Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Visi,misi dan strategi pembangunan kesehatan indonesia sehat 2010. Visi
menggerakkan pembangunan nasional, berwawasan kesehatan memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu,keluarga dan masyarakat. Serta lingkungannya
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan bermutu, merata dan terjangkau
mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Misi strategi pembangunan
nasional berwawasan kesehatan profesionalisme dan jaminan pemeliharaan
kesehatan, profesionalisme jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat disentralisasi.
(visi ind sehat 2010) diakses tanggal 6 Agustus 2010.
Asfiksia Neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir, hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalan kehamilan,
persalinan atau segera setelah bayi lahir. (Sarwono 2006,Hal : 709)
Infant Mortality Rate atau Angka kematian bayi adalah banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
yang sama. Indikator ini terkait langsung dengan terget kelangsungan hidup anak dan
merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak
termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan
kesehatan reproduksi. AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian terget
program karena mewakili komponen penting pada kematian balita.
Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui
survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di
fasilitas pelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk,
Surkesnas/Susenas, dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Menurut hasil Surkesnas/Susenas, AKB di Indonesia pada tahun 2001 sebesar 50
per 1.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang cukup besar,
yaitu menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup sementara hasil SDKI 2007 hasilnya
menurun lagi menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini berada jauh dari yang
diproyeksikan oleh Depkes RI yakni sebesar 26,89 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun
nilai normatif AKB yang kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard
rock), antara 40-70 tergolong sedang, namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar
dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.
Depkes RI bahwa AKB di Sulsel pada tahun 2007 sebesar  27,52 per kelahiran
hidup. Sementara laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa jumlah
kematian bayi pada tahun 2006 sebanyak 566 bayi, atau 4,32 per 1000 kelahiran hidup,
mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi 709 kematian bayi atau 4,61 per
1.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2008 ini jumlah kematian bayi turun menjadi 638
atau 4,61% per 1000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2009 jumlah kematian turun
menjadi 495 atau 3,31 % per 1.000 kelahiran hidup. (http://www.depkes.go.id) diakses
tanggal 06 Agustus 2010.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pencatatan dan pelaporan di RSUD Syekh Yusuf

Sungguminasa Gowa periode januari s.d juni 2010, jumlah kelahiran bayi yaitu 984 bayi, dan dari jumlah
tersebut terdapat 34 bayi asfiksia (3,45 %), Asfiksia Ringan sebanyak 12 bayi (32,23%), Asfiksia Sedang

3 bayi (8,82%), dan Asfiksia berat sebayak 19 bayi (55,88%). (Buku pencatatan dan pelaporan RSUD

Syekh Yusuf Sungguminasa Gowa).

Sehubungan dengan masih tingginya kejadian Asffiksia yang ditemukan serta besarnya resiko

yang ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk membahas lebih lanjut melalui Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny“S” Dengan Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa.

B.    Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup pembahasan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Asuhan Kebidanan Pada
Bayi Ny“S”: Dengan Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
C.    Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi Ny“S” dengan Asfiksia Ringan di
RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010
2.    Tujuan Khusus
a.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan melaksanakan pengkajian data pada bayi Ny“S” dengan Asfiksia
Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010
b.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan mengidentifikasi diagnosa / masalah aktual pada bayi Ny“S” dengan
Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
c.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada bayi Ny“S”
dengan Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
d.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan mengevaluasi perlunya tindakan segera atau kolaborasi pada bayi
Ny“S” dengan Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
e.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi Ny“S” dengan
Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
f.        Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada bayi Ny“S” dengan
Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
g.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan mengevaluasi asuhan kebidanan pada bayi Ny“S” dengan Asfiksia
Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal 22 s.d 24 juli 2010.
h.       Dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan berdasarkan kompotensi
kewenangan bidan mendokumentasikan semua tingdakan asuhan yang telah di
lakukan pada bayi Ny“S” dengan Asfiksia Ringan di RSUD Syekh Yusuf Gowa tanggal
22 s.d 24 juli 2010.
D.    Manfaat penulisan
1.    Manfaat praktis
Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Ujian Akhir Program Pendidikan
Diploma III Kebidanan Stikes Nani Hasanuddin Makassar.
2.    Manfaat ilmiah
Diharapkan Karya Tulis ini dapat menjadi sumber informasi dan memperkaya ilmu
pengetahuan serta sebagai bahan acuan bagi penyusun Karya Tulis berikutnya untuk
memperkirakan kejadian Asfiksia di Indonesia khususnya di Makassar.
3.    Manfaat institusi
Sebagai bahan acuan institusi pendidikan dan tenaga bidan untuk penulisan Karya
Tulis selanjutnya.
4.    Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman yang dapat menambah kemampuan dalam penerapan Asuhan
Kebidanan dengan Asfiksi

E.     Metode Penulisan


Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode :
1.    Studi Kepustakaan
Penulis membaca dan mempelajari buku literatur yang relevan dengan Asfiksia sebagai
dasar teoritis yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
2.    Studi Kasus
Penulis menggunakan studi kasus pendekatan pemecahan masalah dalam kebidanan
yang meliputi : pengumpulan data, identifikasi diagnosa masalah aktual, antisipasi
dignosa / masalah potensial, tindakan segera atau kolaborasi, evaluasi asuhan
kebidanan serta pendokumentasian asuhan kebidanan pada By Ny“S” dengan Asfiksia
Ringan Di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
Untuk memperoleh data yang akurat penulis menggunakan teknik :
a.    Anamnese
Penulis melakukan tanya jawab dengan orang tua klien yang dapat membantu
memberikan informasi yang dibutuhkan.
b.    Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien dengan cara inspeksi,
palpasi,perkusi, dan auskultasi dan pemeriksaan penunjang (laboratorium).

3.    Studi Dokumentasi


Membaca dan mempelajari status kesehatan yang berhubungan dengan Asfiksia yang
bersumber dari Rekam Medik Catatan dokter, bidan, perawat, dan hasil pemeriksaan
penunjang lainnya yang dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaian Karya Tulis
ini.
4.    Diskusi
Penulisan melakukan tanya jawab dengan tenaga kesehatan yakni : Dokter atau bidan
yang menangani langsung klien tersebut serta mengadakan diskusi dengan dosen
pengaruh atau pembimbing Karya Tulis Ilmiah ini.
F.     Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan untuk penulisan Karya Tulis ini terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
B.   Ruang Lingkup Penulisan
C.   Tujuan penulisan
1.    Tujuan Umum
2.    Tujuan Penulisan
D.   Manfaat Penulisan
E.   Metode Penulisan
F.    Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.   Tinjauan Tentang Asfiksia
1.    Pengertian
2.    Etiologi
3.    Patofisiologi
4.    Klasifikasi klinis
5.    Tanda dan gejala
6.    Diagnosis
7.    Penatalaksanaan Resusitasi
8.    Perawatan Paska Resusitasi
B.   Proses Asuhan Kebidanan
1.    Pengertian Asuhan Kebidanan
2.    Tahapan Dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
3.    Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
BAB III STUDI KASUS
Langkah I Identifikasi Data Dasar
Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual
Langkah III Merumuskan Diagnosa / Masalah Potensial
Langkah IV Tindakan Segera / Kolaborasi Asuhan Kebidanan
Langkah V Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah VI Penatalaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah VII Evaluasi Tindakan Asuhan Kebidanan
Pendokumentasian hasil Asuhan Kebidanan
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus
yang ada, dibahas secara sistematis mulai dari pengkajian, merumuskan diagnosa
masalah aktual dan potensial, tindakan segera atau kolaborasi, perencanaan,
penatalaksanaan serta evaluasi asuhan kebidanan.
BAB V PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     TINJAUAN UMUM TENTANG ASFIKSIA
1.    Pengertian
a.    Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera menangis secara
spontan dan teratur setelah bayi lahir. (Sarwono ,2006,hal 709)
b.    Asfiksia neonatrum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan
pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 saat janin di uterus hipoksia.(askep-
asfiksia) diakses tanggal 17 Agustus 2010
c.    Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan O2 dan mungkin
meningkatkan C02 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(http://www.asfiksia-neonatorum) diakses tanggal 28 juli 2010
d.    Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. (Askep-Asfiksia) diakses tanggal 17
Agustus 2010.
e.    Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbondioksida (hiperkapnea).Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipokasik) dan terjadi kematian.(Defenisi) diakses
tanggal 17 Agustus 2010
B.   Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan Asfiksia Neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O 2 dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan
dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2. Gangguan ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan(Sarwono,2006).
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1.    Faktor ibu
a.    Hipoksia ibu
Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesia dalam hal
ini akan menimbulkan hiposia janin

b.    Gangguan aliran dalam uterus


Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
1)    Gangguan kontraksi uterus,misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
2)    Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3)    Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
2.    Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta .asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
palsenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3.    Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit
leher kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.    Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena:
1)    Pemakaian obat anestesia / analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
2)    Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial. Kelaianan
kongenital pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia / stenosis saluran
pernafasan, hipoplasia paru. (http://www.asfiksia-neonatorum) diakses tanggal 28 juli
2010
2.    Patofisiologi
Bila terdapat gangguan atau pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama
kehamilan/persalinan maka akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi yang dimulai dengan periode apnoe, disertai
dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukkan usaha nafas,
yang kemudian diikuti pernafasan teratur.
Pada Asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode apnoe yang ke dua.dan ditemukan pula brikardi dan penurunan tekanan
darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan
keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan
asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa
glikolisis glokogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.
Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan
fungsi jantung. Pada paru-paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangakn diotak terjadi
kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian kehidupan bayi selanjutnya.
(http://www.authorstream.com) diakses tanggal 28 juli 2010
3.    Klasifikasi Klinis
A.   Ada 2 macam Asfiksia :
1)  Asfiksia Livida (Biru)
2)  Afiksia Pallida (Putih)

Tabel 1. Perbedaan Asfiksia Livida Dan Pallida


Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warana kulit Pucat Kebiru-biruan

Tonus Otot Sudah Kurang Masih Baik


Reaksi Rangsangan Negative Positif

Bunyi jantung Tak Teratur Masih teratur

Prognosis Jelek Lebih Baik

(Sinopsis Obstetri, Hal : 428)


B.   Asfiksia di klasifikasi berdasarkan APGAR Score sebagai berikut :
1)  Asfiksia Berat (nilai apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali.
2)  Asfiksia sedang (nilai apgar 4-6)
Penanganan memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen sampai
bayi dapat bernafas secara normal.
3)  Sedikit asfiksia atau bayi normal (nilai apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan khusus.
(Sinopsis Obstetri, Hal : 430)

Tabel 2 : Penilaian Asfiksia dengan Apgar


Skor 0 1 2
A : Appreance Pucat Badan merah Seluruh badan
Color (Warna ekstremitas biru kemerahan
Kulit)
P : Pulse Tidak Ada <100 x/mnt <100 kali/mnt
(Frekuensi
Jantung)
G : Grimace Tidak Ada Sedikit gerakan Menagis,
(Reaksi Terhadap mimik bantuk/bersin
Rangsangan)
A : Activity Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
(Tonus Otot) dalam fleksi
sedikit
R : Respiration Tidak Ada Lemah, tidak Menangis kuat
(Pernapasan) teratur
(Sinopsis Obstetri Hal : 430)
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada I menit dan 2 menit sesudah bayi
lahir. Tapi penilaian harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan
intervensi berdasarkan penilaian pernapasan, denyut jantung atau warna kulit maka
penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai
terlambat karena menunggu hasil penilaian APGAR 1 menit.
4.    Tanda dan Gejala
Gejala asfiksia yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung, sianosis dan nadi cepat.
a.    Sebelum lahir
1)    DJJ ireguler dan frekuensinya lebih dari 160 kali/menit atau kurang dari 160 kali / menit
2)    Terdapat mekonium dalam air ketuban
3)    Analisa air ketuban atau amnioskopi
4)    Kardiotokografi
5)    ultrasonografi
b.    Setelah lahir
1)    Bayi tampak pucat dan sianosis serta tidak bernafas
2)    Kalau mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neorologik seperti kejang dan
menangis kurang baik atau tidak menangis.
5.    Diagnosis Asfiksia
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin.
Diagnosa hipoksia atau anoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan
tanda-tanda gawat janin. Untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia,
maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian :

a.     Frekuensi denyut jantung janin


Frekuensi normal adalah 120-160 kali/menit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tapi
diluar his kembali lagi kepada keadaan semula.
b.     Mekanisme dalam air ketuban
Mekonium pada presentase sungsang tidak ada artinya akan tetapi pada presentase
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan.
c.      Pemeriksaan PH pada janin
Pemeriksan itu turun sampai dibawah 7,2 maka hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
Salah satu cara sederhana untuk menilai Asfiksia pada bayi baru lahir dengan cara
sigtuna di bawah tabel ini;
Tabel 3 : Penilaian Asfiksia Berdasarakan Cara Sigtuna
Penialaian 0 1 2
Pernapasan Tidak Ada Lemah, tida\k Baik

teratur
Frekuensi Jantung Tidak Ada ≤ 120 kali/menit ≥ 120 kali/menit
Warna Kulit Biru Badan merah, Seluruh tubuh

ekstremitas biru kemerahan


(Saifuddin A.B, 2002 hal. 349)

6.    Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi asfiksia neonatus disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sia yang mungkin muncul.
a.    Menilai bayi
Penilaian dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup
bayi.
1)    Usaha bernafas, apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai
frekuensi jantung dan bila bayi sukar bernafas dilakukan rangsangan taktil dengan
dengan menepuk dan menyentil telapak kaki bayi atau menggosok punggung bayi
sambil memberikian oksigen.
2)    Frekuensi denyut jantung, setelah menilai usaha bernafas dan melakukan tindakan
yang diperlukan serta memperhatikan apakah spontan atau tidak. Bila frekuensi denyut
jantung >100 kali/menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutakan dengan menilai warna
kulit.
3)    Warna kulit, penilaian warna kulit dilakukan bayi bernafas dengan spontan dan
frekuensi jantung >100 kali/menit.

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal dengan ABC
resusitasi:
A)    Memastikan saluran nafas terbuka yaitu dengan cara :
1)      Meletakkan bayi dalam posisi yang benar
2)      Mengisap lendir dimulut kemudian di hidung
3)     Bila perlu masukkan ET utnuk memastikan pernapasan terbuka
B)    Memulai pernapasan dengan cara :
1)      Melakukan rangsangan taktil
2)      Bila perlu melakukan ventilasi tekanan positif (VTP)
C)    Mempertahankan sirkulasi darah
1)     Merangsang dan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada, bila
perlu menggunakan obat-obatan.
(http://www.asfiksia+neonatorum.com)diakses tanggal 28 juli 2010

b.    Tindakan Bayi pada bayi Asfiksia

 
-    Letakkan bayi dibawah pemancar
panas(bersihkan trachea dengan pengisap
lendir jika ada mekonium)
-    Keringkan seluruhtubuh bayi Evaluasi Pernapasan
-    Ganti kain basah dengan yang kering
-    Atur posisi bayi
-    Bersihkan mulut, hidung bayi dengan  
alatpengisap  
-    Lakukan rangsangan taktil bila perlu
-         
   
 
 
Tidak bernafas Bernafas spontan

Evaluasi denyut VTP dengan Evalusi

jantung Oksigen <100x/mnt denyut


murni jantung

100%
15-30 dtk 100x/
mnt
 

<60x/mnt 60-100x/mnt
>100x/mnt Evaluasi
Warna kulit

Ventilasi
Denyut
Denyut -
diamati terus pucat keme- Biru

Diteruskan Jantung Jantung sampai rahan atau


Kopresi dada Tetap bertambah pernapasan sianosis primer

spontan
-  Kemudian
ventialasi
dihentikkan observasi Beri
Ventilasi Ventilasi atau O2

Diteruskan diteruskan pantau


Kompresi dada
Apabila denyut

80x/mnt

Mulai pemberian obat apabila denyut jantung <80x/mnt setelah 30 dtk,diberi VTP dengan
O2 100% dan Kompresi dada (Pelayanan Kesehatan Maternal 2006,Hal :368)
Bagan 1. Skema Tindakan Resusitasi
c.    Cara Kerja
1)     Ventilasi Tekanan Positif

Gambar 1. Tekhnik Ventilasi Tekanan Positif


a)      Bayi diletakkan dalam posisi ekstensi
b)     Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi
harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit dan tekanan ventilasi yang
dibutuhkan 30-40 cm H20. Setelah pernapsan pertama, membutuhkan 15-20 crn H20.
Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila 4 M gunakan baton yang mempunyai
pengukur tekanan.
c)      Observasi gerakan dada bayi
Adanya gerakan bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan
baik dan paru-paru mengembang. Bayi menarik nafas dangkal apabila dada bergerak
maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang yang berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi.
d)      Observasi gerakan tubuh bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
mungkin disebabkan oleh masuknya udara kedalam lambung.
e)      Penilaian suara nafas bilateral
suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop, adanya suara nafs dikedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
f)       Obeservasi pengembangan dada bayi.
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi maremas
baton. Apabila dada kuraang berkembang mungkin disebabkan oleh salah satu
penyebab perlekatan sunggup kurang sempurna, arus udara terhambat dan tidak cukup
tekanan. (Saifuddin A.B, 2002 Hal 354)
2)     Kompresi dada

Gambar 2. Kompresi dada


a)    Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan ke dua tangan dalam posisi yang benar
b)    Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada di bawah garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu bayi. Hati-hati jangan menekan prosesus xifodeus
c)    Dengan posisi jari-jari tangan yang benar gunanya tekanan yang cukup untuk menekan
tulang pada ½-3/4 inci (± 1-2 cm) kemudian tekanan dilepaskan untuk memungkinkan
pengisian jantung atau takanan kebawah ditambah pembebasan tekanan berat badan,
kurangnya jaringan lemak dibawah kulit untuk mencegah hipotermia bayi diletakkan
dalam incubator, suhu incubator untuk berat badan >2500 gram suhunya 33 oC. bayi
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Suhu incubator dapat diturunkan 1 oC
setiapa minggunya (IDAI, 2003 Hal :111)
d)    Kebutuhan cairan
Volume cairan untuk hari-hari pertama berdasarkan umur bayi yaitu :
Hari 1 : 60 ml/kg BB
Hari 2 : 80 ml/kg BB
Hari 3 : 100 ml/kg BB
Hari 4 : 120 ml/kg BB
Hari 5 : 140 ml/kg BB
Hari 6 : 150 ml/kg BB
Hari 7 : 160 ml/kg BB
Untuk bayi berat lahir rendah >2500 gram : 6 x/hari (setiap 4 jam)

Rumus untuk satu kali pemberian minuman :


= BB per hari x jumlah kebutuhan dalam air = …..cc
Jumlah pemberian
3)     Intubasi endotrakeal

Gambar 3. Intubasi Endotrakeal


a)      Peralatan
(1)   Kateter isap De Lee
(2)   Berbagai ukuran selang endotrakeal yang dapat disesuaikan
(3)   Laringskop tekanan positif
(4)   Handuk
(5)   Plester
b)     Metode
(1)   Tempatkan bayi pada posisi kepala sedikit ekstensi dapat diletakkan handung dibawah
bahu bayi
(2)   Letakkan laringskop di sudut kanan mulut bayi
(3)   Masukkan laringskop sedalam 2-3 cm sambil merotasikannya ke tengah dan
menggeser lidah kekiri
(4)   Pada saat ujung bite dada diantara dasar lidah dan epiglottis, naikkan sedikit ke atas
sampai glottis terlihat(kadang-kadang sedikit tekanan pada laring eksternal oleh
seorang asisten akan memudahkan pemanjangan glottis)
(5)   Masukkan selang endotrakeal pada sisi kanan mulut sampai pita suara vokalis.
Pastikan anda mudah melihat (selang harus cukup kecil untuk memungkinkan udara
tetap dapat masuk yani runag yang mengelilinginya : ruang ini menjamin eksresi dapat
dilakukan dengan mudah dan mengurangi resiko kerusakan jaringan)
(6)   Isap secret jika diperlukan
(7)   Ketika selang endotrakeal dimasukkan tahan di tempatnya dengan kengcang namun
lembut kemudian tarik laringskop ke adapter kantong
(8)   Lakukan ventilasi dengan kantong oksigen, dengan menggunakan stetoskop harus
memeriksa apakan ventilasi kedua paruh ttealh adekuat (SaifuddinA.B, 2002 Hal: 359)

( http://medinux.blogspot.com/2007/09/asfiksia-neonatorum ) diakses tanggal 28 juli 2010.

( http://www.kondas-asfiksia-neonatus ) diakses tanggal 28 juli 2010


(http://www.depkes.go.id ) diakses tanggal 6 Agustus 2010

(http://www.askep-asfiksia.com ) diakses tanggal 17 Agustus 2010

(http://www.pengertia-asfiksia.com ) diakses tanggal 17 Agustus 2010

Mochtar, Rustam.Sinopsis Obstetri.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kattwinkel John,MD,FAAP. 2006. Resusuitasi neonatus cetakan ke IV. Jakarta


Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP

Prawiroharjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Simatupang E.J. 2006. Penerapan Unsur-Unsur Manajemen Dalam Praktek Kebidanan. Jakarta : Awan Indah
“Pencatatan dan Pelaporan” 2010, RSUD Syekh Yusuf Gowa

Anda mungkin juga menyukai