Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PROSEDUR ALUR PERMOHONAN


DAN PENDISTRIBUSIAN OBAT

OLEH
KELOMPOK 2

ERMELINDA ZARE EMIRENTIANA PAHAT


(PO530333216112) (PO530333216111)
FACHRUNISA ALBONEH IGNASIUS KLAU
(PO530333216113) (PO530333216117)
MARIA F NENUSIU OKTAVIANY BAHI
(PO530333216128) (PO530333216134)
VIANEY DAIN
(PO530333216144)

TINGKAT II REGULAR A

JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES KUPANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa pula kami
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang sudah merelakan waktunya
untuk menyusun dan memeberikan pendapatnya dalam menyelesaikan makalah
ini.
Dan harapan kami, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
bagi pembaca,untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Kupang , Juni 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis


yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh factor alam,
factor non alam maupun factor manusia yang menyebabkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan
nasional.
Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana, baik bencana
alam maupun karena ulah manusia. Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya bencana ini adalah kondisi geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor
lain seperti keragaman sosial budaya dan politik. Semua kejadian tersebut di atas
menimbulkan krisis kesehatan antara lain lumpuhnya pelayanan kesehatan,
korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air
bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular dan stres/gangguan
kejiwaan.
Dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana, banyak bantuan
kesehatan dari LSM/NGO lokal mapun internasional yang terlibat secara aktif
dalam penanganan bencana di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya standar
bagi petugas kesehatan di Indonesia, LSM/NGO nasional maupun internasional,
lembaga donor dan masyarakat yang bekerja atau berkaitan dalam penanganan
krisis kesehatan akibat bencana.
Secara umum, upaya penanggulangan krisis kesehatan masih menghadapi
berbagai macam kendala, antara lain ;
a. Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik
b. Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik
c. Mobilisasi bantuan ke lokasi bencana terhambat
d. Sistem pembiayaan belum mendukung
e. Keterbatasan sumber daya yang akan dikirim maupun yang tersedia
didaerah bencana
f. Pengelolaan bantuan lokal maupun internasional yang belum baik
Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada berbagai bencana alam,
jajaran kesehatan telah memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Dengan
terjadinya bencana yang mengakibatkan kondisi infrastruktur kesehatan ada yang
rusak termasuk Instalasi Farmasi, petugas kesehatan harus mampu mengantisipasi
kejadian tersebut terutama sebagai Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan.

B. TUJUAN

1. Menjelaskan Pengelolaan dan distribusi Obat Bencana pada tahap


kesiapsiagaan
2. Menjelaskan Pengelolaan Obat dan distribusiBencana pada tahap tanggap
darurat
3. Menjelaskan Pengelolaan Obat dan distribusi Bencana pada tahap
rehabilitasi dan rekonstruksi
4. Menjelaskan Pengelolaan Obat dan distribusi Bencana pada tahap
evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAHAP KESIAPSIAGAAN
Pada tahap kesiapsiagaan pengelolaan berjalan secara normal, tetapi
dilakukan persiapan untuk mengantisipasi bila terjadi bencana. Perencanaan
kebutuhan obat terkait bencana dalam tahap kesiapsiagaan perlu memperhatikan :

1. Jumlah dan jenis obat bila terjadi bencana


2. Pembuatan paket-paket obat bencana untuk daerah disesuaikan dengan
potensi bencana didaerhanya
3. Jenis dan kompetensi TRC
4. Koordinasi lintas sector dan program

B. TAHAP TANGGAP DARURAT

1. Pengelolaan Obat

a. Perencanaan kebutuhan
Obat yang dibutuhkan pada tahap tanggap darurat, berdasarkan
Rapid Health Assesment yang meliputi :
1. Ketersediaan obat
2. Sumber daya manusia
3. Kondisi gudang penyimpanan
4. Fasilitas dan infrastruktur
5. Pendanaan

b. Penyediaan kebutuhan obat


Bahan pertimbangan dalam penyediaan kebutuhan obat dan
perbekalan kesehatan berdasarkan hasil Rapid Health Assesment adalah :
1. Jenis Bencana
Berdasarkan jenis bencana yang terjadi diharapkan Kabupaen/Kota
sudah dapat memperkirakan jumlah dan jenis obat yang harus
disiapkan. Jika kebutuhan obat pada tahap tanggap darurat tidak
tersedia pada paket bencana maka dilakukan pengadaan obat sesuai
kebutuhan.
2. Luas bencana dan jumlah korban
Berdasarkan luas bencana dan jumlah korban sesuai dengan hasil RHA
ditetapkan kebutuhan obat.
3. Stok obat yang dimiliki
Usaha menggunakan persediaan obat dari stok Unit Pelayanan
Kesehatan atau Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ada, dan jika kurang
dapat menggunakan stok dari Kabupaten/Provinsi terdekat.

c. Penyimpanan dan pendistribusian


Untuk menjaga mutu maka penyimpanan harus dilakukan pada
tempat dan kondisi yang sesuai persyaratan dan dikelola oleh petugas yang
berkompeten.
Beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan distribusi obat
pada saat bencana :
1. Adanya permintaan dari daerah bencana
2. Apabila obat tidak tersedia di propinsi yang mengalami bencana maka
disuahakan dari propinsi terdekat atau Kementrian Kesehatan
3. Propinsi terdekat wajib membantu daerah yang terkena bencana
4. Adanya estimasi tingkat keparahan bencana, jumlah korban dan jenis
penyakit
5. Pemerintah pusat dan daerah perlu mengalokasikan biaya distribusi
sehingga tidak mengalami kesulitan dalam mendistribusikan obat
6. Kerjasama lintas sector dan program mutlak diperlukan.

Dibawah ini digambarkan alur permintaan dan distribusi obat dan


perbekalan kesehatan pada saat terjadi bencana.
2. Jenis Penyakit dan Obatnya

Agar penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dapat membantu


pelaksanaan pelayanan kesehatan pada tahap tanggap darurat, maka jenis obat dan
perbekalan kesehatan harus sesuai dengan jenis penyakit dan Pedoman
Pengobatan yang berlaku.

Tabel 1. Jenis penyakit, obat dan perbekalan kesehatan pada tahap tanggap
darurat berdasarkan jenis bencana
3. Penyiapan Obat Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan

Pada masa tanggap darurat jenis obat yang disiapkan disesuaikan dengan
tingkat kompetensi petugas yang ada. Secara umum WHO dalam buku New
Emrgency Health Kits membuat klasifikasi penyediaan obat dan perbekalan
kesehatan sebagai berikut :

Di pos kesehatan dan sarana kesehatan didaerah bencana dengan tenaga


medis dapat disediakan obat simptomatik, antibiotic tertentu dan obat suntik
dalam jumlah terbatas. Contoh obat antalgin tablet, parasetamol tablet dan syrup,
lidocain, amoksisilin, kloramfenikol dan metronidazole.

Tabel 2. Contoh Obat untuk Pos Kesehatan dan Pustu dengan tenaga
medis dan paramedis
C. TAHAP REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Agar obat sisa bantuan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, maka


diperlukan langkah-langkah penatalaksanaan sebagai berikut :

a. Inventarisasi
Inventarisasi dilakukan segera setelah tahap tanggap darurat
dinyatakan berakhir. Mekanisme inventarisasi dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Setiap sarana pelayanan kesehatan di kab/kota melakukan inventarisasi
obat dan perbekalan kesehatan dan melaporkan kedinas kesehatan
kab/kota.
2. Dinas kesehatan kab/kota menunjuk instalasi farmasi kab/kota untuk
melaksanakan rekapitulasi hasil inventarisasi obat dan perbekalan
kesehatan.
3. Hasil rekapitulasi obat dan perbekalan kesehatan dilaporkan ke dinas
kesehatan propinsi.
4. Dinas kesehatan propinsi menindaklanjuti hasil rekapitulasi tersebut
dengan cara memfasilitasi apabila perlu dilakukan relokasi atau
pemusnahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Penarikan kembali obat


Hasil inventarisasi obat ditindaklanjuti dinas kesehatan kab/kota
dengan cara sebagai berikut :
1. Semua obat di pos kesehatan ditarik ke puskesmas
2. Kelebihan obat di pueskesmas/pustu ditarik ke dinkes kab/kota

D. EVALUASI

Untuk mengevaluasi pnegelolaan obat pada tahap rehabilitasi dan


rekonstruksi, digunakan instrument sebagai berikut :

1. Kesesuaian jenis obat yang dibutuhkan dengan obat yang diterima


Untuk mendukung pelayanan kesehatan disaat bencana, maka
dibutuhkan kesesuian jenis obat yang dibutuhkan sesuai masalah
kesehatan yang timbul saat bencana dan jenis obat bantuan yang diterima.

Cara memperoleh data:


Jumlah jenis obat yg dibutuhkan, lihat kasus penyakit.
Jumlah jenis obat yg diterima, lihat berita acara pengiriman obat.

2. Tingkat ketersediaan obat


Untuk mendukung pelayanan kesehatan di saat bencana, maka
dibutuhkan kesesuaian jumlah obat yang dibutuhkan sesuai masalah
kesehatan yang timbul saat bencana.
Cara memperoleh data:
Jumlah obat yang tersedia, lihat di kartu stok masing – masing unit
Rata – rata pemakain obat per periode, lihat pemakaian obat.

3. Presentase obat kadaluarsa


Terjadinya obat kadaluwarsa mencerminkan ketidaktepatan
bantuan dan/atau kurang baik sistem distribusi dan atau kurangnya
pengamatan mutu dalam penyimpanan obat dan atau perubahan pola
penyakit.

Cara memperoleh data:


 total item obat yg ED, lihat berita acara pengiriman obat;
 total item obat yg tersedia, lihat berita acara pengiriman obat.

4. Presentase dan nilai obat rusak


Terjadinya obat rusak mencerminkan ketidak tepatan bantuan,
dan/atau kurang baiknya sistem distribusi, dan/atau kurangnya pengamatan
mutu dalam penyimpanan obat dan/atau perubahan pola penyakit.

Cara memperoleh data:


 Total item obat yg rusak, lihat sisa obat;
 Total item obat yg tersedia, lihat berita acara pengiriman obat;
 Harga per kemasan, lihat daftar harga SK Menkes.
5. Pemusnahan obat-obatan
Proses pemusnahan mengacu pada Pedoman Teknis Pemusnahan
Sediaan Farmasi dengan mempertimbangkan dampak lingkungan dan
sesuai dengan peraturan perundang‐undangan yang berlaku.
Secara garis besar, proses pemusnahan obat terdiri dari:
a. memilah, memisahkan dan menyusun daftar obat yang akan
dimusnahkan
b. menentukan cara pemusnahan
c. menyiapkan pelaksanaan pemusnahan
d. menetapkan lokasi pemusnahan
e. pelaksanaan pemusnahan
f. membuat berita acara pemusnahan
g. melaporkan kepada gubernur/bupati/walikota

Pada tahap tanggap darurat seluruh institusi harus langsung terlibat


sesuai dengan tugas dan fungsinya. Untuk tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi, maka fungsi pelayanan dilakukan kembali seperti pada
situasi normal. Pada tahap kesiapsiagaan tidak semua institusi kesehatan
langsung terlibat dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan,
karena pada tahap ini yang diperlukan adalah adanya rencana kebutuhan
obat dan perbekalan kesehatan.

Contoh Studi Kasus Bencana Gempa Bumi

Telah terjadi Gempa bumi di Kabupaten Suka-Suka yang merusak


infrastruktur kesehatan. Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai bidang
pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah :

Sebagai unit farmasi, tugas sebagai penanggung jawab antara lain :

1. Merencanakan dan mengelola unit farmasi termasuk pelaksanaan system


stock opname untuk obat-obatan dan perbekalan farmasi berikut
pemantauan pemakaiannya secara rutin.
2. Mengatur sumber daya unit farmasi
3. Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan farmasi
4. Melakukan perencanaan obat dan mengajukan permintaan obat ke dinas
kesehatan setempat.
5. Melakukan proses penyimpanan obat dengan system FIFO (first in first
out) dan FEFO (first expired first out), bentuk sediaan, alphabet.
6. Melakukan pengecekan terhadap kondisi obat secara visual.
7. Mengecek stok obat
8. Mengeluarkan obat sesuai permintaan dari kamar obat.
9. Menjaga kondisi gudang agar obat tetap terjamin mutu/kualitasnya
10. Melakukan pencatatan dan pelaporan khusus terhadap obat-obat
psikotropik dan narkotik

Pada prinsipnya pelayanan farmasi (obat dan perbekalan kesehatan)


kepada pasien di RS lapangan hampir sama dengan pelayanan pada pasien di
rumah sakit biasa karena kondisi darurat system pelayanan nya dibuat lebih
sederhana. Kriteria jenis obat yang disediakan di RS lapangan adalah obat untuk
penyelamat jiwa (pertolongan pertama atau kondisi emergensi). Perlengkapan RS
lapangan harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan,
keselamatan, kemanfaatan, dan layak pakai. Perlengkapan tersebut dapat
mencakup alat medis, penunjang medis, dan alat non-medis.

Langkah-langkah :

1. Melakukan perhitungan yang relatif sesuai dengan kebutuhan selain jenis


obat yang disediakan juga dapat mendekati kebutuhan nyata. Biasanya
untuk bencana gempa bumi jenis penyakit yang ditimbulkan adalah :
 Luka memar
 Luka sayatan
 ISPA
 Gastritis
 Patah tulang
 Malaria
 Asma
 Penyakit mata
 Penyakit kulit
 Meninggal dunia
2. Mendata jumlah pengungsi, berikut usia dan jenis kelaminnya.
3. Mobilisasi obat dan perbekalan kesehatan
Mekanisme penggerakan obat dan perbekalan kesehatan, meliputi:
 Jenis dan jumlah sesuai hasil assessment (y.i. jenis bencana, jenis
penyakit, jumlah korban berikut usianya), dan pedoman pengobatan.
 Penggerakan obat dan perbekalan kesehatan ke lokasi mengacu pada
Gambar 2. Dalam situasi itu, obat untuk bencana diterima dan
dikumpulkan oleh pemerintah daerah setempat melalui Gudang
Farmasi (Instalasi Farmasi). Tujuannya adalah untuk memudahkan
dalam pengawasan dan pendistribusian ke lokasi bencana. Jika ada
permintaan obat baik dari puskesmas, rumah sakit daerah, RS swasta,
atau RS lapangan, pemenuhannya akan segera didistribusikan sesuai
dengan kebutuhan dan persediaan yang ada. Setiap permintaan obat
harus disertai dengan lampiran jumlah korban atau pengungsi yang
dilayani serta data pola penyakit yang terjadi.

Gambar 2. Bagan alur mekanisme penggerakkan obat dan perbekalan


kesehatan
Keterangan:
 RS lapangan dapat mengajukan permintaan kebutuhan obat dan bahan
habis pakai ke kantor Dinkes Kab/Kota setempat yang harus dipenuhinya.
 Bila permintaan obat dan perbekalan kesehatan tidak dapat terpenuhi,
dinas kesehatan kab/kota dapat meneruskan permintaan itu secara
berjenjang ke dinas kesehatan provinsi dan departemen kesehatan.
 Distribusi obat tersebut bersifat situasional bergantung pada lokasi
bencana dan tingkat ketersediaan obat yang ada.

4. Jika jumlah obat di daerah lokasi bencana tidak mencukupi,


kekurangannya dapat diambil dari obat buffer stock nasional melalui
Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan selaku unit utama di
Departemen Kesehatan yang bertanggung jawab dalam penyediaan obat
bagi korban bencana.

5. Penyimpanan obat ditempat yang aman


Dalam sistem penyimpanan obat di RS lapangan, juga diberlakukan
kondisi penyimpanan khusus, terutama untuk yang berikut.
 Vaksin memerlukan cold chain khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik.
 Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari
khusus dan selalu terkunci.
 Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus
disimpan dalam ruangan khusus dan sebaiknya disimpan di
bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk.

Untuk memudahkan proses pelayanan obat, minimal harus tersedia


peralatan seperti:
 wadah obat/kotak
 mortir dan stamfer (untuk meracik obat)
 plastik atau kertas perkamen untuk obat yang akan diserahkan
kepada pasien
 air bersih dan matang untuk meracik sirup kering
 etiket untuk obat luar dan dalam
 gelas ukur.

6. Pencatatan dan pelaporan obat


Mengingat situasi saat bencana sering menyebabkan sarana pelayanan
kesehatan mengalami kekurangan tenaga, maka untuk memudahkan
pencatatan, kartu stok dapat digunakan. Segala kegiatan pelayanan obat
harus dilaporkan kepada dinkes kabupaten/kota/provinsi sebagai bentuk
pertanggungjawaban tentang penggunaan obat, selain sebagai bahan
evaluasi pelaksanaan kegiatan di lokasi terjadinya bencana. Kegiatan
pelaporan obat dilakukan perhari, perminggu atau bergantung pada situasi
di lapangan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Prinsip dasar dari pelayanan obat pada situasi bencana adalah cepat, tepat,
dan sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, dengan banyaknya institusi kesehatan yang
terlibat perlu dilakukan koordinasi dan pembagian tanggung jawab. Hal itu
diperlukan agar tidak terjadi simpang siur penanggung jawab pada setiap tahapan
situasi bencana. Pada tahap persiapan tidak semua institusi kesehatan langsung
terlibat dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan karena pada tahap itu
yang diperlukan adalah adanya rencana penyiapan pengalokasian obat dan
perbekalan kesehatan, sedangkan pada tahap kejadian bencana semua institusi
harus langsung terlibat.

Pada dasarnya, sistem penyimpanan obat di RS lapangan hampir sama


dengan sistem penyimpanan di tempat lain seperti Puskesmas atau RS rujukan.
Obat harus disimpan di tempat yang aman, disusun berdasarkan jenisnya secara
alfabetis. Penyimpanan menerapkan sistem FEFO dan FIFO. Petugas yang
berwenang dalam mengakses ruang penyimpanan obat hanya petugas yang telah
ditunjuk.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat


Edisi Revisi, Jakarta : Bidang Penangggulangan Krisis.

Kemenkes RI, 2008, Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan Untuk


Bencana, Jakarta : Bidang Penangggulangan Krisis.

Anda mungkin juga menyukai