belakang pengetahuan, perilaku,
pengalaman, dan sejenisnya.
Secara umum gaya pengambilan keputusan yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1. Manager mengambil keputusan sendiri dengan menggunakan
masukan informasi yang tersedia pada waktu tertentu.
2. Manager memperoleh informasi yang diperlukan dari pada bawahan
dan kemudian menetapkan keputusan yang dipandang relevan. Peran
yang dimainkan oleh orang lain adalah lebih, dalam hal informasi yang
diperlukan kepada manajer dari pada rumusan atau penilain alternatif.
Manager membicarakan permasalahan yang dihadapi organisasi
dengan para bawahan secara individual dan mendapatkan gagasan
dan saran-saran tanpa melibatkan para bawahan sebagai suatu
kelompok. Kemudian manajer mengambil keputusan yang dapat atau
tidak dapat mencerminkan masukan atau intuisi maupun aspirasi para
bawahan.
3. Keputusan yang diambil dapat atau tidak mencerminkan masukan
intuisi dan aspirasi para bawahan.
4. Manager membicarakan situasi keputusan dengan para bawahan
sebagai suatu kelompok dan kelompok menyusun serta menilai
alternatif.
5. Manager tidak bermaksud untuk mempengaruhi para bawahan dan
berkeinginan untuk menerima implementasi serta merealisasikan setiap
keputusan hasil musyawarah bersama.
Pengambil keputusan (manager) sebagai seorang yang
melakukan pengambilan keputusan harus memenuhi berbagai kriteria
dasar, terutama syarat intelektual dan mental. Hal ini dimaksudkan untuk
dapat melakukan pengambilan keputusan secara bertanggung jawab.
Manajer harus mampu membedakan antara tanggung jawab untuk
mengambil keputusan dengan
21

tanggung jawab untuk menjalankan keputusan. Dalam organisasi,


seringkali timbul keputusan untuk membentuk pusat penyimpangan
informasi.
Hal ini terjadi apabila terdapat beberapa keputusan yang
harus diambil dan sangat bergantung pada kelancaran dan
ketetapan analisis, interprestasi dan evaluasi informasi yang
tersedia bagi pengambilan keputusan. 28
8. Pondok Pesantren

Pondok Pesantren adalah pendidikan Islam tertua di


Indonesia yang telah berabad-abad lamanya tumbuh dan
berkembang di bumi indonesia yang kita cintai ini. Pondok
Pesantren telah tercatat mempunyai peranan penting dalam
sejarah pendidikan di tanah air kita, serta telah banyak
menyumbangkan amal baktinya yang tidak terhingga nilainya,
terutama dari mencerdaskan rakyat/warga Negara. Di Indonesia,
istilah Pesantren lebih populer dengan sebutan Pondok Pesantren,
Pondok berasal dari bahasa arab yang berarti Hotel, Asrama, dan
tempat tinggal sederhana.
Secara kultur menunjukkan bahwa Pesantren lahir dari
budaya Indonesia. Dari sini Madjid berpendapat bahwa secara
historis Pesantren tidak hanya mengandung makna keislaman,
tetapi juga makna keaslian indonesia. Sebab, memang cikal bakal
lembaga pesantren sebenarnya sudah ada pada masa Hindu-
Budha, dan islam meneruskannya, melestarikannya, dan
mengIslamkannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Karel A.Steenbrink,
“secara terminilogi dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren,
dilihat dari segi bentuknya, dan sistemnya, berasal dari India.
Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut

2828
Siswanto, Pengantar Manajemen (Jakarta:Buni Aksara, cet, 2011), hal. 178-179.
21

telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran


Agama Hindu di Jawa. Setelah
22

Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil oleh
Islam.
Tidak banyak referensi yang menjelaskan tentang kapan Pondok
Pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada
zaman permulaan. Bahkan istilah Pondok Pesantren, kyai dan santri
masih diperselisihkan. Ada bebarapa istilah yang ditemukan dan sering
digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas
Indonesia yang lebih terkenal disebut dengan Pesantren. 29 Di Jawa
termasuk Sunda Madura umumnya dipergunakan istilah pesantren atau
Pondok.
Pengertian atau ta’rif Pondok Pesantren tidak dapat
diberikan dengan batasan yang tegas, melainkan terkandung
fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan
pengertian Pondok Pesantren. Setidaknya ada 5 (lima) ciri yang
terdapat pada suatu lembaga Pondok Pesantren: 1) Kyai 2) Santri
3) Pengajian 4) Asrama dan 5) Masjid dengan aktivitasnya. 30
Syarif Yahya menjelaskan tentang Pondok Pesantren dalam
bukunya Kamus Pintar Agama Islam bahwa Pondok berasal dari
funduk dalam Bahasa Arab yang berarti ruang tidur, dan shastri
dalam Bahasa Sanskerta yang berarti orang yang mempelajari
bahasa. Dalam konteks Pesantren Indonesia, berarti tempat tinggal
dan sekaligus tempat belajar para santri.31
Perkataan Pesantren berasal dari kata santri, dengan
awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal santri.
Sedangkan asal usul kata santri dalam pandangan Nurkholish
Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Yang pertama, ‘sastri’
sebuah kata dari bahasa ‘sanksekerta’ yang artinya melek huruf.

2929
Kasful Anwar, “Kepemimpinan Pesantren Menawarkan Model Kepemimpinan Kolektif
dan Responsif (Jambi: Sulthan Toha Press IAIN STS Jambi, 2011), hal. 50.
3030
Ibid, hal. 52.
3131
Syarif Yahya, Kamus Pintar agama Islam (Bandung: Nuansa Cendikia, 2014), hal.
216.
22

Pendapat ini menurut Madjid agaknya didasarkan atas kaum santri


adalah kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha
23

mendalami ajaran Agama melalui kitab-kitab yang bertulisan dan


berbahasa Arab. Yang kedua kata santri berasal dari bahasa Jawa
‘cantrik’ berarti seseorang yang selalu mengikuti guru kemana guru itu
pergi menetap.32

Mukti Ali mendefenisikan beberapa karakteristik yang menjadi ciri


khas Pesantren sebagai berikut:
a. Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kyai, hal ini karena
mereka tinggal di dalam Pondok,
b. Tunduknya santri kepada kyai,
c. Hidup hemat dan sederhana benar-benar dilakukan di Pesantren,
d. Semangat menolong diri sendiri amat terasa dikalangan santrii
Pesantren,
e. Jiwa tolong menolong dalam suasana sangat mewarnai pergaulan di
Pondok Pesantren
f. Kehidupan berdisiplin sangat ditekankan dalam kehidupan Pesantren
g. Berani menderita untuk mencapai tujuan adalah salah satu pendidikan
yang diperoleh di pesantren,
h. Kehidupan agama yang baik diperoleh santri di Pesantren. 33
Dari beberapa penjelasan di atas tentang pesantren peneliti meng
analisis bahwa Pondok Pesantren adalah salah satu pendidikan kuno
modren yang didalamnya itu mengkaji kitab-kitab klasik dan ilmu agama
serta melatih diri jadi mandiri menjadi manusia yang bagus. Yang dicirikan
Pondok Pesantren itu adalah dengan Kyai, Masjid, Pondok/asrama, kitab
klasik.
Pondok Pesantren perlu merubah sistem pemilihan pimpinan ke
arah sistem yang lebih ideal yang disertai dengan kaderisasi yang
memadai, dan seorang kyai sebagai pemimpin di Pondok Pesantren jelas
memerlukan suatu respon yang tepat untuk dapat menumbuhkan dan
membangun pesantren menjadi lembaga pendidikan,
3232
Kasful Anwar, Op.Cit, hal. 51
3333
Ibid., hal. 11
24

yang dapat memberikan keuntungan bagi santri untuk meningkatkan hasil


belajar dan kesalehan prilaku mereka, serta memberi kepuasan kepada
masyarakat melalui lulusannya yang dapat memberi kontribusi positif bagi
masyarakat.34
Masa lalu, pengajaran kitab-kitab klasik, terutama karangan-
karangan ulama yang menganut faham syafi’iyah, merupakan satu-
satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan
Pesantren.Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon
ulama. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka pendek
(misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita-cita jadi ulama,
mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal perasaan
keagamaan.
Kebiasaan semacam ini terlebih-lebih dijalani pada waktu bulan
Ramadhan, sewaktu umat Islam diwajibkan berpuasa dan menambah
amalan-amalan ibadah, antara lain sholat sunat, membaca Al-Quran dan
mengikuti pengajian. Para santri yang tinggal sementara ini janganlah kita
samakan dengan para santri yang tinggal bertahun-tahundi Pesantren
yang tujuan utamanya ialah untuk menguasai berbagai cabang.
Begitu pentingnya pendidikan bagi setiap manusia, karena tanpa
adanya pendidikan mustahil suatu komunitas manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan cita-citanya untuk maju, mengalami
perubahan, sejahtera dan bahagia sebagaimana pandangan hidup
mereka. Semakin tinggi cita-cita manusia semakin menuntut peningkatan
mutu pendidikan sebagai sarana pencapaiannya. Hal ini termaktub dalam
al-Qur’an surah al-Mujadalah ayat 11:
ٍ ‫ِين أُو ُتوا ْالع ِْل َم َد َر َجا‬
‫ت‬ َ ‫َيرْ َف ِع هَّللا ُ الَّذ‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا ِم ْن ُك ْم َوالَّذ‬
Artinya: “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” 35

3434
Ibid., hal. 1.
3535
Anonim, Al Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: PT. Sinergi Utama Indonesia, 2012),
hal. 793
24
25

9. Karakteristik Pondok Pesantren


Pesantren terdiri dari lima elemen pokok, yaitu Kyai, Santri,
Pondok, Masjid, dan pengajaran kitab-kitab kuning klasik. Kelima elemen
tersebut merupakan ciri khusus yang dimiliki pesantren dan membedakan
Pondok Pesantren dengan lembaga pendidikan dalam bentuk lain.
Sekalipun kelima elemen ini saling menunjang eksistensi sebuah
Pesantren. Tetapi kyai memainkan peran yang begitu sentral dalam dunia
pendidikan tersebut.
a. Kyai
Peran penting kyai dalam pendidikan, pertumbuhan,
perkembangan, dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan
unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren watak dan
keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keikhlasan dan kedalam
ilmu, karismatik dan wibawa, serta keterampilan kyai. Dalam konteks ini,
pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam
pesantren.
Kata kyai itu sebenarnya sinonim dari kata syekh dalam Bahasa
Arab. Secara terminilogi (istilah). Arti kata syekh itu sebagaimana
disebutkan dalam kitab Al-bajuri adalah man balagha nutbatal fadli. Yaitu
orang-orang yang telah sampai kepada derajat keutamaan karena selain
pandai dalam masalah agama (sekalipun tidak alamah atau sangat alim),
mereka mengamalkan ilmu itu untuk dirinya sendiri dan mengajarkan
kepada murid-muridnya.
Penyebutan kyai itu berasal dari inisiatif masyarakat, bukan dari
dirinya sendiri atau media massa. Sementara itu makna kyai atau shekh
dalam pengertian etimologi (lughotan) adalah man balagho sinnal
arbainyaitu orang-orang yang sudah tua umurnya. 36 Analisis tentang kyai
menurut penulis adalah bahwa seorang kyaii lah sang tokoh utama

3636
Kasful Anwar, Op.Cit, hal. 52.
26

didalam dunia pesantren dengan kepemimpnannya lah membuahkan


anak-anak yang luar biasa, dengan karismatik sang kyailah. para santri
tunduk dan patuh dengan peraturan yang berada di dunia pesantren.
10. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diperoleh secara
teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang
jelas. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari dan oleh serta untuk
masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan
pelayanan kepada generasi muda dalam mendidik warga negara. 37
Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis,
berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi
dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studii
yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan
profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. 
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang Undang No 20 tahun
2003 Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (13).
Pendidikan jalur  formal merupakan bagian dari pendidikan
nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani,

3737
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal di Akses tgl 9 Desember 2017
27

memiliki keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki


kepribadian yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global. 38

B. Penelitian yang Relevan

Sehubungan dengan penelitian ini, ada beberapa skripsi


yang membahas tentang kebijakan pimpinan Pondok Pesantren
dalam mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren
diantaranya sebagai berikut:
1. Skripsi Muhammad Maskur, dengan judul pengembangan model
pendidikan Pondok Pesantren dalam penigkatan kualitas sumber daya
manusia pondok pesantren Al-Ikhlas Al-Muhdolor desa Darungan,
Yosowilangun, Lumajang, Jawa Timur tahun 2009. Program
kependidikan islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan
Kali Jaga Yogyakarta. Setelah membaca dan menganalisis skripsi ini
penulis mendapati permasalahan yang sama yang ingin diketahui oleh
penulis.39
2. Skripsi Khadio Muakrom, dengan judul pola kepemimpinan pengasuh
Pondok Pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan formal di
Pondok Pesantren Darul Amanah Kabunan Sukarejo Kendal tahun
2012. Program kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Instut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang. Setelah membaca dan
menganalisis skripsi ini penulis mendapati permasalahan yang sama
yang ingin diketahui yaitu tentang kebijakan pimpinan Pondok
Pesantren dalam

3838
http://pengertian-definisi-com/2013/08/pengertian-pendidikan-formal-dan-non.htm di
Akses tgl 9 Desember 2017.
3939
Muhammada Maskur, Pengembangan Model Lembaga Pendidikan Pondok
Pesantren Dalam Men ingkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Di Pondok Pesantren
Al-Ikhlas Al-Muhdlor, Skripsi UIN Kalijaga Yogyakarta, 2009.
28

mengembangkan pendidikan formal.40


3. Skripsi Musyrif Kamal Jaaul Haq, dengan judul sistem pendidikan
Pesantren dalam meningkatkan life skills santri di Pondok Pesantren
Anwarul Huda Karang Besuki Malang tahun 2015. Program studi
pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Setelah
membaca dan menganalisis skripsi ini penulis mendapati
permasalahan yang sama yang ingin diketahui yaitu tentang kebijakan
pimpinan Pondok Pesantren dalam mengembangkan pendidikan
formal.41
Persamaan dan perbedaan dari pada ketiga penelitian yang
relevan yang diatas menurut analisis penulis adalah: untuk bagian
persamaanya adalah sama-sama objek dari pembahasannya adalah
pondok pesantren sedangkan bagian perbedaanya dari pada judul yang
saya teliti dengan penelitian yang relevan adalah masalah penalaran dari
studi kasusnya, bagian model penelitiannya dan sasarannya.

4040
Khadio Muakrom, pola kepemimpinan pondok pesantren dalam meningkatkan
kualitas pendidikan formal di pondok pesantren Darul Amanah, Skripsi IAIN Walisongo,
2012.
4141
Musyrif Kamal Jaaul Haq, Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Dalam
Meningkatkan Life Skills santri di Pondok Pesantren Anwarul Huda, Skripsi UIN Maulana
Malik Ibrahim, 2015.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yang dilihat
melalui sudut pandang pendidikan, penelitian ini dilakukan pada
tahun 2017 yang berbentuk deskriptif kualitatif yang dilihat dari
sudut pandang kebijakan pimpinan Pondok Pesantren dalam
mengembangkan pendidikan formal di Pondok Pesantren dengan
menggunakan instrumen pengumpulan data wawancara, observasi
dan dokumentasi. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. 42
Penelitian ini mengkaji tentang Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren
Dalam Mengembangkan Pendidikan Formal Di Pondok
Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian. Disebut kualitatif karena
sifat data yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif bukan
dengan cara kuantitatif yang menggunakan alat ukur tertentu.
Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan terangkat gambaran
mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran peneliti
tanpa tercemar oleh pengukuran formal.

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian


1. Situasi Sosial
Secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini meliputi seluruh
wilayah yang berhubungan dengan Kebijakan Pimpinan Pondok
Pesantren Dalam Mengembangkan Pendidikan Formal Di Pondok
Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian.
2. Subjek Penelitian

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Penelitian Kualitatif, Kualitatif R&D


4242

(Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 253.

29
Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah kepala
sekolah, guru, kepala perpustakaan/pustakawan atau beberapa
santri/santriwati.

29
30

Kepala sekolah dan kepala perpustakaan/pustakawan


merupakan informan kunci (key informan) dan beberapa santri yang
dijadikan informan tambahan. Dalam pengambilan subjek, peneliti
menggunakan cara purposive sampling yaitu “ … teknik pengambilan
sample sumber data dengan pertimbangan tertentu …”. 43
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut dianggap paling
tahu tentang apa yang kita harapkan.44

C. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data tersebut
menjadi data sekunder kalau dipergunakan orang yang tidak berhubungan
langsung dengan penelitian yang bersangkutan”. 45
Data primer diperoleh langsung dari responden dan informan
yang berhubungan dengan Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren Dalam
Mengembangkan Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah “data yang bukan diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh peneliti, misalnya dari biro statistik, majalah,
koran keterangan-keterangan atau publikasi lainnya”. 46 Data
sekunder yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari data yang sudah terdokumentasi yang ada
hubungannya dengan judul. Adapun data tersebut adalah sebagai
berikut:

4343
Ibid., hal.124.
4444
Ibid., hal 124.
4545
Mukhtar. Bimbingan Skripsi. Tesis dan Artikel Ilmiah (Jakarta :Gedung Persada Press
2010), hal. 87.
4646
Sugiyono.,Op.Cit, hal. 91.
31

1. Historis dan Geografis Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai Muara


Bulian
2. Keadaan santri dan guru
3. Struktur Organisasi
4. Sarana dan prasarana
2. Sumber Data
Sumber data ialah “Subjek dari mana data diperoleh”. 47 Sumber
data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Kepala, Guru dan
Tenaga Kependidikan Pondok Pesantren Di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian Dalam penelitian ini penulis berusaha mencari
bahan yang ada relevansinya dengan permasalahan yang akan dibahas.
Sehingga dapat mendukung demi terwujudnya suatu tulisan yang
berbentuk ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang penulis gunakan dalam pengumpulan data
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Metode Observasi
Menurut Nawasi & Martini, observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap unsur – unsur yang tampak dalam
suatu gejala atau gejala – gejala dalam objek penelitian. 48
Selanjutnya penulis menggunakan observasi untuk melihat data di
lapangan yang bisa menjadi instrumen utama pengumpulan data.
Observasi digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data
tentang Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren Dalam Mengembangkan
Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian.
2. Metode Wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau
responden.

4747
Ibid. hal. 97.
4848
Afifudin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Seta, 2009), hal. 131.
32

Caranya adalah dengan bercakap – cakap secara tatap muka. 49


Wawancara digunakan untuk mendapatkan penjelasan mengenai
bagaimana Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren Dalam
Mengembangkan Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian.
3. Metode Analisis Dokumentasi
Pengamatan berperan-serta dan wawancara mendalam (termasuk
wawancara sejarah hidup) dapat pula dilengkapi dengan analisis dokumen
seperti otobiografi, memoar, catatan harian, surat pribadi, catatan
pengadilan, berita koran, artikel majalah, brosur, buletin, dan foto – foto. 50
Dokumen ini digunakan untuk mengetahui tentang catatan–catatan atau
dokumen yang ada Di Pondok Pesantren Zulhijjah Teratai Muara Bulian
yang nantinya dapat mendukung kegiatan penulisan proposal ini meliputi:
a. Historis dan geografis
b. Keadaan Guru dan Santri
c. Struktur Organisasi
d. Keadaan Sarana dan Prasarana
E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, maka peneliti


menganalisa data dengan berbagai kemungkinan:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan lapangan. Langkah- langkah yang dilakukan
adalah menajamkan analisis, menggolongkan atau pengkategorisasian
kedalam tiap permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga dapat
ditarik dan diprevikasi.

Ibid., hal. 134.


4949

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,


5050

2010), hal. 195.


33

Data yang diredukasi antara lain seluruh data mengenai


permasalahan penelitian. Data yang direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan
pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika
diperlukan. Semakin lama peneliti berada di lapangan maka jumlah data
akan semakin banyak, semakin kompleks dan rumit. Oleh karena itu,
reduksi data perlu dilakukan sehingga data tidak bertumpuk agar tidak
mempersulit analisis selanjutnya.51
Dengan Reduksi data ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum tentang Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren
Dalam Mengembangkan Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren
Zulhijjah Teratai Muara Bulian.
2. Penyajian Data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah
penyajian data. Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksin
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga makin
mudah dipahami. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
uraian naratif, bagan, hubungan antara kategori serta diagram alur.
Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti
dalam memahami apa yang
terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga informasi yang didapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu
untuk menjawab masalah penelitian.
Penyajian data yang baik merupakan satu langkah penting
menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. Dalam
melakukan penyajian data tidak semata-mata mrndeskripsikan

5151
Sugiyono.,Op.Cit, hal. 330.
33

secara naratif, akan tetapi disertai proses analisis yang terus


menerus sampai proses penarikan kesimpulan.
34

Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif


adalah menarik kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan
verifikasi data.52
3. Menarik Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua
data yang telah diproleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan
kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk mencari atau memahami
makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau
proposisi. Sebelum melakukan penarikan kesimpulan terlebih dahulu
dilakukanreduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan atau
verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.
Sesuai dengan pendapat Miles dan Huberman, proses analisis
tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik diantara kegiatan
reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan atau verifikasi selam waktu
penelitian. Setelah melakukan verifikasi maka dapat ditarik kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk narasi.
Penarikan kesimpulan ini merupakan tahap akhir dari pengolahan data. 53
F. Triangulasi Data
Triangulasi lebih banyak menggunakan metode alam level mikro,
seperti bagaimana menggunakan beberapa metode pengumpulan data
dan analisis data sekaligus dalam sebuah penelitian, termasuk
menggunakan informan sebagai alat uji keabsahan dan analisis penelitian.
Tringulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan suatau yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap itu. Penelitian itu
penulis menggunakan tringulasi dengan sumber yakni membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diproleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini
dapat dicapai dengan jalan:

5252
Ibid., hal. 330.
5353
Ibid., hal. 330.
35

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.


2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.
4. Membandingkan dengan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang kaya, pemerintah.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Menurut Denzin dalam Moleong bahwa triangulasi data terdiri
dari 4 macan yaitu:
1. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai
dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakan pribadi, apa yang dikatakan orang
dengan situasi penelitian dengan apa yang dikatakan orang sepanjang
waktu, membandingkan keadaan dan perfektif dengan keadaan lain.
2. Triangulasi metode dengan cara pengecekan derajat penemuan hasil
penelitian beberapa tekhnik pengumpulan data dan pengecekan derajat
penemuan hasil penelitian beberapa tekhnik pengumpulan data dan
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber dan dengan
metode yang sama.
3. Triangulasi penyidikan adalah dengan memanfaatkan penelitian untuk
kepercayaan pengecekan derajat kepercayaan data.
4. Triangulasi teori berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat
diperiksa derajat kepercayaan dengan satu atau lebih teori. 54

5454
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rosada, 2011), hal.330.
36

Berdasarkan tekhnik tringulasi tersebut di atas, maka yang


dimaksud untuk mengecek kebenaran dan keabsahaan data-data yang
diproleh dilapangan tentang Kebijakan Pimpinan Pondok Pesantren
Dalam Meningkatkan Pendidikan Formal Di Pondok Pesantren Zulhijjah
Teratai Muara Bulian. Dari sumber hasil observasi, wawancara, maupun
dokumentasi, sehingga dapat mempertanggung jawaban seluruh data
yang diproleh di lapangan dalam penelitian tersebut.
G. Rencana Dan Jadwal Penelitian
Dalam rencana dan waktu penelitian, ada tiga tahap yang harus
dilakukan penelitian diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap pertama
Meliputi kegiatan penyusunan observasi awal, pengajuan judul,
proposal, perbaikan proposal, penyusunan instrumen, mengurus izin
penelitian, dan kegiatan penelitian.
2. Tahap kedua
Meliputi pengumpulan data di lapangan sejalan dengan analisis
tahap awal penelitian.
3. Tahap ketiga
Meliputi analisis lanjutan dan penulisan laporan hasil penelitian
dalam bentuk skripsi seluruhnya, dalam penelitian dan penulisan skripsi ini
diperkirakan memerlukan waktu kurang lebih 5 bulan. Adapun jadwal
kegiatan dapat dilihat pada tabel berikutini:
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Al Qur’an dan terjemahannya. Jakarta: PT. Sinergi Utama
Indonesia. 2012.

Afifudin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. 2009.


Andrew J.Dubrin.The Complete Ideal’s Guides: Leadership. Jakarta:
Prenada. 2009.

Burhan Bungin. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers.


2010.
Bukhari Umar. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2010.
Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2010.

Husaini Usman. Manajemen Teori. Praktik. Dan Riset Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara. 2010.

Kasful Anwar.“Kepemimpinan Pesantren Menawarkan Model


Kepemimpinan Kolektif dan Responsif. Jambi: Sulthan Thoha
Press IAIN STS. Jambi. 2011.
Khadio Muakrom. Pola Kepemimpinan Pondok Pesantren dalam
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Formal di Pondok Pesantren
Darul Amanah Kabunan Sukorejo Kendal. 2012.

Mukhtar. Bimbingan Skripsi. Tesis dan Artikel Ilmia. Jakarta: Gedung


Persada Press. 2010.p

Muhammad Thalib.Seni Dan Sikap Islami Mendidik Anak. Yogyakarta: MU


Media. 2011.

Muhammad Maskur. Pengembangan Model Lembaga Pendidikan


Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya
Manusia Di Pondok Pesantren Al-Ikhlas Al-Muhdor Desa
Darungan. Yosowilangan. Lumajang. Jawa Timur. Skripsi UIN
Kalijaga Yogyakarta. 2009.

Musyrif Kamal Jaaul Haq. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam


Meningkatkan Life Skills santri di Pondok Pesantren Anwarul
Huda. Karang Besuki Malang. 2015.

Rival. Veithzal. Arviyan Arifin. Islamic Leadership: Membangun


Superledership Melalui Kecerdasan Spritual. Jakarta: Bumi
Aksara. 2009.
Syafaruddin. Kepemimpinan Pendidikan Akuntabilitas pendidikan
dalamKonteks Otonomi Daerah. Ciputat: Quantum Teching
Ciputat Pres Group. 2010.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Al fabeta. 2010.

_______. Metode Penelitian Kebijakan. Bandung: ALFABETA. CV. 2017.

_______. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Al fabeta. 2011.


_______. Metode Penelitian Pendidikan.Penelitian Kualitatif. Kualitatif
R&D.Bandung: Al fabeta. 2010.
_______. Metode Penelitian Kebijakan. Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif.
Kombinasi. R&D dan Pendekatan Evaluasi. Bandung: Al fabeta
CV. cet.1. 2017.
Siswanto. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. 2011.
Sholehuddin. Kepemimpinan Pemuda Dalam Berbagai Prestasi. Jakarta:
PT INTIMEDIA CIPTANUSANTARA. 2011.
Sudarwan Danim. Suparno. Manajemen dan Kepemimpinan
Transformasional kepala sekolahan: visi dan strategi sukses era
teknolog. situasi krisis. dan internasional pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta. 2009.

https://kbbi.web.id/bija
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal
http://pengertian-definisi-com/2013/08/pengertian-pendidikan-formal-dan-
non.htm

Anda mungkin juga menyukai