Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SOSIOLOGI

Dampak Homeschooling Terhadap Anak

DESI ANALIA

X MIPA 3

SMA NEGERI 1 TENGGARONG

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

JL. Mulawarman No. 31 RT. 12 Kelurahan Sukarame Kabupaten


Kutai Kartanegara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Dampak Homeschooling Terhadap Anak ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata pelajaran Sosiologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang homeschooling bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Alif Reza Nur Hadi, selaku
guru mata pelajaran Sosiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tenggarong, 12 April 2020

Desi Analia
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................4
D. Landasan Teori........................................................................................5
BAB 2 METODOLOGI PENELITIAN...................................................................9
A. Metode Penelitian....................................................................................9
B. Fenomenologi........................................................................................10
BAB 3 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN..............................................12
A. Dampak Negatif dari Homeschooling...................................................12
B. Dampak Positif dari Homechooling......................................................13
C. Sejarah Singkat Homeschooling............................................................14
D. Landasan Hukum Homeschooling dalam Pendidikan Nasional...........15
E. Kurikulum Homeschooling....................................................................17
F. Perkembangan Homeschooling di Indonesia.........................................17
G. Tantangan Homeschooling....................................................................19
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................21
A. Kesimpulan............................................................................................21
B. Saran......................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya orangtua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong
orangtua mendidik anaknya di rumah. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai
rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan
bersosial (nilai-nilai iman dan moral). Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor
dengan mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal
pada anak, kurang diperhatikan. Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan
ditentukan oleh teman-temannya yang lebih pintar, lebih unggul atau lebih “cerdas”.
Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan.
Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orangtua memilih mendidik anak-
anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga.
Homeschooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu
pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman/ agama dan moral serta
mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan.
Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan
orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini
muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-
anaknya. Homeschooling ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh
mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.
Di Indonesia keberadaan homeschooling sudah mulai menjamur di Jakarta dan
kota besar lainnya. Untuk tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar
model rumahan ini belum menuai minat dari khalayak umum.
Namun kini, keberadaannya justru banyak dimanfaatkan kalangan menengah
keatas, seperti artis, dan kalangan entertainer. Tak jarang didapati diantaranya
kalangan olahragawan, atlit nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah
sebagai ruang kelas.
Banyaknya orang tua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong
orang tua mendidik anaknya di rumah. Kerapkali sekolah formal berorientasi pada
nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan
bersosial (nilai-nilai iman dan moral).
Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli
ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.
Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan ditentukan oleh teman-temannya yang
lebih pintar, lebih unggul atau lebih “cerdas”. Keadaan demikian menambah suasana
sekolah menjadi tidak menyenangkan.
Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orang tua memilih mendidik anak-
anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga.
Homeschooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu
pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman/agama dan moral serta
mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan.
Homeschoolingmerupakan sistem pendidikan atau pembelajaran yang
diselenggarakan di rumah sebagai sekolah alternatif dengan cara menempatkan anak-
anak sebagai subjek yang menggunakan pendekatan at home.Pengajar atau guru dari
program homeschoolingbiasanya dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang
ditunjuk sebagai gurunya. Pada pelaksanaan homeschooling,anak dan orang tua yang
akan menentukan isi materi pelajaran mereka.
Waktu pelaksanaan homeschoolingsendiri cenderung fleksibel, berbeda dengan
sekolah pada umumnya. Homeschoolingdapat dilaksanakan sesuai dengan tahap
perkembangan anak, sehingga pada anak usia dini, orang tua dapat memberikan materi
pembelajaran pada saat anak bermain, makan, dan segala aktivitas anak (Rivero,
2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dampak negatif dari homeschooling ?
2. Apa saja dampak positif dari homeschooling ?
3. Bagaimana sejarah singkat homeschooling ?
4. Bagaimana landasan hukum homeschooling dalam pendidikan nasional ?
5. Bagaimana kurikulum homeschooling ?
6. Bagaimana perkembangan homeschooling di Indonesia ?
7. Apa saja tantangan homeschooling ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dampak negatif dari homeschooling.
2. Untuk mengetahui dampak positif dari homeschooling.
3. Untuk mengetahui sejarah singkat homeschooling.
4. Untuk mengetahui landasan hukum homeschooling dalam pendidikan
nasional.
5. Untuk mengetahui kuikulum homeschooling.
6. Untuk mengetahui perkembangan homeschooling di Indonesia.
7. Untuk mengetahui tantangan homeschooling.

D. Landasan Teori
1. Homeschooling
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan dari homeschooling adalah “sekolah
rumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) untuk menyebutkan homeschooling.Selain sekolah rumah,
homeschooling terkadang diterjemahkan dengan istilah sekolah mandiri.
Homeschooling merupakan model pendidikan alternatif selain di sekolah.
Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah
keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan
mendidik anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.
Orangtua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya.
Bertanggung jawab secara aktif di sini adalah keterlibatan penuh orangtua pada proses
penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan,
nilai-nilai (values) yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan yang
hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik
belajar keseharian anak (Sumardiono, 2007).
Lima syarat yang harus dimiliki orangtua yang ingin menjalankan
homeschooling, yaitu mencintai anak-anak, kreatif, bersahabat dengan anak,
memahami anak-anak, dan memiliki kemauan untuk mengetahui standar kompetensi
dan standar isi kurikulum nasional.
Homeschooling memang berpusat dirumah, tetapi proses homeschooling
umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orangtua homeschooling
biasanya menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk pendidikan
homeschooling anaknya. Untuk melakukan pendidikan dan pengayaan (enrichment),
keluarga homeschooling juga memanfaatkan semua infrastruktur dan sarana yang ada
di masyarakat (Mulyadi, 2007). Semakin luas kita mengait-ngaitkan berbagai hal,
maka semakin banyak kita belajar (Vos dalam Mulyadi, 2007).
Proses pembelajaran keluarga homeschooling dapat memanfaatkan fasilitas yang
ada di dunia nyata, seperti fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga
penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti
asuhan, rumah sakit), maupun fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah,
perkebunan). Selain itu, keluarga homeschooling dapat menggunakan guru privat,
tutor, mendaftarkan anak pada kursus atau klub hobi (komik, film, fotografi), dan
sebagainya. Internet dan teknologi audio visual yang semakin berkembang juga
merupakan sarana belajar yang biasa digunakan oleh keluarga homeschooling
(Sumardiono, 2007).
Mulyadi (2007) turut menambahkan bahwa homeschooling akan membelajarkan
anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi, dan lingkungan sosial yang terus
berkembang. Orangtua seharusnya memusatkan perhatian pada anak-anak, selama
mereka terjaga dan beraktivitas, kedekatan orangtua dengan anak-anaknya dapat
dijadikan cara belajar yang efektif dan bisa dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman
yang menyenangkan yang didapatkan dari fasilitas yang ada di dunia nyata.
Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama
sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan
seperti yang diharapkan. Akan tetapi, homeschooling dan sekolah juga memiliki
beberapa perbedaan. Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak
didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah.
Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di
tangan orang tua. Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak
secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan
anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam
untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar fleksibel, tergantung pada
kesepakatan antara anak dan orang tua.
Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum
dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling terdesentralisasi pada keinginan
keluarga homeschooling. Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang
tua (Simbolon, 2007). Dapat disimpulkan bahwa homeschooling merupakan
pendidikan alternatif, dimana orangtua berperan secara aktif dan bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai
basis pendidikannya dan anak dapat belajar dengan berbagai situasi, kondisi,
lingkungan sosial yang terus berkembang. Proses pembelajaran homeschooling
bersifat fleksibel baik dari segi waktu dan keinginan anak untuk belajar sesuai dengan
minat dan potensinya secara mandiri dan disiplin.
Homeschooling (HS) adalah model alternatif belajar selain di sekolah. Tak ada
sebuah definisi tunggal mengenai homeschooling. Selain homeschooling, ada istilah
“home education”, atau “home-based learning” yang digunakan untuk maksud yang
kurang lebih sama.
Dalam bahasa Indonesia, ada yang menggunakan istilah “sekolah rumah”. Aku
sendiri secara pribadi lebih suka mengartikan homeschooling dengan istilah “sekolah
mandiri”. Tapi nama bukanlah sebuah isu. Disebut apapun, yang penting adalah
esensinya.
Salah satu pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang
memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik
anaknya dengan berbasis rumah. Pada homeschooling, orang tua bertanggung jawab
sepenuhnya atas proses pendidikan anak; sementara pada sekolah reguler tanggung
jawab itu didelegasikan kepada guru dan sistem sekolah.
Walaupun orang tua menjadi penanggung jawab utama homeschooling, tetapi
pendidikan homeschooling tidak hanya dan tidak harus dilakukan oleh orang tua.
Selain mengajar sendiri, orang tua dapat mengundang guru privat, mendaftarkan anak
pada kursus, melibatkan anak-anak pada proses magang (internship), dan sebagainya.
Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat di rumah. Tetapi,
proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di rumah. Para orang
tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di mana saja untuk
pendidikan homeschooling anaknya.
Adilistiono (2010) menyebutkan bahwa homeschoolingdibedakan menjadi tiga,
yaitu: (1) homeschoolingtunggal, orang tua dalam satu keluarga menyelenggarakan
homeschooling,tanpa bergabung dengan lembaga, ataupun keluarga lain. (2)
homeschooling majemuk, homeschooling yang diselenggarakan oleh dua atau lebih
keluarga untuk melakukan kegiatan bersama, seperti pembuatan kurikulum, kegiatan
sosial, dll. Kemudian yang terakhir (3) homeschooling komunitas, gabungan dari
beberapa homeschooling yang menyusun danmenentukan silabis, bahan ajar, kegiatan
pokok, sarana prasarana dan pembelajaran.
2. Anak
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum
dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua,
di mana kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak
dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan yang merentang dari masa
bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan periode
prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun tahun sekolah dasar.
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum
dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “ Anak adalah orang dalam perkara anak nakal
yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun
(delapan belas) tahun dan belum pernah menikah .
Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan mental
seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk
dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka
seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah "anak".
Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan
anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa
seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan
tetap dikatakan anak
Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan
penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan
Nasional.Anak adalah asset bangsa.Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan
datang berada ditangan anak sekarang.Semakin baik keperibadian anak sekarang maka
semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa.Begitu pula sebaliknya, Apabila
keperibadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan
datang.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa
yang panjang dalam rentang kehidupan.Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak
seringkali dianggap tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat
yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mreka bukan lagi anak-ank
tapi orang dewasa
Menurut Hurlock (1980), manusia berkembang melalui beberapa tahapan yang
berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan y6ang
tertentu, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bias berlaku
umum. Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian
tersebut: – Masa pra-lahir : Dimulahi sejak terjadinya konsepsi lahir – Masa jabang
bayi : satu hari-dua minggu. – Masa Bayi : dua minggu-satu tahun. – Masa anak : –
masa anak-anak awal : 1 tahun-6 bulan, Anak-anak lahir : 6 tahun-12/13 tahun. –
Masa remaja : 12/13 tahun-21 tahun – Masa dewasa : 21 tahun-40 tahun. – Masa
tengah baya : 40 tahun-60 tahun. – Masa tua : 60 tahun-meninggal .
Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu
pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di telah dari sisi pandang
sentralistis kehidupan.Misalnya agama, hukum dan sosiologi menjadikan pengertian
anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan social.
BAB 2
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) disebut juga
sebagai metode etnography, karena pada awalnya metode ini banyak digunakan untuk
penelitian bidang antropologi budaya, disebut juga sebagai metode kualitatif karena data
yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model
matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi
dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian kualitatif
merupakan penelitiian yang dalam kegiatannya peneliti tidak menggunakan angka
dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya.
Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok,
satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya
untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah entitas. Studi kasus
menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori. Sebagaimana
prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara,
observasi, dan arsif. Studi kasus bisa dipakai untuk meneliti sekolah di tengah-tengah
kota di mana para siswanya mencapai prestasi akademik luar biasa.
Studi kasus dapat juga digunakan untuk meneliti bagaimana aspek psikologis siswa
yang bermasalah. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu contoh studi
kasus yang saat ini banyak di gunakan oleh guru untuk meneliti siswa-siswanya.
Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat dan kasusu yang dipelajari berupa
program, peristiwa atau individu.
Menurut Stake (dalam Denzin & Lincoln, 1994:236), studi kasus tidak selalu
menggunakan pendekatan kualitatif, ada beberapa studi kasus yang menggunakan
pendekatan kuantitatif. Stake, dalam membahas studi kasus, akan menekankan
pendekatan kualitatif, bersifat naturalistik, berbasis pada budaya dan minat
fenomenologi.
Studi kasus bukan merupakan pilihan metodologi, tetapi pilihan masalah yang
bersifat khusus untuk dipelajari. Terdapat contoh masalah yang dapat bersifat
kuantitatif, misalnya; anak yang sakit, dokter mempelajari anak yang sakit dapat bersifat
kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan dokter lebih bersifat kuantitatif
ketimbang kualitatif.
Contoh lain studi tentang anak yang diabaikan (neglected child) dapat bersifat
kualitatif maupun kuantitatif, walaupun catatan pekerja sosial lebih bersifat kualitatif
ketimbang kuantitatif.
Sebagai suatu bentuk penelitian, pemilihan studi kasus lebih ditentukan oleh
ketertarikan pada kasus-kasus yang bersifat individual, bukan oleh pemilihan
penggunaan metode penelitian.

B. Fenomenologi
Fenomenologi merupakan salah satu jenis metode penelitian kualitatif yang
diaplikasikan untuk mengungkap kesamaan makna yang menjadi esensi dari suatu
konsep atau fenomena yang secara sadar dan individual dialami oleh sekelompok
individu dalam hidupnya.
Sebagai metode untuk mengungkap esensi makna sekumpulan individu,
fenomenologi menjadi metode riset yang dekat dengan filsafat dan psikologi, serta
penerapannya syarat upaya-upaya filosofis dan psikologis. Abstraksi dan refleksi
filosofis kerap dipraktikkan oleh para fenomenolog dalam rangka menangkap maksud
dari informan sebelum diekstrak ke dalam narasi yang mendalam.
Salah satu poin penting yang menjadi kelebihan studi fenomenologis adalah
pengalaman yang tersembunyi di dalam aspek filosofis dan psikologis individu dapat
terungkap melalui narasi sehingga peneliti dan pembaca seolah dapat mengerti
pengalaman hidup yang dialami oleh subjek penelitian.
Tujuan dari penelitian fenomenologis adalah mereduksi pengalaman individual
terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang menjelaskan tentang esensi universal
dari fenomena tersebut. Fenomenolog berupaya ”memahami esensi dari suatu
fenomena”.
Creswell memberi satu contoh esensi universal dari suatu fenomena yang menurut
saya cukup mudah dipahami, yaitu duka cita. Duka cita adalah fenomena yang dialami
oleh individu secara universal. Duka cita memiliki esensi universal yang dialami oleh
individu terlepas dari siapa objek yang hilang atau meninggalkannya sehingga
sekelompok individu tersebut berduka. Entah orang terdekatnya yang hilang atau hewan
peliharaan yang disayanginya, duka cita memiliki esensi universal sehingga sangat
mungkin diteliti secara fenomenologis.
BAB 3

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Dampak Negatif Homeschooling

Dari sekian banyak kelebihan homeschooling bagi anak, metode ini juga
memiliki kekurangan karena tidak ada metode yang sempurna. Berikut dampak negatif
homeschooling untuk anak.

1. Kehidupan Sosial Mungkin Tak Seimbang


Kekurangan homeschooling yang paling terlihat adalah kurangnya interaksi sosial
dengan teman sebayanya. Proses belajar mengajar yang dilakukan di rumah
mempengaruhi kehidupan sosial anak.Anak jadi tidak terlalu terpapar dengan
kehidupan bersosial, berorganisasi, dan yang paling parah adalah kurang bisa
bekerja sama dalam tim. Sebab pada metode homeschooling, anak terbiasa
melakukan segalanya sendiri.
2. Lemahnya Daya Saing dan Juang
Menyambung dari kekurangan homeschooling yang pertama, karena anak terbiasa
melakukan semuanya seorang diri, anak jadi cenderung tidak memiliki daya saing
dan juang dalam belajar.Sebagai contoh, dalam sekolah biasa pasti muncul peer
pressure untuk mendapatkan nilai tertinggi di kelas, namun karena anak
homeschooling tidak punya teman sekelas, jadi ia tidak dapat merasakan itu.Tak
hanya itu saja, perhatian penuh yang diberikan guru kepada anak homeschooling
bisa menyebabkan ketergantungan dan keterlambatan. Anak homeschooling bisa
meminta gurunya untuk menyesuaikan dengan daya belajarnya, bukan anak yang
beradaptasi.
3. Belum Ada Standarisasi Kurikulum
Selanjutnya, belum ada standarisasi kurikulum menjadi kekurangan pula dalam
metode homeschooling. Absennya hal ini bisa menyebabkan ketertinggalan
pengetahuan sampai ketidaktahuan anak akan materi tertentu.Guru homeschooling
harus bekerja ekstra untuk menyamakan materi agar anak bisa mengikuti ujian
kenaikan kelas. Ada juga yang pada akhirnya mengikuti kurikulum sekolah formal,
yang bisa jadi tidak efektif dilakukan di rumah.
4. Dibutuhkan Komitmen Penuh dan Rencana yang Matang
Metode homeschooling bisa bekerja pada anak atau tidak sepenuhnya tergantung
dari komitmen serta perencanaan orang tua lho, bunda. Sebab pendidikan anak
benar-benar ada di tangan bunda sebagai guru homeschooling.Menjadi guru
homeschooling tidak bisa menjadi pekerjaan paruh waktu. Waktu, tenaga, dan
komitmen yang benar-benar penuh sangat diperlukan agar anak tidak tertinggal
dengan teman seumurannya.

B. Dampak Positif Homeschooling


Ada beberapa dampak positif dari homeschooling daripada sekolah formal,
diantaranya sebagai berikut.
1. Orang Tua Memantau Sepenuhnya Perkembangan Anak
Karena dilakukan di rumah, kelebihan homeschooling yang pertama adalah orang
tua dapat melakukan pengawasan serta memantau secara penuh perkembangan
anak, serta minat dan bakatnya.Berbeda dengan sekolah formal yang dalam satu
kelas berisi puluhan anak, perkembangan anak satu per satu pastinya tidak akan
maksimal.Dengan manfaat homeschooling ini, orang tua tidak harus mengikuti
standar waktu pendidikan biasanya untuk memaksimalkan potensi anak.
2. Menghindari Anak dari Bullying
Selain perkembangan anak, orang tua juga memiliki kendali penuh dalam
mengawasi pergaulan anak. Orang tua juga bisa jadi lebih tahu dengan siapa anak
bergaul dan karakter masing-masing temannya.Selain itu, anak yang mengikuti
metode homeschooling juga bisa terhindar dari bullying. Bullying pada anak sangat
berpotensi mempengaruhi kesehatan mentalnya sejak dini.
3. Waktu dan Durasi Belajar yang Fleksibel
Kelebihan dari metode homeschooling berikutnya adalah jadwal belajar yang
fleksibel. Anak bunda tidak perlu mengikuti jam belajar mengajar sekolah formal,
apalagi banyak sekolah yang menerapkan full day school.Jam belajar yang terlalu
panjang bisa membuat anak bosan dan tidak fokus lagi, sehingga proses belajar
menjadi tidak efektif. Dengan jadwal yang fleksibel, penyerapan materi oleh anak
bisa jadi lebih maksimal.
4. Satu Murid Satu Guru
Berikutnya, manfaat lain dari homeschooling adalah perhatian penuh yang didapat
anak sebagai murid. Biasanya kelas homeschooling hanya terdiri dari satu murid
dan satu guru. Guru homeschooling bisa merupakan orang tua maupun memanggil
guru privat.Homeschooling akan memudahkan guru untuk lebih mengenali
muridnya. Pengenalan ini sangat penting karena guru bisa tahu sampai batas mana
si anak dapat menyerap pelajaran, sehingga anak tidak merasa terbeban dan stres.
5. Belajar sebagai Momen Quality Time
Bila bunda menerapkan orang tua sebagai guru homeschooling bagi anak, maka
secara otomatis momen quality time dengan anak akan sangat banyak. Orang tua
bisa jadi lebih dekat dengan anak, begitu pula sebaliknya.Namun, harus diingat
sikap tegas seperti guru di sekolah formal tetap diperlukan. Sehingga anak pun bisa
membedakan antara diri bunda sebagai orang tua dan guru.
6. Belajar untuk Pengetahuan Bukan Nilai
Manfaat homeschooling yang menjadikannya lebih spesial daripada sekolah formal
biasa adalah anak jadi belajar untuk pengetahuan, bukan nilai. Di sekolah biasa,
siswa siswi cenderung berkompetisi untuk mendapatkan nilai tertinggi dalam segala
mata pelajaran.Sistem sekolah formal biasa pun terkesan jadi lebih mementingkan
nilai daripada pengetahuan yang diserap pada muridnya. Padahal mungkin ada
beberapa mata pelajaran yang memang tak dapat ia kuasai walaupun sudah
mencoba semaksimal mungkin.Kalau di sekolah biasa harus tetap dipaksakan,
metode homeschooling tidak akan memberikan tekanan itu pada anak.

C. Sejarah Singkat Homeschooling


Filosofi berdirinya sekolah rumah adalah “manusia pada dasarnya makhluk
belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang
membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur,
atau mengontrolnya” (John Cadlwell Holt dalam bukunya How Children Fail, 1964).
Dipicu oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadilah perbincangan dan
perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan sistem sekolah. Sebagai guru dan
pengamat anak dan pendidikan, Holt mengatakan bahwa kegagalan akademis pada
siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan
oleh sistem sekolah itu sendiri.
Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-
an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua
menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education). Penelitian mereka
menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12
tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-
anak, khususnya anak-anak laki-laki karena keterlambatan kedewasaan mereka
(Sumardiono, 2007: 21).
Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan
luas, Holt sendiri kemudian menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education;
Ways to Help People Do Things Better, (1976). Buku ini pun mendapat sambutan
hangat dari para orangtua homeschooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada
tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama:
Growing Without Schooling.
Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan
konsultan penting homeschooling. Setelah itu, homeschooling terus berkembang dengan
berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs) , pertumbuhan homeschooling
juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.

D. Landasan Hukum Homeschooling dalam Pendidikan Nasional


Departemen Pendidikan Nasional menyebut sekolah-rumah dalam pengertian
pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur
pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatan pendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan
pendidikan informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan
formal (sekolah umum) dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2).
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan
sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling
terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah
rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional
yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah satu
alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.
Hingga kemudian model homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU
pendidikan no 20 tahun 2003.
Pasal 7 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban Orangtua (Ayat 1) Orangtua
berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi
tentang perkembangan pendidikan anak. Ayat 2. Orangtua dari anak usia wajib belajar
berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Mengaitkan antara homeschooling dan Pasal 7 tersebut, saya menyimpulkan,
homeschooling sebenarnya bagus kalau diposisikan sebagai wahana pembentuk
karakter dan kepribadian anak. Orangtua justru akan ikut terlibat dan mewarnai
pembentukan karakter dan kepribadian anak mereka melalui homeschooling, dengan
bahan ajar yang lebih menitikberatkan pada penanaman nilai keimanan serta akhlak
yang terpuji. Hasilnya adalah tidak saja terbentuk karakter yang khas, namun anak
nantinya memiliki pendewasaan berpikir dan tidak bermental tempe. Pemerintah sendiri
mengamini keberadaan homeschooling melalui UU Sisdiknas, Pasal 27 mengenai
pendidikan informal.

E. Kurikulum Homeschooling
Salah satu perbedaan Homeschooling dengan sekolah reguler adalah pengelolaan
di sekolah reguler lebih terpusat (kurikulumnya diatur) sedangkan kurikulum
homeschooling tergantung pada orang tua dan materi ajar untuk anaknya.
Setiap keluarga Homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum
dan bahan ajar yang akan digunakan sebagai acuan.Kurikulum akan menentukan pola
pendidikan dalam Homeschooling dan menentukan tahap-tahap belajar peserta didik.
Keluarga Homeschooling dapat menggunakan kurikulum berbentuk bahan paket
(bundle), bahan terpisah (unbundle), ataupun dengan menggabungkan bahan yang dibeli
dengan kreatifitas sendiri.
F. Perkembangan Homeschooling di Indonesia
Perkembangan homeschooling di Indonesia belum diketahui secara persis karena
belum ada penelitian khusus tetang akar perkembangannya. Istilah homeschooling
merupakan khazanah relatif baru di Indonesia. Namun jika dilihat dari konsep
homeschooling sebagai pembelajaran yang tidak berlangsung di sekolah formal alias
otodidak, maka sekolah rumah sudah tidak merupakan hal baru. Banyak tokoh-tokoh
sejarah Indonesia yang sudah mempraktekkan homeschooling seperti KH. Agus Salim,
Ki Hajar Dewantara, dan Buya Hamka.
Dalam pengertian homeschooling ala Amerika Serikat, sekolah rumah di
Indonesia sudah sejak tahun 1990-an. Misalnya Wanti, seorang ibu yang tidak puas
dengan sistem pendidikan formal. Melihat risiko yang menurut Wanti sangat mahal
harganya, dia banting setir. Tahun 1992 Wanti mengeluarkan semua anaknya dari
sekolah dan memutuskan mengajar sendiri anak-anaknya di rumah. Ia mempersiapkan
diri selama 2 tahun sebelum menyekolahkan anaknya di rumah. Semua kurikulum dan
bahan ajar diimpor dari Amerika Serikat.Wanti sadar keputusannya mengandung
konsekuensi berat. Dia harus mau capek belajar lagi, karena bersekolah di rumah berarti
bukan anaknya saja yang belajar, tetapi justru orangtua yang harus banyak belajar.
Demikian juga Helen Ongko (44), salah seorang ibu yang mendidik anaknya
dengan bersekolah di rumah, sampai harus ke Singapura dan Malaysia mengikuti
seminar tentang hal ini. Dia ingin benar-benar mantap, baru mengambil keputusan.
“Kebetulan waktu itu kondisi ekonomi sedang krisis sehingga kami banyak di rumah.
Eh, ternyata enak ya belajar bersama di rumah,” kata Helen yang mulai mengajar anak
di rumah tahun 2000.
Di Indonesia baru beberapa lembaga yang menyelenggarakan homeschoooling,
seperti Morning Star Academy dan lembaga pemerintah berupa Pusat Kegiatan Belajar
Mengajar (PKBM). Morning Star Academy, Lembaga pendidikan Kristen ini berdiri
sejak tahun 2002 dengan tujuan selain memberikan edukasi yang bertaraf internasional,
juga membentuk karakter siswanya.
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan program pemerintah
dalam menyelenggarakan pendidikan jalur informal. Badan penyelenggara PKBM
sudah ada ratusan di Indonesia. Di Jakarta Selatan aja, ada sekitar 25 lembaga
penyelenggara PKBM dengan jumlah siswa lebih kurang 100 orang. Setiap program
PKBM terbagi atas Program Paket A (untuk setingkat SD), B (setingkat SMP), dan
Paket C (setingkat SMA). PKBM sebenarnya menyelenggarakan proses pendidikan
selama 3 hari di sekolah, selebihnya, tutor mendatangi rumah para murid. Para murid
harus mengikuti ujian guna mendapatkan ijazah atau melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya. Perbedaan Ijazah dengan sekolah umum, PKBM langsung
mengeluarkannya dari pusat.
Saat ini, perkembangan homeschooling di Indonesia dipengaruhi oleh akses
terhadap informasi yang semakin terbuka dan membuat para orang tua memiliki
semakin banyak pilihan untuk pendidikan anak-anaknya.

G. Tantangan Homschooling
Dalam perkembangannya, homeschooling juga menghadapi beberapa tantangan,
yaitu:
1. Homeschooling tunggal
Dilaksanakan oleh orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya
karena hal tertentu atau karena lokasi yang berjauhan.

keberhasilan
yarat pendewasaan

penyetaraannya
2. Homeschooling majemuk
Homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan
tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing.

-anak dengan keahlian/kegiatan khusus harus menyesuaikan/menerima


lingkungan lainnya dengan dan menerima perbedaan-perbedaan lainnya sebagai proses
pembentukan jati diri
-masing penyelenggara homeschooling harus menyelenggarakan
sendiri penyetaraannya
3. Komunitas homeschooling
Gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menentukan silabus, bahan
ajar, kegiatan pokok (olah raga, seni dan bahasa), sarana/prasarana dan jadwal
pembelelajaran.
yang dapat dilaksanakan bersama-sama

tertentu walaupun kehadiran orang tua harus tetap ada


-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan
dengan lingkungan lainnya dan menerima perbedaan-perbedaan lainnya sebagai proses
pembentukan jati diri.
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah
keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan
menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Tujuannya, agar setiap potensi anak
yang unik dapat berkembang secara maksimal.
Homeschooling ada 3 jenis yaitu : Homeschooling tunggal, Homeschooling
majemuk, dan Homeschooling komunitas. Tiap jenis homeschooling tersebut
mempunyai tantangan sendiri-sendiri.
Kurikulum homeschooling tergantung pada orang tua, atau dengan kata lain
orang tua memilih sendiri kurikulum dan materi ajar untuk anaknya. Setiap keluarga
memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum dan bahan ajar yang akan digunakan
sebagai acuan.

B. Saran
Karena tidak selamanya pendidikan formal itu baik, maka penulis memberi solusi
akurat bagi orangtua yang tidak ingin menyekolahkan anak nya di sekolah formal, untuk
memilih tindakan homeschooling. Saran dari penulis antara lain :
1. Menanyakan kepada anak pendidikan seperti apa yang mereka inginkan.
2. Jika anak merasa tidak nyaman untuk bersekolah di sekolah formal, atau memiliki
alasan khusus, maka jadikan lah homeschooling sebagai alternatif yang akurat.
3. Pemerintah seharusnya mendukung kegiatan homeschooling, karena homeschooling
adalah kegiatan belajar-mengajar yang cukup baik, selain itu, tidak semua anak mau
atau bisa bersekolah di sekolah formal.
4. Diharapkan ke depan, akan banyak lembaga atau institusi yang akan mendirikan
lembaga homeschooling bagi anak-anak yamg tidak mengunginkan sekolah formal.
DAFTAR PUSTAKA

https://generasijuara.sch.id/wp/2018/10/25/home-schooling-pilihan-pendidikan-
masyarakat/

https://anakpanah.sch.id/2016/02/01/homeschooling-pendidikan-awal-keluarga/

https://scholae.co/web/read/779/homeschooling.sekolah.di.rumah.mengapa.tidak.

https://cakheppy.wordpress.com/2011/04/09/homeschooling/

https://rumahinspirasi.com/pengertian-homeschooling/

https://www.kajianpustaka.com/2018/06/pengertian-karakteristik-jenis-dan-metode-
homeschooling.html

http://student-activity.binus.ac.id/himti/2019/09/29/apa-itu-homeschooling/

https://id.wikipedia.org/wiki/Anak

https://andibooks.wordpress.com/definisi-anak/

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195602141980032-
TJUTJU_SOENDARI/Power_Point_Perkuliahan/Penelitian_PKKh/Konsep_dasar_kual.p
pt_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf

http://sosiologis.com/fenomenologi

https://dosenpsikologi.com/dampak-positif-dan-negatif-homeschooling-bagi-anak

https://bidanku.com/dampak-positif-dan-negatif-homeschooling-untuk-anak

https://www.tokopedia.com/blog/kelebihan-dan-dampak-homeschooling-untuk-anak-kpt/

https://hariansib.com/Sekolah/Dampak-Positif-dan-Negatif-Homeschooling-Bagi-Anak

https://lampung.tribunnews.com/2016/01/19/ini-dampak-positif-home-schooling

https://ujianpaketb.wordpress.com/tag/perkembangan-homeschooling-di-indonesia-
dipengaruhi-ole/

Anda mungkin juga menyukai