Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang


memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh factor alam, factor non alam
maupun factor manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat
menghambat pembangunan nasional.
Beberapa kejadian bencana terjadi di Indonesia baru-baru ini salah satu nya telah
terjadi Gempa Bumi di Propinsi Aceh pada tanggal 7 Desember 2016 dengan kekuatan 6,4
SR di 18 km Timur Laut Kabupaten Pidie Jaya kedalaman 10 Km. kejadian tersebut
mengakibatkan rusaknya bangunan Masjid dan ratusan bangunan lainnya.
Secara umum, upaya penanggulangan krisis kesehatan masih menghadapi berbagai
macam kendala, antara lain ;
a. Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik
b. Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik
c. Mobilisasi bantuan ke lokasi bencana terhambat
d. Sistem pembiayaan belum mendukung
e. Keterbatasan sumber daya yang akan dikirim maupun yang tersedia didaerah
bencana
f. Pengelolaan bantuan lokal maupun internasional yang belum baik
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada berbagai bencana alam, jajaran
kesehatan telah memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Dengan terjadinya bencana
yang mengakibatkan kondisi infrastruktur kesehatan ada yang rusak termasuk Instalasi
Farmasi, petugas kesehatan harus mampu mengantisipasi kejadian tersebut terutama sebagai
Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan.

1.2 Tujuan

1. Menjelaskan Pengelolaan Obat Bencana dan Perbekalan Kesehatan pada tahap


kesiapsiagaan
2. Menjelaskan Pengelolaan Obat Bencana dan Perbekalan Kesehatan pada tahap
tanggap darurat

1
3. Menjelaskan Pengelolaan Obat Bencana dan Perbekalan Kesehatan pada tahap
rehabilitasi dan rekonstruksi
4. Menjelaskan Pengelolaan Obat Bencana dan Perbekalan Kesehatan pada tahap
evaluasi
5. Studi Kasus

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tahap Kesiapsiagaan

Pada tahap kesiapsiagaan pengelolaan berjalan secara normal, tetapi dilakukan


persiapan untuk mengantisipasi bila terjadi bencana. Perencanaan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan terkait bencana dalam tahap kesiapsiagaan perlu memperhatikan :

1. Jumlah dan jenis obat dan perbekalan kesehatan bila terjadi bencana
2. Pembuatan paket-paket obat bencana untuk daerah disesuaikan dengan potensi
bencana didaerhanya
3. Jenis dan kompetensi TRC
4. Koordinasi lintas sector dan program

2.2 Tahap Tanggap Darurat

2.2.1 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

a. Perencanaan kebutuhan
Obat yang dibutuhkan pada tahap tanggap darurat, berdasarkan Rapid Health
Assesment yang meliputi :
1. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
2. Sumber daya manusia
3. Kondisi gudang penyimpanan
4. Fasilitas dan infrastruktur

5. Pendanaan

b. Penyediaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan


Bahan pertimbangan dalam penyediaan kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan berdasarkan hasil Rapid Health Assesment adalah :
1. Jenis Bencana
Berdasarkan jenis bencana yang terjadi diharapkan Kabupaen/Kota sudah dapat
memperkirakan jumlah dan jenis obat yang harus disiapkan. Jika kebutuhan obat

3
pada tahap tanggap darurat tidak tersedia pada paket bencana maka dilakukan
pengadaan obat sesuai kebutuhan.
2. Luas bencana dan jumlah korban
Berdasarkan luas bencana dan jumlah korban sesuai dengan hasil RHA ditetapkan
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.
3. Stok obat yang dimiliki

Usaha menggunakan persediaan obat dan perbekalan kesehatan dari stok Unit
Pelayanan Kesehatan atau Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ada, dan jika kurang
dapat menggunakan stok dari Kabupaten/Provinsi terdekat.

c. Penyimpanan dan pendistribusian


Untuk menjaga mutu maka penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan harus
dilakukan pada tempat dan kondisi yang sesuai persyaratan dan dikelola oleh petugas
yang berkompeten.
Beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan distribusi obat pada saat
bencana :
1. Adanya permintaan dari daerah bencana
2. Apabila obat dan perbekalan kesehatan tidak tersedia di propinsi yang mengalami
bencana maka disuahakan dari propinsi terdekat atau Kementrian Kesehatan
3. Propinsi terdekat wajib membantudaerah yang terkena bencana
4. Adanya estimasi tingkat keparahan bencana, jumlah korban dan jenis penyakit
5. Pemerintah pusat dan daerah perlu mengalokasikan biaya distribusi sehingga tidak
mengalami kesulitan dalam mendistribusikan obat dan perbekalan kesehatan
6. Kerjasama lintas sector dan program mutlak diperlukan.

Dibawah ini digambarkan alur permintaan dan distribusi obat dan perbekalan
kesehatan pada saat terjadi bencana.

4
2.2.2 Jenis Penyakit dan Obatnya

Agar penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dapat membantu pelaksanaan


pelayanan kesehatan pada tahap tanggap darurat, maka jenis obat dan perbekalan kesehatan
harus sesuai dengan jenis penyakit dan Pedoman Pengobatan yang berlaku.

Tabel 1. Jenis penyakit, obat dan perbekalan kesehatan pada tahap tanggap darurat
berdasarkan jenis bencana

5
6
7
2.2.3 Penyiapan Obat Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan

Pada masa tanggap darurat jenis obat yang disiapkan disesuaikan dengan tingkat
kompetensi petugas yang ada. Secara umum WHO dalam buku New Emrgency Health Kits
membuat klasifikasi penyediaan obat dan perbekalan kesehatan sebagai berikut :

Di pos kesehatan dan sarana kesehatan didaerah bencana dengan tenaga medis dapat
disediakan obat simptomatik, antibiotic tertentu dan obat suntik dalam jumlah terbatas.
Contoh obat antalgin tablet, parasetamol tablet dan syrup, lidocain, amoksisilin,
kloramfenikol dan metronidazole.

Tabel 2. Contoh Obat untuk Pos Kesehatan dan Pustu dengan tenaga medis dan
paramedis

8
2.3 Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi

Agar obat sisa bantuan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, maka diperlukan
langkah-langkah penatalaksanaan sebagai berikut :

a. Inventarisasi
Inventarisasi dilakukan segera setelah tahap tanggap darurat dinyatakan
berakhir. Mekanisme inventarisasi dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Setiap sarana pelayanan kesehatan di kab/kota melakukan inventarisasi obat dan
perbekalan kesehatan dan melaporkan kedinas kesehatan kab/kota.
2. Dinas kesehatan kab/kota menunjuk instalasi farmasi kab/kota untuk
melaksanakan rekapitulasi hasil inventarisasi obat dan perbekalan kesehatan.
3. Hasil rekapitulasi obat dan perbekalan kesehatan dilaporkan ke dinas kesehatan
propinsi.

4. Dinas kesehatan propinsi menindaklanjuti hasil rekapitulasi tersebut dengan cara


memfasilitasi apabila perlu dilakukan relokasi atau pemusnahan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

b. Penarikan kembali obat dan Perbekalan kesehatan


Hasil inventarisasi obat dan perbekalan kesehatan ditindaklanjuti dinas
kesehatan kab/kota dengan cara sebagai berikut :
1. Semua obat dan perbekalan kesehatan di pos kesehatan ditarik ke puskesmas

2. Kelebihan obat dan perbekalan kesehatan di pueskesmas/pustu ditarik ke dinkes


kab/kota

2.4 Evaluasi

Untuk mengevaluasi pnegelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada tahap


rehabilitasi dan rekonstruksi, digunakan instrument sebagai berikut :

1. Kesesuaian jenis obat yang dibutuhkan dengan obat yang diterima

Untuk mendukung pelayanan kesehatan disaat bencana, maka dibutuhkan


kesesuian jenis obat yang dibutuhkan sesuai masalah kesehatan yang timbul saat
bencana dan jenis obat bantuan yang diterima.

9
Cara memperoleh data:
 Jumlah jenis obat yg dibutuhkan, lihat kasus penyakit.

 Jumlah jenis obat yg diterima, lihat berita acara pengiriman obat.

2. Tingkat ketersediaan obat


Untuk mendukung pelayanan kesehatan di saat bencana, maka dibutuhkan
kesesuaian jumlah obat yang dibutuhkan sesuai masalah kesehatan yang timbul saat
bencana.

Cara memperoleh data:


 Jumlah obat yang tersedia, lihat di kartu stok masing – masing unit
 Rata – rata pemakain obat per periode, lihat pemakaian obat.

3. Presentase obat kadaluarsa


Terjadinya obat kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan bantuan dan/atau
kurang baik sistem distribusi dan atau kurangnya pengamatan mutu dalam
penyimpanan obat dan atau perubahan pola penyakit.

Cara memperoleh data:


 total item obat yg ED, lihat berita acara pengiriman obat;
 total item obat yg tersedia, lihat berita acara pengiriman obat.

4. Presentase dan nilai obat rusak


Terjadinya obat rusak mencerminkan ketidak tepatan bantuan, dan/atau kurang
baiknya sistem distribusi, dan/atau kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan
obat dan/atau perubahan pola penyakit.

10
Cara memperoleh data:
 Total item obat yg rusak, lihat sisa obat;
 Total item obat yg tersedia, lihat berita acara pengiriman obat;
 Harga per kemasan, lihat daftar harga SK Menkes.

5. Pemusnahan obat-obatan
Proses pemusnahan mengacu pada Pedoman Teknis Pemusnahan Sediaan
Farmasi dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan sesuai dengan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.
Secara garis besar, proses pemusnahan obat terdiri dari:
a. memilah, memisahkan dan menyusun daftar obat yang akan dimusnahkan
b. menentukan cara pemusnahan
c. menyiapkan pelaksanaan pemusnahan
d. menetapkan lokasi pemusnahan
e. pelaksanaan pemusnahan
f. membuat berita acara pemusnahan
g. melaporkan kepada gubernur/bupati/walikota

Pada tahap tanggap darurat seluruh institusi harus langsung terlibat sesuai
dengan tugas dan fungsinya. Untuk tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, maka fungsi
pelayanan dilakukan kembali seperti pada situasi normal. Pada tahap kesiapsiagaan
tidak semua institusi kesehatan langsung terlibat dalam pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan, karena pada tahap ini yang diperlukan adalah adanya rencana
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan.

2.5 Studi Kasus

Telah terjadi Gempa bumi di Kabupaten Suka-Suka yang merusak infrastruktur


kesehatan. Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai bidang pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan adalah :

11
Sebagai unit farmasi, tugas sebagai penanggung jawab antara lain :

1. Merencanakan dan mengelola unit farmasi termasuk pelaksanaan system stock


opname untuk obat-obatan dan perbekalan farmasi berikut pemantauan pemakaiannya
secara rutin.
2. Mengatur sumber daya unit farmasi
3. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan farmasi
4. Melakukan perencanaan obat dan mengajukan permintaan obat ke dinas kesehatan
setempat.
5. Melakukan proses penyimpanan obat dengan system FIFO (first in first out) dan
FEFO (first expired first out), bentuk sediaan, alphabet.
6. Melakukan pengecekan terhadap kondisi obat secara visual.
7. Mengecek stok obat
8. Mengeluarkan obat sesuai permintaan dari kamar obat.
9. Menjaga kondisi gudang agar obat tetap terjamin mutu/kualitasnya
10. Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus terhadap obat-obat psikotropik dan
narkotik

Pada prinsipnya pelayanan farmasi (obat dan perbekalan kesehatan) kepada pasien di
RS lapangan hampir sama dengan pelayanan pada pasien di rumah sakit biasa karena kondisi
darurat system pelayanan nya dibuat lebih sederhana. Kriteria jenis obat yang disediakan di
RS lapangan adalah obat untuk penyelamat jiwa (pertolongan pertama atau kondisi
emergensi). Perlengkapan RS lapangan harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan
mutu, keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai. Perlengkapan tersebut dapat
mencakup alat medis, penunjang medis, dan alat non-medis.

Langkah-langkah :

1. Melakukan perhitungan yang relatif sesuai dengan kebutuhan selain jenis obat yang
disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata. Biasanya untuk bencana gempa
bumi jenis penyakit yang ditimbulkan adalah :
 Luka memar
 Luka sayatan
 ISPA
 Gastritis

12
 Patah tulang
 Malaria
 Asma
 Penyakit mata
 Penyakit kulit
 Meninggal dunia
2. Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya.
3. Mobilisasi obat dan perbekalan kesehatan
Mekanisme penggerakan obat dan perbekalan kesehatan, meliputi:
 Jenis dan jumlah sesuai hasil assessment (y.i. jenis bencana, jenis penyakit,
jumlah korban berikut usianya), dan pedoman pengobatan.

 Penggerakan obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi mengacu pada Gambar 2.


Dalam situasi itu, obat untuk bencana diterima dan dikumpulkan oleh pemerintah
daerah setempat melalui Gudang Farmasi (Instalasi Farmasi). Tujuannya adalah
untuk memudahkan dalam pengawasan dan pendistribusian ke lokasi bencana.
Jika ada permintaan obat baik dari puskesmas, rumah sakit daerah, RS swasta,
atau RS lapangan, pemenuhannya akan segera didistribusikan sesuai dengan
kebutuhan dan persediaan yang ada. Setiap permintaan obat harus disertai dengan
lampiran jumlah korban atau pengungsi yang dilayani serta data pola penyakit
yang terjadi.

Gambar 2. Bagan alur mekanisme penggerakkan obat dan perbekalan kesehatan

13
Keterangan:
 RS lapangan dapat mengajukan permintaan kebutuhan obat dan bahan habis pakai ke
kantor Dinkes Kab/Kota setempat yang harus dipenuhinya.
 Bila permintaan obat dan perbekalan kesehatan tidak dapat terpenuhi, dinas kesehatan
kab/kota dapat meneruskan permintaan itu secara berjenjang ke dinas kesehatan
provinsi dan departemen kesehatan.

 Distribusi obat tersebut bersifat situasional bergantung pada lokasi bencana dan
tingkat ketersediaan obat yang ada.

4. Jika jumlah obat di daerah lokasi bencana tidak mencukupi, kekurangannya dapat
diambil dari obat buffer stock nasional melalui Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan
Alat Kesehatan selaku unit utama di Departemen Kesehatan yang bertanggung jawab
dalam penyediaan obat bagi korban bencana.

5. Penyimpanan obat ditempat yang aman


Dalam sistem penyimpanan obat di RS lapangan, juga diberlakukan kondisi
penyimpanan khusus, terutama untuk yang berikut.
 Vaksin memerlukan cold chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan
putusnya aliran listrik.
 Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci.
 Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam
ruangan khusus dan sebaiknya disimpan di bangunan khusus yang terpisah
dari gudang induk.

Untuk memudahkan proses pelayanan obat, minimal harus tersedia peralatan seperti:
 wadah obat/kotak
 mortir dan stamfer (untuk meracik obat)
 plastik atau kertas perkamen untuk obat yang akan diserahkan kepada pasien
 air bersih dan matang untuk meracik sirup kering
 etiket untuk obat luar dan dalam

 gelas ukur.

6. Pencatatan dan pelaporan obat

14
Mengingat situasi saat bencana sering menyebabkan sarana pelayanan kesehatan
mengalami kekurangan tenaga, maka untuk memudahkan pencatatan, kartu stok
dapat digunakan. Segala kegiatan pelayanan obat harus dilaporkan kepada dinkes
kabupaten/kota/provinsi sebagai bentuk pertanggungjawaban tentang penggunaan
obat, selain sebagai bahan evaluasi pelaksanaan kegiatan di lokasi terjadinya bencana.
Kegiatan pelaporan obat dilakukan perhari, perminggu atau bergantung pada situasi di
lapangan

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prinsip dasar dari pelayanan obat pada situasi bencana adalah cepat, tepat, dan sesuai
kebutuhan. Oleh karena itu, dengan banyaknya institusi kesehatan yang terlibat perlu
dilakukan koordinasi dan pembagian tanggung jawab. Hal itu diperlukan agar tidak terjadi
simpang siur penanggung jawab pada setiap tahapan situasi bencana. Pada tahap persiapan
tidak semua institusi kesehatan langsung terlibat dalam pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan karena pada tahap itu yang diperlukan adalah adanya rencana penyiapan
pengalokasian obat dan perbekalan kesehatan, sedangkan pada tahap kejadian bencana semua
institusi harus langsung terlibat.

Pada dasarnya, sistem penyimpanan obat di RS lapangan hampir sama dengan sistem
penyimpanan di tempat lain seperti Puskesmas atau RS rujukan. Obat harus disimpan di
tempat yang aman, disusun berdasarkan jenisnya secara alfabetis. Penyimpanan menerapkan
sistem FEFO dan FIFO. Petugas yang berwenang dalam mengakses ruang penyimpanan obat
hanya petugas yang telah ditunjuk.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI, 2011, Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Edisi
Revisi, Jakarta : Bidang Penangggulangan Krisis.
2. Kemenkes RI, 2008, Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan Untuk Bencana,
Jakarta : Bidang Penangggulangan Krisis.

16

Anda mungkin juga menyukai