Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

Gigantisme atau somatomegali merupakan kasus yang sangat jarang.


Gigantisme lebih sering pada anak laki-laki ketimbang perempuan. Pada
gigantisme, seorang anak bertumbuh secara ekstrem jauh melebihi anak
sebayanya. Tidak hanya pertumbuhan linier panjang tulang, tetapi juga
disertai pertumbuhan otot dan organ tubuh, sehingga pada gigantisme, postur
tubuh tetap tampak proporsional antara lengan, tungkai, badan, dan kepala.
Meskipun tangan dan kaki tampak relatif besar terhadap tinggi tubuh.
Berbeda dengan gigantisme, akromegali muncul akibat hipersekresi hormon
pertumbuhan (growth hormone) saat masa pertumbuhan telah terhenti atau
lempeng epifisis telah menutup. Lantaran laju pertumbuhan tulang tidak
diimbangi oleh pertumbuhan otot, maka postur tubuh tampak tidak
proposional.
Selain itu, pertumbuhan tulang terjadi pada tulang tertentu saja. Misalnya,
bila terjadi pada tulang pipi, maka tulang pipi tampak sangat menonjol.
Penebalan tulang akral pada anggota gerak, menyebabkan tangan dan kaki
tampak berukuran lebih besar, selain tulang jari tangan dan kaki teraba sangat
menebal. Akromegali lebih sering ditemukan ketimbang gigantisme. Insidensi
akromegali berkisar 3-4 kasus per satu juta orang pertahun, dan prevalensi 40-
70 kasus per satu juta penduduk. Akromegali umumnya melanda usia 30-40
tahun.

B. TANDA DAN GEJALA

1. Akibat penekanan tumor (makro adenoma):

a. Sakit kepala

b. Gangguan penglihatan :

1) Hemianopsi bitemporal

2) Skotoma atau buta


c. Kejang-kejang

d. Keluar banyak keringat

e. Keluhan-keluhan DM.

Tanda penting Produksi GH meningkat (mikro adenoma),

2. Gangguan pertumbuhan tulang:

a. Bentuk muka berubah (frontal bossing)

b. Pertumbuhan gigi tidak dapat (prognatisme) dan maloklusi

c. Kiposis

d. Artropati.

3. Akibat pada jaringan lunak:

a. Penebalan dan pelebaran hidung, Iidah, bibir dan telinga.

b. Pembesaran kaki dan tangan

c. Kulit tebaL, basah, dan berminyak.

d. Lipatan kulit kasar (skin tag).

e. Acanthosis nigricans

f. Hipertrikosis

g. Telapak kaki menebal (heel pads)

h. Suara parau (lower pitch)

4. Kelumpuhan N. III, IV, V, VI.

C. ETIOLOGI
Tumor hipofise : adenoma eosinofilik
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini
dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan
hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone pertumbuhan terjadi
sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa
pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama
adalah tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone
pertumbuhan.

D. PATOFISIOLOGI
Melihat besarnya tumor adenoma hipofisis dapat dibedakan dalam dua
bentuk yakni, mikro adenoma dengan diameter lebih kecil dari 10 mm dan
makro adenoma kalau diameternya lebih dari 10 mm. Adenoma hipofisis
merupakan penyebab paling sering. Tumor pada umumnya dijumpai disayap
lateral sella tursica. Kadang-kadang tumor ektopik dapat pula dijumpai digaris
migrasi rathke pouch yaitu disinus sfenoidalis dan di daerah para farings.
Akromegali yang disebabkan oleh karena GHRH (Growth Hormone Realising
Hormon) sangat jarang (kurang dari 1%). Namun secara klinis keadaan ini
sulit dibedakan dengan akromegali yang disebabkan oleh karena adeno
hipofisis. Perbedaannya hanya dibuat atas dasar pemeriksaan histopatologis
yang mendapatkan adanya hyperplasia dan bukan adanya adenoma. Penyebab
lain adalah tumor Is Let Sel pancreas yang menghasilkan HP (Isolated Ectopic
Production Of GH).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Glukosa darah  meningkat

b. Hiperfosfatemi

c. Hiperlipidemi

d. Hiperkalsemi.
Tumor hipofisis saat ini dapat diketahui melalui pemeriksaan:

a. CT Scan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan MRI (Magnetic


Resonance Imaging), yang mempunyai kepekaan tinggi untuk
mendiagnosis adanya tumor hipofisis (baik mikro maupun
makroadenoma).
b. Laboratorium darah yaitu pemeriksaan darah yang mengukur kadar
GH akan menunjang diagnosis gigantisme dan akromegali.

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah:
1. Menormalkan tubuh kembali kadar GH atau IGF1/SM-C
2. Memperkecil tumor atau menstabilkan besarnya tumor
3. Menormalkan fungsi hipofisis
4. Mencegah komplikasi akibat kelebihan kadar GH/IFG1 atau SM-C akibat
pembesaran tumor
Dalam hal ini dikenal 3 macam terapi, yaitu:
1) Terapi pembedahan
Terapi pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal 2 macam
pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu bedah makro dengan
melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau Trans Cranial) dan
bedah mikro (TESH/ Tans Ethmoid Sphenoid Hypophysectomy). Cara
terakhir TESH ini dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut
antara celah intra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata untuk
mencapai tumor hipofisis.
2) Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau
tindakan operasi tidak memungkinkan dan menyertai tindakan
pembedahan atau masih terdapat gejala aktif setelah terapi pembedahan
dilakukan.
Tindakan radiasi dapat dilaksanakan dalam 2 cara, yaitu:
a. Radiasi secara konversional (Conventinal High Voltage Radiation, 45
69 4500 RAD)
b. Radiasi dengan energy tinggi partikel berat (High Energy Particles
Radiation, 150 69 15000 RAD)
3) Terapi medikamentosa
a. Agosis dopamine
Pada orang normal dopamine atau agosis dopamine dapat
meningkatkan kadar HP tetapi tidak demikian halnya pada pasien
akromegali. Pada akromegali dopamine ataupun agosis dopamine
menurunkan kadar HP dalam darah.
b. Contoh agosis dopamine:
1) Brokriptin
2) Dianjurkan memberikan dosis 2,5 mg sesudah makan malam, dan
dinaikkan secara berkala 2,5 mg setiap 2-4 hari. Perbaikan klinis
yang dicapai antara lain adalah:
a) Ukuran tangan dan jari mengecil, dan
b) Terjadi perbaikan gangguan toleransi glukosa
c. Efek samping yang terjadi adalah vaso spasme digital, hipotensi
ortostatik, sesak nafas ringan, nausea, konstipasi, dll.
d. Ocreotide (long acting somatostatin analogue)
e. Cara pemberian melalui subkutan. Dosis: dosis rata-rata adalah 100-
200 mikrogram diberikan setiap 8 jam.
f. Perbaikan klinis yang dicapai:
1) Menurunkan kadar HP menjadi dibawah 5 mikrogram/ 1 pada 50
kasus
2) Menormalkan kadar IGF1/ SM-C pada 50% kasus
3) Penyusunan tumor
g. Efek samping: ringan dan mempunyai sifat sementara yaitu nyeri
local/ di daerah suntikan dan kram perut.
ASUHAN KEPERAWATAN

GIGANTISME

KASUS

Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun dibawa ibunya ke klinik


dengan keluhan sakit kepala hebat dan pusing/ pening, lemah, letih. Ibu
merasa anaknya mengalami ketidaknormalan pertumbuhan anaknya dibanding
teman sebayanya, ukuran tubuh anaknya tidak sama dengan teman sebayanya,
An.A memiliki tinggi badan 170 cm dengan berat 70 kg. An.A mengatakan
malu bermain dengan temanya, ibu mengatakan anaknya kehilangan nafsu
makan ,ibu mengatakan kulit anakya tebal, basah, berminyak, anak memakai
kaca mata karena tidak mampu melihat jarak jauh , anak A juga mengatakan
sering mengantuk.

1. PENGKAJIAN

2. Identitas:
a. Nama : An.A
b. Tanggal lahir : Nganjuk , 15-02-2005
c. Usia : 10 tahun
d. Jenis kelamin : laki-laki
e. Tanggal MRS : 21-04-2015
f. Penanggung jawab : Orang Tua
g. Diagnosa Medis : GIGANTISME

2. Riwayat keperawatan sekarang


a. Keluhan utama :
Sakit kepala hebat
b. Riwayat penyakit saat ini :
Keluhan pusing/pening, letih, lemah, kehilangan nafsu makan, kulit
tebal, basah, dan berminyak. Tidak mampu melihat jarak jauh, dan sering
mengantuk.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda- tanda vital
1) TD :
2) Nadi :
3) RR :
4) Suhu :
5) BB : 70 kg
6) TB : 170 cm
b. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, warna rambut hitam.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, tidak konjungtivis, pupil:
Normal isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak ada
sekret pada mata, kelopak mata normal warna merah muda,
pergerakan mata klien normal, dan tidak mampu melihat
jarak jauh.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar
mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada sekret,
tidak ada polip atau benjolan didalam hidung, fungsi
penciuman baik, kedua lubang hidung simetris dan tidak
terjadi pendarahan pada lubang hidung (epistaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa
mulut pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak
terdapat benjolan pada lidah.
f)Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga,
tidak ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika
diperiksa dengan otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak
terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran
timpani normal.
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh,
tidak ada lesi.
Palpasi :Tidak ada benjolan pada leher, tidak ada nyeri tekan dan
tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang simetris antara kiri dan kanan,
tidak ada retraksi otot bantu pernafasan,warna kulit dada
sama dengan sekitarnya.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi.
Perkusi : sonor ( resonan )
Auskultasi : tidak ada suara tambahan

4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit
disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak
terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: tidak nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien (ginjal)
4) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan,lemah,dan
letih.
5) Integumen
Inspeksi: Warna kulit sawo matang, tekstur kasar, tebal, basah,
dan berminyak.
6) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: compos mentis,sering mengantuk.

c. ADL (Activitas Daily Living)

1) Pola Nutrisi Metabolik


a) Nafsu makan menurun.
b) Penurunan berat badan.
c) Turgor kulit buruk, tebal, basah, dan berminyak .
2) Pola Eliminasi
a) Jarang BAB
3) Pola Aktivitas dan Latihan
a) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b) Kelemahan umum, lemah, letih.
c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
4) Pola Tidur dan Istirahat
a) Sering mengantuk,latargi
5) Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b) Perasaan terisolasi.
6) Pola Hubungan dengan Sesama
a) Berkeluarga
b) Frekuensi interaksi berkurang
c) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

7) Pola Sistem Kepercayaan


a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d kulit basah,


tebal, dan berminyak yang  disebabkan oleh hiperlipidemia.
b. Gangguan citra tubuh b.d adanya pertumbuhan organ- organ yang
berlebihan.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan metabolisme, lidah
membesar, mandibula tumbuh berlebih, gigi menjadi terpisah-pisah.

Anda mungkin juga menyukai