Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM LINGKUNGAN
PERCOBAAN VII
KLORIDA

OLEH :

NAMA : MUHAMMAD SADIQUL IMAN


NIM : H1E108059
KELOMPOK : V (LIMA)
ASISTEN : HAFIZH AS’AD ASAD A.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

NOVEMBER, 2010
PERCOBAAN VII
KLORIDA

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kandungan klorida
pada suatu perairan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu
elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl−. Garam
dari asam hidroklorida HCl mengandung ion klorida; contohnya adalah garam
meja, yang adalah natrium klorida dengan formula kimia NaCl. Dalam air,
senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl− (Wikipedia, 2010).
Kata klorida dapat pula merujuk pada senyawa kimia yang satu atau
lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini berarti klorida
dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana
dari suatu klorida anorganik adalah hidrogen klorida (HCl), sedangkan contoh
sederhana senyawa organik (suatu organoklorida) adalah klorometana
(CH3Cl), atau sering disebut metil klorida (Wikipedia, 2010).
Sodium Chlorida atau Natrium Chlorida (NaCl) yang dikenal sebagai
garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Natrium klorida,
juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kimia dengan
rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling mempengaruhi
salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular.
Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering digunakan
sebagai bumbu dan pengawet makanan (Wikipedia, 2010).
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia
adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung.
Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus
ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan
yang sangat korosif (Wikipedia, 2010).
Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia
dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam
klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium,
H3O+ (Wikipedia, 2010).
HCl + H2O → H3O+ + Cl−
Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam klorida oleh
karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium
klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena ia berdisosiasi penuh dalam
air. Asam monoprotik memiliki satu tetapan disosiasi asam, Ka, yang
mengindikasikan tingkat disosiasi zat tersebut dalam air. Untuk asam kuat
seperti HCl, nilai Ka cukup besar. Beberapa usaha perhitungan teoritis telah
dilakukan untuk menghitung nilai Ka HCl. Ketika garam klorida seperti NaCl
ditambahkan ke larutan HCl, ia tidak akan mengubah pH larutan secara
signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Cl− adalah konjugat basa yang
sangat lemah dan HCl secara penuh berdisosiasi dalam larutan tersebut. Untuk
larutan asam klorida yang kuat, asumsi bahwa molaritas H+ sama dengan
molaritas HCl cukuplah baik, dengan ketepatan mencapai empat digit angka
bermakna (Wikipedia, 2010).
Dari tujuh asam mineral kuat dalam kimia, asam klorida merupakan
asam monoprotik yang paling sulit menjalani reaksi redoks. Ia juga
merupakan asam kuat yang paling tidak berbahaya untuk ditangani
dibandingkan dengan asam kuat lainnya. Walaupun asam, ia mengandung ion
klorida yang tidak reaktif dan tidak beracun. Asam klorida dalam konsentrasi
menengah cukup stabil untuk disimpan dan terus mempertahankan
konsentrasinya. Oleh karena alasan inilah, asam klorida merupakan reagen
pengasam yang sangat baik (Wikipedia, 2010).
Asam klorida merupakan asam pilihan dalam titrasi untuk menentukan
jumlah basa. Asam yang lebih kuat akan memberikan hasil yang lebih baik
oleh karena titik akhir yang jelas. Asam klorida azeotropik (kira-kira 20,2%)
dapat digunakan sebagai standar primer dalam analisis kuantitatif, walaupun
konsentrasinya bergantung pada tekanan atmosfernya ketika dibuat. Asam
klorida sering digunakan dalam analisis kimia untuk "mencerna" sampel-
sampel analisis. Asam klorida pekat melarutkan banyak jenis logam dan
menghasilkan logam klorida dan gas hidrogen. Ia juga bereaksi dengan
senyawa dasar semacam kalsium karbonat dan tembaga (II) oksida,
menghasilkan klorida terlarut yang dapat dianalisa (Wikipedia, 2010).
Klorin atau klorida berasal dari bahasa Yunani “Cholosos”, yang berarti
hijau pucat, adalah unsur kimia dengan nomor atom 17 dengan simbol Cl. Gas
klor berwarna kuning kehijauan (Effendi, 2003).
Kebanyakan klorida larut dalam air, seperti Merkurium  (I) Klorida,
(Hg2Cl2), Perak Klorida, (AgCl), Timbal Klorida, (PbCl2) yang ini larut sangat
sedikit dalam air dingin, tetapi mudah larut dalam air mendidih, sedangkan
tembaga (I) klorida, (CuCl), bismut oksiklorida, (BiOCl), stibium oksiklorida,
(SbOCl), dan Merkurium (II) oksiklorida, (Hg 2OCl2), tak larut dalam air.
Untuk mempelajari reaksi-reaksi ini, pakailah larutan natrium klorida, NaCl,
0,1M (Yurman, 2009).
Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba karena
adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak
cara. Kemampuan melarutkan pada air adalah untuk melarutkan klorida dari
humus (top soil) dan lapisan-lapisan yang lebih dalam. Percikan dari laut
terbawa ke pedalaman di mana mereka jatuh (Sutrisno, 2006).
Kotoran manusia khususnya urin, mengandung klorida dalam jumlah
yang kira-kira sama dengan klorida yang dikonsumsi lewat makanan dan air.
Jumlah ini kira-kira 6 gr klorida perorangan perhari dan menambah jumlah Cl
dalam air bekas kira-kira 15 mg/l di atas konsentrasi dalam air yang
membawanya, di samping itu banyak air buangan dari industri yang
mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar (Sutrisno, 2006).
Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut. Sekitar ¾ dari
klorin (Cl2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan. Unsur klor
dalam air terdapat dalam bentuk ion klorida (Cl-). Ion klorida adalah salah satu
anion anorganik utama yang ditemukan di perairan alami dalam jumlah lebih
banyak daripada anion halogen lainnya. Klorida biasanya terdapat dalam
bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium
klorida (CaCl2). Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan
ditemukan pada batuan mineral sodalite. Pelapukan batuan dan tanah
melepaskan klorida ke perairan (Effendi, 2003).
Kadar klorida yang tinggi, misalnya air laut, yang diikuti oleh kadar
kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan korosifitas air.
Perairan yang demikian mudah mengakibatkan terjadinya pengkaratan
peralatan yang terbuat dari logam (Effendi, 2003).
Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan
dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Perairan yang diperuntukkan bagi
keperluan domestik, termasuk air minum, pertanian dan industri, sebaiknya
memiliki kadar klorida lebih kecil dari 250 mg/lt (Environmental, 2009).
Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam
pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai
desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya dua faktor
penting yang mempengaruhi proses desinfektan adalah waktu bereaksi dan
konsentrasi zat desinfektan (Environmental, 2009).
Klorin sering digunakan sebagai desinfeksi untuk menghilangkan
mikroorganisme yang tidak dibutuhkan, terutama bagi air yang diperuntukkan
bagi kepentingan domestik, air minum dan kolam renang. Juga digunakan
secara meluas di dalam pembuatan kertas, antiseptik, bahan pewarna,
makanan, racun serangga, cat lukis, produk-produk petroleum, plastik, obat-
obatan, tekstil, pelarut dan produk-produk berguna lainnya (Sutrisno, 2006).
Proses penambahan klor dikenal dengan istilah klorinasi. Klorin yang
digunakan sebagai desinfektan adalah gas klor yang berupa molekul klor (Cl 2)
atau kalsium hipoklorit Ca(OCl)2. Namun penambahan klor kurang tepat
karena akan menimbulkan bau dan rasa pada air (Effendi, 2003).
Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau
larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak
akan membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan
pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/lt. Oleh
karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia. Batas
maksimal pemakaian atau pengkonsumsian klorida untuk kebutuhan manusia
adalah hanya sampai 250 mg/lt kandungan klorida dalam air (Sutrisno, 2006).
Gas klorin (Cl2), tidak menjadi penyebab polusi udara pada areal luas,
tetapi jika ca mpurannya hanya menyebar pada wilayah yang kecil akan
menjadi polutan yang sangat berbahaya. Gas klorin merupakan racun gas
pertama, yang pertama kali dikembangkan pada saat perang dunia 1. Pada saat
itu, gas klorin banyak digunakan pada pengolahan air dan sebagai pemutih
(Bleach) (Sutrisno, 2006).
Untuk menentukan atau mengukur jumlah (kadar) klorida dalam air,
dapat digunakan metode ini.
1. Metode Merkuri Nitrat (metode HgNO3)
Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida dengan
perbandingan Mohr method (metode Mohr). Pada metode ini, diphenyl
carbazone adalah indikator yang digunakan untuk menunjukkan adanya
kelebihan ion Hg2+.
Hg2+ + 2Cl- → HgCl2 (K = 2,6 x 10-15) (Environmental, 2009).
2. Metode Mohr
Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil yang
lebih memuaskan dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini
menggunakan AgNO3 sebagai zat pentitrasi dan menganjurkan
menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion klorida akan
terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak.
Ag+ + Cl- → AgCl (Ksp = 3 x 10-10) (Environmental, 2009).
Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+
adalah potassium chromate. Indikator ini akan mengubah warna perak
putih perak menjadi endapan merah bata.
2Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (Ksp = 5 x 102-) (Environmental, 2009).

III.ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas ukur, pipet tetes,
gelas beker, buret dan labu erlenmeyer.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah AgNO3 1/35.34,
NaCl, K2Cr2O4 10%, HNO3 dan sampel air sungai Martapura.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Standarisasi Larutan AgNO3
1. Mengambil 10 ml NaCl 0,1 N.
2. Menambahkan 3 tetes HNO3 pekat.
3. Menambahkan 3 tetes K2Cr2O4.
4. Mentitrasi dengan AgNO3 sampai terdapat endapan putih dan mencatat
banyaknya larutan AgNO3 yang digunakan.
B. Pengukuran Sampel
1. Mengambil 20 ml sampel air sungai Martapura.
2. Menambahkan 3 tetes HNO3.
3. Menambahkan 4 tetes K2Cr2O4.
4. Mentitrasi dengan AgNO3 sampai larutan berubah warna dan mencatat
banyaknya larutan AgNO3 yang digunakan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Hasil Pengamatan
a. Standarisasi Larutan AgNO3
Tabel 1. Hasil pengamatan standarisasi larutan AgNO3
No Percobaan Pengamatan
.
1. 10 ml larutan NaCl 0,1 N diambil.
2. Ditambahkan 3 tetes HNO3 pekat.
3. Ditambahkan 3 tetes K2Cr2O4. Warna = bening
kekuningan
4. Dititrasi dengan AgNO3 dan dicatat V awal = 1,3 ml
larutan AgNO3 yang digunakan V akhir = 1,5 ml
V AgNO3 = 0,2 ml
Warna = bening
kekuningan dan
terdapat endapan putih
b. Pengukuran Sampel
Tabel 2. Hasil pengamatan dari pengukuran sampel
No Percobaan Pengamatan
.
1. 20 ml sampel sungai martapura
diambil.
2. Ditambahkan 3 tetes HNO3.
3. Ditambahkan 4 tetes K2Cr2O4. Warna = kuning keruh
4. Dititrasi dengan AgNO3 dan dicatat V awal = 1,5 ml
larutan AgNO3 yang digunakan V akhir = 68,8 ml
V AgNO3 = 67,3 ml
Warna = kuning pucat

2. Perhitungan
a. Standarisasi Larutan AgNO3
Diketahui : Volume larutan NaCl = 10 ml
Normalitas NaCl = 0,1 N
Volume larutan AgNO3 = 0,2 ml
n ekivalen AgNO3 = 1 ek/mol
Ditanya : Normalitas AgNO3…?
Molaritas AgNO3…?
Faktor Ketelitian…?
Jawab :
V NaCl x N NaCl
Normalitas AgNO3 =
V AgNO 3
10 ml x 0,1 N
=
0,2 ml
= 5 N ≈ 5 ek/L
Normalitas AgNO3
Molaritas AgNO3 =
n
5 ek / L
= 1ek /mol

= 5 mol/L ≈ 5 M
V NaCl
Faktor Ketelitian AgNO3 =
V AgNO3
10 ml
=
0,2 ml
= 50
b. Pengukuran Sampel
Diketahui : Volume sampel air = 20 ml
Volume larutan AgNO3 = 67,3 ml
Faktor ketelitian = 50
Ditanya : Konsentrasi Klorida…?
Jawab :
Konsentrasi Klorida
1000 1
= x ( V AgNO 3 −0,3 ) x faktor ketelitian x x 35,45
Vsampel air 35,45
1000 1
= x ( 67,3 ml−0,3 ) x 50 x x 35,45
20 ml 35,45
= 50 x 67 x 50 x 1
= 167500 mg/l
B. Pembahasan
1. Standarisasi Larutan AgNO3
Dalam melakukan standarisasi larutan AgNO3 digunakan larutan
standar NaCl 0,1 N dengan meneteskan HNO 3 sebanyak 3 tetes dan
menggunakan indikator K2Cr2O4 sebanyak 3 tetes ke dalam larutan standar
tersebut, sehingga larutan berubah warna menjadi bening kekuningan.
Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan larutan AgNO3, hingga
mendapatkan endapan berwarna putih. Larutan AgNO3 ini berfungsi untuk
mempercepat terjadinya endapan pada larutan tersebut atau dapat
dikatakan sebagai suatu pereaksi untuk membentuk suatu endapan. Dari
hasil titrasi di dapatkan data pengukuran bahwa sebanyak 0,2 ml larutan
AgNO3 telah mengubah larutan NaCl dan indikator menjadi warna bening
kekuningan dan adanya endapan berwarna putih. Keberadaan endapan
tersebut telah menandakan bahwa standarisasi larutan AgNO3 berjalan
dengan baik. Seharusnya proses titrasi harus dilaksanakan sebanyak 2 kali,
namun karena adanya keterbatasan bahan serta waktu, maka titrasi hanya
dilaksanakan sebanyak 1 kali saja.
Volume titrasi diketahui dari larutan AgNO3 yaitu sebanyak 0,2 ml,
maka dapat dihitung bahwa normalitas AgNO3 yang di dapat dari hasil
perhitungan adalah 5 N. Namun normalitas saja tidak cukup sehingga
harus pula dicari nilai molaritasnya, dimana dengan menggunakan rumus :
M = Nn, diketahui bahwa nilai molaritas AgNO 3 juga sebesar 5 M, karena
nilai ekivalen dari larutan AgNO3 adalah sebesar 1 ek/mol dan faktor
ketelitian AgNO3 sebesar 50.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
NaCl + AgNO3 → NaNO3 + AgCl
Ag+ + Cl- → AgCl
Fungsi standarisasi larutan AgNO3 adalah agar larutan AgNO3
dapat mempercepat reaksi dengan baik sehingga dapat membentuk
endapan pada pengukuran sampel air sungai martapura yang akan
dilakukan.
2. Pengukuran Sampel Air
Dalam pengukuran konsentrasi klorida, sampel yang digunakan
adalah air sungai martapura, dimana untuk pengukuran kadar klorida
dilakukan dengan meneteskan HNO3 sebanyak 3 tetes dan menggunakan
indikator K2Cr2O4 sebanyak 4 tetes ke dalam 20 ml sampel air. Kemudian
dititrasi menggunakan larutan AgNO3, hingga terjadi perubahan warna.
Dari hasil titrasi di dapatkan data pengukuran bahwa sebanyak 67,3 ml
larutan AgNO3 telah mengubah larutan NaCl dan indikator menjadi warna
kuning pucat yang mana awalnya berwarna kuning keruh. Jika dilihat
banyaknya jumlah larutan AgNO3 yang digunakan, maka sudah jelas jika
kadar klorida dalam sampel air sungai martapura sangat sedikit, sehingga
tidak dapat dideteksi oleh larutan AgNO3.
Namun jika dilihat dari hasil perhitungan pengukuran sampel,
didapat data yang sangat tinggi yaitu 167500 mg/l, tentunya ini sangat
bertolak belakang dari hasil pengamatan yang dilakukan di laboratorium,
atau kemungkinan besar adanya kesalahan praktikan dalam pengukuran
sehingga data yang didapat tidak dikatakan data yang akurat. Karena
tingginya kadar klorida dalam sampel dari hasil perhitungan, maka dapat
disimpulkan bahwa air sungai martapura telah tercemar klorida yang
sangat parah, hal ini mungkin saja sangat berakaitan erat dengan aktivitas
penduduk di bantaran sungai martapura yang melakukan aktivitas rumah
tangga seperti mencuci, buang air besar, mandi serta membuang sampah
baik organik maupun non-organik, sehingga meningkatkan kadar klorida
dalam air tersebut. Berdasarkan hasil telaah pustaka dari beberapa sumber
seperti KepMenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 menyatakan
bahwa kadar klorida maksimal yang diperbolehkan pada air minum yaitu
250 mg/l.
Sehingga sudah jelas bahwa air sungai martapura tidak layak
digunakan sebagai bahan baku air minum, karena dapat menggangu
kesehatan manusia itu sendiri.

VI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah :
1. Percobaan klorida ini menggunakan sampel air sungai martapura.
2. Nilai normalitas pengukuran standarisasi AgNO 3 yang digunakan pada
percobaan ini adalah 5 N dan nilai moralitasnya juga sama yaitu 5 M,
sedangkan faktor ketelitiannya sebesar 50.
3. Pada proses standarisasi AgNO3 didapatkan endapan putih dengan volume
titrasi sebesar 0,2 ml.
4. Kandungan kadar klorida pada sampel sangat tinggi yaitu 167500 mg/l.
5. Sehingga air sungai martapura sangat tidak layak jika dijadikan sebagai air
minum, jika dilihat dari kadar klorida maksimal yang diperbolehkan pada
air minum yaitu 250 mg/l.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Environmental. 2009. Asiditas dan Alkalinitas.


http://environmental-ua.blogspot.com/2009/04/asiditas-danalkalinitas.html
Diakses tanggal 15 November 2010

Sutrisno, Totok. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta.

Yurman. 2009. Pengaruh Kadar Klorida pada Air Sumur Gali.


http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/pengaruh-kadar-klorida-
pada-air-sumur-gali/
Diakses tanggal 28 November 2010

Wikipedia. 2010. Klorida.


http://id.wikipedia.org/wiki/Klorida
Diakses tanggal 28 November 2010.
PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa penggunaan klorin yang melebihi baku
mutu berbahaya bagi kesehatan?
2. Jelaskan apa alasan klorin sangat banyak digunakan sebagai
desinfektan?
JAWABAN
1. Penambahan klorin kurang tepat karena akan
menimbulkan bau dan rasa pada air. Rasa asin terhadap air merupakan
pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/lt. Oleh
karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia. Batas
maksimal pemakaian atau pengkonsumsian klorida untuk kebutuhan manusia
adalah hanya sampai 250 mg/lt kandungan klorida dalam air.
2. Alasan klorin banyak digunakan sebagai
desinfektan adalah :
 Dapat dikemas dalam bentuk gas, larutan dan bubuk
 Relatif murah, karena ketersediaanya di alam yang berlimpah
 Memiliki daya larut yang tinggi serta dapat larut pada kadar yang tinggi
(7000 mg/l)
 Residu klorin dalam bentuk larutan tidak berbahaya bagi manusia, jika
tidak terdapat dalam jumlah yang berlebih
 Bersifat sangat toksik bagi mikroorganisme, dengan cara menghambat
aktivitas metabolisme mikroorganisme tersebut.

Anda mungkin juga menyukai