Anda di halaman 1dari 37

MODUL

MANAJEMEN15-17
RISIKO
MARET 2016 LIKUIDITAS

Disusun Oleh:
ELOK NING FAIKOH
WIDYAISWARA AHLI MUDA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
UPT PELATIHAN KOPERASI DAN UKM
Jl. Teluk Pacitan No. 47-48 Gedung Teknologi Informasi (TI) VEDC Arjosari-Blimbing
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Deskripsi Singkat ............................................................................ 2
C. Manfaat Modul Bagi Peserta............................................................ 2
D. Tujuan Pembelajaran....................................................................... 2
1. Hasil Belajar............................................................................... 2
2. Indikator Hasil Belajar................................................................. 2
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................ 3
F. Petunjuk Belajar............................................................................... 3
BAB II. DEFINISI RISIKO LIKUIDITAS KEUANGAN

A. Definisi Risiko Likuiditas Keuangan............................................... 5


B. Pengkategorian Risiko Likuiditas……............................................. 6
C. Sebab-Sebab Terjadinya Risiko Likuiditas pada Koperasi............... 5
D. Latihan............................................................................................ 7
E. Rangkuman.................................................................................... 7
F. Evaluasi ......................................................................................... 7
BAB III. ANALISA RASIO
A. Definisi Rasio Keuangan.................................................................. 8
B. Rasio Likuiditas……......................................................................... 10
C. Rasio Likuiditas pada Penilaian Kesehatan KSP............................. 13
D. Latihan............................................................................................ 14
E. Rangkuman.................................................................................... 14
F. Evaluasi ......................................................................................... 15
BAB IV. PENGENDALIAN RISIKO LIKUIDITAS
A. Teori Umum Mananjemen Likuiditas.........................................….... 16
B. Standar Operasional Prosedur Manajemen Likuiditas pada Koperasi Simpan
Pinjam.................................................................................... 16
C. Latihan............................................................................................ 26
D. Rangkuman.................................................................................... 26
E. Evaluasi ......................................................................................... 26
BAB V. PENYELESAIAN RISIKO LIKUIDITAS KEUANGAN
A. Melakukan Penghimpunan Dana dari Pihak Luar.............................. 28

1
B. Contoh Studi Kasus…….................................................................. 29
C. Latihan............................................................................................ 32
D. Rangkuman.................................................................................... 32
E. Evaluasi ......................................................................................... 33

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 34
B. Implikasi............................................................................................. 34
C. Tindak Lanjut.................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33 menyebutkan bahwa
perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berdasar dengan asas
kekeluargaan. Pasal di tersebut dapat dimaknai bahwa kemakmuran bersama
lebih diutamakan daripada kemakmuran individual. Salah satu lembaga
keuangan yang menerapkan prinsip tersebut adalah Koperasi. Koperasi
sebagai salah satu lembaga keuangan bukan bank memiliki peranan yang
penting dalam satu negara, khususnya negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia. Salah satu peran strategis koperasi yaitu membantu dalam
pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.
Bentuk pengembangan kegiatan ekonomi lokal salah satunya dengan
memberikan akses pendanaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah.
Akses pendanaan pada Koperasi dapat berupa Unit Simpan Pinjam
Koperasi maupun Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah. Fungsi utama dari lembaga tersebut adalah melakukan
penghimpunan dana dan kemudian menyalurkan kembali kepada anggota
dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Koperasi mendapatkan pendaptkan
dari bunga atau balas jasa yang dibayarkan oleh anggota. Kegiatan usaha ini
tentunya memiliki risiko yang cukup besar.
Oleh karena itu, dalam pasal pasal 20 Peraturan Menteri Koperasi
dan UKM Republik Indonesia tahun 2015 menyebutkan bahwa Kegiatan

2
usaha simpan pinjam dilaksanakan dengan tata kelola yang baik, menerapkan
prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, serta mematuhi peraturan yang
terkait dengan pengelolaan usaha simpan pinjam. Kemudian pada pasal 22
ayat (4) juga disebutkan bahwa KSP dan USP Koperasi wajib menjamin
keamanan simpanan dan tabungan anggota, calon anggota, koperasi lain dan
atau anggotanya. Sedangkan pada pasal 23 ayat (1) disebutkan bahwa
Pelaksanaan pemberian pinjaman oleh KSP dan USP Koperasi wajib
memperhatikan prinsip pemberian pinjaman yang sehat.
Beberapa ketentuan di atas mengisyaratkan bahwa koperasi yang
bergerak di bidang usaha simpan pinjam harus menerapkan prinsip kehati-
hatian (prudensial) dalam mengelola dananya baik yang disalurkan dalam
bentuk pembiayaan, maupun dalam mengelola likuiditasnya agar anggota
mendapatkan jaminan keamanan dana yang telah dipercayakan kepada
Koperasi untuk dikelola.
Risiko likuiditas pada koperasi simpan pinjam merupakan salah satu
hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Risiko likuiditas dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal. Oleh karena itu, agar koperasi tetap mendapatkan
kepercayaan dari anggotanya dan dapat melakukan pelayanan prima maka
risiko likuiditas ini perlu dikelola dengan baik dengan menerapkan standart
operasional manajemen dan standar operasional prosedur pengelolaan
koperasi simpan pinjam.

B. Deskrisi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang risiko likuiditas, meliputi
definisi risiko likuiditas yang mencakup sebab terjadinya risiko likuiditas.
Selain itu mata pelatihan ini juga membahas tentang analisa rasio yang
meliputi definisi rasio keuangan, analisa rasio arus kas serta rasio likuiditas
dan solvabilitas. Pada bab selanjutnya juga dibahas pengendalian risiko
likuiditas dan penyelesaian risiko likuiditas.

C. Manfaat Modul Bagi Peserta


Modul mata pelatihan “Manajemen risiko likuiditas” ini untuk
membantu peserta memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam

3
melakukan pengendalian risiko likuiditas maupun melakukan penyelesaian
risiko likuiditas pada koperasinya.

D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah melakukan pembelajaran ini peserta mampu melakukan
pengendalian risiko likuiditas maupun melakukan penyelesaian risiko
likuiditas pada koperasinya.

2. Indikator Hasil Belajar


Setelah menyelesaikan pembelajaran ini, peserta dapat :
- Memahami definisi risiko likuiditas keuangan
- Memahami tentang rasio keuangan terkait likuiditas keuangan
- Melakukan pengendalian risiko likuiditas keuangan
- Melakukan penyelesaian risiko likuiditas keuangan

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mata Risiko Likuiditas Keuangan ini merupakan mata Pelatihan
dengan durasi 5 Jam Pelajaran (JP) dengan alokasi ceramah atau input 4 JP,
latihan dengan praktik 1 JP dengan materi pokok dan sub materi pokok
sebagai berikut:
1. Definisi Risiko Likuiditas Keuangan
a. Definisi Risiko Likuiditas Keuangan
b. Pengkatagorian Risiko Likuiditas
c. Sebab-Sebab Terjadinya Risiko Likuiditas pada Koperasi
2. Analisa Rasio
a. Definisi Rasio Keuangan
b. Rasio Likuiditas
c. Rasio Likuiditas pada Aspek Penilaian Kesehatan KSP dan USP
3. Pengendalian Risiko Likuiditas
a. Teori Umum Manajemen Likuiditas
b. Standar Operasional Prosedur Manajemen Likuiditas pada KSP
4. Penyelesaian Risiko Likuiditas
a. Melakukan Penghimpunan dana dari Pihak Luar

4
b. Contoh Studi Kaus

F. Petunjuk Belajar

Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan tujuan


pembelajaran tercapai dengan baik, peserta Diklat dapat mengikuti langkah-
langkah petunjuk belajar sebagai berikut:
1. Bacalah secara cermat dan pahami tujuan pembelajaran yang tertera pada
setiap bab;
2. Pelajari setiap bab secara berurutan mulai dari Bab I hingga Bab IV;
3. Untuk memperluas wawasan, peserta Diklat disarankan untuk mempelajari
bahan-bahan dari sumber lain yang tertera pada daftar pustaka di akhir
modul ini.

5
BAB II
DEFINISI RISIKO LIKUIDITAS KEUANGAN

Indikator keberhasilan: Setelah menyelesaikan pembelajaran ini,


peserta dapat memahami definisi risiko likuiditas keuangan

A. Definisi Risiko Likuiditas Keuangan


Likuiditas adalah kemampuan manajemen suatu lembaga keuangan
dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajibannya setiap
saat (Rivai, 2013). Sedangkan risiko dapat di definisikan sebagai bentuk
peristiwa yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau
institusi untuk mencapai tujuannya. Bank Indonesia mendefinisikan risiko
sebagai potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank
(Tampubolon, 2004).
PBI no.11/25/PBI/2009 mendefinisikan risiko likuiditas adalah Risiko
akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo
dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi
yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
Bank.
Sedangkan menurut Fahmi (2018), risiko likuiditas merupakan
bentuk risiko yang dialami suatu perusahaan karena ketidakmampuannya
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga hal itu memberi
pengaruh pada terganggunya aktivitas perusahaan ke posisi tidak berjalan
secara normal.
Definisi lain dari Risiko Likuiditas adalah risiko yang ditimbulkan
akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo,
tanpa berpengaruh secara buruk terhadap kondisi keuangan bank (Kumar,
2013).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan resiko likuiditas pada koperasi adalah resiko yang timbul
akibat dari ketidak mampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya kepada anggota ataupun pihak lainnya ketika telah jatuh tempo.
Contohnya, keterlambatan koperasi dalam membayar gaji karyawan,
keterlambatan pembayaran biaya listrik, telpon, air, bahkan

6
ketidaktersediaan uang saat anggota ingin mengambil tabungannya atau
ketidaktersedian uang saat dana-dana bagian SHU akan digunakan. Kondisi
ini mencerminkan bahwa koperasi tidak dikelola secara sehat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Akibatnya adalah tidak
terwujudnya pelayanan prima kepada pengguna jasa Koperasi sehingga
akan menurunkan citra dan kredibilitas kegiatan usaha simpan pinjam oleh
Koperasi sebagai lembaga keuangan yang mampu mengelola kegiatan
usaha simpan pinjam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

B. Pengkatagorian Risiko Likuiditas


Committee of European Banking Supervisors (dalam Jorion, 2011:
640) membagi risiko likuiditas menjadi dua, yaitu:
1. Risiko Likuiditas Aset (Asset Liquidity Risk)
Risiko Likuiditas Aset merupakan risiko dimana berada di posisi yang
tidak mudah untuk melakukan offsetting posisi tertentu dalam waktu
singkat tanpa secara signifikan mempengaruhi harga pasar, karena
ketidakcukupan likuiditas di pasar atau terjadi gangguan pasar.
2. Risiko Likuiditas Pendanaan (Funding Liquidity Risk)
Risiko Likuiditas Pendanaan yaitu risiko yang timbul dari ketidakmampuan
lembaga keuangan untuk memenuhi kewajibannya dan kewajiban yang
datang tanpa menimbulkan kerugian yang tidak dapat diterima.

C. Sebab-Sebab Terjadinya Risiko Likuiditas pada Koperasi


Risiko likuiditas dapat berasal dari dua sumber, yaitu dari dalam
koperasi dan dari luar koperasi.
1. Penyebab dari dalam koperasi adalah dimana koperasi mengalami
kegagalan dalam menyediakan kebutuhan kas untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Hal ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sisi
aset koperasi dan pada sisi kewajiban koperasi.
- Sisi Aset: Ketidakmampuan menghasilkan arus kas dari aset, baik yang
berasal dari aset produktif (pembayaran pelunasan/ angsuran). Banyaknya
kredit macet juga berdampak besar terhadap risiko likuiditas. Selain itu,
kemampuan koperasi dalam menjual asetnya. Penjualan aset yang
dimaksud termasuk aset likuid dan aset agunan.
7
- Sisi Kewajiban: Ketidakmampuan menghimpun arus kas yang berasal dari
penghimpunan dana, baik yang berasal dari simpanan anggota maupun
pinjaman lain. Dalam hal ini, partisipasi anggota sangat penting perannya.
2. Penyebab yang berasal dari luar koperasi ini adalah hal-hal yang tidak
dapat dikendalikan oleh koperasi dan berjalan secara alamiah. Contohnya
adalah penarikan tabungan oleh anggota dalam skala besar. Hal ini sering
dilakukan oleh anggota pada waktu-waktu tertentu, misalnya menjelang
hari raya.

D. LATIHAN
Berdasarkan uraian di atas, cobalah Jelaskan dengan menggunakan bahasa
Anda pengertian dari risiko, likuiditas, dan risiko likuiditas?

E. RANGKUMAN
likuiditas pada koperasi adalah resiko yang timbul akibat dari ketidak
mampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada
anggota ataupun pihak lainnya ketika telah jatuh tempo. Penyebab risiko
likuiditas pada koperasi dapat berasal dari dalam koperasi dimana koperasi
mengalami kegagalan dalam menyediakan kebutuhan kas untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Hal ini dapat dilihat dari dua sudut pandang
yaitu sisi aset koperasi dan pada sisi kewajiban koperasi. Penyebab kedua
adalah yang berasal dari luar koperasi. Ini adalah hal-hal yang tidak dapat
dikendalikan oleh koperasi dan berjalan secara alamiah. Contohnya adalah
penarikan tabungan oleh anggota dalam skala besar.

F. EVALUASI
1. Sebutkan minimal 2 pengertian risiko likuiditas menurut para Ahli!
2. Jelaskan apa saja yang dapat menyebabkan risiko likuiditas pada
koperasi?
3. Sebutkan pengkatagorian risiko likuiditas menurut Committee of European
Banking Supervisors!

8
BAB III

ANALISA RASIO

Indikator keberhasilan: Memahami tentang rasio keuangan terkait


likuiditas keuangan

A. Definisi Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh  dari hasil perbandingan


dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). misalnya antara utang dan
modal, antara kas dan total Aset, antara harga pokok produksi dan total
penjualan. dan sebagainya.
rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap
kondisi keuangan perusahaan. akan tetapi perbedaan jenis perusahaan dapat
menimbulkan perbedaan rasio-raio yang penting, misalnya rasio ideal
mengenai rasio likuiditas untuk bank tidak sama dengan rasio untuk
perusahaan industri.
Menurut Sofyan Syahri (1999), rasio keuangan dapat menyederhanakan
informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos
lainnya. Dengan penyederhanaan ini akan dapat menilai secara cepat
hubungan antara pos tersebut dan dapat membandingkannya dengan rasio lain
sehingga akan diperoleh informasi dan dapat diberi penilaian.
Perbedaan angka pada perhitungan rasio tidak selamanya akan sesuai
dengan standart angka pada rasio keuangan yang telah ditetapkan (Munawir,
2000). Standart rasio bukanlan angka pembandingan yang ideal atau bukanlah
ukuran yang pasti, tetapi dapat digunakan sebagai pedoman atau pegangan
bagi penganalisa. Apabila terdapat penyimpangan yang besar (signifikan) maka
diperlukan adanya penelitian yang lebih jauh supaya sapat diketahui penyebab
besarnya penyimpangan tersebut.
Keunggulan Analisis Rasio Keuangan. Analisis keuangan, yang
mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang
finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen dimasa
lalu dan prospeknya dimasa mendatang. Dengan analisis keuangan ini dapat

9
diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki sebuah perusahaan. Rasio
tersebut dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang
cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang yang cukup
rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan
pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga
tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat tercapai.
Dengan menganalisis prestasi keuangan, akan dapat dinilai apakah manajer
dapat merencanakan dan mengimplementasikan kedalam setiap tindakan
secara konsisten dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran anggota
koperasi.
Sedangkan kelemahan Analisis Rasio Keuangan menurut Teuku Mirza
dan Imbuh S(1999), ada beberapa kelemahan dari rasio keuangan :
1. Laporan keuangan dari suatu perusahaan yang memiliki sejumlah divisi
dari industri yang berlainan akan sulit dibandingkan dengan perusahaan
lain atau dengan data suatu industri
2. Terjadinya distorsi karena pengaruh inflasi dan penggunaan data historis
dalam akuntansi.
3. Laporan keuangan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus didukung oleh
catatan atas laporan keuangan.Informasi ini harus dicermati karena
mungkin memuat potensi masalah yang dapat sangat mempengaruhi
kondisi keuangan suatu perusahaan.
4. Kesulitan dalam menginterpretasikan hasil analisa. Misalkan, quick ratio
yang tinggi apakah bagus karena kuatnya likuiditas perusahaan. Atau,
justru jelek karena perusahaan memegang kas yang berlebih yang justru
tidak produktif.
5. Perbedaan dalam perlakuan akuntansi dapat menimbulkan distorsi dalam
membandingkan rasio.
Adapun solusi yang bisa memberikan penjelasan disini adalah dengan
mengadakan rekonsialiasi atas berbagai bentuk perbedaan pokok. Khusun
untuk koperasi simpan pinjam atau Unit Simpan Pinjam Koperasi, analisa rasio
keuangan dapat mengacu pada Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No. 6
tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam Koperasi. Dalam peraturan Deputi ini dijelaskan
berbagain rasio yang dilihat dari berbagai aspek, antar lain aspek permodalan,

10
aspek Kualitas Aktiva Produktif, aspek efisiensi, aspek likuiditas, aspek
kemandirian dan pertumbuhan serta aspek jati diri Koperasi.

B. Rasio Likuiditas

Secara umum, menurut Widya Utami (2020), rasio yang banyak


digunakan untuk menganalisis likuiditas suatu perusahaan adalah current
ratio, quick ratio dan Cash ratio. Berikut ini akan dijelaskan mengenai cara
menghitung rasio likuiditas dengan beberapa langkah.

1. Current Ratio
Current ratio merupakan cara penghitungan rasio likuiditas yang paling
sederhana dibanding cara lainnya. Penghitungan ini dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan aktiva perusahaan yang likuid pada saat ini atau
aktiva lancar (current asset). Jenis aktiva ini adalah aktiva yang dapat
ditukarkan dengan kas dalam jangka waktu satu tahun. Dalam hal ini current
asset antara lain: kas,piutang, dan persediaan. Rumus perhitungan current
ratio adalah sebagai berikut:

Aktiva Lancar (Current Assets)


Current Ratio=
Kewajiban lancar (Current Liabilities)

Contohnya suatu perusahaan memiliki aktiva lancar sebesar Rp10.000.000


dan kewajiban lancar sebesar Rp5.000.000, Jadi current ratio perusahaan
adalah 10.000.000 : 5.000.000 = 2,0
Jika angka rasio lancar suatu perusahaan lebih dari 1,0 kali, maka
perusahaan tersebut punya kemampuan yang baik dalam melunasi
kewajibannya. Karena perbandingan aktivanya lebih besar dibanding
kewajiban yang dimiliki. Namun jika ratio lancar yang dimiliki perusahaan
nilainya di bawah 1,0 kali, maka kemampuannya dalam melunasi utang masih
dipertanyakan.
Selain itu, jika  rasio lancar suatu perusahaan nilainya lebih dari 3,0
bukan berarti perusahaan tersebut dalam keadaan keuangan yang baik. Bisa
jadi perusahaan tersebut tidak mengalokasikan aktiva lancarnya secara

11
optimal, tidak memanfaatkan aktiva lancarnya secara efisien, dan tidak
mengelola modalnya dengan baik.

2. Quick Ratio
Quick ratio merupakan penjelasan lebih lanjut dari current ratio.
Penghitungan quick ratio hanya menggunakan aktiva lancar yang paling likuid
untuk dibandingkan dengan kewajiban lancar. Inventaris tidak termasuk ke
dalam perhitungan quick ratio karena sulit untuk ditukar dengan kas, sehingga
quick ratio jauh lebih ketat dari current ratio. Cara penghitungan quick ratio
yaitu:

Aktiva Lancar−Persediaan
Quick Ratio=
Kewajiban lancar

Misalnya perusahaan Maju Jaya memiliki aktiva lancar senilai


Rp20.000.000, inventaris Rp2.000.000, dan kewajiban lancar Rp6.000.000.
Maka rasio cepatnya adalah (Rp.20.000.000 – Rp.2.000.000) :
Rp.6.000.000.000 = 3,0
Hasil penghitungan quick ratio jika lebih dari 1,0 maka menunjukkan
kemampuan perusahaan yang baik dalam memenuhi kewajibannya. Namun,
jika nilainya di atas 3,0 kali maka bukan berarti keadaan likuiditas perusahaan
sedang baik. Boleh jadi kas perusahaan jumlahnya besar karena tidak
dialokasikan kemana pun sehingga tidak produktif. Sebab lain adalah karena
tingginya piutang perusahaan tersebut. Quick ratio dapat dijadikan acuan
yang lebih baik karena berfokus pada aktiva lancar yang mudah diubah
menjadi kas.

3. Cash Ratio
Rasio Kas (Cash Ratio) atau sering disebut juga dengan Rasio Aset
Tunai (Cash Asset Ratio) adalah rasio yang digunakan untuk membandingkan
total kas (tunai) dan setara kas perusahaan dengan kewajiban lancarnya.
Rasio Kas ini pada dasarnya adalah penyempurnaan dari rasio cepat (quick
ratio) yang digunakan untuk mengidentifikasikan sejauh mana dana (kas dan
setara kas) yang tersedia untuk melunasi kewajiban lancar atau hutang

12
jangka pendeknya. Calon kreditur menggunakan rasio ini sebagai ukuran
likuiditas perusahaan dan seberapa mudahnya perusahaan dapat menutupi
kewajiban hutang jangka pendeknya.
Rasio Kas ini merupakan rasio likuiditas yang paling ketat dan
konservatif terhadap kemampuan perusahaan dalam menutupi hutang atau
kewajiban jangka pendeknya jika dibandingkan rasio-rasio likuiditas lainnya
(rasio lancar dan rasio cepat).  Hal ini dikarenakan Rasio Kas hanya
memperhitungkan aset atau aktiva lancar jangka pendek yang paling likuid
yaitu kas dan setara kas yang paling mudah dan cepat untuk digunakan
dalam melunasi hutang lancarnya. Setara Kas adalah Investasi yang sangat
likuid, berjangka pendek dan dapat dijadikan kas (tunai) dalam waktu  cepat
dalam jumlah tertentu tanpa adanya resiko perubahan nilai yang signifikan.
Rasio Kas (Cash Ratio) dihitung dengan membagikan aktiva lancar yang
paling likuid yaitu kas dan setara kas dengan kewajiban lancarnya. Berikut
dibawah ini adalah rumus Rasio Kas atau Cash Ratio:

Kas+ Setarakas
Cash Ratio=
Kewajiban lancar

Misalnya, Perusahaan PT. XYZ memiliki aktiva lancar sebanyak Rp. 100 juta
yang diantaranya Rp. 30 juta adalah dalam bentuk uang tunai dan Rp. 20 juta
adalah rekening giro di bank. Sedangkan hutang lancarnya  sebesar Rp. 70
juta. Berapakah Rasio Kas Perusahaan PT. XYZ ?

Rasio Kas = (Kas + Setara Kas) / Hutang Lancar


Rasio Kas = Rp. 50 juta / Rp. 70 juta
Rasio Kas = 0,71

Dari contoh diatas, diketahui bawah rasio kas PT. XXZZ adalah sebesar
0,71 kali, ini artinya PT. XXZZ hanya memiliki kas dan setara kas untuk
membayar 75% kewajiban lancarnya. Rasio kas ini cukup tinggi karena
menunjukan saldo kas yang relatif tinggi sepanjang tahun.
Rasio Kas atau Cash Ratio sebenarnya tidak begitu populer dalam
analisis likuiditas seperti rasio lancar dan rasio cepat karena kegunaanya juga
sangat terbatas. Pada dasarnya, tidak ada penilaian umum terhadap rasio kas

13
ini. Di beberapa negara, rasio kas 0,2 dianggap sudah dapat diterima. Rasio
Kas yang terlalu tinggi dapat menunjukan penggunaan aset yang tidak
maksimal bagi perusahaan karena memegang uang tunai yang terlalu banyak
di neraca keuangannya.

C. Rasio Likuiditas pada Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam

Menurut Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No. 6 tahun 2016 tentang


Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam Koperasi, penilaian kuantitatif terhadap likuiditas Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi meliputi 2 (dua) rasio, yaitu: rasio
kas dan bank terhadap kewajiban lancar dan rasio pinjaman yang diberikan
terhadap dana yang diterima.
1. Rasio Kas

Kas + Bank
L1 = × 100%
Kewajiban Lancar
 Untuk rasio kas lebih besar dari 10 % hingga 15 % diberi nilai 100.
 Rasio lebih kecil dari 15 % sampai dengan 20 % diberi nilai 50
 Rasio lebih kecil atau sama dengan 10 % diberi nilai 25
 Rasio lebih dari 20 % diberi nilai 25.
 Nilai dikalikan dengan bobot 10% diperoleh skor penilaian

Tabel 1.
Standar Perhitungan Rasio Kas terhadap Kewajiban Lancar

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor


≤ 10 25 10 2,5
10 < x ≤ 15 100 10 10
15 < x ≤ 20 50 10 5,0
>20 25 10 2,5

2. Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana yang Diterima

Pinjaman yang Diberikan


L2 = × 100 %
Dana yang Diterima

Catatan:

14
Dana yang diterima adalah total pasiva selain hutang biaya dan SHU
belum dibagi. Pengukuran rasio pinjaman terhadap dana yang diterima
ditetapkan sebagai berikut:
 Untuk rasio pinjaman lebih kecil dari 60% diberi nilai 25, untuk setiap
kenaikan rasio 10 % nilai ditambah dengan 25 sampai dengan
maksimum 100.
 Nilai dikalikan dengan bobot 5% diperoleh skor penilaian.

Tabel 2.
Standar Perhitungan Rasio Pinjaman yang Diberikan terhadap Dana
yang Diterima

Rasio (%) Nilai Bobot (%) Skor


<60 25 5 1,25
60 ≤ x < 70 50 5 2,50
70 ≤ x < 80 75 5 3,75
80 ≤ x < 90 100 5 5,00

D. LATIHAN
Berdasarkan uraian di atas, cobalah jelaskan apa saja rasio yang umum
digunakan untuk menganalisis tingkat likuiditas pada perusahaan berikut rumus
yang digunakan dan perbedaan dari masing2 rasio tersebut.

E. RANGKUMAN
Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh  dari hasil perbandingan
dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai
hubungan yang relevan dan signifikan (berarti). Rasio yang banyak digunakan
untuk menganalisis likuiditas suatu perusahaan adalah current ratio, quick ratio
dan Cash ratio. Sedangkan Menurut Peraturan Deputi Bidang Pengawasan No.
6 tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, penilaian kuantitatif terhadap likuiditas
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi meliputi 2 (dua)
rasio, yaitu: rasio kas dan bank terhadap kewajiban lancar dan rasio pinjaman
yang diberikan terhadap dana yang diterima.

15
F. EVALUASI
1. Apa yang dimaksud dengan rasio keuangan?
2. Apa yang dimaksud dengan current ratio?
3. Apayang dimaksud dengan quict ratio?
4. Apa yang dimaksud dengan cash ratio?

16
BAB IV
PENGENDALIAN RISIKO LIKUIDITAS

Indikator keberhasilan: Melakukan pengendalian risiko likuiditas


keuangan

A. Teori Umum Manajemen Likuiditas

Pada umumnya, terdapat empat macam teori manajemen likuiditas


yang dikenal, yaitu sebagai berikut (Rivai, 2013):
1. Commercial Loan Theory
Teori ini beranggapan bahwa bank hanya boleh memberikan pinjaman
“dengan surat dagang jangka pendek yang dapat dicairkan dengan
sendirinya (self liquidating)”. Self liquidating berarti pemberian pinjaman
mengandung makna untuk pembayaran kembali.
2. Shiftability Theory
Teori ini beranggapan bahwa likuiditas sebuah bank tergantung pada
kemampuan bank memindahkan aktivanya ke orang lain dengan harga
yang dapat diramalkan.
5. Anticipated Income Theory
Teori ini berarti semua dana yang dialokasikan atau setiap upaya
pengalokasian dana ditujukan pada sektor yang feasible dan layak
yang akan menguntungkan bagi bank.
6. The Liability Management Theory
Teori ini melihat bagaimana bank dapat mengelola pasivanya
sedemikian rupa sehingga pasiva itu dapat menjadi sumber likuiditas.
Adapun likuiditas yang diperlukan adalah: (1) untuk menghadapi penarikan
oleh nasabah; (2) memenuhi kewajiban yang jatuh tempo; (3) memenuhi
permintaan pembiayaan dari nasabah.

B. Standar Operasional Prosedur Manajemen Likuiditas pada KSP


Semua entitas bisnis, tak terkecuali koperasi simpan pinjam harus
melakukan pengelolaan setiap risiko yang dapat muncul baik risiko murni
maupun risiko spekulatif. Begitupun dengan risiko likuiditas yang menjadi
salah satu risiko yang pasti muncul pada koperasi simpan pinjam. Pengurus

17
maupun manager harus memiliki kemampuan mengelola manajemen
keuangan dengan baik. Koperasi simpan pinjam sebagai lembaga
intermediasi harus mengelola seluruh simpanan yang terkumpul dan
kemudian menyalurkannya sebagai pinjaman kepada anggota yang
membutuhkan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh karenaitu
koperasi harus memiliki standar operasional prosedur pengelolaan usaha
khususnya standar operasional prosedur penentuan keseimbangan arus kas.
Berikut adalah manajemen likuiditas yang dapat dilakukan oleh koperasi
simpan pinjam.

1. Pengaturan Likuiditas Minimum


Koperasi simpan pinjam harus dapat memperkirakan besarnya
pengeluaran dalam setiap hari, minggu atau bulan, sehingga likuiditas
minimum dapat ditetapkan secara lebih tepat. Kesemuanya itu perlu didukung
oleh pencatatan-pencatatan yang akurat, teliti, rapi dan sistematis.

2. Manajemen Aktiva-Pasiva
Dalam upaya menyeimbangkan arus dana, KSP perlu melakukan
manajemen aktiva-pasiva dengan pendekatan asset allocation approach.
Dana yang memiliki sifat perputaran yang cukup tinggi hendaknya
penggunaannya diprioritaskan dalam aktiva yang tingkat likuiditasnya cukup
tinggi. Sedangkan dana yang perputarannya relatif rendah, pengalokasiannya
diprioritaskan pada pemberian pinjaman dan aktiva jangka panjang lainnya.

3. Likuiditas KSP
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan likuiditas koperasi simpan pinjam:
- Pengukuran likuiditas KSP dilakukan dengan cara membandingkan
pinjaman yang disalurkan dengan dana yang dihimpun, yang besarnya
tidak boleh melebihi 90% dari total dana yang dihimpun, yang terdiri dari
modal sendiri, modal pinjaman, modal penyisihan, simpanan dan
simpanan berjangka.

18
- Untuk mempertahankan likuiditas, KSP harus membuat perencanaan dan
pengendalian kas, dengan menyusun anggaran kas baik jangka pendek,
meengah maupun panjang.
- Untuk menjaga keseimbangan kas masuk dan kas keluar KSP harus
menyusun :
a. Perencanaan dan pengendalian arus kas dalam bentuk anggaran kas.
b. Perencanaan dan pengendalian cash inflow, cash outflow yang
berkaitan dengan penghimpunan dan penyaluran dana.
- Untuk merencanakan dan mengendalikan cash flow, KSP harus menaksir
kebutuhan kas dan penggunaan kelebihan kas secara efektif, KSP harus
menyusun anggaran kas untuk merencanakan posisi likuiditas KSP
sebagai penentuan besarnya pinjaman bila terjadi kekurangan dana atau
investasi bila terjadi kelebihan dana.

4. Peraturan Keseimbangan Arus Kas


Standar operasional prosedur keseimbangan arus kas pada
KSP/USP berkaitan dengan mengatur keseimbangan antara sisi penyediaaan
dana untuk disalurkan kepada anggota berupa pinjaman,dan bila sewaktu-
waktu penyimpan ingin mengambil simpanan atau simpanannya dana tersebut
juga harus tersedia. Inilah kunci keberhasilan usaha simpan pinjam yaitu
“kepercayaan”. Selain itu pengola KSP/USP harus mampu menghimpun dana
sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, pengelola harus mampu
membuat rencana penerimaan dan pengeluaran dana,yang sering disebut
sebagai perencanaan kas (anggaran kas), sebagai pedoman dalam
menjalankan roda usaha.

5. Ketentuan Perencanaan Kas


Keseimbangan arus kas dapat direncanakan dengan menyusun
perencanaan kas, beberapa ketentuan umum dalam menyusun perencanaan
kas (anggaran kas), antara lain :
- Anggaran kas menunjukkan rencana aliran kas masuk, aliran kas keluar,
dan posisi kas akhir pada setiap periode.
- KSP/USP Kopersai harus menyusun rencana aliran kas baik jangka
panjang maupun jangka pendek.

19
- Pada dasarnya, anggaran kas terdiri dari dua bagian, yaitu rencana
penerimaan kas dan rencana pengeluaran kas.
- Jika terjadi defisit kas, pengelola harus mencari alternatif pembelanjaan
tambahan dan perlunya perencanaan penggunaan dana/investasi jika
terjadi kelebihan kas.
- Anggaran kas memiliki hubungan erat dan langsung dengan anggaran lain
misalnya rencana penyaluran kredit dan penarikannya, anggaran
simpanan, anggaran simpanan berjangka, anggaran piutang, anggaran
biaya, dan anggaran peneluaran modal.
- Tujuan utama anggaran kas adalah:
a. Menunjukkan kemungkinan posisi kas sebagai akibat dari operarsi
usaha simpan pinjam.
b. Identifikasi kemungkinan kekurangan atau kelebihan kas.
c. Menentukan perlunya pembelanjaan atau terjadinya kas yang
menganggur untuk investasi.
d. Mengkoordinasi kas dengan jumlah modal kerja, penyaluran kredit,
penerimaan simpanan,investasi dan utang.
e. Menentukan dasar yang sehat untuk pengendalian posisi kas secara
terus menerus.

6. Jangka Waktu Perencanaan Kas


Jangka waktu penyusunan anggaran kas dapat disusun untuk
jangka waktu :
- Anggaran kas jangka panjang, disesuaikan dengan dimensi waktu dari
pengeluaran modal rencana laba strategis jangka panjang. Estimasi
penerimaan kas (terutama dari piutang atas penyaluran kredit) dan estimasi
pengeluaran kas (terutama untuk biaya-biaya, pengeluaran modal, dan
pembayaran utang).
- Anggaran kas jangka pendek, disesuaikan dengan rencana laba taktis
jangka pendek. Anggaran kas jangka pendek memerlukan rencana atau
estimasi aliran kas masuk dan kas keluar yang rinci yang secara langsung
berkaitan dengan rencana laba tahunan, misalnya estimasi penerimaan kas
dari tagihan atau penyaluran kredit dan estimasi pengeluaran kas untuk
pemberian kredit.

20
- Anggaran kas untuk operasional, digunakan oleh usaha simpan pinjaman
terutama untuk perencanaan dan pengendalian aliran kas masuk dan kas
keluar berdasarkan kegiatan sehari-hari (day to day operation). Tujuan
utama anggaran ini adalah untuk pegendalian kas yang dinamis atas
posisikas dalam rangka meminimalkan biaya bunga dan oppurtunity cost
karena kas yang menganggur.

7. Pendekatan Penyusunan Anggaran Kas


- Pendekatan penerimaan dan pengeluaran kas :
a. Sumber-sumber penerimaan kas muncul dari transaksi-transaksi
seperti penerimaan dari pengumpulan piutang, simpanan, simpanan
berjangka, bunga, penjualan, aktiva tetap, dan pengahsilan lain-lain.
b. Pengeluaran kas muncul dari berbagai pembayaran tunai, misalnya
untuk penyaluran kredit,pembayaran kembali simpanan, upah tenaga
kerja, biaya-biaya tunai, pembelianaktiva tetap untuk periode yang
bersangkutan, pajak dan pembayaran SHU.
- Pendekatan akuntasi keuangan, digunakan untuk penyusunan anggaran
kas jangka panjang.

8. Prosedur Penyusunan Anggaran Kas


Prosedur penyusunan anggaran kas dapat dilakukan secara
bertahap sebagai berikut :
- Bagaian keuangan bertanggung jawab atas perencanaan dan
pengendalian posisi kas.
- Tentukan berbagai macam jenis elemen arus kas masuk seperti :
a. Penerimaan simpanan pokok dan simpanan wajib (untuk KSP)
atau modal tetap (untuk USP Koperasi).
b. Penerimaan setoran simpanan berupa simpanan atau simpanan
berjangka anggota.
c. Penerimaan cicilan pinjaman, baik pokok maupun bunga.
d. Penerimaan dana dari bank berupa pinjaman
e. Penerimaan pendapatan operasional berupa pendapatan bunga
pinjaman provisi dan administrasi.
f. Penerimaan pendapatan bunga bank.

21
- Tentukan berbagai elemen pengeluaran kas yang biasanya dikeluarkan
oleh KSP/USP koperasi, seperti :
a. Pemberian pinjaman
b. Penarikan simpanan berupa simpanan atau simpanan berjangka
anggota.
c. Pembayaran biaya-biaya usaha dan organisasi.
d. Penyetoran ke bank
e. Pembayaran simpanan pokok dan simpanan simpanan wajib
untuk anggota KSP/USP Koperasi yang keluar.
f. Penyertaan (investasi) pada koperasi lain, bank atau surat
berharga.
- Tentukan dasar penyusunan anggaran kas, apakah mengunakan
pendekatan jumlah penyaluran pinjaman atau penerimaan simpanan.
Perhatikan ketentuan likuiditas yang berlaku di koperasi masing-
masing.
- Susun perencanaan penerimaan kas dari berbagai elemen penerimaan
yang dapat digunakan sebagai sumber penerimaan kas KSP/USP
koperasi
- Susun perencanaan pengeluaran kas dari berbagai elemen
pengeluaran yang dapat digunakan sebagai sumber pengeluaran kas
KSP/USP Koperasi.
- Secara khusus susunlah perencanaan penerimaan piutang atas
pinjaman yang diberikan, dengan memperhatikan jangka waktu
pelunasan pinjamannya (Kolektibilitas Pinjaman), sehingga dapat
direncanakan/ diprediksikan penjadwalan dari renacana penerimaan
piutang.
- Gunakan from A1 untuk menyusun anggaran Kas Sementara.
- Tentukan kas minimal yang harus tersedia.
- Bila terjadi defisit kas, maka harus ditentukan secara realistis alternatif
pengunaan dana
- Bila terjadi kelebihan dana, tentukan secara realistis alternatif
penggunaan dana
- Susunlah anggaran kas final, dengan menggunakan form A2

22
- KSP/USP Koperasi harus mampu mengatur arus dana agar selalu
seimbang anatara arus dana yang masuk dan arus dana yang keluar.

9. Pengendalian Kas
Realisasi penerimaan dan pengeluaran kas biasanya berbeda
dengan rencana seperti yang ditunjukkan dalam rencana lainnya hali ini
disebabkan oleh :
- Perubahan variabel-variabel yang mempengaruhi kas, misalnya
perubahan tingkat pajak.
- Kejadian-kejadian yang mendadak dan tidak diharapkan yang
mempengaruhi opersai usaha simpan pinjam.
- Kurangnya pengendalian kas
Sistem pengendalian kas yang efektif sangat penting mengingat
akibat-akibat potensial yang mungkin terjadi. Jika koperasi menghadapi
situasi yang bisa menyebabkan kesulitan kas, pengelola dapat menghindari
atau mengurangi situasi terburuk dengan cara :
1) Meningkatkan usaha pengumpulan piutang
2) Mengurangi biaya-biaya kas
3) Menunda pengeluaran modal
4) Menunda pembayaran utang
5) Mengubah waktu operasi yang mempengaruhi kas.
Dengan asumsi bahwa perencanaan telah dilaksanakan dengan
efektif, maka selanjutnya pengendalian kas sebaiknya dilakukan dengan
dua prosedur sebagai berikut :
- Evaluasi terus menerus (continous evaluation). Evaluasi dialkukan
secara terus menerus dan memperhitungkan kemungkinan posisi kas di
masa yang akan datang. Hal ini meliput evaluasi periodik dan laporan
rutin (biasanya bulanan) dan estimasi posisi kas dengan catatan data
harian atau mingguan.
- Pengendalian kas dengan catatan data harian atau mingguan.Tujuan
pencatatan harian atau mingguan adalah untuk meminimalkan biaya
bunga serta mempertahankan jumlah kas yang cukup. Cara ini
digunakan oleh usaha simpan pinjam yang memiliki permimtaan kas
yang sangat tidak teratur (berfluktasi).

23
10. Prosedur Pengendalian Kas
 Gunakan form A3, untuk menyusun realisasi penerimaan dan
pengeluaraan periode sebelumnya
 Gunakan form A4, untuk melihat realisasi penerimaaan dan
pengeluaran kas sebelumnya dan menggunakna realisasi tersebut
susunlah anggaran penerimaan dan pengeluaran kas
 Gunakan form A5, untuk menyusun ringkasan pengendalian kas.

Tabel 3.
Form Penyusun Anggaran Kas dan Pengendalian Kas
Anggaran Kas Sementara
Form A1
Bln/Waktu Saldo kas Penerimaan Jumlah Pengeluaran Saldo kas
awal kas kas akhir
Januari
Febuari
Maret
Triwulan 1
Triwulan 2
Triwulan 3
Triwulan 4
Jumlah

Rencana pembelanjaan :
Kebutuhan kas untuk bulan :
Febuari Rp.................................1)
Maret Rp.................................2)
Triw II Rp.................................3)

Tabel 4.
Anggaran Kas Final
Form A2

24
Saldo Penerimaan Jumlah Pengeluaran Saldo kas
awal kas kas kas akhir

Januari
Febuari
Maret
Triwulan 1
Triwulan 2
Triwulan 3
Triwulan 4
Jumlah
Penggunaan Kelebihan Dana :
4). Pengembalian pinjaman (September):
Pinjaman bulan Febuari=
Pinjaman bulan Maret =
5). Pengembalian pinjaman (Oktober)
Pinjaman triwulan

Tabel 5.
Laporan Posisi Kas Harian
Bulan :..................
Form A3
Aliran kas masuk Aliran kas keluar
Tgl Hari Saldo Tagihan Sumber Jumlah Pemba. Pemba. Biaya Pengel. Jumlah
kas penyaluran lain Utang upah operasi lain
kredit
Sel.
Rabu
Kam
Jum
Sab

Sen
Sel
Rabu
dst

Tabel 6.
Laporan Posisi Kas Bulanan
Pada :..................................
Form A4
Realisasi Posisi Kas Proyeksi Kembali Posisi Kas
Maret Kumulatif1 April Mei Juni TW3 TW4
Jan-31 Maret
Penerimaan kas:
Piutang anggota
Simpanan

25
Realisasi Posisi Kas Proyeksi Kembali Posisi Kas
Maret Kumulatif1 April Mei Juni TW3 TW4
Jan-31 Maret
Sijakop
Sumber lain
Jmlah

Pengeluaran kas
Penyaluran kredit
Simpanan & sijakop
Biaya-biaya
SHU bag.anggota
Pembayaran lain
Jumlah

Posisi kas dari Operasi


Pinjaman:
Jangka pendek
Jangka panjang
Jumlah
Posisi kas setelah
pinjaman

Tabel 7.
Form A5

Saldo rata-rata harian dianalisa:


Realisasi
Jumlah Rp. ..........
Saldo rata-rata harian Rp. ...........
(Berdasarkan jumlah hari kerja)
Budget
Jumlah Rp. ...........
Saldo rata-rata harian Rp. ...........
(Berdasarkan jumlah hari kerja)

C. LATIHAN

26
Dari uraian di atas Buatlah Standar Operasional Prosedur Manajemen
Likuiditas pada koperasi Anda dengan memperhatikan perencanaan dan
pengendalian cash inflow dan cash outflow yang berkaitan dengan
penghimpunan dan penyaluran dana.

D. RANGKUMAN
Koperasi harus memiliki standar operasional prosedur pengelolaan
usaha khususnya standar operasional prosedur manajemen likuiditas. Untuk
mempertahankan likuiditas, Koperasi simpan pinjam harus membuat
perencanaan dan pengendalian kas, dengan menyusun anggaran kas baik
jangka pendek, mengah maupun panjang. Untuk menjaga keseimbangan kas
masuk dan kas keluar KSP harus menyusun :
- Perencanaan dan pengendalian arus kas dalam bentuk anggaran kas.
- Perencanaan dan pengendalian cash inflow, cash outflow yang berkaitan
dengan penghimpunan dan penyaluran dana.

E. EVALUASI
1. Sebutkan empat macam teori manajemen likuiditas yang dikenal secara
umum?
2. Bagaimana cara melakukan pengaturan likuiditas minimum pada koperasi
simpan pinjam?
3. Dengan asumsi bahwa perencanaan telah dilaksanakan dengan efektif,
maka selanjutnya pengendalian kas dapat dilakukan dengan cara?

27
BAB V

PENYELESAIAN RISIKO LIKUIDITAS KEUANGAN

Indikator keberhasilan: Melakukan penyelesaian risiko likuiditas


keuangan

A. Melakukan Penghimpunan Dana dari Pihak Luar

KSP pada hakekatnya harus melakukan segala upaya pengendalian


internal dalam rangka melakukan tindakan preventif sebelum risiko likuiditas
terjadi. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka jangan heran jika risiko
likuiditas ini benar-benar terjadi pada KSP. Jika koperasi telah berapada pada
fase ini, maka harus dilakukan penyelamatan agar koperasi tidak sampai
menangung risiko lebih besar yang diakibatkan oleh rendahnya likuiditas
koperasi. Salah satu yang dapat dilakukan kerika koperasi memiliki likuiditas
yang rendah adalah berupaya untuk menghimpun dana dari pihak luar. Hali ni
dapat dilakukan dengan cara meminjam dana dari pihak luar dengan
berbagai metode perjanjian, dapat berupa tabungan, modal penyertaan atau
hutang murni. Namun hal ini juga harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-
hatian.
Adapun standar operasional prosedur penghimpunan dana dari pihak
luar dapat ditetapkan sebagai berikut:
1. Tentukan berbagai macam alternatif sumber dana yang dapat diaksesoleh
koperasi
2. Tetapkan penggunaan rencana tersebut dengan pasti dan jelas
3. Buatlah perencanaan yang jelas, rinci, dan terukur berkaitan dengan
rencana penggunaan dana tersebut, seperti :
- Alternatif sumber dana yang paling memungkinkan untuk diakses
- Keseuaian jumlah pinjaman dan kebutuhan
- Beban penggunaan dana tersebut bagi koperasi
4. Sampaikan perencanaan tersebut pada pihak-pihak terkait dalam koperasi
untuk dipelajari
5. Diskusikan perencanaan tersebut untuk memperoleh masukan dan
kesepakatan

28
6. Perbaiki perencanaan tersebut setelah memperoleh masukan dan
kesepakatan dari manajer dan pengurus
7. Ajukan rencana tersebut pada pihak penyandang dana
8. Diskusikan secara rinci tawaran yang dapat diberikan oleh koperasi
kepada calon penyandang dana.
9. Diskusikan pula permintaan yang diinginkan olehcalon penyandang dana
10. Buatlah nota kesepkatan apabila telah sepakat dengan pihak penyandang
sumber dana, jelaskan hak dan keajiban masing-masing.
11. Dana yang diterima harusdigunakan sesuai dengan peruntukannya,
jangan dialihkan penggunaannya
12. Monitor secara rutin penggunaan dana tersebut
13. Evaluasi dampak dari penggunaan dana tersebut bagi kedua belah pihak
14. Monitoring dan evaluasi dilakukan sampai dengan hakdan kewajiban
kedua belah pihak telah selesai.

B. Contoh Studi Kasus

Pada contoh kasus ini akan dibahas Manajemen risiko likuiditas yang
dilakukan oleh BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto meliputi suatu siklus yang
dimulai dengan melakukan identifikasi, penilaian, mitigasi, dan pengawasan.

1. Identifikasi
Dari hasil melakukan pemetaan terhadap aliran kas, di dapatkan
sumber sumber potensi terjadinya risiko likuiditas yaitu di kelompokkan ke
dalam 4 kategori yaitu yang disebabkan dari aktivitas pendanaan, aktivitas
kantor cabang, aktivitas pembiayaan, dan konversi antara kas dan bank.
Untuk itu, pihak BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto melakukan retensi terhadap
risiko likuiditas yang dihadapi. Retensi risiko yang dimaksud adalah Active
Retention (Retensi aktif), sebab pihak BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto
menyadari risikonya dan menerima risiko tersebut secara penuh dan
menanggulangi sendiri risiko yang dihadapi karena tidak ada perusahaan
asuransi yang bisa menanggung risiko seperti ini.

29
2. Penilaian
BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto menempatkan risiko likuiditas pada
kuadran 3, di mana frekuensi terjadinya risiko likuiditas ini jarang dan bahkan
belum pernah terjadi di BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto, namun ketika risiko
likuiditas terjadi, maka dampak yang ditimbulkan besar.

3. Mitigasi
Pada aktivitas pendanaan, mitigasi risiko yang dilakukan adalah
dengan memberlakukan aturan penarikan tabungan melalui beberapa tahap.
Tahap yang pertama adalah pelayanan penarikan hanya dapat di lakukan di
kantor dengan menghubungi kasir BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto. Selain itu,
untuk mengendalikan risiko likuiditas, untuk penarikan di atas Rp.10,000,000
(Sepuluh juta rupiah) di wajibkan untuk melakukan konfirmasi, baik melalui
petugas, datang ke kantor terdekat, atau langsung menghubungi nomor
telepon yang diberikan BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto setidaknya sehari
sebelumnya. Tujuan dari diberlakukan prosedur sedemikian rupa agar segala
transaksi dapat tercatat dengan baik. Teknik pencatatan yang baik berguna
untuk melihat arus kas. Sehingga, dengan memiliki informasi yang cukup,
maka BMT dapat melakukan antisipasi guna menentukan jumlah uang kas
yang optimal. Selain itu, pentingnya konfirmasi agar pihak BMT dapat
mempersiapkan kas yang di butuhkan.
Pada sisi pendanaan, terdapat simpanan berjangka. Simpanan
berjangka yang jatuh tempo akan di cairkan oleh pemilik dana. Pada kasus
ini, pihak BMT melakukan komunikasi kepada pemilik dana untuk bisa
memperpanjang simpanan berjangka yang dimiliki. Komunikasi yang
dilakukan adalah menghimbau agar simpanan diperpanjang durasinya, lalu
menanyakan alasan pencairan simpanan berjangka sekaligus menjelaskan
manfaat apabila simpanan diperpanjang. Hal ini berguna bagi BMT untuk
dapat mengurangi kas yang keluar dari aktivitas pencairansimpanan
berjangka.
Untuk melakukan mitigasi risiko likuiditas yang berasal dari aktivitas
antara kantor cabang dan kantor pusat, BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto
melakukan berbagai upaya untuk melakukan pengendalian terhadap kas di
setiap kantor cabang. Pengendalian kas pada setiap cabang dilakukan

30
dengan cara membatasi kas yang tersedia di setiap kantor cabang.
Pembatasan di dasarkan kepada total aset setiap cabang setiap harinya yang
dilaporkan kepada kantor pusat.
Pada aktivitas pembiayaan, mitigasi risiko likuiditas diterapkan dengan
tiga cara. Cara yang pertama adalah dengan menentukan batas maksimal
pemberian pembiayaan berdasarkan aset. Cara kedua adalah dengan
menghindari pencairan pembiayaan pada akhir bulan. Tujuan dari
menghendaki pencairan pembiayaan pada akhir bulan adalah agar
pembiayaan yang diberikan tidak mempengaruhi rencana angsuran. Apabila
rencana angsuran terganggu, maka pembiayaan yang diberikan akan
terganggu, sehingga mempengaruhi rencana kas pada bulan berikutnya yang
berpotensi menimbulkan risiko likuiditas. Cara yang ketiga adalah melakukan
pengurangan pembiayaan.
BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto memiliki komitmen yang kuat untuk
memberikan kemudahan dalam melakukan penarikan simpanan yang dapat
terjadi sewaktu waktu, walaupun di luar jam operasional dari BMT. Hal ini
menimbulkan suatu risiko, dimana ketika kas yang tersedia pada BMT tidak
mencukupi dan harus melakukan penarikan kas dari penempatan simpanan
BMT pada Bank Umum Syariah (BUS). Untuk melakukan penarikan dalam
jumlah yang besar ke bank, pihak BMT harus melakukan konfirmasi
sebelumnya sesuai ketentuan dari bank yang bersangkutan. Untuk mitigasi
risiko dari aktivitas konversi ini, tidak ada cara yang dilakukan untuk mitigasi
risiko ini selain memperbaiki sistem untuk melakukan monitoring terhadap kas
yang ada dan peramalan atas kas yang akan diperlukan di kemudian hari.
Ketika cara-cara di atas tetap tidak dapat menutupi kas yang
diperlukan, BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto memiliki rencana-rencana darurat
untuk menanggulangi risiko likuiditas yang dihadapi. Langkah yang ditempuh
adalah dengan meminjam dana kepada perorangan.

4. Pengawasan
Pengawasan dan pengendalian risiko likuiditas ini merupakan tahap
penyempurnaan dari keseluruhan proses manajemen risiko likuiditas yang
dilakukan. Pada BMT Al IZZAH Ngoro Mojokerto, selain pengawasan manual
juga pengawasan dilakukan dengan bantuan teknologi. Teknologi digunakan

31
untuk memberikan efisiensi dan kemudahan dalam melakukan koordinasi dan
pengawasan kepada seluruh kantor cabang yang ada. Salah satu yang
digunakan adalah sistem monitoring dengan menggunakan aplikasi Team
Viewer. Dengan menggunakan aplikasi ini, kantor pusat dapat melihat
aktivitas keuangan yang dilakukan oleh kantor cabang. Hal ini di tunjang
dengan sistem pencatatan yang sudah terkomputerisasi, sehingga perubahan
dapat di lihat secara realtime. Setiap cabang diwajibkan untuk laporan tiap
hari terkait kondisi BMT. Selain laporan tiap hari, untuk mengetahui kondisi
terkini dilakukan rapat sesuai dengan waktunya. Rapat terbagi atas rapat
mingguan, rapat bulanan, dan rapat insidental. Rapat mingguan dilakukan di
tiap kantor, baik kantor cabang dan kantor pusat dan di hadiri oleh seluruh
kepala bagian di BMT. Tiap dua kali dalam seminggu, rapat mingguan
dilakukan di kantor pusat dengan manajer dan seluruh kepala cabang.
Rapat bulanan dihadiri oleh seluruh karyawan BMT, baik karyawan di
kantor cabang masing-masing dan juga karyawan di kantor pusat. Rapat
insidental merupakan rapat yang dapat dilakukan sewaktuwaktu oleh manajer,
pengurus, dan pengawas. Tujuan dari dilaksanakannya rapat agar dapat
mengidentifikasi masalah yang dihadapi secara cepat tanpa berlarut-larut dan
saling bertukar pikiran sehingga memberikan solusi untuk menyelesaikan
masalah tersebut.

C. LATIHAN
Berdasarkan penjelasan di atas, cobalah lakukan identifikasi risiko likuiditas
yang dialami Koperasi Anda berikut penilian, mitigasi dan pengawasannya.

D. RANGKUMAN
Jika koperasi telah mengalami kegagalan dalam likuiditasnya,
maka harus dilakukan penyelamatan agar koperasi tidak sampai
menangung risiko lebih besar yang diakibatkan oleh rendahnya likuiditas
koperasi. Salah satu yang dapat dilakukan ketika koperasi memiliki
likuiditas yang rendah adalah berupaya untuk menghimpun dana dari
pihak luar. Hali ni dapat dilakukan dengan cara meminjam dana dari
pihak luar dengan berbagai metode perjanjian, dapat berupa tabungan,

32
modal penyertaan atau hutang murni. Namun hal ini juga harus dilakukan
berdasarkan prinsip kehati-hatian.

E. EALUASI
1. Apa yang dapat dilakukan jika koperasi berada pada posisilikuiditas
rendah?
2. Darimana koperasi dapat memperoleh sumber pendanaan untuk
mengembalikian likuiditasnya pada posisi aman?
3. Hal apa saja yang dapat dilakukan untuk memitigasi risiko likuiditas
pada koperasi?

33
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Resiko likuiditas pada koperasi adalah resiko yang timbul akibat


ketidakmampuan koperasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
kepada anggota ataupun pihak lainnya ketika telah jatuh tempo. Adapun
likuiditas yang diperlukan pada koperasi adalah: (1) untuk menghadapi
penarikan oleh nasabah; (2) memenuhi kewajiban yang jatuh tempo; (3)
memenuhi permintaan pembiayaan dari anggota.
Secara umum, rasio yang banyak digunakan untuk menganalisis
likuiditas suatu perusahaan adalah current ratio, quick ratio dan Cash ratio.
Sedangkan penilaian kuantitatif terhadap likuiditas Koperasi Simpan Pinjam
dan Unit Simpan Pinjam Koperasi Menurut Peraturan Deputi Bidang
Pengawasan No. 6 tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, meliputi 2 (dua)
rasio, yaitu: rasio kas dan bank terhadap kewajiban lancar dan rasio pinjaman
yang diberikan terhadap dana yang diterima.
Risiko likuiditas pada koperasi simpan pinjam merupakan salah satu
hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Risiko likuiditas dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal. Oleh karena itu, agar koperasi tetap mendapatkan
kepercayaan dari anggotanya dan dapat melakukan pelayanan prima maka
risiko likuiditas ini perlu dikelola dengan baik dengan menerapkan standart
operasional manajemen dan standar operasional prosedur pengelolaan
koperasi simpan pinjam. Manajemen risiko likuiditas adalah serangkaian
siklus yang dimulai dengan melakukan identifikasi, penilaian, mitigasi, dan
pengawasan terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi likuiditas.

B. Implikasi

Pembelajaran manajemen risiko likuiditas ini diharapkan memberikan


dampak yang nyata terhadap peningkatan sumber daya manusia Koperasi.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan terkait manajemen risiko likiditas

34
ini harus mampu mendongkrak kinerja para pengurus, pengawas, dan
pengelola koperasi. Harapannya dengan berbekal pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki nantinya, mampu menciptakan koperasi yang lebih
aware terhadap kemungkinan risiko di masa depan dan menciptakan koperasi
yang lebih unggul dan berdaya saing dan tentunya dapat lebih meningkatkan
kesejahtaraan anggotanya.

C. Tindak lanjut

Setelah melakukan pembelajaran ini peserta mampu melakukan


pengendalian risiko likuiditas maupun melakukan penyelesaian risiko likuiditas
pada koperasinya.

35
DAFTAR PUSTAKA

. 2009. Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang


Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
Gubernur BI. Jakarta.
.2016. Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian
Koperasi dan UKM RI No 06/Per/Dep.6/IV/2016 Tentang Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam Koperasi. EmentrianKoperasidanUKM RI. Jakarta.
Fahmi, Irham. 2018. Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan Solusi. Penerbit
Alfabeta. Bandung.
Harahap, Sofyan Syafri. 1999. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan,
Cetakan Kedua. PT.Raja Grafindo. Jakarta.Subagyo, Ahmad.
2014. Manajemen Koperasi Sipan Pinjam. Penerbit Mitra Wacana
Media. Depok.
Jorion, Philippe. 2011. Financial Risk Manager Handbook Plus Test Bank:
FRM Part I/Part II, 6th edition.John Wiley and Sons.Inc. New Jersey
Kumar, Manish & Ghanshyam Chand Yadav. (2013). Liquidity Risk in Bank:
A Conceptual Framework. AIMA Journal of Management &
Research, Vol 7, Issue 2/4.
Mirza, Teuku dan Imbuh S. 1999. Konsep Economic Value Added:
Pendekatan Untuk Menentukan Nilai Riil Perusahaan dan Kinerja
Riil Manajemen. Usahawan. No.01 TH XXVIII.
Rivai, Veithzal, dkk. 2007. Bank and Financial Institution Management:
JESTT Vol. 2 No. 5 Juni 2015 495 Conventional and Sharia
System. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tampubolon, Robert. 2004. Risk Management (Manajemen Risiko):


Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.

S, Munawir. 2000. Analisa Laporan Keuangan Liberty. Yoyakarta.


Widya Utami, N. 2020. Rasio Likuiditas: Manfaat dan Jenisnya.
http://jurnal.id. Diakses tanggal 15 Februari 2020, pukul 04.18. WIB.

36

Anda mungkin juga menyukai