Anda di halaman 1dari 21

SYOK HIPOVOLEMIK

1. Syok Hipovolemik

A. Definisi

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang

akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi

kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok.

Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya

syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik,

neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi

yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni

Ashadi,2006).

Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang

terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak langsung

karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya, diare berat,

pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan). (Bruner &

Suddarth,2002).

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya

syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak adekuatnya


aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan

bisacedera.(Az Rifki, 2006).

B. Etiologi

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang

mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

kehamilan ektopik terganggu.

b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena

kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

C. Manifestasi Kinik

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis


respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi

kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia.

Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun

terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan

kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada

keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak

segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut

(Toni Ashadi, 2006) adalah:

a) Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian

kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon

homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran

darah ke homeostasis penting untuk hopovolemia.peningkatan

kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi

asidosis jaringan.

c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor

yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi

aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun

tidak dibawah 70 mmHg.


d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam

D. Patofisiologi

Menurut patofisiologinya, Menurut Guyton, (1997) syok terbagi

atas 3 fase yaitu :

a) Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian

rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup

untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi

dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke

jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat

yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan

vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.

Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen

di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan

detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung

dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.

Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai

cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan

tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga

menurun.
b) Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu

mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan

adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi

gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri

menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,

gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme

menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh

darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi

bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi

sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak

dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis

kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas

(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran

darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi

di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan

anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari

jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok

(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia

usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan

toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan

penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat

timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim


retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.

Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari

aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik,

terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam

karbonat di jaringan.

c) Fase Irevesibel

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas

sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat

timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,

timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya

anoksia dan hiperkapnea.

E. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az Rifki,

(2006) adalah sebagai berikut:

a) Gagal jantung Gagal ginjal

b) Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)

c) Kerusakan otak irreversible

d) Dehidrasi kronis 

e) Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)


F. Pemeriksaan Penunjang

a) Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama

kali diresusitasi secara adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada

pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi segera dan membawa

pasien cepat ke ruang operasi.

b) Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala

hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber

perdarahan.

c) Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan

ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma

aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal,

sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus

dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus

perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan

(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber

perdarahan.

d) Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan

usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok,

konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan

pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok

hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes

kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.


e) Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan

dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal

echocardiography, aortografi, atau CT-Scan dada.

f) Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan

FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa

dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan

umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

g) Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan

radiologi (Gultom, 2005)

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan Karmell,

1990.) adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan

mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh

penderita karena akan sangat berbahaya.

b) Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,

mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi

cairan ke dalam paru.


2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi

atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala

(otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak

ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila

penderita menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk

mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan

intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk

meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,

darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air

harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa

air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.

Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid

memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,

sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah

yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah

diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi


dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah

lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan.

7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,

mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ

majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan

alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan

pemeriksaan analisa gas darah.

H.  Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang

mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat

tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon

penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

       Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten

dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan

tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 95%.

2. Sirkulasi - kontrol perdarahan


Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan

perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang

cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar

biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang

pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu

resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan

jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan

operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.  

3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk

menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,

fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam

menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral

tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan

oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat

dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun


sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila

menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau

disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa

bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi

lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.

Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau

pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun

penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin

akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan

memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada

letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra

sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.


I. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik

dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar

(minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral

kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius kanul, dan

berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu

lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan

terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa

adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan

tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses

pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia

dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau

melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat

ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat

darurat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus

persen steril, karena itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka

jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius

sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo-

atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus

harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu


yang penting untuk memilih prosedur atau caranya adalah pengalaman dan

tingkat ketrampilan dokternya.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah

untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak

haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan

terjadinya pneumo atau hemotorak.

J. Tersieri survey

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis

cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan

cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan

kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik

namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis

hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya

kurang baik.
Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi
Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan

(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik

mOsm/L
Ringer 130 4 109 3 28* 273

Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273

Asetat
NaCl 154 - 154 - - 308

0.9%
* sebagai laktat

: sebagai asetat

K. Diagnosa

1. Gangguan pola nafas tidak efektif  b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.

5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai

pengobatan.

N DIAGNOSI TUJUAN INTERVENSI

O
1 Gangguan Setelah dilakukan Ø  Evaluasi frekuensi pernafasan

pola nafas tindakan keperawatan dan kedalaman. Catat upaya


tidak diharapkan pola nafas pernafasan, contoh adanya

efektif  b/d klien kembali normal, dispnea, penggunaan alat bantu

penurunan dengan kriteria hasil: nafas

ekspansi paru Ø  Area paru bersih Ø  Tinggikan kepala tempat tidur,

Ø  Bebas sianosis dan letakkan pada posisi duduk tinggi

tanda atau gejala lain atau semi fowler

dari hipoksia dengan Ø  Dorong pasien untuk

bunyi nafas sama berpartisipasi selama nafas

secara bilateral dalam, gunakan alat bantu

(meniup botol), dan batuk sesuai

indikasi

Ø  Auskultasi bunyi nafas. Catat

area yang menurun/ tidak ada

bunyi nafas dan adanya bunyi

tanbahan, contoh krekels atau

ronchi

Ø  Beri bantuan ventilator

tambahan sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

Ø  Catat respon terhadap latihan

nafas dalam atau pengobatan

pernafasan lain, catat bunyi nafas

(sebelum /sesudah pengobatan)


2 Perubahan Setelah dilakukan Ø  Awasi tanda vital, palpasi nadi
perfusi tindakan keperawatan perifer, perhatikan kekuatan dan

jaringn b/d diharapkan klien kesamaan

penurunan dapat: Ø  Lakukan pengkajian

suplay darah Ø  Klien neurovaskuler periodic, contoh

ke jaringan menunjukkan    perfus sensasi, gerakan, nadi, warna

i jaringan yang kulit dan suhu.

adekuat Ø  Berikan tekanan langsung

Ø  Nadi dapat teraba pada sisi perdarahan, bila terjadi

Ø  Kulit hangat dan perdarahan. Hubungi dokter

kering dengan segera

Ø  Sensasi normal Ø  Kaji aliran kapiler, warna kulit

dan kehangatan

Kolaborasi

Ø   Berikan cairan IV/produk

darah sesuai indikasi

Ø   Awasi pemeriksaan

laboratorium, contoh: Hb/Ht


3 Nyeri b/d Nyeri berkurang Ø  Pertahankan imobilisasi pada

trauma hebat dengan kriteria hasil: bagian yang sakit dengan tirah

Ø  TTV (TD, nadi, baring, pembebat.

suhu, RR) dalam Ø  Tinggikan dan dukung

batas normak ekstremitas yang terkena

Ø  Sensasi nyeri Ø  Evaluasi keluhan nyeri,

berkurang sampai perhatikan lokasi dan


hilang karakteristik termasuk intensitas

Ø  Menunjukan Ø  Dorong menggunakan teknik

perasaan santai dan manajemen stress, ex: relaksasi

nyaman dengan progresif, latihan nafas dalam

istirahat yang tepat Ø  Sedikit adanya keluhan nyeri

yang tidak biasa atau tiba-tiba

Kolaborasi

Ø   Berikan obat sesuai indikasi

narkotik dan analgesik non

narkotik NSAID injeksi (toradol,

flekseril)

Ø   Berikan analgesik yang

dikontrol
4 Gangguan Setelah Ø   Awasi tanda vital, CVP

keseimbanga dilakukan  tindakan perhatikan pengisian kapiler dan

n cairan b/d keperawatan kekuatan nadi perifer

mual, muntah diharapkan Ø   Awasi pemasukan dan

menunjukkan pengeluaran cairan.

perbaikan Ø   Perhatikan karakteristik dan

keseimbangan cairan frekuensi muntah juga kejadian

yang menyertai atau

mencetusnya.

Ø   Tingkatkan pemasukan cairan

sampai 3 – 4 liter / hari dalam


toleransi 

Ø   Berikan penggantian cairan

IV yang dihitung elektrolit,

plasma, albumin.

Kolaborasi :

Ø   Berikan obat sesuai indikasi :

anti emetik, contoh :

proklorparazin ( compazin).
5 Gangguan Setelah Ø   Awasi pemasukan dan

pola dilakukan  asuhan pengeluaran serta karakteristik

eliminasi keperawatan selama urin

urine b/d 1x 24 jam diharapkan Ø   Tentukan pola berkemih

Oliguria klien tidak mengalami normal pasien dan perhatikan

gangguan eliminasi variasi.

urin .dengan kriteria Ø   Dorong meningkatkan

hasil: pemasukan cairan yang adekuat

Ø  Berkemih dengan Kolaborasi

jumlah normal dan Ø   Pertahankan patensi kateter

pola biasanya tidak menetap (ureteral, uretra

Ø  Tidak mengalami atau nefrostomi) bila

tanda obstruksi menggunakan

Ø   Berikan obat sesuai indikasi,

contoh: asetazolamid (diamox),

Alupurinol (ziloprim).
Ø   Irigasi dengan asam atau

larutan alkalis sesuai indikasi


6 Kurangnya Setelah dilakukan Ø   Kaji ulang prognosis dan

pengetahuan tindakan harapan yang akan datang

b/d keperawatan, Ø   Tentukan apakah pasien

kurangnya diharapkan pasien mengetahui tentang kondisi

informasi memahami tentang dirinya.

mengenai pengobatan dengan Ø   Identifikasi tanda/gejala yang

pengobatan kriteria hasil sebagai memerlukan evaluasi medik,

berikut: contoh perubahan pada sensasi

Ø   Klien menyatakan gerakan, warna kulit,

kondisi, prognosis, Ø   Anjurkan penghentian

dan pengobatan merokok

Ø   Klien dapat Ø   Jaga agar klien mendapatkan

melakukan dengan informasi yang benar tentang

benar prosedur yang penyakitnya

diperlukan dan Ø   Peragakan penerapan terapi

menjelaskan alasan yang diprogramkan.

tindakan
DAFTAR PUSTAKA

1. Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www.

Medicastore. Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).


2. Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik.

(online).Http://www. Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan.

(diakses 12 Desember 2006).

3. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3).

EGC, Jakarta.

4. Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler.

2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

5. Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

6. Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom.  2005.  Ilmu

Penyakit Dalam.  Cetakan Kedua.  Jakarta: Rineka Cipta.

7. Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan

Gawat Darurat., FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai