Anda di halaman 1dari 83

MELAKSANAKAN RENCANA MANAJEMEN

ENERGI

Oleh : Ir. Parlindungan Marpaung

0
DAFTAR ISI

HAL

KATA PENGANTAR --------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI -------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I. PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------------------
1.1. Latar belakang
1.2 Manfaat Pembelajaran
1.3. Tujuan Pembelajara

BAB II. MENETAPKAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM


PENERAPAN RENCANA MANAJEMEN ENERGI.…...............................…….….
2.1. Sumber daya manusia...................................................................................................
2.3. Kendala Penerapan Manajemen Energi....................................................................
2.3. Proses Pelaksanaan Rencana Manajemen Energi...................................................

BAB III. MENENTUKAN KRITERIA DESAIN KINERJA ENERGI ---------------------


3.1. Indikator kinerja energi ..................................................................................................
3.2. Kriteria Desain Kinerja Energi........................................................................................
3.2.1. Kriteria Desain Kinerja pada Proses Industri...........................................................
3.2.2. Kriteria Desain Kinerja pada Bangunan Gedung.....................................................

BAB IV. KRITERIA DESAIN PENGADAAN PERALATAN ENERGI, JASA DAN


PRODUK.......................................................................................................
4.1. Kriteria Desain pada Pengadaan Jasa, Produk Peralatan Energi.....................
4.2. Kriteria Desain Sistem AC...................................................................................
4.3. Kriteria Desain Pemanfaat Energi (Sistem Pompa)..........................................
4.4. Kriteria Desain Pemanfaat Energi (Sistem lampu)..
4.5. Kriteria Desain Pemanfaat Energi (Motor listrik)..
4.6. Kriteria Desain Pemanfaat Energi (Kenderaan bermotor)..

BAB V. MENGENDALIKAN PARAMETER OPERASI YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI


ENERGI -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
5.1. Parameter Operasi sistem Pembakaran.....................................................................
5.2. Parameter Kritis Utilitas ........ .............................................................................. .....
5.3. Parameter Kritis Proses Industri................................................................................
5.4. Pengendalian Parameter Operasi ................................................................................................

BAB VI. MENGKOMUNIKASIKAN KINERJA ENERGI DAN SISTEM MANAJEMEN


ENERGI.............................................................................................................................

1
REFERENSI ------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pendekatan terintegrasi yang dikembangkan perusahaan dalam mengoperasikan dan


mengontrol fasilitas energi dikenal dengan total quality management dengan memberikan
otoritas kepada kariawan di lini depan untuk melakukan perubahan atau mengambil
keputusan tertentu guna mengurangi biaya operasi ke tingkat optimum. Peraturan
pemerintah No. 70 tentang konservasi energi telah menetapkan pendekatan yang
diperlukan dalam melestarikan sumber daya energi dan meningkatkan efisiensi energi
dalam negeri yaitu dengan manajemen energi. Manajemen energi adalah aktifitas
pengengelolaan energi yang meliputi seluruh aspek pemanfaatan energi (teknis dan non
teknis) untuk memastikan bahwa proses pemanfaatan energi dalam suatu organisasi
diterapkan dengan cara yang efisien. Pengertian manajemen energi mengandung makna
yang luas mulai dari masalah produktifitas, operasi, pemeliharaan, disain peralatan atau
teknologi energi hingga pemasaran produk akhir. Penerapan manajemen energi
difokuskan untuk mencapai tujuan khusus konservasi energi yaitu agar fasilitas dan
proses penggunaan energi dioperasikan, diperiksa dan ditingkatkan efisiensinya. Sasaran
menejemen energi adalah peningkatan kinerja energi secara berkelanjutan dan
meminimalkan biaya operasi dengan ssub sasaran adalah :
 Mengurangi rugi-rugi energi dan biaya operasi.
 Membangun komunikasi tentang energi di lingkungan organisasi.
 Mengembangkan sistem pemantauan dan pelaporan efektif serta mempertahankan
strategi manejemen yang benar tentang penggunaan energi.
 Mencari cara baru terbaik meningkatkan returns dari investasi penghematan energi.
 Mengurangi dampak dari kelangkaan atau gangguan pasokan energi.
 Menumbuhkan minat kariawan/masyarakat tentang program menejemen energi.

Modul ini mendukung penerapan manajemen energi di industri dan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam regulasi konservasi energi. Materi modul disusun mengacu
pada standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) seperti ditetapkan dalam
keputusan menteri tenaga kerja & transmigrasi N0.80 tahun 2015 pada jabatan kerja
manajer energi di industri dan bangunan gedung dengan unit kompetensi “ Melaksanakan
rencana manajemen energi” sebagai berikut.

KODE UNIT : M.749090.005.02


JUDUL UNIT : Melaksanakan Rencana Manajemen Energi
DESKRIPSI UNIT: Unit kompetensi ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana
manajemen energi.

2
1.2. Manfaat Modul

Dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat menerapkan rencana


manajemen energi pada perusahaan industri maupun bangunan gedung. Modul ini juga
berguna untuk keperluan uji kompetensi jabatan kerja manajer energi industri maupun
bangunan gedung untuk unit kompetensi “pelaksanaan rencana manajemen energi”.

1.3. Tujuan Pembelajaran

Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini pembaca diharapkan mampu menerapkan


rencana manajemen energi di perusahaan industri maupun bangunan gedung dengan
kompetensi dasar sebagai berikut :
 Menetapkan kebutuhan sumber daya manusia
 Menentukan kriteria kinerja energi pada pengadaan jasa energi, produk, peralatan dan
energi.
 Mengendalikan parameter operasi yang berpengaruh terhadap kinerja energi
 Mengkomunikasikan kinerja energi dan sistemmanjemen energi.

Indikator Keberhasilan.
Setelah mengikuti materi pelajaran dalam modul ini peserta diharapkan mampu :
1. Melakukan analisa kebutuhan pelatihan sumber daya manusia yang dibutuhkan
perusahaan berdasarkan kompetensi.
2. Menentukan disain proses pemanfaatan energi berdasarkan kriteria efisiensi energi.
3. Melakukan pengadaan jasa energi, produk, peralatan energi berdasarkan kriteria
efisiensi.
4. Mengendalikan parameter operasi kritis yang mempengaruhi kinerja energi.
5. Mengkomunikasikan kinerja energi dan manajemen energi di lingkungan organisasi.

3
BAB II
MENETAPKAN KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM
PENERAPAN RENCANA MANAJEMEN ENERGI

Indikator keberhasilan
Sebagai indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pelajaran pada “bab ini adalah
pembaca diharapkan mampu melakukan analisa kebutuhan pelatihan sumber daya
manusia berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan.

2.1.Sumber Daya Manusia

Di banyak negara termasuk Indonesia lembaga yang paling peduli tentang energi,
termasuk konservasi energi adalah pemerintah. Sebagai lembaga yang peduli tentang
konservasi energi pemerintah menetapkan kebijakan konservasi energi dan melakukan
sosialisasi peningkatan kesadaran tentang konservasi energi dan manajemen energi
secara nasional. Hal ini penting karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
manfaat penghematan energi baik secara makro maupun individu/perusahaan adalah
penting dalam inplementasi manajemen energi. Penerapan manjemen energi dalam
kegiatan praktis akan memberi efek ganda yang menguntungkan seperti pertumbuhan
ekonomi, pengurangan subsidi energi, mengatasi kemiskinan, keamanan pasokan energi
berkelanjutan dan lingkungan hidup. Sedangkan di tingkat mikro (perusahaan) perbaikan
efisiensi energi berdampak positip dalam meningkatkan produktifitas dan daya saing.
Peran strategis pemerintah dalam program penghematan energi nasional antara lain
adalah:
 Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hemat energi.
 Membuat kebijakan dan regulasi yang mendorong perubahan perilaku dari sadar
(aware) menjadi tertarik (interest) dan ingin mengetahui lebih jauh (desire) tentang
manfaat perbaikan efisiensi energi hingga pada akhirnya melakukan tindakan nyata
(action).

Gambar: Merubah perilaku - Proses A I D A .

Pemerintah dengan kewenangan yang dimiliki untuk membuat kebijakan yang mendorong
4
hemat energi menjadi budaya masyarakat dalam waktu tertentu. Peran pemerintah
dilakukan melalui sosialisasi, penyebaran informasi, edukasi, penyesuaian tarif/harga
energi, hingga membuat standar. Kebijakan konservasi energi ini dikenal dengan Stick
and Carrot Policy dengan tujuan mewujutkan budaya hemat energi di masyarakat melalui
manajemen energi. Sistem manajemen energi berkelanjutan mencakup aspek
keterlibatan pimpinan puncak, pemanfaatan energi, cara dan prosedur operasi dalam
menjalankan peralatan energi, evaluasi dan tinjauan. Sistem managemen energi
berkelanjutan menghindari terjadinya kondisi pemanfaatan energi yang tidak terkendali,
dan membantu organisasi membuat kerangka atau sistem untuk mengontrol penggunaan
energi, menjaga kecendrungan turunnya konsumsi energi serta mempertahankan hasil
penghematan energi pada tingkat yang maksimal seperti tampak dalam gambar berikut.

Gambar : Perubahan Biaya Energi Setiap Tahun

Konsumen energi yang tidak menerapkan sistem manajemen energi disaat perhatian
manajemen beralih issu ke fokus lain yang bukan energi, maka konsumsi/biaya energi per
unit produksi cendrung naik kembali seperti sebelumnya yang dalam gambar ditunjukkan
dengan garis putus-putus. Sebaliknya bagi konsumen energi yang telah menerapkan
sistem manajemen energi, intensitas energi, konsumsi/biaya energi dapat dijaga cendrung
turun dan pada saat tertentu bahkan terjadi penurunan yang drastis akibat pengembangan
teknikal maupun ekspansi kegiatan seperti modifikasi peralatan atau daur ulang panas
buangan.

Sistem manajemen energi berkelanjutan melibatkan semua pihak pada unit masing-
masing organisasi. Dalam penerapannya manajer energi perlu menyiapkan petunjuk
operasional bagi semua petugas yang relevan agar semua pfasilitas energi dioperasikan,
dimonitor dan dikendalikan sebagaimana direncanakan. Disamping itu harus juga diyakini
bahwa kebijakan dan rencana aksi adalah sejalan dengan tujuan perusahaan, oleh karena
itu keterlibatan semua pihak dalam program aksi manajemen energi mutlak dilakukan dan
sinerji antar unit kerja harus dijaga sehingga manfaat manajemen energi bagi perusahaan
maksimal.

Dalam penerapan rencana manajemen energi yang menjadi pertanyaan adalah siapa saja
pelaku yang terlibat dan bagaimana memulainya. Untuk itu manajer energi harus

5
menyadari bahwa tujuan utama manajemen energi adalah meningkatkan kinerja energi
dengan cara meralisasikan ide dan peluang penghematan energi menjadi kenyataan.
Prinsip yang dianut dalam penerapan manajemen energi khususnya pada level pembuat
keputusan adalah memiliki komitment dan menciptakan iklim kondusif untuk perbaikan
efisiensi energi di lingkungan organisasi. Di tingkat staf dan operator penerapan
manajemen energi dibangun dengan menyatukan ide-ide perbaikan efisiensi energi
perusahaan dalam kegiatan operasional. Konsultan dan supplyer teknologi hemat energi
umumnya memiliki wawasan yang cukup dan lebih jeli melihat peluang penghematan
energi ke depan. Peluang penghematan energi besar yang saat ini belum diidentifikasi
oleh perusahaan konsultan sudah mampu melihatnya secara jelas. Oleh karena itu
perusahaan yang ingin menerapkan manajemen energi dan mengalami kesulitan secara
mandiri menerapkannya misalnya karena belum memiliki sumber daya yang kompeten
dapat menggunakan jasa konsultan.

Jasa konsultan memberi manfaat antara lain :


 Menentukan obyek atau area penghematan energi berdasarkan daftar atau issu
spesifik yang selama ini belum terjawab.
 Mencatat, mengukur parameter operasi yang berkaitan dengan konsumsi energi.
 Menghitung intensitas energi dan biaya energi per satuan output.
 Menghitung efisiensi pemakaian energi keseluruhan sistem energi dan masing-
masing individual peralatan energi.
 Membuat neraca energi dan neraca material.
 Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi efisiensi pemanfaatan energi.
 Melihat berbagai kemungkinan perubahan yang mungkin dilakukan untuk
meningkatkan efisiensi energi.
 Menentukan potensi penghematan energi dan kelayakan serta kemungkinan
penerapannya.
 Melakukan kajian teknis dan finansial untuk setiap potensi penghematan yang
diidentifikasi.
 Menyusun prioritas potensi penghematan yang ada berdasarkan kriteria: mudah
tidaknya dilakukan, besar kecilnya biaya untuk implementasi, dan manfaat yang
akan diperoleh secara keseluruhan terhadap kinerja organisasi perusahaan.
 Menyusun rekomendasi peningkatan efisiensi energi.
 Membuat rencana kegiatan implementasi konservasi energi menurut skala prioritas
di masa mendatang.

2.2. Kendala Penerapan Rencana Manajemen Energi

6
Salah satu kendala mengapa manajemen energi belum berhasil di perusahaan adalah
karena perusahaan (owner) belum melihat manfaat konservasi energi dari prospektif
ekonomi jangka pendek. Umumnya manajer peduli dengan keinginan pemilik perusahaan
yang membuat putusan menurut pertimbangan finansial jangka pendek dengan kriteria
dasar pertimbangan keuntungan dan posisi keuangan perusahaan tahunan. Kegiatan
investasi dianggap menarik jika manfaatnya menguntungkan secara finansial.
Pertimbangan tipikal dalam suatu proyek (kegiatan energi) adalah besarnya biaya, antara
lain investasi, biaya operasi yang dibutuhkan, biaya penghematan energi termasuk biaya
lain yang timbul akibat faktor produksi seperti perubahan kompetensi tenaga kerja jika
kegiatan/proyek selesai, serta kajian ketidakpastian yang mungkin terjadi terkait dengan
usulan proyek tersebut. Setelah komponen biaya dihitung, maka perkiraan untung rugi
dengan kriteria tertentu seperti simple pay back dibuat dan dibandingkan dengan proyek
investasi lainnya seperti penambahan kapasitas produksi yang mungkin diterapkan. Jika
ternyata kegiatan energi dimaksud secara finansial lebih menguntungkan dibandingkan
investasi lain barulah usulan kegiatan/proyek energi tersebut diterima. Jika implementasi
kegiatan dilihat sebagai sumber daya yang langka dan terbatas, maka kegiatan energi
tersebut menjadi lebih realistis dan efektif sehingga dipromosikan berdasarkan azas
manfaat secara eksplisit. Karakteristik industri dalam membuat keputusan prosesnya
berada pada level tertinggi dengan kata lain pendelegasian wewenang dari top
management ke middle management masih kurang dan keputusan yang diambil bersifat
jangka pendek. Pada level middle management, keahlian membuat proposal proyek
energi masih kurang, pemahaman (management skill) belum memadai. Karakter industri
tersebut sudah berlangsung lama sehingga untukmerubahnya butuh waktu dan dukungan
yang kuat secara terus menerus antara lain melalui regulasi dan audit energi. Kesadaran
perusahaan tentang konservasi energi akan meningkat jika pimpinan puncak memberi
komitmen dan dukungan penuh. Hal ini dimungkinkan karena konservasi energi
memunyai tujuan yang sama dengan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan keuntungan
dengan cara menghemat biaya energi. Berdasarkan uraian di atas, maka penerapan
manajemen energi harus dikembangkan dan diarahkan berdasarkan pertimbangan
berikut :
 Konservasi energi harus dilihat sebagai sesuatu yang memberi manfaat secara
ekonomi. Implementasi program konservasi energi harus dilihat sebagai kegiatan
pengurangan biaya operasi yang secara finansial menguntungkan.
 Fokus manajemen energi diarahkan pada kegiatan yang berdampak besar dengan
implementasi yang dapat dilakukan secara tuntas. Artinya penetapan obyek
prioritas manajemen energi didasarkan atas pertimbangan manfaat yang didapat,
pengurangan konsumsi energi atau potensi penghematan energi, serta kegiatan yang
penerapannya mudah dan tidak rumit.

2.3. Proses Pelaksanaan Rencana Manajemen Energi

Pelaksanaan rencana manajemen energi merupakan proses sehari-hari yang


berkelanjutan, bukan sebuah proyek melainkan dioperasikan sebagai bagian dari
kebiasaan sehari-hari. Penerapan rencana manajemen energi dimulai dari pengguna
energi significant (pengguna energi utama) sebagai prioritas manajemen energi. Hal ini
dimaksudkan agar dampak penghematan energi terhadap kinerja perusahaan
keseluruhan maksimal. Seluruh unit kerja dan bagian lain yang terkait harus dilibatkan
untuk mendukung penerpan rencana manajemen energi. Jika tidak memberi
7
penghematan energi secara significant maka pelaksanaannya tidak prioritas atau jangan
dilakukan (dalam konteks ini). Implementasi manajemen energi ada kalanya memerlukan
perubahan besar dalam organisasi, dan bagi yang melakukannya. Melakukan perubahan
sering mengalami kesulitan sehingga memerlukan keterlibatan, dukungan dan
komunikasi. Jika tidak ada perubahan berarti kinerja energi juga tidak dapat ditingkatkan.
Kebijakan perusahaan untuk memberikan otoritas kepada manejer energi agar secara
langsung terlibat dalam pengelolaan energi meliputi perencanaan, penempatan dan
pemilihan fasilitas energi/produksi, pelaporan energi, training bagi operator dan lain-lain
yang terkait dengan penggunaan energi. Meskipun diakui hal ini terkadang sulit dalam
praktek khususnya saat permulaan dimana manejer energi dituntut terlebih dahulu
mengetahui potret penggunaan energi saat ini, menyusun target dan sasaran
penghematan energi, membuat prosedur dan petunjuk pengelolaan energi yang
diperlukan, mengevaluasi hasil dan membuat rencana manajemen energi dan
menerapkannya sebagaimana digambarkan dalam diagram proses manejemen energi
berikut.

2.
1.
Tetapkan Kriteria
Tetapkan SDM
Kinerja Energi
Berdasarkan
Pada Proses
Kompetensi
Desain dan
Pengadaan Jasa
Energi, Produk,
Peralatan Dan
Energi

4. 3.
Komunikasikan Kendalikan
kinerja energi Parameter
dan sistem Operasi Yang
manajemen Berpengaruh
energi Terhadap
Kinerja Energi

Gambar : Proses pelaksanaan rencana manajemen energi.

8
Gambar di atas menjelaskan proses dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka
penerapan menejemen energi dan peningkatan kinerja energi. Untuk mengetahui target
dan sasaran penghematan energi, maka tinjauan energi dan potensi penghematan energi
harus diidentifikasi terlebih dahulu. Untuk itu ada kalanya audit energi diperlukan. Audit
energi dimaksudkan untuk menidentifikasi potensi penghematan energi, memilih dan
menentukan sasaran, target dan prioritas penghematan energi, menetapkan kompetensi
tim pelaksana, menentukan rencana dan biaya implementasi.

Dalam standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI), rencana manajemen energi
diterapkan dengan melakukan aktifitas berikut.

o Menetapkan kebutuhan sumber daya manusia berdasarkan kompetensi


o Menentukan kriteria kinerja energi pada proses desain
o Menentukan kriteria kinerja energi pada pengadaan jasa energi, produk, peralatan dan
energi
o Mengendalikan parameter operasi yang berpengaruh terhadap kinerja energi
o Mengkomunikasikan kinerja energi dan sistem manajemen energi

Kebutuhan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Kompetensi

Seperti halnya pada sistem manjemen lainnya, prinsip kegiatan pelaksanaan manajemen
energi mengikuti proses PDCA dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
review. Perencanaan adalah suatu proses yang harus dilakukan sebelum memulai suatu
aktifiitas. Perencanaan suatu kegiatan berkaitan dengan apa yang perlu dilakukan, kapan
dilakukan, siapa yang melakukan, sumber daya atau input apa yang dibutuhkan untuk
melakukannya. Dalam konteks penerapan manajemen energi aktifitas tersebut dikenal
dengan perencanaan operasional.

Unsur dari perencanaan adalah output apa yang harus dicapai, langkah apa yang harus
dilakukan untuk mencapai output, jadual atau waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
langkah yang ditetapkan, klarifikasi siapa yang bertanggung jawab atas langkah yang
diterapkan, dan klarifikasi tentang input sumber daya yang dibutuhkan.

Output perencanaan adalah hal yang menunjukkan bahwa kegiatan berhasil dilakukan
misalnya dalam hal kegiatan optimasi sistem pemanfaat energi, maka outputnya adalah
penghematan energi.

Waktu pelaksanaan, yaitu menjelaskan waktu yang diperlukan untuk melakukan langkah
kegiatan, dan rencana proses urutan waktu pelaksanaan.

Sumber daya, yaitu sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan rencana aksi
sperti orang, waktu (hari, bulan), ruangan dan peralatan. Dalam membuat rencana sumber
daya manusia yang dibutuhkan adalah pengembangan kapasitas sumber daya manusia
misalnya training dan sertifikasi yang diperlukan.

2.2.1 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi kerja merupakan spesifikasi kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
tiga aspek yaitu pengetahuan, ketrampilan/keahlian dan sikap kerja yang sesuai dengan
9
standar yang ditetapkan. Kompetensi kerja merupakan gabungan antara tiga aspek
(pengetahuan, ketrampilan dan sikap) digambarkan sebagai berikut.

Gambar : Kompetensi kerja

Aspek pengetahuan dalam kompetensi kerja mencakup pendidikan formal yang sesuai
dengan profesi, pelatihan-pelatihan yang diperlukan sesuai bidang pekerjaan dan
pengetahuan yang didapat dari pengalaman kerja. Selain pengetahuan aspek ketrampilan
dibutuhkan dalam kompetensi yaitu keterampilan melaksanakan pekerjaan (task skill),
keterampilan mengelola pekerjaan (task management skill), keterampilan mengantisipasi
kemungkinan yang timbul (contingency management skill), keterampilan mengelola
lingkungan kerja (job/role environment skill), dan keterampilan beradaptasi (transfer skills).

Gambar : Perilaku dan sikap bekerja

Sikap kerja yang benar penting dalam kompetensi kerja. Sikap kerja diwujudkan sebagai
performa selama beraktifitas di tempat kerja, tanggapan atas lingkungan kerja, atau
berdasarkan penghargaan atas hasil penilaian dari pemberi kerja selama melakukan
pekerjaan.
Karyawan atau operator dapat merupakan sumber ide penghematan energi yang
berharga. Mereka ini adalah yang paling banyak berhubungan dengan pengoperasian
peralatan energi dan tidak dapat diabaikan dalam penerapan manajemen energi. Manager
energi yang bijaksana setidaknya menggunakan 20 % dari jam kerjanya untuk berdialog
dengan operator. Sebagai sumber ide yang potensil dalam peningkatan efisiensi energi,
maka operator harus didorong dan dimotivasi agar berperan aktif. Menurut pakar motivasi
ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan kesadaran yaitu:

 Motivasi sebenarnya telah ada dan sudah menjadi milik kariawan atau operator
tersebut. Tugas manager energi adalah bukan mengadakan motivasi melainkan
bagaimana melepaskan/mengaktifkan motivasi tersebut.
 Kadar keinginan di dalam diri setiap individu untuk menginvestasikannya didalam
tugasnya berbeda-beda, namun tidak semua over achiever dan juga tidak semua juga
pemalas.
 Jumlah personel yang mendapat kepuasan dalam menjalankan tugas seperti mendapat
bonus/penghargaan harus didorong seiring dengan banyaknya energi yang dihemat.

10
Menjaga dan mempertahankan kesadaran kariawan/staf tentang hemat energi dapat
dilakukan dengan cara :
 Mendistribusikan poster-poster, stiker, dan liftlet tentang cara mengatasi pemborosan
energi yang terjadi . Publikasi seperti ini perlu dilakukan secara berkesinambungan
termasuk sukses yang telah diraih.
 Memberi insentif atas ide-ide dan tindakan konservasi energi yang telah berhasil
diraih.
 Mempublikasikan secara lengkap berita keberhasilan penghematan energi dan
kaitannya dengan pengurangan biaya dan produktifitas secara periodik.
 Menyelenggarakan pelatihan khusus maupun yang bersifat umum tentang efisiensi
energi di lingkungan organisasi.

Rencana kerja adalah salah satu komponen sistem manajemen energi yang disusun
berdasarkan tinjauan energi atau rekomendasi audit energi. Setelah rencana manajemen
energi disusun, maka langkah selanjutnya adalah menenerapkannya. Factor kunci
suksesnya penerapan manajemen energi adalah dukungan aktif dan keterlibatan seluruh
unit kerja/staf dalam manajemen energi. Selain dukungan dibutuhkan kemampuan
mendemonstrasikan rencana implementasi manajemen energi yang berkelanjutan dan
menjelaskan metoda atau pendekatan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran yang
diharapkan. Dengan kata lain penerapan rencana manajemen energi memerlukan
bimbingan atau training kepada personil yang relevan dengan rencana yang dibuat.

Kebutuhan Training.

Training yang dibutuhkan antara lain adalah :


• Meningkatkan kesadaran kariawan tentang manajemen energi dan manfaatnya.
• Meningkatkan kompetensi kerja yang dibutuhkan untuk mplementasi kebijakan energi
khususnya pada pengguna energi besar di perusahaan
• Menyesuaikan perubahan prosedur operasi peralatan/pemanfaat energi
• Pengoperasian teknologi peralatan pengguna energi baru
• Identifikasi peluang penghematan energi yang lebih besar.

Kriteria Siapa Yang Ditraining

Dalam implementasi rencana manajemen energi yang perlu ditraining adalah


o Orang penting yang berdampak langsung pada konsumsi energi perusahaan yaitu
yang mengoperasikan, memelihara, yang menentukan spesifikasi (engineers) dan
mengendalikan operasi peralatan energi.
o Orang yang memberi pengaruh terhadap konsumsi energi antara lain manajer,
supervisor, dan pemimpin perusahaan.
o Sedangkan yang berdampak langsung dan segera terhadap konsumsi energi antara
lain operator pada peralatan energi significan, staf produksi dan staf pemeliharaan.

Jadual Training.

Pelatihan diawali bagi staf yang bertugas di unit kerja yang konsumsi energi signifikan.
Dalam pelatihan harus ditentukan siapa yang perlu dilatih, pelaksana pelatihan (external
atau internal), bidang pelatihan, jadual pelatihan, dan tempat pelatihan seperti ditunjukkan
pada contoh tabel berikut.
11
Tabel : Kebutuhan pelatihan kompetensi
Level
Employee Tugas dan Tanggung Kompeten Kompeten Kebutu Prgrm Jadual
/Name ID no Position jawab si si saat ini han Training Materi Training Training
Auditor
energi Menyiapkan proses Sesuai Standar Latih
Termal audit 7 3 -4 Ya Kompetensi (SLK) Auditor Energi
**** Melakukan survei
* lapangan
Melakukan analisis
data survei lapangan
Membuat laporan

Auditor
energi
Listrik 7 3 -4 Ya Electric power application
**** Energy conservation in electric
* power application
Energy
conservation in
electric
equipments
(lighting, motor,
VSD/inverter).

Auditor
energi Combustion process and
Termal 7 3 -4 Ya control
**** Energy saving oportunities in
* combustion process
Energy saving oportunities in
heat utilization equipments
(Steam sistem, furnace, AC,
WHR)
Energy saving oportunities in
rotating equipments (pump,
motor, compressor, fan)

Auditor Sesuai Standar Latih


energi B. Kompetensi (SLK) Manajer
Gedung 7 3 -4 Ya Energi
****
*

Operator
Pemanfaat Merencanakan Prinsip kerja peralatan
energi pengoperasian 3 3 Plus : Perlu Ya pemanfaat energi
Mempersiapkan * Prinsip Faktor yang berpengaruh
*** Pengoperasian kerja terhadap kinerja
* Faktor yang berpengaruh
Mengoperasikan terhadap kinerja Parameter operasi kritis
Membandingkan kondisi * Parameter Pengaruh parameter operasi
operasi dgn stdr operasi kritis terhadap efisiensi energi
* Pengaruh parameter
Membuat laporan operasi thdp eff energi Parameter operasi best praktis
* Parameter
operasi best
praktis

**** Manajer Prinsip-Prinsip


* energi Penghematan Energi 7 4 -3 Ya Heat energy management :
Kebijakan Energi (Heat Energy
Organisasi management

12
system; Gogen;
Energy storage;
WHR,Heat
pump)
Perencanaan dalam
Manajemen Energi Electric energy management :
(Electric energy
management
system; DSM;
Mekanisme
Pelaksanaan Rencana dalam tarif; Energy
Manajemen storage).
Evaluasi dalam
Manajemen Energi Prinsip konservasi energi
Tinjauan Manajemen

Pertimbangkan untuk mengirim 1 atau 2 orang untuk mengikuti pelatihan external dan
gunakan mereka untuk melakukan pelatihan internal. Hal ini biasanya dilakukan saat awal
program. Kemudian susun dokumentasi siapa yang telah mengikuti pelatihan, apakah
diperlukan penyegaran atau pelatihan yang berkelanjutan. Semua staf harus menyadari
perlunya sistem manajemen energi. Factor kunci suksesnya penerapan manajemen
energi adalah dukungan aktif dan keterlibatan seluruh unit kerja/staf dalam manajemen
energi. Untuk itu semua staf harus memahami tentang kebijakan energi, harus menyadari
manfaat perbaikan kinerja energi untuk organisasi / perusahaan. Akan lebih baik jika
semua staf mengetahui isu tentang efisiensi energi dan perubahan ilkim, biaya energi,
kasus keberhasilan efisiensi energi dan keamanan pasokan energi. Semua hal di atas
akan memberi motivasi dan perasaan lebih baik bagi kariawan yang terlibat dalam
implementasi sistem manajemen energi.

Operator & Kariawan

Kariawan dan operator adalah yang paling banyak berhubungan dengan pengoperasian
peralatan energi. Operator juga merupakan sumber ide penghematan energi yang
berharga. Kariawan dan operator tidak dapat diabaikan dalam implementasi manajemen
energi berkelanjutan. Manajer energi yang bijaksana setidaknya menggunakan sekitar 20
% dari jam kerjanya untuk berdialog dengan operator. Sebagai sumber ide yang potensil,
operator harus dimotivasi agar berperan aktif dalam program penghematan energi.

Keahlian Operator

Bidang keahlian operator yang diperlukan dalam penerapan manajemen energi antara lain
yang berkaitan dengan pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi konsumsi energi
dan kinerja pemanfaatan energi, parameter operasi kritis dan kemampuan identifikasi
potensi penghematan energi melalui pengendalian parameter operasi kritis sistem
peralatan energi.

13
BAB III
MENENTUKAN KRITERIA DESAIN KINERJA ENERGI

Indikator keberhasilan

Sebagai indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pelajaran bab III ini adalah:
peserta diharapkan mampu menentukan kriteria disain proses pemanfaatan energi
berdasarkan pertimbangan efisiensi energi perusahaan.

Dimuka telah dijelaskan bahwa prinsip manajemen energi mengikuti proses PDCA dalam
setiap aktifitas. Oleh karena itu kegiatan “menentukan kriteria disain kinerja energi” diawali
dengan penentuan indikator kinerja energi, penentuan kriteria disain indikator kinerja,
siapa yang terlibat dalam penerapan, dimana diterapkan adalah rangkaian kegiatan yang
perlu dilakukan sebelum pelaksanaan dimulai.

3.1 Indikator kinerja energi

Berbicara tentang indikator kinerja dibutuhkan pemahaman yang luas tentang pengguna
energi seperti inpu energi, output atau produk, karakteristik operasi dll. Indikator kinerja
pemanfaat energi yang umum digunakan adalah intensitas energi. Intensitas energi
menunjukkan berapa energi yang diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas yang
menghasilkan produksi atau jasa. Dengan kata lain intensitas energi adalah perbandingan
antara input energi (konsumsi) dengan output (produk atau jasa) yang dihasilkan.
Intensitas energi sering juga disebut dengan istilah lain yaitu “konsumsi energi spesifik’’.
Intensitas energi dapat dibuat dengan formulasi berbeda, masing-masing dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan spesifik maupun pertanyaan umum terkait dengan efisiensi
pemanfaatan energi. Oleh karena itu indikator efisiensi energi bervariasi luas berdasarkan
level organisasi dan perlatan energi pengguna energi yang dioperasikan sebagaimana
tampak pada gambar berikut ini.

Gambar : Piramid Indikator Efisiensi Energi

Indikator kinerja energi dapat digunakan dalam berbagai keperluan mulai dari pengadaan
peralatan energi hingga evaluasi hasil penghematan energi. Dalam proses pengadaan
14
peralatan pemanfaat energi, indikator kinerja energi dimaksudkan sebagai bahan evaluasi
efisiensi penggunaan energi dan biaya energi suatu produk atau perlatan energi relatif
terhadap yang lain (benchmarks). Dalam rencana pengadaan peralatan pengguna energi,
maka proses PDCA adalah sebagaiberikut: plan (P) menentukan indikator kinerja,
menentukan kriteria disain, do (D) adalah mengundang beberapa vendor, check (C)
adalah memeriksa penawaran (spec, standar yang diacu, garansi, harga dll), act (A)
adalah membandingkan sepc penawaran dengan kriteria disain, evaluasi harga, dan
keputusan. Output pengadaan adalah peralatan pengguna energi. Jadual adalah waktu
pengiriman, pemasangan dan commissioning. Sumber daya adalah total biaya yang
diperlukan. Jika inisiatif kebijakan konservasi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
energi, maka indikator kinerja dapat menjadi tolok ukur dalam mengevaluasi efektifitas
kebijakan dimaksud.

Ukuran intensitas Energi

Ukuran intensitas dapat berupa satuan fisik atau monetary units. Tipe dari indikator juga
dapat bervariasi tergantung pada sifat analisis yang digunakan. Aplikasi indikator dengan
ukuran monetary units biasanya digunakan untuk analisis efisiensi energi pada tingkat
makro, sedangkan intensitas energi yang menggunakan satuan fisik umumnya diterapkan
pada level sektor dan subsektor. Efisiensi adalah kebalikan dari intensitas energi, efisiensi
energi dimaksudkan unruk mengetahui seberapa efisien energi digunakan untuk
menghasikan produk.

Indikator fisik.
Indikator fisik efisiensi energi dinyatakan dalam satuan fisik aslinya seperti liter bbm, ton
batubara, atau ton setara minyak maupun dalam satuan energi seperti kcal, kWh, kJ yang
dikaitkan langsung dengan satuan fisik output (ton produksi) yang dihasilkan.
Indikator fisik berkaitan dengan efisiensi energi suatu teknologi peralatan energi yang
digunakan. Dengan menggunakan indikator fisik efisiensi energi pada suatu teknologi
peralatan energi, maka perubahan produksi dan hubungannya dengan konsumsi energi
maupun konsumsi energi spesifik mudah dilihat.

Indikator berbasis nilai (value based indicator).


Indikator berbasis nilai (value based indicator) mengukur jumlah konsumsi energi relatif
terhadap ekonomi atau nilai moneter dari aktifitas yang dihasilkan yang dinyatakan dalam
currency related unit misalnya jumlah konsumsi energi relatif terhadap nilai tambah sektor
produksi baja. Manfaat menggunakan indikator berbasis nilai ekonomik adalah indikator
tersebut dapat dibandingkan antar sesama industri dengan produk berbeda. Indikator ini
lebih umum digunakan pada level tertinggi dalam piramid sebagaimana gambar
sebelumnya.
Indikator efisiensi energi yang dibangun secara tepat mempunyai makna yang penting
dalam evaluasi efisiensi pemanfaatan energi saat pengadaan. Adanya indikator efisiensi
energi memfasilitasi kemungkinan peralatan energi saling dibandingkan dalam pengadaan
peralatan pemanfaat energi dan membuat putusan berdasarkan kriteria yang ditentukan.
.
Mengukur Kinerja Keberhasilan Konservasi Energi.
Yang paling dasar dalam mengukur kinerja penggunaan energi pada suatu fasilitas

15
pengguna energi adalah indeks penggunaan energi atau indeks biaya energi.

Indeks penggunaan Energi


Intensitas energi dinyatakan dengan konsumsi energi per satuan waktu per kegunaan
tertentu misalnya kWh per m2 per bulan pada bangunan gedung komersil. Untuk
melengkapi indeks atau intensitas energi tersebut, maka semua penggunaan energi pada
fasilitas pengguna energi tersebut harus ditentukan. Jumlah energi keseluruhan harus
ditabulasikan dan jumlah produksi atau luasan ruangan bangunan yang menggunakan
energi ditentukan. Dengan demikian intensitas energi dapat dihitung yaitu perbandingan
antara jumlah energi (kWh) keseluruhan yang dikonsumsi dengan jumlah produksi atau
meter per segi luasan ruangan/lantai bangunan gedung yang tersedia.
Indeks Biaya Energi

Indeks kinerja lainnya yang penting dalam menejemen energi adalah Indeks Biaya Energi.
Indeks biaya energi dinyatakan dalam rupiah per satuan produk atau per satuan produk
dalam waktu tertentu. Sama seperti intensitas energi, maka semua penggunaan energi
pada fasilitas pengguna energi harus ditentukan, jumlah biaya energi keseluruhan harus
ditabulasikan dan jumlah produksi atau luasan ruangan bangunan yang menggunakan
energi ditentukan. Indeks biaya energi dihitung dengan membandingkan jumlah seluruh
biaya energi (kWh) yang dikonsumsi dengan jumlah produksi.

3.2 Kriteria Desain Kinerja Energi


Besarnya intensitas energi untuk perusahaan industri tidak selalu sama. Intensitas energi
keseluruhan sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi industri tersebut. Tingkat produksi
adalah perbandingan produksi aktual rata-rata dengan kapasitas produksi dalam periode
tertentu (per bulan atau per hari).
Berdasarkan pengertian indikator efisiensi energi yang diuraikan sebelumnya, untuk
industri pengertian intensitas energi umumnya adalah input energi per output yang
dihasilkan. Namum dalam praktek indikator efisiensi energi spesifik sering dijumpai pada
industri tertentu. Indikator spesifik tersebut disesuaikan dengan jenis dan sifat proses
produksi yang diterapkan. Karena masing-masing industri memiliki sifat proses,
karakteristik operasi dan sistem pengendalian yang berbeda maka indikator efisiensi
energi yang digunakan juga berbeda. Berikut adalah beberapa contoh kriteria energi pada
proses desain industri.

3.2.1 Kriteria Kinerja Desain Pembangkit Daya.

Efisiensi energi pembangkit daya umumnya adalah input per output atau dikenal dengan
heat rate (kcal/kWh), atau output per input yang dikenal dengan istilah efisiensi (%).

Heat rate

Indikator umum dalam mengevaluasi efisiensi thermal suatu pembangkit adalah heat rate.
Heat rate diartikan sebagai kalor dalam bahan bakar yang digunakan oleh suatu unit
pembangkit untuk memproduksi listrik 1 kWh. Dengan kata lain Plant heat rate
didefinisikan sebagai perbandingan heat atau panas bahan bakar yang digunakan (energi
input) dengan energi listrik yang dihasilkan (output kWh).

Heat rate dapat digolongkan atas dua yaitu :

16
 Heat rate Gross (Gross Plant Heat Rate - GPHR) : yaitu heat rate yang dihitung
dengan menggunakan output daya berupa kWh diukur pada terminal output
generator pembangkit.

GPHR = Heat input / kW output (kcal/kWh).

 Heat rate Netto (Net Plant Heat Rate - NPHR) : Yaitu heat rate yang dihitung dengan
menggunakan output daya berupa kWh net diukur setelah pemakaian sendiri (own
used) pembangkit.

NPHR = Heat input / Net kW output (kcal/kWh).

Efisiensi
Indikator kinerja lain yang sering digunakan pada pembangkit daya adalah efisiensi.
Efisiensi pembangkit didefinisikan sebagai perbandingan antara output (kWh) dengan
energi input yang digunakan. Dalam hal ini satuan output dan input energi dibuat sama.
Cara menghitung efisiensi adalah sebagai berikut:
Net Efisiensi = Net output / Heat input = P x 860 / F x H (%)
Dengan : P adalah tenaga listrik yang dihasilkan (kWh)
: F adalah konsumsi bahan bakar ( kg/jam ; liter/jam)
: H adalah nilai kalor tinggi bahan bakar (kcal/kg ; kcal/liter)
Efisiensi suatu pembangkit bervariasi tergantung jenis pembangkit. Secara tipikal
efisiensi konversi berbagai jenis pembangkit adalah sebagai berikut.

Unit pembangkit Size (MW) Efisiensi (%)


Uap 200 – 800 30 – 40
Gas turbin 50 – 100 22 – 28
Combined cycle 300 – 600 36 – 50
Disel 10 – 30 27 – 30
Nuklir 500 – 1100 31 - 34

3.2.2 Kriteria Desain Kinerja pada Proses Industri.

Intensitas energi sektor industri di Indonesia masih relatif tinggi di bandingkan


dengan negara berkembang lain seperti India, bahkan dengan negara maju seperti
Jepang. Konsumsi energi spesifik berbagai jenis industri di Indonesia dan negara
lain ditunjukkan pada tabel berikut ini.

17
Sumber: ESDM, 2013

3.2.3 Kriteria Kinerja Energi Pada Desain Bangunan Gedung.

Kriteria Perancangan Selubung Bangunan pada Gedung Baru ditetapkan dalam SNI
adalah RTTV, OTTV.
RTTV adalah Nilai perpindahan termal atap (Roof Thermal Transfer Value) yaitu suatu
nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk penutup atap yang dilengkapi
dengan atap transparan (skylight).
OTTV adalah Nilai perpindahan termal menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value)
suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian
luar bangunan gedung yang dikondisikan.

18
Kriteria desain intensitas energi bangunan gedung baru adalah : RTTV, OTTV tidak
melebihi 35 W/m2 (target).

19
BAB IV
KRITERIA DESAIN PENGADAAN PERALATAN ENERGI, JASA DAN PRODUK

Indikator keberhasilan
Sebagai indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pelajaran bab IV ini adalah:peserta
diharapkan mampu menentukan kriteria disain pengadaan jasa, produk, peralatan energi
berdasarkan pertimbangan efisiensi energi perusahaan.

Proses PDCA dalam kegiatan “menentukan kriteria disain pengadaan peralatan energI,
jasa dan produk” adalah penentuan indikator kinerja peralatan energi, penentuan kriteria
disain indikator kinerja peralatan, jasa dan produk , siapa yang terlibat dalam penerapan
dan dimana diterapkan adalah aktifitas yang harus dilakukan sebelum penerapan dimulai.

4.1 Kriteria Desain pada Pengadaan Jasa, Produk Peralatan Energi.


Peralatan energi di pasaran tersedia dengan rentangan efisiensi yang bervariasi. Memilih
jasa, produk peralatan energi sebaiknya didasari atas pertimbangan efisiensi dengan
kriteria pemilihan harus berbasis kinerja atau efisiensi energi. Untuk itu indikator kinerja
peralatan yang akan dibeli perlu pahami, evaluasi kinerja peralatan yang akan dibeli
tersebut perlu dilakukan sebelum putusan ditentukan.Konsumsi energi untuk suatu
proses/kegiatan didorong oleh suatu faktor atau disebut dengan parameter pendorong.
Salah satu faktor pendorong konsumsi energi adalah kinerja disain teknologi/peralatan
energi yang dioperasikan. Oleh karena itu kriteria disain peralatan energi harus menjadi
pertimbangan dalam pengadaan peralatan. Kriteria pengadaan jasa atau peralatan
pemanfaat energi umumnya ditetapkan berdasarkan atas harga awal dan kapasitas.
Penentuan kriteria seperti ini cendrung menghasilkan biaya pengadaan terendah, tetapi
biaya operasi tinggi. Untuk mendapatkan hasil optimal, maka selain faktor harga dan
kapasitas faktor kinerja energi dan sistem kendali yang diterapkan perlu dipertimbangkan.

Gambar : Kinerja dalam pengadaan

Pemilihan peralatan energi dengan memasukkan kinerja sebagai salah satu pertimbangan
cendrung membuat biaya operasi turun dan biaya keseluruhan (life circle cost) menjadi
minimum. Orang berpengaruh dalam pengadaan harus memahami kinerja energi dan
memasukkannya dalam kriteria pengadaan peralatan. Dalam pelaksanaannya faktor
kinerja ini harus ditetapkan saat pengadaan barang/peralataan khususnya bagi orang
pengadaan yang berpengaruh. Untuk mendapatkan hasil terbaik, maka proses pengadaan
dilakukan dengan mengikuti langkah berikut :
 Menentukan jumlah supplyer paling tidak tiga atau lebih

20
 Supplyer peralatan dan jasa energi diminta menyediakan informasi tentang konsumsi
dan kinerja pemanfaatan energi serta standard yang diacu
 Kinerja energi sebagai syarat penting (kriteria) dalam pengadaan peralatan.
 Jadikan kinerja energi, harga awal dan biaya operasi sebagai pertimbangan dalam
membuat putusan.

2.
1.
Supplyer harus
Tetapkan
menyediakan
paling tidak 3
informasi kinerja
supplyer
energi dan standar
peralatan
yang diacu.
energi

4. 3.
Pilihan Kinerja energi
berdasarkan sebagai salah
kinerja, harga satu kriteria
awal, biaya pemilihan.
operasi dll.

Gambar : Proses Pengadaan Jasa atau Produk Peralatan Energi

Kriteria Disain Peralatan Pemanfaat Energi (Sistem AC)

Indikator kinerja AC adalah coefficient of performance (COP) atau energy


efficiency ratio (EER). COP adalah perbandingan antara cooling output (kW) dibagi
dengan input energi (kW) yang digunakan. Sedangkan EER adalah perbandingan
antara cooling output (Btu/Jam ) dengan input energi (Watt) yang digunakan.

Konversi antara COP ke EER dapat dihitung berdasarkan satuan energi sebagai berikut :
(1 kWh = 860 kcal = 3600kJ = 3412.142 BTU). COP = 0.292 EER. Dan EER = 3.412

21
COP. Perkembangan EER atau COP sistem AC split dan chiller di Indonesia ditunjukkan
pada tabel dan gambar berikut.

Tabel : Kriteria disain kinerja AC split Kriteria


desain

COP 2.0 2.5-3 3-4 4 6


EER 6.8 8.5-10 10-14 >14 20
Kriteria
Buruk Kurang Baik Sangat Baik Superior
Evaluasi
Note Existing Pasar Indonesia di Jepang

Gambar : Perkembangan kinerja design sistem AC - Chiller

Permen ESDM No 7 Tahun 2015 Tentang Penerapan Kinerja Energi Minimum dan
Pencantuman Label Tanda Hemat Energi Untuk Piranti Pengkondisi Udara (AC)
menetapkan kriteria label tanda hemat energi sebagai berikut.

Kriteria
desain

Dalam pengadaan peralatan energi, selain faktor kinerja energi, sistem kendali
yang diterapkan peralatan energi tersebut perlu juga dipertimbangkan. Gambar
berikut menunjukkan karakteristik mesin AC (chiller) type sentrifugal dengan
menggunakan inverter dan tanpa inverter. Tampak pada gambar bahwa chiller
22
dengan variable speed control (inverter) memiliki COP lebih tinggi (lebih efisien)
dibandingkan dengan mesin chiller tanpa inverter.

Gambar : Chiller type sentrifugal dengan dan tanpa inverter

Kinerja AC Menurut SNI.

Berdasarkan SNI efisiensi minimum dari peralatan tata udara yang dioperasikan
dengan tenaga listrik ditunjukkan dalam tabel berikut.

23
Kriteria Desain Pemanfaat Energi (Sistem Pompa).

Hasil survei menunjukkan efisiensi operasi pompa berkisar antara 15 s/d 90 %. Mengapa
muncul perbedaan efisiensi yang cukup besar, apakah pemilihan pompa keliru, desain
pompa jelek atau adakah faktor lain yang berpengaruh dominan terhadap kinerja pompa.
Kinerja suatu pompa sentrifugal dinyatakan dalam karakteristik pompa dengan parameter:
putaran (pump speed), total head, dan debet (laju alir).Selain paremeter tersebut diketahui
bahwa efisiensi pompa juga berkaitan langsung dengan specific speed number (Ns).
Specific speed (Ns) adalah istilah yang diberikan untuk menjelaskan bentuk geometri
impeller suatu pompa sebagai berikut.
Specific speed : "the speed of an ideal pump geometrically similar to the actual pump,
which when running at this speed will raise a unit of volume, in a unit of time through a unit
of head".
Dalam praktek spesific speed number (Ns) dapat digunakan untuk menentukan aplikasi
pompa yang tepat. Petugas yang bertanggung jawab atas pemilihan dan penggunaan
pompa dapat menggunakan informasi Ns ini sebagai pertimbangan dalam :
 Memilih bentuk curva pompa.
 Menentukan efisiensi pompa.
 Memilih pompa yang paling murah biaya operasi penggunaannya.
 Memperkirakan N.P.S.H yang diperlukan.
 Antisipasi masalah overloading motor.

24
Informasi Ns pompa tersebut di atas disediakan oleh manufaktur pompa, ini berarti
specific speed dapat dihitung dengan formula berikut.

Ns = n Q1/2 / H 3/4
Dengan catatan bahwa data diambil dari curve pompa pada best efficiency point:

n = Putaran pompa (rpm.)


Q = The flow rate (debet) full diameter dalam gallon per menit (GPL)- single/double
suction impeller.
H = Total dynamic head (ft).
Dalam satuan SI spesific speed dinyatakan dengan Nsm, dengan kapasitas biasanya
dinyatakan dalam (m3/jam), dan head dalam (m). Dengan demikian
Ns = 0.8609 Nsm. Jika kapasitas dinyatakan dalam m3 per detik dan head dalam (m),
maka Ns = 51.65 Nsm.

Kriteria Desain Pengadaan Pompa

Selain head pompa (H) dan kapasitas (debet alir) kriteria desain pengadaan pompa yang
terkait dengan efisiensi pompa adalah specific speed number (Ns). Efisiensi desain
pompa berubah sesuai dengan Ns (lihat grafik berikut).

Gambar : Efisiensi vs Kapasitas dan Ns

Pada grafik di atas ditunjukkan hasil pengujian efisiensi pompa berdasarkan besarnya
kapasitas disain pompa dan putaran spesifik. Dalam grafik tampak bahwa pompa dengan
desain kapasitas kecil menunjukkan efisiensi yang lebih rendah dibandingkan pompa
kapasitas besar. Untuk kapasitas pompa rendah efisiensi pompa turun drastis jika Ns
kurang dari 1000. Sedangkan untuk pompa kapasitas sedang, tampak pada gambar di
atas efisiensi pompa turun drastis jika Ns kurang dari 2000.

Dengan menggunakan data pada contoh grafik famili curva performance envelope
pompa sentrifugal rpm 1800, besaran Ns dapat ditentukan.
25
Seperti dijelaskan dimuka pompa dengan Ns < 1000 adalah jenis pompa yang
rendah efisiensinya (boros). Pompa yang efisien adalah jenis yang berada di area
garis putus merah (lihat gambar berikut).

Gambar : Kriteria design Ns

Gambar : Target pemilihan pompa (Ns sebagai kriteria)

26
Kriteria Pengadaan Pemanfaat Energi (Sistem Lampu)
Kriteria efisiensi disain sistem pencahayaan ditentukan oleh parameter berikut :

Gambar : Kriteria efisiensi pencahayaan

Memilih jenis lampu diperlukan beberapa informasi tentang besaran daya, efisiensi, harga
dan biaya operasi lampu selama umur lampu sesuai kebutuhan. Indikator efisiensi lampu
saat pengadaan adalah efikasi. Efikasi lampu adalah perbandingan antara cahaya yang
dihasilkan (lumen) dengan daya yang diperlukan (Watt). Perkembangan efikasi sistem tata
cahaya ditunjukkan seperti gambar dan tabel berikut.

Gambar ; Perkembangan teknologi pencahayaan

27
Kriteria Lampu Hemat Energi berdasarkan
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swabalast ditunjukkan
pada tabel berikut. Kriteria lampu yang efisien adalah jika efikasi Lampu > 51
Lumen/Watt.

Kriteria Pengadaan Pemanfaat Energi (Motor Listrik)

Motor listrik merupakan salah satu konsumen energi listrik terbesar di industri. Lebih dari
setengah konsumsi tenaga listrik di industri digunakan pada motor listrik untuk
menggerakkan utilitas perusahaan seperti pompa, kompressor, AC, ban berjalan, roll mills
dan lain-lain. Dalam prakteknya efisiensi operasi motor listrik tidak selalu optimum seperti
yang diharapkan. Hal ini karena pada waktu memilih motor pertimbangan didasarkan atas
harga awal terendah dan metode penentuan ukuran kebanyakan dilakukan dengan cara
spekulatif yaitu dengan memilih motor ukuran besar (lebih besar dari yang diperlukan).
Klas dan Level Efisiensi Motor.
Ada beberapa metode pengujian efisiensi motor yang ditetapkan oleh berbagai institut
sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut. Sebagian dari institut tersebut yaitu
28
Canadian Standards Institute Association (CSA) dan ANSI mengadopnya dari IEEE 112
metode B. Motor induksi yang ada di pasar umumnya memenuhi metode pengujian
berikut :IEEE 112 metode B, IEC 34-2, dan JEC – 37.
Ada beberapa perbedaan yang diterapkan atas metode pengujian tersebut, namun yang
paling utama adalah dalam penentuan stray load loss. IEEE 122 metode B menentukan
stray load loss dengan proses tak langsung. Metode IEC mengasumsi stray loss konstan
sebesar 0.5 % dari input. Sedangkan standar JElC mengasumsi tidak ada stray load loss.
Oleh karena itu efisiensi motor listrik jika diuji dengan standar berbeda akan menghasikan
perbedaan efisiensi hingga beberapa persen sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel : Efisiensi motor dari standar Institut berbeda


Standar % efisiensi beban penuh
7.5 HP 20 HP
Kanada (CSA C-390) 80.3 86.9
US (IEEE-112) 80.3 86.9
Internasional (IEC-34.2) 82.3 89.4
British (BS-269) 82.3 89.4
Japanese (JEC-37) 85 90.4

“The European Commission and the European Committee of Manufacturers of Electrical


Machines and Power Electric” (CEMEP) yaitu suatu forum untuk manufaktur motor di
negara eropah telah membuat suatu kesepakatan agar efisiensi motor ditunjukkan dalam
label motor. Berdasarkan kesepakatan tersebut ada tiga level efisiensi motor didasarkan
atas standar IEC 34-2 dan IEC 341. Kesepakatan tersebut pada awalnya diterapkan untuk
motor induksi tiga phase- empat pole dengan rated mulai dari 1.1 – 90 (kW), 400 Volt, 50
Hz. Level efisiensi tertinggi adalah Eff.1, berikutnya adalah Eff.2 dan Eff.3 sebagai level
efisiensi terendah (lihat grafik).

Gambar : Level efisiensi motor Vs power rating.

29
Pada tahun 2007 IEC menginisiasi harmonisasi standar global tentang level dan klass
efisiensi energi motor listrik. Klasifikasi baru tentang efisiensi motor listrik menghasilkan
tiga level efisiensi motor komersial yang ditetapkan dalam IEC 60034-30 (2008) sebagai
berikut :
o Premium eficiency IE3 NEMA Premium.
o High efficiency IE2 EPAct Eff 1
o Standard efficiency IE1 Eff2.

Klas dan efisiensi motor ini diuji berdasarkan IEC 60034-2-1 pada beban nominal, dan
hasilnya oleh manufactur dicetak pada rating plate atau pada brosur motor. Berikut ini
adalah contoh rating plate: IE3 94.5 %. Klas efisiensi motor (50 Hz 4-pole) yang
ditetapkan oleh IEC ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar: Kriteria desain Klas efisiensi motor (50 Hz 4-pole)


Motor efisiensi tinggi (high efficiency motor) sering juga disebut dengan motor hemat
energi (energy-efficient motor) merupakan motor generasi baru yang dikembangkan
karena kenaikan harga energi pada akhir-akhir ini. Pabrik-pabrik pembuat motor
memproduksi motor hemat energi untuk bersaing dengan motor standard karena semakin
dirasakan adanya manfaat penghematan energi akibat perbaikan efisiensi energi. Efisiensi
motor dari berbagai ukuran dan klas ditunjukkan pada tabel berikut.

30
Klasifikasi Sistem Isolasi Motor
Klasifikasi sistem isolasi belitan (winding) ditentukan oleh kemampuan untuk menahan
suhu operasi (operating temperature capabilities). Klas ini ditandai dengan huruf A, E, B,
F, dan H. Suhu operasi untuk masing-masing klas insulasi ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel : Suhu operasi system isolasi motor


Klas isolasi A E B F H
Suhu operasi total (C) 105 120 130 155 180

Suhu pada tabel tersebut merepresentasikan suhu operasi maksimum yang dibolehkan
pada belitan motor dengan catatan bahwa motor beroperasi pada kondisi bersih, kering,
bebas dari kotoran lingkungan dan beroperasi hingga 40 jam per minggu, umur operasi
diharapkan mencapai hingga 10 – 20 tahun sebelum isolasi mengalami deteriorasi
(penurunan mutu) akibat panas yang merusak kemapuan menahan tegangan dialami.

31
Gambar : Klas dan design motor

Suhu yang dimaksud pada tabel di atas adalah suhu spot yang tertinggi terjadi pada belitan
bukan suhu rata-rata. Untuk desain motor yang baik asumsi suhu maksimum adalah 10 C
(klas isolasi A, E, B, F) dan 15 C (klas isolasi H) dari suhu rata-rata belitan (winding).
Salah satu karakteristik winding yang baik adalah good slot fill ratio yaitu semakin banyak
dan padat kawat tembaga dalam slot semakin baik metal to metal heat transfer sehingga
semakin rendah suhu operasi motor.

Gambar : Karakteristik winding motor.

Dalam standar, kenaikan suhu motor yang dibolehkan dari suhu rata-rata ambient
maksimum 40 C. Berdasarkan hal tersebut maka suhu operasi yang dibolehkan pada motor
adalah sebagaimana diperlihatkan dalam tabel berikut.

Tabel : Peningkatan suhu yang dibolehkan


Klas isolasi A E B F H
Peningkatan Suhu (C) 55 65 80 105 125
Sumber : Electric Motor Handbook

Semakin rendah suhu internal motor semakin lama usia operasi motor sebagaimana
ditunjukkan pada grambar berikut.

32
Gambar : Suhu vs life time motor

Secara teori setiap pengurangan suhu motor 10–15 C akan menambah usia winding
dan interval waktu pelumasan (re-greasing) sebesar dua kali.

Suhu Motor

Suhu motor dipengaruhi disain ventilasi. Motor totally-enclosed fan-cooled (TEFC) adalah
tipe motors yang lebih efisien dibandingkan screen-protected drip-proof (SPDP) motors.

Gbr: Open Drip Proof Induction Motor. Gbr: Totally Enclosed Fan Cooled Induction motor

Kriteria Pengadaan Pemanfaat Energi (Kenderaan Bermotor).

Pada kenderaan bermotor, kriteria pengadaan yang biasa digunakan adalah jarak tempuh
(km) per satuan bahan bakar yang digunakan (liter bbm). Semakin besar jarak tempuh
(km) per satu liter bahan bakar yang dikonsumsi semakin hemat kenderaan tersebut.
Kewajiban untuk mencamtumkan label tanda hemat energi pada kenderaan bermotor
sudah diberlakukan di banyak negara. Gambar berikut adalah contoh label kinerja energi
pada kenderaan bermotor oleh produsen.

33
Gambar : Kriteria desain kinerja energi kenderaan bermotor

Label kinerja energi dapat dijadikan pertimbangan dalam menetukan kriteria desain kinerja
kenderaaan bermotor.

34
BAB V

MENGENDALIKAN PARAMETER OPERASI YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI


ENERGI

Indikator keberhasilan

Sebagai indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pelajaran bab V ini adalah: peserta
diharapkan mampu menjaga efisiensi energi dengan mengendalikan parameter operasi kritis
peralatan pemanfaat energi.

Parameter Operasi Yang Mempengaruhi Efisiensi Energi.

Agar efisiensi operasi sistem atau peralatan energi optimum, maka parameter operasi
kritis dari sistem/peralatan energi tersebut harus dikendalikan. Pengoperasian dan
pengendalian parameter kritis dilakukan mengikuti manual yang dikeluarkan oleh
manufaktur peralatan, pengendalian otomatis, prosedur operasi dan catatan operator.
Operator harus familier dengan dampak perubahan parameter kritis terhadap kinerja
energi, demikian juga staf pemeliharaan familier dengan dampak pekerjaannya terhadap
konsumsi energi. Agar rencana manajemen energi yang ditetapkan dapat mencapai target
dan sasaran yang ditetapkan, maka penerapan operasional dilakukan dengan
mengendaalikan parameter kritis. Target dan sasaran ditetapkan secara spesifik saat
perencanaan yang dibangun berdasarkan pertanyaan sederhana W2H berikut :

Where (dimana) : Pengguna energi significant ?


What (Apa) : Sebab terjadi pemborosan energi ?
How (Bagaimana): Meningkatkan efisiensi energi/menghilangkan pemborosan ?

Dalam implementasi manajemen energi pemantauan harus dilakukan secara teratur untuk
merunut kemajuan pelaksanaan setiap rencana kerja dari hari ke hari. Hasil pemantauan
ini digunakan sebagai masukan untuk menentukan tindakan koreksi atau penentuan
sasaran berikutnya. Manejer energi harus tertarik untuk mengetahui efisiensi aktual pada
seluruh proses pemakaian energi, mengambil langkah perbaikan yang diperlukan dan
mengawasinya agar selalu pada tingkat optimum. Informasi efisiensi penting karena
berkaitan dengan biaya operasi suatu sistem energi dan perusahaan. Pada industri yang
kompleks, ribuan peralatan energi dioperasikan secara bersamaan, kinerja energi dapat
bervariasi tergantung desain teknologi yang digunakan, serta sistem pengendalian
parameter operasi yang diadopsi. Langkah perbaikan efisiensi yang bersifat pengurangan
rugi-rugi energi harus dibangun dari kesadaran/sikap, dan keahlian operator. Keahlian
operator sebagai tuntutan operasional harus diterapkan secara berkelanjutan, bukan
sebagai upaya sesaat dan terputus.

5.1. Parameter Kritis Sistem Pembakaran

Parameter kritis pada sistem pembakaran adalah temperatur dan komposisi gas buang
(O2,CO2) pada cerobong.

35
Gambar : Sistem Pembakaran

Kedua parameter operasi kritis O2 dan temperatur gas buang tersebut mempengaruhi
konsumsi bahan bakar secara signifikant seperti digambarkan pada grafik berikut.

Gambar : Intensitas bahan bakar Vs parameter operasi

Untuk mendapatkan proses pembakaran optimum, maka parameter kritis harus


dikendalikan pada tingkat optimumnya. Salah satu indikator efisiensi sistem pembakaran
adalah ratio udara yang diindikasikan oleh komposisi O 2 pada gas buang.

Ratio udara.
Rasio udara (air ratio) adalah perbandingan antara udara pembakaran aktual dengan
udara pembakaran teoritis. Konsentrasi O2 mengindikasikan rasio udara pembakaran
aktual. Dengan mengukur kadar oxygen (O2) pada gas buang maka rasio udara
pembakaran dapat dihitung dengan formula berikut :

Ratio Udara = 21 / (21 – O2%)

36
Gambar : Parameter operasi kritis sistem pembakaran

Rasio udara dapat dihitung jika kadar oxygen (O2) pada gas buang diukur. Alat ukur kadar
oxygen (O2) adalah gas analizer. Jika rasio udara dan suhu gas buang sudah dikontrol
pada tingkat optimum yang ditetapkan, maka efisiensi pembakaran optimal sudah
diperoleh.
Di atas dijelaskan rasio udara yaitu perbandingan antara udara pembakaran aktual
dengan udara pembakaran teoritis. Dalam proses pembakaran kita sering mendengar
istilah excess air dalam kegiatan sehari-hari. Excess air adalah kelebihan udara
pembakaran yang dipasok ke ruang bakar dalam persen (%) dari jumlah udara
pembakaran teoritis yang dibutuhkan untuk mencapai pembakaran sempurna. Dengan
kata lain agar pembakaran sempurna terjadi, maka jumlah udara pembakaran yang
dipasok ke ruang bakar lebih dari kebutuhan teoritis (stoichiometric). Namun jika udara
lebih (excess air) dibuat terlalu banyak ini berarti massa gas buang (exhaust gas) hasil
pembakaran menjadi lebih banyak dan rugi-rugi stack menjadi meningkat.

Gambar : Total Energi Hilang ke Cerobong vs O2 (%) - Proses Pembakaran

Meningkatnya rugi-rugi stack karena energi sensibel gas buang menjadi besar akibat
massa gas buang yang bertambah besar dari udara berlebih. Energi sensibel tersebut
bersama gas buang hilang ke cerobong yang dikenal dengan rugi-rugi energi ke stack
37
(cerobong). Dalam praktek sehari-hari operator mengevaluasi pembakaran berdasarkan
warna api di ruang bakar dan warna gas buang. Asap hitam di cerobong dipahami sebagai
pembakaran tak sempurna, dan gas buang di cerobong bersih/bening dipahami sebagai
pembakaran sempurna (efisien). Fakta ini mengindikasikan bahwa para praktisi belum
memahami sepenuhnya pengertian efisiensi pembakaran.

Kriteria Parameter Operasi Kritis Sistem Pembakaran

Kriteria parameter operasi yang efisien dan efektif untuk sistem pembakaran adalah suhu
gas buang dan rasio udara yang dalam prakteknya ditentukan oleh komposisi O2 atau CO2
pada gas buang.
Komposisi O2 atau CO2 pada gas buang
Komposisi O2 atau CO2 pada gas buang yang direkomendasikan untuk
memperoleh efisiensi pembakaran optimum pada berbagai bahan bakar ditunjukkan
pada tabel berikut.
Tabel : Kriteria optimum O2 Optimum pada Gas Buang berbagai Bahan Bakar

Bahan Bakar Rasio Udara ( %) O2 optimum pada Stack (%)


(Target)
Batubara 1.20 -1. 25 4 – 4,5
Biomassa 1.20 – 1.40 4-6
Stoker firing 1.25 – 1.40 4,5 – 6,5
BBM 1.05 – 1.15 1-3
Gas Bumi/LPG 1.05 – 1.10 1-2
Black Liquor 1.05 – 1.10 1-2

Setiap pengurangan excess air 5 % akan menghemat bahan bakar sekitar


1%. Excess air dapat dikurangi ke tingkat efisien berdasarkan indikator kadar
O2 optimum pada stack gas.

Semakin rendah suhu gas buang dan excess air (udara lebih) optimum
sesuai dengan jenis bahan bakar semakin sedikit rugi-rugi energi ke
cerobong. Sebagai acuan praktis (rule of thumb) dapat digunakan patokan
berikut.

 Setiap O2 pada gas buang turun 1 %, efisiensi boiler naik 1 %.


 Setiap suhu air pengisi (feed water) naik 6 C, menghemat energi 1 %.
 Suhu udara pembakaran naik 18 C, bahan bakar hemat 1 %.

Dengan mengetahui kadar CO2 atau O2 pada gas buang dimungkinkan


memperkirakan persentase udara lebih. Jumlah udara lebih mempengaruhi
efisiensi pembakaran.

Suhu Gas Buang.


Parameter operasi penting sistem pembakaran selain CO2 atau O2 adalah suhu gas
buang. Semakin rendah temperatur gas buang semakin efektif pemanfaatan panas
38
sistem pembakaran. Dengan kata lain semakin rendah temperatur gas buang
semakin sedikit energi terbuang ke cerobong. Efisiensi pembakaran berkaitan dengan
panas sensibel gas buang hasil pembakaran yang keluar melalui cerobong.
Menghindari suhu tinggi gas buang keluar cerobong pada sistem pembakaran ke
tingkat minimum yang dimungkinkan adalah cara tepat untuk meningkatkan efisiensi
energi. Upaya ini dapat dilakukan dengan pemeliharaan rutin maupun dengan
memanfaatkan kembali panas buang dengan waste heat recovery. Pemeliharaan
rutin sesuai prosedur membuat efisiensi energi terjaga dengan baik, sedangkan
pemeliharaan secara reaktif akan memboroskan energi. Biaya energi umumnya lebih
besar dari biaya pemeliharaan, oleh karena itu semua pengguna energi (significant
energy users) harus dipelihara secara regular dengan membuat SOP pemeliharaan
seperti contoh berikut..

Pengguna Tugas Frekuensi Yang perlu Catatan


Energi diinformasikan

Sistem AC Pemeliharaan 6 bulanan


indor outdor. harian
Pemeriksaan
suhu inlet
outlet cooling
tower.
Sistem Uji gas buang mingguan
Pembakaran (O2;CO2)
Sistem Uap TDS air boiler harian

Saat ini masih banyak dioperasikan peralatan sistem termal yang didisain pada saat
energi murah dimana pertimbangan efisiensi belum menjadi prioritas. Berbeda dengan
saat ini dimana harga energi relatif mahal dan kesadaran kelangkaan energi semakin
meningkat sehingga efisiensi menjadi pertimbangan utama dalam mendisain sistem
energi. Ciri-ciri boros energi pada sistem pembakaran adalah tingginya temperatur gas
buang. Suhu adalah parameter operasi kritis yang perlu dimonitor dalam penerapan
rencana manajemen energi pada sistem uap.
Semakin rendah suhu gas buang semakin sedikit rugi-rugi energi ke cerobong. Sebagai
acuan praktis (rule of thumb) dapat digunakan patokan berikut.: Setiap suhu gas buang
turun 20 C, efisiensi boiler naik 1 %.
Dengan memonitor dan mengendalikan temperatur gas buang dimungkinkan
memperkirakan perubahan efisiensi sistem pembakaran dan menjaganya agar selalu
berada pada tingkat optimum yang diharapkan.

5.2. Parameter Operasi pada Utilitas Produksi

39
Parameter operasi kritis pada utilitas produksi dan kriteria yang digunakan berbeda-beda
tergantung peralatan energi yang dioperasikan pada utilitas tersebut. Berikut ini diuraikan
parameter operasi kritis dan kriteria operasi pada sistem uap dan utilitas produksi lainnya.

 Parameter operasi kritis pada sistem uap

Parameter operasi kritis sistem uap dikelompokkan atas sisi air dan sisi gas. Efisiensi
operasi sistem uap (boiler) berkaitan dengan parameter operasi yang terkait dengan
manajemen pembakaran dan manajemen air umpan (feed water) dan air boiler (boiler
water).
Manajemen pembakaran pada boiler dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi
pembakaran suatu bahan bakar yang optimum. Kegiatan utama dalam manajemen
pembakaran adalah menjaga agar pembakaran selalu berada pada ratio udara rendah
(low air ratio combustion) yang dimungkinkan sebagaimana uraian pada sistem
pembakaran sebelumnya. Sedangkan manajemen air umpan berkaitan dengan kwalitas
air umpan (feed water) boiler. Feed water umumnya mengandung CaCO3 atau CaCO4.
Proses pemanasan air menjadi uap pada boiler menyebabkan kotoran seperti CaCO3 dan
CaCO4 terbentuk, zat/kotoran ini tidak ikut menguap tetapi tertinggal dan konsentrasinya
bertambah terus dalam air boiler menyebabkan pada permukaan pipa pemanas maupun
drum boiler cenderung terbentuk kerak. Selain kerak pada bagian bawah drum boiler akan
muncul endapan berupa lumpur. Bila keadaan ini berlangsung lama, maka jumlah kerak
dan lumpur semakin bertambah dan menghalangi proses perpindahan panas antara gas
panas hasil pembakaran dengan air/uap. Jika kondisi pada sisi air ini tidak dikelola
meskipun manajemen pembakaran telah berhasil dikendalikan pada tingkat yang optimal
yang diharapkan, maka efisiensi operasi boiler optimal tidak dapat terealisasi. Pada
gambar di atas tampak hubungan antara tebal kerak dengan pemborosan energi.
Semakin tebal kerak maka semakin besar konsumsi bahan bakar. Untuk itu pemeliharaan
dan pembersihan sisi air boiler perlu dilakukan misalnya dengan cara mekanis maupun
dengan zat kimia (lihat gambar berikut).

Gambar : Kecelakaan fatal akibat pengelolaan air boiler tak sesuai

Timbulnya kerak dan lumpur di dalam boiler dicegah dengan cara melunakkan terlebih
dahulu air umpan. Upaya ini dikenal dengan water softener dan dengan pengurasan atau
blowdown boiler. Blowdown adalah tindakan pengurasan kotoran dan endapan dari dalam
boiler, tetapi pengurasan ini hendaknya dilakukan sesuai keperluan, karena bila jumlah
blowdown berlebih maka energi hilang dan air panas (air boiler) melalui blowdown akan
bertambah. Banyaknya blowdown diindikasikan oleh parameter operasi terkait dengan
kwalitas air umpan dan air boiler. Parameter kritis air boiler harus dianalisa secara
40
periodik. Kwalitas air umpan boiler dapat dihitung dengan mengetahui konsentrasi zat
chlorides terlarut (CaCO3 dan CaCO4) di dalam air umpan/boiler yaitu dengan mengukur
konduktivitas electric air boiler tersebut. Indikator kwalitas air boiler dikenal dengan TDS
(total dissolved solids). Jumlah blowdown dihitung berdasarkan TDS (konsentrasi
chlorides) atau konductivitas electric yang dibolehkan dalam air umpan dan air boiler
sebagai berikut :

a
X   100 % ------------ 1)
b

Dengan :

X = Jumlah blowdown dalam persen (%) air umpan.


a = konsentrasi chlorides/konduktivitas electric dalam air umpan boiler.
b = konsentrasi chlorides/konductivitas electric air boiler yang diizinkan.

Karena blowdown dinyatakan dalam persen air umpan (%), maka dalam periode tertentu
rugi-rugi energi blowdown dapat dihitung berdasarkan laju aliran air umpan boiler dikalikan
dengan entalpi air boiler dan persentase blowdown dari formula....1) di atas.

Kriteria Parameter Operasi Kritis Sistem Uap (Boiler)

Dari uraian di atas kita ketahui bahwa parameter kritis boiler terkait dengan pembakaran
dan air boiler (feed water dan boiler water). Kriteria parameter operasi terkait dengan
pembakaran sudah dibahas pada sistem pembakaran di muka sehingga tidak dibahas lagi
disini. Kriteria parameter operasi terkait dengan kwalitas air boiler (TDS) adalah TDS.
Besaran TDS disesuaikan dengan ketentuan yang dibuat oleh pembuat boiler sebagai
standard operating procedure yang harus diterapkan, dan dikendalikan dengan membuat
SOP sebagai berikut.

Gambar : Pengendalian Parameter Operasi Boiler

41
Gambar : Parameter Operasi Kritis Boiler

Pengendalian parameter operasi kritis dalam pengoperasian boiler dilakukan dengan


mengontrol O2 secara manual maupun otomatik dengan O2 sensor sbb :

Gambar : Sistem pengendalian O2 pada Boiler

Data monitoring parameter operasi kritis pada boiler ditunjukkan seperti contoh
berikut.

42
Gambar : Data parameter operasi (O2 & T) pada suatu Boiler

Parameter Operasi Kritis Mesin Diesel

Pembangkit daya (genset, TLTU dll) tidak dapat memberikan performa optimum dalam
setiap beban. Faktor yang mempengaruhi konsumsi energi spesifik mesin diesel adalah
beban operasi.

Gambar : Mesin diesel

Faktor beban adalah parameter operasi kritis yang mempengaruhu kinerja operasi mesin.
Jika mesin diesel dioperasikan dengan variasi beban, maka konsumsi energi spesifik
(Liter bbm per HP jam) akan berubah-ubah mengikuti perubahan beban seperti tampak
pada gambar berikut.

43
Gambar : Konsumsi bahan bakar Vs beban operasi Diesel

Seperti tampak pada gambar konsumsi energi spesifik optimum terjadi pada beban
operasi antara 80 – 100 % kapasitas desain mesin. Pengoperasian genset pada beban 50
% akan mengakibatkan konsumsi energi spesifik meningkat sekitar 10 % dibandingkan
dengan energi spesifik pada beban penuh.

Gambar : Pengaruh beban operasi terhadap konsumsi bahan bakar diesel

Pembebanan parsial kurang dari beban penuh mengakibatkan konsumsi energi spesifik
diesel meningkat. Pada beban 25 % konsumsi energi spesifik meningkat tajam sekitar 30
hingga 50 % dibandingkan dengan energi spesifik pada beban penuh.

Efisiensi Genset (PLTD)

Indikator efisiensi mesin genset (PLTD) ialah specific fuel consumption (SFC) atau heat
rate (tara kalor). Dengan tidak memperhitungkan pemakaian daya sendiri, maka SFC
dengan mudah dikonversikan ke heat rate maupun ke efisiensi termal. Tara kalor dan
efisiensi termal dapat digunakan untuk mencari efisiensi operasi PLTD yang
menggunakan jenis bahan bakar minyak dan gas. Basis pengukuran SFC yang umum
digunakan ada dua yaitu: SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode. Penggunaan
kedua SFC ini tergantung daripada tujuannya.
SFC berbasis beban :

44
Yaitu SFC yang diukur pada beban tetap dengan mengukur laju (flow/jam) bahan bakar
dibagi dengan daya output generator. Dengan demikian formula SFC dapat ditulis
sebagai berikut :

SFC 
laju ( flow) bahan bakar, (liter / h)
liter / kWh
Output generator, (kW )
Formula SFC diatas digunakan untuk :
o Pengujian unjuk kerja (komisionong test) PLTD baru sebelum serah terima dari
kontraktor ke pemilik.
o Mengukur efisensi PLTD secara individu tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban.
o Digunakan untuk mengetahui adanya perbaikan SFC saat sebelum dan sesudah
pelaksanaan overhaul.
o Diukur setiap bulan untuk monitoring adanya kenaikan SFC dari bulan ke bulan.

SFC berbasis periode :


SFC ini diukur pada periode tertentu yaitu dengan mengukur laju (flow) bahan bakar pada
periode waktu dibagi dengan output (kWh) yang dihasilkan generator selama periode
waktu tersebut. Dengan demikian formula SFC berbasis periode dapat ditulis sebagai
berikut :

SFC 
Jml. b. bakar pada suatu periode waktu (liter )
liter / kWh 
produksi kWh generator pada suatu periode waktu
Periode waktu yang dimaksud diatas bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, atau tahun,
tergantung pada periode berapa ingin kita cermati.
Formula SFC berbasis waktu di atas digunakan untuk:
 Monitoring pemakaian bahan bakar pada suatu periode dalam memproduksi kWh.
 Merencanakan penyediaan bahan bakar untuk periode yang akan datang.

Untuk mengetahui adanya penyimpangan efisiensi secara dini dan cepat, dapat dilakukan
dengan pemantauan beberapa data operasi utama (checklist) yang merupakan indikasi
adanya penyimpangan efisiensi operasi mesin tanpa melakukan perhitungan parameter
operasi efisiensi energi. Data operasi utama yang perlu dimonitor dapat dilihat dalam
contoh berikut.

Tabel : Contoh Daftar periksa (check list) efisiensi operasi PLTD


Data Data yang Deviasi
Daftar Periksa Deviasi
Pengukuran Diinginkan *) Maksimum *)

Tekanan pembakaran

Suhu pembakaran
Tekanan udara keluar
turbocharger
Suhu udara keluar intercooler

Suhu Jacket Water


Press. drop air pendingin
masuk dan keluar mesin

45
Press. drop filter udara
*) Data pada kolom ini diisi lebih dahulu menurut standard operasi atau ketentuan yang
ditetapkan.

Pengoperasian Diesel

Dalam pengoperasian genset pemantauan secara terus menerus diperlukan guna


memantau kondisi operasi yang berlangsung. Dengan cara ini kekurangan dan
penyimpangan operasi dapat diketahui sehingga tindakan koreksi segera dapat dilakukan.
Efek dan tindakan yang diperlukan jika genset dioperasikan dalam berbagai kondisi beban
(overload dan partial load) dijelaskan berikut ini.

Mesin diesel overload.


Mengoperasikan mesin diesel dengan kondisi overload dapat member efek mulai dari
yang sederhana seperti mesin panas hingga masalah yang memerlukan perbaikan cukup
berat dan mahal. Efek dan tindakan yang diperlukan jika genset dioperasikan overload
adalah.
 Dinding silinder dan piston, dengan kondisi operasi genset overload dinding silinder
dan piston secara berlahan mengalami pemanasan lebih (overheated). Ini berarti akan
menimbulkan beban gesekan dan keausan pada bagian/part mesin.

Gambar : Overheated – beban lebih

 Overload yang berlangsung lama menimbulkan gesekan berat antara piston dan
dinding silinder dan dapat menimbulkan ring piston dan piston rusak. Untuk
menghindarinya lakukan balance antara kebutuhan beban pada saat beban puncak
dengan mengoperasikan stand - by genset.
 Silinder liner, mesin dengan beban overload akan menimbulkan sinder head dan baut
terkunci sangat kencang. Jika sistem lubrikasi gagal maka akan menimbulkan trouble
lebih awal dan perbaikan cukup berat dan mahal.
 Karena pompa pendingin mesin umumnya dikopel langsung dengan poros mesin,
sedangkan saat beban naik (overload) putaran mesin turun. Ini berarti terjadi
pengurangan pendinginan pada saat mesin overload, seharusnya pendinginan lebih
banyak dibutuhkan saat kondisi mesin overload. Hal ini membuat suhu mesin naik
mendadak dan jika tidak diatasi dengan menurunkan beban ketingkat lebih rendah
akan menimbulkan banyak masalah.

46
Gambar : Overload – Suhu naik

 Total waktu overload mesin genset mestinya dapat dikontrol. Overload sekitar 10 %
jangan dioperasikan melebihi waktu satu jam, dan pada kondisi operasi seperti ini
mesin harus selalu diperiksa. Perhatian khusus harus diberikan pada suhu mesin dan
pelumasan.

Gambar : Overload – jangan lebih 1 jam.

Mesin underload (partial load)

Mengoperasikan mesin pada kondisi underload tidak menimbulkan masalah yang rumit
seperti halnya jika dioperasikan overload. Namun apabila mesin dioperasikan underload
resiko yang timbul adalah boros bahan bakar sebagaimana diuraikan di atas tetapi tidak
menimbulkan efek kerusakan pada mesin.

Mesin Misaligment
Kondisi misaligment (pondasi turun) dapat terjadi dengan berjalannya waktu. Keausan
berat dan mesin overheat (panas) dapat terjadi akibat dari kondisi pondasi mesin turun
seperti gambar berikut.

Gambar : Misaligment

47
Pemeliharaan Mesin Diesel

Lube oil system, Pemeliharaan yang kurang dan usia mesin yang semakin tua dapat
membuat tekanan oli tidak memadai dapat membuat mesin overloading knoks out.

Gambar : Lube oil system - Overload


Pemeriksaan kondisi operasi

Beban tiap silinder tak sama. Beban tak merata antar silinder dapat diketahui dengan
memeriksa suhu saluran gas buang tiap silinder dengan pirometer. Data suhu gas buang
yang tinggi mengindikasikan beban silinder tinggi. Untuk itu supply bahan bakar harus
disesuaikan hingga suhu gas buang ada dalam kisaran 10 derajat. Suhu gas buang tinggi
dapat juga terjadi akibat exchaust valve bocor. Contoh hasil pemeriksaan suhu pada
laluan gas buang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar : Hasil pemeriksaan thermograph pada genset

Melalui pemeriksaan thermograph masalah beban yang tak merata pada tiap silinder
dapat diteteksi. Pemeriksaan rutin dengan menggunakan infrared akan membantu untuk
mendeteksi masalah yang timbul sedini mungkin sebelum menimbulkan masalah yang
lebih besar. Data pemeriksaan thermography pada genset (gambar thermograph di atas)
menunjukkan tidak ada perbedaan suhu yang significan antar silinder. Data suhu gas
buang menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada masing-masing silinder masih
dalam batas wajar (dalam kisaran 10 derajat). Ini berarti beban tiap silinder seimbang.
Meskipun beban tiap silinder sudah seimbang (baik), namun dalam gambar thermograph
tambapk adanya suhu relatif tinggi pada spot area.

Parameter Operasi Kritis Turbin Uap

48
Derating atau penurunan kinerja suatu mesin dapat terjadi seiring dengan bertambahnya
usia peralatan. Perubahan kinerja energi dapat juga terjadi karena perubahan parameter
operasi. Upaya mengoptimalkan kinerja operasi suatu peralatan agar mendekati efisiensi
desain atau ketika peralatan masih baru perlu dilakukan khususnya yang berkaitan
dengan parameter operasi kritis. Umumnya parameter kritis ini diukur dan dimonotor.
Pada turbin uap beberapa parameter operasi yang perlu dicermati agar kinerja operasi
optimal dijelaskan berikut ini, dan jika terjadi perubahan kinerja operasi turbin uap
tindakan apa yang perlu dilakukan. Parameter operasi yang perlu dijaga agar efisiensi
turbin uap tetap optimal adalah:
 Temperatur uap masuk turbin
 Tekanan uap masuk turbin
 Vakum Kondenser
 Kebocoran pada labirin seal
 Pemakaian daya sendiri.

Temperatur uap masuk Turbin

Suhu uap masuk (inlet) ke turbin adalah parameter kritis yang mempengaruhi kinerja
turbin uap. Suhu uap inlet sangat dipengaruhi oleh sistem uap yang mensupplinya. Jika
supply uap berasal dari boiler, maka objek pemantauan antara lain adalah pipa-pipa
superheater. Penebalan slagging yaitu lapisan kerak sisa pembakaran pada pipa-pipa
superheater dan reheater bagian luar (fire side) dapat menjadi penyebab terjadinya
perubahan suhu uap masuk turbin. Penyebab lain selain slagging adalah penebalan
scaling (lapisan lumpur air) pada pipa-pipa superheater dan reheater di bagian dalam pipa
(steam side).
Perubahan parameter operasi:
o Setiap penurunan 40 oC suhu uap keluar dari super heater - masuk ke turbin akan
menurunkan efisiensi termal antara 1 % s.d. 1,2 % (nilai efisiensi).
o Penurunan setiap 40 oC keluar dari reheater akan menurunkan efisiensi termal sebesar
1 % (nilai efisiensi).
Upaya peningkatan efisiensi yang dapat dilakukan adalah memperbaiki perpindahan kalor
di sistem uap dengan cara :
o Mengefektifkan pengoperasian sootblowing.
o Meakukan pencucian pipa-pipa superheater dan reheater secara berkala (tergantung
penebalan slagging dan scaling).
o Pencucian pipa-pipa superheater dan reheater bagian luar dengan waterjet cleaning
(Penyemprotan dengan air tekanan tinggi), sedangkan pencucian bagian dalam dapat
dilakukan dengan zat-zat kimia (chemical cleaning) karena dengan menggunakan zat-
zat kimia tertentu dapat melepaskan scaling yang menempel pada pipa bagian dalam.

Tekanan uap masuk turbin

Tekanan uap adalah parameter operasi yang harus dipantau terkait dengan kinerja
operasi turbin uap. Untuk turbin yang supply uap berasal dari sistem boiler, maka objek
pemantauan adalah sistem pembakaran boiler, reheat dan regenerative feedheating.
Reheat dan regenerative feedheating adalah cara yang diterapkan pada sistem
pembangkit uap (umumnya skala besar) untuk meningkatkan kinerja power plants.
Feedheating adalah melakukan ekstraksi uap dari salah satu posisi turbin expansi dan

49
menggunakan uap tersebut untuk memanaskan (preheat) air pada feedheater sebelum air
tersebut diumpankan ke boiler.

Gambar: Steam Power plants dengan Superheater, Preheat dan Feedheating

Dengan adanya feedheating termal efisiensi sistem pembangkit meningkat hingga 2 %.


Untuk steam power plants kapasitas 500 MW peningkatan 2 % termal efisiensi setara
dengan penghematan konsumsi bahan bakar (batubara) sekitar 8 ton/jam atau 197 ton
per hari. Tidak hanya pada penghematan bahan bakar, perbaikan efisiensi termal juga
akan mengurangi biaya transportasi batubara, handling dan biaya fuel ash handling.

Parameter unjuk kerja :

Agar kinerja turbin tidak jauh berbeda dari disainnya, maka tekanan uap turbin harus
dijaga sesuai data disain. Secara operasional penurunan tekanan uap masuk turbin jarang
terjadi, kecuali ada kelainan pada sistem boiler maupun feedpump. Oleh karena itu upaya
untuk optimasi kinerja turbin uap dari sisi inlet adalah menjaga tekanan uap sesuai disain
dengan cara mempertahankan sistem boiler beroperasi sebagaimana diharapkan serta
dengan menjaga discharge pressure boiler feed pump tidak turun. Penurunan tekanan
uap masuk turbin dalam prakteknya lebih dikarenakan faktor desain (permanen) yang
tidak bisa dihindari seperti: hambatan pada main stop valve, regulating valve, main steam
pipe, sistem pengaturan tekanan tetap atau tekanan berubah (nozzle governing atau
throttling governing) dsb. Gambar berikut menunjukkan daya yang dapat dihasilkan suatu
back pressure turbine per ton steam masing-masing untuk tekanan steam inlet turbin
dalam curva dan tekanan outlet turbin sebagaimana dalam sumbu horizontal.

50
Gambar : Daya yang dapat dihasilkan back pressure Turbin

Vakum kondenser.

Kondensor adalah titik akhir dari siklus sistem pembangkit PLTU, setiap perubahan suhu
pada exit turbin akan mempengaruhi kinerja turbin. Setiap kenaikan suhu 1 C dapat
meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga 0.5 %. Besaran peningkatan konsumsi ini
untuk unit pembangkit 100 MW misalnya akan sama dengan 800 ton extra konsumsi
batubara per tahun. Parameter operasi kritis terkait kinerja operasi turbin uap adalah
tekanan exit turbin- vacum kondensor. Tekanan exit vakum kondensor normalnya adalah
antara 25 s.d. 50 mmHg absolute. Hanya ada satu hal sederhana yang perlu dicatat pada
vacum kondensor yaitu menjaga semua pipa bersih, hilangkan lapisan yang menempel
dipermukaan pipa yang menjadikan tahanan termal meningkat.
Objek pemantauan penting antara lain adalah:
o Kotoran (lumpur) atau biofouling (binatang laut) yang menempel pada tube
o Kondensor sisi air pendingin (bagian dalam tube).
o Kelebihan udara bocor masuk kedalam ruang kondensor.
o Kebocoran air pendingin.

Parameter unjuk kerja lainnya yang perlu diperhatikan pada kondensor adalah terminal
temperature difference (TTD). TTD ialah selisih antara temperatur uap jenuh di dalam
kondensor dengan temperatur air pendingin keluar kondensor. Makin besar TTD maka
kemampuan perpindahan panas kondensor kurang baik.
TTD kondensor dijaga antara 3 s.d. 10 oC. Suhu air pendingin kondensor sistem
pembangkit termal adalah parameter berpengaruh terhadap kevacuman kondensor.
Pengaruh suhu air pendingin terhadap vakum kondensor dapat dilihat pada grafik
sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

51
750

Condens er Vacuum( mmHg) 740

730

720

710

700

690
10 15 20 25 30
Sea Wat er Temper at ur e( ℃ )

Gambar: Pengaruh suhu air pendingin terhadap vacum kondensor

Selain suhu air pendingin laju alir air pendingin kondensor adalah parameter penting
lainnya pada kondensor suatu sistem pembangkit termal. Laju alir berpengaruh secara
significant terhadap vacum kondenser. Pengaruh jumlah aliran air pendingin terhadap
kevakuman kondensor dapat dilihat pada contoh grafik seperti ditunjukkan pada gambar
berikut.

Gambar : Pengaruh aliran air pendingin terhadap vacum kondensor

Perubahan kondisi operasi di kondensor mempengaruhi kinerja pembangkit termal.


Pengaruh perubahan kondisi kondensor terhadap kinerja ditunjukkan pada tabel berikut.

Kondisi Kinerja turun (%) Perubahan bahan bakar


Tekanan kerja 86 bar 5 Naik 0.6 %
Temp 496 C 25 C (5%) Naik 0.9 %
Exchaust pressure 68 17 mmbar (25 %) Turun 2.7 %
mmbar

52
Kebocoran uap pada labirin seal.

Mengetahui kebocoran uap pada labirint seal adalah sulit kecuali pada saat overhaul.
Pada saat itu turbin dibongkar sehingga dapat diukur berapa besar penyimpangan
clearance labirin terhadap data desain (kondisi awal).
Parameter unjuk kerja kebocoran uap total pada labirin normalnya adalah 0,5 % s.d. 1 %
dari flow uap masuk turbin. Kebocoran ini tidak bisa diukur tapi bisa diperkirakan
berdasarkan penyimpangan clearance labirin terhadap clearance labirin ketika masih
baru. Upaya optimasi pada labirin seal adalah melakukan penggantian labirin yang
clearance nya sudah melewati batas normal.

Pemakaian daya sendiri.

Pemakaian daya untuk keperluan sendiri (auxilliary dll.) suatu PLTU normalnya adalah
sekitar 4 % s.d. 7 % dari daya output MCR. Pada beban 0 % (no load), pemakaian daya
sendiri normalnya adalah 2 % s.d 3,5 % dari daya output MCR.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah mencermati alat-alat bantu khususnya yang
berkapasitas daya besar, menghitung efisiensi motor listrik yang digunakan.
Upaya perbaikan efisiensi yang dapat dilakukan adalah:
o Mengurangi pemakaian daya sendiri khususnya yang tidak perlu.
o Menggunakan motor listrik dengan variabel speed, seperti pada boiler feed pump dan
forced draft fan maupun pada induced draft fan.

Turbin Gas.

Perkiraan efisiensi sistem konversi energi didasarkan atas siklus Carnot yang
memperkirakan konversi terbesar yang mungkin dilakukan mesin konversi energi. Dalam
praktek efisiensi aktual lebih rendah dari perkiraan siklus Carnot tersebut. Efisiensi termal
gas turbin sangat tergantung pada rasio tekanan maupun suhu inlet turbin. Umumnya
dalam praktek hanya sekitar 29 % dari energi bahan bakar yang dapat dikonversi menjadi
tenaga listrik yang bermanfaat, sisanya terbuang melalui gas buang ke cerobong dalam
bentuk sensibel energi yang ditandai dengan tingginya suhu gas buang.
Jika T1 adalah suhu gas maksimum yang dicapai dari hasil pembakaran, T0 adalah suhu
ambient, dan Q adalah jumlah energi input ke turbin gas, maka kerja turbin gas maksimum
yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :
Wmaks =  (T1 – T0)/T1  x Q. W rugi-rugi = (T0/T1) x Q. Efisiensi = (T1 – T0)/T1

Siklus PLTG (Brayton Cycle)

Gambar : Siklus PLTG

53
Gambar : T-S Diagram PLTG

Dalam siklus T-S diagram sebagaimana digambarkan, titik (1) adalah kondisi awal dimana
udara pembakar ditekan oleh kompresor masuk ke combustion chamber (2). Pada titik (2)
di combustions chamber dimana bahan bakar disemprotkan dan proses pembakaran
bahan bakar terjadi. Gas hasil pembakaran keluar dari Combustion Chamber pada titik (3)
dan masuk ke group nozzle di turbin sehingga mengakibatkan kecepatannya naik
kemudian gas tersebut diarahkan ke sudu-sudu untuk memutar turbin. Besaran daya
turbin yang terjadi adalah akibat perubahan kecepatan dan ekspansi gas dari titik (3) ke
titik (4) atau (3 – 4). Daya tersebut dibagi untuk memutar kompresor dan sebagian lagi
untuk memutar generator.

Efisiensi PLTG

Efisiensi PLTG dinyatakan dalam Heat Rate (Tara Kalor) yang dihitung berdasarkan
Specific Fuel Consumption (SFC) tanpa menghitung daya pemakaian sendiri. Selain
Heat rate (HR) efisiensi PLTG bisa dinyatakan dalam Efisiensi Termal (th).
Basis pengukuran SFC
Basis pengukuran SFC ada dua yaitu: SFC berbasis beban dan SFC berbasis periode.
Penggunaan kedua SFC ini tergantung daripada tujuannya seperti disebutkan di bawah
ini.

SFC berbasis beban :

Yaitu menghitung SFC pada beban tetap dengan mengukur laju (flow) bahan bakar dibagi
dengan daya output generator.

SFC 
laju ( flow) bahan bakar, (liter / h atau MSCF / h)
liter / kWh
Output generator, kW
Catatan : (Liter/h untuk BBM, dan MSCF untuk BBG)

SFC di atas bermanfaat untuk :


o Pengujian unjuk kerja (komisionong test) PLTG baru sebelum serah terima dari
kontraktor ke pemilik.
o Mengukur efisiensi PLTG secara individu tanpa dipengaruhi oleh perubahan beban.
o Mengetahui adanya perbaikan SFC saat sebelum dan sesudah pelaksanaan overhaul.
Monitoring adanya kenaikan SFC dari bulan ke bulan dengan melakukan pengukuran
parameter operasinya.

SFC berbasis periode :


54
Cara ini digunakan untuk memantau konsumsi pemakaian bahan bakar selama periode
tertentu dalam memproduksi kWh. Metode ini bisa juga digunakan untuk mengukur tara
kalor berbasis beban, yaitu dengan menghitung SFC pada beban tetap dengan mengukur
laju (flow) bahan bakar dibagi dengan daya output generator pada suatu periode waktu
tertentu.

SFC 
Jml. b. bakar pada suatu periode waktu (liter )
liter / kWh 
produksi kWh generator pada suatu periode waktu

Catatan: Jumlah bahan bakar pada suatu periode waktu liter untuk bbm dan MSCF untuk
BBG.

Periode waktu yang dimaksud dalam hal ini bisa dalam hitungan jam, hari, bulan, atau
tahun, tergantung pada periode yang ingin dicermati. SFC diatas bermanfaat untuk :
o Memantau konsumsi bahan bakar yang diperlukan dalam memproduksi kWh pada
suatu periode tertentu.
o Merencanakan jumlah penyediaan bahan bakar yang diperlukan untuk periode yang
akan datang.
Cara ini lebih akurat tapi kita tidak bisa mengadakan analisa penyebab gangguan atau
kelainan yang terjadi, karena kita hanya memperoleh nilai tara kalornya saja. Maka cara
ini lebih digunkan untuk monitoring bukan untuk analisa.

Perhitungan Heat Rate (Tara Kalor) dan Efisiensi Termal (th) Turbin Gas
Untuk menjadikan kedua SFC tersebut di atas ke kinerja - Tara Kalor (Heat Rate), maka
data yang perlu diketahui terlebih dulu adalah nilai kalor bahan bakar (LHV). Pemakaian
LHV dalam hal ini disesuaikan dengan standar ISO, karena biasanya heat rate PLTG
mengacu pada ISO.
Karena basis SFC ada 2 (dua) maka basis Tara Kalor ada 2 pula :

Heat rate (HR) berbasis beban

HR  SFC  LHV kcal / kWh


(berbasis beban)

Satuan:

o Satuan berat atau volume pada SFC harus “disetarakan” dulu dengan satuan Nilai
Kalor Bahan Bakar.
o Karena unjuk kerja turbin gas biasanya mengacu pada standar ISO
(International Standard Organization), maka nilai kalor bahan bakar digunakan LHV.

Parameter kritis Turbin Gas

Perubahan suhu dan tekanan udara luar berpengaruh signifikan terhadap Daya Output
dan heat rate. Oleh karena itu garansi Daya Output dan heat rate pabrik yang biasanya
mengacu standard ISO harus dikoreksi terlebih dulu jika tekanan dan temperatur udara
luar saat pengukuran tidak sama dengan Standard ISO. Setelah dikoreksi barulah
hasilnya diperbandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan untuk menilai sesuai

55
tidaknya unjuk kerja PLTG. Gambar berikut adalah faktor koreksi Tara Kalor dan Daya
Output menurut ISO terhadap temperatur dan tekanan udara luar.

Gambar : Faktor koreksi heat rate dan Daya Output menurut ISO

Standar ISO mengacu pada suhu udara luar 60 oF (15.5 C) dan tekanan Udara luar = 14,7
psia (1 bar).

Rumus heat rate (Tara Kalor) koreksi :


HR   HR   Faktor Koreksi Temperatur …......kcal / kWh.


Site  

ISO

Rumus Daya Output Genrator koreksi :


p (site)
P 
 P 
 Faktor Koreksi Temp.  ...........MW


Site 


ISO  14,7

P (site) = Tekanan udara pada saat pengukuran

Heat Rate dan Daya Output Generator hasil koreksi inilah yang diperbandingkan dengan
hasil pengukuran lapangan, untuk menilai baik tidaknya unjuk kerja PLTG.

Parameter kritis yang mempengaruhi efisiensi PLTG berasal dari luar dan dari dalam unit.

Faktor Luar:

o Temperatur udara luar


o Tekanan udara luar

Faktor luar tersebut di atas adalah faktor alam yang tak mungkin dihindari karena bukan
disebabkan oleh unit itu sendiri. Oleh karena itu daya output generator dan Heat Rate
menurut desain harus dikoreksi terhadap kondisi ISO apabila kondisi lapangan tidak sama
dengan standard ISO.

Faktor Dalam:

56
Faktor dalam adalah pengaruh dari kondisi unit itu sendiri antara lain:

A) Kebersihan blade kompresor.

Kotoran blade kompresor disebabkan partikel-partikel yang dibawa oleh udara luar
menempel / mengerak pada permukaan blade. Jika Filter udara dalam menyaring udara
bekerja kurang baik, maka kotoran ini akan semakin banyak menempel pada blade
kompresor. Efek kebersihan blade terhadap parameter operasi turbin adalah :
o Daya mampu berkurang
o Heat Rate naik
o Compression ratio turun

Upaya mengatasinya :

Lakukan pembersihan blade kompresor dalam keadaan beroperasi, dengan memasukan


bahan padat (partikel halus) atau cairan (bersifat detergent) kesisi masuk kompresor agar
terjadi pengikisan dengan kotoran yang menempel pada blade tersebut. Sehingga
diharapkan kotoran yang menempel pada blade kompresor akan terlepas terbuang ke
udara luar. Kedua jenis bahan pembersih blade tersebut banyak dijual dipasaran. Tetapi
secara konvensioanal bisa digunakan beras atau tempurung kelapa yang dihaluskan.
Pembersihan dalam keadaan operasi ini harus hati-hati terhadap sensor-sensor yang
terpasang pada laluan udara dan gas buang, seperti sensor tekanan dan temperatur.
Bahan pembersih blade ini dapat mengganggu kerja sensor-sensor tersebut.

B) Clearance blade kompresor dan blade turbin terlalu besar.

Clearance blade yaitu jarak antara kepala blade (shroud) dengan casing (turbin atau
kompresor), karena pengikisan dengan udara/gas buang mengakibatkan bertambah
renggang. Masalah ini adalah hal yang biasa akan dialami oleh setiap turbin gas
disamping faktor umur.

C) Filter udara pembakar kotor.

Filter udara berfungsi menyaring udara pembakar sebelum masuk ke kompresor. Makin
lama filter ini akan kotor, tergantung tingkat kekotoran udara sekitar.
Parameter operasi yang dipengaruhi :
o Pressure drop udara sebelum dan setelah filter udara makin besar.
o Daya generator turun
o Heat Rate naik

Upaya mengatasinya adalah mengganti filter udara dengan yang baru. Ada sistem filter
udara yang bisa dibersihkan, namun sistem ini agak merepotkan.

D) Firing control system.

Gangguan pada sistem kontrol (elektronik) pembakaran bahan bakar, dapat


mempengaruhi pencampuran udara dan bahan bakar tidak proporsional. Parameter

57
operasi yang dipengaruhi daya generator turun, heat rate naik. Upaya mengatasinya
adalah melakukan trouble shooting terhadap control system dan setting ulang.

 Parameter operasi kritis sistem pompa

Implementasi manajemen energi dalam pengoperasian sistem pompa dapat diterapkan


dengan memastikan bahwa parameter operasi kritis sistem pompa dikontrol dan
dioperasikan pada best efficiency point (BEP) sesuai prinsip hemat energi. Meskipun
masalah pengoperasian pada sistem pompa tidak sulit namun operasi dan pemeliharaan
ini sering diabaikan dalam praktek. Setiap pompa memiliki karakteristik sendiri. Gambar
berikut adalah contoh karakteristik pompa sentrifugal dengan putaran dan diameter
impeller tertentu.

Gambar : Curva H-Q-BHP dan Efisiensi pompa sentrifugal

Dari karakteristik pompa sebagaimana gambar di atas, tampak bahwa head pompa (H)
dan kapasitas (debet alir) adalah parameter operasi kritis yang mempengaruhi efisiensi
pompa. Sebagaimana pada gambar bahwa head pompa (H) akan naik jika aliran (debet
air) dikurangi. Head maksimum terjadi saat aliran nol yaitu saat pompa shut off (tertutup
penuh). Pada curva daya pompa tampak BHP cendrung naik jika aliran meningkat,
sedangkan curva efisiensi berubah significan mengikuti perubahan aliran (debet) dan
pada saat aliran tertentu efisiensi pompa mencapai titik tertinggi, titik optimum efisiensi ini
disebut best efficiency point (BEP).
Efisiensi penting artinya baik dalam pemasaran maupun saat pengoperasian sistem
pompa. Informasi dalam brosur penjualan pompa sering mengaitkan antara harga dan
efisiensi. Sayangnya informasi efisiensi dalam brosur itu tidak selalu akurat misalnya
aspek apa saja yang termasuk dalam informasi tersebut dan asumsi apa yang digunakan,
biasanya kekurang tidak selalu dijelaskan dalam informasi tersebut misalnya:
58
• Apakah data dalam brosur diperoleh dengan putaran motor konstan.
• Apakah nantinya pompa beroperasi sama dengan putaran di brosur. Daya (kW)
pompa berubah secara cubic (pangkat tiga) terhadap putaran sehingga perubahan
sedikit saja terjadi pada putaran pengaruhnya sangat besar terhadap daya pompa.
• Apakah penggerak pompa motor induksi dengan slip 2-5 % atau tidak.
• Daya (kW) dalam brosur diuji dengan menggunakan jenis seal dan sistem transmissi
apa. Seal atau paking serta sistem transmissi sangat berpengaruh terhadap konsumsi
daya pompa.
• Faktor lain yang penting adalah efisiensi motor penggerak dan efisiensi motor listrik
tergantung pada kwalitas daya, beban, dan faktor daya (cos phi).

Pompa biasanya didesain agar beroperasi pada titik BEP. Pemilihan pompa secara
cermat pada saat awal pengadaan adalah penting untuk menghindari pemborosan energi
akibat efisiensi operasi pompa yang rendah Toleransi keamanan yang terlalu besar yang
diberikan pada saat pengadaan membuat pompa menjadi oversize baik kapasitas
maupun head. Dan akibatnya pompa tersebut dalam pengoperasiannya akan boros
karena pompa tidak bekerja pada BEPnya. Jika operating point bergeser dari best
efficiency point, maka kecepatan alir fluida berubah. Perubahan kecepatan alir
fluida menimbulkan perubahan tekanan pada satu sisi impeller, dan perubahan
tekanan menimbulkan pemborosan energi dan efek buruk lainnya yaitu :
 Gaya –radial dan defleksi poros pompa.
 Beban pada bearings.
 Deflection pada mechanical seal.
 Keausan yang tak lajim pada gland packing atau poros / sleeve.
 Kerusakan dan berkurangnya umur bearing / seal atau poros.

Gambar : Tipikal Karakteristik Pompa.

Contoh tipikal kinerja pompa di atas untuk model tertentu, ukuran casing, dan putaran
impeller yang meliputi ukuran impeller mulai dari 7.5” hingga 9.5”. Dalam pemilihan dan
penentuan jenis pompa kapasitas dan head system pompa agar diestimasi seakurat
mungkin dan tidak perlu menambah “margin for safety” pada head system. Biasanya
kapasitas dan head pompa disain selalu lebih besar dari aktual, enjiner mendesain head
umumnya lebih besar dari yang dibutuhkan. Karena itu pemilihan desain pompa
sebaiknya ditentukan pada titik sebelah kanan BEP, sehingga pada saat oporasi dimana
head aktual pompa lebih rendah dari head disain, maka kondisi operasi pompa bergerak
59
mendekati titik performance BEP. Dan jika desain pompa yang dipilih berada di titik BEP,
maka saat head operasi aktual lebih rendah dari head disain titik operasi pompa berada di
sebelah kanan titik BEP dengan daya operasi yang lebih besar sehingga motor penggerak
pompa overloading dan kapitasi pada pompa terjadi. Berdasarkan kajian yang dilakukan
oleh expert pompa, pengaruh perubahan BEP terhadap biaya operasi keseluruhan pompa
ditunjukkan pada grafik dan tabel berikut. Dari kajian biaya operasi pompa yang
disampaikan pada tabel tampak bahwa biaya operasi keseluruhan pompa meningkat
hampir sepuluh kali lipat pada pompa yang beroperasi pada kondisi 20 % dan 140 % BEP.

Sumber : tidak diketahui

Mengapa Pompa Menjadi Oversize.

Pada kasus tertentu pembelian atau penggantian pompa dilakukan berdasarkan ukuran
pompa yang lama (existing) yang sebenarnya sudah oversized. Alasan lain adalah safety
margins yang sengaja ditambahkan pada perkiraan awal sistem pompa karena hawatir
pompa nantinya terlalu kecil. Sementara itu banyak orang terlibat dalam menetukan
pembelian dengan masing–masing merekomendasikan tambahan kapasitas sebagai
kompensasi kehawatiran pompa nantinya terlalu kecil. Berdasarkan alasan tersebut maka
perjumlahan safety margins pompa yang ditambahkan menjadi besar.

60
Gambar : Pemilihan kapasitas pompa spekulatip

Manufaktur pompa mempublikasikan performnace envelopes pompa dengan putaran


tertentu seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Jika konfigurasi head, kapasitas dan
putaran pompa sudah ditentukan, maka pemilihan awal ukuran pompa dapat dilakukan
dengan menggunakan curva envelope tersebut.

Gambar : Tipikal famili curva performance envelope pompa sentrifugal pada rpm 3600.

61
Gambar : Tipikal famili curva performance envelope pompa sentrifugal pada rpm 1800.

Setelah ukuran awal pompa sudah dapat diketahui dari curva envelope, maka curva
karakteristik pompa yang spesifik dapat dipelajari lebih rinci untuk mendapatkan sejumlah
informasi awal yang diperlukan antara lain : diameter impeller, efisiensi, BHP dan lain-lain.
Berdasarkan konvensi di United States untuk menentukan ukuran pompa sentrifugal
adalah sebagai berikut :

Suction size x Discharge size x Maximum impeller diameter.

Semua satuan adalah dalam inchi. Dengan demikian suatu pompa dengan 8 x 6 x 15; Ini
berarti ukuran suction flange adalah 8 inchi, dicharge flange adalah 6 inchi dan maksimum
diameter impeller adalah 15 inchi.

Efisiensi Pompa
Efisiensi operasi sistem pompa dipengaruhi oleh efisiensi individual pompa, efisiensi
pengerak pompa (biasanya motor listrik), dan efisiensi pemanfaatan akhir.

Efisiensi individual pompa adalah perbandingan antara daya output dan daya input yang
diberikan pada pompa.
Daya input adalah : (kW),
Output daya hidrolis (aliran & tekanan pompa)

62
Daya hidrolik pompa adalah fungsi dari head total,berat fluida yg dipompa dalam periode
tertentu sebagaimana dalam formula berikut.

Daya hidrolis : P = Q(m3/s) x Total head, hd – hs (m) x ρ (kg/m3) x g (m/s2) / 1000.

Dengan :
o ρ adalah berat jenis fluida (kg/liter); untuk air ρ = 1.
o Q adalah laju alir (m3/Jam).
o H adalah total head pompa (m);
o H = Hd – Hs), Hd = tekanan discharge, Hs = tekanan suction.

Jika daya hidrolis P dinyatakan dalam (kW), grafitasi (g) adalah : 9.8 m/sec2, dan laju alir
fluida (air) dalam m3/Jam, maka formula daya pompa adalah menjadi :

Daya hidrolis pompa : P = ρ x Q x H / 368 (kW)

Daya poros pompa: (P)p = Daya hidrolis / ƞ ; dengan ƞ adalah efisiensi pompa.
(P)p = (ρ x Q x H) / 368 x ƞ ....................................(kW).

Daya motor penggerak : (P) = (P)p / ƞ ........(kW); dengan ƞ adalah efisiensi motor.
m m m
(P) = (ρ xQ x H) / 368x(ƞ x ƞ ) ............................(kW).
m m

Efisiensi hidrolik individual pompa diestimasi berdasarkan data operasi aktual head (H)
dan laju alir (Q). Dengan menggunakan model efisiensi hidrolik, efisiensi pompa centifugal
dapat diestimasi sebagai berikut:

- 0.124476 0.094734
Eff (%) = 65.08 x H xQ
63
Model efisiensi ini berlaku untuk : H = (15-100) m kolom air, dan Q = 20 - 300 m3/jam,
standard error = 1.038 %. Efisiensi hidrolis pompa terbesar diperoleh untuk Q terbesar (300
m3/jam) dan H terkecil (15 m) yaitu = 79.7. Dan efisiensi hidrolis pompa terkecil diperoleh untuk
H terbesar (100 m) dan Q terkecil (20 m3/jam) yaitu = 48.7.

 Parameter operasi kritis pada motor listrik

Efisiensi operasi motor listrik tidak selalu optimum seperti yang diharapkan. Banyak faktor
mengapa efisiensi operasi motor tidak optimum antara lain disebabkan kesalahan pada
waktu memilih motor. Pemilihan umumnya diterapkan dengan cara aman spekulatif yaitu
memilih motor dengan ukuran lebih besar dari yang seharusnya. Karena ukuran motor
terlalu besar, maka dalam operasinya motor dibebani rendah. Beban operasi motor
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja operasi motor listik. Pada beban
rendah, efisiensi motor akan turun, untuk pembebanan kurang dari 50%, penurunan
efisiensi terjadi secara drastis.

Jika ukuran motor terlalu besar (over size), maka dalam operasinya motor dibebani
dengan faktor beban rendah. Seperti dijelaskan di atas faktor beban mempengaruhi
efisiensi motor secara significant. Efisiensi motor akan turun drastis jika motor dibebani
kurang dari 50 % dan efisiensi optimum terjadi pada beban motor 75 %. Sedangkan pada
beban antara 75 % hingga 100 %, efisiensi motor tidak banyak berubah terhadap
perubahan beban khususnya untuk motor besar seperti ditunjukkan pada grafik berikut.

Gambar : Efisiensi vs beban motor

64
Pembebanan motor yang rendah dibawah kapasitasnya selain menurunkan efisiensi, juga
akan menurunkan power factor seperti tampak pada grafik berikut.

Gambar : Beban Vs efisiensi dan faktor daya motor

Kwalitas Daya

Selain faktor beban, parameter operasi lain yang mempengaruhi kinerja operasi motor
adalah kwalitas daya listrik yang dipasok untuk menggerakkan motor listrik. Kwalitas daya
dalam hal ini antara lain adalah ketidakseimbangan tegangan (“voltage unbalance”:
unequal voltages to three phases of motor), dan perubahan tegangan (too high fluctuations
in voltage and frequency).

Ketidakseimbangan tegangan (voltage unbalance)


65
Pengaruh tegangan tak seimbang ini adalah pemanasan terhadap motor dan rugi-rugi
energi (rugi-rugi besi) meningkat.

Gambar : Pengaruh ketidakseimbangan tegangan pada motor listrik

Seperti diketahui bahwa motor 3 fasa sangat tidak toleran terhadap tegangan tidak
seimbang. Ketidak-seimbangan tegangan akan mengakibatkan tambahan pemanasan di
belitan motor dan menambah ‘pemborosan’ energi tanpa disadari. Gambar berikut adalah
contoh data hasil pemeriksaan suhu motor.

Gambar : Data pengukuran dengan thermography.

Perubahan Tegangan (too high fluctuations in voltage and frequency)

Selain ketidakseimbangan tegangan sebagaimana diuraikan sebelumnya perubahan


tegangan juga dapat memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap efisiensi motor
dan terhadap parameter-parameter operasina lainnya yang cenderung memperpendek
umur motor. Perubahan tegangan khususnya jika lebih tinggi dari rated voltage motor
akan mengakibatkan turunnya efisiensi dan power factor seperti tampak pada gambar
berikut). Oleh karena itui tegangan harus diukur atau dimonitor untuk menghindari
perubahan tegangan yang menimbulkan pemborosan energi.

66
Gambar : Perubahan Tegangan pada Motor Listrik

Kwalitas daya menurun atau buruk dapat disebabkan banyak faktor antara lain karena :
 pemakaian trafo kwalitas rendah.
 Pembagian beban yang tidak seimbang.
 Pemakaian peralatan (motor) kwalitas rendah.
 Kerusakan di bank kapasitor tanpa diketahui.
 Pemakaian beban yang tidak linier, seperti balast elektronik, komputer, UPS,
inverter, power supply, charger, lampu discharge.
 Kerusakan isolasi pada kabel dan di belitan motor, trafo, balast.

Kriteria Parameter Operasi Kritis Kwalitas daya

Kwalitas daya yang dipasok ke sistem penggerak motor berkaitan dengan kinerja
peralatan energi yang dioperasikan. Kwalitas supply daya listrik perlu dikendalikan agar
sesuai dengan yang diharapkan misalnya dengan membuat SOP. Parameter operasi kritis
motor listrik terkait dengan kwalitas daya terdiri atas : ketidak-seimbangan tegangan dan
arus, faktor daya, dan fluktuasi tegangan.

Pengaruh pemanasan pada motor secara kumulatif akan memberikan tambahan daya
berupa energi kwh seluruh pabrik. US Department of Energy (DOE) dan NEMA
memberikan rekomendasi bahwa ketidak-seimbangan tegangan maksimum yang diijinkan
adalah 1%, seperti yang dipublikasikan di
http://www.energy.gov/sites/prod/files/2014/04/f15/eliminate_voltage_unbalance
d_motor_systemts7.pdf

67
:

Gambar : Perubahan Tegangan pada suhu belitan motor

 Parameter operasi kritis pada fan

Parameter operasi kritisr yang mempengaruhi kinerja operasi fan antara lain adalah
putaran operasi fani. Jika rated kapasitas-flow rate fan adalah besar, tetapi sebenarnya
flow rate aktual yang diperlukan adalah rendah, maka dampak perubahan laju alir
terhadap daya fan sangat dipengaruhi metoda pengurangan flow rate yang digunakan,
Hubungan antara konsumsi energi/daya fan dengan metode pengendalian flow rate
diuraikan sebagai berikut :
o Recirculation: Melakukan resirkulasi udara kembali ke inlet fan sering dilakukan pada
positive displacement blower dan sistem fan. Cara resirculasi adalah tidak efisien
sebab tidak ada pengurangan laju alir dari udara yang dihasilkan fan. Oleh karena itu
tidak ada pengurangan daya.
o Damper: Dengan menutup damper atau katup pada inlet maupun outlet fan akan
menimbulkan pengurangan aliran namun cara ini juga menambah tahanan aliran.
Oleh karena itu cara ini dapat mengurangi sedikit daya fan.

68
o Inlet vanes dapat membuat gerakan aliran berputar (swirl) masuk ke sentrifugal fan
atau blower menjadikan tipe ini lebih efisien dibandingkan dengan damper atau
butterfly valves.
o VFC: Variable speed fluid coupling. Putaran motor adalah konstan tetapi putaran
fluid coupling berubah sehingga putaran fan menjadi berubah.
o VFD: Variable frequency drive, mengatur putaran motor fan dengan mengendalikan
frekwensi

Gambar : Metode pengurangan flow rate vs daya fan

Hukum pertama fan menyebutkan jika putaran fan bertambah, maka laju aliran akan
bertambah secara proporsional. Flow berubah mengikuti perubahan speed.seperti
persamaan berikut: Q2 = Q1 (N2/N1).
Dengan: Q adalah aliran/Flow; N adalah putaran motor/Speed

Hukum kedua fan menyatakan tekanan statik fan akan berubah menurut fungsi kwadrat
putaran fan sebagaimana persamaan berikut.
2
∆ SP = ∆SP (N /N )
2 1 2 1

Dimana: SP adalah tekanan statik, N adalah putaran fan/speed

Hukum ketiga fan menyatakan daya fan berubah menurut fungsi pangkat tiga dari
putaran/speed (rpm) fan sebagaimana persamaan berikut.
3
∆BH = ∆BH (N /N )
2 1 2 1

Dengan: BHP adalah daya/power, N adalah putaran/speed.

69
 Parameter Kritis Sistem AC (Air Conditioning)

Implementasi manajemen energi pada pengoperasian sistem AC dapat


dikembangkan dengan dasar pemikiran bahwa tujuan pengoperasian AC adalah
untuk memenuhi kondisi pada konsumen misalnya mendapatkan kondisi nyaman
untuk beraktifitas di dalam ruangan bukan untuk mendinginkan. Untuk mencapai
tujuan dimaksud, maka selain disain sistem AC yang efisien dan kapasitasnya
sesuai dengan beban termal yang dibutuhkan maka pengoperasian sistem AC
harus sesuai dengan prinsip konservasi energi. Prinsip konservasi energi dalam
pengoperasian antara lain adalah mengendalikan parameter operasi kritis dan
melakukan perawatan dan pemeliharan rutin secara benar sesuai petunjuk/manual
pabrik.

Parameter Kritis Sistem AC (Air cool)

Kinerja (BTU.H/kW), kapasitas pendinginan (kCal/jam) dan konsumsi daya (kW) sistem
AC sangat dipengaruhi oleh parameter operasi kritis yaitu suhu udara indoor maupun
suhu udara outdoornya. Contoh tipikal karakteristik AC komputerized VRV tipe RSX10H
pada berbagai kondisi suhu outdoor dan suhu indoor disampaikan sebagai berikut.
Parameter kritis - Suhu Outdoor
Kinerja AC dipengaruhi oleh parameter operasi suhu outdoor. Jika suhu outdoor berubah,
maka kinerja AC semakin turun/buruk dengan asumsi suhu indoor konstan sebagaimana
tampak pada grafik berikut.

70
Gambar : Target operasi suhu outdoor AC.

Pengaruh parameter operasi kritis (suhu outdoor) terhadap konsumsi daya AC juga
significant seperti ditunjukkan pada grafik karakteristik daya AC berikut.

Gambar : Target operasi Suhu outdoor AC

Berdasarkan grafik diatas tampak bahwa semakin tinggi suhu udara outdoor AC semakin
besar konsumsi daya yang diperlukan, dan sebaliknya kinerja AC turun secara drastis.
Pengaruh suhu outdoor terhadap kapasitas pendinginan AC dapat dilihat pada grafik
berikut.

71
Gambar : Target operasi suhu outdoor AC.

Tampak pada grafik bahwa semakin tinggi suhu udara outdoor AC semakin rendah
kapasitas pendinginan AC tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka suhu udara outdoor
adalah faktor yang mempengaruhi konsumsi daya, kinerja dan kapasitas pendinginan AC.
Menurunya kapasitas pendinginan dan meningkatnya konsumsi daya AC seiring dengan
meningkatnya suhu outdoor AC menjadikan kinerja AC turun saat suhu outdoor
meningkat.

Parameter kritis - Suhu Indoor.


Seperti suhu out door, parameter operasi lainnya yang berpengaruh terhadap kinerja dan
konsumsi sistem AC adalah suhu indoor. Contoh perpengaruh suhu indoor terhadap
kinerja AC pada suhu outdoor konstan 33 CDB ditunjukkan pada grafik berikut.

72
Gambar : Target setting suhu indoor.

Tampak pada grafik baik kinerja, kapasitas pendinginan dan konsumsi daya AC berubah
secara significant terhadap perubahan suhu indoor. Semakin rendah suhu indoor AC
semakin rendah kinerja AC. Hal ini terjadi karena pada suhu indoor rendah, maka
kapasitas pendinginan AC juga semakin rendah sebagaimana tampak grafik berikut.

Gambar : Target setting suhu indoor AC.

Parameter Kritis Sistem AC (Chiller)

73
Sama halnya seperti sistem AC air cool, pada sistem AC- chiller pengaruh perubahan
parameter operasi kritis seperti temperature leaving chilled water terhadap kinerja chiller
sangat significant sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut.

Gambar : Target operasi suhu chilled water out

Setiap kenaikan 1F suhu chilled water keluar dari evaporator akan menurunkan
(mengirit) sekitar 0.014 kW/Ton Ref. Pada gambar berikut ditunjukkan bahwa setiap
kenaikan suhu air pendingin masuk ke kondensor sebesar 1F akan menaikkan
konsumsi energi (pemborosan) sekitar 0.013 kW/Ton Ref.

Gambar : Target operasi suhu air pendingin kondensor

Berdasarkan uraian di atas, pada sistem pendingin yang menggunakan chiller, perubahan
suhu baik pada kondensor maupun evaporator akan mempengaruhi kinerja dan daya
input konpressor sistem AC berubah secara significant seperti grafik berikut.

74
Gambar : Target operasi suhu outlet chilled water

Setiap 1 C suhu air dingin (chilled water) turun - lebih rendah, maka pemborosan daya
kompressor sebesar (5-6) %. Atau sebaliknya setiap suhu air dingin (chilled water naik 1
C, maka konsumsi daya kompressor AC turun (hemat) sebesar (5-6) %. Secara rata-rata
setiap suhu air pendingin naik 1 C, konsumsi daya kompressor naik 2.5 %. Oleh karena itu
maka kondensor dan cooling tower harus dirawat secara berkala agar selalu kisi-kisi
penukar panas bersih untuk dapat mempertahankan suhu air pendingin keluar cooling
tower serendah mungkin.

Gambar : Target suhu air pendingin kondensor

 Parameter operasi kritis Cooling tower.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa efektifitas pendinginan pada cooling tower


berpengaruh terhadap kinerja mesin AC. Efektifitas cooling tower merupakan parameter
operasi yang berkaitan dengan kinerja chiller. Setiap pengurangan atau penambahan 1 C
suhu air pendingin keluar dari cooling tower (masuk ke kondensor mesin chiller), akan
memberi efek penghematan atau pemborosan energi pada mesin chiller sebesar 6 %.
Parameter operasi Cooling Tower
 Range

75
Range (CT range) merupakan indikator kinerja atau kemampuan cooling tower untuk
menurunkan suhu air pendingin. Range cooling tower (lihat gambar berikut)
didefinisikan sebagai beda suhu air masuk dan keluar cooling tower (CT).

Gambar : Range dan Approach Cooling Tower Range Cooling Tower :

Semakin besar range (CT range) semakin efektif cooling tower dalam menurunkan suhu
air pendingin (dengan kata lain semakin bagus).

 Approach Cooling Tower

Approach Cooling Tower (CT Approach) didefinisikan dengan perbedaan suhu air
pendingin keluar dari cooling tower dengan suhu basah udara sekitar (C).

Semakin rendah approach semakin bagus kinerja Cooling Tower. Sebagai benchmark
approach sistem AC adalah antara 3-7 C
Effectiveness CT
Effectiveness CT diartikan sebagai rasio antara range CT aktual dan range CT ideal
(dalam %). Atau dengan kata lain adalah: Range/ (Range – Approach).

Dengan mengukur suhu basah udara pendingin dan suhu air masuk dan keluar cooling
tower, maka effectiveness cooling tower dapat dihitung. Apabila suhu air pendingin pada
cooling tower sudah melebihi desain, maka pemeriksaan/perbaikan perlu dilakukan:
– Periksa kwalitas daya listrik motor penggerak fan cooling tower.
– Periksa jadual pemeliharaan filter
– Periksa water spray nozzle
– Konfirmasi/penyesuaian performansi fan.

5.3. Parameter Kritis pada Proses Industri


Seperti pada utilitas energi, pada proses industri juga ada parameter operasi kritis yang
mempengaruhi konsumsi energi dan kinerja energi. Di industri besi dan baja pengguna
76
energi significant adalah electric arc furnace (EAF) dan reheating furnace. Parameter
operasi kritis misalnya pada EAF antara lain adalah suhu tapping, dan densitas scrap
(berat scrap per charging).

Seperti tampak pada contoh grafik berikut, intensitas energi (kWh/ton) berubah significant
meskipun berat bahan baku input (scrap) adalah sama. Adanya perbedaan intensitas
energi ini karena parameter operasi (suhu tapping) berbeda.

Gambar : Intensitas energi vs parameter operasi proses produksi

Untuk menaikkan suhu logam cair (besi/baja) pada suhu tinggi di atas 1600 C
memerlukan energi (kWh) yang cukup besar. Setiap menurunkan suhu tapping 10 C akan
mengurangi intensitas energi sebesar 3 kWh/ton.

Best Practice Specific Energi consumption.


Untuk industri besi dan baja best practice specific energy consumption ditunjukkan pada tabel
berikut.

77
Tabel : Industri besi baja.
Product Fuel(kcal/Ton) Listrik (kWh/Ton)
Electric Arc Furnace, Slab 188688,3 422,2
Hot Rolling 434699,5 102,7
Cold Rolling 262730,5 147,2

Best practice Specific Energy Consumption Industri Semen

Prosess Fuel(kcal/kg) Listrik (kWh/kg)

Clinker making 697 85,9

Cement making - 57,3

5.4 Pengendalian Parameter Operasi

Prosedur Kerja Manajemen Energi.


Organisasi harus merumuskan prosedur kerja sebagai panduan untuk seluruh staf agar
dipraktikkan untuk mengendalikan operasi peralatan pemanfaat energi dalam kerja
keseharian mereka. Ada dua tingkatan prosedur kerja yang diperlukan yaitu :
o Tingkat organisasi, Prosedur kerja manajemen energi / Energy Management
Working Procedures (EM-WP), dibuat oleh manajemen.
o Tingkat unit kerja (Energy Accounting Center – EAC), EAC-Working Procedures
(EAC-WP), dibuat oleh kepala EAC.
Dokumen prosedur kerja manajemen energi pada tiap EAC meliputi : Operational
Guideline (OG), Process Mapping (PM), Work Instruction (WI), Log Sheet (LS),
Calculation Sheet (CS). Prosedur kerja yang direkomendasikan untuk setiap EAC (EAC-
WP) ditunjukkan pada contoh berikut.
Prosedur kerja normal untuk tiap unit kerja ditunjukkan pada contoh berikut.
Contoh Prosedur kerja

78
Prosedur Kerja
Normal Manajemen
Energi

Gambar : Prosedur kerja normal yang direkomendasikan untuk setiap EAC.

Sedangkan prosedur pemeriksaan yang direkomendasikan untuk setiap EAC


(EAC-WP) ditunjukkan pada contoh berikut.

Contoh : Prosedur Pemeriksaan

Prosedur
Pemeriksaan
unit kerja.

Gambar : Prosedur pemeriksaan yang direkomendasikan untuk setiap EAC

Pemeriksaan sistem adalah untuk memastikan apakah semua orang melakukan hal yang
diperyaratkan. Pemeriksaan kinerja yaitu untuk mengetahui indikator kinerja aktual dan
kecendrungannya. Pemeriksaan kemajuan adalah untuk mengetahui pencapaian
kemajuan aktual terhadap rencana.

Prosedur pemeriksaan untuk unit kerja sistem manajemen energi meliputi.:


79
 Pemeriksaan parameter operasi yaitu rekaman operator, pemeliharaan dan
pemeriksaan peralatan.
 Pemeriksaan sistem yaitu untuk memastikan apakah semua orang melakukan hal
yang diperyaratkan.
 Pemeriksaan kinerja yaitu untuk mengetahui indikator kinerja aktual dan
kecendrungannya.
 Pemeriksaan kemajuan pelaksanaan adalah untuk mengetahui pencapaian kemajuan
aktual terhadap rencana

Pemeriksaan dalam sistem manajemen energi meliputi pemeriksaan operasi, sistem,


kinerja, dan pemeriksaan kemajuan pelaksanaan. Pemeriksaan operasi meliputi :
rekaman operator, pemeliharaan dan pemeriksaan peralatan.

80
BAB VI
MENGKOMUNIKASIKAN KINERJA ENERGI DAN SISTEM MANAJEMEN
ENERGI

Indikator Keberhasilan
Sebagai indikator keberhasilan dalam mengikuti materi pelajaran bab VI ini adalah: peserta
diharapkan mampu mengkomunikasikan kinerja energi dan manjemen energi dengan unit terkait di
lingkungan perusahaan.

Komunikasi Sistem Manajemen Energi

Jalur yang digunakan untuk komunikasi dan proses pelaporan manajemen energi adalah
jalur internal dan eksternal. Manajer Energi akan membuat laporan bulanan mengenai
aktivitas manajemen energi dan kemajuan pelaksanaan terhadap target-target kepada
manjemen representatif atau komite manajemen energi. Komunikasi formal yang
berkaitan pengendalian konsumsi energi oleh end user atau pemangku anggaran akan
diarahkan melalui manajer energi.
Hal yang perlu dilaporkan ke petugas terkait antara lain hasil analisis data yang
mengindikasikan peluang peningkatan efisiensi energi harus. Manager energi harus
mendisain sistem pelaporan yang menjamin bahwa informasi disampaikan ke orang yang
benar. Type laporan yang direkomendasikan dalam sistem manajemen dapat
dikatagorikan berdasarkan fungsi dari users. Laporan ditujukan ke pihak terkait sebagai
berikut
1.Top Management (CEO)
2. Accounting Manager or Finance Manager
3. Human Resource Manager
4. Purchasing Manager
5. Engineering Manager or Utility Manager orProduction Manager
6. Kepala unit kerja.

Laporan ke top manajemen (CEO)


Laporan ke top manajemen dimaksudkan untuk menyampaikan informasi yang relevant
tentang status kegiatan konservasi energi dan konsumsi energi. Informasi harus
disampaikan secara jelas dan ringkas hasil analisis dan target manajemen untuk tujuan
perbaikan. Analisis teknikal secara rinci tidak diperlukan dalam hal ini. Struktur laporan ke
top manajemen ditunjukkan sebagai berikut.
Bagian 1.Konsumsi Energi dan status EEI.
 Produktifitas aktual
 Biaya energi aktual
 Konsumsi energi aktual
 EII aktual termasuk overall EEI dan EEI masing-masin EAC.
Bagian 2. Hasil pencapaian Langkah Konservasi Energi.
 Status implementasi actual
 Penghematan tahunan aktual.
Bagian 3 : Status Finansial Langkah Penghematan Energi.
 Biaya/pengeluaran aktual implementasi energi.

81
 Estimasi biaya periode berikut.
Bagian 4 : Tindakan Perbaikan.
 Rencana aksi perbaikan efisiensi
 List perbaikan efisiensi yang diperlukan
 Aksi rinci/Details action
 Petugas yg bertanggung jawab.

Semua informasi aktual harus ditampilkan secara bersamaan dengan target yang
ditentukan sehingga top manajemen dapat membandingkannya dan memberi
penghargaan atas pencapaian yang diperoleh.

Laporan Untuk Manajer Finansial.


Laporan ke manajer financial memuat informasi relevant tentang status terkini tentang
konsumsi energi dan status finansial terkait tentang langkah implementasi.
Informasi harus memuat secara jelas ringkasan hasil analisis dan target perbaikan.
Laporan juga menjelaskan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk langkah perbaikan
efisiensi berikutnya. Struktur laporan untuk manajer financial yang disarankan adalah sbb :
1. Produktifitas actual
 Biaya energi aktual
 Konsumsi energi aktual
 EEI aktual termasuk overall EEI dan EEI untuk masing-masing unit kerja.
2. Status Financial langkah manajemen energi :
 Biaya sktual implementasi konservasi energi
 Estimasi biaya periode berikut.
3. Ttindakan perbaikan :
 Rencana perbaikan ke depan.
 Daftar perbaikan ke depan
 Tindakan rinci/Details of action
 Petugas yang bertanggung jawab.

82

Anda mungkin juga menyukai