Anda di halaman 1dari 125

Alamat/Address: Jl. Pahlawan 14 Tabanan Bali Indonesia, Phone: +62. 361. 811027, Fax: +62. 361.

811202
Email: diklat_brsu@yahoo.com

KEPUTUSAN DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN TABANAN
NOMOR : 321/SK/BRSUD/2017
TENTANG
PEDOMAN PENATALAKSANAAN NUTRISI PASIEN DI BADAN RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN TABANAN

DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN TABANAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
BRSUD Kabupaten Tabanan, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan gizi yang bermutu;

b. bahwa penatalaksanaan nutrisi pasien di BRSUD


Kabupaten Tabanan memerlukan sebuah pedoman
sebagai acuan untuk pelayanan bermutu yang sesuai
dengan kebutuhan zat gizi pasien, dan diharapkan
dapat mempercepat proses penyembuhan pasien,
memperpendek lama hari rawat, dan menghemat biaya
perawatan;

c. bahwa dengan kebijakan yang sesuai diharapkan


penatalaksanaan nutrisi pasien di Badan Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Tabanan dapat berlangsung
dengan efektif dan efisien sehingga dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi konsumen serta memberikan
kepuasan kepada konsumen/masyarakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Keputusan Direktur Badan Rumah Sakit
Umum Daerah tentang Pedoman Penatalaksanaan
Nutrisi Pasien di Badan Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Tabanan;

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang


Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam
Wilayah Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1655);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);

6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit;

7. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 13


Tahun 2016 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Tabanan (Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan
Tahun 2016 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Tabanan Nomor 13;

8. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 29 Tahun 2008


tentang Penetapan Badan Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Tabanan sebagai Badan Layanan Umum
(BLU), (Berita Daerah Kabupaten Tabanan Tahun
2008 Nomor 30);

9. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 31 Tahun 2013


tentang Standar Pelayanan Minimal Badan Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan (Berita
Daerah Kabupaten Tabanan Tahun 2013 Nomor 42);

10. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 81 Tahun 2013


tentang Pelimpahan Wewenang Penandatanganan
Keputusan yang Bersifat Penetapan (Berita Daerah
Kabupaten Tabanan Tahun 2013 Nomor 75);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KESATU : Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien di Badan Rumah


Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan;

KEDUA : Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien di Badan Rumah


Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan berada di bawah
koordinasi Instalasi Gizi Badan Rumah Sakit Umum Daerah
kabupaten Tabanan;

KETIGA : Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien di Badan Rumah


Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran dari Keputusan Direktur ini;

KEEMPAT : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Direktur


Badan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan
Nomor 625/SK/BRSU/2013 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Nutrisi di Badan Rumah Sakit Umum
Tabanan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi;

KELIMA : Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Tabanan
Pada tanggal 5 Juli 2017
DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN

I NYOMAN SUSILA
LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN TABANAN
NOMOR : ....../SK/BRSUD/2017
TENTANG : PENATALAKSANAAN NUTRISI PASIEN
DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN

PEDOMAN
PENATALAKSANAAN NUTRISI PASIEN
DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN

INSTALASI GIZI
BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN TABANAN
2017

KATA PENGANTAR

Dengan perubahan pola penyakit dan perkembangan ilmu


kedokteran di bidang kesehatan khususnya ilmu gizi, peranan
Pedoman penatalaksanaan Nutrisi pasien dirasa sangatlah penting di
Rumah Sakit. Seperti halnya di negara berkembang lainnya,
perubahan gaya hidup di Indonesia termasuk pola makan dan
aktivitas, menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif seperti
penyakit jantung koroner, serebrovaskuler, diabetes mellitus, dan
kanker, sementara penyakit menular dan angka kejadian kurang gizi
masih tetap tinggi. Hal ini tentunya membutuhkan pemberian diet
yang tepat.
Sesuai dengan keadaan penyakit, makanan dapat diberikan per
oral, enteral, atau parenteral. Untuk itu diperlukan pengamatan yang
cermat terhadap kesehatan pasien. Agar mencapai sasaran,
diperlukan kerjasama antara profesi terkait, yaitu dokter, dietisien,
perawat, farmakolog, dan profesi lain. Kerjasama ini hendaknya
ditampung dalam Tim Asuhan Gizi yang terlibat dalam melaksanakan
terapi gizi medis secara komprehensif di semua unit pelayanan
kesehatan.
Buku Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien BRSUD
Kabupaten Tabanan ini merupakan acuan dalam memberikan
makanan, konsultasi, dan penyuluhan gizi kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan gizi dan keadaan penyakit pasien.

Tabanan, Juni 2017


Tim Penyusun
P E N D A H U L U A N

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit adalah pelayanan yang diberikan


dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis,
status gizi, dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat
berpengaruh pada proses kesembuhan penyakit, sebaliknya proses
perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.
Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak
tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi
organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit
dan kekurangan gizi. Selain itu, masalah gizi lebih dan obesitas erat
hubungannya dengan oenyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus,
penyakit jantung koroner, hipertensi dan penyakit kanker, memerlukan
terapi gizi untuk membantu penyembuhannya.
Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari perawatan penyakit
atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar pemberian terapi gizi
tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan fungsi
metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan dengan perubahan
fungsi organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki
sesuai dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya
peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit, merupakan tugas dan tanggung jawab
tenaga kesehatan, terutama tenaga gizi.
Sekarang ini semakin banyak pasien yang dirawat di Rumah Sakit
yang memerlukan penanganan gizi tidak hanya bagi penderita
kekurangan gizi, tetapi penderita dengan penyakit-penyakit kelebihan
gizi dan penyakit degenerative juga mengalami peningkatan.
Perkembangan ilmu kedokteran menunjukkan bahwa penanganan
penyakit tertentu memerlukan penatalaksanaan gizi khusus.
Mengingat hal tersebut, buku Pedoman Penatalaksaanan Terapi
Nutrisi BRSU Tabanan dimaksudkan untuk menstandardisasi
pelaksanaan terapi diet bagi pasien. Namun dalam hal khusus, diet
hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan perorangan. Pedoman
Penatalaksanaan Nutrisi Pasien BRSU Tabanan ini dimaksudkan sebagai
pedoman kerja bagi para dietisien, dokter, perawat, dan petugas
kesehatan lain dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan gizi, baik
bagi pasien rawat inap, maupun rawat jalan.
Sebagai pendahuluan, tiap diet memuat gambaran umum yang
menjelaskan tentang patofisiologi penyakit secara ringkas dan alasan
intervensi diet, Tujuan diet, prinsip diet, dan syarat diet, indikasi
pemberian, bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.
BAB I
PENILAIAN STATUS GIZI INDIVIDU

Pendahuluan
Status Gizi seseorang pada hakikatnya merupakan hasil
keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi dengan expenditure dari
organisme tersebut. Apabila dalam keseimbangan normal, maka individu
tersebut berada dalam status gizi normal.
Terpenuhinya atau tidak kebutuhan zat gizi ditentukan oleh 2 faktor
utama yaitu asupan amkanan, dan utilisasi biologik zat gizi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan fungsi dari
asupan makanan (baik kualitas maupun kuantitas) dan utilisasi biologik
zat gizi atau nutrien. Karenanya dimengerti bahwa Status Gizi individu
atau kelompok dapat berubah dari waktu ke waktu dan apabila
dilakukan pengukuran status gizi pada suatu saat tertentu maka
hasilnya hanya dapat merefleksikan keadaan pada saat tersebut.
Komponen-komponen penilaian status gizi individu pada umumnya
meliputi :
1. Penilaian Konsumsi Makanan
a. Metode Penilaian Konsumsi Harian Kuantitatif
- Food Recall
- Food Record
 Digunakan untuk mengukur jumlah makanan yang
dikonsumsi selama 1 hari
b. Dietary History dan Food Frequency Questionaire
 Dapat mengetahui pola makan dan memperkirakan
asupan zat-zat gizi sehari seseorang dalam jangka waktu
cukup lama.
c. Weighed Food Record
 Menimbang langsung/mencatat cara pengolahan,
deskripsi bahan dan menimbang makanan dan minuman
selama jangka waktu tertentu.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Mendeteksi Status Gizi yang bersifat sub-klinis seperti :
pemeriksaan albumin serum, hitung sel darah putih,
hitung limfosit, urea nitrogen urine, kreatinin urine.
3. Pengukuran Antropometri
Seperti TB, BB, LiLa, Tinggi Lutut, Panjang Badan, dan Lingkar
Kepala
a. Penentuan Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut (untuk
pasien yang tidak dapat ditimbang)

Untuk Wanita TB = 84,88 + (1,83 TL) – (0,24 U)


Untuk Pria TB = 64,19 + (2,02 TL) – (0,04 U)
*Gibbson et al, 1990
Penentuan tinggi badan berdasarkan tinggi lutut digunakan
bila pasien tidak dapat ditimbang dan bed rest total
Menurut Haboubi et al, 1990 :
TB = 105,9 + (6,48 x JK) + (0,988 x TL)
JK = jenis kelamin, wanita = 0, pria = 1
TL dengan satuan cm diukur pada kaki kiri

b. Estimasi Tinggi Badan dengan mengukur Panjang Lengan


- Panjang lengan diukur pada lengan kanan dengan satuan
cm
- Panjang lengan total = 2x panjang lengan
TB = 90,55 + (5,26 x JK) + (1,24 x panjang lengan total)
JK = jenis kelamin, wanita = 0, pria = 1

c. Perhitungan Berat Badan Ideal untuk Dewasa

Untuk Wanita : BBI = Tinggi Badan2 (dalam Meter) x 21


Untuk Pria : BBI = Tinggi Badan2 (dalam Meter) x 22,5

d. Penentuan Berat Badan Relatif (RBW)

RBW = Berat Badan Aktual x 100%


Berat Badan Ideal

e. Penentuan Status Gizi orang dewasa berdasarkan IMT (Indeks


Massa Tubuh ) :

IMT = Berat Badan (kg)


Tinggi Badan(cm)2
Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan IMT untuk orang Asia
Dewasa
Klasifikasi IMT
Kurang <18,5
Normal 18,5 – 22,9
Lebih >23
Preobesitas 23 – 24,9
Obesitas I 25 – 29,9
Obesitas II >30

Klasifikasi status gizi menurut Persatuan Endokrin Indonesia


(Perkeni) :

BB Kurang (Underweight) : <90% BB Ideal


BB Normal (Normoweight) : 90% - 110% BB Ideal
BB Lebih (Overweight) : 110% - 120% BB Ideal
Gemuk (Obese) : > 120% BB Ideal

f. Penentuan Status Gizi dewasa berdasarkan LiLa (Lingkar


Lengan Atas)

Lingkar Lengan Atas Menurut Umur untuk Remaja dan Dewasa


(umur 15-24 tahun)
Umur 100% Baku 85% Baku 70% Baku
(tahun) Pria Wanit Pria Wanit Pria Wanit
a a a
15 – 25,0 24,5 21,0 20,5 17,5 17,0
15,9 26,0 24,5 22,0 21,0 18,0 17,0
16 – 27,0 25,0 23,0 21,0 19,0 17,5
16,9
17 –
18,9
19 - 25 29,5 28,5 25,0 24,0 20,5 20,0
Catatan :
>85% LLA atas baku termasuk Gizi Normal
71-85% LLA atas baku termasuk Gizi Kurang
< 70% LLA atas baku termasuk Gizi Buruk

4. Penilaian Klinis
Pada kedokteran klinis, riwayat kesehatan diperoleh baik dari hasil
wawancara dengan penderita atau dari catatan medik. Riwayat
kesehatan pada umumnya terdiri dari deskripsi mengenai
penderita dan juga meliputi data mengenai faktor lingkungan,
keadaan sosial dan data keluarga. Berikut adalah contoh data
dalam riwayat kesehatan:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan :
Anoreksia, malfungsi saluran cerna (traktus gastrointestinalis)
b. Keadaan patologis yang mempengaruhi status gizi :
Infeksi kronis, neoplasma, gangguan endokrin, penyakit kronik.
c. Ada/tidaknya Edema/ascites, perubahan berat badan, obesitas
d. Lain-lain :
Terapi yang pernah diberikan, latar belakang genetik, alergi
makanan, dsb.

5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mendeteksi perubahan-
perubahan di dalam tubuh yang diketahui mempunyai hubungan
dengan ketidakcukupan asupan zat gizi yang dapat dilihat atau
dirasakan pada jaringan epitel yang letaknya di permukaan tubuh
seperti pada kulit, mata, rambut, dan selaput lendir, ataupun pada
organ-organ yang terletak dekat pada permukaan tubuh seperti
kelenjar parotis dan kelenjar tiroid.

6. Penilaian Status Gizi Pasien di Rumah Sakit


Tingginya angka kasus malnutrisi di rumah sakit menjadi
salah satu latar belakang pentingnya penilaian status gizi di
rumah sakit. Mulai berkembangnya metode skrining gizi di rumah
sakit dan kolaborasi berupa kerja sama multidisiplin merupakan
bentuk dari sangat diperhatikannya status gizi pasien selama di
rumah sakit. Karena status gizi yang memburuk selama di rumah
sakit akan memperberat kondisi kesehatan pasien dan begitu pula
sebaliknya. Pentingnya penilaian status gizi di rumah sakit
menjadi salah satu bagian penting dari kompetensi seorang ahli
gizi.
Kejadian malnutrisi di RS masih sulit terdeteksi disebabkan
oleh klinisi belum mempertimbangkan pentingnya gizi dalam
penyembuhan pasien. Skrining gizi perlu dilakukan pada awal
pasien masuk RS untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki
resiko masalah gizi, serta untuk menentukan intervensi gizi yang
perlu diberikan.
Tujuan penilaian awal status gizi (skrining awal) pada pasien
di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan pada
dasarnya terdiri dari 3 tujuan yaitu : a) secara akurat menentukan
status gizi pasien, b) mendefinisikan malnutrisi klinis yang relevan,
c) mengawasi perubahan status gizi selama pasien mendapat
dukungan nutrisi. Definisi skrining gizi sendiri yaitu sebuah proses
yang sederhana, cepat, praktis, dan sensitif untuk mendeteksi
pasien dengan resiko malnutrisi.
Penilaian status gizi awal pasien dewasa di BRSUD
Kabupaten Tabanan menggunakan metode Malnutrition Screening
Tools (MST), sedangkan skrining untuk pasien anak 0-18 tahun
menggunakan Screening Toool for Risk on Nutritional status and
Growth (STRONGkids). Skrining awal dilakukan 1x24 jam setelah
pasien masuk RS. Bila hasil skrining gizi menunjukkan resiko
malnutrisi, maka dilakukan pengkajian/asesmen gizi dan
dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan gizi terstandar
(PAGT) oleh Dietisien dan Dokter Spesialis Gizi Klinik. Pasien
dengan status gizi baik atau tidak beresiko malntrisi, dianjurkan
dilakukan skrining ulang setelah 1 (satu) minggu. Jika hasil
skrining ulang menunjukkan resiko malnutrisi maka dilakukan
proses asuhan gizi terstandar (PAGT).

Penilaian Status Gizi Awal Pasien Dewasa dengan Metode


Malnutrition Screening Tools (MST)
Skor
1. Apakah Berat Badan anda
menurun akhir-akhir ini tanpa
direncanakan ? 0
a. Tidak 2
b. Tidak Yakin
Bila ya, berapa banyak penurunan
berat badan anda?
a. 1-5 kg 1
b. 6-10 kg 2
c. 11-15 kg 3
d. >15 kg 4
e. Tidak yakin 2
2. Apakah Nafsu Makan anda
berkurang? 0
a. Ya 1
b. Tidak
Nilai MST (total skor penurunan .......
berat badan dan nafsu makan)
Keterangan :
Nilai MST 0-1  resiko rendah, perlu skrining ulang setiap 7 hari
Nilai MST 2-3  Resiko sedang, dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut
Nilai MST 4-5  Resiko tinggi, dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut.
Penilaian Status Gizi Awal Pasien Anak 0-18 Bulan dengan Metode
STRONGkids
Score
Kondisi dalam minggu terakhir
YA TIDAK
1. Berdasarkan penilaian klinis, apakah status gizi 1 0
kurang/buruk?

2. Apakah ada penyakit yang mengakibatkan pasien 2 0


beresiko malnutrisi?*, atau apakah pasien
rencana operasi mayor ?)

3. Apakah terdapat salah satu dari kondisi berikut :: 1 0


diare>5x atau (muntah >3x; asupan makanan
menurun: sedang intervensi nutrisi; asupan
kurang karena nyeri)

4. Apakah ada penurunan BB atau BB tidak 1 0


meningkat (<1tahun)

*) Kondisi/penyakit yang beresiko malnutrisi :

- Anorexia nervosa - Kanker


- Luka bakar - Penyakit hati kronis
- Bronkopulmonar displasia - Penyakit ginjal kronis
- Penyakit seliak - Pankreatitis
- Fibrosis Kistik - Short Bowel Syndrome
- Dismaturitas/ prematuritas - Penyakit otot
- Penyakit jantung kronis - Penyakit metabolik
- Penyakit infeksi (AIDS) - Trauma
- Inflamatory Bowel Disease - Retardasi mental
Skor Resiko Malnutrisi :
Skor Resiko
4-5 Tinggi
1-3 Sedang
0 Rendah
BAB II
MENENTUKAN KEBUTUHAN NUTRISI INDIVIDU
DEWASA

Faktor-faktor yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan energi,


protein, dan makronutrien :
1. Umur, Jenis Kelamin, Aktivitas
2. Gambaran klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan status gizi
3. Hasil laboratorium untuk :
- Penilaian dan evaluasi status gizi
- Diagnosis (gula darah, profil lemak, fungsi hati, fungsi ginjal,
dan jantung)
4. Hasil pemeriksaan khusus
5. Riwayat makanan : kebiasaan makan, alergi, asupan per hari

A. PENENTUAN KEBUTUHAN ENERGI


Pada keadaan metabolisme tubuh stabil, kebutuhan energi total
(Total Energy Requirements) adalah sama dengan Total Energy
Expenditure (TEE). Hal ini meliputi kebutuhan energi basal, energi
pencernaan makanan, dan aktivitas. Kebutuhan energi meningkat
pada keadaan stress akibat tindakan operasi atau penyakit (faktor
stress/FS).
Komponen Total Energy Expenditure (TEE) meliputi :
1. Basal Metabolic Rate (BMR)
Kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk fungsi fisiologis
tubuh (jantung, paru, biokimia tubuh/metabolisme basal)
diukur dengan menggunakan rumus Harris Bennedict :
Laki-laki : 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)
Wanita : 665 + (9,6 x BB) + (1,7 x TB) – (4,7 x U)

BB : Berat Badan (kg)


TB : Tinggi Badan (cm)
U : Umur (tahun)

2. Activity Energy Expenditure (EMR) atau Faktor Aktivitas (FA)


Nilainya bervariasi ditentukan oleh jenis aktivitas fisik pasien
per hari.
Aktivitas Faktor
Aktivitas
Total bed rest, CVA-ICH 1,05
Mobilisasi di tempat tidur 1,1
Jalan di sekitar kamar 1,2
Aktivitas ringan seperti pegawai kantor, ibu 1,3
rumah tangga, pegawai toko, dll
Aktivitas sedang seperti mahasiswa, pegawai 1,4
pabrik, dll
Aktivitas berat seperti sopir, kuli, tukang becak, 1,5
tukang bangunan, dll

3. Faktor Stress (FS)


Perubahan metabolisme akibat stress menyebabkan keluaran
energi (Energy Expenditure) pasien meningkat. Faktor ini antara
5-10% pada pasien tanpa komplikasi, akan mencapai 100%
pada pasien yang disertai komplikasi, pada pasien luka bakar
dapat melebihi 100%.
Faktor stress ditenbtukan oleh jenis trauma, cedera, dan
infeksi.
Jenis Trauma Faktor Stress
Dalam ventilator (tanpa 1,0 – 1,2 (10-20%)
stress) 1,1 – 1,2 (10-20%
Penyakit jantung kongestif 1,1 – 1,2 (10-20%)
Bedah minor 1,13 (13%)
Kenaikan suhu 1ºC 1,15 – 1,35 (15-35%)
Trauma skeletal 1,2 – 1,4 (20-40%)
Infeksi ringan-sedang 1,3 – 1,5 (30-50%)
Operasi besar abdomen dan 1,35 – 1,55 (35-55%)
torak 1,4 (40%)
Trauma multipel 1,4 – 1,6 (40-60%)
Cedera kepala tertutup 1,5 (50%)
Dengan ventilator tanpa 1,5 – 1,8 (50-80%)
stress 1,1 – 1,25 (10-25%)
Gagal hati, kanker 2 (100%)
Sepsis 1,1 – 1,25 (10-25%)
Pasca operasi elektif 1,25 – 1,5 (25-50%)
Luka berat 1,5 – 2 (50-100%)
Luka bakar 10%
Luka bakar 25%
Luka bakar 50%

4. Kebutuhan Energi Total (Total Energy Expenditure/TEE)


TEE = BMR x Faktor Aktivitas x Faktor Stress
(Cerra, 1983)

Pada pasien dengan kehamilan dan menyusui mendapat


tambahan energi dan protein sebagai berikut :
Kondisi Penambahan Penambahan
Pasien Energi Protein
Ibu hamil 285 Kal/hari 12 gram/hari
Ibu menyusui :
- 0-6 bulan 700 Kal/hari 16 gram/hari
- 7-12 bulan 500 Kal/hari 12 gram/hari

B. PENENTUAN KEBUTUHAN PROTEIN


Dalam menentukan kebutuhan protein, beberapa keadaan pasien
yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Umur. Anak dalam masa pertumbuhan, kebutuhan protein per
kilogram berat badan lebih besar dari orang dewasa;
2. BB dan TB. Estimasi kebutuhan protein umunya berdasarkan
BB Ideal;
3. Derajat stress;
4. Jenis penyakit;
5. Nilai biologis protein makanan, kandungan asam amino
esensial.
Estimasi kebutuhan protein berdasarkan derajat stress dan BB
Kebutuhan
Protein
Derajat Stress
(gram/KgBB/ha
ri)
RDA 0,8
Stress Ringan :
- Bedah elektif
- Infeksi lokal 1 – 1,2
- Demam (sub febris)
Stress Sedang :
- Penyembuhan luka lambat
- Pankreatitis 1,5 – 1,75
- Demam tinggi (>39ºC)
- Operasi
Stress Berat :
- Transplantasi sumsum
tulang
- Luka bakar 1,5 – 2,0
- Penyakit kritis
- Trauma multipel
- Malnutrisi pasca operasi
- Infeksi sistemik/sepsis
Gagal Hati : 0,6 – 0,7
- Ensefalopati 1,0 – 1,5
- Hepatitis
Gagal Ginjal : 0,7 – 0,8
- Akut 1,5 – 2,0
- Akut dengan dialisis 1,1 – 1,4
- Kronik dengan hemodialisis 1,2 – 1,5
- Kronik dengan peritoneal
dialisis

C. PENENTUAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Status cairan dan elektrolit harus dikoreksi lebih dahulu sebelum
dukungan nutrisi dimulai.
- Estimasi kebutuhan cairan berdasarkan rata-rata per Kg BB
= 35 ml/kg BB/24 jam

D. KEBUTUHAN VITAMIN DAN MINERAL


Kebutuhan mineral meningkat 2-5x RDA, Kebutuhan vitamin
meningkat 10 – 20x RDA pada saat :
- Stress metabolik sedang sampai berat
- Starvasi
- Peminum alkohol
- Pemberian obat-obatan
BAB III
MENENTUKAN KEBUTUHAN NUTRISI INDIVIDU
ANAK-ANAK

Masalah yang sering dihadapi pada anak sakit adalah masalah


kesulitan makan. Untuk mengusahakan agar anak bisa tumbuh dan
berkembang secara optimal, perlu dijaga keseimbangan gizinya dengan
memberikan cukup kalori, protein, lemak, mineral dan vitamin yang bisa
diterima oleh penderita secara psikologis. Kehilangan nitrogen
membutuhkan pengganti berupa kalori yang cukup sehingga berat
badan penderita bisa dipertahankan dan dicegah kemungkinan
kekurangan gizi. Bila keadaan penderita memungkinkan secepatnya
kembali ke makanan biasa.
Dalam mengatur diit anak sakit tersebut perlu kiranya bagi kita untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah makanan
b. Macam dan susunan makanan
c. Bentuk makanan
d. Cara pemberian makanan
A. Jumlah Makanan
Jumlah makanan yang diberikan kepada anak sakit hendaklah selalu
dihitung dalam bentuk kebutuhan kalori, dan kalori tersebut
haruslah cukup untuk :
a. Metabolisme basal
Metabolisme basal dihitung berdasarkan luas permukaan tubuh,
yakni kira-kira sesuai dengan 1500 kkal/24 jam untuk tiap m 2
luas permukaan tubuh, atau lebih kurang 55 kkal/kg BB/hari.
Setiap kenaikan suhu tubuh 1 0C, menyebabkan kenaikan basal
metabolisme sebesar 10%.
BMR (basal metabolic rate) bisa dihitung menurut rumus:
BMR (kkal/m2/jam) = 55 – umur (tahun)
b. Pertumbuhan jaringan
Pertumbuhan jaringan memerlukan energi sebesar 5 kkal/gram
jaringan yang terbentuk.
c. Memenuhi kebutuhan energi Aksi Dinamik Spesifik (SDA)
Pemenuhan kebutuhan energi aksi dinamik spesifik yang
besarnya di perkirakan 1-6 kkal/kgBB/hari. SDA ini besarnya
dapat dihitung menurut rumus = 0,01 x (BMR + energi untuk
aktivitas)
d. Mengganti energi yang terbuang melalui feses dan air kemih
Besar energi yang diperlukan untuk itu adalah 2-10% total energi
yang diperlukan tubuh.
e. Memenuhi berbagai kebutuhan energi selama sakit
Berbagai kebutuhan energi seperti mengganti jaringan yang rusak,
meningkatkan pembentukan zat anti, meningkatkan metabolisme,
dan mempertahankan pertumbuhan yang normal. Rasio antara
asupan kalori dan nitrogen dalam keadaan basal adalah 150-300 :
1, dan saat trauma kebutuhan protein menjadi lebih tinggi
sehingga rasio protein nitrogen menjadi 100 :1. Pada penyakit
ginjal dan hati rasionya bahkan menjadi 800:1 karena terjadi
retriksi terhadap protein.
Besarnya energi yang diperlukan sangat tergantung pada macam
penyakit, berat penyakit dan lama sakit. Bila besar energi yang
dibutuhkan dihitung dengan metabolisme basal sebagai patokan
maka diperkirakan peningkatannya sekitar 10-25% atau bahkan
sampai 100%, terutama pada keadaan luka bakar dan trauma
mayor. Berbagai keadaan yang dapat menaikkan kebutuhan kalori
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel keadaan yang menaikkan kebutuhan kalori
No Keadaan Kenaikan Kalori (%)
1 Demam 12% untuk setiap kenaikan 10C (diatas
370C)
2 Gagal jantung 15-25%
3 Kasus bedah 20-30%
4 Luka bakar Sampai 100%
5 Sepsis berat 40-50%
6 Gagal tumbuh 50-100%
7 MLP Sampai 2 kali kebutuhan basal (6 kkal
setiap kenaikan BB)

Kebutuhan kalori pada anak sakit menurut harris benedict adalah


dengan menghitung kebutuhan kalori basal dan ditambahkan
dengan peningkatan kalori sesuai dengan derajad stres (berat
penyakit)
Untuk anak di indonesia perhitungan kebutuhan kalori dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

KKB (kebutuhan kalori basal) + 40 x (TB-100) kkal/hari


Faktor perkalian tergantung dari derajad stres yaitu :
a. Stres ringan : 1,3 x KKB
b. Stres sedang : 1,5 x KKB
c. Stres berat : 2,0 x KKB

B. Macam dan Susunan Makanan


Kandungan protein, karbohidrat, dan lemak dari susunan makanan
anak sehat haruslah berimbang yaitu kira-kira terdiri dari 50% KH,
15% protein dan 35% lemak.
Pada anak sakit, perbandingan ini kerap kali tidak mungkin
dipertahankan lagi, baik karena perubahan kebutuhan maupun
kemampuan fungsional dari organ tubuh.
Pada penyakit infeksi dengan demam misalnya membutuhkan energi
yang lebih tinggi untuk mengganti jaringan yang rusak, juga
diperlukan untuk proses pertumbuhan atau untuk memenuhi
kebutuhan akan zat anti yang semakin meningkat.
Pada penyakit ginjal misalnya pada nefritis, pemberian protein
kadang-kadang perlu dibatasi atau dihentikan karena kemampuan
filtrasi dari glomerulus yang rendah ; kadang kala perlu ditinggikan
karena protein banyak hilang melalui air kemih, misalnya pada
nefrosis
Pada keadaan intoleransi karbohidrat, jenis karbohidrat tertentu
harus dikurangi atau dihilangkan dari makanan yang akan diberikan
untuk sementara waktu.
Pada penyakit hati umumnya diperlukan karbohidrat lebih banyak
untuk mempertahankan jumlah energi sehingga kerusakan hati yang
lebih lanjut dapat dikurangi. Pada anak dengan obesitas, jumlah
lemak dalam makanannya dibatasi untuk mengurangi kandungan
kalori yang cukup besar dalam makanan.
C. Bentuk Makanan
Bentuk makanan yang akan dipilih tergantung dari kemampuan
saluran pencernaan makanan dan keadaan penderita. Makanan cair
atau makanan lunak pada umumnya mudah diserap bila
dibandingkan dengan bentuk makanan padat, akan tetapi bentuk
makanan tersebut memiliki volume yang besar. Volume yang besar
ini akan menimbulkan masalah dalam cara pemberiannya, selain itu
dapat menurunkan selera makan. Untuk mengatasi keadaan yang
demikian perlu dipilih cara pemberian makanan yang sesuai.
1. Makanan Biasa
Makanan biasa adalah makanan yang memiliki susunan sama
dengan makanan anak sehat. Indikasi pemberian makanan ini
adalah penderita yang tidak memerlukan makanan khusus buat
penyakitnya.
2. Makanan Lunak
Makanan lunak merupakan makanan yang memiliki tekstur yang
mudah dikunyah, mudah ditelan. Makanan ini harus
mengandung cukup energy, protein, dan zat gizi lainnya sesuai
dengan kebutuhan gizi anak. Standar makanan lunak
mengandung 900-1900 kkal. Makanan mudah dicerna dan tidak
mengandung bumbu yang tajam.
Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi
tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu
tubuh, pasien dengan kesulitan mengunyah. Menurut keadaan
penyakit, makanan dapat diberikan langsung kepada pasien atau
merupakan makanan transisi dari makanan saring ke makanan
biasa.
3. Makanan Saring
Makanan saring adalam makanan semi padat yang mempunyai
tekstur lebih halus daripada Makanan Lunak, sehingga lebih
mudah ditelan dan dicerna. Standar Makanan Saring
mengandung 900-1700 kkal. Pemilihan makanan terbatas,
sehingga Makanan Saring kurang memenuhi nilai gizi terutama
energy dan thiamin. Menurut keadaan penyakit, Makanan saring
diberikan sebagai perpindahan dari Makanan Cair ke Makanan
Lunak atau dapat langsung diberikan kepada pasien.
Makanan saring diberikan kepada pasien sesudah operasi
tertentu, menderita infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna;
pasien tetanus dan kesulitan menelan.
Menurut keadaan penyakit, makanan dapat diberikan langsung
kepada pasien atau merupakan makanan transisi dari makanan
cair ke makanan lunak.
4. Makanan Cair
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair.
Makanan diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah operasi
tertentu, kesadaran menurun, suhu badan tinggi, pasien gizi
buruk yang telah melewati masa stabilisasi dan transisi. Makanan
diberikan dalam bentuk cair yang dibuat dengan susu atau tanpa
susu. Bila terjadi kembung atau diare, pemakaian gula dikurangi
dan susu bubuk penuh (full cream) diganti dengan susu tanpa
lemak (skim milk) atau susu rendah laktosa. Bila pasien tidak
tahan susu sapi, diberikan makanan cair tanpa susu. Menurut
kebutuhan pasien dapat diberikan makanan cair antara 1000-
2000 kkal sehari. Makanan cair standar mengandung 1000 kkal
per 1000 mL. makanan mengandung cukup energy, protein, tetapi
rendah zat besi, tiamin, dan vitamin C. oleh karena itu perlu
ditambah vitamin dan mineral. Makanan dapat diberikan secara
oral maupun lewat pipa.
Makanan cair diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah
operasi tertentu, kesadaran menurun, pasien gizi buruk setelah
melalui fase stabilisasi dan transisi., tetanus dan kesulitan
menelan, pasien dengan intake makanan padat > 75% lebih dari
sepuluh hari.
BAB IV
PENATALAKSANAAN NUTRISI DAN
PEDOMAN PEMBERIAN MAKAN PADA PENYAKIT GINJAL

A. NUTRISI PADA GAGAL GINJAL AKUT


Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada
individu dengan ginjal sehat, dengan atau tanpa oliguria
sebelumnya, lamanya bervariasi dari beberapa hari sampai
beberapa minggu, penyebabnya banyak dan sering terjadi
bersamaan dengan kenaikan ureum dan kreatinin dalam darah
 Penderita GGA mengeluarkan urine < 500 ml/hari, sedangkan
seharusnya paling sedikit 500 mL, karena dibutuhkan untuk
mengeluarkan hasil metabolisme dan akumulasi toksin bisa
berakibat fatal.
 Gejala-gejala : lesu, lemah, tak nafsu makan, gatal-gatal,
penglihatan kabur, sakit kepala, sesak napas.
 Penderita mengalami asidosis, uremia, gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta keseimbangan asam
basa. Tindakan dialisis pada GGA berguna untuk
menghilangkan asidosis, mengkoreksi uremia, dan mengontrol
hiperkalemia.
 GGA oleh karena keracunan ginjal dalam 2-3 minggu sudah
membaik dan dapat dikoreksi.
 GGA bisa reversibel, mortalitas 50-75%
 GGA bisa disebabkan luka bakar, trauma berat, transfusi,
antibiotik, toksin pada ginjal, anastesi yang terlalu dalam,
transplantasi jantung, shock atau sespsis.
1. Diagnosa dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesa :
- Gangguan gastrointestinal ringan sampai berat
- Gejala-gejala anemia
- Kadar ureum
- Pemakaian obat Nefrotoksik
- Suhu badan
- Tanda-tanda hiperurikemia
b. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum, sakit perut yang batasnya tak jelas, muntah-
muntah, nausea berat
c. Pemeriksaan Laboratorium
GFR, K, Na, ureum, Kreatinin, SGOT, Kolesterol, Fe, Albumin,
dan Transferrin
2. Tujuan Pemberian Nutrisi
a. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan fungsi
ginjal
b. Menurunkan kadar ureum dalam darah
c. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Memperbaiki dan mempertahankan status gizi optimal dan
mempercepat penyembuhan
3. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein rendah
c. Lemak sedang
d. Cairan dibatasi bila ada odema
4. Syarat Diet
a. Kalori diberikan 35 Kal/KgBB/hari (60-65% dari KH, 25-30%
dari lemak untuk mencegah pemakaian protein sebagai energi)
b. Protein disesuaikan dengan katabolisme protein yaitu 0,6-1,5
gram/KgBB. Pada katabolik ringan kebutuhan protein 0,6-1
gram/KgBB, katabolik sedang 0,8-1,2 gram/KgBB, dan
katabolik berat 1-1,2 gram/KgBB
c. Bila dilakukan hemodialisa diberikan protein 1-1,2
gram/kgBB/hari
d. Bila ada odema dan hipertensi, asupan Natrium dibatasi
sampai 500-1000 mg/hari
e. Dengan produksi urine yang sedikit, asupan K dan Posfor
dibatasi 400-500 mg/hari
f. Penambahan vitamin B6, Ca, suplemen asam folat, dan Fe bila
diperlukan
g. Penderita dengan anuria dibatasi pemberian cairannya 500-
700 ml/hari.
h. Cairan sebagai pengganti cairan yang keluar melalui muntah,
diare dan urine +500 mL
i. Makanan diberikan dalam bentuk biasa (nasi) untuk
membatasi asupan cairan.
j. Makanan diberikan dalam bentuk lunak (nasi tim) bila pasien
mengalami kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, mual, dan
muntah.
k. Makanan dalam bentuk lunak (bubur) hanya diberikan bila ada
permintaan khusus dari pasien sendiri.
l. Makanan saring diberikan bila pasien mengalami kesulitan
menelan.
m. Bentuk makanan cair diberikan bila pasien sama sekali tidak
bisa menerima asupan per oral
5. Catatan
a. Elektrolit perlu dipantau secara seksama
b. Diare dapat menyebabkan kenaikan ureum
c. Pada pemakaian diuretik, awasi K menurun
d. Diet rendah protein diperlukan bila kadar ureum tinggi. Cara
pemberian protein sebaiknya parenteral supaya pemantauan
lebih mudah
e. Asupan cairan dibagi rata per hari
f. Keadaan penderita baik fisik maupun laboratorium harus sering
dipantau

B. NUTRISI PADA GAGAL GINJAL KRONIK


Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
cukup berat, terjadinya berangsur-angsur dan umumnya tidak dapat
pulih (irreversible).
Penyakit GGK pasti progresif disertai dengan malnutrisi berat,
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein serta
gangguan penggunaan energi.

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik menurut Klirens Kreatinin


Klasifikasi Kliren Kreatinin
mL/mnt
Kekurangan cadangan 75 – 100
ginjal 25 – 75
Insufisiensi ginjal < 25
Gagal Ginjal Kronik <5
Gagal Ginjal Terminal
1. Diagnosis dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesa : gangguan traktus gastointestinal ringan sampai
berat, nyeri dada, gejala perdarahan, gejala anemia
b. Pemeriksaan fisik : keadaan umum pucat, kelainan pada
kulit,hipertensi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama
jantung, udema, dll
c. Laboratorium : GFR atau TKK, ureum, Hb, Asam Urat, K, Ca,
P, Na, Protein serum total, albumin, trigliserida, kolesterol dan
gula darah
d. Pemeriksaan penunjang : radiologi, USG
2. Tujuan Pengaturan Nutrisi
a. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan
kerja ginjal
b. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi
c. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus (GFR)
3. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein rendah
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Natrium, Kalium, dan cairan dibatasi
4. Syarat Diet
a. Kalori diberikan 30-35 Kal/kgBB/hari, pada pasein PGK
dengan CAPD kalori diberikan 30-35 Kal/kg BB/hari dengan
memperhitungkan asupan kalori (dekstrosa) dari cairan
dialisat.
b. Rekomendasi asupan protein, PGK pre-dialisis 0,6-0,75
gr/kgBB/hari, PGK-HD 1,2-1,3 gr/kgBB/hari, PGK-PD 1,3
gr/kgBB ideal/hari pada minggu pertama transplantasi.
Selanjutnya 0,8-1 gr/kgBB ideal/hari. Protein yang diberikan
minimal 50% dengan kandungan biologis tinggi (protein
hewani). Konsensus Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik
c. Rekomendasi Asupan Lemak PGK-pre dialysis, PGK-HD, PGK-
PD : 25-30% dari total kalori. Pembatasan lemak jenuh < 10%,
bila didapatkan dislipidemia dianjurkan kadar kolesterol
dalam makanan < 300 mg/hari.
d. Karbohidrat cukup yaitu sisa dari perhitungan untuk protein
dan lemak.
e. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, oedema, ascites,
oliguria, atau anuria. Banyaknya Natrium yang diberikan
antara 1-3 gram/hari.
f. Kalium dibatasi (40-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium
darah >5,5mEq), oliguria, atau anuria.
g. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari +
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (+
500mL)
h. Vitamin : perlu tambahan vitamin B3, B6, C, D, batasi asupan
vitamin A.
i. Makanan diberikan dalam bentuk biasa (nasi) untuk
membatasi asupan cairan.
j. Makanan diberikan dalam bentuk lunak (nasi tim) bila pasien
mengalami kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, mual,
dan muntah.
k. Makanan dalam bentuk lunak (bubur) hanya diberikan bila
ada permintaan khusus dari pasien sendiri.
l. Makanan saring diberikan bila pasien mengalami kesulitan
menelan.
m. Bentuk makanan cair diberikan bila pasien sama sekali tidak
bisa menerima asupan per oral
5. Interaksi Obat
a. Monitor efek dari obat-obat anti Hipertensi
b. Ca Glukonat, Karbonat, dan laktat dapat meningkatkan Ca
tanpa menaikkan P. Pada penderita gagal ginjal, konversi
vitamin D terhalang maka sering timbul osteodistrofi sehingga
perlu suplemen vitamin D
c. Untuk dosis suplementasi Fe, sebaiknya diperhatikan aspek
defisiensi dan utilisasi Fe.
d. Suplementasi histidin membantu menaikkan kadar Hb darah
dan nitrogen balans positif
6. Catatan
a. Kegawatan dapat terjadi karena hiperkalemia, asidosis
metabolik berat, kegawatan hipertensi, dan kelebihan cairan
(overload)
b. Salah satu gejala sindroma uremik adalah menurunnya nafsu
makan. Sebab itu dianjurkan agar pasien makan pagi yang
baik dan makan makanan yang sangat berbumbu.
c. Ingat cara mudah untuk mengukur asupan cairan, cara
mengurangi rasa haus, dan cara mengurangi kandungan
kalium pada sayur serta buah-buahan
d. Penimbangan berat badan harian penting untuk menilai
keseimbangan cairan dan kecukupan diet
e. Biasakan pasien makan/minum banyak susu dan telur
daripada daging (karena daging lebih banyak menghasilkan
ureum dan kreatinin sehingga mendorong kreatinin meningkat)
f. Pemberian kalori yang adekuat sangat penting untuk membuat
keseimbangan nitrogen menjadi positif
g. Menentukan kebutuhan kalori pada PGK harus
memperhitungkan kebutuhan kalori dari penyakit komorbid.
h. Total kalori yang harus diberikan adalah penjumlahan dari
kebutuhan kalori pada keadaan basal dengan kebutuhan kalori
pada keadaan stress.
i. Menurut locatelli dkk (2000), kalori tidak perlu diberikan
terlalu tinggi karena tidak berguna dan akan menyebabkan
stress metabolic.
j. Kalori yang diberikan untuk pasien PGK-PD harus
memperhitungkan energy yang didapat dari cairan dialisat.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
k. Pada proses HD perlu diperhitungkan adanya kehilangan asam
amino sebesar 1-2 gr/jam dialysis. Oleh karena itu asupan
protein harus dinaikkan menjadi 1-1,2 gr/kgBB/hari.
l. Rekomendasi asupan protein bagi pasien PGK hamil. PGK-HD
hamil protein 1,2 gr/kgBB ideal pre-gravida, ditambah 10
gr/hari. PGK-PD hamil protein 1,2-1,3 gr/kgBB ideal/hari.
Kalori untuk trimester kedua dan ketiga ditambah 300 kkal.
m. Pemberian diit sangat rendah protein (0,3-0,4 gr/kgBB ideal
/hari) pada pasien PGK pre-HD, diberikan tambahan suplemen
keto analog.
n. Penggunaan protein nabati kurang begitu menguntungkan
karena biasanya mempunyai kadar kalium yang lebih tinggi,
kecuali bahan makanan yang berasal dari kedelai (tahu,tempe).
C. NUTRISI PADA SINDROMA NEFROTIK
Sindroma nefrotik adalah gangguan ginjal yang ditandai dengan
proteinuria masif lebih dari 3 gram/hari, albumin serum rendah,
kenaikan kadar lemak tertentu dalam darah, dan akumulasi cairan
sehingga timbul edema

Protein masif  kebocoran glomerulus

Hipoproteinemia

Gangguan keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik koloid

odema
Merangsang sel
membentuk protein
lipid (lipogenesia)

Kolesterol, TG,
fosfolipid meningkat
1. Diagnosis dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesa
Riwayat penyakit : keluhan utama adalah sembab yang terjadi
dalam beberapa hari sampai minggu dan akhirnya menetap.
Sembab (bengkak) terjadi di daerah kelopak mata (puffy face),
dada, perut, tungkai, genitalis dan dapat seluruh tubuh, sesak
nafas, kaki terasa sangat berat dan dingin, tidak jarang
menyerupai acute abdomen seperti mual, muntah, dan dinding
perut sangat tegang.
Riwayat makanan : perubahan nafsu makan, pola makan,
asupan makanan (kebiasaan makan)
b. Pemeriksaan klinis dan fisik : keadaan umum, sesak nafas,
anemis, efusi pleural, sembab, hipertensi
c. Pemeriksaan Laboratorium : Hb, Ht, SGOT, albumin, trigliserid,
kolesterol total, LDL, HDL, ureum, kreatinin, GFR, Na, K, Ca.
2. Tujuan Penatalaksanaan Nutrisi
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin
b. Mengurangi Odema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida
d. Mengontrol hipertensi
e. Mengatasi anoreksia
3. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein sedang
c. Lemak sedang
d. Natrium dibatasi
e. Kolesterol dibatasi
f. Cairan Masuk = Cairan Keluar (CM=CK)
4. Syarat Diet
a. Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan Nitrogen
Positif, yaitu 35 Kal/kgBB/ hari
b. Protein sedang, yaitu 1 gram/kgBB atau 0,8 gram/kgBB
ditambah jumlah protein yang keluar melalui urine. Utamakan
penggunaan protein bernilai biologik tinggi
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energi. Jenis KH yang
diberikan sebaiknya KH kompleks.
e. Pada penderita NS dengan odema dan HT batasi asupan
Natrium 1-4 gram/hari
f. Kolesterol dibatasi <300 mg, begitu pula gula murni, bila ada
peningkatan trigliserida darah.
g. CM (+500mL) = CK
h. Sajikan makanan yang dapat meningkatkan nafsu makan, dan
berikan dalam porsi kecil tapi sering.
i. Makanan diberikan dalam bentuk biasa (nasi) untuk
membatasi asupan cairan.
j. Makanan diberikan dalam bentuk lunak (nasi tim) bila pasien
mengalami kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi, mual, dan
muntah.
k. Makanan dalam bentuk lunak (bubur) hanya diberikan bila ada
permintaan khusus dari pasien sendiri.
l. Makanan saring diberikan bila pasien mengalami kesulitan
menelan.
m. Bentuk makanan cair diberikan bila pasien sama sekali tidak
bisa menerima asupan per oral
5. Catatan
a. Hipoalbumin berat yang berlangsung lama pada penderita
Nefrotik Syndrome dapat menyebabkan penyulit berupa
malnutrisi. Keadaan ini akan memperburuk keadaan penderita
karena dapat menyebabkan resiko infeksi.
b. Pada penderita dengan diit rendah protein kurang dari 60
gram/hari, dipertimbangan suplemen vitamin B kompleks
termasuk niasin dan riboflavin.
c. Zat besi tidak diberikan pada penderita sindrom nefrotik,
kecuali jelas ada defisiensi zat besi.

D. NUTRISI PADA NEFROLITHIASIS / UROLITHIASIS


Urolithiasis terbentuk ketika garam dan mineral dalam urin
mengalami kristalisasi, berkumpul dan bertambah dalam volume.
Diperkirakan 10% laki-laki dan 3% perempuan dewasa menderita
penyakit batu ginjal, 90% komponen batu adalah bahan anorganik
(kalsium, Mg, Amonium, Oksalat, Posfat, dan Karbonat), dan 10%
merupakan bahan organic (mengandung sistin dan asam urat).
Umumnya terjadi pada usia pertengahan . laki-laki 3x lebih sering
daripada perempuan. Infeksi saluran kemih atai stagnasi urin
merupakan predisposisi terjadinya batu, begitu pula kekurangan
cairan karena udara panas atau kurang minum.
Batu ginjal umumnya terdiri dari batu oksalat (80% terjadi
urolithiasis), batu asam urat, batu sistin, dan batu struvit (terdiri
dari 3 macam garam yaitu ammonium, magnesium dan posfat).
Keempat jenis batu ini mempunyai pathogenesis yang berbeda,
sehingga tindakan pengobatannya pun berbeda. Namun gambaran
klinisnya sama (kolik, mual, muntah, rasa seperti terbakar dan
sering kencing)
Batu Kalium Oksalat (sendiri atau bersama kalsium posfat)
disebabkan antara lain karena hiperkalsiuri (jumlah kalsium daram
urin melebihi 200mg/24jam), absorbs kalsium intestinal meningkat,
diet tinggi kalsium, hiperoksaluri (produksi oksalat yang berlebihan),
konsumsi vitamin C yang berlebihan (oksalat adalah metabolic
vitamin C), diet tinggi oksalat (bayam, strawberry, kacang-kacangan,
wheat bran, coklat, teh, dan daging sapi), defisiensi vitamin A.
Batu Asam Urat mempunyai hubungan dengan gout dan
keganasan, asupan protein hewani tinggi (meningkatkan sekresi
asam urat dan kalsium).
Batu Sistin jarang terjadi, umunya herediter. Bila terjadi
menyebabkan dekstruksi ginjal progresif
Batu struvit umumnya terjadi pada wanita sebagai akibat infeksi
mikroorganisme proteus dan klebsiella yang memproduksi
ammonium konsentrasi tinggi dan akan memecah urea. Batu ini
khas membentuk batu staghorn pada pelvis ginjal.
1. Diagnosis dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesa
- Makan makanan tinggi oksalat dengan diet yang terlampau
rendah kalsium
- Minum alkohor, ragi, coklat
- Minum kurang, kebiasaan minum the, kopi
- Keluhan : kolik, mual, muntah, sering kencing, rasa seperti
terbakar
- Pernah kencing keluar batu
b. Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Pemeriksaan klinis dan fisik : tensi, tanda-tanda gout,
hipervitaminosis D, hiperparatiroid
Antropometri : TB dan BB
c. Pemeriksaan Laboratorium : darah, Hb, Ht, leukosit, kadar
ureum, kreatinin, dan asam urat, amylase, glucose, GFR,
serum oksalat, kadar kalium urin (normal 300-400mg.
d. Pemeriksaan Penunjang : Radiologi, USG, IVP
2. Tujuan Penatalaksanaan Nutrisi
a. Mencegah atau memperlambat terbentuknya kembali batu
ginjal.
b. Meningkatkan eksresi garam dalam urin dengan cara
mengencerkan urin melalui peningkatan asupan cairan.
c. Memberikan diet sesuai dengan komponen utama batu ginjal.
d. Membantu menurunkan kadar asam urat dalam plasma darah
(pada batu asam urat)
e. Meningkatkan pH urin menjadi 6-6,5 (pada batu asam urat)
3. Prinsip Diet
a. Energy cukup
b. Protein cukup
c. Lemak sedang
d. Karbohidrat cukup
4. Syarat Diet :
a. Energy diberikan sesuai kebutuhan
b. Protein sedang yaitu 10-15% dari kebutuhan energy total
c. Lemak sedang yaitu 15-25% dari kebutuhan energy total
d. Karbohidrat, sisa dari kebutuhan energy total
e. Cairan tinggi yaitu 2,5-3L/hari, separuhnya berasal dari
minuman
f. Pembatasan makanan sesuai dengan jenis batu.
Batu Kalsium Oksalat dan Kalsium posfat :
- Natriun sedang yaitu 2300 mg (setara dengan 5 gram garam
dapur), karena natrium dapat memicu hiperkalsiuria.
- Pembatasan kalsium tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan keseimbangan kalsium negative.
- Serat tidak larut air tinggi, karena serat dapat mengikat
kalsium sehingga membatasi penyerapannya.
- Oksalat rendah dengan membatasi makanan tinggi oksalat.
- Posfor normal. Diet rendah posfor ternyata tidak dapat
mencegah pembentukan batu posfat.
Batu Asam Urat :
- Hindari bahan makanan sumber protein yag mengandung
purin >100 mg/100 gram bahan makanan
- Makanan yang menghasilkan sisa basa tinggi diutamakan,
dan yang menghasilkan sisa asam tinggi dibatasi.
- Mineral dan vitamin cukup
5. Catatan
a. Bahan makanan yang cenderung menghasilkan sisa basa
tinggi : susu (susu, susu asam, dank rim), lemak (minyak
kelapa, kelapa, santan), sayuran (semua jenis sayuran
terutama bayam dan bit), buah (semua jenis buah)
b. Bahan makanan yang cenderung menghsailkan sisa asam
tinggi : sumber KH (nasi, roti, macaroni, spaghetti, cereal, mi,
cake dan kue kering) lemak hewani, daging, ikan, kerang, telur,
keju, kacang-kacangan, dan hasil olahannya.
c. Bahan makanan yang bersifat netral :tepung tapioca, gula,
sirup, madu, minyak goreng selain minyak kelapa, margarine,
mentega
E. NUTRISI PADA TRANSPLANTASI GINJAL
Transplantasi ginjal adalah terapi pengganti dengan cara
mengganti ginjal yang sakit dengan ginjal donor. Setelah
transplantasi sering terjadi hiperkatabolisme protein, kegemukan,
dan hiperlipidemia. Diet pada bulan pertama setelah transplantasi
adalah energy cukup, dengan protein tinggi, setelah itu berubah
menjadi energy dan protein cukup. Karena diet sangat tergantung
pada keadaan pasien, penyusunan diet dilakukan secara individual.
1. Tujuan Diet
a. Mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal
b. Mencegah hiperlipidemia
c. Mencegah intoleransi glukosa
d. Mempercepat penyembuhan
2. Prinsip Diet
a. Energy cukup
b. Protein tinggi pada sebulan pertama
c. Lemak sedang
d. Karbohidrat cukup
e. Batasi kolesterol
3. Syarat Diet
a. Energy cukup, yaitu 30-35Kal/kgBB/hari
b. Protein tinggi pada bulan pertama setelah transplantasi yaitu
1,3-1,5 gram/kgBB/hari, setelah itu menjadi 1
gram/kgBB/hari
c. Lemak sedang, yaitu >30% dari kebutuhan energy total. Batasi
pemakaian lemak jenuh
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energy total dikurangi
energy yang berasal dari protein dan lemak. Untuk mencegah
ketidaktahanan terhadap glukosa, batasi penggunaan gula
sederhana dan usahakan makanan berserat tinggi.
e. Kolesterol <300mg/hari untuk mencegah hiperlipidemia
f. Kalsium tinggi yaitu 800-1200mg/hari
g. Posfor sama dengan kebutuhan kalsium untuk mengatasi
absorpsi rendah
h. Natrium, Kalium, dan cairan tidak perlu dibatasi, kecuali bila
ada indikasi gangguan fungsi ginjal
i. Bila perlu beri suplemen kalsium, magnesium, tiamin, dan
vitamin D
j. Apabila setelah transplantasi, kemudian ginjal gagal berfungsi,
maka anjuran diet disesuaikan dengan kondisi pasien (kembali
ke Penyakit Ginjal Kronik atau diet HD)

F. NUTRISI PADA GAGAL GINJAL DENGAN DIALISIS


Dialisis dilakukan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal
berat, dimana ginjal tidak mampu lagi mengeluarkan produk-produk
sisa metabolisme, mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, serta memproduksi hormon-hormon. Ketidakmampuan
ginjal untuk mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme
menimbulkan gejala uremia. Dialysis dilakukan bila hasil tes kliren
kreatinin <15mL/menit. Dialysis dapat dilakukan dengan
hemodialisis atau dialysis peritoneal. Cara yang paling banyak
digunakan adalah hemodialisis (HD). Pada proses hemodialisis, aliran
darah ke ginjal dialihkan melalui membrane semipermeabel dari
ginjal tiruan (mesin cuci ginjal) sehingga produk-produk sisa
metabolism dapat dikeluarkan dari tubuh. Pada proses dialysis
peritoneal, aliran darah dialihkan melalui dinding semipermeabel dari
peritoneum.
Anjuran diet didasarkan pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal,
dan ukuran tubuh. Karena nafsu makan pasien umumnya rendah,
perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
yang ditetapkan.
1. Tujuan Penatalaksanaan Nutrisi
a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan
memperbaiki status gizi, agar pasien dapat melakukan aktivitas
normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolism tidak
berlebihan
2. Prinsip Diet
a. Energi Cukup
b. Karbohidtar Cukup
c. Protein tinggi
d. Lemak cukup
e. Batasi Natrium, Cairan, dan Posfor
3. Syarat Diet
a. Energy cukup yaitu 35Kal/kg BB ideal/hari pada pasien HD
maupun CAPD. Pada pasien CAPD diperhitungkan jumlah
energy yang berasal dari cairan dialysis. Bila diperlukan
penurunan berat badan, harus dilakukan secara berangsur
(250-500 gram/minggu) untuk mengurangi resiko katabolisme
massa tubuh tanpa lemak (Lean Body Mass)
b. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
dan mengganti asam amino yang hilang selama dialysis, yaitu
1-1,2 gram/KgBB ideal/hari pada HD dan 1,3gram/kgBB
ideal/hari pada CAPD. 50% protein hendaknya bernilai biologik
tinggi.
c. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energy total.
d. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energy total.
e. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urine yang keluar
dalam 24 jam yaitu
- 1gram + penyesuaian menurut jumlah irun sehari, yaitu 1
gram untuk 0,5L urin (untuk HD)
- 1-4 gram + penyesuaian menurut jumlah irun sehari, yaitu
1 gram untuk 0,5L urin (untuk CAPD)
f. Kalium sesuai dengan urin yang keluar per 24 jam yaitu :
- 2 gram + penyesuaian menurut jumlah irun sehari, yaitu 1
gram untuk 1L urin (untuk HD)
- 3 + penyesuaian menurut jumlah irun sehari, yaitu 1 gram
untuk 1L urin (untuk CAPD)
g. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan
suplemen kalsium
h. Posfor dibatasi yaitu <17mg/KgBB ideal/hari
i. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin 24 jam ditambah 500-
750mL
j. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air
seperti B6, asam folat, dan vitamin C
k. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enteral yang
mengandung energy dan protein tinggi.
G. NUTRISI PADA GOUT ARTRITIS
Gout adalah salah satu penyakit arthritis yang disebabkan oleh
metabolism abnormal purinyang ditandai dengan meningkatnya
kadar asam urat dalam darah. Hal ini diikuti dengan terbentuknya
timbunan Kristal berupa garam urat di persendian yang
menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan atau jari. Diet ini
rendah purin, rendah lemak, cukup vitamin dan mineral.
Gejala gout biasanya akut yang sakit sekali, panas, merah, disertai
pembengkakan sendi yang terserang. Di antara serangan biasanya
tanpa gejala, dan kemudian akan timbul kembali secara berulang
sehingga menimbulkan gambaran poliartritis.
Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kenaikan asam urat
darah antara lain : obesitas, obat anti hipertensi, NIDDM,
hiperinsulin, diperlipidemi, asupan alcohol yang berlebihan dan
kemoterapi.
1. Diagnosis dan Manajemen Nutrisi
a. Anamnesis :
Makanan sumber purin, minuman alcohol, makanan yang
mengandung yeast, adanya anggota keluarga yang menderita
gout
b. Pemeriksaan Fisik dan Klinis : adanya tumor, rubor, dolor,
kolor pada lutut dan kaki, tekanan darah
c. Pemeriksaan antropometri : TB, BB
2. Tujuan Penatalaksanaan Nutrisi
a. Mencapai dan mempertahankan berat badan tetap optimal
b. Menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin
3. Prinsip Diet
a. Energy cukup
b. Protein cukup, tetapi hindari bahan makanan sumber purin
c. Lemak sedang
d. KH tinggi
4. Syarat Diet
a. Energy sesuai dengan kebutuhan tubuh 30-35Kal/kgBB.hari.
bila BB berlebih atau kegemukan, asupan energy sehari
dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000Kal dari
kebutuhan energy normal hingga tercapai berat badan normal.
b. Protein cukup, 1-1,2 gram/kgBB atau 10-15% dari kebutuhan
energy total
c. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai
kandungan purin >150mg/100 gram bahan makanan
d. Lemak sedang yaitu 10-20% dari kebutuhan energy total.
Lemak berlebihan dapat menghambat pengeluaran asam urat
atau purin melalui urin.
e. KH dapat diberikan lebih banyak yaitu 65-70% dari kebutuhan
energy total. Karena kebanyakan pasien gout arthritis
mempunyai berat badan lebih, maka dianjurkan untuk
menggunakan sumber KH kompleks.
f. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
g. Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari.
Rata-rata asupan yang dianjurkan adalah 2-2,5L/hari
5. Catatan
a. Pengelompokan bahan makanan menurut kadar purin dan
anjuran makan :
- Kelompok 1 : kandungan purin tinggi (100-1000 mg purin
/100 gram makanan) sebaiknya dihindari. Otak, hati,
jantung, ginjal, jeroan, ekstrak daging atau kaldu, bouillon,
bebek, ikan sarden, mackerel, remis, kerang.
- Kelompok 2 : kandungan purin sedang (9-100 mg
purin/100gram bahan makanan) dibatasi : maksimal 50-75
gram (1-1,5 potong) daging, ikan atau unggas, atau 1
mangkok (100 gram) sayuran sehari. Daging sapi dan ikan
(kecuali yang terdapat dalam kelompok 1) ayam, udang,
kacang kering, dan hasil olah, seperti tahu dan tempe;
asparagus, bayam, daun singkong, kangkung, daun, dan biji
melinjo.
- Kelompok 3 : kandungan purin rendah (dapat diabaikan),
dapat dimakan setiap hari. Nasi, ubi, singkong, jagung, roti,
mie, bihun, tepung beras, cake, kue kering, pudding, susu,
keju, telur; lemak dan minyak; gula ; sayuran dan buah-
buahan (kecuali sayuran dalam kelompok 2).
b. Materi konsultasi :
- Alcohol dapat menyebabkan serangan gout
- Hindari puasa
- Hindari stress, biasakan hidup dengan aktivitas santai
- Gejala-gejala peradangan sendi bisa dibantu dengan
mengkonsumsi asam lemak omega-3
- Hindari tablet yeast atau tablet yang mengandung yeast
BAB V
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA DIABETES MELLITUS

A. GAMBARAN UMUM
Diabetes Mellitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolut atau
relatif. Menurut American Diabetes Ascosiation (ADA) tahun 2010,
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelomnpok penyakit metabolik
denganb karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani
dan perubahan perilaku tentang makanan.
Klasifikasi Etiologi DM
1. Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut (autoimun dan idiopatik)
2. Tipe 2 : bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin,
disertai defisiensi insuloin relatif, sampai yang dominan, defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin.
3. Tipe lain : defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. DM gestasional.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


Kriteria Diabetes menurut Konsensus Perkeni, 2011
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Gula Darah Sewaktu
Plasma Vena <100 100-199  200
Plasma Kapiler <90 90-199  200
Gula Darah Puasa
Plasma Vena < 100 100-125  126
Plasma Kapiler < 90 90-99  100

1. Anamnesis meliputi gejala-gejala hiperglikemia, kebiasaan


makan, anggota keluarga yang mengidap DM, dan anamnesa
komplikasi.
2. Pemeriksaan Fisik, meliputi : Pemeriksaan Klinis : keadaan
umum, tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh,
status hidrasi, antropometri : BB, TB, Indeks Massa Tubuh.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa darah dan urin, puasa dan 2 jam PP, darah lengkap,
profil lipid, keton urine dan plasma, fungsi ginjal (kreatinin dan
BUN), dan elektrolit.

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
Diet adalah dasar pengobatan Diabetes. Nasihat diet yang baik
sangat penting untuk perawatan pasien Diabetes. Perlu dilakukan
anamnesis diet mengenai kebiasaan dan pola makan. Tujuan diet
dapat dicapai dengan cara :
- Sasaran Terapi (DM tipe 1 atau tipe 2)
- Jumlah Kalori
1. Tujuan Pengelolaan Diet DM
a. Mencapai kadar glukosa darah mendekati normall dengan
penyuluhan diet seimbang, perencanaan makan, olahraga, obat
hipoglikemik oral, atau insulin
b. Mencapai kadar lipid serum seoptimal mungkin untuk
mencegah atherosklerosis
c. Memberikan energi total per hari secara adekuat untuk
mencapai atau mempertahankan berat badan yang diharapkan
pada pasien dewasa, pertumbuhan yang normal pada pasien
anak dan remaja, untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat
pada keadaan hamil, laktasi, dan sakit
d. Mencegah dan mengobati komplikasi akut sehingga terjadi
hipoglikemia, dan komplikasi lanjut (retinopati, nuropati,
nefropati, angiopati, aterosklerosis)
e. Memperbaiki kesehatan umum melalui nutrisi yang optimal.
f. Pilar Utama Pengelolaan Diet DM :
- Pengaturan Diet
- Latihan Jasmani
- Penyuluhan Kesehatan
- Obat-obatan Hipoglikemik : OHO dan Insulin

2. Prinsip Diet
a. Tepat Jenis Makanan
b. Tepat Jumlah Makanan
c. Tepat Jadwal
3. Syarat Diet
a. Jumlah kalori yang diperlukan penderita DM tergantung BB,
Umur, serta Aktivitas.
1) Perhitungan kalori (Menurut Perkeni) :
- Jumlah Kalori Basal (laki-laki) : BBI x 30 Kal
- Jumlah Kalori Basal (wanita) : BBI x 25 Kal
- Koreksi :
Aktivitas : 10 – 30 % total kalori basal
(Bedrest : 10%, aktivitas ringan : 20%, aktivitas sedang :
30%, aktivitas sangat berat : 50%)
Status gizi : ditambah : 80-90% : +10%, 70-79% : +20%,
60-69% : +30%
Dikurangi : 120-130%:-10%, 130-140% :-20%, >140%
:-30%
Koreksi Stres : ditambah 10-50% dari kalori basal
Koreksi umur : dikurangi (40-59 thn :5%, 60-69thn : 10%,
>70thn : 20%)
b. Komposisi Diet
- Karbohidrat : 60-70%
- Protein : 15-20%
- Lemak : 20-25%
- Kandungan kolesterol >300mg
- Serat + 25 gram sehari
- Pada penderita diabetes dengan gangguan fungsi organ
(misalnya nefropati), komposisi diet, khususnya protein,
harus disesuaikan dengan tingkat gangguan organ
tersebut.
a. Jadwal (Frekuensi Diet)
Jadwal dan frekuensi pemberian diet sangat penting, terutama
pada penderita dengan DM Tipe 1
Makan pagi: 20% total kalori
Snack : 10-15% total kalori
Makan siang : 30 % total kalori
Snack : 10-15% total kalori
Makan malam : 25 % total kalori
Snack : 10-15% total kalori

D. CATATAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Sedapat mungkin makanan yang diberikan disesuaikan dengan
makanan yang telah terbiasa dikonsumsi oleh penderita
2. Usahakan bahan makanan bervariasi sehingga tidak membuat
penderita bosan
3. Batasi lemak terutama lemak jenuh dn kolesterol, perbanyak
lemak jenuh
4. Batasi/hindari konsumsi glukosa
5. Hati-hati mengkonsumsi makanan yang dikatakan khusus untuk
diet DM karena beberapa jenis diantaranya masih cukup bayak
mengandung kalori
6. Gunakan pemanis secukupnya
7. Macam-macam Diet Dr. Soetomo Surabaya :
- Indikasi Diet B (68%Kal KH, 20% Kal Lemak, 12%Kal Protein)
Diet B pada umumnya diberikan kepada semua penderita DM
yang kurang mampu atau penderita DM lainya yang :
Kurang tahan lapar dengan dietnya, mempunyai
hiperkolesterolemia, mempunyai riwayat penyakit stroke, PJK,
dll, telah menderita DM lebih dari 15 tahun
- Indikasi Diet B1 (60% Kal KH, 20% Kal Lemak, 20% Kal
Protein), diberikan pada penderita DM yang memerlukan
protein tinggi.
1) Mampu atau mempunyai kebiasaan makan tinggi protein,
tetapi harus mempunyai kadar lemak yang normal;
2) Underweight;
3) Masih muda (perlu pertumbuhan)
4) Mengalami patah tulang
5) Hamil atau menyusui
6) Penderita TBC paru
7) Dalam keadaan pra atau pasca bedah
8) Menderita kanker (Ca.Serviks, Ca.mammae, hepatoma)
9) Mengidap infeksi cukup lama (demam thypoid, meningitis,
dll)
- Indikasi Diet B2
Untuk nefropati diabetik fase pra HD umum (kandungan
protein dlam diet 0,6 gram/kgBB/hari)
- Indikasi Diet B3
Untuk nefropati diabetik fase pra HD khusus (protein loss atau
lebih sama dengan 3 gram/hari atau keadaan stress berat,
protein yang diberikan 0,8gram/kgBB/hari)
- Indikasi Diet Be
Untuk nefropati diabetik fase HD, kandungan protein dalam
diet adalah 1 gram/kgBB/hari.
8. Suplemen Nutrisi (vitamin dan mineral)
- Dianjurkan pada penderita DM dengan :
- Diet restriktif <1500 Kalori
- Glukosuria tidak terkontrol
- Beberapa mineral yang dianjurkan : Zinc dan Magnesium
9. Vitamin C dosis tinggi dapat memberikan false-positive glukosa
urin, perlu diperhatikan pemberian suplemen.
10. Hipoglikemia pada penderita DM yang mendapat terapi insulin
atau obat hipoglikemik dapat dicegah dengan :
- Mengkonsumsi snack sebelum melakukan olah raga
- Jadwal makan yang teratur
- Menghindari/ membatasi konsumsi alkohol
- Menghindari olah raga yang berlebihan
BAB VI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA GASTRITIS

A. GAMBARAN UMUM
Gastritis merupakan bentuk peradangan dari lambung. Dapat
disebabkan beberapa hal seperti : alcohol, virus intestinal, obat
pencahar dan obat-obat lain, keracunan makanan serta alergi
makanan tertentu. Gejala yang ditimbulkan bervariasi dari ringan
sampai berat, dikenal dengan Dyspepsia yaitu kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari nyeri epigastrum, mual, muntah, perut
kembung (fullness), cepat kenyang, anoreksia, dan flatulens.
Beberapa gangguan/penyakit gastro intestinal akibat makanan dapat
digolongkan sebagai berikut :
1. Alergi makanan : keluhan rasa nyeri epigastrum bersamaan
dengan proses urtikaria pada kulit
2. Intoleransi makanan : misal, gangguan pencernaan karena
minum susu merupakan gejala intoleransi terhadap laktosa.
Gangguan fungsi gastro intestinal dapat disebabkan beberapa bahan
makanan tertentu :
1. Sekresi asam lambung meningkat : alkohol, cabe, kopi, teh, susu,
minuman soda (soft drink)
2. Tonus sfingter melemah : lemak, bawang, minuman mengandung
karbon
3. Tonus sfingter meningkat : protein, karoten (vitamin A)

B. OBJEKTIF PENATALAKSANAAN NUTRISI


1. Memberikan energy dan zat-zat gizi secara adekuat dengan
mempertinmbangkan konsistensi dan bentuk makanan, frekuensi
dan cara pemberian makanan harus sesuai dengan kondisi
gastritisnya
2. Mengidentifikasi makanan yang menimbulkan keluhan
3. Member penjelasan mengenai pentingnya makan teratur,
mengunyah makanan dengan baik, dan tidak minum berlebihan
selama makan
4. Menghindarkan merokok dan makanan yang memperberat gejala
dyspepsia
5. Memenuhi kebutuhan cairan
6. Melakukan evaluasi pemberian diet
C. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI
1. Diagnosis
a. Ananmesis
Riwayat asupan makanan terutama makanan yang
menimbulkan keluhan
b. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik dan antropometri
c. Pemeriksaan Laboratorium
Serum B12 (bila perlu) dan Ca, Mg (bila perlu)
d. Anamnesa Nutrisi
- Status gizi : kurang, normal, atau lebih
- Status metabolism: sesuai hasil laboratorium yang didapat
2. Manajemen Nutrisi
a. Mengatur frekuensi dan jumlah makanan per hari. Makanan
diberikan dalam porsi kecil dan sering, secara berangsur selama
1-3 minggu, dimulai dengan makanan lunak.
b. Diet diberikan rendah lemak (<30gram per hari), dapat
dinaikkan bertahap menjadi 40 gram/hari kemudian 50
gram/hari.
c. Hindari susu bila terdapat intoleransi laktosa
d. Minum kopi dan teh perlu diatur
e. Perhitungkan kebutuhan cairan 2000-2500 cc/hari
D. CATATAN
1. Penggunaan antasida dari golongan Alumunium dan kalsium
dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan golongan Magnesium
dapat mengakibatkan diare.
2. Pada gastritis kronis, pertimbangkan pemeriksaan status B12
3. Tambahkan bahan bakar sumber Kalsium dan B12 bila tidak
minum susu/intoleransi laktosa.
BAB VII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
PANKREATITIS
A. GAMBARAN UMUM
Pankreatitis adalah inflamasi pada kelenjar pankreas yang
menimbulkan odema, nekrosis lemak, dan eksudasi seluler. Ada 2
tipe pancreatitis yaitu pancreatitis akut dan pancreatitis kronik
dimana keduanya member gejala sakit perut hebat (terutama
epigastrum sampai ke umbilicus), mual, muntah dan kembung.
Pankreatitis Akut
Merupakan keadaan inflamasi pancreas yang akut dengan
spectrum yang luas, dari bentuk udema karena nekrosis parsial
dengan gangguan sistemik yang minimal sampai gagal organ
multiple. Resiko mortalitas pada pancreatitis akut yang berat
sangat tinggi.
Pankreatitis Kronis
Merupakan Insidious Onset pancreatitis dengan nekrosis dan
fibrosis kelenjar pancreas disertai menurunnya proses-proses
enzimatik. Perjalanan bisa memakan waktu bertahun-tahun dan
mengalami ekserbasi akut berulang. Di negara-negara barat,
pancreatitis kronik dihubungkan dengan tingginya konsumsi
alkohol.
B. OBJEKTIF PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Mengurangi aktivitas pancreas dan sekresi enzim-enzim untuk
mengurangi rasa sakit dan menekan proses dekstruksi pada
pancreas
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa
3. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Memperbaiki keseimbangan Nitrogen dengan dukungan nutrisi
yang adekuat, menghindari overfeeding.
5. Mencegah dan mengatasi komplikasi (kardiovaskuler, paru,
hematologi, ginjal, neurologic, atau metabolic) mencegah gagal
organ multiple
6. Pada keadaan akut “mengistirahatkan” pancreas (dengan
menghindari nutrisi oral/enteral melalui gaster) menurunkan
demam, mencegah syok.
7. Pada keadaan kronik : mengatasi steatorrhea, mencegah atau
mengatasi tetani sekunder, hiperglikemia, malnutrisi,
maldigestion, dan diare.
8. Menurunkan morbiditas dengan :
a. Memberikan nutrisi melalui parenteral pada fase akut
b. Menghindari irritant terhadap pancreas, khususnya alcohol
dan kafein
c. Menghilangkan obstruksi pada duktus pancreatitis.

C. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Diagnosis
a. Anamnesa
- Riwayat penyakit sekarang, trauma abdomen, diare, mual,
muntah, rasa sakit di epigastrum dan umbilicus yang dapat
ke seluruh abdomen
- Riwayat kolelithiasis dan dislipidemia
- Pola makan dan kebiasaan makan
- Kebiasan minum alcohol dan kafein
- Perubahan berat badan
b. Pemeriksaan Klinis
Keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan
pemeriksaan antropometri
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi, urine, cek fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin,
albumin), gluksoa darah, profil lipid, fungsi ginjal, dan
pemeriksaan feces (steatorrhea)
d. Pemeriksaan tambahan
CT scan abdomen/pankreas
2. Manajemen Nutrisi
a. Dukungan nutrisi pada pancreatitis akut ditujukan hanya
pada kasus-kasus yang berat dengan komplikasi terutama
sesudah operasi. Dukungan nutrisi dilaksanakan sesegera
mungkin setelah status hemodinamik stabil
b. Salah satu tujuan dukungan nutrisi pada pancreatitis yag
berat adalah memberikan nutrisi tanpa membebani pancreas
degan meminimalkan stimulasi fungsi eksokrin dan endokrin
pancreas. Pada fase akut, pemberian nutrisi dimulai dengan
nutrisi parenteral (None Per Oral/NPO) dengan nutrisi yang
lengkap. Bila ada perbaikan kondisi pasien (kadar amylase
serum turun ke kadar normal, pasien sudah terbebas dari
sakit perut dan sudah mulai timbul rasa lapar), dapat dicoba
minum air gula konsentrasi rendah. Bila pasien
menunjukkan perbaikan dapat diberikan makanan cair,
yang volume dan frekuensinya dapat ditingkatkan sejalan
dengan perbaikan kondisi pasien.
c. Pada pasien-pasien yang belum dapat mentolerir nutrisi per
oral atau enteral gaster, dapat diberikan nutrisi elemental
langsung ke bagian atas jejunum melalui jejunostomi. Dari
penelitian-penelitian yang dilakukan, teknik pemberian
nutrisi ini tidak memperburuk pancreatitis.
d. Pada pasien pancreatitis kronik, diberikan diet dengan
proporsi lemak rendah sampai sedang, protein sedang, tinggi
karbohidrat. Diet sebaiknya rendah serat dan diberikan
dengan porsi kecil tapi sering. Makanan yang mengiritasi
pancreas dan gaster dihindarkan (alcohol, kafein, makanan
bergas)
e. Untuk pasien dengan steatorrhea dapat diberikan
lemakdalam bentuk MCT (Medium Chain Triglycerids)

D. CATATAN
1. Pasien pancreatitis berat mengalami stress metabolism yang
sama dengan pasien sepsis. Hal ini sebagai konsekuensi
dilepasnya endotoksemia dan tingginya level sirkulasi TNF
(Tumor Necrosis Factor) dan sitokin lainnya yang dapat
dideteksi pada minggu pertama.
2. Dukungan nutrisi dapat memperbaiki status gizi pada pasien
pancreatitis berat tanpa komplikasi, tapi pada kasus dengan
komplikasi, protein tubuh terus didegradasi pada kecepatan
tinggi (1-2% dari cadangan protein tubuh tiap hari) sampai
proses inflamasi pancreas dapat dikontrol
3. Pemberian formula lipid pada nutrisi parenteral dapat
mengurangi kebutuhan akan insulin dan memberikan kondisi
metabolic yang lebih stabil. Sepanjang pemberian lipid sesuai
kebutuhan, tidak menyebabkan hipertrigliseridemia dan tidak
memperburuk pankreatitisnya.
4. Masalah biokimia yang khusus, pada pancreatitis akut yang
berat :
a. Hipoalbuminemia
Terjadi ekstravasasi albumin dari intravaskuler ke
ekstravaskuler karena kebocoran kapiler yang luas.
Pemberian albumin pada fase ini menjadi sia-sia.
b. Hipokalsemia
Pada pancreatitis yang berat, kadar kalsium total darah dan
kalsium ion rendah, sehingga membutuhkan terapi kalsium
glukonat (50-60 ml kalsium glukonat isotonic dengan infuse
IV lambat). Gagal mengatasi kadar kalsium ion yang rendah,
dapat mengakibatkan tetani dan disritmia jantung terutama
pada pasien-pasien dengan alkalosis hipokalemik.
c. Hipomagnesemia
Keadaan ini dapat memperburuk keadaan hipokalsemia.
Diperlukan infuse magnesium IV
d. Alkalosis hipokalemia
Pasien pancreatitis akut yang disertai muntah-muntah berat
mengeluarkan cairan gaster yang asam, sehingga
menimbulkan alkalosis metabolic hipokalemia.
BAB VIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT HATI

A. GAMBARAN UMUM
Hati merupakan salah satu alat tubuh penting yang
berperan dalam metabolism karbohidrat, lemak, dan protein.
Sebagian besar hasil pencernaan setelah diabsorbsi, langsung
dibawa ke hati untuk disimpan atau diubah menjadi bentuk lain
dan diangkut ke bagian tubuh yang membutuhkan. Hati
merupakan tempat penyimpanan mineral berupa zat besi dan
tembaga yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah
serta vitamin-vitamin larut lemak A, D, E, dan K. hati mengatur
volume dan sirkulasi darah serta berperan dalam detoksifikasi
obat-obatan dan racun. Dengan demikian, kelainan atau
kerusakan pada hati berpengaruh terhadap fungsi saluran cerna
dan penggunaan makanan dalam tubuh sehingga sering
menyebabkan gangguan gizi.
Dua jenis penyakit hati yang sering ditemukan adalah
Hepatitis dan Sirosis Hati.
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh
keracunan toksin tertentu atau karena infeksi virus. Penyakit ini
disertai anoreksia, demam, rasa mual dan muntah, serta jaundice
(kuning). Hepatitis dapat bersifat akut atau kronis.
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai
dengan proses peradangan, nekrosis hati, usaha regenerasi dan
penambahan jaringan ikat difus dengan terbentuknya nodul yang
mengganggu susunan lobulus hati. Digolongkan menjadi 2 yaitu
sirosis mikronodular yang dikaitkan dengan sirosis hati oleh
alcohol atau gangguan gizi (Nutritional cirrhosis), dan sirosis
makronodular yang dikaitkan dengan keadaan hepatitis yang berat
atau nekrosis yang luas (sirosis pascahepatitis).
Pada gangguan fungsi hati berat,terjadi penurunan sintesis
protein plasma, albumin, factor koagulasi, serta enzim. Kira-kira
12 gram albumin disintesis oleh hati setiap hari. Pada penderita
sirosis hepatis lanjut fungsi sintesis albumin menurun, sehingga
terjadi odema dan ascites. Kurangnya asupan protein dan
terjadinya ekstravasasi cairan akibat hipertensi portal akan
memperberat gejala tersebut.
Pemberian protein pada sirosis hepatis merupakan dilemma.
Pemberian protein yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
ensefalopati hepatic, sedangkan pemberian protein yang rendah
akanmenyebabkan malnutrisi, imunitas tubuh yang menurun,
morbiditas dan mortalitas yang naik sehingga dapat juga
mencetuskan ensefalopati hepatic.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Diagnosa
a. Anamnesis
Gejala sirosis (mual, muntah, ascites), kebiasaan makan,
kebiasaan minum alcohol, gangguan pola tidur, pendarahan.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum, ascites, anemia, jaundice.
c. Laboratorium
Hb, kolesterol, bilirubin, albumin. SGOT, SGPT, dll
2. Manajemen Nutrisi
Tujuan Diet :
a. Meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah
kerusakan lebih lanjut dan atau meningkatkan fungsi
jaringan hati yang tersisa.
b. Mencegah katabolisme protein.
c. Mencegah penurunan berat badan atau meningkatkan berat
badan bila kurang.
d. Mencegah atau mengurangi ascites, varices esofagus, dan
hipertensi portal.
e. Mencegah koma hepatic
C. PRINSIP DIET
1. Energy tinggi
2. Lemak cukup
3. Natrium dibatasi
D. SYARAT DIET
1. Pada sirosis hari tanpa ensefalopati hepatikum (sirosis hati
terkompensasi) diberikan :
a. Kalori cukup 40-45 Kal/BBideal/hari
b. Protein 0,8-2 gram/kgBB/hari (mula-mula dicoba 0,5-0,79
gram/BB/hari sampai imbang N+) 60-70% protein bernilai
biologis tinggi
c. Karbohidrat 60-70% dari energy total (karbohidrat kompleks)
d. Suplementasi vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin K, Zn,
Mg
e. Hindari alkohol
f. Bila ada kemungkinan koma, hindari giglin, serin, treonin,
glutamine yang terdapat pada mentega, bawang, kecap, keju,
dan anggur
g. Natrium dibatasi 200 mg/hari
h. Cairan dibatasi 1-1,5L/hari pada penderita yang mengalami
udema/ascites
2. Pada fase ensefalopati hepatikum :
a. Kalori diberikan 35-40 Kal/kg BB/hari
b. Protein diberikan 3-5 gram/hari, tambahkan bertahap 10-20
gram/hari kemudian 30 gram/hari.
c. Porsi kecil tapi sering
d. KH 60-70% dari energy total (karbohidrat kompleks)
e. Lemak 20% dari energy total
f. Natrium dibatasi 200 mg/hari
g. Cairan dibatasi 1-1,5L/hari pada penderita yang mengalami
udema/ascites
BAB IX
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
KANTONG EMPEDU

A. GAMBARAN UMUM
Kandung empedu merupakan organ di abdomen quadran
kanan atas di bawah permukaan posterior hati dengan fungsi
utama untuk mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu yang
diproduksi oleh hati. Cairan empedu mengandung garam empedu
dan kolesterol. Empedu membantu pencernaan serta absorbs
lemak dan vitamin larut lemak A, D, E, K, mineral besi dan
kalsium.
Penyakit saluran empedu yang sering terjadi adalah billiary
dyskinesia, kolestasis, kolesistitis, dan kolelithiasis (batu empedu).
Kolelithiasis
Kolelitiasis adalah terbentuknya batu empedu yang bila masuk
ke dalam saluran empedu menibulkan penyumbatan dan kram.
Penyaluran empedu ke duodenum terganggu sehingga
mengganggu absorpsi lemak. Ada dua jenis batu empedu yaitu
batu kolesterol dan batu pigmen yang terdiri dari polimer bilirubin
dan garam kalsium.
Faktor resiko terjadinya batu kolesterol antara lain adalah
gender perempuan, kegemukan, faktor etnik, obat – obatan, dan
penyakit saluran cerna. Sedangkan faktor resiko batu pigmen
antara lain adalah berat badan kurang, asupan lemak dan protein
kurang, serta sirosis hati.
Kolesistitis
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu. Penyebab
utamanya adalah batu empedu yang menyumbat saluran empedu.
Penyakit dapat disertai jaundice (ikterus), karena cairan empedu
yang tidak bias masuk ke saluran cerna berubah warna menjadi
bilirubin yang berwarna kuning dan masuk ke peredaran darah.

B. DIAGNOSA DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anemnesa
a. Nyeri abdomen kanan atas (kolik) setelah makan makanan
tinggi lemak
b. Mual, muntah,suhu badan meningkat
2. Pemeriksaan Fisik
Suhu, tensi nadi, pernapasan, abdomen : nyeri abdomen kanan
atas, pemeriksaan antropometri (penilaian status gizi)
3. Pemeriksaan Laboratorium
Fungsi hati, albumin-globulin, SGOT dan SGPT, enzim pancreas
(amylase, lipase), kadar kolesterol total, kadar trigliserida.
4. Pemeriksaan Tambahan
USG abdomen

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet :
a. Menurunkan berat badan, secara bertahap
b. Membatasi makanan tinggi lemak, terutama kandungan
asam lemak jenuh dan makanan ber gas. Asupan asam
lemak jenuh yang tinggi dapat menambah nyeri abdomen.
c. Mencegah terjadinya obstruksi billier (kolelithiasis, tumor,
pancreatitis atau akibat jamur)
d. Mengatasi malabsorbsi lemak
2. Syarat Diet :
a. Pasien dipuasakan pada serangan akut
b. Energy diberikan sesuai kebutuhan. Bila kegemukan
diberikan Diet Rendah Energi. Hindari penurunan berat
badanyang terlalu cepat.
c. Protein agat tinggi yaitu 15-20% total kalori
d. Diet bebas lemak pada pasien kolestasis akut, sebelum
beralih ke makanan rendah lemak atau kolestasis
intrahepatik belum teratasi. Pemberian lemak tidak lebih
dari 10% total kalori, dianjurkan jenis MCT
e. Pada pasien kolesistitis kronis, lemak diberikan 25-30% total
energy (lemak diberikan dalam bentuk asam lemak rantai
sedang/MCT bila ada steatorrhea, dimana lemak feses >
25gram/24 jam, karenamungkin dapat mengurangi lemak
feses dan mencegah kehilangan vitamin dan mineral)
f. Tinggi serat, lebih dari 35 gram/hari untuk mengikat
kelebihan asam empedu dalam saluran cerna
g. Hindari makanan yang menghasilkan gas banyak untuk
menghindari distensi, peristaltic usus dan iritasi
BAB X
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT THYPOID

A. GAMBARAN UMUM
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi.

B. DIAGNOSA DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Diagnosa
a. Anamnesa
Demam yang lama (lebih dari 7 hari dan menetap), gangguan
gastrointestinal berupa anoreksia, obstipasi, diare atau nyeri
abdomen kanan bawah, lidah kotor di tengah dan tremor
bila ditunjukkan.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : splenomegali, hepatomegali dan kadang
grakikardia relative, pemeriksaan antropometri
c. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur darah, widal, darah lengkap, tes fungsi hati, dan urin
rutin.
2. Manajemen Nutrisi
a. Tujuan Diet :
Memberikan makanan yang cukup dan seimbang, tidak
merangsang serta tidak memberatkan kerja saluran
pencernaan

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Kalori diberikan sesuai kebutuhan
2. Protein 20-25% total kalori yang berasal dari protein bernilai
biologis tinggi,
3. Kebutuhan lemak 15-20% dari total kalori (utamakan jenis MCT
karena cepat diabsorbsi)
4. Hindari makanan yang menghasilkan gas.
5. Diet diberikan dalam bentuk lunak (bubur atau nasi tim)
BAB XI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
INFLAMASI USUS

A. KOLITIS ULSERATIVA
Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa adalah penyakit inflamasi
usus kronik dengan penyebab yang tidak diketahui. ada 4 teori
mengenai penyebab penyakit ini yaitu autoimun, bakteri, alergi
atau intoleransi terhadap susu. Baik penyakit Crohn maupun
colitis ulserativa, keduanya mempunyai resiko terhadap kanker
kolon.
Penyebab malnutrisi pada penyakit ini antara lain :
- Menurunnya asupan makan
Pembatasan diet, anoreksia, vomitus, sakit/kram perut
- Meningkatnya laju katabolic
- Malabsorbsi
- Inflamasi usus dan mukosa usus, operasi usus (reseksi),
fistula, intoleransi laktosa, sindroma pertumbuhan bakteri.

1. Diagnosa dan Manajemen Nutrisi


a. Anamnesa
Riwayat perjalanan penyakit, riwayat diare (darah, pus, dll)
b. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, tekanan darah, tanda-tanda
dehidrasi/odema, pemeriksaan antropometri
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hb, Ht, leukosit, fungsi hati, fungsi ginjal, status protein,
profil lipid, glukosa, analusus lemak feses (pada kolitis
ulserativa)
d. Pemeriksaan Tambahan
Biopsi, barium enema, barium peroral, endoscopy
2. Penatalaksanaan Nutrisi
a. Tujuan Diet
1) Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
2) Mengganti hilangnya zat gizi dan memperbaiki status gizi
yang kurang
3) Mencegah iritasi dan inflamasi lebih lanjut
4) Mengistirahatkan usus pada masa akut
b. Prinsip Diet
1) Makanan disesuaikan dengan fase penyakit
2) Makanan diberikan secara bertahap mulai cair ke lunak
3) Makanan biasa diberikan tinggi energi dan tinggi protein
c. Syarat Diet
1) Pada fase akut, dipuasakan dan diberi makanan secara
parenteral saja
2) Bila fase akut teratasi, pasien diberi makan secara bertahap,
mulai dari bentuk cair (per oral maupun enteral), kemudian
meningkat menjadi Diet Sisa Rendah dan Serat Rendah
3) Bila gejala hilang dapat diberikan Makanan Biasa
4) Energi tinggi
5) Protein tinggi 1-2 gram/kgBB/hari
6) Makanan enteral rendah atau bebas laktosa dan
mengandung asam lemak rantai sedang dapat diberikan
karena sering terjadi intoleransi laktosa dan malabsorbsi
lemak
7) Cukup cairan dan elektrolit
8) Menghindari makanan yang menimbulkan gas
9) Sisa rendah dan secara bertahap kembali ke makanan biasa.

B. DIVERTIKULOSIS
Penyakit divertikulosis yaitu adanya kantong-kantong kecil
yang terbentuk pada dinding yang terjadi akibat tekanan
intrakolon yang tinggi pada konstipasi kronik. Hal ini terutama
terjadi pada usia lanjut yang makanannya rendah serat.
1. Tujuan Diet
a. Meningkatkan volume dan konsentrasi feses
b. Menurunkan tekanan intra luminal
c. Mencegah infeksi
2. Prinsip Diet
a. Cukup energi dan protein
b. Tinggi serat
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya sesuai kebutuhan
b. Cairan tinggi yaitu 2-2,5 Liter sehari
c. Tinggi serat

C. DIVERTIKULITIS
Penyakit divertikulitis terjadi bila penumpulan sisa makanan
pada divertikular menyebabkan peradangan. Gejala-gejalanya
antara lain kram pada bagian kiri bawah perut, mual, kembung,
muntah, konstipasi atau diare, menggigil dan demam.
1. Tujuan Diet
a. Mengistirahatkan usus untuk mencegah perforasi
b. Mencegah akibat laksatif dari makanan berserat tinggi
2. Prinsip Diet
a. Energi dan zat gizi lainnya cukup, sesuai kebutuhan
b. Makanan diberikan secara bertahap
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Mengusahakan asupan energi dan zat-zat gizi cukup sesuai
dengan batasan diet yang ditetapkan
b. Bila ada pendarahan, dimulai dengan makanan cair jernih
c. Makanan diberikan secara bertahap, mulai dari Diet Sisa
Rendah I ke Diet Sisa Rendah II dengan konsistensi yang
sesuai
d. Hindari makanan yang banyak mengandung biji-biji kecil
seperti tomat dan jambu biji, stroberi, yang dapat menumpuk
dalam divertikular
e. Bila perlu diberikan Makanan Enteral Rendah atau Bebas
Laktosa
f. Untuk mencegah Konstipasi, minum minimal 8 gelas per hari
BAB XII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA HIPERTENSI

A. GAMBARAN UMUM
Hipertensi merupakan faktor utama terjadinya penyakit
kardiovaskular. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik 140mmHg atau lebih dan atau tekanan darah sistolik
90mmHg atau lebih. Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh
peningkatan curah jantung dan diikuti kenaikan tahanan perifer.
Faktor utama adalah faktor genetik herediter disertai faktor
lingkungan seperti asupan garam, stress dan obesitas.
90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan
dikenal sebagai hipertensi primer atau esensial, sedangkan sisanya
adalah hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit lain.

B. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Riwayat perjalanan penyakit untuk membedakan hipertensi
esensial dengan hipertensi sekunder.
Riwayat makan : pola makan meliputi asupan energi,
makronutrien, asupan garam (NaCl), Kalium, Kalsium,
Magnesium dan Alkohol
2. Pemeriksaan fisik, klinis
Pengukuran tekanan darah, irama jantung, dll
3. Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah lengkap, profil lemak, fungsi ginjal,mineral dan
elektrolit.
4. Pemeriksaan Antropometri
Pengukuran TB, BB. Status gizi (obesitas atau overweight)

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Mencapai berat badan idel bila obesitas atau overweight.
b. Menurunkan asupan Natrium dalam makanan
2. Prinsip Diet
a. Energi dan protein sesuai kebutuhan
b. Natrium dibatasi
c. Tinggi cairan
3. Syarat Diet
a. Energi dan zat gizi makro diberikan disesuaikan dengan
berat badan dan aktivitas fisik.
b. Pembatasan asupan Natrium tergantung berat-ringannya
Hipertensi
Dianjurkan pembatasan garam dibawah 6 gram /peri atau
100mEq/hari atau 2300 mg Na/hari untuk penderita
hipertensiyang terkontrol tanpa mendapat terapi diuretik
c. Asupan Kalium adekuat, dengan perbandingan K : Na = 1,5 :
1
d. Asupan Kalsium, Magnesium, sesuai kebutuhan
e. Suplemen vitamin sesuai dengan kebutuhan terutama
penderita dengan terapi diuretik
f. Batasi asupan alkohol
g. Pada penderita hipertensi dengan hiperlipidemia diberikan
diet Hiperlipidemia (lihat bab Penatalaksanaan Nutrisi pada
Hiperlipidemia)

D. CATATAN
1. Perhitungan Natrium :
1 gram garam (NaCl) = 0,39 gram Natrium
1 mEq natrium = 23 mg Natrium
1 sendok teh garam = + 2,1 gram Natrium
2. Pada penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi diuretik,
pembatasan asupan Natrium mmasih diperlukan
3. Pada penderita dengan suplementasi kalium per oral perlu
diberikan suplementasi vitamin B12, karena pemberian kalium
per oral dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12
4. Sumber Natrium dalam makanan sehari-hari : garam dapur
(NaCl), baking powder, makanan yang diiolah dengan bahan
pengawet, bahan makanan tinggi kadar natriumnya (bahan
makanan asal hewani seperti daging, telur, susu, beberapa
sayuran hijau). Dalam pembatasan Natrium perlu diperhatikan
penggunaan bahan-bahan tersebut.
5. Sumber makanan yang kaya Kalium : buah-buahan rasa asam,
aprikot, posang, kismis, kacang-kacangan kering, kacang kedele
segar, bayam, ubi jalar, kacang-kacangan, keju, susu rendah
lemak, unggas, ikan, daging.
BAB XIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT
VASKULER ATEROSKLEROSIS/ PENYAKIT JANTUNG KORONER
(Diet Dislipidemia)

A. GAMBARAN UMUM
Penyakit Vaskular Aterosklerotik (PVA) dengan manifestasi
klinik berupa Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke dewasa
ini merupakan penyebab kematian nomor 1 di Indonesia.
Merupakan penyempitan pembuluh darah yang bekerja sebagai
supply O2 dan makanan bagi otot jantung yang sewaktu-waktu
dapat tersumbat total, daimana terjadi saat ini disebut serangan
jantung.
Faktor-faktor resiko pada PJK :
- Obesitas abnormal
- Gaya hidup tinggi asupan lemak
- Hipertensi
- Perokok
- Diabetes Mellitus

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anamnesa
Riwayat asupan makan (tinggi lemak, perbandingan asupan
protein hewani dan nabati), riwayat pengobatan
2. Pemeriksaan fisik dan klinis
Keadaan umum, tekanan darah
3. Pemeriksaan Laboratorium
Profil lipid, glukosa darah, elektrolit
4. Pemeriksaan Antropometri
TB, BB, status gizi

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. menurunkan berat badan bila ada kegemukan
b. mengubah jenis dan asupan lemak makanan
c. menurunkan asupan kolesterol makanan
d. meningkatkan asupan Karbohidrat kompleks dan
menurunkan asupan karbohidrat sederhana.
2. Prinsip Diet
a. Energi cukup, sesuai kebutuhan.
b. Protein cukup
c. Rendah lemak dan kolesterol
3. Syarat Diet
a. Energi yang dibutuhkan disesuaikan dengan berat badan
dan aktivitas fisik. Bila kegemukan, penurunan berat badan
dapat dicapai dengan asupan energi rendah dan
meningkatkan aktivitas fisik. Penurunan asupan energi
disertai penurunan berat badan biasanya menghasilkan
penurunan kadar trigliserida darah yang cepat
b. Lemak sedang, >30% dari kebutuhan energi total.
c. Protein cukup, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total.
Sumber protein hewani, terutama dai ikan yang banyak
mengandung lemak omega-3 ditingkatkan. Sumber protein
nabati lebih dianjurkan.
d. Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari kebutuhan energi
total.
e. Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam
apel, beras tumbuk atau beras merah, dan kacang-
kacangan.
f. Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin
dianjurkan untuk pasien yang mengkonsumsi <1200 Kal
energi/hari
BAB XIV
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT JANTUNG

A. GAMBARAN UMUM
Penyakit Jantung terjadi akibat proses berkelanjutan, dimana
jantung secara berangsur kehilangan kemampuannya untuk
melakukan fungsi secara normal. Pada awal penyakit, jantung
mampu mengkompensasi ketidakefisiensian fungsinya dan
mempertahankan sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan
peningkatan denyut nadi (Compensated Heart Disease)
Dalam keadaan tidak terkompensasi (DecompensatioCordis),
sirkulasi darah yang tidak normal yang menyebabkan sesak nafas
(dyspnea), rasa lelah, dan rasa sakit di daerah jantung.
Berkurangnya aliran darah dapat menyebabkan kelainan fungsi
ginjal, hati, otak, serta tekanan darah, yang berakibat terjadinya
resorpsi natrium. Hal ini akhirnya menimbulkan edema. Penyakit
jantung menjadi akut bila disertai infeksi (Endocarditis atau
Carditis), Gagal Jantung, setelah Myocard Infarct, dan setelah
operasi jantung.

B. DIAGNOSA
1. Anamnesa
Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga,
riwaywt pola makan
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, sesak napas, tekanan darah
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan
kerja jantung.
b. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
c. Mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air.
2. Prinsip Diet
a. Energi Cukup
b. Protein Cukup
c. Lemak Sedang
d. Kolesterol Rendah
3. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan normal.
b. Protein cukup yaitu 0,8 gram/kg BB.
c. Lemak sedang, yaitu 25 – 30 % dari kebutuhan energy total,
10% berasal dari lemak jenuh, dan 10 – 15% lemak tidak
jenuh.
d. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
(lihat Diet Dislipidemia).
e. Vitamin dan mineral cukup, hindari penggunaan suplemen
kalium, kalsium, dan magnesium jika tidak dibutuhkan.
f. Garam rendah, 2 – 3 gram/hari, jika disertai hipertensi atau
edema.
g. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
h. Serat cukup untuk menghindari konstipasi.
i. Cairan cukup, ± 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan.
j. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit,
diberikan dalam porsi kecil.
k. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan
dapat diberikan tambahan berupa makanan enteral,
parenteral, atau suplemen gizi
BAB XV
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT STROKE

A. GAMBARAN UMUM
Stroke atau penyakit peredaran darah otak adalah kerusakan
pada bagian otak yang terjadi bila pembuluh darah yang membawa
oksigen dan zat – zat gizi ke bagian otak tersumbat atau pecah.
Akibatnya dapat terjadi beberapa kelainan yang berhubungan
dengan kemampuan makan pasien yang pada akhirnya berakibat
penurunan status gizi. Untuk mengatasi keadaan tersebut
diperlukan diet khusus.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Ananmesa
Riwayat penyakit (berapa kali serangan), riwayat pola makan
2. Pemeriksaaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, tekanan darah
3. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar gula darah
4. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan kepala
5. Pengukuran Antropometri
BB, TB, Status Gizi

C. PENATALAKSANAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan dan
komplikasi penyakit.
b. Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia,
kelainan ginjal, dan dekubitus.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Prinsip Diet
a. Energi cukup
b. Protein cukup
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
3. Syarat Diet
a. Energi Cukup, yaitu 25 – 45 kkal/kg BB. Pada fase akut
energy diberikan 1100 – 1500 kkal/hari.
b. Protein cukup, yaitu 0,8 – 1 gram/kg BB. Apabila pasien
berada dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2 –
1,5 gram/kg BB. Apabila penyakit disertai komplikasi Gagal
Ginjal Kronik (GGK), protein diberikan rendah yaitu 0,6
gram/kg BB.
c. Lemak cukup, yaitu 20 – 25 % dari kebutuhan energy total.
Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber
lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhan energy total,
kolesterol dibatasi <300 mg.
d. Karbohidrat cukup, yaitu 60 – 70 % dari kebutuhan energy
total, untuk pasien dengan Diabetes Melitus utamakan
karbohidrat kompleks.
e. Vitamin cukup, terutama vitamin A, Riboflavin, B 6, Asam
Folat, C, dan E.
f. Mineral cukup, terutama kalsium, magnesium, dan kalium.
Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam
dapur maksimal 1 ½ sdt/hari (setara dengan ± 5 gram
garam dapur atau 2 gram natrium.
g. Serat cukup, untuk membantu menurunkan kolesterol
darah dan mencegah konstipasi.
h. Cairan cukup, yaitu 6 – 8 gelas/hari, kecuali pada keadaan
edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman hendaknya
diberikan setelah selesai makan agar porsi makanan dapat
dihabiskan. Untuk pasien dengan disfagia, cairan diberikan
secara berhati – hati.
i. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.

BAB XVI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT KANKER

A. GAMBARAN UMUM
Kanker adalah pembelahan atau pertumbuhan sel secara
abnormal yang tidak dapat dikontrol sehingga cepat menyebar.
Sel-sel ini merusak jaringan tubuh sehingga mengganggu fungsi
organ tubuh yang terkena. Kanker disebut juga Neoplasma
Maligna. Neoplasma adalah masaa jaringan yang dibentuk oleh sel-
sel kanker sedangkan Maligna berarti ganas.
Penyebab kanker belum diketahui dengan pasti, tapi sering
dikaitkan dengan faktor lingkungan (polusi, bahan kimia, dan
virus) dan makanan yang mengandung bahan karsinogen.
Kanker cachexia merupakan faktor utama penyebab
mortalitas kematian penderita kanker. Kanker cachexia adalah
sindrom yang ditandai dengan gejala klinik berupa anoreksia.,
perubahan ambang rasa, penurunan berat badan, anemia, astenia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
Keadaan ini merupakan efek dari kanker baik lokal maupun
sistemik dan juga merupakan komplikasi dari penggunaan obat-
obat anti kanker.
Anoreksia merupakan faktor kontribusi terbesar dalam
terjadinya cachexia pada penderita kanker. Produk metabolit
kanker atau respons tubuh penderita terhadap kanker dapat
menyebabkan anoreksia atau perasaan cepat kenyang. Pada
keadaan normal metabolisme glukosa dari cori cycle adalah sebesar
30% sedangkan pada kanker persentase ini meningkat sehingga
kadar asam laktat meningkat. Kadar asam laktat yang tinggi dapat
menyebabkan mual. Metabolit kanker dapat menyebabkan
perubahan rasa sehingga penderita mengalami peningkatan atau
penurunan ambang rasa manis, asam, asin dan pahit. Stres
psikologik yang terjadi pada penderita kanker juga memegang
perananan dalam terjadinya anoreksia. Rasa sakit serta ketakutan
akan penyakit dan prognosis yang selalu menyertai penderita juga
akan menurunkan kenikmatan makan. Pemberian radioterapi dan
kemoterapi sebagai terapi antikanker juga dapat menimbulkan
anoreksia.
Status gizi yang baik dapat menurunkan komplikasi dari
terapi antikanker dan membuat penderita merasa lebih baik.
Dukungan nutrisi merupakan bagian yang penting dalam
menunjang terapi penderita kanker.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Ananmesa
- Perubahan berat badan, ada atau tidak, dalam berapa lama,
besar perubahan berat badan.
- Riwayat makan : pola makan, kebiasaan makan, intoleransi
makanan, komposisi makanan dalam persentase kalori dari
protein, karbohidrat dan lemak (data diperoleh melalui
analisis asupan)
- Perubahan nafsu makan : anoreksia, mual, muntah dan
gangguan rasa
- Perubahan fungsi sistem saluran cerna : kesulitan menelan,
maldigesti, perubahan pola defekasi (volume dan frekuensi,
konsistensi feses)
2. Pemeriksaaan Fisik-Klinis
- Keadaan umum : lemah, pucat, kurus, lesi pada kulit
- Rongga mulut : gigi geligi lengkap atau tidak, tanda-tanda
defisiensi vitamin B dan C (glositis, gusi mudah berdarah),
lesi
- Ekstremitas : otot-otot yang wasting terutama terlihat pada
otot-otot hipotenar tangan, edema
- Antropometri : tinggi badan, berat badan, lingkar lengan
atas, tebal lemak bawah kulit, lingkar otot lengan atas
- Komposisi tubuh dengan metode analisis untuk menentukan
nitrogen tubuh, kalium dan air.
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Status protein : albumin, transferin, imbang nitrogen 24 jam
(NUU)
- Fungsi saluran cerna : pemeriksaan feses untuk
menentukan malabsorbsi protein dan lemak
- Sistem imun : hitung limfosit total, tes sensitivitas kulit
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita kanker dengan fungsi ginjal masih normal
untuk evaluasi status massa somatik dapat dilakukan
pemeriksaan kadar kreatinin dalam urin 24 jam. Kreatinin
adalah produk pemecahan kreatin, molekul energi yang
disintesis di hati dan disimpan di otot skeletal. Kadar kreatinin
yang diperoleh dibandingkan dengan nilai standar kreatinin
untuk jenis kelamin dan tinggi yang sama dan digambarkan
dalam persentase merupakan nilai creatinin height-index (CHI).
5. Pengukuran Antropometri
BB, TB, Status Gizi

C. PENATALAKSANAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan
keadaan penyakit serta daya terima pasien.
b. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara
berlebihan.
c. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
d. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat
terhadap makanan oleh pasien dan keluarganya.
2. Prinsip Diet
a. Energi Tinggi
b. Protein Tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
3. Syarat Diet
a. Energi Tinggi, yaitu 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32
kkal/kg BB untuk perempuan. Apabila pasien dalam
keadaan gizi kurang, maka kebutuhan energi menjadi 40
kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB untuk
perempuan.
b. Protein Tinggi, yaitu 1-1,5 gr/kg BB.
c. Lemak sedang, yaitu 15 – 20 % dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup, terutama vitamin A, B
kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk
suplemen.
f. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif
internal.
g. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan
menjalani kemoterapi agresif, pasien harus dapat makanan
yang steril.
h. Porsi makan kecil dan sering diberikan.
D. CATATAN
1. Penderita yang mengalami xerostomia dianjurkan
menggunakan saliva artifisial dan stimulan saliva serta
makanan yang tinggi kadar airnya.
2. Perubahan ambang rasa dapat membuat penderita takut
makan daging merah, untuk penyusunan menu sebaiknya
dihindari penggunaan daging sebagai bahan makanan.
Sebagai penggantinya dapat digunakan ikan, ayam, telur
atau susu. Makanan dengan bahan dasar susu atau kacang
kedele umumnya lebih mudah diterima/ditoleransi oleh
penderita kanker.
3. Hindari minum dan makan selama 2 jam setelah mendapat
radioterapi ataupun kemoterapi.
4. Penggunaan nutrisi enteral secara bolus dapat menyebabkan
diare dan kadang-kadang menimbulkan sindroma dumping.
Untuk mengurangi/mencegah efek tersebut dianjurkan
pemberian makanan dilakukan secara perlahan-lahan.
5. Pemberian makanan yang hiperosmolar dan tinggi protein
harus disertai pemantauan keseimbangan cairan setiap hari.
Ketidakseimbangan cairan dapat menyebabkan ginjal tidak
mampu membersihkan produk metabolik sebagai akibat
hiperosmoral.
6. Penderita dengan leukopenia dan trombositopenia berat
dengan gangguan fungsi gastrointestinal yang berat
merupakan indikasi untuk mneggunakan nutrisi parenteral.
BAB XVII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA LUKA BAKAR

A. GAMBARAN UMUM
Luka bakar adalah cedera fisikokimia yang disebabkan oleh
paparan panas, dingin, bahan kimia, radiasi ionisasi dan listrik.
Bagian kulit yang terkena luka bakar mengalami kerusakan
berupa eritem, koagulasi dan nekrosis.
Luka bakar dapat mengakibatkan hilangnya sebagian atau
seluruh lapisan kulit. Sehingga tubuh kehilangan perlindungan
terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan. Pada cedera luka
bakar, seperti halnya pada cedera/trauma berat dan sepsis, terjadi
respons metabolik terhadap stres, adanya perubahan fisiologi dan
biokimia tubuh menyebabkan hipermetabolisme yang
meningkatkan energi expenditure. Secara umum respons tubuh
mirip dengan respons pada pasien trauma, sepsis dan penyakit
kritis, namun penatalaksanaan medik pasien luka bakar lebih
kompleks, membutuhkan waktu lebih lama, dan tidak dapat
dipastikan prognosisnya (perjalanan penyakit dapat berakhir
dengan cacat atau kematian).
Derajat Luka Bakar
Berat ringannya luka bakar ditentukan oleh luas bagian
tubuh yang terpapar komponen resiko kimia, kedalaman bagian
kulit yang mengalami kerusakan lokasi, tipe luka bakar, dan
komplikasi yang merupakan pemberat cedera luka bakar. Keadaan
inilah yang menentukan derajat stres metabolisme, prognosis,
penatalaksanaan umum dan nutrisi pasien luka bakar.
Penentuan luas luka bakar umumnya menggunakan rumus
9 (rule of nine) yang dikembangkan oleh Wallace. Penentuannya
berdasarkan proporsi tubuh yang terpapar sebagai berikut :
1. Kepala : 9%
2. Dada dan perut : 18% (dada : 9% dan perut : 9%)
3. Ekstremitas atas : 18% (kanan : 9% dan kiri : 9%)
4. Punggung dan bokong : 18% (punggung : 9% dan bokong : 9%)
5. Ekstremitas bawah kanan : 18% (paha: 9% tungkai bawah : 9%)
6. Ekstremitas bawah kiri: 18% (paha : 9% tungkai bawah : 9%)
7. Genitalia : 1%
Bila hanya sebagian organ yang terkena luka bakar, maka
untuk memudahkan penialaian digunakan ukuran telapak tangan
pasien, dengan perkiraan luas telapak tangan pasien ekuivalen
dengan 1%. Eritem ringan tidak dimasukkan dalam estimasi.
Rumus 9 tidak dapat digunakan pada anak-anak yang proporsi
tubuhnya berbeda dengan orang dewasa. Untuk ini Land and
Browder mengestimasi berat luka bakar dengan menggunakan
table (Land and Browder Chart).
Derajat luka bakar ditentukan berdasarkan kedalaman luka bakar,
dan sesuai dalam anatomi kulit.
1. Derajat I (Superficial Partial Thickness Skin Destruction)
Luka bakar menyebabkan kerusakan epidermis tetapi folikel
rambut, kelenjar sebaseus, dan kelenjar keringat masih
berfungsi baik. Dengan penanganan yang tepat proses
epitelialisasi berlangsung cepat dan penyembuhan dapat terjadi
dalam 10-14 hari tanpa jaringan parut.
2. Derajat II (Deep Partial Thickness Skin Destruction)
Selain epidermis, sebagian substansi dermis juga mengalami
kerusakan tetapi masih tersisa sel sehat, misalnya folikel
rambut dan kelenjar keringat. Sehingga proses reepitelialisasi
masih dapat berlangsung, namun proses penyembuhan ini
membutuhkan waktu yang lebih lama (antara 5-7 minggu).
Kualitas penyembuhan pada derajad ini rendah, dan sering
memperlihatkan hipertrofi dan jaringan parut.
3. Derajat III (Full Thickness Skin Destruction)
Luka bakar mengenai seluruh sel epitel kulit (dari epidermis,
dermis dan jaringan subkutis, otot, bahkan tulang), sehingga
mengakibatkan kehilangan kemampuan organ utnuk
memproteksi invasi mikroorganisme pada luka bakar derajat
ini, epitelialisasi spontan tidak akan terjadi.

Penentuan luas dan derajat luka bakar diperlukan utnuk


menyusun kebijakan manajemen dan menentukan kebutuhan
energy dan protein pasien. Luas dan derajat luka bakar
menentukan berat ringannya luka bakar, tetapi tidak secara
langsung memperlihatkan mortalitas, karena hal ini masih
dipengaruhi oleh umur pasien, dan lokasi luka bakar. Misalnya
luka bakar pada daerah muka berpotensi menjadi penyebab
kematian karena obstruksi jalan nafas (upper airway obstruction),
bentuk luka bakar yang melingkar akan menyebabkan tourniquet
effect yang mempersulit manajemen luka bakar karena terjadi
bendungan terhadap sirkulasi.
 Estimasi Kehilangan Cairan dan Elektrolit
Hilangnya volume plasma (1,5 kali) ke rongga interstisial dan
jaringan luka bakar (burn edema). Kehilangan cairan dalam 24 jam
melalui permukaan luka bakar diperkirakan sekitar 2,0 – 3,1
ml/kg BB luas luka bakar
 Estimasi Kehilangan Nitrogen
<10% luka yang terbuka = 0,02 g N/kg/hari
41% - 30% luka yang terbuka = 0,05 g N/kg/hari
>31% luka yang terbuka = 0,12 g N/kg/hari
Kehilangan 1 g Nitrogen = kehilangan 30 g lean body mass
1 g N = 6,25 g protein

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Ananmesa
a. Riwayat cedera yang disebabkan jejas panas, air panas,
listrik, radiasi atau bahan kimia
b. Adanya trauma lain disamping jejas panas (jatuh)
c. Riwayat penyakit lain (DM, kehamilan)
d. Riwayat gizi : berat badan sebelum trauma
2. Pemeriksaaan Fisik-Klinis
a. Pemeriksaan fisik, suhu, tensi, nadi, tanda-tanda renjatan,
edema
b. Pemeriksaan antropometri : berat badan, tinggi/panjang
badan
c. Luas dan derajat luka bakar
d. Lokasi luka bakar
e. Trauma tambahan (fraktur, adanya kehamilan)
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hb, Ht, Leukosit
b. Gula darah, protein : albumin, transferin, prealbumin dan
RBP (bila ada)
c. Profil lipid
d. Bun, Serum kreatinin
e. Astrup (PH, PO2, PCO2)
f. Elektrolit : Na, Cl, K, Ca, PO4, Mg
g. Urin : Nitrogen Urea Urin (NUU)
h. Imbang cairan dan imbang nitrogen
4. Pemeriksaan Penunjang
a. BIA
b. Serum Katekolamin
5. Pengukuran Antropometri
BB, TB, Status Gizi
6. Diagnosis
a. Derajat dan % luas luka bakar
b. Status nutrisi
c. Status metabolik
C. PENATALAKSANAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Mengusahakan dan mempercepat penyembuhan jaringan
yang rusak
b. Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negative
c. Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia
d. Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro
2. Prinsip Diet
a. Protein Tinggi
b. Lemak cukup
c. Karbohidrat cukup
d. Cairan dan Mineral Tinggi
3. Syarat Diet
a. Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin
atau Nutrisi Enteral Dini (NED)
b. Kebutuhan energy dihitung dengan pertimbangan
kedalaman dan luas luka bakar yaitu :
Menurut Curreri : 25Kal/KgBB actual + (40 Kal x % luka
bakar)
c. Protein tinggi, yaitu 20-25% dari kebutuhan energy total
d. Lemak sedang yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
Pemberian lemak yang tinggi menyebabkan penundaan
respon kekebalan, sehingga pasien lebih mudah terkena
infeksi.
e. Karbohidrat sedang yaitu 50-60% dari kebutuhan energy
total. Bila pasien mengalami trauma jalan napas (trauma
inhalasi), karbohidrat diberikan 45-55% dari kebutuhan
energy total.
f. Vitamin diberikan diatas angka kecukupan gizi (AKG) yang
dianjurkan, untuk membantu mempercepat proses
penyembuhan, vitamin umumnya ditambahkan dalam
bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah
sebagai berikut :
1) Vitamin A minimal 2x AKG
2) Vitamin B minimal 2x AKG
3) Vitamin C minimal 2x AKG
4) Vitamin E 200 IU
g. Mineral tinggi, terutama zat besi, seng, natrium, kalium,
kalsium, Fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral
diberikan dalam bentuk suplemen.
h. Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan
dan elektrolit secara intensif. Pada 48 jam pertama,
pemberian cairan ditujukan untuk mengganti cairan yang
hilang agar tidak terjadi Shock

D. CATATAN
1. Penggunaan obat analgetik mungkin akan berpengaruh pada
fungsi gastrointestinal dan nafsu makan.
2. Insulin digunakan bila terjadi hiperglikemia akibat stress
3. Komplikasi immobilisasi jangka waktu yang lama (2-3 bulan),
mungkin menyebabkan batu ginjal, pneumonia, kontraktur,
dan ulkus decubitus.
4. Kehamilan merupakan penyulit dalam penanganan luka bakar.
Disamping itu asap menghasilkan komplikasi serius dari luka
bakar.
BAB XVIII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA SEPSIS

A. GAMBARAN UMUM
Sepsis merupakan salah satu komplikasi infeksi pada trauma
atau penyakit, yang memberi gambaran klinis berat disertai
perubahan status metabolism dan status gizi yang kompleks.
Pasien yang sakit berat baik disebabkan oleh sepsis, trauma, atau
penyakit, menunjukkan sekumpulan respon inflamasi sistemik
yang mengganggu fungsi imun dan penyembuhan luka dan lebih
lanjut dapat menyebabkan disfungsi paru, ginjal, system
gastrointestinal, dan hati (multipel organ system failure = MOSF),
memperpanjang waktu perawatan dan meningkatkan mortalitas.
Sepsis terjadi karena adanya infeksi (biasanya gram positif atau
negative bakteri aerob atau anaerob) yang menyebar ke bagian
tubuh lain, kalau penyebaran tersebut melalui aliran darah
disebut septicemia. Tingginya derajat stress metabolisme pada
keadaan ini, merupakan indikasi diperlukannya dukungan nutrisi
yang spesifik dan sering memerliukan dukungan nutrisi melalui
pipa atau parenteral karena tidan adanya selera makan atau
menurunnya kapasitas system pencernaan dari pasien.
Perubahan respons metabolism ditunjukkan dengan laju
katabolisme yang diperantarai oleh system neuro-hormonal
meliputi, aktivasi system syaraf simpatis dan lepasan katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin); stimulasi glukokortikoid (kortisol),
hormone pertumbuhan, dan sitokin (InterLeukin 1 dan 6) dan
peningkatan sekresi glucagon.
Terapi nutrisi untuk pasien-pasien dengan sepsis dan penyakit-
penyakit berat dengan proses metabolisme yang tinggi, sampai kini
terus dipelajari dan dikembangkan. Berbagai produk nutrisi
didesain untuk mengatasi respon katabolic dan mengoptimalkan
respon terhadap dukungan nutrisi.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit pasien untuk mencari kemungkinan
penyebabnya
b. Berat badan sebelum sakit untuk menentukan persentase
penurunan berat badan yang menunjukkan beratnya
penyakit dan kecukupan dukungan nutrisi
c. Riwayat makan sebelum sakit dan dukungan nutrisi awal

2. Pemeriksaan Fisik dan Klinis :


a. Pemeriksaan klinis meliputi keadaan umum pasien tampak
sakit berat, disorientasi, odema perifer, myalgia, dan respon
terhadap stress metabolism seperti suhu tubuh, tekanan
darah (bila menurun perhatikan untuk toxic shock); denyut
jantung meningkat, pernapasan meningkat; red rash pada
telapak tangan dan kaki; suhu ekstrimitas (menurun karena
sirkulasi ke jari kaki dan tangan menurun)
b. Pemeriksaan antropometri meliputi TB, BB, tebal lemak
kulit, LoLa
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap (Hb ↓, Ht ↓, leukosit ↑, total limfosit count ↑,
platelet ↓), fungsi hati (SGOT ↑, SGPT ↑, bilirubin ↑), fungsi
ginjal (ureum ↑, kreatinin ↑), elektrolit (K, Na, Cl, Ca, Mg, Po
↓)
b. Lain-lain : glukosa darah ↑, kolesterol ↓, TG ↑, albumin ↓,
transferrin ↓, Total Iron Binding Capacity (TIBC) ↓, pre-
albumin ↓, Retinol Binding Protein ↓
4. Pemeriksaan Tambahan
Bila sarananya tersedia, dilakukan pemeriksaan energi
ekspenditure dengan Indirect Calorimetri dan komposisi tubuh
dengan Bioelectrical Impedence Analysis.

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Pada fase akut : untuk menekan semaksimal mungkin
katabolisme protein jaringan dan mengganti sebanyak
mungkin nitrogen yang hilang.
b. Mencegah terjadinya Multiple Organ System Failure (MOSF)
2. Prinsip Diet
a. Tinggi energy
b. Tinggi protein
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup

3. Syarat Diet
a. Kebutuhan energy basal dihitung dengan rumus Harris
Benedict. Kebutuhan energy total menggunakan factor
stress sebesar 1,5-1,7 dari kebutuhan basal. Pemberian
dapat dimulai dengan 25-30Kal/kgBB/hari untuk
mengurangi resiko overfeeding
b. Kebutuhan protein sebaiknya dihitung berdasarkan eksresi
NUU 24 jam, insensible nitrogen losses (2 gram) dan untuk
anabolisme protein 3 gram atau 3 gram, serta berdasarkan
6,25 gram protein dalam 1 gram Nitrogen yaitu :
{NUU (gram)/24 jam + INL (2gram) + A (3 gram)} x 6,25
Bila terjadi kenaikan urea darah, maka kebutuhan protein
ditambah dengan kenaikan nitrogen urea darah :
{NUU (gram)/24 jam + NUD (gram)/24 jam + INL (2gram) + A
(3 gram)} x 6,25
c. Kebutuhan lemak sekitar 20-25% dari kebutuan energi total
sehari. Pertimbangkan pemberian lemak MCT dan asam
lemak esensial.
d. Kebutuhan mikronutrien :
Produk multivitamin dan mineral yang mengandung vitamin
A, B kompleks, C, D, K, dan E, serta mineral Zn, P, K, Mg,
Mn, Cr perlu diberikan karena kadarnya dalam plasma
menurun dan eksresinya dalam urin meningkat pada
keadaan katabolik. Pemberian formula zat besi (Fe)
sebaiknya ditunda sampai fase akut/stress mereda.
e. Cara pemberian nutrisi : selama fungsi sistem
gastrointestinal baik, harus diupayakan secara enteral (tube
feeding) karena nutrisi enteral dpat mempertahankan
mukosa intestin dan dapat mencegah translokasi bakteri dan
toksin, serta mengurangi resiko MOSF. Sedapat mungkin
nutrisi enteral diberikan secara tetesan tidak terputus
(continuous) atau terputus (intermittent). Bila dapat
ditoleransi oleh pasien dan kondisi pasien menunjukkan
perbaikan serta selera makan dan kemampuan makan
pasien membaik, maka pemberian nutrisi dapat dialihkan ke
oral dengan porsi kecil tapi sering.
f. Asupan cairan harus disesuaikan dengan kapasitas
keseimbangan cairan. Pemantauan asupan cairan (input) dan
volume urin (output) harus dilakukan secara teratur.
BAB XIX
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENYAKIT PARU

A. GAMBARAN UMUM
Dari sudut pandang patofisiologi dan pengelolaan nutrisi,
penyakit paru dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Penyakit paru yang menyebabkan fungsi paru secara akut
(acute lung injury). Penyakit paru akut dapat bervariasi dari
suatu infeksi paru lokal yang sederhana (pneumonia) hingga
kerusakan alveoli yang difus seperti pada adult respiratory
distress syndrome.
2. Penyakit paru yang menyebabkan fungsi paru secara kronik
(chronic lung dissease). Penyakit paru kronik memiliki
patofisiologi berupa gangguan mekanik paru dalam bentuk
kerusakan obstruktif dan restriktif yang menetap, baik tunggal
maupun kombinasi. Bentuk penyakit paru kronik yang umum
adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang meliputi
enfisema, bronkitis, dan asma kronik.
Penyakit Paru Akut
Pada umumnya penyakit sistem respirasi diikutii dengan
gejala-gejala sistemik seperti anoreksia, lelah dan malaise. Bila
gejala-gejala tersebut disertai denganbatuk dan sesak, maka
asupan oral umumnya menurun. Apabila pasien membutuhkan
intubasi endotrakeal dan ventilator maka asupan oral bisa jadi
nihil. Bila keadaan ini berlanjut tanpa perbaikan status nutrisi
yang memadai, terjadilah balans nitrogen negatif yang selanjutnya
menyebabkan :
- Penurunan kekuatan otot pernapasan
- Penurunan kekuatan ventilasi
- Penurunan fungsi imunitas
Penyakit Paru Kronik
Malnutrisi merupakan gangguan status nutrisi yang paling
sering dijumpai pada PPOK. Penurunan berat badan badan PPOK
meningkatkan angka mortalitas.
Mekanisme penurunan berat badan pada PPOK adalah sbb :
- Penurunan fungsi gastrointestinal
- Penurunan asupan makanan
- Mekanisme adaptasi terhadap penurunan konsumsi O2
- Perubahan hemodinamik paru dan kardiovaskulae
sehingga menurunkan penyediaan nutrien ke berbagai
jaringan
- Hiperkatabolisme
- Peningkatan beban restriksi dan penurunan efisiensi otot
pernapasan
- Peningkatan kebutuhan energi akibat komorbiditas
seperti infeksi atau bedah.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Ananmesa
Riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat pola
makan, alergi.
2. Pemeriksaan Fisik dan Klinis
Keadaan umum, sesak, tekanan darah, suhu tubuh, mual, dan
anoreksia
3. Pemeriisaan Penunjang
Radiologi, spirometri, fungsi otot pernapasan
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet :
a. Memperbaiki malnutrisi. Karena sedikitnya oksigen yang
dapat dipakai untuk pembentukan ATP, pasien sedikit
aktivitas dan sedikitnya aliran darah kesaluran cerna dan
otot.
b. Memperbaiki anoreksia sebagai akibat dari lambatnya
peristaltic dan pencernaan karena oksigen yang tidak
adekuat dalam sel pencernaan
c. Mencegah asidosis respirasi dengan mengurangi kelebihan
produksi CO2
d. Mencegah dan memperbaiki dehidrasi
e. Menghindari konstipasi
f. Meringankan kesulitan mengunyah atau menelan sebagai
akibat dari nafas pendek
2. Prinsip Diet :
a. Energy Tinggi
b. Protein Tinggi
c. KH Rendah
3. Syarat Diet :
a. Energy tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energy,
diperhatikan factor stress, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu
tubuh. Tambahkan energy sebanyak 13% untuk setiap
kenaikan suhu 10 C. Factor stress 1,5-1,7 dikalikan dengan
BEE
b. Protein diberikan 1,2-1,5 gram/kg BB untuk memelihara
dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian
protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
Diutamakan yang mengandung asam lemak omega 3 seperti
tuna, makarel dan ikan lainnya.
c. Lemak diberikan 30-40% dari total kebutuhan energy.
d. Karbohidrat rendah 40-45% dari total kebutuhan energy.
e. Makanan diberikan dalam bentuk lunak.
f. Serat dinaikkan secara bertahap.
g. Jika ada demam asupan cairan dinaikkan 1 ml/Kal.
h. Pasien dengan odema, batasi asupan natrium dan naikkan
asupan kalium.
i. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
mekanik, termik, maupun kimia.
D. CATATAN
1. Apabila pasien PPOK sesak nafas maka dalam dietnya tidak
perlu adanya pembatasan cairan kecuali pasien menderita
odema paru atau penyakit jantung.
2. Edukasi pasien :
a. Menjelaskan bahwa makanan yang terlalu panas atau dingin
dapat menyebabkan batuk
b. Pentingnya istirahat sebelum dan sesudah makan serta
makan secara perlahan-lahan.

BAB XX
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA HIV/AIDS

A. GAMBARAN UMUM
AIDS (The Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan
tahap akhir penyakit infeksi yang disebabkan oleh HIV (Human
Immuno Deficiency Virus) yang dapat menimbulkan infeksi pada
system organ tubuh termasuk otak sehingga menyebabkan
rusaknya system kekebalan tubuh.
Memburuknya status gizi merupakan resiko tertinggi penyakit
ini. Gangguan gizi pada pasien AIDS umumnya terlihat pada
penurunan berat badan. Ada dua tipe penurunan berat badan
pada AIDS, yaitu penurunan berat badan yang lambat dan yang
cepat. Penurunan berat badan yang cepat sering dihubungkan
dengan infeksi oportunistik, penurunan berat badan lebih dari
20% BB sulit diperbaiki dan sering mempunyai prognosa yang
buruk.
Memburuknya status gizi bersifat multifactor, terutama
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi
dan metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya
aktivitas fisik. Kurangnya asupan makanan disebabkan oleh
anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak napas, diare,
infeksi dan penyakit saraf yang menyertai penyakit HIV/AIDS.
Karena gangguan gizi memegang peranan penting dalam
pathogenesis penyakit HIV/AIDS, terapi diet dan konsultasi gizi
memegang peranan penting dalam upaya penyembuhan.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anamnesa
Riwayat penyakit, dan riwayat pola makan sebelum dan
sesudah sakit
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, anoreksia, gangguan mulut,
esophagus/disfagia, mual-muntah, diare, sariawan, infeksi
saluran cerna, penurunan berat badan dalam 6 bulan terakhir.
3. Pemeriksaan Laboratorium
CD4, leukosit, Hb, albumin
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi, penurunan berat badan dalam 6 bulan
terakhir
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada
semua tahap dini penyakit infeksi HIV
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai
komposisi tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot
(Lean Body Mass).
c. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan
(terutama jaringan otot)
d. Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi
e. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga,
dan relaksasi.
f. Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah
g. Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan
yang adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis
terapi yang diberikan.
2. Prinsip Diet
a. Energi tinggi
b. Protein Tinggi
c. Lemak cukup
d. Vitamin dan mineral tinggi
3. Syarat Diet
a. Energy tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energy,
diperhatikan factor stress, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu
tubuh. Tambahkan energy sebanyak 13% untuk setiap
kenaikan suhu 10 C.
b. Protein tinggi, yaitu 1,1-1,5 gram/kgBB untuk memelihara
dan mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian
protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
c. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan energy total.
Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila
ada malabsorbsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyseride/MCT). Minyak ikan
(asam lemak omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat
meningkatkan fungsi kekebalan.
d. Vitamin dan mineral tinggi, yaitu 1,5 kali (150%) AKG yang
dianjurkan, terutama vitamin A, B 12, C, E, folat, Kalsium,
Magnesium, Seng, dan Selenium. Bila perlu dapat
ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis
harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
e. Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna
f. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien
dengan gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus
hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang
sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick
fluid), semi kental (semi-thick fluid) dan cair (thin fluid).
g. Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare
perlu diganti (Na, K dan Cl)
h. Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan
pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan
perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien.
Apabila terjadi penurunan berat bada yang cepat, maka
dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde
sebagai makanan utama atau makanan selingan.
i. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
j. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
mekanik, termik, maupun kimia.

CATATAN
1. Makanan oral atau enteral lebih diutamakan agar tidak terjadi
atrofi usus.
2. Cachexia, penurunan berat badan drastis, status gizi sangat
buruk, bisa menyebabkan kematian.
3. Untuk meningkatkan asupan makan per oral :
a. Variasi pada aroma dan penyedap
b. Berikan hidangan yang mudah untuk memakannya
c. Porsi kecil padat zat gizi
d. Porsi makan pagi lebih besar
4. Obat jenis Appetite Simultant (penambah nafsu makan), bisa
menyebabkan ketagihan.
5. Pemberian makanan di rumah sakit, lebih banyak porsinya
pada pagi hari, karena biasanya pagi hari pasien masih dalam
keadaan fresh, pasien habis mandi, sikat gigi, sprei baru
diganti, dan belum minum obat sehingga nafsu makan baik.
BAB XXI
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA TINDAKAN BEDAH

Pengaruh pembedahan terhadap metabolisme pasca bedah


tergantung berat-ringannya pembedahan, keadaan gizi pasien pra-bedah,
dan pengaruh pembedahan terhadap kemampuan pasien untuk
mencerna dan mengabsorbsi zat-zat gizi.
Setelah pembedahan sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen,
dan Natrium yang dapat berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-
bedah. Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar,
trauma kerangka tubuh, atau setelah lama tidah bergerak (immobilisasi).
Demam meningkatkan kebutuhan energy, sedangkan luka dan
pendarahan meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C.
Cairan yang hilang perlu diganti.

I. PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PASIEN PRA BEDAH


A. GAMBARAN UMUM
Diet pra-bedah adalah pengaturan makan yang akan diberikan
kepada paien yang akan menjalani pembedahan. Pemberian diet
pra-bedah tergantung pada :
1. Keadaan umum pasien, apakah normal atau tidak dalam hal
status gizi, gula darah, tekanan darah, ritme jantung, denyut
nadi, fingsi ginjal, dan suhu tubuh.
2. Macam pembedahan :
a. Bedah minor atau bedah kecil, seperti tindakan insisi,
ekstirpasi, dan sirkumsisi atau khitan.
b. Bedah mayor atau bedah besar, yang dibedakan dalam
bedah pada saluran cerna (lambung, usus halus, usus besar)
dan bedah di luar saluran cerna (jantung, ginjal, paru,
saluran kemih, tulang, dsb)
3. Sifat operasi :
a. Segera dalam keadaan darurat atau cito, sehingga pasien
tidak sempat diberi diet pra-bedah
b. Berencana atau elektif. Pasien disiapkan dengan pemberian
diet pra-bedah sesuai status gizi dan macam pembedahan
4. Macam penyakit :
a. Penyakit utama yang membutuhkan pembedahan adalah :
penyakit saluran cerna, jantung, ginjal, saluran pernapasan,
dan tulang
b. Penyakit penyerta yang dialami, misalnya penyakit diabetes
mellitus, jantung dan hipertensi.

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anamnesa
Macam bedah (elektif atau cito), jenis penyakit, penyakit
penyerta, riwayat penyakit, pola makan
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Tekanan darah, suhu tubuh, keadaan umum, mual, muntah,
alergi makanan tertentu
3. Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah, Hb, fungsi hati, fungsi ginjal, albumin
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Mengusahakan agar status gizi pasien dalam keadaan
optimal saat pembedahan, sehingga tersedia cadangan
untuk mengatasi stress dan penyembuhan luka
2. Prinsip Diet
a. Energy cukup
b. Protein cukup-tinggi
c. Lemak cukup
d. Karbohidrat cukup
e. Rendah sisa
3. Syarat Diet
a. Energy
1) Bagi pasien dengan status gizi kurang diberikan sebanyak
40-45 Kal/kg BB
2) Bagi pasien dengan status gizi lebih diberikan sebanyak
10-25% di bawah kebutuhan energy normal
3) Bagi pasien dengan status gizi baik diberikan sesuai
dengan kebutuhan energy normal, ditambahkan factor
stress sebesar 15% BEE.
4) Bagi pasien dengan penyakit tertentu energy diberikan
sesuai dengan penyakitnya.
b. Protein
1) Bagi pasien dengan status gizi kurang, anemia, albumin
rendah (<2,5 mg/dL) diberikan protein tinggi 1,5-2,0
gram/kgBB
2) Bagi pasien dengan status gizi baik atau kegemukan
diberikan protein normal 0,8-1 gram/kgBB
3) Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan protein
sesuai dengan penyakitnya.
c. Lemak cukup yaitu 15-25% dari kebutuhan energy total.
Bagi pasien dengan penyakit tertentu diberikan lemak sesuai
dengan penyakitnya.
d. Karbohidrat cukup, sebagai sisa dari kebutuhan energy
untuk menghindari hipermetabolisme. Bagi pasien dengan
penyakit tertentu, karbohidrat diberikan sesuai dengan
penyakitnya.
e. Vitamin cukup, terutama vitamin B, C, dan K. Bila perlu
ditambahkan dalam bentuk suplemen
f. Mineral cukup, bila perlu ditambahkan dalam bentuk
suplemen
g. Rendah sisa agar mudah dilakukan pembersihan saluran
cerna atau klisma, sehingga tidak mengganggu proses
pembedahan (tidak buang air besar atau kecil di meja
operasi.

D. CATATAN
1. Sebelum pembedahan cito atau darurat tidak diberikan diet
tertentu
2. Pada pra-bedah berencana atau elektif :
a. Pra bedah minor/kecil elektif, seperti tonsilektomy tidak
membutuhkan diet khusus. Pasien dipuasakan 4-5 jam
sebelum pembedahan. Sedangkan pada pasien yang akan
menjalani appendiktomy, herniotomy, hemoroidektomy, dan
sebagainya diberikan diet rendah sisa sehari sebelumnya.
b. Pra-bedah mayor atau besar elektif seperti :
1) Prabedah besar saluran cerna diberikan Diet Sisa Rendah
selama 4-5 hari dengan tahapan :
- Hari ke-4 sebelum pembedahan diberi Makanan Lunak
- Hari ke-3 sebelum pembedahan diberi Makanan Saring
- Hari ke-2 dan 1 hari sebelum pembedahan diberi Formula
Enteral Sisa Rendah
2) Prabedah besar di luar saluran cerna diberi Formula
Enteral Sisa Rendah selama 2-3 hari. Pemberian
makanan terakhir pada prabedah besar dilakukan 12-18
jam sebelum pembedahan, sedangkan minum terakhir 8
jam sebelumnya.

II. PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PASIEN PASCA-BEDAH


A. GAMBARAN UMUM
Setelah operasi dilakukan, baik paliatif maupun definitive,
pemberian nutrisi harus segera dimulai atau paling lambat dalam
waktu kurang dari 24 jam pasca operasi. Nutrisi Parenteral Total
atau parsial melalui vena sentral atau perifer dapat dilakukan
pada pasien, khususnya apabila pasien menggunakan ventilasi
mekanik dalam jangka waktu lama. Bila nutrisi secara enteral
belum dapat diberikand alam waktu lebih dari 1 minggu, maka
pemberian nutrisi parenteral total melalui vena sentral harus
segera dimulai. Pemberian lemak secara parenteral dengan
intralipid 20% harus segera dimulai untuk mencegah terjadinya
defisiensi asam lemak esensial dan memaksimalkan masukkan
kalori secara parenteral

B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI


1. Anamnesa
Macam bedah (elektif atau cito), jenis penyakit, penyakit
penyerta, riwayat penyakit, riwayat pola makan sebelum sakit.
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Tekanan darah, suhu tubuh, keadaan umum, mual, muntah,
alergi makanan tertentu
3. Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah, Hb, fungsi hati, fungsi ginjal, albumin, leukosit
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, status gizi
C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energy, protein).
b. Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi
lain.
c. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Prinsip Diet
a. Energy, Protein, Lemak, dan KH Cukup
b. Makanan diberikan bertahap
3. Syarat Diet
a. Memberikan makanan secara bertahap mulai dari bentuk
cair, saring, lunak, dan biasa.
b. Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung dari
macam pembedahan dan keadaan pasien :
1) Pasca bedah kecil : makanan diusahakan secepat
mungkin kembali seperti biasa atau normal
2) Pasca bedah besar : makanan diberikan secara berhati-
hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk
menerima.

D. CATATAN
1. Proses adaptasi intestinal paska reseksi yaitu 3-12 hari pasca
bedah
2. Adanya nutrient dalam lumen usus mempercepat adaptasi 
stimulasi sekresi pancreas dan peptida intestinal 
meningkatkan pertumbuhan dan fungsi dari usus yang tersisa.
3. Pemberian NE nasogatrik merangsang usus yang tersisa
(reseksi)
4. Atrofi mukosa akibat penggunaan TPN dapat dicegah dengan
pemberian NE dini melalui lumen usus
5. NE polimerik lebih mudah ditoleransi disbanding elemental.
6. Pasca-bedah gaster : berakibat intoleransi laktosa,defisiensi
mikronutrient-vit B12, diberikan diet nutrisi isoosmolar, bebas
laktosa, lengkap mikronutrient
Pasca-bedah reseksi duodenum, jejunum, ileum : terjadi
malabsorbsi KH, lemak dan protein, diberikan nutrisi
elemental/semi elemental
Pasca-bedah reseksi kolon  berpengaruh pada pola defekasi,
perhatikan asupan cairan dan serat.
BAB XXII
PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS

A. GAMBARAN UMUM
Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada
kebanyakan pasien yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi
mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan
nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi.
Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup
serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan
dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status
nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit. Untuk pasien kritis
yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima
nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan
kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan
memulai pemberian nutrisi. Pasien-pasien yang masuk ke ICU
umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor,
pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas.
Kebanyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi
sebelum dimasukkan ke ICU. Keparahan penyakit dan terapinya
dapat mengganggu asupan makanan normal dalam jangka waktu
yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi
kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat
memperburuk status nutrisi. Respon hipermetabolik komplek
terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal,
imunologis dan homeostasis nutrisi.
Efek cedera atau penyakit berat terhadap metabolisme
energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi
kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis. Malnutrisi sering
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat
perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator,
tingginya angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama,
sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjang dan
peningkatan biaya perawatan. Malnutrisi juga dikaitkan dengan
meningkatnya jumlah pasien yang dirawat kembali. Pentingnya
nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis
mengharuskan para klinisi mengetahui informasi yang benar
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen pemberian
nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat terhadap
outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.
B. DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN NUTRISI
1. Anamnesa
Riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat pola
makan
2. Pemeriksaan Fisik-Klinis
Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah
3. Pemeriksaan Laboratorium
Albumin, Hb, Total Lymphocyte Count, keseimbangan elektrolit
(Na, K, Cl, Mg, dan Ca)
4. Pengukuran Antropometri
BB, TB, tinggi lutut, panjang lengan
Estimasi TB dengan mengukur Tinggi Lutut :
TB Pria = (2,02xTL) – 0,4U + 64,19
TB Wanita = 1,83TL – 0,24U + 84,88

C. PENATALAKSANAAN NUTRISI
1. Tujuan Diet
a. Menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari
masalah-masalah yang disebabkan oleh overfeeding atau
refeeding syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik,
gagal napas, hiperglikemia, koma non-ketotik hiperosmolar,
dan hiperlipidemia.
b. Mengganti zat-zat gizi yang hilang
c. Mencegah pengurangan otot dan katabolisme protein organ
2. Prinsip Diet
a. Energi Cukup sesuai tingkat stress
b. Protein Cukup
c. Lemak Cukup
3. Syarat Diet
a. Energi
Kebutuhan Energi Basal dihitung dengan rumus Harris-
Benedict
Faktor Aktivitas : pasien koma/somnolen : 1,0
Pasien dengan ventilator : 0,85
Total bedrest : 1,1
On bed : 1,2
Faktor Stress : post op tanpa komplikasi : 1,0 – 1,3
Kanker : 1,1 – 1,3
Peritonitis/sepsis : 1,2 – 1,4
Sindrom Kegagalan Organ Multipel : 1,2 – 1,4
Luka Bakar : > 2,0
Gizi buruk : < 1,0
*gizi buruk diberikan faktor stress >1,0 karena terjadi
penurunan kecepatan metabolik
REE pasien dengan menggunakan ventilator :
REE = 1925 -10A + 5W + 281S + 292T + 851B
Keterangan : A = umur dalam tahun
W = berat badan dalam kg
S = jenis kelamin, laki-laki = 1, perempuan = 2
T = trauma, ada = 1, tidak ada = 0
B = luka bakar, ada = 1, tidak ada = 0
b. Protein
Protein diberikan 20-30% atau 1,2 – 2 gram/kgBB/hari.
Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan
hati.
c. Lemak
Lemak diberikan 20-15% dari total kebutuhan sehari, dapat
ditingkatkan menjadi 45% untuk menurunkan produksi
CO2. Pemberian energi dalam bentuk lemak akan
memberikan keseimbangan energi dan menurunkan insiden
dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam
jumlah besar.
d. Karbohidrat diberikan 50-60% dari total kebutuhan energi
sehari. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh
termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah.
Glukosa disimpan di hati dan otot skeletal sebagai glikogen.
Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24 . 36 jam
melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis,
glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino
(terutama alanin), gliserol dan laktat. Kelebihan glukosa
pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan
akumulasi glukosa dihati berupa glikogen dan lemak.
Meskipun turnover glukosa meningkat pada kondisi stres,
metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang
sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa pada
pasien dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit.
e. Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1
(tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam
pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan
kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam
folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi pada TPN.
Dialisis ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin
yang larut dalam air. Selain defisiensi besi yang sering
terjadi pada pasien sakit kritis dapat juga terjadi defisiensi
selenium, zinc, mangan dan copper.
f. Cara pemberian :
1) Apabila saluran cerna berfungsi, diberikan Total Enteral
Nutrisi (TEN)
2) Jika ada diare (berat feces >250 mL/hari ) : diberikan
kombinasi enteral dan parenteral
3) Diare dengasn berat feces >1000mL/hari atau ada residu
gaster >150 mL diberikan Total Parenteral Nutrisi (TPN)
g. Pergantian Diet
1) Parenteral  Enteral
Misal pada kasus post op abdominal
Caranya :TPN (Total Parenteral Nutrisi) diturunkan
menjadi ½ apabila enteral NGT sudah dapat memenuhi ½
- 1/3 dari kebutuhan kalori pasien.
Overfeeding dapat dicegah dengan menghentikan
pemberian glukosa dan menurunkan TPN seiring dengan
peningkatan enteral NGT.
2) Parenteral  Oral
Dimulai dengan Clear Liquids, dilanjutkan dengan Full
Luquid dengan hati-hati, diobservasi tanda-tanda
aspirasi. Jika dalam 2 hari pasien dapat menerima liquid,
maka pada hari ke tiga dinaikkan menjadi makanan
lunak.
TPN dihentikan apabila asupan oral mencapai 2/3 – ¾
kebutuhan pasien.
3) Enteral  Oral
Pemantauan asupan oral dengan menghitung asupan
setelah pergantian diet.
Suplementasi zat gizi diperlukan apabila asupan < ½
kebutuhan.
Jika asupan oral stabil, 2/3 – ½ dari kebutuhan, maka
malam hari bisa diberikan enteral
D. CATATAN
1. Elektrolit berhubungan dengan status penyakit dan terapi,
seperti Kalium, Natrium dan Magnesium, serta Phosphat.
2. Fungsi ginjal : BUN, Kreatinin
3. Glukosa khususnya pasien dengan parenteral nutrisi
4. Balance Nitrogen
5. Protein visceral : albumin, transferrin dan pre-albumin.
BAB XXIII
MAKANAN BAYI DAN ANAK SEHAT

Pengaturan makan untuk bayi dan anak dibahas secara tersendiri,


sebab bayi dan anak mempunyai ciri khas yang membedakannya dari
orang dewasa, yaitu ada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
Ada dua tujuam pengaturan makan untuk bayi dan anak. Yang
pertama adalah memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup,
yaitu untuk pemeliharaan dan/atau pemulihan serta peningkatan
kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotor, serta
melakukan aktivitas fisik. Yang kedua adalah untuk mendidik kebiasaan
makan yang baik.
Makanan bayi dan anak haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan
umur
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang,
bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan
selera terhadap makan.
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima,
toleransi, dan keadaan faali bayi dan anak.
4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Kebutuhan Gizi
ENERGI
Kebutuhan energi bayi dan anak relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan orang dewasa, karena pertumbuhannya yang
pesat.
Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama kurang lebih 100-
120 kkal/kg berat badan. Untuk 3 tahun pertambahan umur,
kebutuhan energi turun kurang lebih 10kkal/kg berat badan.
Pertumbuhan dan perkembangan cepat pada usia remaja membutuhkan
masukan energi yang meningkat. Penggunaan energi dalam tubuh
adalah sebagai berikut :
a) 50% untuk Metabolisme Basal (MB), atau sebanyak + 55 kkal/kg
berat badan sehari. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1°C
menyebabkan kenaikan MB sebesar 10%;
b) 5-10% untuk Spesific Dynamic Action (SDA)
c) 12% untuk pertumbuhan
d) 25% untuk aktivitas fisik, atau sebanyak 15-25 kkal/kg Berat
badan sehari
e) 10% terbuang melalui feses.

Tabel 1.1. Kecukupan Energi Sehari Untuk Bayi dan Anak Menurut
Umur
Kecukupan Energi
Golongan Umur
(kkal/kgBB)
(tahun)
Pria Wanita
0-1 110-120 110-120
1-3 100 100
4-6 90 90
6-9 80-90 60-80
10-14 50-70 40-55
14-18 40-50 40

PROTEIN
Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino esensial yang
diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk :
a) Pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum,
hemoglobin, enzim, hormon, dan antibodi;
b) Menggantikan sel-sel yang rusak;
c) Memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh;
d) Sumber energi.
Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pula pada
mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka
kebutuhan protein. Mutu protein, bergantung pada susunan asam amino
yang membentuknya, terutama asam amino esensial.
Kecukupan protein yang dianjurkan untuk bayi dan anak dapat
dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2. Kecukupan Protein Sehari untuk Bayi dan Anak Menurut
Umur
Golongan Umur Kecukupan Protein
(tahun) (gram/kgBB)
0-1 2.5
1-3 2
4-6 1.8
6-10 1.5
10-18 1-1.5

AIR
Air merupakan zat gizi yang sangat penting bagi bayi dan anak karena
:
a) Bagian terbesar dari tubuh terdiri atas air;
b) Kehilangan air melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih
besar daripada orang dewasa;
c) Bayi dan anak lebih mudah terserang penyakit yang menyebabkan
kehilangan air dalam jumlah banyak (dehidrasi, seperti yang
terjadi pada muntah-muntah dan diare berat).
Tubuh tiap hari memperoleh air dari cairan makanan dan minuman.
Kebutuhan air pada bayi dan akan dalam keadaan normal dapat dilihat
padaTabel 1.3

Tabel 1.3. Kebutuhan Air Sehari Bayi dan Anak


Umur (tahun) Kebutuhan Sehari (mL/kg
BB/hari)
0.1 Tahun
3 hari 80-100
10 hari 125-150
3 bulan 140-160
6 bulan 130-155
9 bulan 125-145
12 bulan 120-135
2-3 tahun 115-125
4-5 tahun 100-110
6-9 tahun 90-100
10-13 tahun 70-85
14-17 tahun 50-60
18 tahun atau 40-50
lebih

LEMAK
Lemak merupakan sumber kalori berkonsentrasi tinggi (1 gram
lemak menghasilkan 9 kilo kalori). Di samping itu lemak mempunyai
tiga fungsi penting lain, yaitu sebagai sumber lemak esensial, zat pelarut
vitamin ADEK, dan pemberi rasa sedap pada makanan.
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak.
Dianjurkan 15-20% energi total berasal dari lemak. Di samping itu untuk
bayi dan anak dianjurkan 1-2% energi total berasal dari asam lemak
esensial (asam linoleat). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan untuk memelihara kesehatan kulit.

KARBOHIDRAT
Karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi (1 gram
karbohidrat menghasilkan 4 kilo kalori). Dianjurkan 60-70% energi total
berasal dari karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar formula bayi, 40-
50% kandungan kalori berasal dari karbohidrat, terutama laktosa. Salah
satu keuntungan adanya laktosa dalam makanan bayi adalah terjadinya
pembentukan flora uang bersifat asam dalam usus besar yang
meningkatkan absorbsi kalsium dan menurunkan absorbsi fenol.
Konsumsi karbohidrat, terutama sebagai gula murni, yang tinggi
mempunyai kemungkinan menyebabkan aterosklerosis di kemudian
hari. Gula sebaiknya hanya diberikan untuk memberi rasa pada
makanan.
Makanan bayi sehat dibagi menjadi 2 golongan. Yang pertama
adalah makanan utama ASI/PASI. PASI baru diberikan, bila oleh suatu
sebab ASI kurang atau tidak ada sama sekali. Yang kedua adalah
makanan pelengkap yang terdiri atas buah-buahan, biskuit, makanan
lumat, dan makanan lembek.
BAB XXIV
MAKANAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Bayi denganBerat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang


lahir dengan keadaan berat badan kurang dari 2500 gram. Keadaan ini
dapat terjadi bila bayi lahir prematur murni atau bayi kurang bulan dan
bila pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau bila bayi lahir dismatur.
Bayi BBLR digolongkan menurut masa kehamilan dan berat badan
lahir sebagai berikut :
a) Neonatus Cukup Bulan, Berat Kecil untuk Masa Kehamilan (NCB-
KMK).
b) Neonatus Cukup Bulan, Berat Sesuai untuk Masa Kehamilan
(NKB-SMK).
c) Neonatus Kurang Bulan, Berat Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-
KMK).
d) Neonatus Kurang Bulan, Berat Besar untuk Masa Kehamilan
(NKB-BMK)

Golongan 1 dinamakan juga bayi dismatur atau retardasi intrauterin


atau malnutrisi intrauterin, sedangkan golongan 2, 3 dan 4 dinamakan
bayi prematur.

Bayi BBLR memiliki tanda-tanda sebagai berikut :


a) Mempunyai komposisi tubuh yang berbeda dengan bayi normal
b) Maturasi organ dan perkembangan enzim belum sempurna
c) Perkembangan refleks menghisap dan menelan belum sempurna
d) Kemampuan saluran pencernaan dalam menerima zat gizi belum
berkembang sempurna
e) Mudah terjadi hipoglikemi dan hipotermi
f) Perkembangan otak belum sempurna. (masa tumbuh kembang
otak terjadi pada trimester akhir kehamilan dan 6 bulan pertama
setelah lahir)

Agar bayi BBLR dapat tumbuh kembang seoptimal mungkin perlu


diperhatikan bahwa bayi BBLR mempunyai kebutuhan gizi, jenis dan
cara pemberian makanan yang berbeda dengan bayi normal.

Prinsip Pemberian Makanan


Prinsip pemberian makanan pada bayo BBLR adalah sebagai berikut :
a) Pemberian makan sedini mungkin, segera setelah lahir.
b) ASI tetap merupakan makanan terbaik. Bila PASI diperlukan,
berikan formula khusus yang mengandung energi, protein, dan
mineral tinggi.
c) Makanan diberikan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan
bayi.

Cara Pemberian Makan


a) Bayi BBLR dengan berat badan > 1500 gram
Bila tidak ada komplikasi, langsung diberikan minuman per-oral,
dimulai dengan 5-10 mL/kali minum tiap 2-3 jam. Tiap hari
volume dinaikkan dengan 5-10 kali pemberian.
b) Bayi BBLR dengan berat badan <1500 gram
Biasanya memerlukan cairan intravena segera setelah lahir.
Umumnya digunakan campuran larutan glukosa 10% dan NaCl
0,9% dengan perbandingan 4:1. Jumlah cairan 70-80 mL/kg
BB/hari pada hari pertama. Kemudian dinaikkan sebanyak 10
mL/kg BB/hari sampai mencapai 150 mL/kgBB/hari. Bila tidak
ada komplikasi, segera dimulai pemberian minuman per-os secara
bertahap. Penghentian pemberian cairan intravena dilakukan
secara bertahap, sementara minuman per-os ditambah secara
bertahap.
c) Bayi BBLR golongan NCB-KMK
Walaupun fungsi organ sudah baik, namun karena cadangan
lemak sedikit dan bayi ini mudah mengalami hipoglikemi, sering
perlu diberi cairan glukosa intravena di samping pemberian
minuman per-oral secepatnya.
Pada keadaan di mana reflex isap dan menelan masih lemah,
pemberian minuman dilakukan melalui sonde lambung setiap 2-3
jam
BAB XXV
DIET TINGGI ENERGI TINGGI PROTEIN

Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) adalah diet yang


mengandung energy dan protein lebih tinggi daripada makanan biasa.
Tujuan pemberian diet TKTP adalah :
1. Memberikan makanan lebih banyak daripada keadaan biasa untuk
memenuhi kebutuhan energy dan protein yang meningkat
2. Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh
3. Menambah berat badan hingga mencapai normal.
Untuk memenuhi tujuan tersebut, perlu diperhatikan persyaratan
yang diperlukan bagi diet TKTP yaitu :
1. Tinggi energy
2. Tinggi protein
3. Cukup mineral dan vitamin
4. Mudah dicerna
5. Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan berat, dan
6. Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti kue-kue
manis dan gurih tidak diberikan dekat sebelum waktu makan.

Indikasi pemberian
Pemberian diet TKTP dilakukan pada keadaan :
1. Gizi kurang dan gizi buruk
2. Anemia gizi
3. Persiapan operasi untuk mencapai gizi seimbang dna pasca oerasi
bila pasien telah dapat menerimanya
4. Luka bakar
5. Baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi dan penyakit
kronik.
Cara pemberian makan :
Pada porsi biasa ditambahkan makanan berupa makanan pokok,
lauk, dan susu.
Sesuai dengan kebutuhan gizi, pasien dapat diberikan salah satu diet
TKTP dengan kandungan enerfi 1700-2500 kkal dan protein 60-93 gram
sehari.
BAB XXVI
DIET PADA GIZI BURUK

Yang dimaksud dengan gizi buruk dalam hal ini adalah Kurang
Kalori Protein (KKP) atau Protein Energy Malnutrition (PEM). Ada tiga
macam KKP yaitu kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor, dan marasmus.
Kwashiorkor terjadi bila kekurangan gizi utama adalah kekurangan
protein, sedangkan marasmus terjadi bila kekurangan gizi utama adalah
kekurangan kalori. Marasmus-kwashiorkor adalah kombinasi dari
marasmus dan kwashiorkor.
Tujuan pemberian diet :
1. Memberikan makanan tinggi energy dan tinggi protein secara
bertahap sesuai dengan keadaan pasien untuk mencapai status
gizi optimal.
2. Mencegah penurunan berat badan lebih lanjut
3. Pada kwashiorkor : mengoreksi defisiensi protein, udem, dan
perlemakan hati
4. Pada marasmus : meningkatkan asupan energy
5. Mencegah resiko dari refeeding syndrome
6. Mencegah komplikasi (sepsis, overfeeding  hiperglikemia, CHF)

Syarat Diet :
1. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan berat badan
dan umur serta keadaan klinis pasien;
2. Energi tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 50kkal/kg berat
badan hingga 150-300 kkal/kg berat badan sehari.
3. Protein tinggi, diberikan bertahap dimulai dari 1 gram/kg berat
badan hingga 3-5 gram/kg berat badan sehari.
4. Banyak cairan diatur untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, terutama bila ada diare.
5. Vitamin dan mineral tinggi. Bila perlu diberikan tambahan vitamin
dan mineral, seperti vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, dan
zat besi.
6. Mudah dicerna dan tidak merangsang
7. Porsi kecil dan diberikan sering
8. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
Indikasi Pemberian
Ada tiga tahap pemberian makanan yaitu tahap Stablisasi, tahap
Transisi, dan tahap Rehabilitasi.
1. Periode Stabilisasi (hari I sampai hari ke – 7)
- ASI tetap diberikan setelah formula
- Porsi kecil dan sering dengan formula rendah laktosa dan
hipo/iao oamolar
- Berikan secara oral/naso gastris
- Energi 100 kkal/kg BB/hari
- Protein 1-1.5 gram/kg BB/hari
- Cairan 130 ml/kg BB/hari (100 mL/kg BB/hsri bila ada
oedema)
- Diberikan F75 atau modisco 0,5
2. Periode Transisi (hari ke-8 sampai hari ke-14)
- Energi 100-150 kkal/kg BB/hari
- Protein 2-3 gram/kg BB/hari
- Cairan : 150 mL/kg Bb/hari
- Merubah makanan dari Formula 75 ke Formula 100 atau
modisco ½
- Modifikasi bubur atau makanan keluarga dapat digunakan
3. Periode Rehabilitasi (minggu ke-2 sampai minggu ke-6)
- Energi diberikan 150-200 kkal/kg BB/hari
- Protein 4-6 gram/kg BB/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, dan ditambah
dengan formula, karena energi dan protein ASI tidak
mencukupi untuk tumbuh kejar
- Cairan 150-200 mL/kg BB/hari
- Diberikan formula 135 atau modisco 3

Pemberian Konseling Gizi


1. Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil
penilaian pertumbuhan anak
2. Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
3. Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
4. Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi
anak dan cara menyiapkan makanan formula, melaksanakan
anjuran makan dan memilih atau mengganti makanan
BAB XXVII
DIET PADA GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN

Gangguan saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah


diare. Diare adalah keluarnya feses yang lembek atau cair dengan atau
tanpa lendir atau darah dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam
sehari.
Ada 2 macam diare, yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah
diare yang terjadi pada anak sehat tanpa gejala gizi kurang dan tanda-
tanda demam, serta tanpa menunjukkan gejala penyakit kronik
sebelumnya. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai dua
minggu atau lebih dengan atau tanpa adanya kegagalan pertumbuhan
(failure to thrive)
A. Tujuan Diet :
1. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi tanpa memberatkan kerja usus
2. Mencegah dan mengurangi resiko dehidrasi
3. Mengupayakan agar anak segera mendapat makanan sesuai
dengan umur dan berat badannya
B. Syarat Diet :
1. Pasien tidak dipuasakan. Setelah terjadi rehidrasi, segera
diberikan makanan per-oral
2. Pemberian ASI diutamakan, terutama pada bayi
3. Cukup energi dan protein. Pada kasus gizi kurang diberikan
diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
4. Cukup cairan dan elektrolit, sesuai dengan kebutuhan menurut
berat badan dan umur
5. Cukup vitamin dan mineral
6. Makanan tidak merangsang saluran pencernaan (tidak
mengandung bumbu tajam, tidah menimbulkan gas, dan
rendah serat)
7. Makanan diberikan secara bertahap dari makanan yang ringan
(mudah dicerna) ke bentuk yang sesuai menurut umur dan
keadaan penyakit.
8. Makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering
9. Pada diare karena malabsorbsi diberikan makanan sesuai
dengan penyebabnya, antara lain :
a. Pada intoleransi laktosa diberikan makanan rendah atau
bebas laktosa
b. Pada malabsorbsi lemak diberikan makanan rendah lemak
atau menggunakan MCT (Medium-chain-triglyceride) sebagai
sumber lemak.
c. Pada panmalabsorbsi (malabsorbsi semua zat gizi) diberikan
makanan rendah laktosa atau disakarida lain, menggunakan
glukosa polimer, MCT, dan protein hidrolisat yang bersifat
isomolar dan hipoalergis.

C. Bentuk dan Jenis Makanan


1. Anak Berumur 1 Tahun atau Kurang dengan Berat Badan
Kurang dari 8 kg
Pada anak yang berumur 1 tahun atau kurang dengan berat
badan kurang dari 8 kg, bentuk dan jenis makanan yang
diberikan adalah sebagai berikut :
a. ASI
b. PASI khusus, sesuai dengan keadaan intoleransi atau
malabsorbsi zat gizi yang diderita
c. Pemberian buah dimulai dengan pisang
d. Bentuk makanan lunak atau lembek
2. Anak Berumur Diatas 1 Tahun dengan Berat Badan Diatas 8 Kg
Bagi anak yang berumur di atas 1 tahun dengan berat badan di
atas 8 kg, bentuk dan jenis makanan yang diberikan adalah :
a. ASI hingga anak berumur 2 tahun
b. PASI khusus, sesuai dengan keadaan intoleransi atau
malabsorbsi zat gizi yang diderita
c. Bentuk makanan lunak atau lembek

D. Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan


1. Anak Berumur 1 Tahun atau Kurang dengan Berat Badan
Kurang dari 8 kg
Bagi anak yang berumur 1 tahun atau kurang dengan berat
badan kurang dari 8 kg, makanan yang boleh dan yang tidak
boleh diberikan dapat dilihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1. Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada
Penyakit Gangguan Saluran Cerna
Golongan bahan Makanan yang Makanan yang
makanan Boleh Diberikan Tidak Boleh
Diberikan
Sumber Energi Bubur nasi disaring Nasi, ketan, jagung,
atau tidak, bubur mi, ubi, singkong,
atau puding yang talas, minyak goreng
terbuat dari tepung biasa
beras, maizena,
hunkwe, biskuit,
krakers, kentang
puree, gula, MCT.
Sumber Protein ASI, PASI sesuai PASI yang
keadaan pasien, menyebabkan
telur rebus atau intoleransi atau
ceplok air, daging, malabsorbsi, lauk
hati, tahu atau yang digoreng
tempe
Sumber Vitamin Wortel, tomat Sayuran dan buah
masak, labu siam, yang mengandung
labu kuning, pisang, gas atau serat tinggi :
apel disetup dan buncis, kacang
dihaluskan panjang, kol, lobak,
kangkung, durian,
mangga dan nangka
Bumbu Kecap, garam, Lada, lombok, cuka
bawang merah dan dan bumbu lain yang
bawang putih dalam merangsang
jumlah terbatas
Minuman Teh, sirup, sari buah Minuman bersoda,
yang manis cokelat, sari buah
yang asam

2. Anak Berumur Diatas 1 Tahun dengan Berat Badan Diatas 8 Kg


Bagi anak berumur di atas 1 tahun dengan berat badan di atas
8 kg, makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan dapat
dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada
Penyakit Gangguan Saluran Cerna
Golongan Bahan Makanan yang Boleh Makanan yang Tidak
Makanan Diberikan Boleh Diberikan
Sumber energi Sama dengan anak Sama dengan anak
berumur 1 tahun ke berumur 1 tahun ke
bawah, roti bakar bawah, kelapa, santan
Sumber Protein Sama dengan anak Sama dengan anak
berumur 1 tahun ke berumur 1 tahun ke
bawah, bubur kacang bawah, susu sapi,
hijau kacang-kacang
keringseperti kacang
merah, kedele, tolo dan
kacang tanah
Sumber Vitamin Sama dengan anak Sama dengan anak
berumur 1 tahun ke berumur 1 tahun ke
bawah, jambu buji bawah, buah yang
disetup atau asam seperti nenas,
dihaluskan mangga, belimbing,
rambutan
Bumbu Sama dengan anak Cabai, cuka
berumur 1 tahun ke
bawah, lada dalam
jumlah terbatas
Minuman Sama dengan anak Sama dengan anak
berumur 1 tahun ke berumur 1 tahun ke
bawah bawah
BAB XXVIII
DIET PADA PENYAKIT HATI

Hati memegang peranan penting dalam metabolisme zat-zat gizi.


Fungsi utama hati adalah :
1. Mempertahankan kadar glukosa darah normal. Hati menyimpan
glikogen hasil metabolisme karbohidrat. Bila diperlukan, glikogen
diubah menjadi glukosa yang kemudian dialirkan ke dalam darah
2. Memecah asam amino menjadi urea dan asam lemak menjadi
badan-badan keton. Urea dan badan-badan keton ini kemudian
dikeluarkan dari tubuh melalui ginjal
3. Menyimpan mineral besi (Fe) dan tembaga (Cu), serta vitamin A,
B12, D, E, dan K
4. Menawar racun bakteri dan bahan-bahan toksik hasil
metabolisme, serta mengeluarkannya dari tubuh
Kelainan fungsi hati dan penyakit dapat mengganggu fungsi hati.
Tujuan pemberian diet :
1. Meringankan beban fungsi hati
2. Menjaga agar faal hati dapat berfungsi secara efektif
3. Mempercepat pemulihan fungsi hati
Syarat diet hati :
1. Energi cukup, sesuai umur, berat dan tinggi badan.
2. Protein diberikan sesuai dengan tingkat keadaan klinis penderita,
yaitu sebanyak 0,5-1,5 gram/kgBB. Dalam masa penyembuhan
diberikan sampai 3 gram/kg BB, pemberian protein yang bernilai
biologis tinggi diutamakan.
3. Lemak diberikan sebanyak 1-2 gram/kg BB tergantung dari rassa
mual penderita. Bentuk lemak diutamakan MCT.
4. Karbohidrat tinggi untuk mencukupi kebutuhan energi
5. Mineral cukup terutama Ca dan Fe
6. Vitamin cukup
7. Natrium rendah, bila ada retensi garam/air
8. Cairan dibatasi, bila ada ascites
9. Makanan mudah dicerna, tidak merangsang saluran pencernaan
dan tidak menimbulkan gas
10. Makanan diberikan secara bertahap, sesuai dengan nafsu makan
dan keadaan faal hati, dalam porsi kecil dan sering.
Jenis diet dan Indikasi Pemberian
DIET HATI I
Diberikan kepada penderita dengan kegagalan hati akut. Protein
diberikan sebanyak 0,5 gram/kg BB. Dalam keadaan pre koma, bahan
makanan sumber protein dihindarkan. Makanan diberikan dalam bentuk
cairan yang mengandung karbohidrat yang mudah diserap, seperti sari
buah manis, sirup, dan teh manis. Dianjurkan menggunakan glukosa
sebagai bahan pemanis. Pemberian cairan disesuaikan dengan ada
tidaknya asites dan berat tidaknya asites bila ada. Makanan ini rendah
energi, protein, kalsium, besi, dan vitamin. Untuk menambah energi,
selain makanan dapat ditambahkan glukosa parenteral.

DIET HATI II
Diberikan kepada penderita hepatitis atau kegagalan hati yang sudah
dapat mengatasi keadaan pre koma. Protein diberikan sebanyak 1
gram/kg BB. Bentuk makanan lunak.

DIET HATI III


Diberikan kepada penderita hepatitis ringan atau sebagai perpindahan
dari Diet Hati II ke Diet Hati IV. Protein diberikan sebanyak 2 gram/kg
BB. Bentuk makanan lunak.

DIET HATI IV
Diberikan kepada penderita hepatitis dalam masa penyembuhan. Protein
diberikan sebanyak 3 gram/kg BB, bentuk makanan biasa.

Makanan yang Boleh Diberikan


Bahan makanan yang baik diberikan adalah bahan makanan yang
mengandung banyak karbohidrat dan mudah dicerna, seperti : gula,
selai, sirup, madu, manisan, biskuit, krakers. Makanan tersebut
sebaiknya tidak dimakan dekat waktu makan, karena dapat mengurangi
nafsu makan.

Bahan Makanan yang Tidak Boleh Diberikan


Bahan makanan yang tidak baik untuk diberikan adalah bahan
makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kol, sawi, lobak, durian,
dan nangka, bumbu yang merangsang seperti lombok, lada, asam, dan
cuka; minuman yang mengandung soda dan alkohol.
BAB XXIX
DIET PADA ANAK DENGAN DIABETES MELLITUS

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit metabolik yang


menyebabkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein sebagai akibat kekurangan insulin. Dalam merencanakan diet
DM pada anak harus diperhatikan apakah anak tersebut masih dalam
pertumbuhan dan perkembangan atau tidak.
Tujuan pemberian diet pada penderita penyakit diabetes melitus
adalah untuk menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh agar
anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, mencapai keadaan
faali normal, mencegah terjadinya komplikasi, dan dapat melakukan
kegiatan sehari-hari seperti biasa.
Prinsip terapi DM pada anak adalah adanya keseimbangan antara
diet, aktivitas fisik, dan jumlah insulin yang disuntikkan. Untuk
mencapainya diperlukan syarat-syarat :
1. Energi diberikan sesuai umur, jenis kelamin, tinggi badan,
aktivitas fisik, dan proses tumbuh kembang; sebagai pedoman, bila
berat badan dan aktivitas normal, sampai anak berumur 12 tahun
dapat dipakai perhitungan 1000 kkal + umur (th) x 100 kkal
2. Proporsi karbohidrat terhadap energi tidak banyak berbeda dengan
makanan anak sehat, yaitu antara 60-70%, gula dan makanan
yang menggunakan gula tidak boleh diberikan atau sangat
dibatasi.
3. Protein diberikan 15-20% dari total energi
4. Lemak diberikan 20-25% dari total energi, diutamakan
penggunaan lemak tidak jenuh ganda. Lemak jenuh dan kolesterol
dibatasi
5. Cukup vitamin dan mineral
6. Cukup serat untuk memberikan rasa kenyang
7. Pembagian makanan sehari :
Makanan pagi : 20-25% dari total energi sehari
Makan siang : 30% dari total energi
Makan malam : 30% dari total energi
Snack/selingan : 20-25% dibagi dalam 2 kali pemberian
8. Memberikan motivasi dan penyuluhan kepada anak dan orang tua.
Bahan makanan yang boleh diberikan
Semua bahan boleh diberikan dalam jumlah yang telah ditentukan,
kecuali gula murni seperti yang terdapat pada :
1. Gula pasir, gula jawa, dan sebagainya;
2. Sirup, selai, jelli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu
kental manis, minuman ringan, es krim, dsb;
3. Kue-kue manis, dodol, bolu, cake, tarcis, dan sebagainya
4. Permen, coklat, dan sebagainya
5. Abon, dendeng manis, dsb, sama sekali tidak boleh diberikan
BAB XXX
DIET PADA KELAINAN JANTUNG

Kelainan jantung pada anak dibagi dalam dua golongan, yaitu


kelainan jantung bawaan (congenital heart dissease) dan kelainan
jantung didapat (acquired heart dissease).
Kelainan jantung bawaan adalah kelainan jantung yang didapat
sejak lahir dan kadang-kadang baru diketahui beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah lahir. Kelainan jantung didapat sebagian besar
disebabkan oleh demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Penyebab lain adalah karena komplikasi dari penyakit berat seperti
difteris yang menyebabkan miokarditis.
Di samping itu ada penyakit jantung yang disebabkan oleh
kelainan pembuluh darah. Penyakit jantung ini jarang terjadi pada anak,
sehingga diet untuk pasien dengan kelainan jantung tersebut tidak
dibahas disini.
Tujuan diet untuk pasien kelainan jantung adalah :
1. Memberikan makanan secukupnya agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara normal tanpa memberatkan kerja jantung
2. Mengurangi atau mencegah retensi garam/air dalam jaringan
tubuh dan menurunkan tekanan darah bila terdapat hipertensi
3. Menyiapkan pasien dengan kelainan jantung bawaan agar berada
dalam keadaan kondisi baik untuk tindakan operasi.
Syarat diet untuk pasien kelainan jantung :
1. Energi cukup sesuai dengan kebutuhan. Kecukupan energi bayi
dengan kelainan jantung bawaan adalah 175-180 kkal/kg berat
badan;
2. Protein tinggi, 3-4 gram/kgBB; protein diperlukan untuk
pembentukan otot yang baik; bila ada kegagalan jantung, untuk
mengurangi beban ginjal diberikan protein rendah 1-2 gram/kg
berat badan;
3. Lemak sedang;
4. Vitamin dan mineral cukup;
5. Natrium dan cairan dikurangi bila ada oedema atau hipertensi;
6. Mudah dicerna, cukup serat untuk memudahkan buang air besar,
bila perlu diberikan dalam bentuk MLP;
7. Rupa makanan menarik dan rasa makanan diperhatikan;
8. Cara menyajikan makanan menarik dan suasana makan
menyenangkan
Macam-macam diet dan Indikasi Pemberian

DIET JANTUNG I TANPA GARAM


Diberikan kepada pasien dengan kegagalan jantung. Konsumsi protein
dibatasi 1-2 gram/kg BB. Konsumsi natrium dibatasi, untuk bayi 150-
180 mg/hari, sedangkan untuk anak 400 mg/hari. Bahan makanan
yang mengandung natrium dalam kadar yang tinggi harus dihindarkan.
Jangan membubuhi garam dapur dalam makanan yang dimasak.
Makanan yang diberikan harus dalam bentuk cair.

DIET JANTUNG II RENDAH GARAM


Diberikan kepada pasien dengan kemampuan kerja jantung yang
menurun. Protein diberikan 3-4 gram/kg BB. Untuk bayi konsumsi
natrium dibatasi 200-4—mg sehari, sedangkan untuk anak 600-800 mg
sehari. Bahan makanan yang mengandung natrium dalam jumlah
banyak harus dihindarkan. Dalam memasak makanan untuk bayi
jangan menggunakan garam dapur, sedangkan untuk anak dapat
ditambahkan 1-1,5 gram atau 0,5 sdt sehari. Bentuk makanan adalah
makanan lunak.

DIET JANTUNG III


Diberikan kepada pasien tanpa kegagalan jantung dan kemampuan kerja
jantung tidak menurun, seperti pada demam rematik dan penyakit
jantung rematik. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa,
dan garam diberikan seperti pada makanan biasa.
Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan
Golongan bahan Makanan yang Boleh Makanan yang Tidak
makanan Diberikan Boleh Diberikan
Sumber Energi Beras ditim, bubur, Roti, biskuit dan kue-
kentang direbus, tepung kue yang diolah dengan
beras, tepung terigu, garam dapur atau soda,
maizena, hunkwe, nasi goreng, ketan, mi,
havermut dibuat bubur jagung, ubi, singkong,
atau puding gula dan talas, minyak untuk
sirup, minyak dan menggoreng, mentega
margarin tanpa garam dan santan kental
untuk menumis, dan
santan encer
Sumber Protein Daging sapi, kerbau, Otak, ginjal, lidah,
ikan rebus, dikukus, sarden, abon, ikan asin,
ditim, di panggang, ikan kaleng, ikan
telur dadar, ceplok air, pindang, kornet, ebi,
dicampur dalam telur asin, telur
makanan atau pindang, keju, daging
minuman, susu, tahu, berlemak, ikan banyak
tempe, oncom, direbus, duri, bandeng, mujair,
dikukus, ditumis, di mas, selar, dsb, keju
panggang, kacang hijau, kacang tanah, semua
kacang merah direbus, lauk pauk digoreng
di sup
Sumber vitamin Sayuran yang dimasak Sayuran yang diawet
dan mudah dicerna : dengan garam dapur
bayam, kangkung, seperti sayuran dalam
kacang panjang, buncis kaleng dan asinan,
muda, oyong muda, sayuran mentah,
labu siam, labu kuning, sayuran yang
mentimun, tauge; buah menimbulkan gas : kol,
segar dalam bentuk lobak, sawi, sayuran
utuh atau sari buah : tinggi serat, daun kelor,
avokad, jeruk, mangga, daun singkong, daun
pepaya, pisang, dan katuk, genjer, kapri,
sawo; buah lain dalam keluwih, melinjo,
bentuk dimasak dengan nangka muda dan pare,
menghilangkan biji dan buah-buahan yang
kulit : jambu biji, diawet dengan garam
nenas. dapur, buah-buahan
berkadar serat tinggi,
dan atau menimbulkan
gas, durian, kedondong,
dan nangka.
BAB XXXI
DIET PADA PENYAKIT GINJAL
Fungsi ginjal antara lain adalah sebagai alat penmbuang sisa
metabolisme dalam tubuh serta alat pengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit.
Pada penyakit ginjal, fungsi sejumlah nerfon menurun. Akibatnya sisa
metabolisme tubuh (asam organik, asam urat, kreatinin dan ureum)
dalam darah meningkat. Di samping itu kemampuan ginjal untuk
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu.
Penyakit ginjal yang umum terdapat pada anak adalah glomerulonefritis,
kegagalan faal, dan sindroma neftrotik. Diet penyakit ginjal dibagi dalam
dua kelompok, yaitu diet Rendah Protein Rendah Garam dan Diet Tinggi
Protein Rendah Garam.

Diet Rendah Protein Rendah Garam


Diet Rendah Protein Rendah Garam diberikan kepada pasien dengan
glomerulonefritis dan kegagalan faal ginjal.
Tujuan Diet :
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja
ginjal
2. Membantu menurunkan kadar ureun dan kreatinin darah
3. Mencegah/mengurangi retensi natrium dan air dalam tubuh
4. Mengusahakan agar anak bisa tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Syarat Diet :
1. Energi lebih tinggi dari kecukupan energi normal; kecukupan
energi anak di bawah 3 tahun adalah 150 kkal/kg BB sehari dan
anak diatas 3 tahun adalah 100 kkal/kg BB sehari.
2. Banyaknya protein disesuaikan dengan keadaan faal ginjal; hal ini
dapat diketahui dari kadar kreatinin dan ureum darah, nilai uji
penjernihan kreatinin (Creatinine Clearance Test = CCT) serta
Glomerulo Filtration Rate; minimum 75% protein total yang
diberikan bernilai biologi tinggi.
3. Lemak lebih tinggi daripada kecukupan lemak normal; diutamakan
yang mengandung asam lemak tidak jenuh ganda;
4. Karbohidrat diberikan lebih tinggi untuk mencukupi kebutuhan
energi;
5. Natrium dibatasi bila ada oedema dan hipertensi;
6. Banyaknya cairan disesuaikan dengan keadaan faal ginjal, umur,
dan berat badan anak;
7. Bila ada anuria, makanan diberikan secara parenteral;
8. Mineral dan vitamin diberikan cukup, kecuali natrium;
9. Rasa makanan ditingkatkan dengan menambah bumbu-bumbu
yang tidak mengandung natrium.

Macam Diet dan Indikasi Pemberian


A. Diet Rendah Protein I Tanpa Garam
Diberikan kepada pasien kegagalan faal ginjal berat dengan
CCT<19mL/menit, serum kreatinin 4-6 mg% dan ureum >60mg%.
Protein diberikan 1 gram/kg BB sehari. Natrium dibatasi 200-
400mg sehari dan makanan tidak diberi garam dapur. Makanan
diberikan dalam bentuk cair, saring atau lunak, tergantung pada
keadaan pasien. Makanan-makanan ini kurang dalam semua zat-
zat gizi, kecuali vitamin A dan C.
Diet ini hanya diberikan selama beberapa gari, sementara
menunggu tindakan yang lebih tepat, seperti dialisis atau cangkok
ginjal. Bila dilakukan dialisis, protein diberikan 1,5 gram/kg BB
sehari.
B. Diet Rendah Protein II Dengan Garam
Diberikan sebagai perpindahan dari Diet Rendah Protein I atau
pada kegagalan faal ginjal kronis yang tidak terlalu berat dengan
CCT 20-30 mL/menit, serum kreatinin 2-4mg% dan ureum 40-60
mg%
Protein diberikan 1,5-2 gram/kgBB sehari. Natrium dibatasi 600-
800 mg/kg BB sehari. Dalam pemasakan hanya boleh
ditambahkan 1 gram (0,5 sdt) garam dapur sehari. Makanan
diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini kurang
dalam protein, kalsium, besi, dan tiamin.

Bahan makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada Diet
Rendah Protein Rendah Garam
Makanan yang Boleh Makanan yang Tidak Boleh
Golongan Diberikan Diberikan
Bahan
Makanan
Sumber Beras, ketan, jagung, sagu, Biskuit, roti dan kue-kue
Energi kentang, singkong, talas, yang diolah dengan garam
ubi, bihun, makaroni, mie, dapur, soda kue, vetsin,
misoa, soun, tepung beras, margarin dan mentega
terigu, havermut, hunkwe,
gula, minyak, santan,
kelapa, margarin dan
mentega yang sudah
dikeluarkan garamnya
Sumber Diberikan dalam jumlah Semua yang diawetkan
Protein terbatas : daging, hati, dengan garam dapur dan
otak, unggas, ikan, susu, ikatan natrium lain : abon,
telur, kacang-kacangan dan dendeng, daging asap, ham,
hasil olahannya seperti kornet, keju, ikan asin,
tahu, tempe, oncom pindang, ikan dalam kaleng,
ebi, udang kering, telur asin,
telur pindang, dsb, keju
kacang tanah, kecap, dan
tauco.
Sumber Semua sayuran segar dan Semua sayuran yang
vitamin sayuran yang diawetkan diawetkan dengan garam
tanpa garam dapur, dapur atau ikatan natrium
Natrium benzoat, dan soda, lainnya : sayur asin, acar,
semua buah segar yang sayur dlam kaleng dan buah
diawetkan tanpa garam yang diawet dengan garam
dapur atau ikatan natrium dapur atau ikatan natrium
lainnya lain, asinan buah, manisan
buah, buah dalam kaleng
bumbu Semua bumbu segar, Garam dapur, kecap, maggi,
garam dapur dalam jumlah tauco, vetsin dan bumbu lain
yang telah ditentukan yang mengandung garam
dapur dan ikatan natrium
lainnya
Minuman Teh, sari buah Minuman yang mengandung
soda, cokelat.

Diet Tinggi Protein Rendah Garam


Diberikan kepada pasien dengan sindroma nefrotik. Pada penyakit ini,
gejala utama adalah hipoalbuminemia, proteinemia, oedema dan
hiperkolesterolemia.
Tujuan Diet :
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan faal ginjal
2. Mencegah atau mengurangi retensi natrium/air
3. Mengganti protein yang keluar bersama urine
Syarat Diet :
1. Energi sesuai dengan kecukupan menurut umur dan berat badan
2. Protein tinggi (3-4 gram/kg Bb sehari)
3. Lemak cukup
4. Natrium dibatasi sesuai dengan beratnya retensi garam/air
5. Mineral dan vitamin diberikan cukup, kecuali natrium
6. Rasa makanan ditingkatkan dengan menambah bumbu-bumbu
yang tidak mengandung natrium
7. Bahan makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada Diet
Tinggi Protein Rendah Garam sama dengan Diet Rendah Protein
Rendah Garam hanya sumber zat pembangun tidak dibatasi.
BAB XXXII
DIET TINGGI SERAT

Serat makanan (dietary fiber) adalah semua sisa makanan dalam


tubuh yang tahan terhadap hidrolisis enzim pencerna. Yang termasuk ke
golongan ini adalah selulosa, lignin, pektin, dan gum. Serat kasar (crude
fiber) adalah sisa bahan makanan nabati dalam tubuh setelah
diekstraksi dengan larutan asam dan basa. Termasuk ke dalam golongan
ini adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sisa (residue) adalah
jumlah padatan dalam feses yang berasal dari makanan yang tidak
dicerna dan tidak diabsorbsi, sisa metabolisme, dan bakteri.
Diet Tingi Serat adalah modifikasi dari susunan makanan biasa
dengan menambah bahan makanan yang banyak mengandung serat.
Banyaknya serat makanan kurang lebih 5 kali banyaknya serat kasar (2-
10x), bergantung pada jenis makanan. Serat bersifat mengikat air dan
membentuk gel.

Tujuan Diet :
1. Meningkatkan volume dan berat sisa makanan dalam kolon
2. Meningkatkan pergerakan (motility) usus
3. Menurunkana tekanan untraluminal kolon
Syarat Diet :
1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin
2. Banyak cairan untuk memperlancar defekasi (2-2.5 liter sehari)
3. Berkadar serat tinggi
Indikasi Pemberian
Diet Tinggi Serat bermanfaat untuk pasien dengan konstipasi
kronis, penyakit divertikular, dan Irritable Bowel Syndrome. Diet tinggi
serat mula-mula dapat memberi rasa kurang enak, seperti kembung, dan
banyak flatus. Hal ini dapat dihindarkan dengan cara menambahkan
serat secara bertahap dalam makanan.

Bahan Makanan Yang Dianjurkan


Bahan makanan yang dianjurkan antara lain adalah :
1. Beras merah, beras ketan hitam, havermut, cantel, jagung, ubi,
singkong, wijen, bekatul;
2. Kacang-kacangan, kacang hijau, kacang kedele, kacang merah,
tempe, dsbb;
3. Sayuran sebagian dalam bentuk mentah, terutama yang banyak
mengandung serat : daun singkong, daun kacang, daun katuk,
kangkung, kol, sawi, dsb;
4. Buah-buahan terutama yang dimakan dengan kulitnya; jambu biji,
apel, anggur, dsb;
5. Agar-agar
Bahan makanan yang dihindarkan
Bahan makanan yang dihindarkan adalah bahan makanan yang
kandungan seratnya rendah, seperti gula, maizena, dan tepung lain yang
merupakan aci.
BAB XXXIII
DIET PADA ALERGI MAKANAN

Alergi adalah reaksi abnormal terhadap suatu zat asing yang


masuk ke dalam tubuh. Zat asing ini dinamakan alergen.
Alergi makanan dapat terjadi segera atau sesudah beberapa waktu
makan makanan yang mengandung alergen. Reaksi yang timbul dapat
terjadi pada anak semya golongan umur, terutama pada di bawah 5
tahun (balita). Setelah umur lima tahun, kejadian alergi berkurang.
Reaksi alergi makanan sering timbul pada kulit, saluran
pernapasan dan saluran pencernaan. Tanda-tanda klinis yang timbul
adalah : urtikaria, angioedema, dermatitis, rhinitis, batuk kronik, asma,
mual, muntah, diare, dan kejang perut. Reaksi timbul segera atau
setelah beberapa waktu makan makanan yang mengandung alergen.
Reaksi yang timbul segera terjadi beberapa menit sampai beberapa jam
sesudah makan dan hilang 24-48 jam sesudah makan. Reaksi yang
timbul lambat terjadi 24-72 jam sesudah makan dan hilang beberapa
hari kemudian.
Alergen yang terpenting adalah protein. Bahan makanan yang
sering menimbulkan alergi adalah : telur, susu, ikan, kerang, kacang-
kacangan, gandum, cokelat, ragi, dan jeruk.
Beberapa zat pewarna dan pengawet makanan dapat pula menimbulkan
alergi, terutama dengan gejala urtikaria.

Tujuan Diet :
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberikan gejala alergi
2. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
Syarat Diet :
1. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin
2. Tidak menggunakan bahan makanan tersangka menimbulkan
alergi atau sejenisnya.
3. Cukup energi dan protein. Pada kasus gizi kurang diberikan diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein
4. Cukup cairan dan elektrolit, sesuai dengan kebutuhan menurut
berat badan dan umur
5. Cukup vitamin dan mineral
Edukasi dan Konseling
1. Dianjurkan untuk membaca label kemasan makanan dengan teliti
jika membeli makanan jadi/ makanan siap saji/instan
2. Mengetahui istilah-istilah tertentu alergen makanan dan
produknya
3. Mengetahui bahan makanan pengganti/alternatif, dengan nilai
gizi yang setara, namun tidak alegenik, untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak
4. Cara mengolah makanan di rumah misalnya dengan
mendahulukan memasak makanan yang tidak alergenik.
5. Menandai/membedakan tempat penyimpanan makanan/bahan
makanan yang alergenik dan tidak alergenik
6. Menjaga persediaan makanan yang tidak alergenik untuk
makanan siap saji
7. Menghindari kemungkinan asap makanan yang dapat
menimbulkan reaksi alergi lewat pernapasan
8. Menyediakan bekal makanan yang tidak alergenik untuk bekal
sekolah
9. Upaya pencegahan, bagi bayi dengan resiko tinggi terkena alergi
makanan.
10. Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan
11. Jika bayi menggunakan susu formula, dapat digunakan susu
formula protein hidrolisat atau susu formula kedelai
12. Mengenalkan makanan padat sampai bayi berumur 6 bulan.
Menunda pemberian kacang-kacangan dan ikan laut sampai anak
mencapai usia 3-4 tahun
13. Dianjurkan tidak terburu-buru dalam memperkenalkan berbagai
jenis makanan dengan cara memperkenalkan satu jenis makanan
tiap 3-4 hari agar dapat dilakukan penilaian terhadap toleransi
dan reaksi alergi bila terjadi.
14. AAP (American Academy of Pediatric) menganjurkan pemberian
susu sapi setelah 12 bulan, telur setelah usia 24 bulan
15. Diet penghidaran susu sapi pada ibu menyusui
P E N U T U P

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang


kesehatan khususnya gizi, adanya peraturan perundang-undangan
dan pembaruan standar acuan pelayanan yang berkualitas melalui
akreditasi baru berdampak pada pelayanan gizi dan dietetik.
Penatalaksanaan nutrisi pasien yang dilaksanakan di rumah sakit
tentunya perlu disiapkan secara profesional sesuai perkembangan
tersebut.
Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien di BRSUD Kabupaten
Tabanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
lainnya di BRSUD Kabupten Tabanan dan secara menyeluruh
merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi pasien rawat inap maupun pasien rawat
jalan di BRSUD Kabupaten Tabanan.
Pedoman Penatalaksanaan Nutrisi Pasien di BRSUD Kabupaten
Tabanan bertujuan untuk memberikan acuan yang jelas dan
profesional dalam mengelola dan melaksanakan asuhan gizi di
BRSUD Kabupaten Tabanan yang tepat bagi klien/pasien sesuai
kebutuhan gizi masing-masing individu. Selain itu, pedoman ini juga
akan bermanfaat bagi pengelola gizi rumah sakit dalam
mengimplementasikan dan mengevaluasi kemajuan serta
perkembangan prinsip-prinsip penatalaksanaan nutrisi pasien.

DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN TABANAN

I NYOMAN SUSILA

Anda mungkin juga menyukai