Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikoneuroimunologi adalah sebuah bidang penyelidikan yang
memeriksa hubungan antara stress, system imun dan kesehatan. Stress
mungkin mengurangi sebuah kemampuan meniru dan efek negatif respons
neuroendokrin dan pada akhirnya kegagalan fungsi imun. Peristiwa trauma
mungkin merusak hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) aksis dan system saraf
simpatis (SNS), merangsang tingkat serius yang lebih tinggi dan sakit yang
mengancam nyawa termasuk penyakit jantung. Secara spesifik, peristiwa
trauma kehidupan memicu system respons inflamasi jadi mereaksi lebih cepat
stress kehidupan berikutnya dan meningkatkan inflamasi sebuah peran
etiologi dalam banyak penyakit kronis.
Sistem imun merupakan mekanisme yang ada di dalam tubuh untuk
mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap zat asing
yang masuk ke dalam tubuh.1,2 Sehubungan dengan tugas sistem imun
sebagai alat pertahanan, sistem imun mempunyai mekanisme kerja yang
sangat unik meliputi kerjasama dengan sel-sel lain untuk mengenali antigen
dan untuk berkembang menjadi sel efektor, mampu keluar-masuk antara
sirkulasi dan jaringan, mempunyai daya migrasi menuju jaringan terinfeksi dan
homing pada daerah yang terinfeksi itu. Kemudian mempunyai limfosit yang
untuk menerima stimuli dan melakukan penggandaan klon terhadap antigen
yang sesuai. Limfosit menempati organ yang menguntungkan untuk terjadinya
pertemuan dengan antigen dan juga mendukung perkembangan dan
diferensiasinya.3
Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan fungsi
tubuh,homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,
keseimbangan cairan,keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan,
aktivitas motorik dan lain-lain. Di dalam otak, glia dan neuron saling
berkomunikasi dengan mengirimkan neurotransmitter melalui celah sinapsis.
Dopamin yang merupakan neurotransmitter yang berada di frontal korteks
berfungsi untuk pergerakan dan koordinasi, emosional, penilaian, dan
pelepasan prolaktin. Prefrontal cortex merupakan bagian otak yang memiliki

1
fungsi eksekutif . Fungsi eksekutif berhubungan dengan kemampuan untuk
membedakan antara pikiran yang saling bertentangan, menentukan baik dan
buruk, lebih baik dan terbaik, yang sama dan berbeda, konsekuensi masa
depan dari kegiatan saat ini, bekerja menuju tujuan yang ditetapkan, prediksi
hasil, harapanberdasarkan tindakan, dan "kontrol" sosial (kemampuan untuk
menekan dan mendesak bahwa, jika tidak ditekan, dapat menyebabkan hasil
tidak dapat diterima secara sosial).Prefrontal korteks berfungsi memberi
informasi dari semua indera, dan menggabungkan informasi tersebut
sehingga berguna untuk membentuk penilaian.
Peran prefrontal korteks sangat vital dalam kehidupan manusia, karena
peranannya yang selalu terlibat dalam setiap aktivitas manusia. Dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana keterkaitan prefrontal cortex dalam
konsep psikoneuroimunologi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui keterkaitan prefrontal cortex dalam konsep
psikoneuroimunologi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep psikoneuroimunologi di dalam tubuh manusia
b. Mengetahui struktur anatomi prefrontal cortex
c. Mengetahui fisiologi prefrontal cortex
d. Mengetahui bagaimana mekanisme prefrontal cortex mempengaruhi
aktivitas manusia
e. Mengetahui peran prefrontal cortex dalam proses psikologis, fisik, dan
imunitas
C. Manfaat
1. Sebagai sarana dalam memperluas wawasan tentang
psikoneuroimunologi
2. Mahasiswa mengetahui bagaimana psikoneuroimunologi sangat berperan
dalam pencegahan timbulnya suatu penyakit
3. Mahasiswa dapat memahami peran dan fungsi prefrontal korteks dalam
aktivitas manusia dan keterkaitannya dengan konsep psikoneuroimunologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Psikoneuroimunologi
Psikoneuroimunologi pada awal perkembangannya dianggap sebagai
kajian dari beragam ranah studi. Pemahaman ini didasarkan atas keterlibatan
tiga bidang kajian, yaitu (1) psikologi, (2) neurologi, dan (3) imunologi. Secara
historis, konsep psikneuroimunologi dikemukakan oleh R. Ades dan C. Holder
sekitar tahun 1975. Psikoneuroimunologi muncul setelah adanya konsep
pemikiran imunopatobiologis dan imunopatologis. Fakta imunopatobiologis
menunjukkan bahwa kerentanan infeksi dan metastasis pada individu yang
mengalami stres disebabkan oleh penurunan ketahanan imunologis,
sedangkan kelainan mukosal yang memunculkan pemikiran respons imun
yang melukai merupakan faktor imunopatologis. Karena kedua pendekatan
model berpikir tersebut dianggap kurang holistik dalam mengungkap
patogenesis, maka munculah ilmu baru yang sekarang dikenal dengan
psikoneuroimunologi (PNI).4

1. Definisi
Psikoneuroimunologi adalah sebuah bidang penyelidikan yang
memeriksa hubungan antara stress, sistem imun dan kesehatan.
Psikoneuroimunologi merupakan kaitan ataupun interaksi antara perilaku,
kerja saraf, fungsi endokrin, dan proses kekebalan tubuh (Ader and Cohen,
1993). Notosoerdirdjo M M, 1998, menyatakan bahwa psikoneurologi
adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara sistem imunitas dan perilaku
melalui saraf. Sedangkan imunitas berupa suatu jaringan alat tubuh yang
melindungi badan dari invasi bakteri, virus dan benda asing.

3
PNI dikembangkan atas dasar keterkaitan antara tiga konsep, yaitu
behavior, neuroendokrin dan konsep imunologik.5

Psikologi

Neurologi Imunologi

Gambar 1. Hubungan Psikologi,Imunologi dan Neurologi


Ader menyatakn bahwa psikoneuroimunologi berfokus pada imunoregulasi
yang awalnya dipahami sebagai sesuatu yang otonom, namun setelah
dilakukan banyak peneilitian menemukan bahwa ternyata imunoregulasi
tidak otonom karena selalu dipengaruhi kinerja otak. Dikemudian hari
semua perkembangan ini akan semakin memacu perkembangan PNI ke
arah penelitian imunologi yang tidak otonom dan bahkan semakin
terungkap bahwa semua sistem dalam tubuh bekerja secara tidak otonom,
seperti diungkapkan dalam psikoneuroimunologi.5
2. Sistem psikoneuroimunologi di dalam tubuh
Mekanisme peningkatan ketahanan tubuh secara psikoeuroimunologi
dapat dilihat dengan menghubungkan perubahan yang terjadi pada hormon
dan neuropeptida yang melibatkan faktor kondisi kejiwaan (strees) dalam
mekanisme perubahan ketahanan tubuh. Kondisi kejiwaan tersebut
digambarkan sebagai status emosi yang mencerminkan dasar konsep
kelainan metal. Pada mulanya tidak diketahui dan tidak diharapkan
adanya kaitan antara otak dan sistem kekebalan tubuh. Akan letapi
terlihat bahwa :
a. Manipulasi saraf dan fungsi endokrin mengubah respons kekebalan,
dan stimulasi antigenik yang menimbulkan respons kekebalan
menghasilkan perubahan dalam saraf dan fungsi endokrin.5
b. Proses perilakuan mampu mempengaruhi reaksi kekebalan, dan
sebaliknya status kekebalan suaru organisme mempunyai
5
konsekuensi perilaku.
c. Penelitian psikoneuroimunologi ini menunjukkan bahwa sistem saraf
dan kekebalan tubuh, yang merupakan sistem sangat kompleks

4
untuk pemeliharaan homeostatis, mewakili suatu mekanisme
terpadu yang menyumbang pada adaptasi individual dan spesies.
Psikoneuroimunologi menekankan pentingnya hubungan antara
sistem-sistem tersebut. bukannya mengganti, tetapi menambah pada
analisis disiplin tradisional tentang fungsi mekanisme pengendali dalam
sistem tunggal.5
Seperti juga pendekatan perilakuan umumnya, sistem kekebalan tubuh
dapat dikembalikan melalui pengkondisian klasik. Nampak di sini bahwa
ada harapan bahwa suatu penyakit dapat diatasi dengan peningkatan
sistem kekebalan tuhuh dengan cara yang sama dalam mengubah
perilaku yang nampak. Proses fisiologis sebetulnya juga perilaku,
sehingga pengubahan melalui pengkondisian klasik seperti itu dapat
mcningkatkan pengendalian terhadap adanya penyakit tertentu.5

B. Anatomi dan Fisiologi Pre frontal Korteks


Prefrontal Cortex (latin: Cortex Prefrontalis) adalah salah satu bagian
anterior dari otak yang terletak pada Lobus Frontal, di depan daerah motor
dan premotor. Komponen Prefrontal Cortex terdiri atas Superior Frontal
Gyrus, Middle Frontal Gyrus, dan Inferior Frontal Gyrus. Bagian arterinya
terdiri atas Anterior Cerebral dan Middle Cerebral. Serta bagian venanya
adalah Superior Sagittal Sinus. Area-area yang terdapat dalam Prefrontal
Cortex antara lain adalah Frontal Eye fields, Dorsolateral Prefrontal Cortex,
Frontopolar area, Orbitofrontal area, Broca Pars Opercularis, Broca Pars
Tringularis, Dorsolateral Prefrontal Cortex, dan Inferior Prefrontal Gyrus.
Prefrontal Cortex area merupakan bagian terdepan dari lobus frontal,
lobus korteks terbesar yang berisi lima bidang utama untuk fungsi
neuropsikiatri (planning, organizing, problem solving, selective attention,
personality) dan fungsi motorik dan memediasi fungsi intelektual yang lebih
tinggi (higher cognitive functions) yakni termasuk emosi dan perilaku. Fungsi
eksekutif juga dilakukan oleh daerah Prefrontal Cortex, yaitu berhubungan
dengan kemampuan untuk membedakan antara pikiran yang saling
bertentangan, menentukan baik dan buruk, lebih baik dan terbaik, yang sama
dan berbeda, konsekuensi masa depan dari kegiatan saat ini, bekerja menuju
tujuan yang ditetapkan, prediksi hasil, harapan berdasarkan tindakan, dan

5
"kontrol" sosial (kemampuan untuk menekan dan mendesak bahwa, jika tidak
ditekan, dapat menyebabkan hasil tidak dapat diterima secara sosial).
Prefrontal cortex pada manusia mengurus, mengintergrasikan,
memformulasikan, memilih, memonitor, memodifikasi, dan menilai semua
kegiatan sistem syaraf yang ada.6
1. Anatomi
Korteks prefrontal (PFC) adalah bagian anterior dari lobus frontalis
dalam otak, terletak di depan daerah motor dan premotor. Ada tiga cara
yang mungkin untuk mendefinisikan korteks prefrontal sebagai korteks
frontal granular,zona proyeksi inti mediodorsal thalamus dan bagian dari
korteks frontal yang rangsangan listriknya tidak menimbulkan gerakan.

Gambar 2. Anatomi Otak

a. Orbitofrontal cortex (OFC)

OFC termasuk bagian dari prefrontal cortex yang menerima


proyeksi dari magnocellular, nukleus medial (tengah – tengah) dari
mediodorsal thalamus. Meski bagian ini termasuk masih banyak misteri,
OFC merupakan bagian yang berperan pada proses kogntif decision-
making dengan peran alaminya sebagai pengekalkulasi ‘untung-rugi’
dari suatu tindakan berdasarkan konstruk – konstruk dari reward dan
6
punishment yang sudah dapat dipelajari.

b. Dorsolateral prefrontal cortex (DLPFC) :

6
Korteks prefrontal dorsolateral penting untuk "kognitif" dan ‘fungsi
eksekutif’ seperti working memory,pembentukan niat tindakan yang
goal-directed, penalaran abstrak, dan pengendalian attensi (perhatian).
Selain itu, daerah ini otak diyakini penting untuk pengaturan
mempengaruhi negatif. Penting untuk penilaian kembali dan penekanan
dari pengaruh perasaan negatif. Perannya dalam pengendalian bukan
hanya pada perasaan negatif, melainkan hingga pada pengendalian diri,
dimana pada akhirnya berperan besar dalam proses pengambilan
keputusan.

c. Ventrolateral prefrontal cortex (VLPFC)

Ventrolateral PFC (VLPFC) diduga terlibat dalam tugas-tugas yang


relative sederhana, seperti pemeliharaan informasi jangka pendek yang
sementara tidak dapat dilakukan dalam working memory (misalnya,
mengingat nomor telepon yang baru saja dikatakan sebelum diketik
pada telepon).

2. Fisiologi
Prefrontal area merupakan bagian terdepan dari lobus frontal, lobus
korteks terbesar yang berisi lima bidang utama untuk fungsi neuropsikiatri
(planning, organizing, problem solving, selective attention, personality) dan
fungsi motorik dan memediasi fungsi intelektual yang lebih tinggi (higher
cognitive functions) yakni termasuk emosi dan perilaku. Pada wilayah ini
otak telah terlibat dalam perencanaan perilaku kognitif yang kompleks,
ekspresi kepribadian, pengambilan keputusan dan perilaku sosial moderat
yang benar. Kegiatan dasar wilayah ini adalah otak dianggap sebagai
orkestrasi dari pikiran dan tindakan sesuai dengan tujuan-tujuan internal. 6
Istilah psikologi yang paling khas untuk fungsi-fungsi yang dilakukan
oleh daerah korteks prefrontal adalah fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif
berhubungan dengan kemampuan untuk membedakan antara pikiran yang
saling bertentangan, menentukan baik dan buruk, lebih baik dan terbaik,
yang sama dan berbeda, konsekuensi masa depan dari kegiatan saat ini,
bekerja menuju tujuan yang ditetapkan, prediksi hasil, harapan
berdasarkan tindakan, dan "kontrol" sosial (kemampuan untuk menekan

7
dan mendesak bahwa, jika tidak ditekan, dapat menyebabkan hasil tidak
dapat diterima secara sosial).
Prefrontal cortex pada manusia mengurus, mengintergrasikan,
memformulasikan, memilih, memonitor, memodifikasi, dan menilai semua
kegiatan sistem syaraf yang ada. Prefrontal cortex berfungsi memberi
informasi dari semua indera, dan menggabungkan informasi tersebut
sehingga berguna untuk membentuk penilaian. Kemudian secara konstan
berisi representasi aktif pada working memory, sebagaimana representasi
tujuan dan konteks. Sayangnya, prefrontal cortex yang merupakan salah
satu daerah yang paling penting dalam otak, juga salah satu yang paling
rentan terhadap cedera.

3. Disfungsi pre frontal korteks dan pengaruhnya terhadap manusia


Sindrom yang terjadi karena kerusakan pada area prefrontal dibagi
menjadi 3 area, yaitu Lateral Prefrontal Cortex, Medial Prefrontal Cortex,
dan Orbital Prefrontal Cortex. Masing-masing sindrom tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Lateral Prefrontal Cortex
Gangguan pada area ini dapat disebabkan oleh penyakit, trauma,
tumor, atau vascular accident. Adapula sindrom yang dapat muncul
adalah :
1) Attention Disorder, gangguan pada selective attention
2) Apathy
3) Dysexecutive Syndrome
4) Gangguan untuk melakukan working memory dan planning behavior
5) Prefrontal Aphasia, yaitu language disorder yang disebabkan
kerusakan pada bagian left prefrontal
6) Depression, (kerusakan bagian hemisphere kiri)

b. Orbital Prefrontal Cortex

Gangguan pada area ini dapat disebabkan oleh penyakit seperti tumor
dan aneurysms anterior communicating arteri, dan lain-lain. Adapula
sindrom yang dapat muncul adalah :

8
1) Gangguan Exclusionary aspect, yaitu divided attention
2) Orbirofrontal Hypermotility
3) Criminal Sociopath atau Psycopath
4) ADHD pada anak yang hiperaktif
5) Poor Judgement
6) Disinhibition
7) Emotional Lability
c. Medial Prefrontal Cortex
Gangguan pada area ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
penyakit tumor, dan lain-lain. Adapula sindrom yang dapat muncul
adalah :
1) Hypokinesia dan Akinesia
2) Defective Self-monitoring
3) Akinetic Mutism
4) Neurovegetative Deteriorentation
5) Apathy
6) Kesulitan inisiasi dan gangguan kinerja bagian mata atau speech
movements
4. Gangguan perilaku berhubungan dengan Prefrontal cortex
Masalah perilaku diasosiasikan pada kerusakan frontal lobe dapat
diklasifikasikan secara kasar menjadi 5 kelompok yang dapat tumpang-
tindih :

a. Problems of starting

Muncul dalam bentuk penurunan spontanitas, penurunan produktivitas,


penurunan rata-rata perilaku yang dilakukan, atau menurun atau
hilangnya inisiatif.

b. Difficulties in making mental or behavioral shifts.

Permasalahan yang dapat terjadi ada pada atensi, perubahan


gerakan, atau fleksibilitas dalam sikap, berada dalam lingkup
perseveration atau rigidity (kekakuan). Perseveration merujuk pada
perpanjangan yang berulang atau melanjutkan suatu aksi atau

9
aktivitas bersekuens, atau pengulangan pada respon yang sama atau
mirip pada variasi pertanyaan, tugas, atau situasi.6

c. Problems in stopping

Pada kegiatan berhenti atau memodulasi perilaku yang sedang


dilakukan- mucul dalam bentuk impulsivitas, reaksi berlebihan,
disinhibisi, dan kesulitan menahan respons yang salah atau yang tidak
diinginkan, khususnya ketika respon itu memiliki nilai asosiasi yang
kuat atau merupakan bagian dari rantai suatu respon.

d. Deficient self-awareness

Menghasilkan ketidakmampuan untuk mempersepsi kinerja yang


salah(error), untuk mengapresiasi dampak yang dibuat pada orang
lain, untuk mengukur situasi social dengan baik/cocok, dan untuk
berempati pada orang lain .

e. A congrete attitude

Hilangnya sikap abstrak hal ini menunjukkan ketidakmampuan


seseorang untuk memisahkan diri dari lingkungan yang
mengelilinginya dalam sikap lateral dimana objek, pengalaman, dan
perilaku termasuk pada nilai yang jelas. Pasien menjadi tidak mampu
untuk merencanakan dan meramalkan atau mempertahankan perilaku
mencapai tujuan(goal-directed behavior). 6

C. Respon Otak Terhadap Stress


1. Otak dan Stress
Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan
fungsi tubuh,homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu
tubuh, keseimbangan cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi,
ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak terbentuk dari dua jenis sel:
yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan melindungi
neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik
yang di kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi dengan
neuron yang lain dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai

10
macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter ini
dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter
paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang ada
antara lain Asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.7
Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan
oleh neuronneuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini
terutama berakhir pada regiostriata ganglia basalis. Pengaruh dopamin
biasanya sebagai inhibisi.8 Serotonin disekresikan oleh nukleus yang
berasal dari rafe medial batang otak dan berproyeksi disebahagian besar
daerah otak, khususnya yang menuju radiks dorsalis medula spinalis dan
menuju hipotalamus. Serotonin bekerja sebagai bahan penghambat jaras
rasa sakit dalam medula spinalis, dan kerjanya di daerah sistem syaraf
yang lebih tinggi diduga untuk membantu pengaturan kehendak
seseorang, bahkan mungkin juga menyebabkan tidur.8 Serotonin berasal
dari dekarboksilasi triptofan, merupakan vasokontriksi kuat dan
perangsang kontraksi otak polos.
Menurut Rippetoe-Kilgore, Stress adalah kondisi yang dihasilkan ketika
seseorang berinteraksi dengan lingkungannya yang kemudian merasakan
suatu pertentangan, apakah itu riil ataupun tidak, antara tuntutan situasi
dan sumber daya system biologis, psikologis dan sosial, dalam terminologi
medis, stress akan mengganggu system homeostasis tubuh yang
berakibat terhadap gejala fisik dan psikologis. Mekanisme tubuh secara
fisik dan emosional untuk mempertahankan kondisi fisik yang optimal
disebut General adaptation syndrome (GAS). 7
General adaptation syndrome(GAS) terdiri dari 3 fase, yaitu :
a. Waspada (alarm reaction/reaksi peringatan)
Respons Fight or flight (respons tahap awal) tubuh kita bila
bereaksi terhadap stress, stress akan mengaktifkan sistem syaraf
simpatis dan sistem hormon tubuh kitaseperti kotekolamin, epinefrin,
norepinefrine, glukokortikoid, kortisol dan kortison. Sistem
hipotalamus-pituitary-adrenal (HPA) merupakan bagian penting dalam
sistem neuroendokrin yang berhubungan dengan terjadinya stress,
hormon adrenal berasal darimedula adrenal sedangkan kortikostreroid
dihasilkan oleh korteks adrenalHipotalamusmerangsang hipofisis,

11
kemudian hipofisis akan merangsang saraf simpatis yang
mempersarafi :
1) Medula adrenal yang akan melepaskan norepinefrin dan epinefrin;
2) Mata menyebabkan dilatasi pupil;
3) Kelenjar air mata dengan peningkatan sekresi;
4) Sistem pernafasan dengan dilatasi bronkiolus, dan peningkatan
pernafasan;
5) Sistem Kardiovaskular (jantung) dengan peningkatan kekuatan
kontraksi jantung,peningkatan frekwensi denyut jantung, tekanan
darah yang meningkat;
6) Sistem Gastrointestinal (lambung dan usus), motilitas lambung
dan usus yangberkurang, kotraksi sfingter yang menurun;
7) Hati, peningkatan pemecahan cadangan karbohidrat dalam bentuk
glikogen(glikogenolisis) dan peningkatan kerja glukoneogenesis,
penurunan sintesaglikogen. Sehingga gula darah akan meningkat
di dalam darah;
8) Sistem Kemih terjadi peningkatan motilitas ureter, kontraksi otot
kandung kemih,relaksasi sfingter;
9) Kelenjar keringat, peningkatan sekresi;
10) Sel lemak, terjadi pemecahan cadangan lemak (lipolisis)
b. The Stage of resistance(Reaksi pertahanan)
Reaksi terhadap stressor sudah melampaui batas kemampuan
tubuh, timbul gejala psikis dan somatik.Individu berusaha mencoba
berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi untuk mengatur stresor,
tubuhakan berusaha mengimbangi proses fisiologi yang terjadi pada
fase waspada, sedapatmungkin bisa kembali normal, bila proses
fisiologis ini telah teratasi maka gejala stressakan turun, bila stresor
tidak terkendali karena proses adaptasi tubuh akan melemah
danindividu akan tidak akan sembuh.
c. Tahap kelelahan
Pada fase ini gejala akan terlihat jelas. Karena terjadi
perpanjangan tahap awal stress yang telah terbiasa, energi penyesuaian
sudah terkuras, individu tidak dapat lagimengambil dari berbagai sumber

12
untuk penyesuaian, timbullah gejala penyesuaianseperti sakit kepala,
gangguan mental, penyakit arteri koroner, hipertensi, dispepsia(keluhan
pada gastrointestinal), depresi, ansietas, frigiditas, impotensia. Dalamhal
ini stress akan merangsang pusat hormonal di otak yang bernama
hipotalamus (rajaendokrin).
2. Sistem Limbik
Bagian limbik yang menjadi pusat emosi yang berada di amygdala
dan hippocampus berfungsi mengatur emosi manusia dan memori emosi.
Istilah limbik digunakan untuk menjelaskan struktur tepi sekeliling regio
basal serebrum, dan pada perkembangan selanjutnyadiperluas artinya
keseluruh lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku emosional dan
dorongan motivasional.
Bagian utama sistem limbik adalah hipotalamus dengan struktur
berkaitan, selain mengatur prilaku emosional juga mengatur kondisi
internal tubuh seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh, dan dorongan
untuk makan dan minum serta mengatur berat badan Fungsi internal ini
secara bersama-sama disebut fungsi vegetatif otak yang berkaitan erat
pengaturannya dengan perilaku.7
3. Hipotalamus
Hipotalamus merupakan daerah pengatur utama untuk sistem
limbik, berhubungan dengan semua tingkat limbik. Hipotalamus berfungsi
untuk mengatur keseimbangan air, suhu tubuh, pertumbuhan tubuh, rasa
lapar, mengontrol marah, nafsu, rasa takut, integrasi respons syaraf
simpatis, mempertahankan homeostasis. Bila syaraf simpatis terangsang
maka denyut nadi dan jantung akan meningkat, aliran darah ke jantung,
otak, dan ototpun meningkat, sehingga tekanan darah pun akan ikut
terpengaruhi, pemecahan gula di hati meningkat sehingga gula darah ikut
meningkat di darah. Kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal karena
perangsangan hipotalamus, menyebabkan rangsangan susunan syaraf
pusat otak. Tubuh waspada dan menjadi sulit tidur (insomnia). Kortisol
merangsang sekresi asam lambung yang dapat merusak mukosa lambung
sehingga menurunkan daya tahan tubuh.8

13
D. Interaksi Antara Sistem Syaraf dan Sistem Imun
Studi epidemiologi mengindikasikan bahwa factor psikososial adalah
berpengaruh kuat dan independen berkaitan dengan perkembangan penyakit
arteri koroner (CAD) dan meningkatkan resiko disfungsi jantung dan peristiwa
jantung. Itu sudah diusulkan bahwa stress mental di setiap hari kehidupan
adalah hal penting yang menentukan perjalanan iskemi. Stres psikologi akut
disebabkan oleh stress emosi jangka pendek dan kemarahan yang intens.
Stres psikologi kronik disebabkan oleh status sosioekonomi rendah, stress
pekerjaan, tarikan kronis, isolasi social, tekanan, kecemasan dan
permusuhan. 9
Mekanisme tubuh dalam menanggapi stress secara biologis dikenal
karena adanya sistem yang sangat erat dengan berjalannya interaksi
neuroendokrin dan respon imun. Manajemen sel, dalam arti pengelolaan sel
dengan berjalannya fungsi sel-sel tubuh secara benar dan terjalinnya
komunikasi antar sel lancar, memungkinkan fungsi optimal jaringan dan organ
tubuh guna menanggapi adanya stress atau perubahan lingkungan dari dalam
maupun luar tubuh. Pengelolaan dan pengaturan sel sangat diperlukan
mengingat bahwa tubuh manusia tersusun dari bertrilyun-trilyun sel
sedangkan sel pengatur terbatas jumlahnya, seperti tubuh manusia
diperkirakan mempunyai 100 milyar limfosit, otak terdiri dari lebih kurang 100
milyar sel neuron, dan jaringan endokrin pankreas hanya ada sekitar 2 juta
sel. Interaksi sel berjalan dengan melibatkan banyak system endokrin seperti
aksis Hipotalamus-Hipofise-Tiroid (HHT), Hipotalamus-Hipofise-Adrenal
(HHA), Hipotalamus-Hipofise- Gonade (HHG). Ditemukan bukti bahwa
hormon endokrin tersebut mempunyai peranan pengaturan fungsi elemen-
elemen sistem imun seperti limfosit, makrofag, mast cell, dsb.9
Interaksi imunoneuroendokrin dapat berjalan dengan adanya: hubungan
sel ke sel, persarafan (inervasi) dan komunikasi humoral. Secara tradisionil
sel-sel jaringan dan organ (alat tubuh) terbagi atas sel stromal dan sel
parenkhimal. Sel-sel stromal berhubungan dengan sel elemen parenkhim
sehingga memunculkan adanya regulasi fungsi yang khusus dari jaringan dan
organ tubuh). Regulasi antar sel dimungkinkan karena adanya molekul-
molekul adhesi yang mampu menyalurkan sinyal pemacu ataupun sinyal
penghambat yang dikenal sebagai interaksi ITAM (Immunoreceptor Tyrosine-

14
based Activation Motifs) dan ITIM (Immunoreceptor Tyrosine-based Inhibitory
Motifs). Motif-motif ini memungkinkan adanya proses fosforilasi dan
defosforilasi dari molekul-molekul pembawa sinyal (signal transducing
molecules).10
Ditemukan bahwa beberapa reseptor dapat bekerja pada sel yang sama
dengan berbagai mekanisme atau dikenal sebagai receptors crosstalk
phenomenon. Beberapa reseptor dalam sistem imun dan reseptor hormon
endokrin dihubungkan oleh molekul ligand yang sama untuk membawa sinyal
pemacu ke sel, dalam hal ini mutasi gena untuk mengatur alur persinyalan
dapat memperpanjang life span.10
Mekanisme silang ini hanya dapat berjalan bila konsentrasi ligand
optimal, konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi tidak memungkinkan
berjalannya mekanisme tersebut. Sistem saraf pusat mempunyai kapasitas
untuk mengirimkan sinyal ke seluruh jaringan dan organ tubuh termasuk
elemen imun seperti timus, limpa dan organ limfoid juga mendapat.10
Mast cell dan limfosit mendapat persarafan yang dapat dibuktikan
dengan tumbuhnya sinapsis serabut saraf pada kultur sel. Serabut-serabut
saraf ini mempunyai kemampuan untuk membawa mediator secara cepat dan
spesifik yang memungkinkan adanya reaksi spontan guna menginisiasi
terjadinya peradangan. Pada respon fase akut terjadi pelepasan masif dari
katekholamin yang dikenal sebagai ”sympathetic outflow”, yang merupakan
regulasi penting dalam reaksi pertahanan emergensi dari sebuah stress.
Komunikasi sel secara humoral dilaksanakan dengan substansi liquid seperti:
hormon, sitokin, neurotransmitter dan neuropeptida.
1. Hormon
Substansi kimiawi yang diproduksi dalam tubuh oleh organ tubuh
atau sel organ tubuh atau sel-sel yang tersebar dalam tubuh. Substansi ini
mempunyai efek pengaturan aktivitas organ tubuh atau sekumpulan organ
tubuh atau sel-sel dalam jaringan tubuh. 11
2. Sitokin
Protein regulator dengan berat molekul yang rendah (kurang dari 30
kDa) yang disintesa oleh sel darah putih atau sel-sel lain dalam tubuh dan
mempunyai pengaruh dalam perkembangan sistem imun (Goldsby, et al.,
2003). Struktural sitokin terbagi dalam 4 kelompok: famili hematopoietin

15
atau interleukin (IL), famili interferon (IFN), famili khemokin, dan family
tumor necrosis factor (TNF). 11
3. Neurotransmitter
Substansi kimiawi yang dihasilkan sel neuron kemudian
didistribusikan ke akson dan sinapsis (Pollard, et al., 2008), termasuk
dalam pengertian ini adalah: asetilkholin, GABA & glutamat, amine
biogenik, glisin, dan serotonin. Amine biogenik dalam neurotransmitter
adalah sama dengan hormon yang berstruktur amine biogenik, dalam hal
ini adalah senyawa katekholamin seperti dopamin, noradrenalin dan
adrenalin. Dalam mekanisme kerjanya senyawa amine biogenik
memerlukan adanya reseptor di membran, yang dikenal sebagai
adrenergic receptors baik yang bertipe alfa maupun beta. Beberapa sel
dalam sistem imun mempunyai reseptor adrenergik tipe beta.12
4. Neuropeptida
Senyawa yang tersusun atas rangkaian asam amino dan dapat
ditemukan di serabut saraf (Berczi, 2001). Senyawa ini meliputi substansi P
(SP), calcitonin gene related peptide (CGRP), somatostatin, vasoactive
intestinal peptide (VIP) dan pituitary adenylate cyclase activating peptide
(PACAP). Reseptor terhadap neuropeptida ini dapat ditemukan pada
limfosit T, limfosit B, mast cell, makrofag, monosit dan sel-sel dari sumsum
tulang. Sitokin yang pada awalnya hanya ditemukan pada sistem imun saat
ini sudah dibuktikan juga disintesa dalam jaringan lain, termasuk jaringan
sistem neuroendokrin.13
5. Respon imunitas natural
Respon ini dikenal beberapa sel yang sangat spesifik, seperti Sel NK,
Sel T dan limfosit B CD5+ yang memproduksi antibodi natural. Reseptor
antigen dalam sel-sel imunitas natural tidak terpengaruh oleh adanya
mutasi somatik. Dalam fungsinya imunitas natural diatur oleh sitokin dan
hormon, sebagai contoh regulasi sel NK dimediasi oleh IL-2, IFNγ, prolaktin
dan GH. Secara fundamental antibodi natural bersifat polispesifik.14
6. Respon imunitas adaptif
Diinisiasi oleh aktivitas APC (antigen presenting cell) yang akan
menstimuli limfosit T kemudian berakhir dengan terpacunya limfosit B untuk
memproduksi antibodi yang spesifik. Reseptor antigen pada respon

16
imunitas adaptif ini terpengaruh oleh mutasi somatik. Dengan adanya
proses seleksi selsel yang terlibat maka respon imunitas adaptif ini
mempunyai spesifisitas yang tinggi. Antigen dapat berasal dari eksternal
maupun internal, peran antigen MHC kelas I dan II sangat membantu
proses pemilihan sel-sel efektor. Untuk dapat penuhnya penampilan kinerja
limfosit diperlukan tambahan ”costimulatory signals”.14
Dalam hal ini hormon-hormon sangat kapabel dalam memudahkan
penghantaran sinyal dari membran sel ke nukleus limfosit. Hormon tiroid
dan beberapa steroid mengendalikan faktor transkripsi nuklear dan mampu
mengatur sinyal ke tingkat nukleus limfosit. Kortisol sangat efektif dalam
penghambatan reaktivitas limfosit sampai pada kemampuan untuk induksi
program kematian sel (programmed cell death = PCD).14
Katekholamin mempunyai kemampuan pengaturan ion Ca++,
nukleotida siklis dan beberapa enzim. Hormon-hormon ini dapat disintesa
secara lokal dalam jaringan sistem imun dengan aksi autokrin maupun
parakrin. Untuk penyempurnaan kinerja, stimulus mitogenik ke limfosit
dibawakan oleh sitokin. Respon sitokin tipe Th1 (cell mediated immunity)
terutama dilaksanakan oleh IL-2 dan IFNα, sedangkan respon sitokin tipe
Th2 (humoral immunity) dilaksanakan oleh IL-4, 5, 6 dan 10. Secara klasik
respon antibodi primer selalu diawali dengan kemunculan IgM, yang diikuti
perpindahan kelas imunoglobulin (class switching) ke IgG, IgA dan IgE.14
7. Respon fase akut
Reaksi pertahanan yang terkoordinasi tingkat tinggi dalam berbagai
segi. Antibodi natural dan protein produk hepar meningkat dengan cepat
sampai lipat ratusan kali, sedangkan respon imunitas adaptif sangat
tertekan. Sitokin IL-1, IL-6 dan TNFα menginisiasi reaksi dengan aktivasi
lekosit dan sistema nervorum sentral, demikian juga aktivitas aksis HHA
terpacu dengan kenaikan cepat CRH, ACTH, dan kortisol. Kadar GH dan
prolaktin dalam sirkulasi meningkat cepat dan kemudian dengan cepat pula
kembali ke kadar normal bahkan sering sampai subnormal. Konversi T4 ke
T3 terhambat, demikian juga hormon seks tersupresi. Kortisol dan
katekholamin mampu mengefektifkan produksi protein fase akut sehingga
kadar di plasma meningkat sampai maksimal dalam 1-2 hari. Pada respon

17
ini IL-6 meningkat nyata dan akan memacu produksi protein fase akut di
hepar. 14
Peningkatan molekulmolekul pertahanan polispesifik berpotensi untuk
mengefisiensikan proses berikut yang berupa pertahanan yang lebih
spesifik. Imunokonversi selama respon fase akut, dari mode adaptif ke
mekanisme imunitas natural, akan meningkatkan katabolisme dalam otot
skelet dan jaringan lain terutama lemak. Hal ini merupakan upaya terakhir
dalam mekanisme pertahanan tubuh pada situasi yang kritis. Dengan
demikian maka respon fase akut ini dapat dikatakan sebagai mekanisme
patofisiologi dimana aktivitas metabolisme berbagai jaringan dan organ
tubuh diatur secara ketat, yang oleh beberapa ahli disebut sebagai
”allostasis”, hal yang lain untuk membedakan dengan homeostasis.14
E. Peran Korteks Pre Frontal dalam Psikoneuroimunologi
Psikoneuroimunologi (PNI) adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara stress, system imun dan kesehatan. Bukti mengesankan adanya
hubungan antara sistem imun, system saraf pusat (CNS) dan system
endokrin, yang mana system ini dapat dipengaruhi oleh factor social dan
psikologi.5
Prefrontal Cortex area merupakan bagian terdepan dari lobus frontal,
lobus korteks terbesar yang berisi lima bidang utama untuk fungsi
neuropsikiatri (planning, organizing, problem solving, selective attention,
personality) dan fungsi motorik dan memediasi fungsi intelektual yang lebih
tinggi (higher cognitive functions) yakni termasuk emosi dan perilaku. Fungsi
eksekutif juga dilakukan oleh daerah Prefrontal Cortex, yaitu berhubungan
dengan kemampuan untuk membedakan antara pikiran yang saling
bertentangan, menentukan baik dan buruk, lebih baik dan terbaik, yang sama
dan berbeda, konsekuensi masa depan dari kegiatan saat ini, bekerja menuju
tujuan yang ditetapkan, prediksi hasil, harapan berdasarkan tindakan, dan
"kontrol" sosial (kemampuan untuk menekan dan mendesak bahwa, jika tidak
ditekan, dapat menyebabkan hasil tidak dapat diterima secara sosial).6
Prefrontal cortex pada manusia mengurus, mengintergrasikan,
memformulasikan, memilih, memonitor, memodifikasi, dan menilai semua
kegiatan sistem syaraf yang ada. Prefrontal cortex berfungsi memberi
informasi dari semua indera, dan menggabungkan informasi tersebut

18
sehingga berguna untuk membentuk penilaian. Kemudian secara konstan
berisi representasi aktif pada working memory, sebagaimana representasi
tujuan dan konteks. Sayangnya, prefrontal cortex yang merupakan salah satu
daerah yang paling penting dalam otak, juga salah satu yang paling rentan
terhadap cedera.6
Mekanisme peningkatan ketahanan tubuh secara psikoeuroimunologi
dapat dilihat dengan menghubungkan perubahan yang terjadi pada hormon
dan neuropeptida yang melibatkan faktor kondisi kejiwaan (strees) dalam
mekanisme perubahan ketahanan tubuh. Kondisi kejiwaan tersebut
digambarkan sebagai status emosi yang mencerminkan dasar konsep
kelainan metal. Pada mulanya tidak diketahui dan tidak diharapkan adanya
kaitan antara otak dan sistem kekebalan tubuh.
Sebuah penelitian dari State University of New York membuktikan,
stress memicu kerusakan di bagian otak yang disebut prefrontal cortex. Area
ini dijuluki sebagai bosnya otak, karena memimpin nyaris seluruh fungsi otak,
termasuk mengatur pemikiran abstrak dan analisis kognitif. Prefrontal cortex
juga bertugas menentukan respon dalam menghadapi sesuatu. Jika otak
terus-menerus diterjang stress, area prefrontal cortex akan melemah, begitu
pula dengan memori otak. Kualitas memori otak menurun karena adanya
campur tangan sinyal glutamate yang amat penting dalam menjaga agar
kinerja prefrontal cortex tetap stabil. Seperti dimuat dalam jurnal Neuron, saat
otak mengalami stress, penerimaan sinyal glutamate pun akan melemah dan
menghasilkan proses negatif dalam kinerja otak.15
Stress mungkin mengurangi sebuah kemampuan meniru dan efek
negatif respons neuroendokrin dan pada akhirnya kegagalan fungsi imun.
Peristiwa trauma dapat merusak hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) aksis dan
system saraf simpatis (SNS), merangsang tingkat konsentrasi yang lebih
tinggi dan sakit yang mengancam nyawa termasuk penyakit jantung. Secara
spesifik, peristiwa trauma kehidupan memicu system respons inflamasi jadi
mereaksi lebih cepat stress kehidupan berikutnya dan meningkatkan inflamasi
sebuah peran etiologi dalam banyak penyakit kronis.16

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Psikoneuroimunologi mengkaji hubungan interaksi antara sistem imun,
sistem saraf dan psikologis (stess) tubuh.
2. Korteks prefrontal (PFC) adalah bagian anterior dari lobus frontalis dalam
otak, terletak di depan daerah motor dan premotor. Struktur anatomi
prefrontal cortex meliputi :
a. Orbitofrontal cortex (OFC) berperan pada proses kogntif pengambilan
keputusan
b. Dorsolateral prefrontal cortex (DLPFC) berperan pada pembentukan
niat tindakan, penalaran abstrak, dan pengendalian attensi (perhatian),
penilaian kembali dan penekanan dari pengaruh perasaan negatif.
c. Ventrolateral prefrontal cortex (VLPFC) berperan pemeliharaan
informasi jangka pendek yang sementara tidak dapat dilakukan dalam
working memory.
3. Fisiologi prefrontal cortex pada manusia mengurus, mengintergrasikan,
memformulasikan, memilih, memonitor, memodifikasi, dan menilai semua
kegiatan sistem syaraf yang ada. Prefrontal cortex berfungsi memberi
informasi dari semua indera, dan menggabungkan informasi tersebut
sehingga berguna untuk membentuk penilaian
4. Mekanisme prefrontal cortex dapat memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam fisiologinya baik yang normal maupun yang mengalami
masalah diantaranya Masalah perilaku diasosiasikan pada kerusakan
frontal lobe dapat diklasifikasikan secara kasar menjadi 5 kelompok yang
dapat tumpang-tindih : Problems of starting,Muncul dalam bentuk
penurunan spontanitas, penurunan produktivitas, penurunan rata-rata
perilaku yang dilakukan, atau menurun atau hilangnya inisiatif. Difficulties
in making mental or behavioral shifts. Permasalahan yang dapat terjadi
ada pada atensi, perubahan gerakan, atau fleksibilitas dalam sikap,
berada dalam lingkup perseveration atau rigidity (kekakuan).Problems in
stopping Kesulitan menahan respons yang salah atau yang tidak
diinginkan, khususnya ketika respon itu memiliki nilai asosiasi yang kuat

20
atau merupakan bagian dari rantai suatu respon. Deficient self-
awarenessMenghasilkan ketidakmampuan untuk mempersepsi kinerja
yang salah(error).A congrete attitudeHilangnya sikap abstrak hal ini
menunjukkan ketidakmampuan seseorang untuk memisahkan diri dari
lingkungan yang mengelilinginya.
5. Stress memicu kerusakan di bagian otak yang disebut prefrontal cortex.
Area ini dijuluki sebagai bosnya otak, karena memimpin nyaris seluruh
fungsi otak, termasuk mengatur pemikiran abstrak dan analisis kognitif.
Prefrontal cortex juga bertugas menentukan respon dalam menghadapi
sesuatu. Jika otak terus-menerus diterjang stress, area prefrontal cortex
akan melemah, begitu pula dengan memori otak.

B. Saran
1. System persyarafan merupakan bagian ilmu yang harus dikuasai karena
perannya yang sangat penting mengingat sebagai pengatur tubuh dalam
melakukan aktifitas, sehingga kita dapat mengetahui apabila terjadi
masalah yang muncul.
2. Trend penyakit yang disebabkan oleh tekanan ( stress ) sangat
berkembang di masa sekarang, Psikoneuroimunologi merupakan cabang
ilmu yang dapat mengaitkan adanya hubungan antara Neuro, Psikologis
dan Imunologi sehingga dapat dijadikan sebuah studi yang ilmiah dalam
mengatasi masalah tersebut.
3. Sebgai khasanah ilmu sebaiknya untuk dijadikan sebagai mata kuliah
khusus mengingat Kesehatan Masyarakat memilki kompetensi preventif
yang besar.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Bratawidjaja, KG.Imunologi dasar Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas, 2000.

2. SM, Kresno.Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi III.


Jakarta : Balai Penerbit Fakultas , 1996.

3. Rifai, Muhaimin.Komponen Imun Sistem. Malang : s.n., 2011

4. Nursalam, Kurniawati Ninuk Dian. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

5. Prawitasari Johana E. 1997. Psikoneuroimunologi: Penelitian Antar Disiplin


Psikologi, Neurologi, dan Imunologi. Buletin Psikologi, Tahun V, Nomor 2,
Desember 1997, ISSN: 6854-7108

6. W,Park Randolph.1998. Fundamental s of Neural Network Modelling


Neuropsychology and Cognitive Neuroscience. Massachusetts Institute of
Technology

7. Liza.Otak Manusia, Neurotransmitter, dan Stress. Cirebon : Dinas


kesehatan Kabupaten Cirebon, 2010.

8. Guyton, A.C dan Hall, J.E.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta :
EGC, 1997.

9. Berczi I. 2001 New foundation of biology: Neuroimmune biology. NIB. 1: 3-


45

10. Goldsby RA; Kindt TJ; Osborne BA; & Kuby J. 2003 Immunology, 5th Ed.
W.H. Freeman & Co., New York

11. Delves PJ; Martin SJ; Burton DR; & Roitt IM. 2006 Roitt’s Essential
Immunology, 11th Ed. Blackwell Publishing, Oxford

12. Goshen I; Kreisel T; Ben-Menachem-Zidon O; Licht T; Weidenfelt J; Ben-


Hur T; & Yirmiya R. 2007 Brain interleukin-1 mediates chronic stress

22
induced depression in mice via adrenocortical activation and hippocampal
neurogenesis suppression. Mol Psychiatry. Doi:10.1038/sj.mp.4002055

13. Pollard TD; Earnshan WC; & Lippincott-Schwartz. 2008 Cell Biology, 2nd
Ed. Saunders ElSevier, Philadelphia

14. Kurotani R; Yasuda M; Oyama K; Egashira N; Suagaya M; Teramoto A; &


Isamura RY. 2001 Expression of interleukin-6, IL-6 R (gp80), and the
receptor’s signal-transducing subunit (gp130) in human normal pituitary
glands and pituitary adenomas. Mod Pathol. 14(8): 791-7

15. Amy F. T. Arnsten 2009. Stress signalling pathways that impair prefrontal
cortex structure and function. Macmillan Publishers Limited

16. Djanggan sargowo 2010. Penelitian psikoneuroimunologi: apakah stress


mempengaruhi imunitas dan menyebabkan penyakit arteri koroner?

23

Anda mungkin juga menyukai