811202
Email: diklat_brsu@yahoo.com
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Ditetapkan di Tabanan
Pada tanggal 5 Juli 2017
DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN
I NYOMAN SUSILA
LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN TABANAN
NOMOR : ....../SK/BRSUD/2017
TENTANG : PENATALAKSANAAN NUTRISI PASIEN
DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN
PEDOMAN
PENATALAKSANAAN NUTRISI PASIEN
DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN
INSTALASI GIZI
BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN
2017
KATA PENGANTAR
Pendahuluan
Status Gizi seseorang pada hakikatnya merupakan hasil
keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi dengan expenditure dari
organisme tersebut. Apabila dalam keseimbangan normal, maka individu
tersebut berada dalam status gizi normal.
Terpenuhinya atau tidak kebutuhan zat gizi ditentukan oleh 2 faktor
utama yaitu asupan amkanan, dan utilisasi biologik zat gizi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan fungsi dari
asupan makanan (baik kualitas maupun kuantitas) dan utilisasi biologik
zat gizi atau nutrien. Karenanya dimengerti bahwa Status Gizi individu
atau kelompok dapat berubah dari waktu ke waktu dan apabila
dilakukan pengukuran status gizi pada suatu saat tertentu maka
hasilnya hanya dapat merefleksikan keadaan pada saat tersebut.
Komponen-komponen penilaian status gizi individu pada umumnya
meliputi :
1. Penilaian Konsumsi Makanan
a. Metode Penilaian Konsumsi Harian Kuantitatif
- Food Recall
- Food Record
Digunakan untuk mengukur jumlah makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari
b. Dietary History dan Food Frequency Questionaire
Dapat mengetahui pola makan dan memperkirakan
asupan zat-zat gizi sehari seseorang dalam jangka waktu
cukup lama.
c. Weighed Food Record
Menimbang langsung/mencatat cara pengolahan,
deskripsi bahan dan menimbang makanan dan minuman
selama jangka waktu tertentu.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Mendeteksi Status Gizi yang bersifat sub-klinis seperti :
pemeriksaan albumin serum, hitung sel darah putih,
hitung limfosit, urea nitrogen urine, kreatinin urine.
3. Pengukuran Antropometri
Seperti TB, BB, LiLa, Tinggi Lutut, Panjang Badan, dan Lingkar
Kepala
a. Penentuan Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut (untuk
pasien yang tidak dapat ditimbang)
4. Penilaian Klinis
Pada kedokteran klinis, riwayat kesehatan diperoleh baik dari hasil
wawancara dengan penderita atau dari catatan medik. Riwayat
kesehatan pada umumnya terdiri dari deskripsi mengenai
penderita dan juga meliputi data mengenai faktor lingkungan,
keadaan sosial dan data keluarga. Berikut adalah contoh data
dalam riwayat kesehatan:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan :
Anoreksia, malfungsi saluran cerna (traktus gastrointestinalis)
b. Keadaan patologis yang mempengaruhi status gizi :
Infeksi kronis, neoplasma, gangguan endokrin, penyakit kronik.
c. Ada/tidaknya Edema/ascites, perubahan berat badan, obesitas
d. Lain-lain :
Terapi yang pernah diberikan, latar belakang genetik, alergi
makanan, dsb.
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mendeteksi perubahan-
perubahan di dalam tubuh yang diketahui mempunyai hubungan
dengan ketidakcukupan asupan zat gizi yang dapat dilihat atau
dirasakan pada jaringan epitel yang letaknya di permukaan tubuh
seperti pada kulit, mata, rambut, dan selaput lendir, ataupun pada
organ-organ yang terletak dekat pada permukaan tubuh seperti
kelenjar parotis dan kelenjar tiroid.
Hipoproteinemia
odema
Merangsang sel
membentuk protein
lipid (lipogenesia)
Kolesterol, TG,
fosfolipid meningkat
1. Diagnosis dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesa
Riwayat penyakit : keluhan utama adalah sembab yang terjadi
dalam beberapa hari sampai minggu dan akhirnya menetap.
Sembab (bengkak) terjadi di daerah kelopak mata (puffy face),
dada, perut, tungkai, genitalis dan dapat seluruh tubuh, sesak
nafas, kaki terasa sangat berat dan dingin, tidak jarang
menyerupai acute abdomen seperti mual, muntah, dan dinding
perut sangat tegang.
Riwayat makanan : perubahan nafsu makan, pola makan,
asupan makanan (kebiasaan makan)
b. Pemeriksaan klinis dan fisik : keadaan umum, sesak nafas,
anemis, efusi pleural, sembab, hipertensi
c. Pemeriksaan Laboratorium : Hb, Ht, SGOT, albumin, trigliserid,
kolesterol total, LDL, HDL, ureum, kreatinin, GFR, Na, K, Ca.
2. Tujuan Penatalaksanaan Nutrisi
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin
b. Mengurangi Odema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida
d. Mengontrol hipertensi
e. Mengatasi anoreksia
3. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein sedang
c. Lemak sedang
d. Natrium dibatasi
e. Kolesterol dibatasi
f. Cairan Masuk = Cairan Keluar (CM=CK)
4. Syarat Diet
a. Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan Nitrogen
Positif, yaitu 35 Kal/kgBB/ hari
b. Protein sedang, yaitu 1 gram/kgBB atau 0,8 gram/kgBB
ditambah jumlah protein yang keluar melalui urine. Utamakan
penggunaan protein bernilai biologik tinggi
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi. Jenis KH yang
diberikan sebaiknya KH kompleks.
e. Pada penderita NS dengan odema dan HT batasi asupan
Natrium 1-4 gram/hari
f. Kolesterol dibatasi <300 mg, begitu pula gula murni, bila ada
peningkatan trigliserida darah.
g. CM (+500mL) = CK
h. Sajikan makanan yang dapat meningkatkan nafsu makan, dan
berikan dalam porsi kecil tapi sering.
i. Makanan diberikan dalam bentuk biasa (nasi) untuk
membatasi asupan cairan.
j. Makanan diberikan dalam bentuk lunak (nasi tim) bila pasien
mengalami kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, mual, dan
muntah.
k. Makanan dalam bentuk lunak (bubur) hanya diberikan bila ada
permintaan khusus dari pasien sendiri.
l. Makanan saring diberikan bila pasien mengalami kesulitan
menelan.
m. Bentuk makanan cair diberikan bila pasien sama sekali tidak
bisa menerima asupan per oral
5. Catatan
a. Hipoalbumin berat yang berlangsung lama pada penderita
Nefrotik Syndrome dapat menyebabkan penyulit berupa
malnutrisi. Keadaan ini akan memperburuk keadaan penderita
karena dapat menyebabkan resiko infeksi.
b. Pada penderita dengan diit rendah protein kurang dari 60
gram/hari, dipertimbangan suplemen vitamin B kompleks
termasuk niasin dan riboflavin.
c. Zat besi tidak diberikan pada penderita sindrom nefrotik,
kecuali jelas ada defisiensi zat besi.
A. GAMBARAN UMUM
Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolut atau
relatif. Menurut American Diabetes Ascosiation (ADA) tahun 2010,
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelomnpok penyakit metabolik
denganb karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani
dan perubahan perilaku tentang makanan.
Klasifikasi Etiologi DM
1. Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut (autoimun dan idiopatik)
2. Tipe 2 : bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin,
disertai defisiensi insuloin relatif, sampai yang dominan, defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Tipe lain : defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. DM gestasional.
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
Diet adalah dasar pengobatan Diabetes. Nasihat diet yang baik
sangat penting untuk perawatan pasien Diabetes. Perlu dilakukan
anamnesis diet mengenai kebiasaan dan pola makan. Tujuan diet
dapat dicapai dengan cara :
- Sasaran Terapi (DM tipe 1 atau tipe 2)
- Jumlah Kalori
1. Tujuan Pengelolaan Diet DM
a. Mencapai kadar glukosa darah mendekati normall dengan
penyuluhan diet seimbang, perencanaan makan, olahraga, obat
hipoglikemik oral, atau insulin
b. Mencapai kadar lipid serum seoptimal mungkin untuk
mencegah atherosklerosis
c. Memberikan energi total per hari secara adekuat untuk
mencapai atau mempertahankan berat badan yang diharapkan
pada pasien dewasa, pertumbuhan yang normal pada pasien
anak dan remaja, untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
pada keadaan hamil, laktasi, dan sakit
d. Mencegah dan mengobati komplikasi akut sehingga terjadi
hipoglikemia, dan komplikasi lanjut (retinopati, nuropati,
nefropati, angiopati, aterosklerosis)
e. Memperbaiki kesehatan umum melalui nutrisi yang optimal.
f. Pilar Utama Pengelolaan Diet DM :
- Pengaturan Diet
- Latihan Jasmani
- Penyuluhan Kesehatan
- Obat-obatan Hipoglikemik : OHO dan Insulin
2. Prinsip Diet
a. Tepat Jenis Makanan
b. Tepat Jumlah Makanan
c. Tepat Jadwal
3. Syarat Diet
a. Jumlah kalori yang diperlukan penderita DM tergantung BB,
Umur, serta Aktivitas.
1) Perhitungan kalori (Menurut Perkeni) :
- Jumlah Kalori Basal (laki-laki) : BBI x 30 Kal
- Jumlah Kalori Basal (wanita) : BBI x 25 Kal
- Koreksi :
Aktivitas : 10 – 30 % total kalori basal
(Bedrest : 10%, aktivitas ringan : 20%, aktivitas sedang :
30%, aktivitas sangat berat : 50%)
Status gizi : ditambah : 80-90% : +10%, 70-79% : +20%,
60-69% : +30%
Dikurangi : 120-130%:-10%, 130-140% :-20%, >140%
:-30%
Koreksi Stres : ditambah 10-50% dari kalori basal
Koreksi umur : dikurangi (40-59 thn :5%, 60-69thn : 10%,
>70thn : 20%)
b. Komposisi Diet
- Karbohidrat : 60-70%
- Protein : 15-20%
- Lemak : 20-25%
- Kandungan kolesterol >300mg
- Serat + 25 gram sehari
- Pada penderita diabetes dengan gangguan fungsi organ
(misalnya nefropati), komposisi diet, khususnya protein,
harus disesuaikan dengan tingkat gangguan organ
tersebut.
a. Jadwal (Frekuensi Diet)
Jadwal dan frekuensi pemberian diet sangat penting, terutama
pada penderita dengan DM Tipe 1
Makan pagi: 20% total kalori
Snack : 10-15% total kalori
Makan siang : 30 % total kalori
Snack : 10-15% total kalori
Makan malam : 25 % total kalori
Snack : 10-15% total kalori
D. CATATAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Sedapat mungkin makanan yang diberikan disesuaikan dengan
makanan yang telah terbiasa dikonsumsi oleh penderita
2. Usahakan bahan makanan bervariasi sehingga tidak membuat
penderita bosan
3. Batasi lemak terutama lemak jenuh dn kolesterol, perbanyak
lemak jenuh
4. Batasi/hindari konsumsi glukosa
5. Hati-hati mengkonsumsi makanan yang dikatakan khusus untuk
diet DM karena beberapa jenis diantaranya masih cukup bayak
mengandung kalori
6. Gunakan pemanis secukupnya
7. Macam-macam Diet Dr. Soetomo Surabaya :
- Indikasi Diet B (68%Kal KH, 20% Kal Lemak, 12%Kal Protein)
Diet B pada umumnya diberikan kepada semua penderita DM
yang kurang mampu atau penderita DM lainya yang :
Kurang tahan lapar dengan dietnya, mempunyai
hiperkolesterolemia, mempunyai riwayat penyakit stroke, PJK,
dll, telah menderita DM lebih dari 15 tahun
- Indikasi Diet B1 (60% Kal KH, 20% Kal Lemak, 20% Kal
Protein), diberikan pada penderita DM yang memerlukan
protein tinggi.
1) Mampu atau mempunyai kebiasaan makan tinggi protein,
tetapi harus mempunyai kadar lemak yang normal;
2) Underweight;
3) Masih muda (perlu pertumbuhan)
4) Mengalami patah tulang
5) Hamil atau menyusui
6) Penderita TBC paru
7) Dalam keadaan pra atau pasca bedah
8) Menderita kanker (Ca.Serviks, Ca.mammae, hepatoma)
9) Mengidap infeksi cukup lama (demam thypoid, meningitis,
dll)
- Indikasi Diet B2
Untuk nefropati diabetik fase pra HD umum (kandungan
protein dlam diet 0,6 gram/kgBB/hari)
- Indikasi Diet B3
Untuk nefropati diabetik fase pra HD khusus (protein loss atau
lebih sama dengan 3 gram/hari atau keadaan stress berat,
protein yang diberikan 0,8gram/kgBB/hari)
- Indikasi Diet Be
Untuk nefropati diabetik fase HD, kandungan protein dalam
diet adalah 1 gram/kgBB/hari.
8. Suplemen Nutrisi (vitamin dan mineral)
- Dianjurkan pada penderita DM dengan :
- Diet restriktif <1500 Kalori
- Glukosuria tidak terkontrol
- Beberapa mineral yang dianjurkan : Zinc dan Magnesium
9. Vitamin C dosis tinggi dapat memberikan false-positive glukosa
urin, perlu diperhatikan pemberian suplemen.
10. Hipoglikemia pada penderita DM yang mendapat terapi insulin
atau obat hipoglikemik dapat dicegah dengan :
- Mengkonsumsi snack sebelum melakukan olah raga
- Jadwal makan yang teratur
- Menghindari/ membatasi konsumsi alkohol
- Menghindari olah raga yang berlebihan
BAB VI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA GASTRITIS
A. GAMBARAN UMUM
Gastritis merupakan bentuk peradangan dari lambung. Dapat
disebabkan beberapa hal seperti : alcohol, virus intestinal, obat
pencahar dan obat-obat lain, keracunan makanan serta alergi
makanan tertentu. Gejala yang ditimbulkan bervariasi dari ringan
sampai berat, dikenal dengan Dyspepsia yaitu kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri epigastrum, mual, muntah, perut
kembung (fullness), cepat kenyang, anoreksia, dan flatulens.
Beberapa gangguan/penyakit gastro intestinal akibat makanan dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Alergi makanan : keluhan rasa nyeri epigastrum bersamaan
dengan proses urtikaria pada kulit
2. Intoleransi makanan : misal, gangguan pencernaan karena
minum susu merupakan gejala intoleransi terhadap laktosa.
Gangguan fungsi gastro intestinal dapat disebabkan beberapa bahan
makanan tertentu :
1. Sekresi asam lambung meningkat : alkohol, cabe, kopi, teh, susu,
minuman soda (soft drink)
2. Tonus sfingter melemah : lemak, bawang, minuman mengandung
karbon
3. Tonus sfingter meningkat : protein, karoten (vitamin A)
D. CATATAN
1. Pasien pancreatitis berat mengalami stress metabolism yang
sama dengan pasien sepsis. Hal ini sebagai konsekuensi
dilepasnya endotoksemia dan tingginya level sirkulasi TNF
(Tumor Necrosis Factor) dan sitokin lainnya yang dapat
dideteksi pada minggu pertama.
2. Dukungan nutrisi dapat memperbaiki status gizi pada pasien
pancreatitis berat tanpa komplikasi, tapi pada kasus dengan
komplikasi, protein tubuh terus didegradasi pada kecepatan
tinggi (1-2% dari cadangan protein tubuh tiap hari) sampai
proses inflamasi pancreas dapat dikontrol
3. Pemberian formula lipid pada nutrisi parenteral dapat
mengurangi kebutuhan akan insulin dan memberikan kondisi
metabolic yang lebih stabil. Sepanjang pemberian lipid sesuai
kebutuhan, tidak menyebabkan hipertrigliseridemia dan tidak
memperburuk pankreatitisnya.
4. Masalah biokimia yang khusus, pada pancreatitis akut yang
berat :
a. Hipoalbuminemia
Terjadi ekstravasasi albumin dari intravaskuler ke
ekstravaskuler karena kebocoran kapiler yang luas.
Pemberian albumin pada fase ini menjadi sia-sia.
b. Hipokalsemia
Pada pancreatitis yang berat, kadar kalsium total darah dan
kalsium ion rendah, sehingga membutuhkan terapi kalsium
glukonat (50-60 ml kalsium glukonat isotonic dengan infuse
IV lambat). Gagal mengatasi kadar kalsium ion yang rendah,
dapat mengakibatkan tetani dan disritmia jantung terutama
pada pasien-pasien dengan alkalosis hipokalemik.
c. Hipomagnesemia
Keadaan ini dapat memperburuk keadaan hipokalsemia.
Diperlukan infuse magnesium IV
d. Alkalosis hipokalemia
Pasien pancreatitis akut yang disertai muntah-muntah berat
mengeluarkan cairan gaster yang asam, sehingga
menimbulkan alkalosis metabolic hipokalemia.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT HATI
A. GAMBARAN UMUM
Hati merupakan salah satu alat tubuh penting yang
berperan dalam metabolism karbohidrat, lemak, dan protein.
Sebagian besar hasil pencernaan setelah diabsorbsi, langsung
dibawa ke hati untuk disimpan atau diubah menjadi bentuk lain
dan diangkut ke bagian tubuh yang membutuhkan. Hati
merupakan tempat penyimpanan mineral berupa zat besi dan
tembaga yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah
serta vitamin-vitamin larut lemak A, D, E, dan K. hati mengatur
volume dan sirkulasi darah serta berperan dalam detoksifikasi
obat-obatan dan racun. Dengan demikian, kelainan atau
kerusakan pada hati berpengaruh terhadap fungsi saluran cerna
dan penggunaan makanan dalam tubuh sehingga sering
menyebabkan gangguan gizi.
Dua jenis penyakit hati yang sering ditemukan adalah
Hepatitis dan Sirosis Hati.
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh
keracunan toksin tertentu atau karena infeksi virus. Penyakit ini
disertai anoreksia, demam, rasa mual dan muntah, serta jaundice
(kuning). Hepatitis dapat bersifat akut atau kronis.
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai
dengan proses peradangan, nekrosis hati, usaha regenerasi dan
penambahan jaringan ikat difus dengan terbentuknya nodul yang
mengganggu susunan lobulus hati. Digolongkan menjadi 2 yaitu
sirosis mikronodular yang dikaitkan dengan sirosis hati oleh
alcohol atau gangguan gizi (Nutritional cirrhosis), dan sirosis
makronodular yang dikaitkan dengan keadaan hepatitis yang berat
atau nekrosis yang luas (sirosis pascahepatitis).
Pada gangguan fungsi hati berat,terjadi penurunan sintesis
protein plasma, albumin, factor koagulasi, serta enzim. Kira-kira
12 gram albumin disintesis oleh hati setiap hari. Pada penderita
sirosis hepatis lanjut fungsi sintesis albumin menurun, sehingga
terjadi odema dan ascites. Kurangnya asupan protein dan
terjadinya ekstravasasi cairan akibat hipertensi portal akan
memperberat gejala tersebut.
Pemberian protein pada sirosis hepatis merupakan dilemma.
Pemberian protein yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
ensefalopati hepatic, sedangkan pemberian protein yang rendah
akanmenyebabkan malnutrisi, imunitas tubuh yang menurun,
morbiditas dan mortalitas yang naik sehingga dapat juga
mencetuskan ensefalopati hepatic.
A. GAMBARAN UMUM
Kandung empedu merupakan organ di abdomen quadran
kanan atas di bawah permukaan posterior hati dengan fungsi
utama untuk mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu yang
diproduksi oleh hati. Cairan empedu mengandung garam empedu
dan kolesterol. Empedu membantu pencernaan serta absorbs
lemak dan vitamin larut lemak A, D, E, K, mineral besi dan
kalsium.
Penyakit saluran empedu yang sering terjadi adalah billiary
dyskinesia, kolestasis, kolesistitis, dan kolelithiasis (batu empedu).
Kolelithiasis
Kolelitiasis adalah terbentuknya batu empedu yang bila masuk
ke dalam saluran empedu menibulkan penyumbatan dan kram.
Penyaluran empedu ke duodenum terganggu sehingga
mengganggu absorpsi lemak. Ada dua jenis batu empedu yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen yang terdiri dari polimer bilirubin
dan garam kalsium.
Faktor resiko terjadinya batu kolesterol antara lain adalah
gender perempuan, kegemukan, faktor etnik, obat – obatan, dan
penyakit saluran cerna. Sedangkan faktor resiko batu pigmen
antara lain adalah berat badan kurang, asupan lemak dan protein
kurang, serta sirosis hati.
Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu. Penyebab
utamanya adalah batu empedu yang menyumbat saluran empedu.
Penyakit dapat disertai jaundice (ikterus), karena cairan empedu
yang tidak bias masuk ke saluran cerna berubah warna menjadi
bilirubin yang berwarna kuning dan masuk ke peredaran darah.
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet :
a. Menurunkan berat badan, secara bertahap
b. Membatasi makanan tinggi lemak, terutama kandungan
asam lemak jenuh dan makanan ber gas. Asupan asam
lemak jenuh yang tinggi dapat menambah nyeri abdomen.
c. Mencegah terjadinya obstruksi billier (kolelithiasis, tumor,
pancreatitis atau akibat jamur)
d. Mengatasi malabsorbsi lemak
2. Syarat Diet :
a. Pasien dipuasakan pada serangan akut
b. Energy diberikan sesuai kebutuhan. Bila kegemukan
diberikan Diet Rendah Energi. Hindari penurunan berat
badanyang terlalu cepat.
c. Protein agat tinggi yaitu 15-20% total kalori
d. Diet bebas lemak pada pasien kolestasis akut, sebelum
beralih ke makanan rendah lemak atau kolestasis
intrahepatik belum teratasi. Pemberian lemak tidak lebih
dari 10% total kalori, dianjurkan jenis MCT
e. Pada pasien kolesistitis kronis, lemak diberikan 25-30% total
energy (lemak diberikan dalam bentuk asam lemak rantai
sedang/MCT bila ada steatorrhea, dimana lemak feses >
25gram/24 jam, karenamungkin dapat mengurangi lemak
feses dan mencegah kehilangan vitamin dan mineral)
f. Tinggi serat, lebih dari 35 gram/hari untuk mengikat
kelebihan asam empedu dalam saluran cerna
g. Hindari makanan yang menghasilkan gas banyak untuk
menghindari distensi, peristaltic usus dan iritasi
BAB X
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT THYPOID
A. GAMBARAN UMUM
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi.
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Kalori diberikan sesuai kebutuhan
2. Protein 20-25% total kalori yang berasal dari protein bernilai
biologis tinggi,
3. Kebutuhan lemak 15-20% dari total kalori (utamakan jenis MCT
karena cepat diabsorbsi)
4. Hindari makanan yang menghasilkan gas.
5. Diet diberikan dalam bentuk lunak (bubur atau nasi tim)
BAB XI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
INFLAMASI USUS
A. KOLITIS ULSERATIVA
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa adalah penyakit inflamasi
usus kronik dengan penyebab yang tidak diketahui. ada 4 teori
mengenai penyebab penyakit ini yaitu autoimun, bakteri, alergi
atau intoleransi terhadap susu. Baik penyakit Crohn maupun
colitis ulserativa, keduanya mempunyai resiko terhadap kanker
kolon.
Penyebab malnutrisi pada penyakit ini antara lain :
- Menurunnya asupan makan
Pembatasan diet, anoreksia, vomitus, sakit/kram perut
- Meningkatnya laju katabolic
- Malabsorbsi
- Inflamasi usus dan mukosa usus, operasi usus (reseksi),
fistula, intoleransi laktosa, sindroma pertumbuhan bakteri.
B. DIVERTIKULOSIS
Penyakit divertikulosis yaitu adanya kantong-kantong kecil
yang terbentuk pada dinding yang terjadi akibat tekanan
intrakolon yang tinggi pada konstipasi kronik. Hal ini terutama
terjadi pada usia lanjut yang makanannya rendah serat.
1. Tujuan Diet
a. Meningkatkan volume dan konsentrasi feses
b. Menurunkan tekanan intra luminal
c. Mencegah infeksi
2. Prinsip Diet
a. Cukup energi dan protein
b. Tinggi serat
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya sesuai kebutuhan
b. Cairan tinggi yaitu 2-2,5 Liter sehari
c. Tinggi serat
C. DIVERTIKULITIS
Penyakit divertikulitis terjadi bila penumpulan sisa makanan
pada divertikular menyebabkan peradangan. Gejala-gejalanya
antara lain kram pada bagian kiri bawah perut, mual, kembung,
muntah, konstipasi atau diare, menggigil dan demam.
1. Tujuan Diet
a. Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi
b. Mencegah akibat laksatif dari makanan berserat tinggi
2. Prinsip Diet
a. Energi dan zat gizi lainnya cukup, sesuai kebutuhan
b. Makanan diberikan secara bertahap
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Mengusahakan asupan energi dan zat-zat gizi cukup sesuai
dengan batasan diet yang ditetapkan
b. Bila ada pendarahan, dimulai dengan makanan cair jernih
c. Makanan diberikan secara bertahap, mulai dari Diet Sisa
Rendah I ke Diet Sisa Rendah II dengan konsistensi yang
sesuai
d. Hindari makanan yang banyak mengandung biji-biji kecil
seperti tomat dan jambu biji, stroberi, yang dapat menumpuk
dalam divertikular
e. Bila perlu diberikan Makanan Enteral Rendah atau Bebas
Laktosa
f. Untuk mencegah Konstipasi, minum minimal 8 gelas per hari
BAB XII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA HIPERTENSI
A. GAMBARAN UMUM
Hipertensi merupakan faktor utama terjadinya penyakit
kardiovaskular. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik 140mmHg atau lebih dan atau tekanan darah sistolik
90mmHg atau lebih. Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh
peningkatan curah jantung dan diikuti kenaikan tahanan perifer.
Faktor utama adalah faktor genetik herediter disertai faktor
lingkungan seperti asupan garam, stress dan obesitas.
90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan
dikenal sebagai hipertensi primer atau esensial, sedangkan sisanya
adalah hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit lain.
B. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Riwayat perjalanan penyakit untuk membedakan hipertensi
esensial dengan hipertensi sekunder.
Riwayat makan : pola makan meliputi asupan energi,
makronutrien, asupan garam (NaCl), Kalium, Kalsium,
Magnesium dan Alkohol
2. Pemeriksaan fisik, klinis
Pengukuran tekanan darah, irama jantung, dll
3. Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah lengkap, profil lemak, fungsi ginjal,mineral dan
elektrolit.
4. Pemeriksaan Antropometri
Pengukuran TB, BB. Status gizi (obesitas atau overweight)
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Mencapai berat badan idel bila obesitas atau overweight.
b. Menurunkan asupan Natrium dalam makanan
2. Prinsip Diet
a. Energi dan protein sesuai kebutuhan
b. Natrium dibatasi
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Energi dan zat gizi makro diberikan disesuaikan dengan
berat badan dan aktivitas fisik.
b. Pembatasan asupan Natrium tergantung berat-ringannya
Hipertensi
Dianjurkan pembatasan garam dibawah 6 gram /peri atau
100mEq/hari atau 2300 mg Na/hari untuk penderita
hipertensiyang terkontrol tanpa mendapat terapi diuretik
c. Asupan Kalium adekuat, dengan perbandingan K : Na = 1,5 :
1
d. Asupan Kalsium, Magnesium, sesuai kebutuhan
e. Suplemen vitamin sesuai dengan kebutuhan terutama
penderita dengan terapi diuretik
f. Batasi asupan alkohol
g. Pada penderita hipertensi dengan hiperlipidemia diberikan
diet Hiperlipidemia (lihat bab Penatalaksanaan Nutrisi pada
Hiperlipidemia)
D. CATATAN
1. Perhitungan Natrium :
1 gram garam (NaCl) = 0,39 gram Natrium
1 mEq natrium = 23 mg Natrium
1 sendok teh garam = + 2,1 gram Natrium
2. Pada penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi diuretik,
pembatasan asupan Natrium mmasih diperlukan
3. Pada penderita dengan suplementasi kalium per oral perlu
diberikan suplementasi vitamin B12, karena pemberian kalium
per oral dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12
4. Sumber Natrium dalam makanan sehari-hari : garam dapur
(NaCl), baking powder, makanan yang diiolah dengan bahan
pengawet, bahan makanan tinggi kadar natriumnya (bahan
makanan asal hewani seperti daging, telur, susu, beberapa
sayuran hijau). Dalam pembatasan Natrium perlu diperhatikan
penggunaan bahan-bahan tersebut.
5. Sumber makanan yang kaya Kalium : buah-buahan rasa asam,
aprikot, posang, kismis, kacang-kacangan kering, kacang kedele
segar, bayam, ubi jalar, kacang-kacangan, keju, susu rendah
lemak, unggas, ikan, daging.
BAB XIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
VASKULER ATEROSKLEROSIS/ PENYAKIT JANTUNG KORONER
(Diet Dislipidemia)
A. GAMBARAN UMUM
Penyakit Vaskular Aterosklerotik (PVA) dengan manifestasi
klinik berupa Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke dewasa
ini merupakan penyebab kematian nomor 1 di Indonesia.
Merupakan penyempitan pembuluh darah yang bekerja sebagai
supply O2 dan makanan bagi otot jantung yang sewaktu-waktu
dapat tersumbat total, daimana terjadi saat ini disebut serangan
jantung.
Faktor-faktor resiko pada PJK :
- Obesitas abnormal
- Gaya hidup tinggi asupan lemak
- Hipertensi
- Perokok
- Diabetes Mellitus
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. menurunkan berat badan bila ada kegemukan
b. mengubah jenis dan asupan lemak makanan
c. menurunkan asupan kolesterol makanan
d. meningkatkan asupan Karbohidrat kompleks dan
menurunkan asupan karbohidrat sederhana.
2. Prinsip Diet
a. Energi cukup, sesuai kebutuhan.
b. Protein cukup
c. Rendah lemak dan kolesterol
3. Syarat Diet
a. Energi yang dibutuhkan disesuaikan dengan berat badan
dan aktivitas fisik. Bila kegemukan, penurunan berat badan
dapat dicapai dengan asupan energi rendah dan
meningkatkan aktivitas fisik. Penurunan asupan energi
disertai penurunan berat badan biasanya menghasilkan
penurunan kadar trigliserida darah yang cepat
b. Lemak sedang, >30% dari kebutuhan energi total.
c. Protein cukup, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total.
Sumber protein hewani, terutama dai ikan yang banyak
mengandung lemak omega-3 ditingkatkan. Sumber protein
nabati lebih dianjurkan.
d. Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari kebutuhan energi
total.
e. Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam
apel, beras tumbuk atau beras merah, dan kacang-
kacangan.
f. Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin
dianjurkan untuk pasien yang mengkonsumsi <1200 Kal
energi/hari
BAB XIV
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT JANTUNG
A. GAMBARAN UMUM
Penyakit Jantung terjadi akibat proses berkelanjutan, dimana
jantung secara berangsur kehilangan kemampuannya untuk
melakukan fungsi secara normal. Pada awal penyakit, jantung
mampu mengkompensasi ketidakefisiensian fungsinya dan
mempertahankan sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan
peningkatan denyut nadi (Compensated Heart Disease)
Dalam keadaan tidak terkompensasi (DecompensatioCordis),
sirkulasi darah yang tidak normal yang menyebabkan sesak nafas
(dyspnea), rasa lelah, dan rasa sakit di daerah jantung.
Berkurangnya aliran darah dapat menyebabkan kelainan fungsi
ginjal, hati, otak, serta tekanan darah, yang berakibat terjadinya
resorpsi natrium. Hal ini akhirnya menimbulkan edema. Penyakit
jantung menjadi akut bila disertai infeksi (Endocarditis atau
Carditis), Gagal Jantung, setelah Myocard Infarct, dan setelah
operasi jantung.
B. DIAGNOSA
1. Anamnesa
Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga,
riwaywt pola makan
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, sesak napas, tekanan darah
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan
kerja jantung.
b. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
c. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.
2. Prinsip Diet
a. Energi Cukup
b. Protein Cukup
c. Lemak Sedang
d. Kolesterol Rendah
3. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan normal.
b. Protein cukup yaitu 0,8 gram/kg BB.
c. Lemak sedang, yaitu 25 – 30 % dari kebutuhan energy total,
10% berasal dari lemak jenuh, dan 10 – 15% lemak tidak
jenuh.
d. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
(lihat Diet Dislipidemia).
e. Vitamin dan mineral cukup, hindari penggunaan suplemen
kalium, kalsium, dan magnesium jika tidak dibutuhkan.
f. Garam rendah, 2 – 3 gram/hari, jika disertai hipertensi atau
edema.
g. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
h. Serat cukup untuk menghindari konstipasi.
i. Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan.
j. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit,
diberikan dalam porsi kecil.
k. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan
dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral,
parenteral, atau suplemen gizi
BAB XV
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT STROKE
A. GAMBARAN UMUM
Stroke atau penyakit peredaran darah otak adalah kerusakan
pada bagian otak yang terjadi bila pembuluh darah yang membawa
oksigen dan zat – zat gizi ke bagian otak tersumbat atau pecah.
Akibatnya dapat terjadi beberapa kelainan yang berhubungan
dengan kemampuan makan pasien yang pada akhirnya berakibat
penurunan status gizi. Untuk mengatasi keadaan tersebut
diperlukan diet khusus.
C. PENATALAKSANAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan dan
komplikasi penyakit.
b. Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia,
kelainan ginjal, dan dekubitus.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein cukup
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
3. Syarat Diet
a. Energi Cukup, yaitu 25 – 45 kkal/kg BB. Pada fase akut
energy diberikan 1100 – 1500 kkal/hari.
b. Protein cukup, yaitu 0,8 – 1 gram/kg BB. Apabila pasien
berada dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2 –
1,5 gram/kg BB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal
Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6
gram/kg BB.
c. Lemak cukup, yaitu 20 – 25 % dari kebutuhan energy total.
Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber
lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhan energy total,
kolesterol dibatasi <300 mg.
d. Karbohidrat cukup, yaitu 60 – 70 % dari kebutuhan energy
total, untuk pasien dengan Diabetes Melitus utamakan
karbohidrat kompleks.
e. Vitamin cukup, terutama vitamin A, Riboflavin, B 6, Asam
Folat, C, dan E.
f. Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium, dan kalium.
Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam
dapur maksimal 1 ½ sdt/hari (setara dengan ± 5 gram
garam dapur atau 2 gram natrium.
g. Serat cukup, untuk membantu menurunkan kolesterol
darah dan mencegah konstipasi.
h. Cairan cukup, yaitu 6 – 8 gelas/hari, kecuali pada keadaan
edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya
diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat
dihabiskan. Untuk pasien dengan disfagia, cairan diberikan
secara berhati – hati.
i. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
BAB XVI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT KANKER
A. GAMBARAN UMUM
Kanker adalah pembelahan atau pertumbuhan sel secara
abnormal yang tidak dapat dikontrol sehingga cepat menyebar.
Sel-sel ini merusak jaringan tubuh sehingga mengganggu fungsi
organ tubuh yang terkena. Kanker disebut juga Neoplasma
Maligna. Neoplasma adalah masaa jaringan yang dibentuk oleh sel-
sel kanker sedangkan Maligna berarti ganas.
Penyebab kanker belum diketahui dengan pasti, tapi sering
dikaitkan dengan faktor lingkungan (polusi, bahan kimia, dan
virus) dan makanan yang mengandung bahan karsinogen.
Kanker cachexia merupakan faktor utama penyebab
mortalitas kematian penderita kanker. Kanker cachexia adalah
sindrom yang ditandai dengan gejala klinik berupa anoreksia.,
perubahan ambang rasa, penurunan berat badan, anemia, astenia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Keadaan ini merupakan efek dari kanker baik lokal maupun
sistemik dan juga merupakan komplikasi dari penggunaan obat-
obat anti kanker.
Anoreksia merupakan faktor kontribusi terbesar dalam
terjadinya cachexia pada penderita kanker. Produk metabolit
kanker atau respons tubuh penderita terhadap kanker dapat
menyebabkan anoreksia atau perasaan cepat kenyang. Pada
keadaan normal metabolisme glukosa dari cori cycle adalah sebesar
30% sedangkan pada kanker persentase ini meningkat sehingga
kadar asam laktat meningkat. Kadar asam laktat yang tinggi dapat
menyebabkan mual. Metabolit kanker dapat menyebabkan
perubahan rasa sehingga penderita mengalami peningkatan atau
penurunan ambang rasa manis, asam, asin dan pahit. Stres
psikologik yang terjadi pada penderita kanker juga memegang
perananan dalam terjadinya anoreksia. Rasa sakit serta ketakutan
akan penyakit dan prognosis yang selalu menyertai penderita juga
akan menurunkan kenikmatan makan. Pemberian radioterapi dan
kemoterapi sebagai terapi antikanker juga dapat menimbulkan
anoreksia.
Status gizi yang baik dapat menurunkan komplikasi dari
terapi antikanker dan membuat penderita merasa lebih baik.
Dukungan nutrisi merupakan bagian yang penting dalam
menunjang terapi penderita kanker.
C. PENATALAKSANAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan
keadaan penyakit serta daya terima pasien.
b. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara
berlebihan.
c. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
d. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat
terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.
2. Prinsip Diet
a. Energi Tinggi
b. Protein Tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
3. Syarat Diet
a. Energi Tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32
kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien dalam
keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40
kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk
perempuan.
b. Protein Tinggi, yaitu 1-1,5 gr/kg BB.
c. Lemak sedang, yaitu 15 – 20 % dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B
kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk
suplemen.
f. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif
internal.
g. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan
menjalani kemoterapi agresif, pasien harus dapat makanan
yang steril.
h. Porsi makan kecil dan sering diberikan.
D. CATATAN
1. Penderita yang mengalami xerostomia dianjurkan
menggunakan saliva artifisial dan stimulan saliva serta
makanan yang tinggi kadar airnya.
2. Perubahan ambang rasa dapat membuat penderita takut
makan daging merah, untuk penyusunan menu sebaiknya
dihindari penggunaan daging sebagai bahan makanan.
Sebagai penggantinya dapat digunakan ikan, ayam, telur
atau susu. Makanan dengan bahan dasar susu atau kacang
kedele umumnya lebih mudah diterima/ditoleransi oleh
penderita kanker.
3. Hindari minum dan makan selama 2 jam setelah mendapat
radioterapi ataupun kemoterapi.
4. Penggunaan nutrisi enteral secara bolus dapat menyebabkan
diare dan kadang-kadang menimbulkan sindroma dumping.
Untuk mengurangi/mencegah efek tersebut dianjurkan
pemberian makanan dilakukan secara perlahan-lahan.
5. Pemberian makanan yang hiperosmolar dan tinggi protein
harus disertai pemantauan keseimbangan cairan setiap hari.
Ketidakseimbangan cairan dapat menyebabkan ginjal tidak
mampu membersihkan produk metabolik sebagai akibat
hiperosmoral.
6. Penderita dengan leukopenia dan trombositopenia berat
dengan gangguan fungsi gastrointestinal yang berat
merupakan indikasi untuk mneggunakan nutrisi parenteral.
BAB XVII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA LUKA BAKAR
A. GAMBARAN UMUM
Luka bakar adalah cedera fisikokimia yang disebabkan oleh
paparan panas, dingin, bahan kimia, radiasi ionisasi dan listrik.
Bagian kulit yang terkena luka bakar mengalami kerusakan
berupa eritem, koagulasi dan nekrosis.
Luka bakar dapat mengakibatkan hilangnya sebagian atau
seluruh lapisan kulit. Sehingga tubuh kehilangan perlindungan
terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Pada cedera luka
bakar, seperti halnya pada cedera/trauma berat dan sepsis, terjadi
respons metabolik terhadap stres, adanya perubahan fisiologi dan
biokimia tubuh menyebabkan hipermetabolisme yang
meningkatkan energi expenditure. Secara umum respons tubuh
mirip dengan respons pada pasien trauma, sepsis dan penyakit
kritis, namun penatalaksanaan medik pasien luka bakar lebih
kompleks, membutuhkan waktu lebih lama, dan tidak dapat
dipastikan prognosisnya (perjalanan penyakit dapat berakhir
dengan cacat atau kematian).
Derajat Luka Bakar
Berat ringannya luka bakar ditentukan oleh luas bagian
tubuh yang terpapar komponen resiko kimia, kedalaman bagian
kulit yang mengalami kerusakan lokasi, tipe luka bakar, dan
komplikasi yang merupakan pemberat cedera luka bakar. Keadaan
inilah yang menentukan derajat stres metabolisme, prognosis,
penatalaksanaan umum dan nutrisi pasien luka bakar.
Penentuan luas luka bakar umumnya menggunakan rumus
9 (rule of nine) yang dikembangkan oleh Wallace. Penentuannya
berdasarkan proporsi tubuh yang terpapar sebagai berikut :
1. Kepala : 9%
2. Dada dan perut : 18% (dada : 9% dan perut : 9%)
3. Ekstremitas atas : 18% (kanan : 9% dan kiri : 9%)
4. Punggung dan bokong : 18% (punggung : 9% dan bokong : 9%)
5. Ekstremitas bawah kanan : 18% (paha: 9% tungkai bawah : 9%)
6. Ekstremitas bawah kiri: 18% (paha : 9% tungkai bawah : 9%)
7. Genitalia : 1%
Bila hanya sebagian organ yang terkena luka bakar, maka
untuk memudahkan penialaian digunakan ukuran telapak tangan
pasien, dengan perkiraan luas telapak tangan pasien ekuivalen
dengan 1%. Eritem ringan tidak dimasukkan dalam estimasi.
Rumus 9 tidak dapat digunakan pada anak-anak yang proporsi
tubuhnya berbeda dengan orang dewasa. Untuk ini Land and
Browder mengestimasi berat luka bakar dengan menggunakan
table (Land and Browder Chart).
Derajat luka bakar ditentukan berdasarkan kedalaman luka bakar,
dan sesuai dalam anatomi kulit.
1. Derajat I (Superficial Partial Thickness Skin Destruction)
Luka bakar menyebabkan kerusakan epidermis tetapi folikel
rambut, kelenjar sebaseus, dan kelenjar keringat masih
berfungsi baik. Dengan penanganan yang tepat proses
epitelialisasi berlangsung cepat dan penyembuhan dapat terjadi
dalam 10-14 hari tanpa jaringan parut.
2. Derajat II (Deep Partial Thickness Skin Destruction)
Selain epidermis, sebagian substansi dermis juga mengalami
kerusakan tetapi masih tersisa sel sehat, misalnya folikel
rambut dan kelenjar keringat. Sehingga proses reepitelialisasi
masih dapat berlangsung, namun proses penyembuhan ini
membutuhkan waktu yang lebih lama (antara 5-7 minggu).
Kualitas penyembuhan pada derajad ini rendah, dan sering
memperlihatkan hipertrofi dan jaringan parut.
3. Derajat III (Full Thickness Skin Destruction)
Luka bakar mengenai seluruh sel epitel kulit (dari epidermis,
dermis dan jaringan subkutis, otot, bahkan tulang), sehingga
mengakibatkan kehilangan kemampuan organ utnuk
memproteksi invasi mikroorganisme pada luka bakar derajat
ini, epitelialisasi spontan tidak akan terjadi.
D. CATATAN
1. Penggunaan obat analgetik mungkin akan berpengaruh pada
fungsi gastrointestinal dan nafsu makan.
2. Insulin digunakan bila terjadi hiperglikemia akibat stress
3. Komplikasi immobilisasi jangka waktu yang lama (2-3 bulan),
mungkin menyebabkan batu ginjal, pneumonia, kontraktur,
dan ulkus decubitus.
4. Kehamilan merupakan penyulit dalam penanganan luka bakar.
Disamping itu asap menghasilkan komplikasi serius dari luka
bakar.
BAB XVIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA SEPSIS
A. GAMBARAN UMUM
Sepsis merupakan salah satu komplikasi infeksi pada trauma
atau penyakit, yang memberi gambaran klinis berat disertai
perubahan status metabolism dan status gizi yang kompleks.
Pasien yang sakit berat baik disebabkan oleh sepsis, trauma, atau
penyakit, menunjukkan sekumpulan respon inflamasi sistemik
yang mengganggu fungsi imun dan penyembuhan luka dan lebih
lanjut dapat menyebabkan disfungsi paru, ginjal, system
gastrointestinal, dan hati (multipel organ system failure = MOSF),
memperpanjang waktu perawatan dan meningkatkan mortalitas.
Sepsis terjadi karena adanya infeksi (biasanya gram positif atau
negative bakteri aerob atau anaerob) yang menyebar ke bagian
tubuh lain, kalau penyebaran tersebut melalui aliran darah
disebut septicemia. Tingginya derajat stress metabolisme pada
keadaan ini, merupakan indikasi diperlukannya dukungan nutrisi
yang spesifik dan sering memerliukan dukungan nutrisi melalui
pipa atau parenteral karena tidan adanya selera makan atau
menurunnya kapasitas system pencernaan dari pasien.
Perubahan respons metabolism ditunjukkan dengan laju
katabolisme yang diperantarai oleh system neuro-hormonal
meliputi, aktivasi system syaraf simpatis dan lepasan katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin); stimulasi glukokortikoid (kortisol),
hormone pertumbuhan, dan sitokin (InterLeukin 1 dan 6) dan
peningkatan sekresi glucagon.
Terapi nutrisi untuk pasien-pasien dengan sepsis dan penyakit-
penyakit berat dengan proses metabolisme yang tinggi, sampai kini
terus dipelajari dan dikembangkan. Berbagai produk nutrisi
didesain untuk mengatasi respon katabolic dan mengoptimalkan
respon terhadap dukungan nutrisi.
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Pada fase akut : untuk menekan semaksimal mungkin
katabolisme protein jaringan dan mengganti sebanyak
mungkin nitrogen yang hilang.
b. Mencegah terjadinya Multiple Organ System Failure (MOSF)
2. Prinsip Diet
a. Tinggi energy
b. Tinggi protein
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
3. Syarat Diet
a. Kebutuhan energy basal dihitung dengan rumus Harris
Benedict. Kebutuhan energy total menggunakan factor
stress sebesar 1,5-1,7 dari kebutuhan basal. Pemberian
dapat dimulai dengan 25-30Kal/kgBB/hari untuk
mengurangi resiko overfeeding
b. Kebutuhan protein sebaiknya dihitung berdasarkan eksresi
NUU 24 jam, insensible nitrogen losses (2 gram) dan untuk
anabolisme protein 3 gram atau 3 gram, serta berdasarkan
6,25 gram protein dalam 1 gram Nitrogen yaitu :
{NUU (gram)/24 jam + INL (2gram) + A (3 gram)} x 6,25
Bila terjadi kenaikan urea darah, maka kebutuhan protein
ditambah dengan kenaikan nitrogen urea darah :
{NUU (gram)/24 jam + NUD (gram)/24 jam + INL (2gram) + A
(3 gram)} x 6,25
c. Kebutuhan lemak sekitar 20-25% dari kebutuan energi total
sehari. Pertimbangkan pemberian lemak MCT dan asam
lemak esensial.
d. Kebutuhan mikronutrien :
Produk multivitamin dan mineral yang mengandung vitamin
A, B kompleks, C, D, K, dan E, serta mineral Zn, P, K, Mg,
Mn, Cr perlu diberikan karena kadarnya dalam plasma
menurun dan eksresinya dalam urin meningkat pada
keadaan katabolik. Pemberian formula zat besi (Fe)
sebaiknya ditunda sampai fase akut/stress mereda.
e. Cara pemberian nutrisi : selama fungsi sistem
gastrointestinal baik, harus diupayakan secara enteral (tube
feeding) karena nutrisi enteral dpat mempertahankan
mukosa intestin dan dapat mencegah translokasi bakteri dan
toksin, serta mengurangi resiko MOSF. Sedapat mungkin
nutrisi enteral diberikan secara tetesan tidak terputus
(continuous) atau terputus (intermittent). Bila dapat
ditoleransi oleh pasien dan kondisi pasien menunjukkan
perbaikan serta selera makan dan kemampuan makan
pasien membaik, maka pemberian nutrisi dapat dialihkan ke
oral dengan porsi kecil tapi sering.
f. Asupan cairan harus disesuaikan dengan kapasitas
keseimbangan cairan. Pemantauan asupan cairan (input) dan
volume urin (output) harus dilakukan secara teratur.
BAB XIX
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT PARU
A. GAMBARAN UMUM
Dari sudut pandang patofisiologi dan pengelolaan nutrisi,
penyakit paru dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Penyakit paru yang menyebabkan fungsi paru secara akut
(acute lung injury). Penyakit paru akut dapat bervariasi dari
suatu infeksi paru lokal yang sederhana (pneumonia) hingga
kerusakan alveoli yang difus seperti pada adult respiratory
distress syndrome.
2. Penyakit paru yang menyebabkan fungsi paru secara kronik
(chronic lung dissease). Penyakit paru kronik memiliki
patofisiologi berupa gangguan mekanik paru dalam bentuk
kerusakan obstruktif dan restriktif yang menetap, baik tunggal
maupun kombinasi. Bentuk penyakit paru kronik yang umum
adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang meliputi
enfisema, bronkitis, dan asma kronik.
Penyakit Paru Akut
Pada umumnya penyakit sistem respirasi diikutii dengan
gejala-gejala sistemik seperti anoreksia, lelah dan malaise. Bila
gejala-gejala tersebut disertai denganbatuk dan sesak, maka
asupan oral umumnya menurun. Apabila pasien membutuhkan
intubasi endotrakeal dan ventilator maka asupan oral bisa jadi
nihil. Bila keadaan ini berlanjut tanpa perbaikan status nutrisi
yang memadai, terjadilah balans nitrogen negatif yang selanjutnya
menyebabkan :
- Penurunan kekuatan otot pernapasan
- Penurunan kekuatan ventilasi
- Penurunan fungsi imunitas
Penyakit Paru Kronik
Malnutrisi merupakan gangguan status nutrisi yang paling
sering dijumpai pada PPOK. Penurunan berat badan badan PPOK
meningkatkan angka mortalitas.
Mekanisme penurunan berat badan pada PPOK adalah sbb :
- Penurunan fungsi gastrointestinal
- Penurunan asupan makanan
- Mekanisme adaptasi terhadap penurunan konsumsi O2
- Perubahan hemodinamik paru dan kardiovaskulae
sehingga menurunkan penyediaan nutrien ke berbagai
jaringan
- Hiperkatabolisme
- Peningkatan beban restriksi dan penurunan efisiensi otot
pernapasan
- Peningkatan kebutuhan energi akibat komorbiditas
seperti infeksi atau bedah.
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet :
a. Memperbaiki malnutrisi. Karena sedikitnya oksigen yang
dapat dipakai untuk pembentukan ATP, pasien sedikit
aktivitas dan sedikitnya aliran darah kesaluran cerna dan
otot.
b. Memperbaiki anoreksia sebagai akibat dari lambatnya
peristaltic dan pencernaan karena oksigen yang tidak
adekuat dalam sel pencernaan
c. Mencegah asidosis respirasi dengan mengurangi kelebihan
produksi CO2
d. Mencegah dan memperbaiki dehidrasi
e. Menghindari konstipasi
f. Meringankan kesulitan mengunyah atau menelan sebagai
akibat dari nafas pendek
2. Prinsip Diet :
a. Energy Tinggi
b. Protein Tinggi
c. KH Rendah
3. Syarat Diet :
a. Energy tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energy,
diperhatikan factor stress, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu
tubuh. Tambahkan energy sebanyak 13% untuk setiap
kenaikan suhu 10 C. Factor stress 1,5-1,7 dikalikan dengan
BEE
b. Protein diberikan 1,2-1,5 gram/kg BB untuk memelihara
dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian
protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Diutamakan yang mengandung asam lemak omega 3 seperti
tuna, makarel dan ikan lainnya.
c. Lemak diberikan 30-40% dari total kebutuhan energy.
d. Karbohidrat rendah 40-45% dari total kebutuhan energy.
e. Makanan diberikan dalam bentuk lunak.
f. Serat dinaikkan secara bertahap.
g. Jika ada demam asupan cairan dinaikkan 1 ml/Kal.
h. Pasien dengan odema, batasi asupan natrium dan naikkan
asupan kalium.
i. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
mekanik, termik, maupun kimia.
D. CATATAN
1. Apabila pasien PPOK sesak nafas maka dalam dietnya tidak
perlu adanya pembatasan cairan kecuali pasien menderita
odema paru atau penyakit jantung.
2. Edukasi pasien :
a. Menjelaskan bahwa makanan yang terlalu panas atau dingin
dapat menyebabkan batuk
b. Pentingnya istirahat sebelum dan sesudah makan serta
makan secara perlahan-lahan.
BAB XX
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA HIV/AIDS
A. GAMBARAN UMUM
AIDS (The Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan
tahap akhir penyakit infeksi yang disebabkan oleh HIV (Human
Immuno Deficiency Virus) yang dapat menimbulkan infeksi pada
system organ tubuh termasuk otak sehingga menyebabkan
rusaknya system kekebalan tubuh.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi penyakit
ini. Gangguan gizi pada pasien AIDS umumnya terlihat pada
penurunan berat badan. Ada dua tipe penurunan berat badan
pada AIDS, yaitu penurunan berat badan yang lambat dan yang
cepat. Penurunan berat badan yang cepat sering dihubungkan
dengan infeksi oportunistik, penurunan berat badan lebih dari
20% BB sulit diperbaiki dan sering mempunyai prognosa yang
buruk.
Memburuknya status gizi bersifat multifactor, terutama
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi
dan metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya
aktivitas fisik. Kurangnya asupan makanan disebabkan oleh
anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak napas, diare,
infeksi dan penyakit saraf yang menyertai penyakit HIV/AIDS.
Karena gangguan gizi memegang peranan penting dalam
pathogenesis penyakit HIV/AIDS, terapi diet dan konsultasi gizi
memegang peranan penting dalam upaya penyembuhan.
CATATAN
1. Makanan oral atau enteral lebih diutamakan agar tidak terjadi
atrofi usus.
2. Cachexia, penurunan berat badan drastis, status gizi sangat
buruk, bisa menyebabkan kematian.
3. Untuk meningkatkan asupan makan per oral :
a. Variasi pada aroma dan penyedap
b. Berikan hidangan yang mudah untuk memakannya
c. Porsi kecil padat zat gizi
d. Porsi makan pagi lebih besar
4. Obat jenis Appetite Simultant (penambah nafsu makan), bisa
menyebabkan ketagihan.
5. Pemberian makanan di rumah sakit, lebih banyak porsinya
pada pagi hari, karena biasanya pagi hari pasien masih dalam
keadaan fresh, pasien habis mandi, sikat gigi, sprei baru
diganti, dan belum minum obat sehingga nafsu makan baik.
BAB XXI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA TINDAKAN BEDAH
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan
optimal saat pembedahan, sehingga tersedia cadangan
untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka
2. Prinsip Diet
a. Energy cukup
b. Protein cukup-tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Rendah sisa
3. Syarat Diet
a. Energy
1) Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak
40-45 Kal/kg BB
2) Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan sebanyak
10-25% di bawah kebutuhan energy normal
3) Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai
dengan kebutuhan energy normal, ditambahkan factor
stress sebesar 15% BEE.
4) Bagi pasien dengan penyakit tertentu energy diberikan
sesuai dengan penyakitnya.
b. Protein
1) Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin
rendah (<2,5 mg/dL) diberikan protein tinggi 1,5-2,0
gram/kgBB
2) Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan
diberikan protein normal 0,8-1 gram/kgBB
3) Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan protein
sesuai dengan penyakitnya.
c. Lemak cukup yaitu 15-25% dari kebutuhan energy total.
Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan lemak sesuai
dengan penyakitnya.
d. Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energy
untuk menghindari hipermetabolisme. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu, karbohidrat diberikan sesuai dengan
penyakitnya.
e. Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu
ditambahkan dalam bentuk suplemen
f. Mineral cukup, bila perlu ditambahkan dalam bentuk
suplemen
g. Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran
cerna atau klisma, sehingga tidak mengganggu proses
pembedahan (tidak buang air besar atau kecil di meja
operasi.
D. CATATAN
1. Sebelum pembedahan cito atau darurat tidak diberikan diet
tertentu
2. Pada pra-bedah berencana atau elektif :
a. Pra bedah minor/kecil elektif, seperti tonsilektomy tidak
membutuhkan diet khusus. Pasien dipuasakan 4-5 jam
sebelum pembedahan. Sedangkan pada pasien yang akan
menjalani appendiktomy, herniotomy, hemoroidektomy, dan
sebagainya diberikan diet rendah sisa sehari sebelumnya.
b. Pra-bedah mayor atau besar elektif seperti :
1) Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah
selama 4-5 hari dengan tahapan :
- Hari ke-4 sebelum pembedahan diberi Makanan Lunak
- Hari ke-3 sebelum pembedahan diberi Makanan Saring
- Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula
Enteral Sisa Rendah
2) Prabedah besar di luar saluran cerna diberi Formula
Enteral Sisa Rendah selama 2-3 hari. Pemberian
makanan terakhir pada prabedah besar dilakukan 12-18
jam sebelum pembedahan, sedangkan minum terakhir 8
jam sebelumnya.
D. CATATAN
1. Proses adaptasi intestinal paska reseksi yaitu 3-12 hari pasca
bedah
2. Adanya nutrient dalam lumen usus mempercepat adaptasi
stimulasi sekresi pancreas dan peptida intestinal
meningkatkan pertumbuhan dan fungsi dari usus yang tersisa.
3. Pemberian NE nasogatrik merangsang usus yang tersisa
(reseksi)
4. Atrofi mukosa akibat penggunaan TPN dapat dicegah dengan
pemberian NE dini melalui lumen usus
5. NE polimerik lebih mudah ditoleransi disbanding elemental.
6. Pasca-bedah gaster : berakibat intoleransi laktosa,defisiensi
mikronutrient-vit B12, diberikan diet nutrisi isoosmolar, bebas
laktosa, lengkap mikronutrient
Pasca-bedah reseksi duodenum, jejunum, ileum : terjadi
malabsorbsi KH, lemak dan protein, diberikan nutrisi
elemental/semi elemental
Pasca-bedah reseksi kolon berpengaruh pada pola defekasi,
perhatikan asupan cairan dan serat.
BAB XXII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS
A. GAMBARAN UMUM
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada
kebanyakan pasien yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi
mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan
nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi.
Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup
serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan
dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status
nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit. Untuk pasien kritis
yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima
nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan
kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan
memulai pemberian nutrisi. Pasien-pasien yang masuk ke ICU
umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor,
pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas.
Kebanyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi
sebelum dimasukkan ke ICU. Keparahan penyakit dan terapinya
dapat mengganggu asupan makanan normal dalam jangka waktu
yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi
kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat
memperburuk status nutrisi. Respon hipermetabolik komplek
terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal,
imunologis dan homeostasis nutrisi.
Efek cedera atau penyakit berat terhadap metabolisme
energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi
kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis. Malnutrisi sering
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat
perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator,
tingginya angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama,
sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjang dan
peningkatan biaya perawatan. Malnutrisi juga dikaitkan dengan
meningkatnya jumlah pasien yang dirawat kembali. Pentingnya
nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis
mengharuskan para klinisi mengetahui informasi yang benar
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen pemberian
nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat terhadap
outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.
B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI
1. Anamnesa
Riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat pola
makan
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah
3. Pemeriksaan Laboratorium
Albumin, Hb, Total Lymphocyte Count, keseimbangan elektrolit
(Na, K, Cl, Mg, dan Ca)
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, tinggi lutut, panjang lengan
Estimasi TB dengan mengukur Tinggi Lutut :
TB Pria = (2,02xTL) – 0,4U + 64,19
TB Wanita = 1,83TL – 0,24U + 84,88
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari
masalah-masalah yang disebabkan oleh overfeeding atau
refeeding syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik,
gagal napas, hiperglikemia, koma non-ketotik hiperosmolar,
dan hiperlipidemia.
b. Mengganti zat-zat gizi yang hilang
c. Mencegah pengurangan otot dan katabolisme protein organ
2. Prinsip Diet
a. Energi Cukup sesuai tingkat stress
b. Protein Cukup
c. Lemak Cukup
3. Syarat Diet
a. Energi
Kebutuhan Energi Basal dihitung dengan rumus Harris-
Benedict
Faktor Aktivitas : pasien koma/somnolen : 1,0
Pasien dengan ventilator : 0,85
Total bedrest : 1,1
On bed : 1,2
Faktor Stress : post op tanpa komplikasi : 1,0 – 1,3
Kanker : 1,1 – 1,3
Peritonitis/sepsis : 1,2 – 1,4
Sindrom Kegagalan Organ Multipel : 1,2 – 1,4
Luka Bakar : > 2,0
Gizi buruk : < 1,0
*gizi buruk diberikan faktor stress >1,0 karena terjadi
penurunan kecepatan metabolik
REE pasien dengan menggunakan ventilator :
REE = 1925 -10A + 5W + 281S + 292T + 851B
Keterangan : A = umur dalam tahun
W = berat badan dalam kg
S = jenis kelamin, laki-laki = 1, perempuan = 2
T = trauma, ada = 1, tidak ada = 0
B = luka bakar, ada = 1, tidak ada = 0
b. Protein
Protein diberikan 20-30% atau 1,2 – 2 gram/kgBB/hari.
Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan
hati.
c. Lemak
Lemak diberikan 20-15% dari total kebutuhan sehari, dapat
ditingkatkan menjadi 45% untuk menurunkan produksi
CO2. Pemberian energi dalam bentuk lemak akan
memberikan keseimbangan energi dan menurunkan insiden
dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam
jumlah besar.
d. Karbohidrat diberikan 50-60% dari total kebutuhan energi
sehari. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh
termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah.
Glukosa disimpan di hati dan otot skeletal sebagai glikogen.
Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24 . 36 jam
melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis,
glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino
(terutama alanin), gliserol dan laktat. Kelebihan glukosa
pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan
akumulasi glukosa dihati berupa glikogen dan lemak.
Meskipun turnover glukosa meningkat pada kondisi stres,
metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang
sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa pada
pasien dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit.
e. Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1
(tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam
pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan
kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam
folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi pada TPN.
Dialisis ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin
yang larut dalam air. Selain defisiensi besi yang sering
terjadi pada pasien sakit kritis dapat juga terjadi defisiensi
selenium, zinc, mangan dan copper.
f. Cara pemberian :
1) Apabila saluran cerna berfungsi, diberikan Total Enteral
Nutrisi (TEN)
2) Jika ada diare (berat feces >250 mL/hari ) : diberikan
kombinasi enteral dan parenteral
3) Diare dengasn berat feces >1000mL/hari atau ada residu
gaster >150 mL diberikan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
g. Pergantian Diet
1) Parenteral Enteral
Misal pada kasus post op abdominal
Caranya :TPN (Total Parenteral Nutrisi) diturunkan
menjadi ½ apabila enteral NGT sudah dapat memenuhi ½
- 1/3 dari kebutuhan kalori pasien.
Overfeeding dapat dicegah dengan menghentikan
pemberian glukosa dan menurunkan TPN seiring dengan
peningkatan enteral NGT.
2) Parenteral Oral
Dimulai dengan Clear Liquids, dilanjutkan dengan Full
Luquid dengan hati-hati, diobservasi tanda-tanda
aspirasi. Jika dalam 2 hari pasien dapat menerima liquid,
maka pada hari ke tiga dinaikkan menjadi makanan
lunak.
TPN dihentikan apabila asupan oral mencapai 2/3 – ¾
kebutuhan pasien.
3) Enteral Oral
Pemantauan asupan oral dengan menghitung asupan
setelah pergantian diet.
Suplementasi zat gizi diperlukan apabila asupan < ½
kebutuhan.
Jika asupan oral stabil, 2/3 – ½ dari kebutuhan, maka
malam hari bisa diberikan enteral
D. CATATAN
1. Elektrolit berhubungan dengan status penyakit dan terapi,
seperti Kalium, Natrium dan Magnesium, serta Phosphat.
2. Fungsi ginjal : BUN, Kreatinin
3. Glukosa khususnya pasien dengan parenteral nutrisi
4. Balance Nitrogen
5. Protein visceral : albumin, transferrin dan pre-albumin.
BAB XXIII
MAKANAN BAYI DAN ANAK SEHAT
Kebutuhan Gizi
ENERGI
Kebutuhan energi bayi dan anak relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan orang dewasa, karena pertumbuhannya yang
pesat.
Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama kurang lebih 100-
120 kkal/kg berat badan. Untuk 3 tahun pertambahan umur,
kebutuhan energi turun kurang lebih 10kkal/kg berat badan.
Pertumbuhan dan perkembangan cepat pada usia remaja membutuhkan
masukan energi yang meningkat. Penggunaan energi dalam tubuh
adalah sebagai berikut :
a) 50% untuk Metabolisme Basal (MB), atau sebanyak + 55 kkal/kg
berat badan sehari. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1°C
menyebabkan kenaikan MB sebesar 10%;
b) 5-10% untuk Spesific Dynamic Action (SDA)
c) 12% untuk pertumbuhan
d) 25% untuk aktivitas fisik, atau sebanyak 15-25 kkal/kg Berat
badan sehari
e) 10% terbuang melalui feses.
Tabel 1.1. Kecukupan Energi Sehari Untuk Bayi dan Anak Menurut
Umur
Kecukupan Energi
Golongan Umur
(kkal/kgBB)
(tahun)
Pria Wanita
0-1 110-120 110-120
1-3 100 100
4-6 90 90
6-9 80-90 60-80
10-14 50-70 40-55
14-18 40-50 40
PROTEIN
Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino esensial yang
diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk :
a) Pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,
hemoglobin, enzim, hormon, dan antibodi;
b) Menggantikan sel-sel yang rusak;
c) Memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh;
d) Sumber energi.
Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pula pada
mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka
kebutuhan protein. Mutu protein, bergantung pada susunan asam amino
yang membentuknya, terutama asam amino esensial.
Kecukupan protein yang dianjurkan untuk bayi dan anak dapat
dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2. Kecukupan Protein Sehari untuk Bayi dan Anak Menurut
Umur
Golongan Umur Kecukupan Protein
(tahun) (gram/kgBB)
0-1 2.5
1-3 2
4-6 1.8
6-10 1.5
10-18 1-1.5
AIR
Air merupakan zat gizi yang sangat penting bagi bayi dan anak karena
:
a) Bagian terbesar dari tubuh terdiri atas air;
b) Kehilangan air melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih
besar daripada orang dewasa;
c) Bayi dan anak lebih mudah terserang penyakit yang menyebabkan
kehilangan air dalam jumlah banyak (dehidrasi, seperti yang
terjadi pada muntah-muntah dan diare berat).
Tubuh tiap hari memperoleh air dari cairan makanan dan minuman.
Kebutuhan air pada bayi dan akan dalam keadaan normal dapat dilihat
padaTabel 1.3
LEMAK
Lemak merupakan sumber kalori berkonsentrasi tinggi (1 gram
lemak menghasilkan 9 kilo kalori). Di samping itu lemak mempunyai
tiga fungsi penting lain, yaitu sebagai sumber lemak esensial, zat pelarut
vitamin ADEK, dan pemberi rasa sedap pada makanan.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak.
Dianjurkan 15-20% energi total berasal dari lemak. Di samping itu untuk
bayi dan anak dianjurkan 1-2% energi total berasal dari asam lemak
esensial (asam linoleat). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan untuk memelihara kesehatan kulit.
KARBOHIDRAT
Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi (1 gram
karbohidrat menghasilkan 4 kilo kalori). Dianjurkan 60-70% energi total
berasal dari karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar formula bayi, 40-
50% kandungan kalori berasal dari karbohidrat, terutama laktosa. Salah
satu keuntungan adanya laktosa dalam makanan bayi adalah terjadinya
pembentukan flora uang bersifat asam dalam usus besar yang
meningkatkan absorbsi kalsium dan menurunkan absorbsi fenol.
Konsumsi karbohidrat, terutama sebagai gula murni, yang tinggi
mempunyai kemungkinan menyebabkan aterosklerosis di kemudian
hari. Gula sebaiknya hanya diberikan untuk memberi rasa pada
makanan.
Makanan bayi sehat dibagi menjadi 2 golongan. Yang pertama
adalah makanan utama ASI/PASI. PASI baru diberikan, bila oleh suatu
sebab ASI kurang atau tidak ada sama sekali. Yang kedua adalah
makanan pelengkap yang terdiri atas buah-buahan, biskuit, makanan
lumat, dan makanan lembek.
BAB XXIV
MAKANAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
Indikasi pemberian
Pemberian diet TKTP dilakukan pada keadaan :
1. Gizi kurang dan gizi buruk
2. Anemia gizi
3. Persiapan operasi untuk mencapai gizi seimbang dna pasca oerasi
bila pasien telah dapat menerimanya
4. Luka bakar
5. Baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi dan penyakit
kronik.
Cara pemberian makan :
Pada porsi biasa ditambahkan makanan berupa makanan pokok,
lauk, dan susu.
Sesuai dengan kebutuhan gizi, pasien dapat diberikan salah satu diet
TKTP dengan kandungan enerfi 1700-2500 kkal dan protein 60-93 gram
sehari.
BAB XXVI
DIET PADA GIZI BURUK
Yang dimaksud dengan gizi buruk dalam hal ini adalah Kurang
Kalori Protein (KKP) atau Protein Energy Malnutrition (PEM). Ada tiga
macam KKP yaitu kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor, dan marasmus.
Kwashiorkor terjadi bila kekurangan gizi utama adalah kekurangan
protein, sedangkan marasmus terjadi bila kekurangan gizi utama adalah
kekurangan kalori. Marasmus-kwashiorkor adalah kombinasi dari
marasmus dan kwashiorkor.
Tujuan pemberian diet :
1. Memberikan makanan tinggi energy dan tinggi protein secara
bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai status
gizi optimal.
2. Mencegah penurunan berat badan lebih lanjut
3. Pada kwashiorkor : mengoreksi defisiensi protein, udem, dan
perlemakan hati
4. Pada marasmus : meningkatkan asupan energy
5. Mencegah resiko dari refeeding syndrome
6. Mencegah komplikasi (sepsis, overfeeding hiperglikemia, CHF)
Syarat Diet :
1. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan berat badan
dan umur serta keadaan klinis pasien;
2. Energi tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 50kkal/kg berat
badan hingga 150-300 kkal/kg berat badan sehari.
3. Protein tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 1 gram/kg berat
badan hingga 3-5 gram/kg berat badan sehari.
4. Banyak cairan diatur untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, terutama bila ada diare.
5. Vitamin dan mineral tinggi. Bila perlu diberikan tambahan vitamin
dan mineral, seperti vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan
zat besi.
6. Mudah dicerna dan tidak merangsang
7. Porsi kecil dan diberikan sering
8. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
Indikasi Pemberian
Ada tiga tahap pemberian makanan yaitu tahap Stablisasi, tahap
Transisi, dan tahap Rehabilitasi.
1. Periode Stabilisasi (hari I sampai hari ke – 7)
- ASI tetap diberikan setelah formula
- Porsi kecil dan sering dengan formula rendah laktosa dan
hipo/iao oamolar
- Berikan secara oral/naso gastris
- Energi 100 kkal/kg BB/hari
- Protein 1-1.5 gram/kg BB/hari
- Cairan 130 ml/kg BB/hari (100 mL/kg BB/hsri bila ada
oedema)
- Diberikan F75 atau modisco 0,5
2. Periode Transisi (hari ke-8 sampai hari ke-14)
- Energi 100-150 kkal/kg BB/hari
- Protein 2-3 gram/kg BB/hari
- Cairan : 150 mL/kg Bb/hari
- Merubah makanan dari Formula 75 ke Formula 100 atau
modisco ½
- Modifikasi bubur atau makanan keluarga dapat digunakan
3. Periode Rehabilitasi (minggu ke-2 sampai minggu ke-6)
- Energi diberikan 150-200 kkal/kg BB/hari
- Protein 4-6 gram/kg BB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, dan ditambah
dengan formula, karena energi dan protein ASI tidak
mencukupi untuk tumbuh kejar
- Cairan 150-200 mL/kg BB/hari
- Diberikan formula 135 atau modisco 3
DIET HATI II
Diberikan kepada penderita hepatitis atau kegagalan hati yang sudah
dapat mengatasi keadaan pre koma. Protein diberikan sebanyak 1
gram/kg BB. Bentuk makanan lunak.
DIET HATI IV
Diberikan kepada penderita hepatitis dalam masa penyembuhan. Protein
diberikan sebanyak 3 gram/kg BB, bentuk makanan biasa.
Bahan makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada Diet
Rendah Protein Rendah Garam
Makanan yang Boleh Makanan yang Tidak Boleh
Golongan Diberikan Diberikan
Bahan
Makanan
Sumber Beras, ketan, jagung, sagu, Biskuit, roti dan kue-kue
Energi kentang, singkong, talas, yang diolah dengan garam
ubi, bihun, makaroni, mie, dapur, soda kue, vetsin,
misoa, soun, tepung beras, margarin dan mentega
terigu, havermut, hunkwe,
gula, minyak, santan,
kelapa, margarin dan
mentega yang sudah
dikeluarkan garamnya
Sumber Diberikan dalam jumlah Semua yang diawetkan
Protein terbatas : daging, hati, dengan garam dapur dan
otak, unggas, ikan, susu, ikatan natrium lain : abon,
telur, kacang-kacangan dan dendeng, daging asap, ham,
hasil olahannya seperti kornet, keju, ikan asin,
tahu, tempe, oncom pindang, ikan dalam kaleng,
ebi, udang kering, telur asin,
telur pindang, dsb, keju
kacang tanah, kecap, dan
tauco.
Sumber Semua sayuran segar dan Semua sayuran yang
vitamin sayuran yang diawetkan diawetkan dengan garam
tanpa garam dapur, dapur atau ikatan natrium
Natrium benzoat, dan soda, lainnya : sayur asin, acar,
semua buah segar yang sayur dlam kaleng dan buah
diawetkan tanpa garam yang diawet dengan garam
dapur atau ikatan natrium dapur atau ikatan natrium
lainnya lain, asinan buah, manisan
buah, buah dalam kaleng
bumbu Semua bumbu segar, Garam dapur, kecap, maggi,
garam dapur dalam jumlah tauco, vetsin dan bumbu lain
yang telah ditentukan yang mengandung garam
dapur dan ikatan natrium
lainnya
Minuman Teh, sari buah Minuman yang mengandung
soda, cokelat.
Tujuan Diet :
1. Meningkatkan volume dan berat sisa makanan dalam kolon
2. Meningkatkan pergerakan (motility) usus
3. Menurunkana tekanan untraluminal kolon
Syarat Diet :
1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin
2. Banyak cairan untuk memperlancar defekasi (2-2.5 liter sehari)
3. Berkadar serat tinggi
Indikasi Pemberian
Diet Tinggi Serat bermanfaat untuk pasien dengan konstipasi
kronis, penyakit divertikular, dan Irritable Bowel Syndrome. Diet tinggi
serat mula-mula dapat memberi rasa kurang enak, seperti kembung, dan
banyak flatus. Hal ini dapat dihindarkan dengan cara menambahkan
serat secara bertahap dalam makanan.
Tujuan Diet :
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberikan gejala alergi
2. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
Syarat Diet :
1. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin
2. Tidak menggunakan bahan makanan tersangka menimbulkan
alergi atau sejenisnya.
3. Cukup energi dan protein. Pada kasus gizi kurang diberikan diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein
4. Cukup cairan dan elektrolit, sesuai dengan kebutuhan menurut
berat badan dan umur
5. Cukup vitamin dan mineral
Edukasi dan Konseling
1. Dianjurkan untuk membaca label kemasan makanan dengan teliti
jika membeli makanan jadi/ makanan siap saji/instan
2. Mengetahui istilah-istilah tertentu alergen makanan dan
produknya
3. Mengetahui bahan makanan pengganti/alternatif, dengan nilai
gizi yang setara, namun tidak alegenik, untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak
4. Cara mengolah makanan di rumah misalnya dengan
mendahulukan memasak makanan yang tidak alergenik.
5. Menandai/membedakan tempat penyimpanan makanan/bahan
makanan yang alergenik dan tidak alergenik
6. Menjaga persediaan makanan yang tidak alergenik untuk
makanan siap saji
7. Menghindari kemungkinan asap makanan yang dapat
menimbulkan reaksi alergi lewat pernapasan
8. Menyediakan bekal makanan yang tidak alergenik untuk bekal
sekolah
9. Upaya pencegahan, bagi bayi dengan resiko tinggi terkena alergi
makanan.
10. Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan
11. Jika bayi menggunakan susu formula, dapat digunakan susu
formula protein hidrolisat atau susu formula kedelai
12. Mengenalkan makanan padat sampai bayi berumur 6 bulan.
Menunda pemberian kacang-kacangan dan ikan laut sampai anak
mencapai usia 3-4 tahun
13. Dianjurkan tidak terburu-buru dalam memperkenalkan berbagai
jenis makanan dengan cara memperkenalkan satu jenis makanan
tiap 3-4 hari agar dapat dilakukan penilaian terhadap toleransi
dan reaksi alergi bila terjadi.
14. AAP (American Academy of Pediatric) menganjurkan pemberian
susu sapi setelah 12 bulan, telur setelah usia 24 bulan
15. Diet penghidaran susu sapi pada ibu menyusui
P E N U T U P
I NYOMAN SUSILA