Anda di halaman 1dari 367

KEMENTERIAN AGAMA RI

Jln. Lapangan Banteng Barat No. 3 - 4


Telp. (021) 3812344, 3811642, 3811654 Pes.331 Fax: 34833981 JAKARTA
Website: diktis.kemenag.go.id

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


(SKI)

MODUL
BAHAN AJAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROFESI GURU (PLPG)
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2015
 
DRAFT OUTLINE MODUL SKI 2015

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
TRANSLITERASI
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

A. ISI MODUL:

MODUL 1 : KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

A. Peta Konsep
B. Dasar Hukum
C. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
D. Strategi dan Media Pernbelajaran
E. Uraian Materi
F. Rangkuman
G. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
H. Daftar Pustaka

MODUL 2 : KONSEP DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

A. Peta Konsep
 Rasional dan elemen perubahan kurikulum
 SKL, KI, KD dan strategi
 Struktur kurikulum
 Prinsip-prinsip pembelajaran
B. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
C. Strategi dan Media Pernbelajaran
D. Uraian Materi
E. Rangkuman
F. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
G. Daftar Pustaka

MODUL 3 : PENILITIAN TINDAKAN KELAS

A. Peta Konsep
 Konsep dasar PTK
 Prinsip PTK
 Model PTK
 Metodologi
 Sistematika proposal
B. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
C. Strategi dan Media Pernbelajaran
D. Uraian Materi
E. Rangkuman
F. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
G. Daftar Pustaka

MODUL 4 : MATERI SKI

A. Peta Konsep
 Materi SKI MI
 Materi SKI MTS
 Materi SKI MA
B. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
C. Strategi dan Media Pernbelajaran
D. Uraian Materi
 Materi SKI MI
 Materi SKI MTS
 Materi SKI MA
E. Rangkuman
F. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
G. Daftar Pustaka

MODUL 5 : STRATEGI PEMBELAJARAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM


2013
Peta Konsep
 Pendekatan Scientific
 Problem Base Learning
 Project Base Learning
 Contextual
 Discovery
 Inquiry
A. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
B. Strategi dan Media Pernbelajaran
C. Uraian Materi
D. Rangkuman
E. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
F. Daftar Pustaka

MODUL 6 : PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SKI

A. Peta Konsep
 Penilaian autentik
 Penilaian portofolio
 Penilaian Kinerja
 Penilaian project
 Penilaian tertulis
B. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
C. Strategi dan Media Pernbelajaran
D. Uraian Materi
E. Rangkuman
F. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
G. Daftar Pustaka

MODUL 7 : PERANGKAT PEMBELAJARAN

A. Peta Konsep
 Analisis buku guru dan siswa
 Silabus
 RPP
 Media
 Bahan Ajar
B. Tujuan Pembelajaran : Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan
C. Strategi dan Media Pernbelajaran
D. Uraian Materi
E. Rangkuman
F. Latihan (Tugas dan bentuk soal pilihan ganda dan essay)
G. Daftar Pustaka

B. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT


C. GLOSSARIUM
D. LAMPIRAN
Petunjuk Penggunaan Modul

Untuk mengoptimalkan penggunaan modul ini, peserta diharapkan memperhatikan


tahapan-tahapan berikut:
1. Bacalah bagian peta konsep, tujuan pembelajaran dan strategi dan media
pembelajaran untuk memahami konsep utuh materi modul ini
2. Modul ini memuat beberapa materi yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan
para peserta PLPG bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dari berbagai
aspek, yaitu tentang kebijakan pengembangan profesi guru, kurikulum 2013
untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), Penelitian Tindakan Kelas
untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), materi Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) pada MI/MTs/MA, strategi pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), penilaian proses dan hasil belajar Sejarah Kebudayaan
Islam (SKI), dan perangkat pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).
3. Setiap materi atau modul memuat peta konsep, tujuan pembelajaran, strategi
dan media pembelajaran, uraian materi, rangkuman, latihan, dan daftar pustaka.
Oleh karenanya, diharapkan kepada peserta PLPG dapat belajar mandiri
disamping belajar bersama instruktur di dalam kelas dalam rangkaian kegiatan
sertifikasi guru.
4. Strategi dan media pembelajaran yang mendampingi peserta dan instruktur
dalam setiap modul hanya sebagai alternatif dalam menunjang berjalannya
proses pembelajaran. Maka, dalam mempelajari modul ini tidak harus
menggunakan strategi dan media pembelajaran yang ditawarkan. Namun,
dianjurkan pula untuk menggunakan strategi dan media pembelajaran lain yang
sesuai dengan materi modul tersebut.
5. Setiap modul juga diberikan latihan berupa soal pilihan ganda dan essai sebagai
latihan dan mengukur sejauhmana pemahaman dan penguasaan peserta
menyerap materi yang diberikan. Maka dianjurkan kepada peserta untuk berlatih
sebagaimana latihan yang ditawarkan.
MODUL 1:
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PROFESI GURU

A. Peta Konsep
Etika profesi guru berkaitan dengan Kebijakan umum pembinaan dan
esensi etika profesi guru dalam pengembangan profesi guru, upaya
pelaksanaan proses pendidikan dan peningkatan kompetensi, penilaian
pembelajaran secara profesional, kinerja, pengembangan karir, perlindungan
dan penghargaan

Peningkatan kompetensi guru terutama


Perlindungan dan penghargaan guru berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis
Kebijakan
t e r m a s u k kesejahteraannya program pengembangan keprofesian guru
Pengembangan
Profesi Guru dan secara berkelanjutan, serta uji
kompetensi guru dan dampak ikutanya.
Dasar Hukumnya

Pengembangan karir guru terkait Penilaian kinerja guru terutama berkaitan


dengan r anah pemb inaan dan dengan makna, persyaratan, prinsip,
pengembangan guru, khususnya tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi
berkaitan dengan keprofesian dan karir. nilai penilaian kinerja guru.

Materi Kebijakan Pengembangan Profesi Guru mencakup kebijakan umum pembinaan


dan pengembangan profesi guru; peningkatan kompetensi guru; penilaian kinerja guru;
pengembangan karir guru; perlindungan dan penghargaan guru; dan etika profesi guru

B. Tujuan Pelatihan
Tujuan akhir setelah mempelajari modul ini dan mengikuti pembelajaran dalam PLPG,
peserta dapat menunjukkan sikap positif, menguasai wawasan dan keterampilan yang terkait
dengan :
1. Kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru, upaya peningkatan
kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan di
lingkungan Kementerian Agama, serta etika profesi guru dalam pelaksanaan tugasya
2. Peningkatan kompetensi guru terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program
pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan
dampak ikutanya.
3. Penilaian kinerja guru terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap
pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru.
4. Pengembangan karir guru terutama berkaitan dengan esensi dan ranah
pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.
5. Perlindungan dan penghargaan guru terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau
asas, dan jenisjenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk
kesejahteraannya.
6. Etika profesi guru terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam
pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di
luar kelas, maupun di masyarakat.

C. Uraian Materi

1. Kebijakan Umum Pembinaan dan Pengembangan Guru


1.1. Latar Belakang Pemikiran

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan
percepatan luar biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran
baru untuk merevitalisasi kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan
peserta didik dan generasi muda masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta
kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan
yang hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk
mengkreasi model-model dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif,
menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan,
kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil mengoptimasi kecerdasan,
menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan menjadi pemenang.
Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi pecundang. Aneka
perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten. Manusia
modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan.
Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap
menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur
peradaban.
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban
tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan
pembangun karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam
realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala
tanggal 2 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru
sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal pengakuan atas profesi guru dengan segala
dimensinya.

Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah


menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo
Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di
dalam UU ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan
beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan
Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi
guru, sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun
2012 dan seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara
simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen,
seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, pengawasan etika profesi, dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya
diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang sinergitas pengelolaan guru untuk
menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang terkait.

1.2. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional


Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai
sumber daya utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban
pendidikan. Di Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur
untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis
perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis Sekolah/Madrasah, (3) profesionalisasi
guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi
guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa
penyediaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku
ini disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini,
lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas
oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta
untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-
IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui
oleh negara sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun
PP No. 74 tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang
berkualifikasi S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat
sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi.
Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh
menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari
dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua,
sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus
dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Keempat, jumlah peserta didik program
pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi
diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui
ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi. Ketujuh, ujian tertulis
dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau
program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program
yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian
praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke
depan hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan
memiliki sertifikat pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi
secara taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada
Sekolah/Madrasah-Sekolah/Madrasah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun
demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS)
guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di
kampus Sekolah/Madrasah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang
disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu
oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-
tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada
Sekolah/Madrasah-Sekolah/Madrasah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi
tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.
Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat
pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh,
masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar
profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus
dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi
merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama
kali menginjakkan kaki di Sekolah/Madrasah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak
dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris
lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus,
ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya
berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya,
melainkan semua subsistem yang ada di Sekolah/Madrasah dan di masyarakat ikut
mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di
luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin
keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan
pengembangan profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar
guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan
pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti
pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting.
Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru pemula masih memiliki
keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.

1.3. Alur Pengembangan Profesi dan Karir


Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata.
Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan
latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7)
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan
pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan
guru mencakup: (1) guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru
bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala
Sekolah/Madrasah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2.
Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan profesi dan karir profesi
guru di masa depan.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan
formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran
guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional
nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan
itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali
persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan
etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi
atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-
menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum serta kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional
guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan,
workshop, magang, studi banding, dan lain-lain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara
umum guru masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan
sebagainya.Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara
pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah
berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru
yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program
S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan
tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan non kependidikan yang terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem
pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan
perolehan angka kredit jabatan fungsional. Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru
meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan
jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir
guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan dapat menjadi acuan bagi
institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.
Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja
guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas.
Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk
memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru. Seperti
telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat
dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan
pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui jabatan fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun
demikian, kebutuhan guru akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam
sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman
tengtang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan metode
mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,
lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan.
Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti,
koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala
Sekolah/Madrasah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program,
implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara
mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat
merupakan hak guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat
ini termasuk ranah peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur.
Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan
pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa.

1.4. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan


Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian,
kenijakan pembinaan dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu,
dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen,
penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi
guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus. Merujuk pada
alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang di dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan
daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan
uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja
dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan
kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi
guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis
utama desain program peningkatan kompetensi guru. Penilaian kinerja guru (teacher
performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan
kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada
Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk
mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran.
Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan
guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun
guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis
untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui
tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk
memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan
pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut
level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi
adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar
kompetensi yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru
memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi
guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya
perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan
pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru,
memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen,
pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian
kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir,
pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di
daerah khusus.

1.5. Kebijakan Pemerataan Guru


Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut
menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru
di negeri tercinta ini. Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan
rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama
Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag
tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani
tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini
antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi
dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara
nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat
dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi lain.

a. Kebijakan dan Pemerataan Guru


Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan
Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober
2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan
memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam
memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri
Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian
penilaian kinerja pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari
kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan
sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.
f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing

b. Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota


a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab
dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.
b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru
PNS.
c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah
provinsi.
f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan
standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan
diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan
dan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan
pemerataan guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri
Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan
Menteri Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan
pemerataan guru sesuai dengan kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang,
dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing
wilayahnya.
Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-
norma umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini. Secara Umum, pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
1. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
2. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian
Agama.
3. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
pemerintah kabupaten/kota.
Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan
antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan
antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota.
Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian
Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya
masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan.
2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian
Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan
Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei
tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan
Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari
Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan
menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat
bulan Juli tahun berjalan.
5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri
Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial
fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan
kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang
tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.
2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan
penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian
kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Peningkatan Kompetensi Guru


2.1. Esensi Peningkatan Kompetensi Guru
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar
maupun piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru
selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan
menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan,
metoda, dan teknologi pembelajaran terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu
menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil mengantarkan peserta didik memasuki dunia
kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan
dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan kompetensi dengan tuntutan
perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu faktor penghambat
ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang
meragukan kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain
yang mendukung terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup
beralasan karena didukung oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru
yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga
menunjukkan bahwa masih banyak guru yang tidak menguasai penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap sejumlah guru di beberapa lokasi sampel
melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup mengejutkan dari studi tersebut di
antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh ceramah satu arah dari
guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa masih banyak guru yang
tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya.
Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menuntut reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi,
baik kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, maupun sosial.
Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa
dampak pada siswa paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan
kompetensi yang sudah usang. Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap
terjun ke dunia kehidupan nyata yang terus berubah. Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan
oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan teknologi pembelajaran yang modern
dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi materi pelajaran yang harus
dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun kompleksitasnya.
Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated
learning), kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari
semakin bertambah jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan
teknologi pembelajaran yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat
dituntaskan dalam interval waktu yang sama. Sejatinya, guru adalah bagian integral dari
subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi pendidikan mampu
menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern, perlu
mengembangkan Sekolah/Madrasah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter
utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti
dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.
2.2. Prinsip-Prinsip dalam Peningkatan Kompetensi dan Karir Guru
1. Prinsip-prinsip Umum
Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan
menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam
proses pembelajaran.
e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

2. Prinsip-pinsip Khusus
Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan
menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan
indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik
profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi.
d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti
perkembangan Ipteks.
f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jaman.
g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui
proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun
institusional.
h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu
kepada hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari
kompetensi profesinya.
i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai
kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam
rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi,
mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan
kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam
melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan
mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan
berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada
standar kompetensi.
n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan
dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan
penyegaran kompetensi guru;
o. A k u n t a b e l , p e mb i n a a n d a n p e n g e mba n g a n p r o f e s i d a n k a r i r g u r u d a p a t
dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;
p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu
memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat
oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan
kompetensi dan kinerja guru.
q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari
atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil
yang optimal.

2.3. Jenis Program Peningkatan Kompetensi Guru


Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.

2.3.1. Pendidikan dan Pelatihan


a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan
secara internal di KKG/MGMP, Sekolah/Madrasah atau tempat lain yang ditetapkan untuk
menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan
pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak
harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi
kepada guru lain yang belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat
lebih menghemat waktu dan biaya.
b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri
yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini
terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,
misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai
alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru
Sekolah/Madrasah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan Sekolah/Madrasah. Pelatihan melalui kemitraan Sekolah/Madrasah dapat
dilaksanakan bekerjasama dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu.
Pelaksanaannya dapat dilakukan di Sekolah/Madrasah atau di tempat mitra
Sekolah/Madrasah. Pembinaan melalui mitra Sekolah/Madrasah diperlukan dengan alasan
bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat dimanfaatkan oleh guru
yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.
d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan
dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak
jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil
dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota
kabupaten atau di propinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di Balai
Pendidikan dan Pelatihan dan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian
Agama, P4TK dan atau LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program
pelatihan disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi.
Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan
khusus (spesialisasi) disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya
perkembangan baru dalam keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau
lembaga pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru
dalam beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya
ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain
sebagainya.
g. Pembinaan internal oleh Sekolah/Madrasah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh
kepala Sekolah/Madrasah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina,
melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan,
diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan
alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam
pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam
maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan
menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya
pengembangan profesi.

2.3.2. Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan


a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai
dengan masalah yang di alami di Sekolah/Madrasah. Melalui diskusi berkala diharapkan para
guru dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di
Sekolah/Madrasah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah
juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan
kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi
secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat
dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan
silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,
penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran.
e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku
pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk
alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi
pembelajaran).
g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa
karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang
memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.

2.3.3. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan


Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis
dalam meningkatkan proses pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang
terkandung dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan
regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih
bersifat administratif menjadi lebih berorientasi praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga
diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk meningkatkan kinerja dan
profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional terdiri dari empat
jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja
Guru (PK Guru) dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
PKB tersebut harus dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan
melakukan pengembangan diri, dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan
publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif. Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d
guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar 2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB,
PK Guru, dan pengembangan karir guru.
PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK
Guru dan didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di
bawah standar kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan
untuk mengikuti program PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai
kompetensi standar yang disyaratkan. Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya
telah mencapai standar kompetensi yang disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada
pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas
dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan Sekolah/Madrasah dalam rangka memberikan
layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik. Dalam Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama yang diberikan angka
kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru, selain
kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi
Sekolah/Madrasah/mad rasa h. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang
profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga
memiliki kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK
yang kuat, guru diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta
didik sesuai dengan bidangnya.
Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan
pendidikan di Sekolah/Madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara
khusus, tujuan PKB disajikan berikut ini.
1. Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.
2. Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi
proses belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi,
dan seni di masa mendatang.
3. Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sebagai tenaga profesional.
4. Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5. Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan
pelayanan dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara
optimal, sehingga mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk
berperan aktif dalam pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni serta memiliki kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga
selama karirnya mampu menghadapi perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi
kebutuhan belajar peserta didik menghadapi kehidupan di masa datang.
Dengan PKB untuk guru, bagi Sekolah/Madrasah diharapkan mampu menjadi
sebuah organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga Sekolah/Madrasah dapat menjadi
wadah untuk peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan
pendidikan yang berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk
guru bermakna memiliki jaminan bahwa anak mereka di Sekolah/Madrasah akan
memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-
masing. Bagi pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan dapat memetakan kualitas layanan
pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan kebijakan pembinaan dan
pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan; sehingga pemerintah
dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan berkepribadian luhur.
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan
standar kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan
profesi guru. Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan,
dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu. Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik.
PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu
siklus yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2
menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi guru. Melalui siklus kegiatan pengembangan
keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru akan mampu mempercepat
pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan karirnya. Kegiatan PKB
untuk pengembangan diri dapat dilakukan di Sekolah/Madrasah, baik oleh guru secara
mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu Sekolah/Madrasah.
Kegiatan PKB melalui jaringan Sekolah/Madrasah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus),
antarrayon dalam kabupaten/kota tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan
kerjasama Sekolah/Madrasah antarnegara serta kerjasama Sekolah/Madrasah dan industri, baik
secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan PKB melalui jaringan antara
lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya; kunjungan ke
Sekolah/Madrasah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari
Sekolah/Madrasah lain, komite Sekolah/Madrasah, dinas pendidikan, seksi bidang pendidikan
kemennterian agama, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain yang relevan.
Jika kegiatan PKB di Sekolah/Madrasah dan jaringan Sekolah/Madrasah belum memenuhi
kebutuhan pengembangan keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan
lebih lanjut, kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar
lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi
Balai DIklat, Pusdiklat atau institusi layanan lain yang diakui oleh pemerintah, atau institusi
layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan memanfaatkan jejaring
virtual atau TIK. Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi
dapat dilakukan oleh guru dan di Sekolah/Madrasah mereka sendiri. Beberapa program
dimaksud disajikan berikut ini.
1.. Dilakukan oleh guru sendiri:
a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya;
b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);
c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran;
d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan
e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh.
2. Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain:
a. mengobservasi guru lain;
b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;
c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);
e. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan
yang dihadapi di Sekolah/Madrasah;
f. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan
g. merancang persiapan mengajar bersama guru lain.
3. Dilakukan oleh Sekolah/Madrasah :
a. training day untuk semua sumber daya manusia di Sekolah/Madrasah (bukan hanya
guru);
b. kunjungan ke Sekolah/Madrasah lain; dan
c. mengundang nara sumber dari Sekolah/Madrasah lain atau dari instansi lain.
Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian
berkelanjutan harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak
tersebut perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan.
2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak
merata, proses penyusunan program PKB harus dimulai dari Sekolah/Madrasah.
Sekolah/Madrasah wajib menyediakan kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti
program PKB minimal selama tujuh hari atau 40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari
tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/ atau
Sekolah/Madrasah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu, termasuk
penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB.
3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan
secara berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga
guru harus tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan
guru untuk mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan
dinilai di dalam kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya.
4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak
bisa ‘dikembangkan’ oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-
pihak yang mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari
guru tersebut (tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya,
pemahamannya tentang proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan
masukan/saran.
5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara
aktif sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan
materi, pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional --
yaitu ceramah yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka
secara aktif -- perlu dihindari.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-
praktik pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan
ketentuan tersebut mencakup antara lain:
1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang
berpengalaman dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru
pendamping).
2. Guru pendamping tersebut berasal dari Sekolah/Madrasah yang sama dengan guru
binaannya atau dipilih dari Sekolah/Madrasah lain yang berdekatan, apabila di
Sekolah/Madrasahnya tidak ada guru pendamping yang memenuhi kompetensi.
3. Setiap Sekolah/Madrasah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat
Sekolah/Madrasah, yaitu seorang guru yang berpengalaman. Sekolah/Madrasah yang
mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk membantu Koordinator
PKB, sedangkan Sekolah/Madrasah kecil dengan jumlah guru yang terbatas, terutama
Sekolah/Madrasah, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan Sekolah/Madrasah lain di
sekitarnya. Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan
PKB di beberapa Sekolah/Madrasah.
4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/ Bidang Pendidikan Kementerian Agama
menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB tingkat kabupaten/kota (misalnya
pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus Sekolah/Madrasah tertentu).
5. Sekolah/Madrasah, KKG/MGMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB dan
mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan
visi dan misi Sekolah/Madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
6. Sekolah/Madrasah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya
sebagai Guru Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat Sekolah/Madrasah maupun
dalam mengikuti kegiatan PKB tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa. PKB
perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi
dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan
secara profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada
peningkatan keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi
pengembangan karir guru. Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009,
terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu:
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.

a. Pengembangan Diri
Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif
guru yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru
akan mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya.
Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas
tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah, seperti tugas
sebagai kepala Sekolah/Madrasah, wakil kepala Sekolah/Madrasah, kepala laboratorium, dan
kepala perpustakaan.
Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional
masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat
fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan
untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau
mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar
Sekolah/Madrasah, dan bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan.
Beberapa contoh bentuk kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan
bersama untuk menyusun dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran,
penilaian, dan/atau media pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar,
koloqium, workshop, bimbingan teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun
peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri,
baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP,
program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3)
pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik;
(5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam
pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam
menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya
inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan
kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang
relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas,
dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di Sekolah/Madrasah secara
sistematik dan terarah sesuai kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat
fungsional harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan
yang disahkan oleh kepala Sekolah/Madrasah. Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang
berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan
yang disahkan oleh kepala Sekolah/Madrasah. Jika guru mendapat tugas tambahan sebagai
kepala Sekolah/Madrasah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut harus disahkan oleh
kepala dinas pendidikan dan atau bidang pendidikan kementerian agama
Kabupaten/Kota/Provinsi.
Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada
guru-guru yang lain, minimal di Sekolah/Madrasah masing-masing, sebagai bentuk kepedulian
dan wujud kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat
mempercepat proses peningkatan dan pengembangan Sekolah/Madrasah secara
menyeluruh. Guru bisa memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan
sesuai perannya sebagai pemrasaran/nara sumber.

b. Publikasi Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat
sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di
Sekolah/Madrasah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah
mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau
nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang
diselenggarakan pada tingkat Sekolah/Madrasah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi,
nasional, maupun internasional.
b. Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal.
Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang
pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam
bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau
minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di Sekolah/Madrasah masing-masing.
Dokumen karya ilmiah disahkan oleh kepala Sekolah/Madrasah dan disimpan di
perpustakaan Sekolah/Madrasah. Bagi guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala
Sekolah/Madrasah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan atau
bidang pendidikan kementerian agama setempat.
c. Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku
yang dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku
pelengkap, modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang
pendidikan, karya terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus
tersedia di perpustakaan Sekolah/Madrasah tempat guru bertugas. Keaslian buku
harus ditunjukkan dengan pernyataan keaslian dari kepala Sekolah/Madrasah atau
dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan tugas tambahan sebagai
kepala Sekolah/Madrasah.

c. Karya Inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan
baru sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di
Sekolah/Madrasah dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya
inovatif ini dapat berupa penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau
pengembangan karya seni, pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau
penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.
Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara
berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak
sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru
diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional
tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB.

2.4. Uji Kompetensi


Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji
kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil
kompetensi guru menurut level tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru
tersebut. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru
sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan.
Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang
kuat, sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian.
Dengan demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis
utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus
pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas,
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

2.4.1. Kompetensi Pedagogik


Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan
dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus
mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta
didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan
kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan
pendidikan masingmasing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan
aspek-aspek yang diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional dan intelektual.
b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan
kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2.4.2. Kompetensi Kepribadian


Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas
yang dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan
bangsa. Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas,
guru harus tetap te gar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah
proses yang direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai
pendidik harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap
baik dan berlaku dalam masyarakat.
Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi
perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin
yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian
peserta didik yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang
disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara
belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan
berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus
mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian
seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

2.4.3. Kompetensi Sosial


Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh
dan merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan
sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif.
Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan Sekolah/Madrasah dengan masyarakat akan
berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para
guru tidak akan mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama,
bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam
kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini.
a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.

2.4.4. Kompetensi Profesional


Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan
dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan
belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut
mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai
materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan
mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru,
mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi
yang disajikan.
Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai
sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak
pernah putus. Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan
menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat
mendorong pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan
fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran
menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil
mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya.
Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.
Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsip-
prinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan
sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar,
agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar. Kemampuan yang harus
dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik dapat diamati dari aspek-aspek
berikut ini.
a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang
pengembangan yang diampu.
c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi.
Melalui uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah
yang menjadi dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi
menjadi basis utama desain program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi pembelajaran setiap
guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level
tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan dari uji
kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat
dari standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan
menggunakan prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang
dikumpulkan harus mencukupi serta terkini dan asli.
b. Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang
relatif sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.
c. Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi
peserta uji serta kondisi tempat uji kompetensi.
d. Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus
diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok
mana dia berasal.
e. Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu
yang berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang
ditetapkan. Uji kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan
mengorbankan waktu dan biaya yang sedikit.
Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan
seperti berikut ini.
1. Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun
bersamaan dengan penilaian kinerja.
3. Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya.
4. Melalui tes kinerja atau performance test.
5. Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu,
khusus untuk ranah pengetahuan.
6. Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi

3. Penilaian Kinerja Guru


3.1. Latar Belakang dan Pengertian Penilaian Kinerja Guru
Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran
penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi
dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada
Tuhan YME, unggul dalam IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan
berkepribadian. Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh
guru. Karena itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional
menurut jabatan fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan
fungsional guru dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan
penilaian kinerja guru (PK Guru) yang menjamin terjadinya proses pembelajaran yang
berkualitas di semua jenjang pendidikan.
Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena
harkat dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi
pengakuan bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai
penghargaan atas prestasi kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua
satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Guru yang dimaksud tidak terbatas pada guru yang bekerja di satuan
pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga
mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama.
Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan
dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan
angka kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya. Jika semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka
cita‐cita pemerintah untuk menghasilkan ”insan yang cerdas komprehensif dan berdaya
saing tinggi” lebih cepat direalisasikan.
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian
dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan,
dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya
dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai
kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Penguasaan kompetensi dan
penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas
proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan
yang relevan bagi Sekolah/Madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan. Sistem
PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru
dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan
dalam unjuk kerjanya.
Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi.
Berdasarkan hasil uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
(1) guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang
belum memiliki standar kompetensi minimmal yang ditetapkan. Guru yang sudah mencapai
standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan untuk mengikuti PK Guru.
Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan, diharuskan
mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian
mengikuti uji kompetensi.
Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi
peluang mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran,
ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa),
(3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.
Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan
penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan
promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
INDIKATOR UTAMA
No. INDIKATOR
1.
Disiplin Guru (waktu,nilai,
kehadiran, ethos kerja)
DAMPAK
Z Efisiensi dan Efektivitas
No INDI KATOR pembeiajaran (Kapasitas
1. Hasil Belajar Siswa (Nilai Rapor, UN dan Hasil Tes transformasi iimu ke
Sta nda r La i n n ya )
siswa)
2, Kar ya P res tati f S iswa dalam be rbaga i k omp e tisi
Lokal, Nasional dan Internasional 3. Keteladanan Guru
3, Kesinambungan Prestasi Siswa di PT atau bekerja
melalui Penelusuran Alumni. (berbicara, bersikap dan berperilaku)

4. Rekognisi Pihak Eksternal terhadap kualitas Siswa 4. Motivasi Belajar Siswa

Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan


yang terkait dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
proses pendidikan dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing
tinggi. PK Guru merupakan acuan bagi Sekolah/Madrasah untuk menetapkan pengembangan
karir dan promosi guru. Bagi guru, PK Guru merupakan pedoman untuk mengetahui
unsur‐unsur kinerja yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas kinerjanya, khususnya pada empat
fokus utama, seperti disebutkan di atas.

3.2. Persyaratan Penilaian Kinerja Guru


Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis bagi
pendidik
1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur
komponenkomponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan,
dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah/mad rasa h.
2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika
proses yang lakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai
kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun.
3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif
mudah dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi
tanpa memerluka persyaratan

3.3. Prinsip Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru


Prinsip‐prinsip utama dalam pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut.
1. Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.
2. Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau,
Apa yang dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sehari‐hari, yaitu dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah meliputi:
a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja),
b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa),
c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan
d. motivasi belajar siswa.
3. Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami
semua dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami
pernyataan kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui
tentang aspek yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.
4. Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan
memperhatikan hal‐hal berikut.
a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari‐hari.
b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang
dinilai.
c. Dapat dipertanggungjawabkan.
d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara
berkelanjutan dan sekaligus pengembangan karir profesinya.
e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan,
untuk memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut.
f. Mudah tanpa mengabaikan prinsip‐prinsip lainnya.
g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.
h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni
bagaimana guru dapat mencapai hasil tersebut.
i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi
guru.
j. Boleh diketahui oleh pihak‐pihak terkait yang berkepentingan.

3.4. Aspek yang Dinilai dalam Penilaian Kinerja Guru


Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga
dimungkinkan memiliki tugas‐tugas lain yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah. Oleh
karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai
berikut.
1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata
pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran,
ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke
siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar
siswa.
2. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua,
yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak
mengurangi jam mengajar tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar
tatap muka meliputi: (1) menjadi kepala Sekolah/Madrasah per tahun; (2) menjadi wakil
kepala Sekolah/Madrasah per tahun; (3) menjadi ketua program keahlian/program studi
atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala perpustakaan; atau (5) menjadi kepala
laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak
mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas tambahan
minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru pembimbing program induksi,
dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas
penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya).
Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam
mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang
berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut.
Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai
perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.

3.5. Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru


PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian
formatif) dan akhir tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK
Guru formatif digunakan untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam
kurun waktu 6 (enam) minggu di awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan
hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru secara mandiri, Sekolah/Madrasah menyusun
rencana PKB. Bagi guru‐guru dengan PK Guru di bawah standar, maka program PKB diarahkan
untuk pencapaian standar kompetensi tersebut.
Sementara itu, bagi guru‐guru dengan PK Guru yang telah mencapai atau di atas
standar, program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk
menetapkan perolahan angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga
digunakan untuk menganalisis kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik
bagi guru yang nilainya masih di bawah standar, telah mencapai standar, atau melebihi
standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam)
minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru.
Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran
atau pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan
penilaian PK Guru di tingkat Sekolah/Madrasah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan
sebagaimana berikut.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal‐hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru
yang akan dinilai, yaitu:
a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi
PK Guru dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru;
b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indikator
kinerja;
c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan
dilakukan, termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta
mengumpulkan dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan
d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai
sekaligus menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya.
2. Tahap Pelaksanaan
Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai
untuk setiap kompetensi, yaitu:
a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum
dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada
pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang
berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi,
wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian
kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah
dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk
proses pencatatan ini.
b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib
mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran
atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang sesuai untuk masing‐masing penilaian kinerja. Untuk
menilai guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai
menggunakan instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan.
Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap
muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan
dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di
luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat
semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau
lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat
dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten
tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau
pembimbingan.
Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
Sekolah/Madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua bukti
yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada masing‐masing kriteria penilaian.
Bukti‐bukti ini dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku
kepentingan pendidikan (guru, komite Sekolah/Madrasah, peserta didik, dunia usaha dan dunia
industri mitra).
c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
Sekolah/Madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih
diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi
per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan
dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk
penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja
sebagai deskripsi penilaian kinerja.

3. Tahap Penilaian
a. Pelaksanaan penilaian
Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1,
2, 3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0, 1,
atau 2 pada masing‐masing indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini harus
didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti‐bukti berupa
dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk setiap
kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1) Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk masing‐masing indikator setiap kompetensi.
Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil
pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per
kompetensi dengan indikator kinerja masing‐masing kompetensi
2) Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja
guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah / Madrasah, nilai untuk setiap
kompetensi direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi
penilaian kinerja yang telah ditetapkan untuk
mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala
nilai sesuai Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009.
3) Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka
kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit
Persentase Angka kredit
Nilai Hasil PK Guru Sebutan

91 – 100 Amat baik 125%


76 – 90 Baik 100%
61 – 75 Cukup 75%
51 – 60 Sedang 50%
≤ 50 Kurang 25%

4) Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang


dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap
kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru,
sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya.
5) Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka
keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut. Format
ini juga ditandatangani oleh kepala Sekolah/Madrasah.
6) Khusus bagi guru yang mengajar di dua Sekolah/Madrasah atau lebih (guru
multi Sekolah/Madrasah), maka penilaian dilakukan di Sekolah/Madrasah induk. Meskipun
demikian, penilai dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data
dan informasi dari Sekolah/Madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing.
b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian
Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan
keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala
Sekolah/Madrasah dan/atau Dinas Pendidikan, Bidang Pendidikan Kementerian Agama yang
selanjutnya akan menunjuk seseorang yang tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam
hal ini moderator dapat mengulang pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang
tidak disepakati atau mengulang penilaian kinerja secara menyeluruh. Pengajuan usul
penilaian ulang harus dicatat dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari
moderator digunakan sebagai hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu
kali dan moderator hanya bekerja untuk kasus penilaian tersebut.

4. Tahap Pelaporan
Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK
Guru kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut. Hasil PK
Guru formatif dilaporkan kepada kepala Sekolah/Madrasah/koordinator PKB sebagai masukan
untuk merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim
penilai tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan
kewenangannya. Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat
kabupaten/kota, provinsi, atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit
(PAK) tahunan yang selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan
fungsional guru. Laporan mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format;
(ii) rekap hasil PK Guru sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya.
Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah dan
mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen,
yaitu: (i) instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah. Hasil PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan dengan hasil PK Guru
pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam
aturan yang berlaku.
3.6. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit
Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Hasil konversi ini selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan
persentase perolehan angka kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum
melakukan pengkonversian hasil PK Guru ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi
terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini dilaksanakan dengan menggunakan berbagai
dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam Format Rekap Hasil PK Guru, catatan
hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan sebagainya yang ditulis dalam Format
Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen pendukungnya) yang disampaikan
oleh Sekolah/Madrasah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika diperlukan dan
dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke
Sekolah/Madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat.
Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit
kenaikan jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan
angka kredit dapat dilakukan di tingkat Sekolah/Madrasah, tetapi hanya untuk keperluan
estimasi perolehan angka kredit guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK
Guru yang dilaksanakan di Sekolah/Madrasah, selanjutnya dicatat dalam format penghitungan
angka kredit yang ditanda‐tangani oleh penilai, guru yang dinilai dan diketahui oleh kepala
Sekolah/Madrasah. Bersama‐sama dengan angka angka kredit dari unsur utama lainnya
(pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil perhitungan
PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat akan
direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka
kredit kenaikan jabatan fungsional guru.
1. Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah.
Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Berdasarkan
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk
pembelajaran atau pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan
menggunakan rumus tertentu. Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan
jabatan fungsionalnya setingkat lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit
kumulatif minimal sebagai berikut.
Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru
Persyaratan Angka Kredit kenaikan
pangkat dan jabatan
Pangkat
Jabatan Guru
dan Golongan Ruang Kumulatif Kebutuhan
minimal Per jenjang

Penata Muda, III/a 100 50


Guru Pertama Penata Muda Tingkat I, III/b 150 50
Penata, III/c 200 100
Guru Muda Penata Tingkat I, III/d 300 100
Pembina, IV/a 400 150
Guru Madya Pembina Tingkat I, IV/b 550 150
Pembinaan Utama Muda, IV/c 700 150
Pembina Utama Madya, IV/d 850 200
Guru Utama Pembina Utama, IV/e 1.050
Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka
kredit minimal yang dimiliki untuk masing-masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2)
Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang
dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi.
2. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
Sekolah/Madrasah yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru.
Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah (Kepala Sekolah/Madrasah, Wakil Kepala Sekolah/Madrasah,
Kepala Laboratorium, Kepala Perpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar
tatap muka diperhitungkan berdasarkan prosentase nilai PK Guru
pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK Guru pelaksanaan tugas tambahan
tersebut.
a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru dengan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke
skala 0 ‐ 100.
b. Masing‐masing hasil konversi nilai kinerja guru untuk unsur pembelajaran /
pembimbingan dan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah,
kemudian dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%),
Sedang (50%), atau Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB
No. 16 Tahun 2009.
c. Angka kredit per tahun masing‐masing unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung
menggunakan rumus tertentu.
d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi Sekolah/Madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk
memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut:
1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala Sekolah/Madrasah total angka kreditnya
= 25% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan
sebagai kepala Sekolah/Madrasah.
2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala Sekolah/Madrasah total angka
kreditnya = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit
Tugas Tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
3) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sebagai
kepala perpustakaan / laboratorium / bengkel atau ketua rogram keahlian; total
angka kredit = 50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka
Kredit Tugas Tambahan sebagai Pustakawan/Laboran.
3. Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru
Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi
jam mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru
pada periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua
tugas per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut.
a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum,
pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh =
Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama
setahun x banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun.
b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas‐tugas sementara (misalnya
menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan
sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru
selama setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas
temporer yang diberikan selama setahun.
3.6. Penilai PK Guru
1. Kriteria Penilai
Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah/Madrasah. Apabila Kepala
Sekolah/Madrasah tidak dapat melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai
terlalu banyak), maka Kepala Sekolah/Madrasah dapat menunjuk Guru Pembina atau
Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian kinerja Kepala Sekolah/Madrasah dilakukan
oleh Pengawas Sekolah/Madrasah. Penilai harus memiliki kriteria sebagai berikut.
a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala
Sekolah/Madrasah yang dinilai.
b. Memiliki Sertifikat Pendidik.
c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala
Sekolah/Madrasah yang akan dinilai.
d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran.
e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka.
f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja
Guru/Kepala Sekolah/Madrasah.
Dalam hal Kepala Sekolah/Madrasah, Pengawas Sekolah/Madrasah, Guru Pembina,
dan Koordinator PKB memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang
akan dinilai maka penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah/Madrasah dan/atau Guru
Pembina/Koordinator PKB dari Sekolah/Madrasah lain atau oleh Pengawas Sekolah/Madrasah
dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki sertifikat pendidik dan memahami PK Guru.
2. Masa Kerja
Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah/Madrasah atau
Dinas Pendidikan paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh
Kepala Sekolah/Madrasah atau Dinas Pendidikan dengan memperhatikan prinsip‐prinsip
penilaian yang berlaku. Untuk Sekolah/Madrasah yang berada di daerah khusus, penilaian
kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah/Madrasah dan/atau Guru Pembina setempat.
Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai adalah 5 sampai dengan 10 guru per
tahun.

3.6. Sanksi
Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti melanggar
prinsip‐prinsip pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK)
diperoleh dengan cara melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Diberhentikan sebagai guru atau kepala Sekolah/Madrasah dan/atau pengawas
Sekolah/Madrasah.
2. Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan
semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK
Guru.
3. Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan
semua penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan
mempergunakan PAK yang dihasilkan dari PK Guru.
3.7. Tugas dan Tanggung Jawab
Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan
PK Guru. Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi
daerah serta mengutamakan prinsip‐prinsip efisiensi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Keterkaitan tugas dan tanggung jawab pihak‐pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK
Guru, mulai dari tingkat pusat sampai dengan Sekolah/Madrasah. Konsekuensi dari adanya
keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak‐ pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru
melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab masing‐masing pihak dirinci berikut ini.
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama
a. Menyusun dan mengembangkan rambu‐rambu pengembangan kegiatan PK Guru.
b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru.
c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru.
d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat.
e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru.
f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional.
g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas
Pendidikan, Kantor Kementerian Agama dan Sekolah/Madrasah sebagai umpan balik
untuk ditindak lanjuti.
h. Mengkoordinasi dan mensosialisasikan kebijakan‐kebijakan terkait PK Guru.

2. Dinas Pendidikan Provinsi dan Kantor Wilayah Kementerian Agama


a. Menghimpun data profil guru dan Sekolah/Madrasah yang ada di daerahnya berdasarkan
hasil PK Guru di Sekolah/Madrasah.
b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan
provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Bidang Pendidikan
Kantor Wilayah Kementerian Agama.
d. Melaksanakan pendampingan kegiatan PK Guru di Sekolah/Madrasah yang ada di
bawah kewenangannya.
f. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah
kewenangannya.
g. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di Sekolah/Madrasah yang ada
di bawah kewenangannya.
h. Dinas Pendidikan Provinsi bersama‐sama dengan LPMP membuat laporan hasil
pemantauan dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada
Sekolah/Madrasah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dan atau Kantor Kementerian
Agama Kabupaten/Kota yang menangani bidang Pendidikan.

3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau Kantor Kementerian Agama


Kabupaten//Kota
a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan Sekolah/Madrasah yang ada di
wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di Sekolah/Madrasah.
b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota.
c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di Sekolah/Madrasah yang ada di
wilayahnya.
d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di Sekolah/Madrasah
yang ada di wilayahnya.
e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah
kewenangannya dalam bentuk Keputusan.
f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan
Sekolah/Madrasah.
g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK
Guru di Sekolah/Madrasah‐Sekolah yang ada di daerahnya.
h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan
yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya.
i. Membuat laporan hasil pemantauan dan evaluasi kegiatan PK Guru di Sekolah/Madrasah
yang ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada Sekolah/Madrasah, dan/atau ke
Dinas Pendidikan Provinsi/Bidang Pendidikan Kantor Wilayah masing‐masing.

4. Satuan Pendidikan
a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru
b. Menyusun program kegiatan sesuai dengan Rambu‐Rambu Penyelenggaraan PK Guru dan
prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru.
c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota dan atau
ke Bidang Pendidikan Kementerian Agama Kabupaten//Kota.
d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien,
obyektif, adil, akuntabel, dsb.
f. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas.
g. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan atau ke Bidang
Pendidikan Kementerian Agama Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan dalam
pelaksanaan PK Guru.
h. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan
pelaksanaan program.
i. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya.
j. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan atau ke Bidang Pendidikan Kementerian Agama Kabupaten/Kota,
dan Pengawas Sekolah/Madrasah.
k. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan
angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan
fungsional guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit,
terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada
kegiatan verifikasi jika diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi
Sekolah/Madrasah. Sekolah/Madrasah juga menyampaikan laporan tersebut kepada
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke Bidang Pendidikan Kementerian Agama
Kabupaten/Kota..
l. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh
hasil PK Guru di bawah standar yang ditetapkan.

4. Pengembangan Karir Guru


4.1. Ranah Pengembangan Karir Guru
Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur
pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas
tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang
memenuhi standar mutu dan norma etik tertentu.
Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV
dan bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang
memenuhi kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara
efektif dan efisien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan
dan pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV,
seperti disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi
guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi
program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat
pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP
Nomor 74 Tahun 2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan
melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan
dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki
sertifikat pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan
kompetensi dan/atau keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah
atas hasil penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah,
publikasi buku teks pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan,
publikasi buku pedoman guru, publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus
dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau penghargaan atas prestasi atau dedikasi
sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada
Gambar 4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.

Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan
(3) promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang
jabatan fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut
diharapkan dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya.
Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan
kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di
luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan
upaya memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru.
Kegiatan ini menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara
berkelanjutan.

4.2. Ranah Pengembangan Karir Guru


Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah,
pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara
pribadi. Secara umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan
meningkatkan kompetensi guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan
pembelajaran, yang berdampak pada peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah,
yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
a. Penugasan Guru
Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru
bimbingan dan konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru
melakukan kegiatan pokok yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan
melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan
beban kerja guru.
Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu
Sekolah/Madrasah sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas
Sekolah/Madrasah. Baik bertugas pada satu Sekolah/Madrasah atau lebih, guru dituntut
melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur dengan beban kerja tertentu, yaitu:
a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan
pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan
ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan
pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.
c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang
setara, yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima
puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika
paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja
dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus,
berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif,
maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru
tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran
1) Kepala Sekolah/Madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja
paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi
pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala Sekolah/Madrasah
melaporkan kepada bidang pendidikan Kementerian Agama
Provinsi/Kabupaten/Kota.
2) Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru
yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per
minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya.
3) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar
paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada
dalam lingkungan kewenangannya.
4) Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling
sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam
lingkungan kewenangannya.
5) Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi
terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur
penugasan guru pada Sekolah/Madrasah lain, baik negeri maupun swasta.
6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai
kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban
mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan
menugaskan guru pada Sekolah/Madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat
memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu.
7) Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri
Pendidikan Nasional atau Menteri Agama.
Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari
150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian
pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib
mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala
Sekolah/Madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk
mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
c. Guru dengan Tugas Tambahan
1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat
puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan
dan konseling atau konselor.
3) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar
paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing
80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari
guru bimbingan dan konseling atau konselor.
4) Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
5) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib
mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
6) Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit
produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.
7) Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,
atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan
pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24
(dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
8) Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan
tugas sebagai pendidik, dengan ketentuanberpengalaman sebagai guru
sekurang-kurangnya delapan tahun atau kepala Sekolah/Madrasah sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas
pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan.
Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis.
Di dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh
pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud
dapat dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama
delapan tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali
sebagai guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak
guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan
profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan
ditempatkan pada jabatan struktural.

b. Promosi Guru
Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi
dimaksud dapat berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala,
kepala, pengawas Sekolah/Madrasah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari
atas pertimbangan prestasi dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru. Peraturan
Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.

c. Kenaikan Pangkat
Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun
2009 telah menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai
dengan yang tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Penjelasan tentang jenjang jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang
tertinggi beserta jenjang kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat
dan jabatan tersebut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir
merupakan gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan
Permenneg PAN dan BR Nomor 16 Tahun 2009. Tugas-tugas guru yang dapat dinilai
dengan angka kredit untuk keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru
mencakup unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai
sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b)
pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan
fungsi Sekolah/Madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB).

1. Pendidikan
Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan
pangkat guru terdiri atas:
a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah.
Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan
sesuai dengan bidang tugas guru, yaitu:
1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV;
2) 150 untuk Ijazah S-2; atau
3) 200 untuk Ijazah S-3.
Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan
sertifikat pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah
sebesar selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama
dengan angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar
penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau
ketua Sekolah/Madrasah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang
bersangkutan.
b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi.
Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti
fisik keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat
tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala
Sekolah/Madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang
dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala
Sekolah/Madrasah yang bersangkutan.

2. Pengembangan Profesi Guru


Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian
berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama
dengan pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat
Pembina Utama golongan ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutan, yaitu pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau
pengembangan karya inovatif.
Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan
diri (diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau
gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan
pedoman guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau
menciptakan karya seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti
pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnya).
Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat
dari subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing
pangkat/golongan adalah sebagai berikut:
a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga)
angka kred it.
b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga)
angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat)
angka kredit.
c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga)
angka kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam)
angka kredit.
d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat)
angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan)
angka kredit. Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu)
laporan hasil penelitian dari subunsur publikasi ilmiah.
e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat)
angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas)
angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu)
laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat)
angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas)
angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu)
laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima)
angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat
belas) angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur
publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang
dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber
ISBN.
h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima)
angka kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh)
angka kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur
publikasi ilmiah mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang
dimuat di jurnal yang ber ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang
ber ISBN.
i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan
IV/d, selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan
presentasi ilmiah.

3. Unsur Penunjang
Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang
tugas guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini.
a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.
Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya
diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut.
1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5;
2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan
3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15.
Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh
pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua Sekolah/Madrasah tinggi atau direktur
politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin
belajar/surat tugas belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat
yang menangani kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan
Kementerian Agama, surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut
berasal dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II.
b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru
Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai
dengan kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya:
1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang
sejenisnya
2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat
nasional.
3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi
4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya
5) Menjadi tim penilai angka kredit
6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya.
c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa
Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah
atau negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai
seorang guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan.
Tanda jasa dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan
kepada guru berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan
lain yang diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa,
bangsa, dan negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut
dicapai karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang
relatif lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat
nasional, diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat.

5. Perlindungan dan Penghargaan terhadap Guru


5.1. Latar Belakang dan Pengertian
Jumlah guru yang banyak dengan sebaran yang sangat luas merupakan potensi bagi
mereka untuk mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia secara nyaris tanpa batas akses
geografis, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, kondisi ini yang
menyebakan sebagian guru terbelenggu dengan fenomena sosial, kultural, psikologis,
ekonomis, kepegawaian, dan lain-lain.
Fenomena ini bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap guru
belum begitu baik, serta perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
kesejahteraan, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi mereka belum optimum.
Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif
terhadap sebagian guru telah berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini
membangkitkan kesadaran untuk terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau
harkat dan martabat yang jelas dan mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya
Undang-Undang (UU) Nomomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan langkah
maju untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum
bagi mereka. Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti
dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjabaran pelaksanaan
perlindungan hukum bagi guru itu pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38
Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru
meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja, dan
perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi
perlindungan guru mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi
guru tersebut di atas kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan
diundangkannya UU No. 14 tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru
meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja. Termasuk juga di dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan
Intelektual atau HaKI.
Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas beberapa dimensi perlindungan
sebagaimana dimaksudkan di atas, sampai sekarang belum ada rumusan komprehensif
mengenai standar operasi dan prosedurnya. Atas dasar itu, perlu dirumuskan standar yang
memungkinkan terwujudnya perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau
HaKI bagi guru.
Perlindungan bagi guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum,
perlindungan profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan
HaKI yang diberikan kepada guru, baik berstatus sebagai PNS maupun bukan PNS.
Perlindungan hukum adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau
pihak lain. Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan yang mencakup
perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan,
pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas.
Adapun Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada guru mencakup
perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain. Perlindungan HaKI
adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru
dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundangundangan. Perjanjian kerja
adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara penyelenggara dan/atau
satuan pendidikan dengan guru. Kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang
dibuat dan disepakati bersama secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan
pendidikan, guru, dan Dinas Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah
administratif tempat guru bertugas. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan
secara cuma-cuma dalam bentuk konsultasi hukum oleh LKHB mitra, asosiasi atau
organisasi profesi guru, dan pihak lain kepada guru.
Sementara itu Advokasi adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka
pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI bagi guru. Advokasi umumnya dilakukan melalui
kolaborasi beberapa lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat
kebersamaan untuk mencapai suatu tujuan. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa
guru berdasarkan perundingan yang melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi
profesi guru, dan pihak lain sebagai mediator dan diterima oleh para pihak yang bersengketa
untuk membantu mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang
bersengketa. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama
perundingan.
5.2. Perlindungan Atas Hak-hak Guru
Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM), bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hukum. Sesuai dengan politik hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam
semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh
pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat,
kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan.
Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara
koderati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-
hak manusia, termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum
untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang
ditetapkan oleh PBB serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah
diterima oleh Indonesia. Di samping hak asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar
manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap perundang-undangan, (2) ikut serta dalam
upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak asasi manusia, moral, etika dan tata
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan
reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi manusia dimasukkan dalam
UUD 1945.
Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan
perlindungan kepada guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini.
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian
pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
seperti disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa
perlindungan hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan
upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
1. Perlindungan hukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-
mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab. Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat
tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain,
berupa:
a. tindak kekerasan,
b. ancaman, baik fisik maupun psikologis
c. perlakuan diskriminatif,
d. intimidasi, dan
e. perlakuan tidak adil
2. Perlindungan profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja
(PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang
tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap
profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan
tugas. Secara rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan
bakatnya.
b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional
dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
e. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik
pembayaran imbalan yang tidak wajar.
f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
g. Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
 mengungkapkan ekspresi,
 mengembangkan kreatifitas, dan
 melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan
dan pembelajaran.
h. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan,
dan rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:
 substansi,
 prosedur,
 instrumen penilaian, dan
 keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:
 penetapan taraf penguasaan kompetensi,
 standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan
 menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:
 mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik,
 memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan
 bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi:
 akses terhadap sumber informasi kebijakan,
 partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
formal, dan
 memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi
atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap
resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait
dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam
bertugas, yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus
mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah
daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari
peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat
luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap:
 resiko gangguan keamanan kerja,
 resiko kecelakaan kerja,
 resiko kebakaran pada waktu kerja,
 resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat:
 kecelakaan kerja,
 kebakaran pada waktu kerja,
 bencana alam,
 kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain.
f. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:
 bahaya yang potensial,
 kecelakaan akibat bahan kerja,
 keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,
 frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,
 resiko atas alat kerja yang dipakai, dan
 resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan,
antara lain Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta.
HaKI terdiri dari dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan
Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:
a. hak cipta atas penulisan buku,
b. hak cipta atas makalah,
c. hak cipta atas karangan ilmiah,
d. hak cipta atas hasil penelitian,
e. hak cipta atas hasil penciptaan,
f. hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan;
g. hak paten atas hasil karya teknologi
5.3. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
1. Konsultasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-
pihak yang kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum,
atau pihakpihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru
tersebut.
Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu
yang disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang
memberikan pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan
kliennya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh
kliennya. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para
pihak meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan
bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa
tersebut.
Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH,
penegak hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan
masalah pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan
hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru
ketika berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan
sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian
sengketa atau perselisihan.

2. Mediasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak
lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
pihak-pihak lain yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya.
Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan
tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui bantuan “seorang atau lebih
penasehat ahli” maupun melalui seorang mediator. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau
perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk
dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan
dalam waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan
mediator yang ditujuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa
yang ditunjuk oleh para pihak.

3. Negosiasi dan Perdamaian


Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak
lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan
pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada
guru atau kelompok guru. Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999,
pada dasarya para pihak, dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak
untuk menyelesaikan sendiri sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai
penyelesaian tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak.
Negosiasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864
KUH Perdata, dimana perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah
pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus
dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.
Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi
dan perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari,
dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh
dan di antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi
merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar
pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun
setelah sidang peradilan dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar
pengadilan.

4. Konsiliasi dan perdamaian


Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak
lain, seperti munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan
pendidikan, penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau
perdamaian. Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas,
konsiliasi pun tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999.
Konsiliasi atau perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan.
Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang
berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat
dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

5. Advokasi Litigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain,
misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan
advokasi litigasi. Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan
pekerjaan pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan
pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian
melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah,
advokasi litigasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan
dengan ilmu dan praktik hukum semata.
Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin
pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata
advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau
pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris,
maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan,
memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa
diartikan melakukan ‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis.

6. Advokasi Nonlitigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain,
misalnya ketika terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
pelbagai pihak yang dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan
advokasi nonlitigasi. Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian
sengketa nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan
cara mengenyampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara
penyelesaian sengketa melalui peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi
maupun teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang
terlampau padat (overloaded), lamban dan buang waktu (waste of time), biaya mahal
(very expensive) dan kurang tanggap (unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau
dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1)
angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, disebutkan bahwa masyarakat
dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif
tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli.
5.4. Asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum, Profesi, K3 dan HaKI bagi Guru
Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan
perlindungan HaKI bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai berikut:
1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau
lembaga mitra, atau keduanya.
3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi
peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta
sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan
menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli.
5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi
oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah
untuk mufakat.
6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang
dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan.
7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan
pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.

5.5. Penghargaan dan Kesejahteraan


Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
penghargaan dan kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi,
berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus. Penghargaan
kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam jenisnya,
seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk
penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten
wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang
gugur di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran
di daerah khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan
tinggi dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji
maupun penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji
adalah hak yang diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Di luar gaji pokok, guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji.
Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan
pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan
berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak
yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan
martabat guru sebagai pendidik profesional.
Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU
No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya,
memiliki hak atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan
dimaksud mencakup tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi
tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis
penghargaan dan kesejahteraan guru disajikan berikut ini.

1. Penghargaan Guru Berprestasi


Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan
yang ketat secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau
kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan
antara lain untuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang
diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja
tersebut akan terlihat dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang
berkualitas, produktif, dan kompetitif.
Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru,
terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas, Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 mengamanatkan bahwa "Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan". Secara historis pemilihan guru
berprestasi adalah pengembangan dari pemberian predikat keteladanan kepada guru melalui
pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun 1972 hingga tahun 1997. Selama kurun
1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan hanya sampai tingkat provinsi. Setelah
dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukanmasukan dari berbagai kalangan, baik
guru maupun pengelola pendidikan tingkat ka bu pate n/kota/provi nsi, maka pemilihan
guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya menjadi pemilihan guru berprestasi.
Frasa “guru berprestasi” bermakna “prestasi dan keteladanan” guru. Sebutan guru
berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang
menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam
pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan;
penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra
daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga
merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi
di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002.
Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum
pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang
TK/RA, SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA, atau yang sederajat.
Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan secara ketat,
yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan
penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis
teknik penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat
nasional.

2. Penghargaan bagi Guru Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil


Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada
mereka dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun
pada peringatan lainnya. Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan
martabat guru atas dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik
bangsa dihormati dan dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Kedua, memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi,
pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui
pelaksanaan kompetensinya secara profesional sesuai kualifikasi masing-masing. Ketiga,
meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan pekerjaan /
jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil atau
terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan
negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang berada
dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin.
Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil
bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara
selektif dan kompetitif diberikan kepada dua orang guru Daerah Khusus dari seluruh
provinsi di Indonesia. Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian
Agama diminta dan diharuskan menyeleksi dan mengirimkan dua orang guru daerah khusus,
terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang berdedikasi tinggi untuk diberi
penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri sipil (Guru PNS) maupun
guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru berdedikasi yang bertugas di
Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan khusus. Kriteria umum
dimaksud antara lain beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia dan taat
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki moralitas,kepribadian
dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman sejawat dan masyarakat
sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya.

Kriteria khusus bagi guru Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan antara
lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi luar
biasa,pengabdian, kecakapan,kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai
komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala
keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya
selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus.
Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang sejenis
di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam
masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah
sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalah-
masala tersebut. Ketujuh, menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan
serta integritas kepribadiannya dalam mengamalkan keahliannya dalam masyarakat.
Kedelapan, menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada
masyarakat dan menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat.

3. Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan


Sejalan dengan disahkannya Undang—Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan
prestasi dan dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan
pendidikan atas dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun
menciptakan karya yang luar biasa. Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan
Satyalancana Pendidikan, meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan
umum antara lain warga negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta
mempunyai nilai dalam DP3 amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya
bernilai baik untuk unsur lainnya. Persyaratan khusus meliputi, pertama, diutamakan yang
bertugas/pernah bertugas di tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya
selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputus-putus. Kedua,
diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di daerah perbatasan, konflik, dan bencana
sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga,
diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus
menerus dan bagi kepala Sekolah/Madrasah sekurangkurangnya bertugas 2 tahun.
Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam melaksanakan tugas sekurang-
kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima, berperan aktif dalam kegiatan
organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai sektor.
Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat
menurut peraturan perundang-undangan.

4. Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran


Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat
memotivasi guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam
kemampuan perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses
bimbingan kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam
mendokumentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar.
Lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa
tahapan. Pertama, sosialisasi melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran
poster dan leaflet. Kedua, penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi
administrasi maupun seleksi terhadap materi yang ditulis.
Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki
keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai
berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya
tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau
sejenisnya tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan
guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba
keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian
penghargaan pemenang lomba tingkat nasional.
Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru
dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang
secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi
model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi.

5. Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade


Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada
tataran nasional, regional, maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi
yang termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan
utama peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (ONS
Guru) merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran
matapelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN. Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk
Guru merupakan wahana bagi guru menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan
meningkatkan kompetensi profesional atau akademik untuk memotivasi peningkatan
kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah
(1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di kalangan guru; (2) meningkatkan
wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi, profesionalisme, dan kerja keras
untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan mengembangkan kesadaran ilmiah
untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi masa kini dan yang akan datang; (4)
mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang terhormat, mulia, bermartabat, dan
terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan
pembelajaran secara lebih merata.
Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat
kabupaten/kota, tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan
diberikan kepada peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan
pembelajaran dan kegiatan pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat
kabupaten/kota dan tingkat provinsi pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah
Daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional
diberi hadiah dan penghargaan dari kementerian pendidikan.

7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi


Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing
peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering
dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru
tidak hanya memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian
yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun
masyarakat. Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan
sumber daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru
semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
dalam menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus
menerus ditingkatkan.
Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan
dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak
lanjut dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan
dan pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai
dengan kemajuan ipteks. Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia,
dalam hal ini dengan The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program
yang telah dilaksanakan sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan
penghargaan kepada guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang
penyelenggaraan pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan
pembanding dan diimplementasikan di tempat tugas mereka.Kontinuitas pelaksanaan
program kerjasama ini sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru
untuk meningkatkan pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

8. Penghargaan Lainnya
Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan
antarnegara, khususnya bagi mereka yang berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan,
baik di kawasan Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya. Melalui kerjasama ini,
guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat
bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan
sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara Asean, Jepang,
Australia, dan lain-lain. Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah
Konstitusi tingkat nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan
jenjang. Penerima penghargaan ini adalah guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang
mulai dari tingkat Sekolah/Madrasah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional.

5.6. Tunjangan Guru


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan
bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan
maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi
dan pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan
hak yang diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas
keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan
martabat guru sebagai pendidik profesional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan
tonggak sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul
lahirnya UU ini, pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji
pokok, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus.

1. Tunjangan Profesi
Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik
tertentu dan empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau
akademik. Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada
mereka. Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat
keprofesionalan guru.
Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi
kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang menamanatkan bahwa "Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru
yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat”.
Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru
untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan
tugas di Sekolah/Madrasah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan
penilai peserta didiknya. Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok
guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah
bersertifikat akan menerima tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu
membuktikan kinerjanya yaitu dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan
persyaratan lainnya.
Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60
tahun. Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap
berhak mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk
Sekolah/Madrasah swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak
berhak lagi atas tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi
pendidik, mereka hanya berhak atas “satu” tunjangan profesi.
Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik
dan syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan
PNS pun akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik,
masa kerja, serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan
profesi akan dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan
kepangkatannya melalui impassing.Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

2. Tunjangan Fungsional
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17
ayat (1) mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan
fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan
fungsional diberikan kepada guru yang bertugas di Sekolah/Madrasah yang
diselenggarakan oleh masyarakat. Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan
subsidi tunjangan fungsional ini dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3).
Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya
sesuai dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. N amun saat ini baru diberikan
tunjangan tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya.
Khusus mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan
tersendiri, berikut persyaratannya.
3. Tunjangan Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan
Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan
Kehormatan Profesor merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan
peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Pasal 18, disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dan ditugaskan di di daerah khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara
dengan satu kali gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah
Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan
Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit
dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,
pesisir, dan pulau-pulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang
sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak
memiliki sumberdaya alam.
b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai
tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak
dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan
yang mengakibatkan daerah belum berkembang.
c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak
pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas
wilayah negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan
pulau kecil terluar dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu
kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan
garis pangkal laut kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional.
d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena
bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap
layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan
terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan
guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang
sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang
memerlukan penanggulangan dengan segera.
Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Penetapan Daerah Khusus ini rumit
dan tentatif adanya. Sebagai “katup pengaman” sejak tahun 2007, pemerintah
memberikan bantuan kesejateraan untuk guru yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah
Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp
1.350.000 per bulan. Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini
adalah selain meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati
sangat sulit, juga memotivasi guru untuk tetap mengajar di Sekolah/Madrasah tersebut. Pada
sisi lain, pemberian tunjangan ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar
di Daerah Khusus ini. Belum terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga
semakin mudah dilakukan dengan insentif tunjangan khusus ini.

4. Maslahat Tambahan
Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka
implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah
pemberian maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan
merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari
pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2),
dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi
guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk : (1) memberikan penghargaan
terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2) memberikan
penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam dunia
pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik dan
bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian, pemberian
maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (i) mengangkat citra, harkat, dan martabat
profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi
guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap profesi
guru hingga akhir masa bhakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.

6. Etika Profesi
6.1. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa
Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh
masyarakat sebagai “profesi kelas dua”. Idealnya, pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah
“panggilan jiwa” untuk memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik,
mengajar, membimbing, dan melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar
serta pemberian bimbingan dan pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-
masing. Dalam kenyataannya, menjadi guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan
jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat keterampilan dan kemampuan khusus.
Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills
(1966) mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan
intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk
menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang
lain, dengan memperoleh upah atau gaji dalam jumlah tertentu.
Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-
nilai profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru
profesional memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus,
memotivasi-diri, mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri,
mengembangkan-diri, berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional
adalah pembelajar sejati dan menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010)
secara akademik guru profesional bercirikan seperti berikut ini.
1. Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu.
2. Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru dan kelompok lain yang “seprofesi”
dengan mereka melalui kontrak dan aliansi sosial.
3. Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja
dan tata santun berhubunngan dengan atasannya.
4. Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar
melibatkan diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan
diri.
5. Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan.
6. Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan
dirinya.
7. Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur
dirinya.
8. Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-
diri.
9. Memiliki empati yang kuat.
10. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas Sekolah/Madrasah,
dan masyarakat.
11. Men unjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja.
12. Men unjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung.
13. Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial
dengan berbagai ragam perspektif.
Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat
elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi
dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari
kehidupannya. Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat
atau karakteristikkarakteristik profesi seperti berikut ini.
a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud
adalah jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan
khusus yang berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
b. Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan
penguasaan bidang keilmuan tertentu. Siapa saja bisa menjadi “guru”, akan tetapi guru
yang sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan
metodologi pembelajaran.
c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau
klien. Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori
yang jelas dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di
bidang itu, dan makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya,
berbeda pengetahuan teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis.
Seorang guru besar idealnya berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan
dengan dosen atau tenaga akademik biasa.
d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru
harus mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat
dipahami oleh peserta didik.
e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization.
Istilah mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan
yang dia lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti
menafikan bantuan atau mereduksi semangat kolegialitas.
f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan
layanan kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di
lingkungan Sekolah/Madrasah, bahkan di luar Sekolah/Madrasah. Di dunia kedokteran,
seorang dokter harus siap memberikan bantuan, baik dalam keadaan normal, emergensi,
maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat sekalipun.
g. Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam
bekerja.
h. Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Manakala terjadi “malpraktik”, seorang
guru harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya.
Ketika bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya.
Replika tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam
melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.
i. Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di
dunia kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan
harus dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.
j. Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang
berbeda dengan simbol-simbol untuk profesi lain.

6.2. Definisi Etika Profesi


Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya
tidak terlepas dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode
Etik Gutu itu sendiri, Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain.
Oleh karena itu, beberapa frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan.
1. Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan
profesionalitas anggotanya.
2. Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya
dalam menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan
pengembangan profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional.
3. Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
4. Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi
guru yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat,
pertimbangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi
guru.
5. Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang
baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-
tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar
Sekolah/Madrasah.
6. Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk
menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan
menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di
Sekolah/Madrasah, serta menjalani kehidupan di masyarakat.

6.3. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi


Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau
asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Konsekuensi logis dari amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru
wajib:
1. Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
2. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau
Janji Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
3. Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan
disiplin yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
4. Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif.
5. Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana
dia terdaftar sebagai anggota.
6. Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai
anggota.
7. Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar
sebagai anggota.
8. Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia
terdaftar sebagai anggota.
9. Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih
organisasi atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan
perundangundangan.

6.4. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi


Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang
terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus
menjunjung tinggi etika profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa,
dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka
harus berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso,
tut wuri handayani”. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak
mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar
dengan dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa
perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan
berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan
guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata
itulah yang disebut etika profesi atau menjalankan profesi secara beretika. Di Indonesia, guru
dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode Etik harus
mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan,
masyarakat, dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun
tidak.
Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik.
Kode Etik profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi
guru. Kode Etik dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di
dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa “Guru membentuk
organisasi atau asosiasi profesi yang bersifat independen.” Organisasi atau asosiasi profesi guru
berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan
bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi
atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada
sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk
menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik
dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesian.

6.5. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia


Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya,
bahwa Kode Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan
yang disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap
dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru.
Dengan demikian, guru harus menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi
yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus
mampu memahami, menghayati, mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dan menjalani kehidupan di masyarakat.
Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan
normanorma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika
profesi yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas
profesional dan kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian,
aktualisasi diri guru dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara
profesional, bermartabat, dan beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses
pendidikan dan pembelajaran yang memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan
efisien di Sekolah/Madrasah.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI
Nomor V/Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres
XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat
menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang menyandang profesi guru di Indonesia
atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI untuk
merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan
Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar
Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan
publikasi KEGI dari pihak kementerian disebutkan bahwa “semua guru di Indonesia dapat
memahami, menginternalisasi, dan menunjukkan perilaku keseharian sesuai dengan norma dan
etika yang tertuang dalam KEGI ini.” Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang
ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud. Sangat mungkin beberapa organisasi atau
asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan Kode Etik Guru yang sudah
disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan guru dalam
menjalankan tugas keprofesian.

1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik


a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga Sekolah/Madrasah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan
masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana Sekolah/Madrasah yang
menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya
untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat
peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-
kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan
keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak
ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

2. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa


a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali
siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan
peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan
dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

3. Hubungan Guru dengan Masyarakat


a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat
profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan
aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Hubungan Guru dengan Sekolah/Madrasah dan Rekan Sejawat


a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi Sekolah/Madrasah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses
pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana Sekolah/Madrasah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar Sekolah/Madrasah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara
profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap
tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,
moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi
dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat
siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-
pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan
memunculkan konflik dengan sejawat.

5. Hubungan Guru dengan Profesi


a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi
yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan
integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan
pembelajaran.

6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi


a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi
kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

7. Hubungan Guru dengan Pemerintah


a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian
negara.

F. Pelanggaran dan Sanksi


Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan
perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat
yang dilindungi undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat
prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, Sekolah/Madrasah dan rekan
seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan
atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu: (1) agama dan Pancasila; (2)
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3) nilai jatidiri, harkat, dan
martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual.
Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud
berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan
ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar
KEGI dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi
profesi atau menurut aturan negara.
Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode
Etik profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian
rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan
wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI
sebagaimana harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah
wajib ini normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang
melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu,
siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI,
organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat
melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat
hukum menurut jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan DKGI.

6.Rangkuman
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Aktualitas fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi
dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik
sekarang merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, terampil, berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais.
Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang
multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas
guru masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru
yang sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah
mencatatkan bahwa profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui
peran strategisnya bagi pembangunan masa depan bangsa.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi
tenaga kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi
kependidikan itu sendiri. Frasa “tenaga kependidikan” ini sangat dikenal baik secara akademik
maupun regulasi.
Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan
tenaga kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jenis “profesi”
atau pekerjaan yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat
profesionalitas tingkat tinggi sekali pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan
tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa
berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau guru yang profesional sebagai aktor langsung di
dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium Sekolah/Madrasah.
Karenanya, ketika berbicara mengenai “profesi kependidikan”, semua orang akan
melirik pada esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk
pendidik. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan
lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru yang tadinya masuk ke
dalam “rumpun pendidik”, kini telah memiliki definisi tersendiri.
Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah
sebagaimana termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga
kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas,
peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan
penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola
satuan pendidikan terdiri atas kepala Sekolah/Madrasah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan
satuan pendidikan luar Sekolah/Madrasah. Termasuk dalam jenis tenaga kependidikan adalah
pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat provinsi atau
kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk tenaga
administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan
fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi
empat kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan
pelatih; (2) tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan
pengembang di bidang kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan,
terdiri atas laboran dan teknisi sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri
atas kepala Sekolah/Madrasah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar
Sekolah/Madrasah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalahmasalah manajerial atau
administratif kependidikan.
Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul
beberapa harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru
sangat diperlukan untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan
kebijakan proyeksi pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana
pemenuhan guru per kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku
yang dipublikasikan minimal setiap tiga tahun. Kedua, memperhitungkan keseimbangan
antara penyediaan dan kebutuhan (supply and demand) atau keseimbangan antara kebutuhan
guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan guru dan rasio
guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal. Pada kondisi riil di
Sekolah/Madrasah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di
Sekolah/Madrasah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus. Ketiga, merealisasikan
pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan di kecamatan,
kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri tentang
Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka
berangsur-angsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota
dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat
dan cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu
pemberian tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain.
Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru,
yaitu: penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan, dan pengembangan karier guru.
Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas
sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen,
pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian
kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir,
pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang
relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan menyusun masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak
dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini memerlukan perhatian dan priotitas utama.
1. Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
2. Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif
berkaitan dengan:
a. Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan
satuan pendidikan.
b. Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
c. Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang
keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.
d. Menata dan mend istribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan
bidang pendidikan.
e. Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan
akuntabel.
f. Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas
obyektifitas, transparan dan akuntabel
g. Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
h. Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan
memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan
intektual.
i. Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah.
j. Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru.
3. Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan
gubernur/peraturan bupati/peraturan walikota/kepala kkantor wilayah kementerian agama
provinsi
Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan
yang sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan
dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi,
peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan,
kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan
guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan.
Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di
muka, beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru.
Standar dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan
sebagainya. Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau
difilter melalui seleksi calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke
depan hanya seseorang dengan karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru.
Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran Sekolah/Madrasah. Dalam
kaitannya dengan rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang
tersentralisasi. Demikian juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas
dasar itu, kiranya diperlukan regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu
mensinergikan lembaga penyedia, pengguna, dan pemberdayaannya.
Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia
bertanggungjawab mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon
pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu,
guru Indonesia mestinya menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan
etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.
Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan
yang keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
Dewan Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik
guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak
bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Daftar Pustaka
Dian Mahsunah, dkk. Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, Jakarta : Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun
2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pendidikan Nasional.
Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag
tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011
Produk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian
Guru Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010
-------, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media
Perhalindo, Jakarta, 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982
MODUL 2:
KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA
A. Peta Konsep

KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA

Konsep Dasar Prinsip-Prinsip Acuan


Pengembangan Pengembangan Operasional
Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Kurikulum 2013

Landasan
Kurikulum 2013 Struktur SKL,
KI dan KD SKI

B. Tujuan Pelatihan

Peserta pendidikan dan pelatihan profesi guru diharapkan mampu:


1. Menjelaskan konsep dasar dan elemen perubahan Kurikulum 2013
2. Menjelaskan Landasan-Landasan Kurikulum 2013
3. Menjelaskan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikurulum 2013
4. Menjelaskan Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2013
5. Menjelaskan Struktur, SKL, KI dan KD Mata Pelajaran SKI di MI, MTs dan MA
6. Menganalisis keterkaitan SKL, KI dan KD mata pelajaran SKI

C. Uraian Materi

1. Pendahuluan
a. Kerangka Umum
Kerangka dasar kurikulum Madrasah merupakan landasan filosofis, sosiologis,
psikopedagogis dan yuridis yang berfungsi sebagai acuan pengembangan struktur
kurikulum. Sedang struktur kurikulum Madrasah merupakan pengorganisasian
kompetensi inti, mata pelajaran, beban belajar dan kompetensi dasar pada setiap
Madrasah.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
MahaEsa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam segala urusan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, madrasah adalah salah satu bagian penting dari
sistem pendidikan di Indonesia. Lebih khusus lagi porsi bidang studi Pendidikan
Agama Islam (PAI) yang cukup besar, dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia.

b. Latar Belakang Pengembangan


1). Pengertian Kurikulum
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan
yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.

2). Rasional Pengembangan


a). Tantangan Pengembangan
Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan bagi umat Islam, agar dapat
memahami secara benar ajaran Islam sebagai agama yang sempurna (kaamil),
kesempurnaan ajaran Islam yang dipelajari secara integral (kaaffah)
diharapkan dapat meningkatkan kualitas umat Islam dalam keseluruhan aspek
kehidupanya. Agar ajaran Islam dapat dipelajari secara efektif dan efisien,
maka perlu dikembangkan kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan zaman. Demikian pula dengan mata pelajaran
Bahasa Arab yang sangat diperlukan sebagai alat untuk mempelajari dan
mendalami sumber-sumber primer dari Pendidikan Agama Islam yang
menggunakan Bahasa Arab terutama Al-Qur’an dan Hadis.
Selain adanya ketentuan legal-formal yang mengharuskan adanya
perubahan dan penyempurnaan kurikulum, masyarakat Indonesia dan
masyarakat dunia mengalami perubahan yang sangat cepat dan dalam
dimensi yang beragam terkait dengan kehidupan individual,
masyarakat, bangsa, dan umat manusia. Fenomena globalisasi yang
membuka batas-batas fisik (teritorial) negara dan bangsa dipertajam dan
dipercepat oleh kemajuan teknologi, terutama teknologi informasi dan
komunikasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan memperkuat dampak globalisasi dan kemajuan
teknologi tersebut. Perubahan yang terjadi dalam dua dasawarsa terakhir
mengalahkan kecepatan dan dimensi perubahan yang terjadi dalam kehidupan
manusia di abad-abad sebelumnya. Perubahan tersebut telah menjangkau
kehidupan manusia dari tingkat global, nasional, dan regional serta dari
kehidupan sebagai umat manusia, warga negara, anggota masyarakat dan
pribadi.
Perubahan dan penyempurnaan tersebut menjadi penting seiring dengan
kontinuitas segala kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan
masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya pada tataran lokal,
nasional, regional, dan global di masa depan.
Rekonseptualisasi ide kurikulum merupakan penataan ulang pemikiran teoritik
kurikulum berbasis kompetensi. Teori mengenai kompetensi dan kurikulum
berbasis kompetensi diarahkan kepada pikiran pokok bahwa konten kurikulum
adalah kompetensi, dan kompetensi diartikan sebagai kemampuan melakukan
sesuatu (ability to perform) berdasarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Hal tersebut terumuskan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD).
Ketetapan yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Agama
memperlihatkan arah yang jelas bahwa kurikulum baru yang dikembangkan
perlu mempedulikan aspek-aspek potensi manusia yang terkait dengan domain
sikap untuk pengembangan soft-skills yang seimbang dengan hard-skills,
seiring dengan ruh Pendidikan Agama Islam itu sendiri.
Desain pengembangan kurikulum baru harus didasarkan pada pengertian
bahwa kurikulum adalah suatu pola pendidikan yang utuh untuk jenjang
pendidikan tertentu. Desain ini menempatkan mata pelajaran sebagai
organisasi konten kurikulum yang terbuka dan saling mempengaruhi. Desain
kurikulum yang akan digunakan untuk mengembangkan kurikulum baru harus
mampu mengaitkan antar konten kurikulum baik yang bersifat horizontal
maupun vertikal.
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan
yang dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Di
samping itu, dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, perlu adanya
penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum serta
pendalaman dan perluasan materi. Selain itu yang tidak kalah pentingnya
adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban
belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan
apa yang dihasilkan.

b). Penyempurnaan Pola Pikir


Untuk memenuhi pengembangan kerangka berpikir yang sesuai dengan
kebutuhan, maka kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola
pikir sebagai berikut:
1) pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan
terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi yang sama;
2) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-
lingkungan alam, sumber/media lainnya);
3) pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta
didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat
dihubungi serta diperoleh melalui internet);
4) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan sains);
5) pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia;
7) pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users)
dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap
peserta didik;
8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi
pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan
9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

c). Penguatan Tata Kelola


Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai
daftar mata pelajaran. Pendekatan Kurikulum 2013 diubah sesuai dengan
kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013
dilakukan penguatan tata kelola sebagai berikut:
1) tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata kerja yang
bersifat kolaboratif;
2) penguatan manajeman madrasah melalui penguatan kemampuan
manajemen kepala madrasah sebagai pimpinan kependidikan (educational
leader); dan
3) penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses
pembelajaran.

d). Karakteristik Kurikulum


Kurikulum 2013 ini dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1) mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan
sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik;
2) madrasah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat
sebagai sumber belajar;
3) mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di madrasah dan masyarakat;
4) memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai
sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
5) kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci
lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
6) kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasian (organizing
elements) kompetensi dasar, di mana semua kompetensi dasar dan proses
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan
dalam kompetensi inti;
7) kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif,
saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

2. Landasan Kurikulum 2013.


a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas
peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum,
proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan
peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya.
Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di
Madrasah dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar
bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia
berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan
secara spesifik untuk pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan
manusia yang berkualitas. Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013
dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut:
1) Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia
yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan
untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu
menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa
kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan
generasi muda bangsa. Dengan demikian, tugas mempersiapkan generasi
muda bangsa menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk
mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik,
Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan
kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang
diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, dan pada waktu
bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris
budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat
dan bangsa masa kini.
2) Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut
pandangan filosofi ini, prestasi anak bangsa di berbagai bidang kehidupan
di masa lampau adalah sesuatu yang harus termuat dalam isi kurikulum
untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah suatu proses
yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan
akademik dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar,
dibaca, dipelajari dari warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan
oleh lensa budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis
serta kematangan fisik peserta didik.
3) Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran
adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan
kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang sama dengan nama disiplin
ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kecemerlangan akademik.
4) Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang
lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual,
kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi
untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik
(experimentalism and social reconstructivism).
b. Landasan Teoritis Kurikulum
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar”
(standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi
(competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan
adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang dirinci
menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik
dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluasluasnya bagi
peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan,
berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught
curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan
pembelajaran di madrasah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar
langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang,
karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung
individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar
seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.

c.Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
3) Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);
4) Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 5/P Tahun 2013;
6) Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama;
7) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
8) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
9) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
10) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang
Standar Penilaian Pendidikan;
11) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
12) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah;
13) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah.
14) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum Sekolah /Madrasah
15) Keputusan Menteri Agama RI nomor 165 tahun 2014 tentang Pedoman
Kurikulum Madrasah 2013 mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan nasional sesuai
tujuan pendidikan, keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang
dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum
meliputi substansi komponen muatan wajib dan muatan lokal.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi
kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu
memperhatikan keseimbangan antara hard skills dan soft skills pada setiap kelas
antarmatapelajaran, dan memperhatikan kesinambungan hard skills dan soft skills
antarkelas.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi (sikap,
pengetahuan, dan keterampilan), bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang
pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan
sejalan dengan Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Kepentingan nasional diwujudkan melalui kurikulum tingkat
nasional, sedangkan kepentingan daerah diwujudkan melalui kurikulum tingkat
daerah.

4. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang
memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia.
b. Kebutuhan kompetensi masa depan
Kemampuan-kemampuan yang perlu dikuasai generasi yang hidup di masa
depan tidak lagi menitikberatkan pada penguasaan materi dan berpikir rutin,
karena kedua kemampuan itu telah dilakukan oleh komputer. Kemampuan
kompetensi masa depan antara lain kemampuan berkomunikasi, kreatif,
berpikir jernih dan kritis dengan mempertimbangkan segi moral suatu
permasalahan, menjadi warga negara yang bertanggungjawab, toleran, hidup
dalam masyarakat yang mengglobal, serta memiliki minat luas dalam
kehidupan, kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya,
dan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan. Kurikulum harus mampu
menjawab tantangan ini sehingga perlu mengembangkan kemampuan-
kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat,
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
d. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik
lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai
dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena
itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan
yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media
pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat mendorong partisipasi
masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu,
kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan
nasional.
f. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi
peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup.
Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali
peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi
satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS)
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat
berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak
utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan
penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara
berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
h. Agama
Kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman, taqwa, serta
akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama.
Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran ikut mendukung
peningkatan iman, taqwa, dan akhlak mulia.
i. Dinamika perkembangan global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa,
yang sangat penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan
antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan
mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan
dengan suku dan bangsa lain.
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkankembangkan wawasan dan
sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
k. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya
masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
l. Kesetaraan Gender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan perilaku yang
berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan jender.
m. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi, dan ciri khas satuan
pendidikan.

5. Struktur Kurikulum
1. Kompetensi Inti Kurikulum
Sejalan dengan filosofi progresivisme dalam pendidikan, Kompetensi Inti
ibaratnya adalah anak tangga yang harus ditapaki peserta didik untuk sampai pada
kompetensi lulusan jenjang Madrasah Aliyah. Kompetensi Inti (KI) meningkat seiring
dengan meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui Kompetensi Inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar (KD) pada
kelas yang berbeda dapat dijaga.
Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, Kompetensi
Inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi
lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua. Pertama, sikap spiritual yang terkait
dengan tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik yang beriman dan
bertakwa. Kedua, sikap sosial yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional
membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.
Kompetensi Inti bukan untuk diajarkan melainkan untuk dibentuk melalui
pembelajaran berbagai kompetensi dasar dari sejumlah mata pelajaran yang relevan.
Dalam hal ini mata pelajaran diposisikan sebagai sumber kompetensi. Apapun yang
diajarkan pada mata pelajaran tertentu pada suatu jenjang kelas tertentu hasil akhirnya
adalah Kompetensi Inti yang harus dimiliki oleh peserta didik pada jenjang kelas
tersebut. Tiap mata pelajaran harus tunduk pada Kompetensi Inti yang telah
dirumuskan. Karena itu, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada
kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan Kompetensi Inti.
Kompetensi Inti akan menagih kepada tiap mata pelajaran apa yang dapat
dikontribusikannya dalam membentuk kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh
peserta didik. Ibaratnya, Kompetensi Inti adalah pengikat berbagai kompetensi dasar
yang harus dihasilkan dengan mempelajari tiap mata pelajaran serta berfungsi sebagai
integrator horizontal antar mata pelajaran.
Dalam konteks ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena
tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi Inti menyatakan kebutuhan
kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi.
Dengan demikian, kompetensi inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi
(organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi
Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
kompetensi dasar.
Organisasi vertikal kompetensi dasar adalah keterkaitan kompetensi dasar satu
kelas dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antar kompetensi yang dipelajari peserta didik.
Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara kompetensi dasar satu mata pelajaran
dengan kompetensi dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Rumusan Kompetensi Inti dalam buku ini menggunakan notasi: 1) KI-1 untuk
Kompetensi Inti sikap spiritual, 2) KI-2 untuk Kompetensi Inti sikap sosial, 3) KI-3
untuk Kompetensi Inti pengetahuan (pemahaman konsep), 4) KI-4 untuk kompetensi
inti keterampilan. Urutan tersebut mengacu pada urutan yang disebutkan dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan
bahwa kompetensi terdiri dari kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan.
Selanjutnya Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah dirumuskan untuk
jenjang satuan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs)
dan Madrasah Aliyah (MA) dipergunakan untuk merumuskan kompetensi dasar (KD)
yang diperlukan untuk mencapainya. Mengingat standar kompetensi lulusan harus
dicapai pada akhir jenjang. Sebagai usaha untuk memudahkan operasional perumusan
kompetensi dasar, diperlukan tujuan antara yang menyatakan capaian kompetensi
pada tiap akhir jenjang kelas pada setiap jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs) maupun Madrasah Aliyah (MA). Capaian kompetensi pada tiap
akhir jenjang kelas dari Kelas I sampai VI, Kelas VII sampai dengan IX, Kelas X
sampai dengan Kelas XII disebut dengan Kompetensi Inti. (Isi KI-KD di Modul 7)

a. Tabel Kompetensi Inti Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Kelas I, II, III


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI
KELAS I KELAS II KELAS III
1. Menerima dan 1. Menerima dan menjalankan 1. Menerima dan
menjalankan ajaran ajaran agama yang menjalankan ajaran
agama yang dianutnya. dianutnya. agama yang
dianutnya.
2. Memiliki perilaku 2. Menunjukkan perilaku jujur, 2. Menunjukkan perilaku
jujur, disiplin, tanggung disiplin, tanggung jawab, jujur, disiplin,
jawab, santun, peduli, santun, peduli, dan percaya tanggung jawab,
dan percaya diri dalam diri dalam berinteraksi santun, peduli, dan
berinteraksi dengan dengan keluarga, teman, dan percaya diri dalam
keluarga, teman, dan guru. berinteraksi dengan
guru. keluarga, teman, guru
dan tetangganya.
3. Memahami 3.Memahami pengetahuan 3. Memahami
pengetahuan faktual faktual dengan cara pengetahuan faktual
dengan cara mengamati mengamati [mendengar, dengan cara
[mendengar, melihat, melihat, membaca] dan mengamati
membaca] dan menanya menanya berdasarkan rasa [mendengar, melihat,
berdasarkan rasa ingin ingin tahu tentang dirinya, membaca] dan
tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan menanya berdasarkan
makhluk ciptaan Tuhan kegiatannya, dan benda- rasa ingin tahu
dan kegiatannya, dan benda yang dijumpainya di tentang dirinya,
benda-benda yang rumah dan di sekolah. makhluk ciptaan
dijumpainya di rumah Tuhan dan
dan di sekolah. kegiatannya, dan
benda-benda yang
dijumpainya di rumah
dan di sekolah.
4. Menyajikan 4. Menyajikan pengetahuan 4. Menyajikan
pengetahuan faktual faktual dalam bahasa yang pengetahuan faktual
dalam bahasa yang jelas jelas dan logis, dalam karya dalam bahasa yang
dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan jelas, sistematis dan
yang estetis, dalam yang mencerminkan anak logis, dalam karya
gerakan yang sehat, dan dalam tindakan yang estetis, dalam
mencerminkan anak yang mencerminkan gerakan yang
sehat, dan dalam perilaku anak beriman dan mencerminkan anak
tindakan yang berakhlak mulia. sehat, dan dalam
mencerminkan perilaku tindakan yang
anak beriman dan mencerminkan
berakhlak mulia. perilaku anak beriman
dan berakhlak mulia.

Kelas IV,V,VI

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI


KELAS IV KELAS V KELAS VI

1. Menerima, 1. Menerima, menjalankan, 1. Menerima,


menjalankan, dan dan menghargai ajaran menjalankan, dan
menghargai ajaran agama yang dianutnya. menghargai ajaran
agama yang dianutnya agama yang dianutnya
2. Menunjukkan perilaku 2. Menunjukkan perilaku 2. Menunjukkan perilaku
jujur, disiplin, tanggung jujur, disiplin, tanggung jujur, disiplin,
jawab, santun, peduli, jawab, santun, peduli, dan tanggung jawab,
dan percaya diri dalam percaya diri dalam santun, peduli, dan
berinteraksi dengan berinteraksi dengan percaya diri dalam
keluarga, teman, guru, keluarga, teman, guru, dan berinteraksi dengan
dan tetangganya. tetangganya serta cinta keluarga, teman, guru,
tanah air. dan tetangganya serta
cinta tanah air.
3. Memahami 3. Memahami pengetahuan 3. Memahami
pengetahuan faktual faktual dan konseptual pengetahuan faktual
dengan cara mengamati dengan cara mengamati dan konseptual dengan
dan menanya dan mencoba berdasarkan cara mengamati dan
berdasarkan rasa ingin rasa ingin tahu tentang menanya berdasarkan
tahu tentang dirinya, dirinya, makhluk ciptaan rasa ingin tahu tentang
makhluk ciptaan Tuhan Tuhan dan kegiatannya, dirinya, makhluk
dan kegiatannya, dan dan benda-benda yang ciptaan Tuhan dan
benda-benda yang dijumpainya di rumah, di kegiatannya, dan
dijumpainya di rumah, sekolah dan tempat benda-benda yang
di sekolah dan tempat bermain. dijumpainya di rumah,
bermain. di sekolah dan tempat
bermain.

4. Menyajikan 4. Menyajikan pengetahuan 4. Menyajikan


pengetahuan faktual faktual dan konseptual pengetahuan faktual
dalam bahasa yang dalam bahasa yang jelas, dan konseptual dalam
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI
KELAS IV KELAS V KELAS VI

jelas, sistematis dan sistematis, logis dan kritis bahasa yang jelas,
logis, dalam karya yang dalam karya yang estetis, sistematis, logis dan
estetis, dalam gerakan dalam gerakan yang kritis,dalam karya yang
yang mencerminkan mencerminkan anak sehat, estetis, dalam gerakan
anak sehat, dan dalam dan dalam tindakan yang yang mencerminkan
tindakan yang mencerminkan perilaku anak sehat, dan dalam
mencerminkan perilaku anak beriman dan tindakan yang
anak beriman dan berakhlak mulia. mencerminkan perilaku
berakhlak mulia. anak beriman dan
berakhlak mulia.

b. Tabel Kompetensi Inti Madrasah Tsanawiyah (MTs)

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI


KELAS VII KELAS VIII KELAS IX
1. Menghargai dan 1. Menghargai dan menghayati 1. Menghargai dan
menghayati ajaran ajaran agama yang dianutnya menghayati ajaran agama
agama yang dianutnya yang dianutnya
2. Menghargai dan 2. Menghargai dan menghayati 2. Menghargai dan
menghayati perilaku perilaku jujur, disiplin, menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong santun, percaya diri, dalam (toleransi, gotong
royong), santun, berinteraksi secara efektif royong), santun, percaya
percaya diri, dalam dengan lingkungan sosial diri, dalam berinteraksi
berinteraksi secara dan alam dalam jangkauan secara efektif dengan
efektif dengan pergaulan dan lingkungan sosial dan
lingkungan sosial dan keberadaannya alam dalam jangkauan
alam dalam jangkauan pergaulan dan
pergaulan dan keberadaannya
keberadaannya
3. Memahami 3. Memahami dan menerapkan 3. Memahami dan
pengetahuan (faktual, pengetahuan (faktual, menerapkan pengetahuan
konseptual, dan konseptual, dan prosedural) (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan berdasarkan rasa ingin prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tahunya tentang ilmu rasa ingin tahunya
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya terkait fenomena dan pengetahuan, teknologi,
seni, budaya terkait kejadian tampak mata seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian fenomena dan kejadian
tampak mata tampak mata
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI
KELAS VII KELAS VIII KELAS IX
4. Mencoba, mengolah, 4. Mengolah, menyaji dan 4. Mengolah, menyaji dan
dan menyaji dalam menalar dalam ranah menalar dalam ranah
ranah konkret konkret (menggunakan, konkret (menggunakan,
(menggunakan, mengurai, merangkai, mengurai, merangkai,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan memodifikasi, dan
memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak membuat) dan ranah
membuat) dan ranah (menulis, membaca, abstrak (menulis,
abstrak (menulis, menghitung, menggambar, membaca, menghitung,
membaca, menghitung, dan mengarang) sesuai menggambar, dan
menggambar, dan dengan yang dipelajari di mengarang) sesuai
mengarang) sesuai sekolah dan sumber lain dengan yang dipelajari di
dengan yang dipelajari yang sama dalam sudut sekolah dan sumber lain
di sekolah dan sumber pandang/teori. yang sama dalam sudut
lain yang sama dalam pandang/teori.
sudut pandang/teori.

c. Tabel Kompetensi Inti Madrasah Aliyah (MA)

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI


KELAS X KELAS XI KELAS XII
1. Menghayati dan 1. Menghayati dan 1. Menghayati dan
mengamalkan ajaran agama mengamalkan ajaran agama mengamalkan ajaran
yang dianutnya yang dianutnya agama yang dianutnya
2. Menghayati dan 2. Menghayati dan 2. Menghayati dan
mengamalkan perilaku mengamalkan perilaku mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, jujur, disiplin, jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli tanggungjawab, peduli tanggungjawab, peduli
(gotong royong, (gotong royong, kerjasama, (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), toleran, damai), santun, kerjasama, toleran,
santun, responsif dan pro- responsif dan pro-aktif dan damai), santun,
aktif dan menunjukkan menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif
sikap sebagai bagian dari sebagai bagian dari solusi dan menunjukkan
solusi atas berbagai atas berbagai permasalahan sikap sebagai bagian
permasalahan dalam dalam berinteraksi secara dari solusi atas
berinteraksi secara efektif efektif dengan lingkungan berbagai permasalahan
dengan lingkungan sosial sosial dan alam serta dalam dalam berinteraksi
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai secara efektif dengan
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam lingkungan sosial dan
cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. alam serta dalam
pergaulan dunia. menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, 3. Memahami, menerapkan, 3. Memahami,
menganalisis pengetahuan dan menganalisis menerapkan,
faktual, konseptual, pengetahuan faktual, menganalisis dan
prosedural berdasarkan rasa konseptual, prosedural, dan mengevaluasi
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI
KELAS X KELAS XI KELAS XII
ingintahunya tentang ilmu metakognitif berdasarkan pengetahuan faktual,
pengetahuan, teknologi, rasa ingin tahunya tentang konseptual, prosedural,
seni, budaya, dan ilmu pengetahuan, dan metakognitif
humaniora dengan teknologi, seni, budaya, dan berdasarkan rasa ingin
wawasan kemanusiaan, humaniora dengan wawasan tahunya tentang ilmu
kebangsaan, kenegaraan, kemanusiaan, kebangsaan, pengetahuan, teknologi,
dan peradaban terkait kenegaraan, dan peradaban seni, budaya, dan
penyebab fenomena dan terkait penyebab fenomena humaniora dengan
kejadian, serta menerapkan dan kejadian, serta wawasan kemanusiaan,
pengetahuan prosedural menerapkan pengetahuan kebangsaan,
pada bidang kajian yang prosedural pada bidang kenegaraan, dan
spesifik sesuai dengan kajian yang spesifik sesuai peradaban terkait
bakat dan minatnya untuk dengan bakat dan minatnya penyebab fenomena dan
memecahkan masalah untuk memecahkan kejadian, serta
masalah. menerapkan
pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya
untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar, dan 4. Mengolah, menalar,
menyaji dalam ranah menyaji dalam ranah menyaji, dan mencipta
konkret dan ranah abstrak konkret dan ranah abstrak dalam ranah konkret
terkait dengan terkait dengan dan ranah abstrak
pengembangan dari yang pengembangan dari yang terkait dengan
dipelajarinya di sekolah dipelajarinya di sekolah pengembangan dari
secara mandiri, dan mampu secara mandiri, bertindak yang dipelajarinya di
menggunakan metoda secara efektif dan kreatif, sekolah secara mandiri
sesuai kaidah keilmuan. serta mampu menggunakan serta bertindak secara
metoda sesuai kaidah efektif dan kreatif,
keilmuan. mampu menggunakan
metoda sesuai kaidah
keilmuan.

5. Mata Pelajaran Madrasah


Kompetensi Dasar dibutuhkan untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan
melalui Kompetensi Inti. Selain itu, Kompetensi Dasar diorganisir ke dalam berbagai
mata pelajaran yang pada gilirannya berfungsi sebagai sumber kompetensi. Mata
pelajaran yang dipergunakan sebagai sumber kompetensi tersebut harus mengacu
pada ketentuan yang tercantum pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003, khususnya ketentuan pada Pasal 37.
Selain jenis mata pelajaran yang diperlukan untuk membentuk kompetensi, juga
diperlukan beban belajar per minggu dan per semester atau per tahun. Beban belajar
ini kemudian didistribusikan ke berbagai mata pelajaran sesuai dengan tuntutan
kompetensi yang diharapkan dapat dihasilkan oleh tiap mata pelajaran.
a. Beban Belajar dan Struktur Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah (MI)

ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN BELAJAR PER-MINGGU
I II III IV V VI
Kelompok A
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur’an Hadis 2 2 2 2 2 2
b. SKI 2 2 2 2 2 2
c. Fikih 2 2 2 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam - - 2 2 2 2
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 5 5 6 5 5 5
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Bahasa Arab 2 2 2 2 2 2
5. Matematika 5 6 6 6 6 6
6. Ilmu Pengetahuan Alam - - - 3 3 3
7. Ilmu Pengetahuan Sosial - - - 3 3 3
Kelompok B
1. Seni Budaya dan Prakarya 4 4 4 5 5 5
2. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 4 4 4 4 4 4
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 34 36 40 43 43 43

b. Beban Belajar dan Struktur Kurikulum Madrasah Tsanawiyah (MTs)


Berdasarkan kompetensi inti disusun mata pelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan. Susunan mata pelajaran dan alokasi waktu untuk
Madrasah Tsanawiyah sebagaimana tabel berikut.
Tabel : Mata Pelajaran Madrasah Tsanawiyah

ALOKASI WAKTU BELAJAR


MATA PELAJARAN PER MINGGU
VII VIII IX
Kelompok A
1. Pendidikan Agama Islam
a. AlQur'an Hadis 2 2 2
b. SKI 2 2 2
c. Fiqih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pedidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 3 3 3
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Bahasa Arab 3 3 3
5. Matematika 5 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
8. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
1. Seni Budaya 3 3 3
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
2. Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 46 46 46

a. C. Beban Belajar dan Struktur Kurikulum Madrasah Aliyah (MA)


Beban belajar dinyatakan dalam jam pelajaran per minggu selama satu semester. Beban
belajar di Madrasah Aliyah untuk kelas X, XI, dan XII sekurang-kurangnya masing-
masing 51 jam per minggu. Durasi satu jam pelajaran untuk Madrasah Aliyah adalah 45
menit.
Kelompok Peminatan Matematika dan Ilmu Alam, Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, serta
Peminatan Ilmu Bahasa dan Budaya. satu semester terdiri atas 18 minggu, beban belajar
ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 33 jam pelajaran
untuk kelas X dan 31 untuk kelas XI dan XII. Kelompok Mata Pelajaran Peminatan
dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran untuk kelas XI dan
XII. Sedangkan Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman 6 jam pelajaran untuk kelas X
dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Angka-angka di atas adalah beban minimal,
sehingga melalui pendekatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengelola dengan
persetujuan komite dan orangtua peserta didik dapat menambah jam pelajaran sesuai
kebutuhan.
Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Agama satu semester terdiri atas 18 minggu, beban
belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran Wajib A dan B dengan durasi 33 jam
pelajaran untuk kelas X dan 31 untuk kelas XI dan XII. Kelompok Mata Pelajaran
Peminatan dengan durasi 12 jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran untuk
kelas XI dan XII. Sedangkan Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman 6 jam pelajaran
untuk kelas X dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Angka-angka di atas adalah
beban minimal, sehingga melalui pendekatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
pengelola dengan persetujuan komite dan orangtua peserta didik dapat menambah jam
pelajaran sesuai kebutuhan.
Penambahan jam ini sejalan dengan perubahan proses pembelajaran peserta didik aktif,
yaitu proses pembelajaran yang mengedepankan pentingnya peserta didik mencari tahu
melalui proses mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Proses
pembelajaran semacam ini menghendaki kesabaran guru dalam mengarahkan peserta
didik sehingga mereka menjadi tahu, mampu dan mau belajar dan menerapkan apa yang
sudah mereka pelajari di lingkungan madrasah dan masyarakat sekitarnya.
Tambahan jam pelajaran ini juga diperlukan supaya guru dapat mengamati lebih jelas
kemajuan peserta didiknya mengingat kompetensi yang diharapkan dari proses
pembelajaran ini adalah kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pengukuran
kompetensi sikap dan keterampilan membutuhkan pengamatan yang lebih lama
dibandingkan dengan pengukuran kompetensi pengetahuan. Penilaian untuk ketiga
macam kompetensi ini harus berdasarkan penilaian proses dan hasil, antara lain melalui
sistem penilaian otentik yang tentunya membutuhkan waktu penilaian yang lebih lama.
Selanjutnya mata pelajaran sebagai unit organisasi kompetensi dasar yang terkecil,
karena itu untuk mencapai kebutuhan kompetensi lulusan diperlukan beberapa mata
pelajaran. Mata pelajaran yang dipergunakan sebagai sumber kompetensi dalam
pencapaian kompetensi lulusan, posisi mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi mata
pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban
belajar per minggu untuk setiap peserta didik dirumuskan sebagai Struktur Kurikulum.
Struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk
mata pelajaran, posisi konten mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten mata
pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban
belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur kurikulum merupakan aplikasi
konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban
belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang
digunakan adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam
sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Struktur kurikulum sebagai gambaran mengenai penerapan prinsip kurikulum mengenai
posisi seorang pesprta didik dalam menyelesaikan pembelajaran di suatu satuan atau
jenjang pendidikan. Lebih lanjut, struktur kurikulum menggambarkan posisi belajar
seorang peserta didik yaitu apakah mereka harus menyelesaikan seluruh mata pelajaran
yang tercantum dalam struktur, ataukah kurikulum memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk menentukan berbagai pilihan sesuai minat dan kemampuanya.
Struktur kurikulum Madrasah Aliyah terdiri atas: Kelompok mata pelajaran wajib yang
diikuti oleh seluruh peserta didik Madrasa Aliyah. Kelompok mata pelajaran peminatan
harus diikuti oleh peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mata
pelajaran pilihan lintas minat, untuk tingkat Madrasah Aliyah Pemintaan ilmu-ilmu
Keagamaan dapat menambah dengan mata pelajaran kelompok peminatan ilmu-ilmu
alam, sosial ataupunn bahasa, demikian juga berlaku untuk peminatan IPA,IPS dan
Bahasa. Adapun struktur kurikulum Madrasah Aliyah sebagai berikut:

Struktur Kurikulum 2013:Peminatan Matematika dan Ilmu Alam Madrasah


Aliyah
ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an Hadis 2 2 2
b. SKI 2 2 2
c. Fikih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pedidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Arab 4 2 2
5. Matematika 4 4 4
6. Sejarah Indonesia 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
1. Seni Budaya 2 2 2
2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumalah Jam Kelompok A dan B Per Minggu 33 31 31
Kelompok C (Peminatan)
Peminatan Matematika dan Ilmu Alam
1 Matematika 3 4 4
2 Biologi 3 4 4
3 Fisika 3 4 4
4 Kimia 3 4 4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat 6 4 4
Jumlah Alokasi WaktuPer-Minggu 51 51 51

Struktur kurikulum 2013: Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial Tingkat Madrasah Aliyah

ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an Hadis 2 2 2
b. SKI 2 2 2
c. Fikih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pedidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Arab 4 2 2
5. Matematika 4 4 4
6. Sejarah Indonesia 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
1. Seni Budaya 2 2 2
2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumalah Jam Kelompok A dan B Per Minggu 33 31 31
Kelompok C (Peminatan)
Peminatan Ilmu-ilmu Sosial
1 Geografi 3 4 4
2 Sejarah 3 4 4
3 Sosiologi 3 4 4
4 Ekonomi 3 4 4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat 6 4 4
Jumlah Alokasi WaktuPer-Minggu 51 51 51

Struktur Kurikulum 2013: Peminatan Ilmu Bahasa Tingkat Madrasah Aliyah

Alokasi Waktu
MATA PELAJARAN Per Minggu
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an Hadis 2 2 2
b. SKI 2 2 2
c. Fikih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pedidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Arab 4 2 2
5. Matematika 4 4 4
6. Sejarah Indonesia 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
1. Seni Budaya 2 2 2
2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Kelompok A dan B Per Minggu 33 31 31
Kelompok C (Peminatan)
Peminatan Ilmu-ilmu Bahasa dan Budaya
1 Bahasa dan Sastra Indonesia 3 4 4
2 Bahasa dan Sastra Inggris 3 4 4
3 Bahasa dan Sastra Asing Lainnya 3 4 4
4 Antropologi 3 4 4
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat 6 4 4
Jumlah Alokasi WaktuPer-Minggu 51 51 51

Struktur Kurikulum 2013:Peminatan Ilmu-Ilmu Keagamaan Madrasah Aliyah


ALOKASI WAKTU
MATA PELAJARAN PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama Islam
a. Al-Qur'an Hadis 2 2 2
b. SKI 2 2 2
c. Fikih 2 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 2
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarga negaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Arab 4 2 2
5. Matematika 4 4 4
6. Sejarah Indonesia 2 2 2
7. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
1. Seni Budaya 2 2 2
2. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 3
3. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Kelompok A dan B Per Minggu 33 31 31
Kelompok C (Peminatan)
Peminatan Ilmu-ilmu Keagamaan
1 Tafsir - Ilmu Tafsir 2 3 3
2 Hadis - Ilmu Hadis 2 3 3
3 Fiqih - Ushul Fikih 2 3 3
4 Ilmu Kalam 2 2 2
5 Akhlak 2 2 2
6 Bahasa Arab 2 3 3
Mata Pelajaran Pilihan dan Pendalaman
Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat 6 4 4
Jumlah Alokasi WaktuPer-Minggu 51 51 51

6. Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 di Madrasah


Sebagai rangkaian untuk mendukung Kompetensi Inti, capaian pembelajaran mata
pelajaran diuraikan menjadi kompetensi-kompetensi dasar. Pencapaian Kompetensi
Inti adalah melalui pembelajaran kompetensi dasar yang disampaikan melalui mata
pelajaran. Rumusannya dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran sebagai pendukung
pencapaian.
Kompetensi Inti, kompetensi dasar dikelompokkan menjadi empat sesuai dengan
rumusan Kompetensi Inti yang didukungnya, yaitu:1). Kelompok kompetensi dasar
sikap spiritual (mendukung KI-1) atau kelompok 1, 2). Kelompok kompetensi dasar
sikap sosial (mendukung KI-2) atau kelompok 2, 3). Kelompok kompetensi dasar
pengetahuan (mendukung KI-3) atau kelompok 3, dan 4). Kelompok kompetensi
dasar keterampilan (mendukung KI-4) atau kelompok 4.
Uraian kompetensi dasar yang rinci ini adalah untuk memastikan bahwa capaian
pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke
keterampilan, dan bermuara pada sikap. Melalui Kompetensi Inti, tiap mata pelajaran
ditekankan bukan hanya memuat kandungan pengetahuan saja, tetapi juga memuat
kandungan proses yang berguna bagi pembentukan keterampilannya. Selain itu juga
memuat pesan tentang pentingnya memahami mata pelajaran tersebut sebagai bagian
dari pembentukan sikap. Hal ini penting mengingat kompetensi pengetahuan sifatnya
dinamis karena pengetahuan masih selalu berkembang.
Kemampuan keterampilan akan bertahan lebih lama dari kompetensi pengetahuan,
sedangkan yang akan terus melekat pada dan akan dibutuhkan oleh peserta didik
adalah sikap. Kompetensi dasar dalam kelompok Kompetensi Inti sikap (KI-1 dan KI-
2) bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak
dihafalkan, dan tidak diujikan, tetapi sebagai pegangan bagi pendidik bahwa dalam
mengajarkan mata pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual sangat
penting yang terkandung dalam materinya.
Dengan kata lain, kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual
(mendukung KI-1) dan individual-sosial (mendukung KI-2) dikembangkan secara
tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang
pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4).

B. RANGKUMAN
1. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013 adalah:
a. Landasan Yuridis adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
b. Landasan Teoritis kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori pendidikan
berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis kompetensi.
c. Landasan Filosofis adalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
d. Landasan Empiris adalah ditemukan banyak bukti empiris bahwa Indonesia berada
pada level yang rendah pada aspek prestasi pendidikannya.

2. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum 2013 adalah Berpusat pada potensi, beragam


dan terpadu; Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
Relevan dengan kebutuhan kehidupan; Menyeluruh dan berkesinambungan; Belajar
sepanjang hayat; dan Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

3. Memahami Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum 2013 adalah Peningkatan iman


dan takwa serta akhlak mulia; Kebutuhan kompetensi masa depan; Peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik; Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan; Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional; Tuntutan dunia kerja; Perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS); Agama; Dinamika perkembangan global;
Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan; Kondisi sosial budaya masyarakat
setempat; Kesetaraan jender; Karakteristik satuan pendidikan.

D. DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. Dokumen Kurikulum 2013


Permendikbud No 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Permenag (Draf Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di MI, MTs dan
MA.
MODUL 3:
PTK UNTUK MATA PELAJARAN SKI

A. Tujuan Pembelajaran
Peserta dapat :
1. Menjelaskan konsep dasar penelitian tindakan kelas
2. Menjelaskan prinsip penelitian tindakan kelas.
3. Menjelaskan karakteristik PTK.
4. Menjelaskan model PTK
5. Menjelaskan Sistematika Proposal PTK

B. Peta Konsep Konsep Dasar PTK

Prinsip dan Manfaat PTK

PTK  Karakteristik PTK 

Model PTK 

Sistematika Proposal PTK

C. Uraian Materi
1. Konsep dasar PTK
Istilah penelitian tindakan kelas atau PTK merupakan bagian dari penelitian tindakan.
Penelitian tindakan merupakan salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan
tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendetaksi dan memecahkan
masalah. Dengan demikian, beberapa pengertian tentang Penelitian Tindakan kelas (PTK)
yang diungkap oleh para ahli adalah sebagai berikut:
a. Penelitian untuk mengujicobakan ide-ide ke dalam praktek dalam rangka
memperbaiki/mengubah sesuatu agar memperoleh dampak nyata dari situasi. (Kemmis,
1983)
b. Bentuk penelitian reflektif diri yang secara kolektif dilakukan oleh peneliti dalam
situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan dan sosial serta
pemahaman mengenai praktik dan situasi tempat dilakukannya. (Taggart, 1988)
c. Bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melakasanakan
tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki
kondisi praktik pembelajaran yang dilakukan. (Proyek PGSM Diknas, 1999)
d. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-
masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan (Wibawa, 2004:3).
e. Penelitian tindakan kelas sebagai suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat
reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau
meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih proporsional (Sukidin dkk
2002:16).

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sering disebut classroom action research, saat ini
berkembang dengan pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan
Kanada. Apabila dicermati kecenderungan baru ini mengemuka karena jenis penelitian ini
mampu menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang lebih menjanjikan dampak
langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola
proses pembelajaran mengajar di kelas. Konsep penelitian tindakan bermula dari pandangan
seorang ahli psikologi sosial yang bermana Kurt Lewin (1946). Lewin menggunakan
pendekatan penelitian tindakan setelah usainya perang dunia ke dua dalam usaha
menyelesaikan berbagai masalah sosial. Lewin pada saat itu mengemukakan dua ide pokok
penelitian tindakan yaitu; (1) keputusan bersama, dan (2) komitment untuk meningkatkan
dan memperbaiki prestasi kerja. Kedua ide pokok tersebut sekarang menjadi karakteristik
dasar penelitian tindakan yang menegaskan perlunya usaha kolaboratif atau usaha secara
bersama-sama dalam meningkat mutu prestasi kerja.
Pada tahun 1953, ide Lewin dikembangkan oleh Stephen Corey di New York sebagai
pendekatan penelitian yang diselenggarakan oleh guru-guru sekolah. Pada Tahun 1976 Jhon
Elliot menggunakan pendekatan ini untuk membantu guru mengembangkan usaha inkuiri
dalam pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas yang kemudian dikenal dengan penelitian
tindakan kelas (PTK). Di Indonesia, PTK baru dikenal akhir dekade 80-an.
Secara bahasa penelitian atau research (bahasa Inggris) menurut The Advanced
Learner’s Dictionary of Current English (1961) berarti penyelidikan atau pencarian yang seksama
untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan. Menurut Fellin, Tripodi dan
Meyer (1969) penelitian adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan,
memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan)
dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981) (1) Dilakukan
dengan cara-cara yang sistematik dan seksama; (2) Bertujuan meningkatkan, memdofikasi
dan mengembangkan pengetahuan (menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan); (3)
Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata; (4) Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh
peneliti lain; dan (5) Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Menurut Ebbut dan Hopkin (1993), penelitian tindakan adalah kajian sistemik dari
upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan
tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari
tindakan-tindakan tersebut. Bagi Carr & Kemmis, 1986 dalam Burns (1999) berpendapat
bahwa penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif diri kolektif yang
dilakukan oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan
keadilan praktik pendidikan dan praktik sosial mereka serta pemahaman mereka terhadap
praktik-praktik mereka dan terhadap situasi tempat praktik-praktik tersebut dilakukan.
Bila digabungkan definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka diperoleh
batasan penelitian tindakan kelas sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang berdaur
ulang (bersiklus) dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan
perbaikan-perbaiakan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi. Proses
daur ulang (siklus) kegiatan dalam penelitian tindakan divisualisasikan pada Gambar 1.

Perencanaan 

Refleksi  SIKLUS I  Pelaksanaan

Pengamatan

Perancanaan

Refleksi  SIKLUS II Pelaksanaan

Pengamatan

Gambar 1
Tahap-tahap Penelitian Tindakan Kelas

Dari gambar 1 tersebut terlihat dengan jelas bahwa daur ulang (siklus) di atas memberi
gambaran bahwa prosedur dalam PTK memiliki kesamaan. Ada beberapa tahapan yang harus
diperhatikan dalam melakukan PTK, yaitu diawali dengan perencanaan tindakan (planing)¸
penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan
(observation dan evaluation), dan melakukan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai
perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai.
2. Prinsip PTK
Secara umum prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tersebut adalah :
a. Tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar;
b. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan;
c. Metodologi yang digunakan harus reliable sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi
serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan;
d. Masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi guru;
e. Dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus memperhatikan etika profesionalitas guru;
f. Meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat dalam konteks sekolah
secara menyeluruh;
g. Tidak mengenal populasi dan sampel;
h. Tidak mengenal kelompok eksperimen dan control;
i. Tidak untuk digeneralisasikan.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006) prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas
adalah :
a. Kegiatan nyata dalam situasi rutin
Penelitian yang dilakukan peneliti tidak boleh mengubah suasana rutin, penelitian harus
dalam situasi yang wajar, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini
berkaitan erat dengan profesi guru yaitu melaksanakan pembelajaran, sehingga tindakan
yang cocok dilakukan oleh guru adalah yang menyangkut pembelajaran.
b. Adanya kesadaran diri untuk memperbaiki kerja
Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan bukan karena keterpaksaan, akan tetapi
harus berdasarkan keinginan guru, guru menyadari adanya kekurangan pada dirinya atau
pada kinerja yang dilakukannya dan guru ingin melakukan perbaikan. Guru harus
berkeinginan untuk melakukan peningkatan diri untuk hal yanglebih baik dan dilakukan
secara terus menerus sampai tujuannya tercapai
c. SWOT Sebagai Dasar Berpijak
Penelitian tindakan dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang terdiri atas unsur-
unsur, yaitu :
- Strength : Kekuatan
- Weaknesses : Kelemahan
- Opportunity : Kesempatan
- Threat : Ancaman
Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang
dikenai tindakan. Dengan berpijak pada hal-hal tersebut penelitian tindakan dapat
dilaksanakan hanya bila ada kesejalanan antara kondisi yang ada pada guru dan juga
siswa. Kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri peneliti dan subjek tindakan
diidentifikasi secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.
d. Upaya Empiris dan Sistemik
Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja apabila guru melakukan penelitian
tindakan, berarti guru sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman) dan
sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan keseluruhan sistem yang terkait
dengan objek yang sedang digarap. Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang
keterlaksanaannya didukung oleh unsur-unsur yang kait mengkait. Jika guru
mengupayakan cara mengajar baru, harus juga memikirkan tentang sarana pendukung
yang berbeda, mengubah jadwal pelajarandan semua yang terkait dengan hal-hal yang
baru diusulkan tersebut.
e. Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan
Ketika guru menyusun rencana tindakan, hendaknya mengingat hal -hal yang terkandung
dalam SMART yang merupakan singkatan dari Spesifik, Managable, Aceptable, Realistic dan
Time Bound. Adapun makna dari masing-masing kata tersebut adalah:
- Spesifik : khusus, permasalahan tidak terlalu umum
- Managable : dapat dikelola, dilaksanakan. Penelitian tindakan kelas hendaknya tidak
sulit, baik dalam menentukan lokasi, mengumpulkan hasil, mengoreksi,
atau kesulitan dalam bentuk lain
- Acceptable : dapat diterima, dalam konteks ini dapat diterima oleh subjek yang
dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara guru
memberikan tindakan-tindakan tertentu dan juga lingkungan tidak
terganggu.
- Realistic : operasional, tidak di luar jangkauan. Penelitian tindakan kelas tidak
menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi diri guru dan
siswa.
- Time-Bound : diikat oleh waktu, terencana, artinya tindakan-tindakan yang dilakukan
terhadap siswa sudah tertentu jangka waktunya. Batasan waktu ini
penting agar guru mengetahui betuk hasil yang diberikan kepada
siswanya.
Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal-hal yang disebutkan
dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti harus :
a. Khusus specific, masalah yang diteliti tidak terlalu luas, ambil satu aspek saja sehingga
langkah dan hasilnya dapat jelas dan spesifik.
b. Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan dalam mencari lokasi
mengumpulkan hasil, mengoreksi dan lainnya.
c. Dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa tidak mengeluh gara-gara
guru memberikan tindakan dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya.
d. Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi dirinya dan subjek yang
dikenai tindakan.

Adapun manfaat PTK adalah tumbuhnya budaya meneliti yang merupakan dampak
dari pelaksanaan tindakan secara berkesinambungan memberi manfaat pada munculnya
inovasi pendidikan, karena para guru semakin diberdayakan untuk mengambil berbagai
prakarsa professional secara mandiri. Sikap mandiri tersebut akan memicu lahirnya “percaya
diri” untuk mencoba hal-hal yang baru yang diduga dapat menuju perbaikan sistem
pembelajaran.
3. Karakteristik PTK

Berdasar uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya di atas, maka dapat dicermati
karakteristik penelitian tindakan kelas, yang berbeda dari karakteristik penelitian formal, yaitu bahwa PTK
merupakan;

a. An inquiry on pratice from within


Karakteristik pertama dari penelitian tindakan kelas bahwa kegiatan tersebut dimulai oleh
permasalahan praktis yang dialami oleh pendidik dalam melaksanakan tugas sehari-harinya sebagai
pengelola program pembelajaran di dalam kelas atau sebagai jajaran staf pengajar di sekolah. Dengan kata
lain penelitian tindakan kelas bersifat practice driven dan action driven, dalam arti bahwa penelitian tindakan
kelas bertujuan memperbaiki praktis secara langsung ‘disini’, ‘sekarang’ sehingga seringkali istilah
penelitian tindakan kelas dipertukarkan dengan istilah penelitian praktis.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas menitik beratkan pada
permasalahan yang spesifik dan kontekstual, hal ini membawa konsekuensi penelitian tindakan kelas tidak
terlalu menghiraukan kerepresentativan sampel seperti pada penelitian formal karena memang tujuan
penelitian tindakan kelas bukan untuk menemukan, mengembangkan atau merevisi sebuah teori yang
dapat digeneralisasikan secara luas. Akan tetapi penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk
memperbaiki (improvement) permasalahan praktis dalam pembelajaran ‘disini’ dan ‘sekarang’.
Penelitian tindakan kelas juga berbeda dengan penelitian formal dalam hal metodologi. Metodologi
penelitian tindakan kelas tidak kaku seperti penelitian formal, dalam arti tidak terlalu memperhatikan
kontrol terhadap perlakuan. Namun demikian sebagai kajian yang taat kaidah pengumpulan data tetap
dilakukan dengan menekankan objektivitas. Pengungkapan kebenenaran dilakukan secara cermat dan
objektif sehingga memungkinkan terselenggaranya peninjauan ulang oleh teman sejawat.
Dengan kata lain, Penelitian tindakan kelas dimaksudkan bukan untuk mengemukakan pembenaran
diri (self justification), melainkan untuk mengemukakan kebenaran, meskipun jangkauanya lebih terbatas
(tidak dapat digeneralisasikan kepada populasi). Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas bepijak pada
dua landasan yaitu involvement, keterlibatan langsung pendidik dalam pelaksanaan penelitian dan
improvement, komitmen pendidik untuk melakukan perbaikan, termasuk perbaikan dalam cara berpikir dan
kinerjanya sendiri, kerena itu penelitian tindakan kelas dapat menjadi self reflective inquiry bagi pendidik,
dalam situasi nyata di dalam kelas.

b. Collaborativ
Upaya perbaikan proses dan hasil pembelajaran tidak dapat dilakukan sendiri oleh pendidik, tetapi
harus berkolaborasi dengan teman sejawatnya. Penelitian tindakan kelas merupakan upaya bersama dari
berbagai pihak untuk mewujudkan perbaikan yang diinginkan. Nuansa kolaborasi ini harus tertampilkan
dalam keseluruhan proses mulai dari identifikasi masalah bersama, perencanaan, pelaksanaan penelitian
tindakan kelas, observasi dan evaluasi, dan refleksi, sampai dengan penyusunan laporan akhir penelitian.

c. Reflective, Practice, Made Public


Penelitian tindakan kelas memiliki ciri khusus, yaitu sikap reflektif yang berkelanjutan untuk
perbaikan (improvement) praktis. Berbeda dengan penelitian formal yang lebih mengutamakan pendekatan
eksperimental, penelitian tindakan kelas lebih menekankan kepada proses ‘perenungan kembali (refleksi)
terhadap proses dan hasil penelitian secara berkelanjutan untuk mendapatkan penjelasan dan justifikasi
tentang kemajuan, peningkatan, kemunduran, kekurang efektifan, dan sebagaianya dari pelaksanaan
sebuah tindakan untuk dapat digunakan memperbaiki proses tindakan pada siklus-siklus selanjutnya.

d. Every Day Pratical Problems


Penelitian tindakan kelas lebih memfokuskan permasalahan nyata di dalam kelas yang dihadapi
pendidik sehari-hari, bukan berangkat dari permasalahan yang bersifat teoritis (teoritical problems). Oleh
sebab itu penentuan masalah dalam penelitian tindakan kelas harus berawal dari permasalahan yang nyata
di dalam kelas yang ditandai dengan kerisauan pendidik, yang kemudian didiagnosis agar masalah dari
permasalahan tersebut sebelum bisa menentukan langkah-langakah tindakan yang paling tepat.

e. Teori menuju aksi,


Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk mengadopsi teori kedalam tindakan yang
nyata untuk merubah situasi yang sulit kedalam permasalahan praktis yang bisa dipecahkan.

Sementara Indrawati (2001) mengungkapkan sepuluh karateristik PTK. Kesepuluh


karakteristik itu adalah seperti betikut ini.
1. Masalah yang diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus berasal dari persoalan praktik
pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru. Permasalahan penelitian hendaknya bersifa
kontekstual dan spesifik.
2. Tujuan utama PTK adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik-praktik
pembelajaran secara langsung ketimbang menghasilkan pengetahuan baru
3. PTK berlingkup makro, dilakukan dalam lingkup kecil, bisa satu kelas atau beberpa kelas di
satu sekolah sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sampel. Istilah sampel
dan populasi tidak diperlukan dalam PTK, karena hasilnya bukan untuk digeneralisasi.
4. Hasil atau temuan PTK adalah pemahaman yang mendalam (komprehensif) mengenai
kehidupan/fenomena pembelajaran di kelas.
5. PTK bersifat praktis dan langsung, relevan untuk situasi aktual dalam dunia kerja atau dunia
pendidikan.
6. Pada PTK, peneliti (guru) tetap melaksanakan tugas mengajarnya sehari-hari di kelas, dan
guru sebagai peneliti dapat melakukan perubahan-perubahan atau pemecahan masalah untuk
memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran.
7. PTK adalah jenis penelitian terapan yang melibatkan peneliti secara aktif dan langsung, mulai
dari pembuatan rancangan penelitian, rencana tindakan, hingga pada penerapannya dengan
modifikasi intervensi yang sesuai dengan perkembangan kelas.
8. PTK bersifat fleksibel dan adaptif, membolehkan perubahan-perubahan selama dalam masa
penelitian, tidak menghiraukan kontrol demi kepentingan pelaksanaan yang lebih terfokus
pada penelitian (on the spot experimentation) dan inovasi.
9. PTK dapat dilaksanakan secara koloboratif, yaitu kerjasama di antara guru dan teman
sejawat, atau kepala sekolah dan pakar pendidikan, untuk berbagi kepakaran dan pemahaman
terhadap fenomena yang diteliti. PTK juga dapat dilakukan secara individual (oleh hanya
seorang peneliti), dan atau dalam bentuk tim peneliti.
10. PTK dilaksanakan dengan langkah-langkah berupa siklus yang sistematis, dengan urutan:
perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Ada beberapa model PTK yang sering digunakan dalam dunia pendidikan antara lain: (1)
model Kurt Lewin; (2) Model Kemmis & McTaggart; (3) model Dave Ebbut; (4) model John Elliot;
dan (5) model Hopkins (Depdiknas, 1999:18). Sebagaimana akan diuraikan secara ringkas berikut ini:
a. Model Kurt Lewin
Model Kurt Lewin merupakan model pertama dalam PTK yang diperkenalkan pada tahun
1946, dan merupakan acuan pokok atau dasar dari berbagai model PTK yang lain.
Menurut konsep Lewin bahwa siklus PTK terdiri dari empat langkah, yaitu (1) perencanaan
(planning); (2) aksi atau tindakan (acting); (3) observasi (observing); dan (4) refleksi (reflecting).
Model Lewin dapat digambarkan sebagai berikut:
Acting 

Planning  observing 

reflecting 

Gambar 3.1 PTK Model Lewin


b. Model Kemmis & Mc Taggart;
Model ini dikenal dengan penemunya yaitu Stephen Kemmis dan Robbin Mc Taggart. Model
Kemmis dan Mc Taggart merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin, sehingga kelihatan
masih sangat dekat dengan model Lewin. Kemmis dan Mc Taggart menjadikan satu kesatuan
komponen acting (tindakan) dan observing (pengamatan).
Model Kemmis dan Mc Taggart terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan, dan refleksi yang keempatnya merupakan satu siklus (Depdiknas, 1992:21) yang
digambarkan sebagai berikut: PLAN

Reflect

Act & 

Revised 

Reflect
c. Model John Elliot
Model John Elliot dikembangkan dari model Kurt Lewin, tetapi nampak lebih detail dan
rinci. Pada model John Elliot dalam satu tindakan (acting) terdiri dari beberapa step atau langkah
tindakan, yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2 dan langkah tindakan 3 (Depdiknas, 1999:22).
Model ini jika digambarkan sebagai berikut:

Ide Awal 

Temuan dan Analisis 

Perencanaan Umum 
Langkah Tindakan 
1,2,3
Implementasi Langkah 
Tindakan 
Monitoring 
Implementasi dan 
Efeknya 

Penjelasan  Revisi Perencanaan 
Kegagalan Tentang  Umum 
Implementasi

Perbaikan 
Perencanaan Langkah 
Tindakan 1,2,3
Implementasi dan 
Langkah Berikutnya 

Monitoring 
Implementasi dan 
Efeknya 

Penjelasan  Revisi Ide Umum 

Perbaikan 
Perencanaan Langkah
Implementasi dan 
Langkah Berikutnya 
Monitoring 
Implementasi dan 
Efeknya 

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:25)


Gambar 3.4 PTK Model John Elliot
d. Model Hopkins
Model Hopkins dikembangkan dari model-model sebelumnya yang sudah ada. Model
Hopkins jika digambarkan adalah sebagai berikut:

Perencanaan Tindakan, 
Target, Tugas, Kriteria  Implementasi  Evaluasi 
Keberhasilan 

Menopang Komitmen

Cek Kemajuan 

Mengatasi Problem

Perencanaan Konstruk  Cek Hasil 

Pengambilan Stok 

Pelaporan 

Audit 

Ambil Start 

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:26)


Gambar 3.5 PTK Model Hopkins

f. Model Gabungan Sanford dan Kemmis.


Model gabungan Sanford dan Kemmis ini dikembangkan oleh Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti
Depdikna. Sehingga diperoleh batasan penelitian tindakan adalah sebagai sebuah proses investigasi
terkendali yang siklis dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan
terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, kompetensi, atau situasi.
Proses siklus kegiatan PTK ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Rencana 

REFLEKSI
Siklus 1 

Observasi dan 
Rencana Tindakan 

Pelaksanaan 

REFLEKSI
Siklus 2 

Observasi dan 

Pelaksanaan  Rencana Tindakan 

REFLEKSI
Siklus 3 

Observasi dan 

Pelaksanaan 

Adaptasi Depdiknas (1999) dalam Tukiran dkk (2012:28)


Gambar 3.6 PTK Model Gabungan Sanford dan Kemmis
Berdasarkan model-model PTK di atas, secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim
dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
1. Perencanaan
Rencana merupakan tahapan awal yang harus dilakukan guru sebelum melakukan sesuatu.
Diharapkan rencana tersebut berpandangan ke depan, serta fleksibel untuk menerima efek-
efek yang tak terduga dan dengan rencana tersebut secara dini kita dapat mengatasi masalah.
Dengan perencanaan yang baik, seorang praktisi akan lebih mudah untuk mengatasi kesulitas
dan mendorong para praktisi tersebut untuk bertindak dengan lebih efektif. Sebagai bagian
dari perencanaan, partisipan harus bekerja sama dalam diskusi untuk membangun suatu
kesamaan bahasa dalam menganalisis dan memperbaiki pengertian maupun tindakan mereka
dalam situasi tertentu.

2. Pelaksanaan / Tindakan
Tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan yang telah dibuat yang dapat berupa
suatu penerapan model pembelajaran tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki atau
menyempurnakan model yang sedang dijalankan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh
mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaan suatu model pembelajaran yang hasilnya
juga akan diperguna-kan untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas.

3. Pengamatan
Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendoku-mentasikan pengaruh-pengaruh yang
diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya
refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang
sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari
tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.

4. Refleksi
Refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis, penafsiran (penginterpretasian),
menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap
perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja
guru pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian, PTK tidak dapat dilaksanakan dalam
sekali pertemuan karena hasil refleksi membutuhkan waktu untuk melakukannya sebagai
planning untuk siklus selanjutnya.

5. Sistematika Proposal PTK


Menurut Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi (2005:12) bahwa sistematika proposal PTK meliputi: (1) halaman sampul
usulan penelitian; (2) halaman pengesahan; (3) judul penelitian; (4) bidang kajian; (5)
pendahuluan; (6) perumusan dan pemecahan masalah; (7) tujuan penelitian; (8) manfaat hasil
penelitian; (9) kajian pustaka; (10) rencana dan prosedur penelitian; (11) jadwal penelitian;
(12) biaya penelitian; (13) personalia penelitian; (14) daftar pustaka; (15) lampiran-lampiran,
yang meliputi, (a) instrumen penelitian; (b) curriculum vitae semua peneliti; (c) surat
keterangan dari kepala sekolah/instansi.
Berdasarkan urutan tersebut, sistematika proposal PTK adalah sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL/HALAMAN SAMPUL PROPOSAL PENELITIAN
HALAMAN PENGESAHAN
A. JUDUL PENELITIAN
B. BIDANG KAJIAN
C. PENDAHULUAN
D. PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
E. TUJUAN PENELITIAN
F. MANFAAT HASIL PENELITIAN
G. KAJIAN PUSTAKA
H. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN
I. JADWAL PENELITIAN
J. BIAYA PENELITIAN
K. PERSONALIA PENELITIAN
L. DAFTAR PUSTAKA
M. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Instrumen Penelitian
2. Curriculum Vitae semua peneliti
3. Surat keterangan dari kepala sekolah

Adapun penjelasan komponen pokok sebagai berikut:


a. Judul Penelitian
Judul penelitian hendaknya singkat maksimal 20 kata, spesifik, dan cukup jelas
menggambarkan masalah yang akan diteliti, tindakan untuk mengatasi masalah, hasil yang diharapkan
dan tempat penelitian.
Judul PTK merupakan ide yang diangkat dari identifikasi masalah yang ada. Sebelum ada
masalah yang ditetapkan, maka perlu ditumbuhkan sikap dan keberanian untuk mempertanyakan
kualitas pembelajaran yang selama ini dilcapai. Pertanyaan-pertanyaan dapat diarahkan pada: apakah
kualitas siswa sudah cukup baik? Apakah proses pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif?
Apakah sarana pembelajaran cukup memadai? Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas? Dan
seterusnya. Sebagai contoh judul PTK adalah Penerapan Strategi Role Play untuk meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di Kelas VII MTs Surabaya.

b. Bidang Kajian
Bidang kajian penelitian tindakan kelas meliputi; (1) masalah belajar siswa di kelas; (2) desain
dan strategi pembelajaran; (3) alat bantu; (4) media dan sumber belajar; (5) sistem asesmen dan
evaluasi; (6) pengembangan pribadi peserta didik; (7) pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; (8)
masalah kurikulum.
c. Pendahuluan
Dalam pendahuluan, kemukakan secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah
masalah yang nyata di sekolah, dan diagnosis dilakukan oleh guru di sekolah. Masalah yang akan
diteliti merupakan sebuah masalah penting dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat
dilaksanakan dilihat dari segi ketersediaan waktu, biaya dan daya dukung lainnya yang dapat
memperlancar penelitian tersebut. Setelah diidentifikasi masalah penelitiannya, maka selanjutnya
perlu dianalisis dan dideskripsikan secara cermat akar penyebab dari masalah tersebut. Penting juga
digambarkan situasi kolaboratif antar anggota peneliti dalam mencari masalah dan akar penyebab
munculnya masalah tersebut. Prosedur yang digunakan dalam mengidentifikasi masalah perlu
dikemukakan secara jelas dan sestematis.

d. Perumusan dan Pemecahan Masalah


1. Perumusan Masalah
Secara bahasa, rumus adalah ringkasan atau pernyataan. Rumusan masalah berarti ringkasan
atau pernyataan mengenai masalah. Dalam konteks ini, yang dimaksud rumusan masalah
adalah ringkasan dari sekian banyak masalah yang tertuang pada subbab latar belakang
masalah, sehingga menjadi pernyataan yang tepat. Tetapi, pernyataan tersebut akan selalu
berupa pertanyaan sehingga kompleksitas permasalahan dapat disederhanakan.
Rumusan masalah dalaam PTK harus mengandung ide peneliti yang akan digunakan untuk
mengatasi masalah itu sendiri. Jadi, rumusan masalah tidak sekadar kalimat tanya yang
sifatnya umum, tetapi telah dirumuskan secara spesifik. Berikut ini adalah beberapa contoh
rumusan masalah dalam PTK.
a) Bagaimana persepsi dan kesan siswa terhadap penggunaan Strategi Role Play dalam
pelajaran SKI pada materi Perkembangan Islam pada masa Khalifah Abu Bakar As-
Siddiq di kelas VII MTs Surabaya ?
b) Bagaimana penerapan Strategi Role Play pelajaran SKI pada materi perkembangan Islam
pada masa Kholifah Abu Bakar As-Siddiq di kelas VII MTs Surabaya dapat
meningkatkan Motivasi Belajar siswa ?
2. Pemecahan Masalah
Identifikasi alternatif tindakan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah. Berikan
argumentasi yang logis mengenai pilihan tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan
masalah (misalnya: karena kesesuaiannya dengan masalah, kemutakhiran, keberhasilannya
dalam penelitian sejenisnya, dll). Cara pemecahan masalah ditentukan berdasarkan
ketepatannya dalam mengatasi akar penyebab permasalahan, cara pemecahan masalah
dirumuskan dalam bentuk tindakan (action) yang jelas dan terarah. Kemukakan hipotesis
tindakan bila diperlukan. Rumuskan indikator keberhasilan tindakan yang dilakukan.
Kemukakan cara pengukuran indikator serta cara mengevaluasinya sehingga dapat diukur
tingkat pencapaian keberhasilannya.
e. Tujuan Penelitian
Kemukakan secara singkat dan jelas tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan
pada permasalahan yang ditemukan dalam rumusan masalah.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian harus sejalan dengan jawaban
atas pertanyaan dalam rumusan masalah. Dengan mengacu rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui persepsi dan kesan siswa terhadap pelaksanaan strategi Snow Balling
pada pembelajaran SKI materi Malaikat-malaikat Allah .
b. Untuk mengetahui apakah penerapan strategi Role Play dapat meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa dalam pembelajaran SKI materi Perkembangan Islam pada Masa Khalifah
Abu Bakar AsSiddq.
f. Manfaat hasil Penelitian
Uraikan manfaat hasil penelitian terutamanya untuk perbaikan kualitas pendidikan dan/atau
pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi siswa, guru, komponen pendidikan terkait di
sekolah, dan guru. Kemukakan hal-hal baru sebagai hasil kreativitas pembelajaran yang akan
dihasilkan dari penelitian ini.
Karena hakikat PTK adalah untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, hendaknya
dalam mencantumkan manfaat penelitian lebih menitikberatkan pada apa yang akan diperoleh siswa
setelah menggunakan hasil penelitian ini. Sekadar contoh, manfaat temuan penelitian ini adalah
seperti berikut: Terkumpulnya persepsi dan kesan siswa dalam pembelajaran SKI materi
perkembangan Islam pada masa khalifah Abu Bakar as-Siddiq strategi Role Play.
g. Kajian Pustaka/Kajian Teori
Banyak ahli yang menyebut bab ini secara berbeda, sebagian menyebut kajian pustaka,
sebagian lain, landasan teori dan sebagian lain menyebut kajian teori dan tinjauan pustaka. Namun
tujuannya adalah sama yakni menguraikan dengan jelas kajian teoritis dan empiris yang
menumbuhkan gagasan usulan PTK yang sejalan dengan rumusan dan hipotesis tindakan (bila ada).
Kemukakan juga teori dan hasil penelitian lain yang mendukung pilihan tindakan untuk mengatasi
permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan sebagai dasar penyusunan kerangka berpikir
yang akan digunakan dalam penelitian.
Setelah melakukan kajian pustaka secara mendalam, peneliti harus menunjukkan bahwa
penelitian yang diangkat adalah benar-benar asli dan bukan plagiat. Sekadar contoh
h. Rencana dan Prosedur Penelitian
Kemukakan subjek penelitian, waktu dan lamanya tindakan, serta tempat penelitian secara
jelas. Prosedur hendaknya dirinci dari pelaksanaan, penelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi
refleksi, yang bersifat siklis.
i. Jadwal Penelitian
Buat jadwal kegiatan penelitian yang meliputi perencanaan, persiapan, pelaksanaaan
monitoring, seminar dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk Gantt Chart. Jadwal
kegiatan penelitian disusun sesuai dengan aturan institusi pemberi dana, misalnya selama tiga, enam
atau sembilan bulan.
Contoh jadwal penelitian tindakan kelas (selama 6 bulan)
No Kegiatan Bulan ke
I II III IV V VI
1 Persiapan, penyusunan proposal X
2 Pelaksanaan siklus I X
3 Pelaksanaan siklus II X
4 Pelaksanaan siklus III X
5 Analisis Data X X
6 Seminar lokal hasil PTK X
7 Pembuatan Hasil Penelitian X
8 DiseminasiHasil Penelitian X
8 Revisi Laporan Hasil Penelitian X

j. Biaya Penelitian
Kemukakan biaya–biaya penelitian secara rinci mengacu pada kegiatan penelitian (kondisional
menurut keperluan peneliti/lembaga).
k. Personalia Penelitian
l. Daftar Pustaka
m. Lampiran-lampiran
- Instrumen Penelitian
- Curriculum Vitae semua peneliti
- Surat keterangan dari kepala sekolah/lokasi PTK

Penyusunan proposal merupakan lengkah awal dalam kegiatan penelitian. Proposal


mempunyai kedudukan yang sangat penting karena proposal tersebut merupakan gambaran umum
tentang tahapan dan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh seorang peneliti. Dengan adanya
proposal, seorang peneliti tidak akan ragu-ragu melakukan tindakanya karena sudah memiliki
pedoman. Proposal Penelitian Tindakan Kelas tidak jauh berbeda dengan rancangan proposal
penelitian secara umum. Suatu proposal penelitian tindakan kelas, memberikan rancangan yang
cukup jelas dan akurat tentang judul, masalah, kajian teori, hipotesis. Pengembangan instrumen,
analisis data, teknik peloporan.
Substansi secara umum, sistematika proposal penelitian tindakan kelas terdiri dari
komponen-komponen berikut: (1) judul, (2) latar belakang masalah, (3) identifikasi masalah, (4)
pembatasan dan perumusan masalah, (5) cara pemecahan masalah, (6) tujuan tindakan, (7) manfaat
tindakan, (8) krangka konseptual dan hipotesis tindakan, (9) metode penelitian. Metode penelitian
mencakup unsur-unsur: (a) subjek dan objek penelitian, (b) rancangan penelitian, yang mencakup:
perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi, perencanaan ulang, dst, (c) instrumen penelitian dan
teknik pengumpulan data, (d) analisis data dan kriteria keberhasilan.

Secara garis besar, rincian dari setiap Laporan Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut:
1) Abstrak. Pada bagian ini dituliskan dengan ringkas hal-hal pokok tentang (a) permasalahan
khususnya rumusan masalah, (b) tujuan, (c) prosedur pelaksanaan PTK, dan (d) hasil
penelitian. Ditulis dalam satu halaman, satu spasi, maksimal tiga alinea atau hal ini tergantung
pada sumber data atau ketentuan dari lembaga pemesan.
2) Pendahuluan. Memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang permasalahan
pentingnya masalah dipecahkan, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta definisi istilah, bila dianggap perlu.
3) Kajian Teori dan Hipotesis Tindakan. Menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang
relevan yang memberi arah kepelaksanaan PTK dan usaha peneliti membangun argumen
teoritik bahwa dengan tindakan tertentu dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikan dan pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Dalam uraian bab
ini diakhiri dengan pertanyaan penelitian dan hipotesis tindakan.
4) Pelaksanaan Penelitian. Mengandung unsur: deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran,
karakteristik siswa di sekolah sebagai subyek penelitian. Kejelasan tiap siklus: rancangan,
pelaksanakaan, cara pemantauan, beserta jenis instrumen, usaha validasi hipotesis dengan
cara refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan feasible serta collaborative. Berikan
gambaran kondisi lapangan saat tindakan dilakukan, secara kuantitatif maupun kualitatif
tentang semua aspek yang dapat direkam pada waktu penelitian. Pada saat pelaksanaan
penelitian, Instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data memiliki peran yang sangat
penting dalam proses penelitian. Penarikan kesimpulan dari suatu penelitian ditentukan oleh
data yang terjaring melalui instrumen penelitian. Sedangkan bentuk instrumen penelitian
sangat ditentukan oleh teknik pengumpulan datanya. Oleh karena itu, pemilihan teknik
pengumpulan data harus dapat mencapai tujuan untuk menjawab rumusan masalah. Jadi
teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian mestilah bersesuaian.

Bentuk Instrumen Penelitian


Tujuan Teknik Pengumpulan Instrumen Penelitian
Data

Mengukur Tes  Tes pilihan ganda


pengetahuan/  Tes Essay
keterampilan  Kuis
 Lembar Kerja Siswa
 Lembar Tugas Siswa

Mengetahui  Angkat/kuesioner  Lembar angket/kuesioner


pendapat  Wawancara  Pedoman Wawancara
Menilai peforma  Observasi  Lembar observasi/ pengamatan
kinerja  Catatan lapangan

Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: reduksi data, paparan data, dan penyimpulan
hasil analisis, (1) Reduksi Data, adalah proses penyederhanaan data yang dilakukan melalui
seleksi, pengelompokkan, dan pengorganisasian data mentah menjadi sebuah informasi
bermakna, (2) Paparan Data, merupakan suatu upaya menampilkan data secara jelas dan
mudah dipahami dalam bentuk paparan naratif, grafik, atau perwujudan lainnya, (3)
Penyimpulan, merupakan pengumpulan intisari dari sajian data yang telah terorganisasikan
dalam bentuk pernyataan atau kalimat yang singkat, padat dan bermakna.
5) Hasil penelitian dan Pembahasan. Menyajikan uraian masing-masing siklus dengan data
lengkap mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengamatan, dan refleksi yang berisi penjelasan
tentang aspek keberhasilan. Baik data pra PTK , data setelah siklus I maupun data-data
siklus berikutnya. Sajian data dalam bab ini mendeskripsikan secara jelas
perubahan/perbaikan yang diperoleh dari hasil kegiatan observasi, yang dapat dibuat dalam
bentuk grafik/tabel dengan berikan berbagai penjelasan dan analisis data. Bila hasil perbaikan
yang diharapkan belum tercapai pada siklus 1, maka diperlukan langkah lanjutan pada siklus
2. Satu siklus kegiatan merupakan kesatuan dari kegiatan perumusan masalah, perencanaan
tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan interpretasi, serta analisis dan refleksi.
Banyaknya siklus tidak dapat ditetapkan, dan karenanya perlu dibuatkan semacam kriteria
keberhasilan. Kriteria keberhasilan dapat ditetapkan, misalnya dengan menggunakan prinsip
belajar tuntas. Apabila tingkat perbaikan yang diharapkan tercapai minimal 75%, Atau jika
merujuk kepada permasalahan yang disbutkan di atas tentang peningkatan minat belajar SKI
melalui penerapan strategi Role Play pada siswa kelas VII MTs Surabaya, maka kegiatan
pembelajaran itu dapat dikatakan sudah memenuhi kriteria apabila penerapan strategi role
play sudah dianggap sempurna penerapannya dan pencapaian minat belajar meningkat
memenuhi standar minimal sesuai dengan rancangan PTK sebelumnya
6) Simpulan dan Saran.
Kemukakan simpulan yang diperoleh dari hasil analisis pada bab sebelumnya, dengan
memperhatikan perumusan masalah dan tujuan penelitiannya. Utarakan keterbatasan
penelitiannya, kemudian sampaikan saran. Ada dua macam saran: (a) saran untuk penelitian
lanjut, dan (b) saran untuk penerapan hasil penelitian.

D. Rangkuman
Penelitian Tindakan terdiri dari empat model yaitu Partisipatory Action Research (PAR), Critical
Action Research (CAR), Institusional Action Research (IAR) dan Classroom Action Research
(PTK). Secara umum tahapan dari penelitian tindakan ini hampir sama. Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) merupakan sebuah kajian reflektif dari kerisauan pendidik terhadap persoalan
pengajaran dan pembelajaran di kelas kemudian memiliki semangat untuk memperbaiki proses
pembelajarannya. Karakteristik PTK agak berbeda dengan penelitian secara umum. PTK
memiliki karakteristik antara lain; An inquiry on pratice from within, Collaborativ, Reflective, Practice,
Made Public, Every Day Pratical Problems, Teori menuju aksi. PTK juga memiliki prinsip yang berbeda
dengan penelitian penelitian secara umum dan penelitian model ini termasuk jenis penelitian
kualitiatif.
Secara garis besar prosedur penelitian tindakan mencakup empat tahap yaitu: perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing) dan refleksi (reflecting). Langkah-langkah pokok
yang umumnya ditempuh dalam melakukan PTK adalah: 1) penetapan fokus masalah penelitian,
2) perencanaan tindakan perbaikan, 3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan
interpretasi, 4) analisis dan refleksi, dan 5) perencanaan tindak lanjut.

Lampiran 1

LEMBAR KERJA PTK


PEMBUATAN KERANGKA PROPOSAL
Nama :..............................................................
No. Peserta :...........................................................
A. Judul Proposal
Dalam judul; proposal sudah terlihat masalah yang diteliti dan intervensi (action) apa yang akan dilaksanakan. Judul
maksimal 20 kata.
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
B. Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan memuat:
1. Deskripsi (gambaran) masalah
Di bagian ini masala-masalah dideskripsikan (digambarkan) secara jelas dan nyata. Apa yang terjadi jika
masalah tersebut dibiarkan saja. Apa akibatnya bagi proses pembelajaran.Karena itu perlu dilakukan intervensi
(tindakan) guru untuk mengatasi masalah tersebut.
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………
2. Identifikasi Penyebab Masalah
Di sini dijelaskan penyebab masalah, kemudian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah.
Contoh: Diduga penyebab siswa kurang berminat dalam pembelajaran SKI karena guru selama ini mengajar
dengan menggunakan metode tradisonal yaitu ….. atau guru selama ini tidak menggunakan media… atau…dst.
Oleh karena itu penulis ingin meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran SKI dengan menerapkan
metode small group discussion.. atau metode drill, atau strategi ….. atau…. Dst.
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
………….……………………………………..…………………...........................................................
................................................................................................................................................................................
..................
C. Perumusan Masalah
Masalah dirumuskan dalam kalimat pertanyaan dan secara jelas terlihat aspek-aspek: what, who, where, when,
how/many/much.
Contoh : - Apakah penerapan Strategi Dril dapat meningkatkan kemampuan siswa membaca surat-surat
pendek ?
‐ Apakah melalui penerapan metode small group discussion, minat belajar siswa dalam
pembelajaran SKI dapat ditingkatkan?

……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………
Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sejalan dengan rumusan masalah.
Contoh: Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam
pembelajaran SKI dengan menerapkan metode small group discussion.
......................................................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................................................
......................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................
E. Manfaat/Kegunaan Penelitian
Manfaat Penelitian diuraikan lebih rinci dan jelas . Manfaat bagi siswa, guru, sekolah, dan pihak-pihak
terkait.
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
……………
F. Kerangka Teoretis dan Hipotesis Tindakan
1. Kerangka Teoretis
Landasan teoretik tentang urgensi tindakan diuraikan secara jelas dalam dukungan pustaka terakhir.
(kemukakan teori-teori yang terkait dengan masalah dan solusinya yang sudah di pilih). Dalam kerangka teori
minimal menjelaskan dua hal pokok, apa yang akan ditingkatkan dan metode/strategi apa yang akan
diterapkan. Contoh:
a) Minat Belajar. Minat belajar adalah….. Fungsi minat dalam belajar ……Ciri-ciri seseorang yang
berminat dalam belajar adalah…. Dst.
b) Metode small group discussion. Metode small group discussion adalah…. Langkah-langkah penerapannya
adalah…. Kelebihannya adalah… kekurangannya adalah…. Dst.
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………
2. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan berisi pernyataan secara jelas tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi
akar masalah yang didukung oleh kerangka teoritik.
Contoh Hipotesis Tindakan:
Dengan diterapkannya metode….. motivasi belajar siswa dalam pembelajaran SKI dapat
ditingkatkan. Atau, Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran SKI dapat ditingkatkan melalui
penerapan metode….. Atau, jika metode …diterapkan, maka motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran SKI dapat ditingkatkan
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………

G. Metode Penelitian
Pada bagian ini dijelaskan beberapa hal, antara lain:
1. Setting Penelitian.
Setting penelitian memuat tempat penelitian dilaksanakan, siapa yang diteliti, berapa orang yang
diteliti, berapa lamanya penelitian akan dilaksanakan, siapa yang akan melaksanakan tindakan,
siapa yang diajak kerjasama dalam penelitian.
2. Variabel penelitian, jelaskan variabel penelitiannya apa saja.
3. Prosedur Penelitian, di sini dijelaskan komponen-komponen atau unsure-unsur PTK
(perencanaan/planning, tindakan/action, observasi dan refleksi. Rencananya penelitian akan
dilakukan berapa siklus.
4. Rencana Tindakan
Cara pemecahan masalah harus menunjukkan akar masalah, bentuk intervensi yang diusulkan diuraikan
dalam tahap-tahap, dari:
Perencanaan………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………
Tindakan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
………………………………

Observasi/pengamatan
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………
Refleksi
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………
5. Pengembangan Instrumen
Perlu diuraikan jenis data yang akan dikaji serta instrumen apa yang cocok untuk
mengumpulkannya.
Contoh: dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah:
a. Data tentang penerapan metode small group discussion, data ini dikumpulkan melalui
observasi
b. Data tentang minat belajar/aktifitas belajar siswa, data ini akan dikumpulkan melalui
observasi
c. Data tentang…… dikumpulkan melalui ….. dst.
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………
6. Analisis Data
Perlu diuraikan pada bagian ini bagaimana data yang telah dikumpulkan itu, dicek validitasnya,
kemudian dianalisis secara desktiptif.
Contoh: data yang telah terkumpul akan dipisah-pisahkan menurut kelompoknya kemudian akan
dianalisis secara deskriptif.
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………
…………………

H. Indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan ada dua bagian, jelaskan kedua bagian tersebut. Pertama indikator kinerja,
maksudnya langkah-langkah penerapan metode atau strategi atau teknik betul-betul
dilaksanakan/diterapkan oleh guru (peneliti). Kedua indikator Hasil, contohnya minat belajar yang
meningkat, keaktifan belajar yang meningkat, motivasi belajar yang meningkat…. Uraikan apa tanda-
tanda peningkatannya.
I. Jadwal penelitian (harus dibuat dalam bentuk Gantt Chart (tindakan dimulai bulan Juli)
J. Daftar Pustaka, dibuat harus mengikuti aturan.
K. Gunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, tulisan mengikuti kaedah EYD.
LAMPIRAN
CONTOH USULAN/PROPOSAL PTK

JUDUL PENELITIAN:
PENERAPAN PEMBELAJARAN MELALUI METODE PROBLEM SOLVING UNTUK
MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PAI
MATERI PENTINGNYA MENUNTUT ILMU
A. LATAR BELAKANG
Nilai rata-rata mata pelajaran PAI pada siswa kelas X MA Surabaya masih belum memuaskan.
Salah satu kelemahan yang cukup mendasar adalah minat dan kemampuan siswa untuk memahami
ayat Quran dan Hadist tentang menuntut Ilmu. Salah satu indikasinya adalah rendahnya hasil Ujian
Semester Ganjil. Sebagian besar (60%) siswa tidak mencapai nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal)
PAI yang ditetapkan, yaitu 75. Indikasinya lainnya adalah rendahnya skor nilai ketika mereka
diberikan contoh soal atau contoh latihan yang berbeda dengan apa yang ada di buku. Sebagian besar
(65%) siswa tidak bisa menyelesaikan soal atau latihan sesuai waktu.
Metode problem solving merupakan di antara metode yang dapat digunakan untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada materi-materi terapan yang didasarkan pada Al-
Qur’an dan Hadits. Metode ini dianggap mampu karena metode problem solving ini, sebagaimana
yang pernah diteliti penerapan metode ini untuk IPS oleh Tin Rustini (2008) memiliki kelebihan-
kelebihan sebagai berikut:
a. Model Problem Solving mampu melatih siswa mengembangkan kemampuan berfikir
reflektif, kritis, dan kreatif
b. Model Problem Solving berhasil dengan baik bila menggunakan strategi yang bervariatif
c. Model problem solving dapat memberikan kemudahan kepada guru dalam melaksanakan
pembelajaran
d. Model pembelajaran dengan menerapkan problem solving dapat meningkatkan kualitas
proses maupun hasil belajar siswa.
Dengan kelebihan yang dimiliki dan telah dibuktikan bahwa metode ini mampu meningkatkan
partisipasi dan kemampuan berfikir siswa sehingga dapat meningkatkan kualitas proses maupun hasil
belajar siswa, diharapkan metode ini juga terbukti mampu untuk meningkatkan minat dan hasil
belajar siswa pada materi-materi pentingnya menuntut Ilmu. Karena alasan ini, penting adanya
penelitian tindakan kelas untuk mengetahui bagaimana Penerapan Pembelajaran Melalui Metode
Problem Solving untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran PAI Materi
Pentingnya Menuntut Ilmu pada siswa Kelas X MA Surabaya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana metode problem solving dapat meningkatkan minat siswa dalam pelajaran PAI
pada materi pentingnya menuntut ilmu?
2. Bagaimana metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran
PAI pada materi pentingnya menuntut ilmu?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peningkatan minat siswa melalui metode problem solving dalam
pelajaran PAI pada materi pentingnya menuntut ilmu
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui metode problem solving dalam
pelajaran PAI pada materi pentingnya menuntut ilmu

D. MANFAAT HASIL PENELITIAN


Hasil penelitian di atas diharapkan dapat bermanfaat langsung bagi sekolah, guru, dan terutama
siswa. Manfaat tersebut masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagi sekolah, hasil penelitian di atas diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
PAI
2. Bagi guru, penelitian di atas memberikan pengalaman secara langsung dan memberikan
gambaran sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran PAI
3. Bagi siswa, penelitian di atas memberikan pengalaman bagi mereka dengan terkumpulnya
persepsi dan kesan siswa dalam pembelajaran PAI

E. KAJIAN PUSTAKA
1. Minat Siswa dalam Proses Pembelajaran
Minat memiliki peran yang sangat besar terhadap belajar dan hasil belajar. Karena minat adalah
kecenderungan terhadap sesuatu. Ada minat terhadap belajar berarti adanya kecenderungan siswa
untuk belajar. Siswa yang memiliki kecenderungan kuat untuk belajar akan mempengaruhi hasil
belajar yang dicapainya
Lebih rincinnya, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tentang minat dan minat
belajar:
a. Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu atau gairah atau keinginan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007).
b. Minat merupakan aspek kognitif dari motivasi, atau merupakan gambaran kognitif yang
memberikan arah pada suatu tindakan (Franken dalam Nurhayani, 2012:61)
c. Minat dapat diartikan sebagai suatu keinginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan atau
kehendak. Di mana anak dengan minatnya itu bisa melihat bahwa sesuatu yang dilihatnya itu
akan mendatangkan keuntungan atau faidah sehingga dapat menimbulkan kepuasan jika
melakukan atau mendapatkannya (Surya, 2010:27).
d. Minat dapat diartikan juga sebagai kecenderungan hati terhadap sesuatu. Semakin besar
minat seseorang terhadap sesuatu, semakin perhatiannya tercurah pada sesuatu itu. Sehingga
dikatakan seseorang memiliki minat di antaranya dapat dilihat seberapa perhatiannya tercurah
untuk apa yang diminatinya (Fitriani, 2010).
e. Minat berarti kecenderungan seseorang terhadap objek atau sesuatu kegiatan yang diminati
yang disertai dengan perasaan senang, adanya perhatian, dan keaktifan tersebut (Fitriani,
2010).
f. Minat belajar dipahami sebagai ketaatan pada kegiatan belajar, baik menyangkut perencanaan
jadwal belajar maupun inisiatif melakukan usaha tersebut dengan sungguh-sungguh (Olivia,
2011:37).
g. Minat belajar adalah sesuatu keinginan atau kemauan yang disertai perhatian dan keaktifan
yang disengaja yang akhirnya melahirkan rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik
berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Berarti minat belajar adalah perhatian, rasa
suka, ketertarikan seseorang terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan,
partisipasi, dan keaktifan dalam belajar (Fitriani, 2010).
Dalam bukunya Hendra Surya (2010:26-27), ada tiga faktor utama yang menggerakkan anak
untuk melakukan aktifitas belajar, yaitu: minat, motivasi, dan perhatian merupakan faktor utama yang
menggerakkan anak untuk melakukan suatu aktifitas belajar. Menurutnya, untuk memperoleh suatu
aktifitas belajar yang optimal, ketiga komponen ini harus memiliki kekuatan yang sinergis. Jika
kemauan belajar anak lemah, berarti ketiga komponen penggerak belajar anak inipun memang sangat
lemah. Dan untuk meningkatkan minat belajar, beberapa faktor alasan dapat ditelusuri, seperti rasa
ingin tahu, rasa ingin menyenangkan orang tua, menjadi juara kelas, dikenal sebagai pelajar teladan
atau sebagai pakar mata pelajaran tertentu, dan lainnya (Olivia, 2011:37).
Selain dari faktor-faktor di atas, ada beberapa upaya lain yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan minat belajar. Dalam tulisannya Idli Fitriani (2010), minat dipengaruhi oleh:
1) Motivasi
2) Keterampilan menggunakan variasi mengajar
3) Faktor intern, seperti faktor kesehatan, bakat, dan perhatian
4) Faktor ekstern, seperti faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat
5) Usia
6) Jenis kelamin
Sedangkan menurut Keke T Aritongan (2008:17-21), ada empat faktor yang dapat meningkatkan
minat belajar:
1) Faktor cara mengajar guru;
2) Faktor karakter guru;
3) Faktor suasana kelas tenang dan nyaman; dan
4) Faktor fasilitas belajar.

2. Metode Problem Solving dan Penerapannya dalam Pembelajaran Munasabah Al-Qur’an


Metode pemecahan masalah merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada aktivitas
siswa dalam memecahkan masalah. Pembelajaran dengan menggunakan metode pemecahan masalah
merupakan suatu cara yang lahir dari perubahan mendasar tentang cara belajar siswa. Belajar tidak
lagi dipandang sebagai proses menerima informasi untuk disimpan dimemori siswa, namun siswa
belajar mendekati setiap persoalan dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, mengasimilasi
informasi baru dan membangun pengertian sendiri (Fitriyanti, 2009:40).
Dalam metode pemecahan masalah, ada beberapa tahapan yang harus terlebih dahulu dipahami.
Menurut Dewey dalam Fitriyanti (2009:40), terdapat beberapa pendapat mengenai tahap-tahap
pelaksanaan dalam penerapan metode pemecahan masalah, yaitu:
a. Merumuskan masalah;
b. Menganalisis masalah;
c. Merumuskan hipotesis;
d. Mengumpulkan data;
e. Pengujian hipotesis;
f. Penarikan kesimpulan.
Adapun dalam bukunya Syaiful Sagala (2006:23-24), kegiatan belajar memecahkan masalah
biasanya meliputi lima langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan dan membatasi masalah
c. Menyusun pertanyaan-pertanyaan
d. Mengumpulkan data-data
e. Analisis dari sejumlah permasalahan belajar sehingga dapat merumuskan atas pertanyaan-
pertanyaan penting mengenai belajar serta penarikan kesimpulan.
Menurut Haris (1998) dalam Ikhwanudin dkk (2010:217), secara ringkas proses problem solving
(pemecahan masalah) meliputi langkah-langkah:
a. Mengumpulkan informasi dan sumber daya untuk dievaluasi serta memperoleh gambaran
yang jelas tentang situasi dan memastikan pemahaman yang benar atasnya;
b. Brainstorming dan merencanakan proses solusi. Brainstorming adalah melihat situasi beserta
perubahannya, serta memperkirakan konsekuensi dari perubahan tersebut;
c. Mengimplementasikan solusi. Setelah serangkaian langkah diidentifikasi, perlu dilihat hasil
dari tiap langkah untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sejauh ini
menghasilkan hasil yang diinginkan;
d. Memeriksa hasil. Setelah solusi dicapai, perlu diperiksa kembali untuk memastikan bahwa
hasil yang dicapai sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Menurut Maloy dkk (2010) dalam Ikhwanuddin dkk (2010:217-218), ada lima langkah penting
dalam pembelajaran problem solving, yaitu:
a. Apakah jenis pertanyaannya? Hal ini bertujuan untuk menghubungkan pertanyaan dengan
pendekatan yang telah diketahui;
b. Apa tujuan pertanyaan? atau apa yang dicari dari pertanyaan?;
c. Apa yang sudah diketahui?;
d. Apa rencana saya untuk memecahkan masalah?;
e. Bagaimana saya tahu bahwa saya telah memecahkan masalah tersebut?
Kemudian menurut Singh dan Haileselassie (2010) dalam Ikhwanuddin dkk (2010:218), problem
solving yang efektif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Analisis Konseptual Masalah
b. Perencanaan Solusi Masalah
c. Penerapan dan Evaluasi Rencana Solusi Masalah
d. Refleksi Proses Problem Solving
Berdasarkan rincian-rincian di atas, penerapan metode problem solving dalam memahami
munasabah Al-Qur’an dapat dilakukan di antaranya melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Memahami pengertian dengan ruang lingkup bahasan secara baik untuk memahami situasi
masalah
b. Memahami penerapan pengertian dengan ruang lingkup di atas dengan contoh yang
diberikan
c. Menganalisis masalah secara konseptual dengan contoh yang diberikan
d. Merencanakan proses solusi masalah dengan contoh yang berbeda
e. Penerapan solusi masalah dengan contoh yang berbeda
f. Memeriksa hasil

F. RENCANA DAN PROSEDUR PENELITIAN


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tindakan kelas ini adalah di kelas X MA Surabaya.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MA Surabaya sebanyak 40 anak yang menurut
hasil diagnosis memiliki minat dan hasil belajar mata pelajaran PAI yang rendah.
3. Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu penerapan
pembelajaran melalui metode problem solving. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan minat
dan hasil belajar siswa meningkat.
4. Tahap Pelaksanaan
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam tiga siklus. Kegiatan setiap siklusnya
meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Adapun kegiatan rincian dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahapan perencanaan adalah:
1) Mengadakan pertemuan, guru pelaksana tindakan dengan guru pengamat berdiskusi
tentang persiapan penelitian
2) Menyiapkan lembar observasi aktifitas guru, lembar observasi aktifitas siswa, angket
minat, soal tes, pedoman wawancara, dan catatan lapangan
3) Menyiapkan rencana pelajaran yang telah disusun pada persiapan penelitian
4) Menyiapkan alat tulis dan alat perekam untuk observasi dan wawancara
b. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, guru PAI sebagai pelaksana tindakan melakukan aktifitas
pembelajaran sesuai dengan rencana pelajaran yang telah disusun
c. Observasi
Pada tahap observasi, dilakukan observasi aktifitas guru, observasi aktifitas siswa, dan
wawancara dengan siswa. Untuk observasi dilakukan oleh guru pengamat kemudian dicatat
dalam lembar observasi guru. Sedangkan wawancara direkam dalam alat perekam dan dicatat
dalam catatan lapangan.
d. Evaluasi
Pada tahap evaluasi, aktifitas guru dievaluasi berdasarkan lembar observasi, alat perekam, dan
catatan lapangan. Sedangkan minat dan hasil belajar siswa dievaluasi berdasarkan lembar
observasi aktifitas siswa, angket minat, alat perekam, soal tes, dan catatan lapangan.
e. Refleksi
Pada tahap refleksi, data yang diperoleh dari hasil evaluasi kemudian dianalisis. Hasil analisis
digunakan untuk merefleksi pelaksanaan tindakan pada siklus tersebut, hasil refleksi
kemudian digunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.
Adapun prosedur, alat, pelaku, sumber informasi, dan cara analisis dapat dilihat dalam tabel
berikut:

N Prosedur Alat Pelaku Sumber Cara Analisis


O Informasi
1 Menganalisis Lembar observasi Guru Guru Analisis
aktifitas guru aktifitas guru; alat pengamat pelaksana kualitatif
perekam; catatan tindakan
lapangan
2 Menganalisis Lembar observasi Guru Siswa Analisis
aktifitas siswa aktifitas siswa; alat pengamat kualitatif
perekam; catatan
lapangan
3 Menganalisis Angket minat dan catatan Guru Siswa Analisis
minat siswa lapangan pelaksana kualitatif
tindakan
4 Menganalisis Tes Guru Siswa Analisis
hasil belajar pelaksanan kuantitatif
siswa tindakan dan kualitatif

Apabila tingkat perbaikan yang diharapkan tercapai minimal 75%, maka kegiatan pembelajaran itu
dapat dikatakan sudah memenuhi kriteria.

G. JADWAL PENELITIAN
Jadwal penelitian akan dilaksanakan selama 3 bulan yang setara dengan 12 minggu. Dilaksanakan
mulai bulan Oktober 2013 hingga bulan Desember 2013.
Jadwal penelitian dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Minggu ke-

No Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

X
Persiapan

1
a. Penyusunan Pedoman Kerja

b. Penyusun Instrumen Penelitian X


Pelaksanaan siklus I

a. Perencanaan X

b. Tindakan
2 X

c. Observasi dan Evaluasi

X
d. Analisis dan Refleksi

Pelaksanaan Siklus II
X

a. Perencanaan
3 X
b. Tindakan

c. Observasi dan Evaluasi X

d. Analisis dan Refleksi


X

Pelaksanaan Siklus III


X

a. Perencanaan
4 X
b. Tindakan

c. Observasi dan Evaluasi X

d. Analisis dan Refleksi


X

5 Analisis Data X

6 Seminar lokal hasil PTK X

7 Penyusunan Hasil Penelitian X

8 Revisi Laporan Hasil Penelitian X

H. BIAYA PENELITIAN
RAB PENELITIAN
Judul Penelitian :…………………………………..
Peneliti :…………………………………..
Sumber Dana :…………………………………..
Jumlah :…………………………………..

Rincian Biaya Kegaiatan :


01. Jumlah Biaya Penelitian Rp…
02. Pajak (5%) RP…
03. Jumlah Biaya Penelitian Bersih Rp…
04. Pengeluaran:
a. Persiapan Penelitian Rp…
b. Tindakan Rp…
c. Penyusunan Laporan Penelitian Rp…
d. Penggandaan Laporan Penelitan Rp…
e. Honorarium Peneliti (30 %) Rp…
f. Biaya lain-lain Rp…
05. Jumlah Biaya yang Dikeluarkan Rp…
06. Saldo Akhir Rp…
MODUL 4:
MATERI SEJARAH KEBUDAYAN ISLAM
MADRASAH IBTIDAIYAH, TSANAWIYAH, ALIYAH

A. Peta Konsep

Memahami Kompetensi Inti [KI] dan Kompetensi Dasar [KD] serta


materi Sejarah Kebudayaan Islam dengan pendekatan sejarah teks,
sejarah reflektif dan sejarah falsafi.

MADRASAH MADRASAH MADRASAH


IBTIDAIYAH TSANAWIYAH ALIYAH
Mampu memahami, Mampu memahami Mampu memahami,
menganalisis Kompetensi Kompetensi Inti [KI] dan menganalisis Kompetensi
Inti [KI] dan Kompetensi Kompetensi Dasar [KD] Inti [KI] dan Kompetensi
Dasar [KD] serta materi serta materi Sejarah Dasar [KD] serta materi
Sejarah Kebudayaan Islam Kebudayaan Islam di Sejarah Kebudayaan Islam
di tingkat MI tingkat MTS di tingkat MA

B. Pengantar
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran penting bagi peserta didik di
lembaga pendidikan Islam di samping matapelajaran lain seperti Al-Qur'an-Hadis,
Akidah-Akhlak, dan Fikih. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan peristiwa dan fakta serta
kisah tentang perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam
usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam
mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh akidah. Aspek Sejarah
Kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-
peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya
dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
Penyusunan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran ini
dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan mendasarkan pada Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk
SD/MI, dan peraturan Menteri Agama Nomor 912 tahun 2013 tentang Kurikulum
Madrasah serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor:
DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006 , tanggal 1 Agustus 2006, tentang Pelaksanaan Standar Isi,
yang intinya bahwa Madrasah dapat meningkatkan kompetensi lulusan dan
mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi.
Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata
pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban
Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam pada masa lampau, mulai dari
sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad
SAW, sampai dengan masa Khulafaurrasyidin. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah
Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung
nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap,
watak, dan kepribadian peserta didik.

C. Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar


Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI-KD) mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam [SKI], tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RI nomor 165 tahun
2014 tentang Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab
yang diuraikan sebagai berikut;

SKI KELAS III SEMESTER GANJIL [MADRASAH IBTIDAIYAH]


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menerima dan menghayati 1.1. Menghindari sikap-sikap menyekutukan Allah


ajaran agama Islam SWT dengan makhluk-Nya sebagai bentuk
penolakan terhadap kepercayaan masyarakat
jahiliyah Arab pra-Islam yang tidak sesuai dengan
tuntunan agama Islam.
1.2. Meyakini akan adanya Allah SWT dan
kekuasaan-Nya melalui peristiwa penyelamatan
Ka’bah dari pasukan Abrahah.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Menunjukkan sikap pemberani, teguh pendirian,
baik dalam beribadah dan memegang teguh janji, pantang menyerah, suka
berinteraksi dengan diri menolong dan menghormati tamu sebagai bentuk
sendiri, sesama dan amalan adat istiadat masyarakat Arab pra-Islam
lingkungannya . yang sesuai dengan tuntunan agama Islam.
2.2 Menghindari perbuatan tercela mabuk-mabukan,
merendahkan derajat wanita, dan suka berpesta
pora yang merupakan sifat dan watak masyarakat
Arab pra-Islam yang tidak sesuai dengan tuntunan
agama Islam.
2.3 Menghindari sifat tercela sebagaimana yang
dilakukan pasukan Abrahah dalam peristiwa
penyerangan Ka’bah.
2.4 Menyantuni anak yatim, mandiri dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugas sebagai bentuk
pengambilan ibrah dari kehidupan masa kanak-
kanak Muhammad SAW.
2.5 Membiasakan bersikap jujur dan dapat dipercaya
sesuai dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW
yang bergelar Al - Amin.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menjelaskan keadaan adat-istiadat dan
faktual dengan cara kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam.
mengamati [mendengar, 3.2 Menjelaskan masa kanak-kanak Nabi Muhammad
melihat, membaca] dan SAW.
bertanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang al-Qur’an,
Hadis, fiqih, akidah, akhlak,
dan sejarah kebudayaan
Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menceritakan kondisi alam, sosial, dan
faktual terkait dengan perekonomian masyarakat Arab pra-Islam.
pengembangan dari materi 4.2 Menceritakan kejadian luar biasa yang mengiringi
yang dipelajari di madrasah. lahirnya Nabi Muhammad SAW.
4.3 Menceritakan sejarah kelahiran Nabi Muhammad
SAW.
4.4 Membuat silsilah Nabi Muhammad SAW.

SKI KELAS III SEMESTER GENAP


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menerima dan menghayati 1.1 Meyakini Nabi Muhammad SAW adalah utusan
ajaran agama Islam Allah SWT
1.2 Mengambil ibrah dari kebiasaan Nabi Muhammad
SAW dalam menghindari kebiasaan buruk
masyarakat di sekitar Makkah.
1.3 Mengikuti cara-cara Nabi Muhammad SAW dalam
menghindari kebiasaan buruk masyarakat di
sekitarnya.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1. Mengambil ibrah dari kehidupan masa remaja
baik dalam beribadah dan Nabi Muhammad SAW dengan berperilaku
berinteraksi dengan diri bekerja keras, mandiri dan bijaksana.
sendiri, sesama dan 2.2 Mencintai Nabi Muhammad SAW sebagai teladan
lingkungannya . (uswah hasanah) dan Nabi yang Agung.
3. Memahami pengetahuan 3.1 mendeskripsikan bukti-bukti kerasulan Nabi
faktual dengan cara Muhammad SAW
mengamati [mendengar, 3.2 Mendeskripsikan peristiwa kerasulan Muhammad
melihat, membaca] dan SAW.
menanya berdasarkan rasa 3.3 Memahami bukti-bukti kerasulan Nabi
ingin tahu tentang al-Qur’an, Muhammad SAW.
Hadis, fiqih, akidah, akhlak,
dan sejarah kebudayaan
Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menceritakan masa remaja atau masa muda
faktual terkait dengan Nabi Muhammad SAW.
pengembangan dari materi 4.2 Menghubungkan karakteristik jahiliyah masa
yang dipelajari di madrasah. Nabi Muhammad SAW dengan kehidupan
sekarang.
1.1 Menceritakan bukti-bukti kerasulan Nabi
Muhammad SAW.
SKI KELAS IV SEMESTER GANJIL
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menerima dan menghayati 1.1 Meyakini kebenaran dari Allah SWT walaupun
ajaran agama Islam banyak tantangan yang harus dihadapi sebagai
implementasi nilai-nilai dakwah Rasulullah di
tahun-tahun awal kenabian.
1.2 Santun dalam menyampaikan kebenaran sebagai
implementasi nilai dakwah Rasulullah.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Bersikap tabah menghadapi cobaan dalam
baik dalam beribadah dan menyampaikan kebenaran sebagai bentuk
berinteraksi dengan diri meneladani ketabahan Nabi Muhammad SAW
sendiri, sesama dan dan para sahabatnya dalam berdakwah.
lingkungannya . 2.2Mengutamakan kemuliaan akhlak dalam
menyampaikan kebenaran sebagai implementasi
keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam
berdakwah.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menunjukkan contoh-contoh ketabahan Nabi
faktual dengan cara Muhammad SAW dan para sahabat dalam
mengamati [mendengar, berdakwah
melihat, membaca] dan 3.2 Mengidentifikasi cirri-ciri kepribadian Nabi
menanya berdasarkan rasa Muhammad SAW sebagai rahmad bagi seluruh
ingin tahu tentang al-Qur’an, alam
Hadis, fiqih, akidah, akhlak,
dan sejarah kebudayaan
Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menceritakan ketabahan Nabi Muhammad SAW
faktual terkait dengan dan sahabat dalam berdakwah
pengembangan dari materi 4.2 Menceritakan kemuliaan akhlak Nabi Muhammad
yang dipelajari di madrasah. SAW dan sahabat dalam berdakwah

SKI KELAS IV SEMESTER GENAP


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menghayati 1.1 Memiliki kemauan untuk selalu berubah menuju
ajaran agama Islam kebaikan sebagai bentuk implementasi semangat
hijrah para sahabat Rasulullah.
1.2 Tumbuh kesadaran akan pentingnya perintah salat
lima waktu.
1.3 Melaksanakan salat lima waktu secara tertib
sebagai bentuk pengamalan peristiwa Isra’ Mi’raj
Nabi Muhammad SAW.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Meneladani kesabaran para Sahabat Nabi
baik dalam beribadah dan Muhammad SAW dalam peristiwa hijrah ke
berinteraksi dengan diri Habasyah.
sendiri, sesama dan 2.2 Meneladani kesabaran Nabi Muhammad SAW
lingkungannya . dalam peristiwa hijrah ke Thaif.
2.3 Mengambil hikmah dari peristiwa Isra’-Mi’raj
Nabi Muhammad SAW.
2.4 Mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Nabi
Muhammad SAW ke Yatsrib.
2.5 Meneladani keperwiraan Nabi Muhammad SAW
dalam mempertahankan kota Madinah dari
serangan kafir Quraisy.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Mengidentifikasi sebab-sebab Nabi Muhammad
faktual dengan cara SAW menganjurkan sahabat hijrah ke Habasyah.
mengamati [mendengar, 3.2 Mengidentifikasi sebab-sebab Nabi Muhammad
melihat, membaca] dan SAW hijrah ke Thaif.
menanya berdasarkan rasa 3.3 Mengidentifikasi latar belakang Nabi Muhammad
ingin tahu tentang al-Qur’an, SAW di-Isra’ Mi’rajkan Allah SWT.
Hadis, fiqih, akidah, akhlak, 3.4 Mengidentifikasi keadaan masyarakat Yastrib
dan sejarah Islam. sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW.
3.5 Mengidentifikasi sebab-sebab hijrah Nabi
Muhammad SAW ke Yatsrib.
3.6 Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW dalam membina masyarakat
Madinah (sosial, ekonomi, agama, dan
pertahanan).
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menceritakan peristiwa hijrah Sahabat ke
faktual terkait dengan Habasyah.
pengembangan dari materi 4.2 Menceritakan peristiwa hijrah Sahabat ke Thaif.
yang dipelajari di madrasah. 4.3 Menceritakan kembali peristiwa penting di dalam
Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
4.4 Menceritakan kembali peristiwa hijrah Nabi
Muhammad SAW ke Yatsrib.
SKI KELAS V SEMESTER GANJIL
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menghayati 1.1Memiliki kemauan untuk selalu berubah menuju
ajaran agama Islam kebaikan sebagai bentuk implementasi semangat
hijrah Rasulullah ke Yatsrib.
1.2 Bersedia berkorban demi memperjuangkan
kebenaran/kebaikan sebagai implementasi
semangat hijrah Rasulullah ke Yatsrib.
1.3 Meyakini terjadinya peristiwa fathu Makkah atas
pertolongan Allah SWT
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Nabi
baik dalam beribadah dan Muhammad SAW ke Yatsrib.
berinteraksi dengan diri 2.2 Meneladani keperwiraan Nabi Muhammad SAW
sendiri, sesama dan dalam mempertahankan kota Madinah dari
lingkungannya . serangan kafir Quraisy.
2.3 Mengambil ibrah dari peristiwa Fathu Makkah.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Mengidentifikasi sebab-sebab hijrah Rasulullah ke
faktual dengan cara Yatsrib.
mengamati [mendengar, 3.2 Mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya Fathu
melihat, membaca] dan Makkah.
menanya berdasarkan rasa 3.3 Menjelaskan cara-cara Rasulullah dalam
ingin tahu tentang al-Qur’an, menghindari pertumpahan darah dengan kaum
Hadis, fiqih, akidah, akhlak, kafir Qurais dalam peristiwa Fathu Makkah.
dan sejarah Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menggali informasi dan menjelaskan kronologi
faktual terkait dengan Rasul hijrah ke Yatsrib.
pengembangan dari materi 4.2 Menggali informasi dan menjelaskan kronologi
yang dipelajari di madrasah. peristiwa Fathu Makkah.
4.3 Mengaitkan keteladanan Nabi Muhammad SAW
dalam Fathu Makkah dengan tuntutan kehidupan
sekarang.

SKI KELAS V SEMESTER GENAP


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menghayati 1.1 Mengagumi semangat rela berkorban yang
ajaran agama Islam ditunjukkan oleh para Khulafaurasyidin sebagai
bentuk kecintaan pada Allah SWT dan Rasul-Nya.
1.2 Berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunah Rasul
sebagai peninggalan Rosulullah dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Mengambil hikmah dari peristiwa akhir hayat
baik dalam beribadah dan Rasulullah SAW.
berinteraksi dengan diri 2.2 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan
sendiri, sesama dan Abu Bakar As Siddiq.
lingkungannya . 2.3 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan
Umar bin Khattab.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menyebutkan dua pusaka yang ditinggalkan
faktual dengan cara Rasulullah sebagai pegangan kaum mslimin.
mengamati [mendengar, 3.2 Menunjukkan contoh nilai-nilai positif dari
melihat, membaca] dan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq.
menanya berdasarkan rasa 3.3 Menunjukkan contoh nilai-nilai positif dari
ingin tahu tentang al-Qur’an, khalifah Umar bin Khattab.
Hadis, fiqih, akidah, akhlak,
dan sejarah Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1. Menceritakan peristiwa-peristiwa di akhir
faktual terkait dengan hayat Rasulullah SAW.
pengembangan dari materi 4.2. Menggali informasi dan menyajikan silsilah,
yang dipelajari di madrasah. kepribadian Abu Bakar as-Shiddiq dan
perjuangannya dalam dakwah Islam.
4.3. Menggali informasi dan menyajikan silsilah,
kepribadian Umar bin Khattab dan perjuangannya
dalam dakwah Islam.
4.4. Mengaitkan nilai kepemimpinan kedua
khalifah dengan tuntutan kehidupan sekarang.

SKI KELAS VI SEMESTER GANJIL


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menghayati 1.1.Mengagumi semangat rela berkorban yang
ajaran agama Islam ditunjukkan oleh para Khulafaurasyidin sebagai
bentuk kecintaan pada Allah SWT dan rasul-Nya.
1.2Bersedia berkorban sebagaimana yang dilakukan
oleh para Khulafaurasyidin sebagai bentuk
kecintaan pada Allah SWT dan rasul-Nya.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan
baik dalam beribadah dan Utsman bin Affan.
berinteraksi dengan diri 2.2 Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali
sendiri, sesama dan bin Abi Thalib.
lingkungannya .
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menunjukkan contoh nilai-nilai positif dari
faktual dengan cara khalifah Utsman bin Affan.
mengamati [mendengar, 3.2 Menunjukkan contoh nilai-nilai positif dari
melihat, membaca] dan khalifah Ali bin Abi Thalib.
menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang al-Qur’an,
Hadis, fiqih, akidah, akhlak,
dan sejarah Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1.Menggali informasi dan menyajikan silsilah,
faktual terkait dengan kepribadian Utsman bin Affan dan perjuangannya
pengembangan dari materi dalam dakwah Islam.
yang dipelajari di madrasah. 4.2.Menggali informasi dan menyajikan silsilah,
kepribadian, dan perjuangan khalifah Ali bin Abi
Thalib.

SKI KELAS VI SEMESTER GENAP


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menerima dan menghayati 1.1 Menghargai penyebaran agama Islam di Indonesia
ajaran agama Islam secara damai melalui cerita dakwah beberapa
tokoh Wali Sanga.
1.2 Menerima cara-cara dakwah Wali Sanga dalam
penyebaran agama Islam yang menyesuaikan
dengan kondisi masyarakat saat itu.
2. Memiliki akhlak (adab) yang 2.1 Meneladani perjuangan beberapa tokoh Wali
baik dalam beribadah dan Sanga (Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan
berinteraksi dengan diri Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati) dalam
sendiri, sesama dan penyebaran agama Islam secara damai di
lingkungannya . Indonesia.
2.2 Membiasakan menyampaikan ajaran agama Islam
dengan cara-cara yang santun dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai bentuk keteladanan
terhadap Wali Sanga.
3. Memahami pengetahuan 3.1 Mengidentifikasi sejarah perjuangan Sunan
faktual dengan cara Maulana Malik Ibrahim.
mengamati [mendengar, 3.2 Menjelaskan jasa Sunan Maulana Malik Ibrahim
melihat, membaca] dan dalam penyebaran agama Islam.
menanya berdasarkan rasa 3.3 Mengidentifikasi sejarah perjuangan Sunan
ingin tahu tentang al-Qur’an, Kalijaga.
Hadis, fiqih, akidah, akhlak, 3.4 Menjelaskan jasa Sunan Kalijaga dalam
dan sejarah Islam. penyebaran agama Islam.
3.5 Mengidentifikasi sejarah perjuangan Sunan
Gunung Jati.
3.6 Menjelaskan jasa Sunan Gunung Jati dalam
penyebaran agama Islam.
4. Menyajikan pengetahuan 4.1 Menggali informasi dan menceritakan cara-cara
faktual terkait dengan dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim dalam
pengembangan dari materi penyebaran agama Islam.
yang dipelajari di madrasah. 4.2 Menggali informasi dan menceritakan cara-cara
dakwah Sunan Kalijaga dalam penyebaran agama
Islam.
4.3 Menggali informasi dan menceritakan cara-cara
dakwah Sunan Gunung Jati dalam penyebaran
agama Islam.
4.4 Mengaitkan kearifan dakwah para Wali Sanga
dengan tuntutan kehidupan sekarang.

MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Sirah Nabi dan Lahirnya Masyarakat Islam


Perkawinan antara Abdullah dengan Aminah yang masih satu keturunan itu telah
melahirkan seorang manusia yang kelak akan menjadi Nabi dan Rasul yang terakhir.
Muhammad namanya. Beliau lahir pada tahun 570 masehi di Makkah, bertepatan dengan
tahun Gajah.
Muhammad dilahirkan dari keluarga yang secara materiil lemah, tetapi memiliki
kedudukan yang terhormat, karena berasal dari suku Quraish, suku yang punya kelas tinggi
saat itu. Perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Usia 2 bulan dalam kandungan ibunya Beliau ditinggal oleh ayahnya, karena itu ketika
lahir Beliau telah menjadi yatim. Pada usia 6 tahun, Beliau ditinggal ibunya, kemudian ia
diasuh kakeknya, Abdul Muthalib, namun tidak lama kemudian ditinggal juga, kakeknya
meninggal, dan selanjutnya pamannya yang mengurus, Abu Thalib yang tersohor dengan
karismatiknya di kalangan kaum Quraish.
Mulai usia 12 tahun, beliau telah menemani pamannya berdagang ke Syam. Tetapi
di tengah perjalanan bertemu dengan seorang Rahib Nasrani yang bernama Bahira.
Kemudian ia melarang Abu Thalib membiarkan Muhammad tanpa pengawalan, sebab ia
melihat tanda kenabian dalam diri Muhammad, dan jika tanda itu diketahui oleh orang
Yahudi dikawatirkan mereka akan membunuhnya.
Di usia yang ke 25 tahun, Beliau menikah dengan seorang janda kaya dan cantik,
Khadijah. Hal ini terjadi atas ketertarikan Khadijah terhadap Muhammad yang jujur,
cakap. Baru pada usianya yang ke 40 tahun setelah mengadakan meditasi di Gua Hira,
akibat dari pandangannya yang menolak tradisi bangsa Arab yang dari segi etika dan moral
mengalami kehancuran, kemudian Beliau mendapatkan wahyu.
Perjalanan kenabian dan kerasulan Muhammad yang membawa risalah dan
kebahagiaan seluruh umat manusia ternyata tidak selamanya mulus, terutama di awal
kenabiannya di Makkah. Orang Makkah begitu benci kepada Beliau dan pengikutny,
mereka beranggapan bahwa Muhammad itu berbahaya, karena telah menghancurkan
pranata kebanaran yang telah mereka bangun dan tradisikan.
Kebencian orang Arab (Makkah) terhadap Nabi dan pengikutnya ditunjukkan
dengan serangan-serangannya baik fisik maupun non fisik. Bangsa Arab selalu
menghujamkan hinaan dan cacian kepada Nabi dan sahabatnya, bahkan kerapkali
sahabatnya itu ada yang disiksa secara fisik.
Serangan kaum Quraish semakin hari semakin gencar, sehingga periode Makkah ini
sekalipun ada bangsa Arab yang masuk Islam, namun secara kuantitatif jumlah dan
perkembangannya relatif kecil dibandingkan periode berikutnya, yaitu periode Madinah.
Karena itu pula misi Nabi di Makkah dalam penyebaran ajarannya, sambutan masyarakat
tidak sehangat masyarakat Madinah. Dengan demikian, Muhammad baru dapat dikatakan
sebagai kepala agama dan kepala pemerintahan ketika berada di Madinah. Karena itu
fungsi Muhammad sebagai kepala agama dan kepala pemerintahan baru bisa dijalani
ketika Nabi berada di Madinah. Masyarakat Madinah memerlukan orang yang bisa
menjembatani konflik berkepanjangan antar etnis dan Nabi sebagai dewa penolong saat
itu.1
Sejarah perjalanan Nabi di atas memberikan gambaran, bahwa ajaran Islam baru
muncul di usia Muhammad yang ke-40, atau tepatnya pada tahun 610 Masehi. Dalam
sejarah ayat dan surat yang pertama kali turun, yaitu surat Al Alaq ayat 1 – 5 pada tanggal
17 Ramadhan, dan karenanya bulan ini dianggap sebagai bulan yang penuh berkah bagi
umat Islam. Sejak saat itulah Muhammad mendapat gelar sebagai seorang Nabi dan rasul.
Misi kerasulan pertama kali disebarkan kepada keluarga terdekat. Kemudian kepada
saudara-saudaranya juga pada sahabat-sahabat terdekatnya. Secara perlahan, pengikutnya
bertambah. Yang mula-mula sekali melangkahkan kakinya untuk masuk Islam adalah Abu
Bakar As-Shidiq sekaligus menjadi pembantu Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam.
Melalui Abu Bakar masuklah Usman bin Affan ke dalam ajaran Islam, Talhah dan Sa’ad
dll. Dari kalangan wanita yang mula-mula masuk Islam adalah Khadijah, istri beliau
sendiri yang paling dicintainya. Setelah itu segera Ali masuk Islam, dari golongan anak-
anak yang berumur sekitar delapan tahun, beliau adalah anak Abu Thalib.
Sahabat-sahabat inilah yang membantu Rasulullah mengembangkan sayap-sayap
ajaran-ajaran Islam. Hari berganti hari kaum muslimim pun bertambah besar. Dan yang
masuk ajarannya cukup bervariasi, ada yang berasal dari keturunan yang lemah, ada juga
yang berasal dari keturunan yang kaya.

1 Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah dan Analisis Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986),

hal.3
Setelah tiga tahun Nabi mengadakan dakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian
turunlah ayat AL Qur’an yang menyuruh nabi untuk mendakwakan secara terang-terangan,
Allah menyuruh Nabi untuk menyampaikan ajaran Islam dan menyuruh untuk
memalingkan dari orang-orang musyrik.
Mulai saat itulah Nabi Muhammad saw. Menyebarkan Islam secara terang-
terangan. Islam didakwakan kepada seluruh ummat manusia, meskipun dakwahnya ini
banyak mendapat rintangan dan perlawanan dari suku Quraisy dan bangsa Arab umumnya.
Nabi dan sahabatnya sering dihina, diancam, diserang fisik. Namun kesabaran Nabi dalam
menghadapi semua itu, justru menimbulkan jumlah pengikutnya semakin bertambah,
walaupun pada akhirnya atas ijin Allah mengadakan hijrah ke Yasrib (Madinah) sebagai
suatu strategi untuk menaklukkan bangsa Arab yang sombong di kemudian hari2.
Di tengah-tengah kemelut yang berkembang, desakan kaum Quraisy semakin besar,
Nabi ditinggal oleh istrinya tercinta, kemudian ia ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib,
yang selama hidupnya menjadi penopang utama dalam menyebarkan ajaran Islam.
Jika diperhatikan secara teliti perjuangan Nabi Muahmmad Saw. Dalam
menyebarkan agama Islam begitu banyak sekali ujian dari Tuhan. Beliau seperti tidak
pernah diberi kesempatan mendapatkan kasih sayang dari orang-orang yang dicintainya.
Juga seperti tidak pernah diberi kesempatan mendapat perlindungan orang-orang yang
kuar. Namun jika diperhatikan secara teliti, ini semua akan memberi arti bahwa, Nabi
Muhammad disuruh hanya untuk mengoksentrasikan dirinya kepada Allah SWT. Allah
menjadi pelindung dan pemelihara yang paling utama dan sekaligus sebagai tempat
meminta pertolongan yang paling sempurna.
Ajaran yang diberikan Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Makkah adalah
ajaran tentang tauhid. Umat manusia yang akan memeluk ajaran Islam diharuskan untuk
mengosongkan dan merenungkan, mengapa alam ini tercipta dengan susunan yang sangat
rapi? Mengapa manusia itu tercipta?, mengapa matahari dan bulan tidak berbenturan?,
mengapa antara satu makhluk dengan makhluk lainnya saling membutuhkan?.
Dari sini niscaya akan tumbuh suatu pemikiran, siapa yang mengurus dan
menciptakannya? Kemudian akan mendapatkan jawaban, bahwa semua itu adalah ciptaan
Tuhan dan peraturannya semuanya diciptakan Tuhan, karena itu makhluk untuk mengabdi
kepadanya dan menghilangkan seluruh keyakinan selain kepadanya, kepadanya kita
meminta pertolongan, hanya kepada Dzat itulah jiwa raga manusia di persembahkan. Jadi
seluruh sembahan berupa patung, api, fir’aun-fir’aun hanyalah ilusi saja, tidak sesuai
dengan martabat dan harga diri manusia. Jika manusia menyembah kepada sesuatu yang
diciptakan. Ajaran tauhid ini merupakan ajaran yang essensial dari yang diajarkan Nabi
Muhammad di Makkah. Karena ajaran ini, ummat manusia menjadi terbebas dari segala
tirani yang diajarkan orang-orang tertentu. Dan karena ajaran inilah sangat wajar, jika
jumlah yang masuk Islam di periode ini secara kwantitatif kebanyakan dari kelompok
lemah, yang sering mendapat perlakuan ketidakadilan dari penguasa yang ada pada waktu
itu.
Ajaran Muhammad memberikan kebebasan kepada umat manusia, dan menjadikan
manusia sederajat antara yang satu dengan lainnya. Orang yang selama ini mendapat
tekanan dan ketidakadilan, berduyun-duyun memasuki Islam. Dan karena inilah suku

2 Syeh Mahmuddunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung,: Rosdakarya, 1994), hal. 124-125.
Quraish yang berkuasa merasa kekuasaan dan pengaruhnya mulai dieliminir oleh pengaruh
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.3
Penekanan yang dilakukan suku Quraish terhadap Nabi Muhammad dan
pengikutnya semakin ditingkatkan, mereka mengadakan penindasan dan intimidasi,
sekalipun terintimidasi itu tidak memberikan pengaruh terhadap keimanan para sahabat
Nabi yang telah memeluk Islam. Namun penindasan itu tidak ujung mengalami
penghentian, mereka terus melakukan penindasan, karena seperti diungkapkan oleh
sejarawan, bahwa kaum Quraisy melakukan penentangan diakibatkan karena pengaruh
revolusi Rasulullah dalam mengubah cara pandang masyarakat, mengakibatkan secara
politik kaum Quraisy akan kehilangan pamor kekuasaannya.
Sebagai akibat dari penindasan dan intimidasi kaum Quraisy terhadap Nabi dan
sahabatnya mengadakan hijrah ke Yasrib. Semula sebagian sahabat sedikit demi sedikit
dikirim ke Yasrib secara sembunyi-sembunyi, kemudian disusul oleh Nabi setelah
mengalami satu ujian. Suku Quraisy dan bangsa Arab pada umumnya tahu bahwa Nabi
akan mengadakan Hijrah, maka atas kesepakatan kaum Quraisy tidak ada jalan lain kecuali
Nabi dibunuh. Tapi dalam sejarah diceritakan, Nabi lolos dari kepungan suku Quraisy
dengan selamat dan sampai di Yasrib.
Memehami beberapa uraian mengenai perjalanan Nabi Muhammad di Makkah,
maka fungsinya hanya terbatas kepada kepemimpinan keagamaan, belum menyentuh ke
aspek yang lebih luas, kondisi ini terjadi karena secara politik ummat Islam di Mekkah
masih kalah oleh kekuatan dan kekuasaan serta pengaruh kaum Quraish. Muhammad
belum mengibarkan bendera Islam secara politik dan pemerintahan, Beliau hanya sebatas
sebagai kepala agama.
Hijrah Ke Madinah dan Terbentuknya Negara Islam
Nabi dan sahabatnya mengadakan hijrah ke Yasrib (Madinah) setelah sebelumnya
mengadakan perjanjian dengan penduduk Madinah. Nabi dan sahabatnya disambut dengan
sambutan yang cukup menggembirakan. Orang Madinah dengan penuh harapan atas
kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan suku Aus dan Khajraj yang telah lama
berselisih. Mereka selalu berselisih terutama disebabkan dari sikap mereka yang selalu
menonjolkan masing-masing golongan mana yang harus menjadi pemimpin, karena itu
kehadiran Nabi diharapkan menjadi penengah.
Nabi mulai menata di bidang politik dimulai dengan memupuk rasa persaudaraan
antara sesama umat Islam dengan umat lainnya, Beliau berhasil mendirikan suatu
persekutuan dari berbagai unsur da etnis serta agama yang berbeda. Kaum kaya dan miskin
bersatu dan mempunyai derajat yang sama.4
Nabi Muhammad mendirikan negara atas dasar persamaan, kebebasan dan
persaudaraan. Mereka bersatu atas persemakmuran Islam, dan karena kejadian ini umat
manusia dewasa ini menyebutnya dengan panji Madinah.
Di awal tahun hijriyah, Nabi Muhammad mendirikan sebuah masjid sebagai tempat
melaksanakan ritual dan kegiatan sosial. Di masjid ini Nabi memulai karir lengkapnya
sebagai kepala agama dan kepala pemerintahan. Di masjid ini pula Nabi mengajarkan
praktek sosial yang tidak bertentangan dengan ajaran Tuhan yang mana hak, dia
memimpin umat Islam dan umat lainnya. Perbedaan agama bukan merupakan sesuatu yang

3 Husien Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, Trj. Ali Audah, (Jakarta: Intermasa, 1993), hal.102-103.
4 Montgomery Watt, Muhammad at Mecca ( Oxford: Oxsford University Press, 1961), hal. 95-96.
harus dihilangkan. Mereka rukun berdasarkan kepercayaan dan keagamaan masing-
masing, bagi kamu agamamu dan bagi kami agamaku, mereka hidup berdampingan.
Meskipun terkadang terjadi konflik diakibatkan oleh kaum Yahudi yang suka mengadu
domba dan menghianati perjanjian yang sudah disepakati, namun konflik yang terjadi di
Madinah relatif lebih kecil dibandingkan konflik-konflik yang tumbuh di Makkah.
Menurut ahli sejarah, kurang lebih dalam jangka waktu dua tahun di awal
kehijrahannya, ia mempermaklumkan sebuah piagam yang mengatur hubungan komunitas-
komunitas yang ada di Madinah. Piagam tersebut biasanya dikenal piagam Madinah.
Piagam ini merupakan konstitusi dari sebuah dasar negara Islam pertama yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw.
Dokumen politik Islam itu mengatur tentang kondisi sosial ekonomi, serta
kehidupan militer dan keagamaan bagi segenap penduduk Madinah, baik muslim ataupun
bukan. Misalnya dalam bidang perekonomian, Nabi menganjurkan kepada orang kaya
untuk membayar utang orang miskin. Dalam kehidupan sosial, Nabi menyuruh untuk
memelihara kehormatan keluarga dan tetangga, jaminan keselamatan jiwa dan harta bagi
segenap penduduk. Bagi bidang agama Nabi membebaskan beragama sesuai dengan
kepercayaan dan keimanannya masing-masing. Juga pelaksanaan hukum tidak pandang
bulu, pengadilan akan menghukum siapa saja yang bersalah. Karena itu menurut Philip K.
Hitti, fungsiNabi ini di Madinah adalah sebagai hakim, pemimpin agama, pemberi
kebijakan, dan panglima tertinggi.5

KI-KD MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


SKI KELAS VII SEMESTER GANJIL [MADRASAH TSANAWIYAH]

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


1. Menghayati dan meyakini 1.1.Menghayati dan meyakini bahwa kebudayaan
akidah Islamiyah. Islam merupakan hasil cipta, karya dan karsa
umat Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan
Hadis
1.2.Berkomitmen untuk menerapkan nilai positif
kebudayaan Islam dalam kehidupan sehari-hari
1.3.Menghayati dan menyakini misi dakwah Nabi
Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam
semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan
kemajuan masyarakat.
2. Menghargai dan menghayati 2.1. Meneladani perjuangan Nabi dan para sahabat
akhlak (adab) yang baik dalam dalam menghadapi masyarakat Makkah
beribadah dan berinteraksi 2.2. Meneladani perjuangan Nabi dan para sahabat
dengan diri sendiri, keluarga, dalam menghadapi masyarakat Madinah
teman, guru, masyarakat, 2.3. Menunjukkan nilai-nilai dari misi Nabi
lingkungan sosial dan alamnya Muhammad SAW dalam membangun masyarakat
melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk
masa kini dan yang akan datang
2.4. Menunjukkan nilai-nilai dari misi Nabi

5 Philip K. Hitti, History of Arab (The Macmilian Press Ltd. 1970), hal. 113.
Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam
semesta, pembawa kedamaian, kesejahteraan, dan
kemajuan masyarakat.
3. Memahami pengetahuan 3.1.Menjelaskan pengertian kebudayaan Islam
(faktual, konseptual dan 3.2.Menjelaskan tujuan dan manfaat mempelajari
procedural) berdasarkan rasa sejarah kebudayaan Islam
ingin tahunya tentang al- 3.3 Mengidentifikasi bentuk/wujud kebudayaan
Qur’an, Hadis, Fikih , akidah, Islam
akhlak, dan sejarah Islam. 3.4 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad dalam
membangun masyarakat melalui kegiatan
ekonomi dan perdagangan
3.5 Mendeskripsikan misi Nabi Muhammad SAW
sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa
kedamaian, kesejahteraan, dan kemajuan
masyarakat.
3.6 Mendeskripsikan pola dakwah Nabi Muhammad
di Makkah dan Madinah
3.7 Mengklasifikasikan pola dakwah Nabi
Muhammad di Makkah dan Madinah
4 Mengolah, dan menyaji dalam 4.1. Melafalkan QS. Al -Alaq 1-5 dan QS. Al-
ranah konkret (menggunakan, Mudatsir 1-7 yang merupakan wahyu pertama
mengurai, merangkai, dan kedua yang diterima Nabi Muhammad SAW
memodifikasi, dan membuat) 4.2. Menyajikan QS. Al -Alaq 1-5 dan QS. Al-
dan ranah abstrak (menulis, Mudatsir 1-7 yang merupakan wahyu pertama
membaca, menghitung, dan kedua yang diterima Nabi Muhammad SAW
menggambar, dan mengarang) 4.3. Menyajikan QS. Asy Syuáro 154 dan al-Hijr:94
terkait dengan pengembangan sebagai dasar untuk berdakwah secara sembunyi-
dari yang dipelajarinya di sembunyi dan terang-terangan.
madrasah dan mampu
menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

SKI KELAS VII SEMESTER GENAP


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Menghayati perilaku Khulafaurrasyidin
akidah Islamiyah. cerminan dari akhlak Rasulullah SAW.
1.2 Memiliki keyakinan tentang langkah-
langkah yang diambil oleh khalifah daulah
Bani Umayyah untuk kemajuan umat Islam
dan budaya Islam
1.3. Menghayati sikap adil, sederhana Umar bin
Abdul Azis merupakan cerminan perilaku
Rasulullah SAW.
1.4. Berkomitmen menghindarkan diri dari sisi-
sisi negatif perilaku para penguasa daulah
Dinasti Umayah
2. Menghargai dan menghayati 2.1 Menunjukkan nilai-nilai yang terkandung dari
akhlak (adab) yang baik dalam prestasi-prestasi yang dicapai oleh
beribadah dan berinteraksi Khulafaurrasyidin untuk masa kini dan yang
dengan diri sendiri, keluarga, akan datang
teman, guru, masyarakat, 2.2 Meneladani gaya kepemimpinan
lingkungan sosial dan alamnya Khulafaurrasyidin
2.3 Menunjukkan nilai-nilai dari perkembangan
kebudayaan/ peradaban Islam pada masa
Dinasti Bani Umaiyah untuk masa kini dan
yang akan datang
2.4 Meneladani kesederhanaan dan kesalihan Umar
bin abdul Aziz dalam kehidupan sehari-hari
2.5 Meneladani semangat para ilmuan muslim
pada masa Dinasti Bani Umaiyah untuk masa
kini dan yang akan datang
3. Memahami pengetahuan 3.1. Menjelaskan berbagai prestasi yang dicapai
(faktual, konseptual dan oleh Khulafaur Rasyidin
procedural) berdasarkan rasa 3.2. Menjelaskan sejarah berdirinya Dinasti Bani
ingin tahunya tentang al- Umayyah
Qur’an, Hadis, Fikih , akidah, 3.3. Mendeskripsikan perkembangan
akhlak, dan sejarah Islam. kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti
Bani Umaiyah
3.4. Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim dan
perannya dalam kemajuan
kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti
Bani Umayyah
3.5. Mengidentifikasi sikap dan gaya kepemimpinan
Umar bin Abdul Azis

4. Mengolah, dan menyaji dalam 4.1 Menceritakan model kepemimpinan


ranah konkret (menggunakan, Khulafaurrasyidin
mengurai, merangkai, 4.2 Menyajikan kisah ketegasan Abu Bakar as-
memodifikasi, dan membuat) Siddiq dalam menghadapi kekacauan umat
dan ranah abstrak (menulis, Islam saat wafatnya Nabi Muhammad SAW
membaca, menghitung, 4.3 Menyajikan kisah tentang kehidupan Umar bin
menggambar, dan mengarang) Abdul Azis dalam kehidupan sehari-hari
terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di
madrasah dan mampu
menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

SKI KELAS VIII SEMESTER GANJIL


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Menghayati upaya Dinasti Bani Abbasiyah
akidah Islamiyah. mendirikan Daulah merupakan bagian dari
perkembangan kebudayaan Islam.
1.2 Berkomitmen untuk mengambil nilai-nilai
positif dari khalifah Dinasti Bani Abbasiyah
yang menonjol.
2. Menghargai dan menghayati 2.1 Meneladani semangat belajar para ilmuan
akhlak (adab) yang baik dalam muslim di masa Dinasti Abbasiyah sehingga
beribadah dan berinteraksi mampu membawa puncak kejayaan
dengan diri sendiri, keluarga, kebudayaan dan peradaban Islam
teman, guru, masyarakat, 2.2 Menunjukkan nilai-nilai ajaran dari
lingkungan sosial dan alamnya perkembangan kebudayaan / peradaban Islam
pada masa Dinasti Abbasiyah untuk masa
kini dan yang akan datang
2.3 Meneladani ketekunan dan kegigihan khalifah
Dinasti Bani Abbasiyah yang terkenal

3. Memahami pengetahuan 3.1 Menjelaskan latar belakang berdirinya


(faktual, konseptual dan Dinasti Bani Abbasiyah
procedural) berdasarkan rasa 3.2 Mendeskripsikan perkembangan
ingin tahunya tentang al- kebudayaan/peradaban Islam pada masa
Qur’an, Hadis, Fikih , akidah, Dinasti Abbasiyah
akhlak, dan sejarah Islam. 3.3 Mengidentifikasi tokoh ilmuwan muslim: Ali
bin Rabban at-Tabari, Ibnu Sina, al-Razi(ahli
kedokteran), Al Kindi, Al Ghazali, Ibn
Maskawaih (ahli filsafat), Jabir bin Hayyan
ahli kimia), Muhammad bin Musa al-
Khawarizmi (ahli Astronomi)dan perannya
dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam
pada masa Abbasiyah
3.4 Mengidentifikasi para ulama’: penyusun
kutubussittah (ahli Hadis ), empat imam
madhab (ahli FIKIH ), Imam At-Thabari,
Ibnu Katsir (ahli Tafsir) dan perannya dalam
kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada
masa Abbasiyah

4. Mengolah, dan menyaji dalam 4.1 Menceritakan silsilah kekhalifahan Dinasti


ranah konkret (menggunakan, Abbasiyah
mengurai, merangkai, 4.2 Menghafalkan karya para ilmuan muslim
memodifikasi, dan membuat) pada masa Dinasti Abbasiyah
dan ranah abstrak (menulis, 4.3 Menceritakan keindahan kota Baghdad
membaca, menghitung, sebagai wujud kemajuan budaya dimasa
menggambar, dan mengarang) Dinasti Abbasiyah
terkait dengan pengembangan 4.4 Menyajikan biografi tokoh ilmuwan muslim
dari yang dipelajarinya di dan para ulama dinasti Bani Abbasiyah
madrasah dan mampu
menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

SKI KELAS VIII SEMESTER GENAP


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Menghayati perjuangan Shalahuddin al-
akidah Islamiyah. Ayyubi untuk menegakkan agama Allah
SWT.
1.2 Berkomitmen untuk berjuang dalam
mensyiarkan kebenaran sesuai kondisi
sekarang yang lebih menitikberatkan aspek
humanis (kemanusiaan).
2. Menghargai dan menghayati 2.1 Mengambilibrah dari perkembangan
akhlak (adab) yang baik dalam kebudayaan/peradaban Islam pada masa Dinasti
beribadah dan berinteraksi al-Ayyubiyah untuk masa kini dan yang akan
dengan diri sendiri, keluarga, datang
teman, guru, masyarakat, 2.2 Meneladani semangat para pendiri dinasti Al
lingkungan sosial dan alamnya Ayyubiyah
2.3 Meneladani sikap keperwiraan, zuhud, dan
kedermawanan Shalahuddin al-Ayyubi dalam
kehidupan sehari-hari
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menjelaskan sejarah berdirinya DinastiAl
(faktual, konseptual dan Ayyubiyah
procedural) berdasarkan rasa 3.2 Mengidentifikasi para para pendiri dinasti Al
ingin tahunya tentang al- Ayyubiyah
Qur’an, Hadis, fikih , akidah, 3.3 Mendeskripsikan perkembangan
akhlak, dan sejarah Islam. kebudayaan/peradaban Islam pada masa
penguasa Ayyubiyah
3.4 Mengidentifikasi penguasa Dinasti Al
Ayyubiyah yang terkenal
3.5 Mengidentifikasi ilmuwan muslim Dinasti Al
Ayyubiyah dan perannya dalam kemajuan
kebudayaan/peradaban Islam

4. Mengolah, dan menyaji dalam 4.1 Menceritakan terjadinya peristiwa perang


ranah konkret (menggunakan, Salib
mengurai, merangkai, 4.2 Menceritakan kegigihan Salahuddin Yusuf
memodifikasi, dan membuat) al-Ayyubi dalam merebut kembali masjidil
dan ranah abstrak (menulis, Aqsha.
membaca, menghitung, 4.3 Menyajikan biografi tokoh yang terkenal
menggambar, dan mengarang) pada masa Dinasti Al Ayyubiyah
terkait dengan pengembangan 4.4 Menyajikan peran para ilmuwan muslim
dari yang dipelajarinya di Dinasti Al Ayyubiyah
madrasah dan mampu
menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

SKI KELAS IX SEMESTER GANJIL


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan meyakini akidah 1.1 Menghayati nilai-nilai perjuangan Walisongo
Islamiyah. dalam mensyiarkan Islam
1.2 Menghayati usaha dakwah yang dilakukan Abdul
Rauf Singkel, Muhammad Arsyad al-Banjari,
KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyári
dalam beramar ma’ruf nahi munkar.
1.3 Berkomitmen untuk selalu tekun, gigih dalam
belajar dan mensyiarkan Islam sebagaimana yang
dilakukan oleh para penyebar agama Islam di
Indonesia

2. Menghargai dan menghayati 2.1. Membiasakan bersikap arif dan bijaksana


akhlak (adab) yang baik dalam sebagaimana sikap yang dimiliki para penyebar
beribadah dan berinteraksi dengan agama Islam di Indonesia
diri sendiri, keluarga, teman, guru, 2.2. Meneladani semangat para tokoh yang berperan
masyarakat, lingkungan sosial dan dalam perkembangan Islam di Indonesia .
alamnya 2.3. Meneladani semangat perjuangan para penyebar
agama Islam yang ikhlas dan tidak kenal lelah
serta penuh kesabaran.
2.4. Menunjukkan sikap menghargai terhadap
peninggalan para penyebar agama Islam dengan
tidak menodai perjuangan mereka ke arah
anarkhis (kekerasan).
3. Memahami pengetahuan (faktual, 3.1 Menjelaskan sejarah masuknya Islam di Nusantara
konseptual dan procedural) melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran
berdasarkan rasa ingin tahunya 3.2 Mengidentifikasi bukti masuknya Islam di
tentang al-Qur’an, Hadis, Fikih , nusantara abad ke 7, 11 dan 13
akidah, akhlak, dan sejarah Islam. 3.3 Mengidentifikasi penyebab mudah
berkembangnya Islam di Nusantara
3.4 Menjelaskan sejarah kerajaan Islam di Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi
3.5 Mengidentifikasi para tokoh dan perannya dalam
perkembangan Islam di Indonesia
(Walisongo,Abdurrauf Singkel, Muhammad
Arsyad Al Banjari, KH. Ahmad Dahlan dan KH.
Hasyim Asyári)
3.6 Mengklasifikasi peran para tokoh dalam
perkembangan Islam di Indonesia (Walisongo,
Abdurrauf Singkel, Muhammad Arsyad Al
Banjari, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asyári)
3.7 Membandingkan semangat perjuangan walisongo
dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia
3.8 Membandingkan semangat perjuangan Abdurrauf
Singkel, Muhammad Arsyad Al Banjari, KH.
Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyáridalam
menyebarkan agama Islam di Indonesia

4. Mengolah, dan menyaji dalam 4.1 Menceritakan alur perjalanan para pedagang Arab
ranah konkret (menggunakan, dalam berdakwah di Indonesia
mengurai, merangkai, 4.2 Menceritakan perjuangan walisongo dalam
memodifikasi, dan membuat) dan menyebarkan agama Islam di Indonesia
ranah abstrak (menulis, membaca, 4.3 Menyajikan kisah perjuangan walisongo dalam
menghitung, menggambar, dan menyebarkan agama Islam di Indonesia
mengarang) terkait dengan 4.4 Menyajikan biografi Abdurrauf Singkel,
pengembangan dari yang Muhammad Arsyad Al Banjari, KH. Ahmad
dipelajarinya di madrasah dan Dahlan dan KH. Hasyim Asyári dalam
menyebarkan agama Islam di Indonesia
mampu menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.

SKI KELAS IX SEMESTER GENAP


KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Menghayati tradisi dan budaya Islam
akidah Islamiyah. merupakan bagian dari hasil kebudayaan
umat Islam di Indonesia
1.2 Berkomitmen ikut melestarikan tradisi dan
adat budaya yang Islami.
2. Menghargai dan menghayati 2.1 Menunjukkan sikap menghargai tradisi dan
akhlak (adab) yang baik dalam upacara adat kesukuan di Nusantara
beribadah dan berinteraksi 2.2 Mengambil ibrah dari tradisi dan upacara
dengan diri sendiri, keluarga, adat kesukuan Nusantara (Jawa, Sunda,
teman, guru, masyarakat, Melayu, Bugis, Minang, Madura)
lingkungan sosial dan alamnya
3. Memahami pengetahuan 3.1 Menjelaskan seni budaya lokal sebagai bagian
(faktual, konseptual dan dari tradisi Islam (Jawa, Sunda, Melayu,
procedural) berdasarkan rasa Bugis, Minang, Madura)
ingin tahunya tentang al- 3.2 Mengidentifikasi seni budaya lokal sebagai
Qur’an, Hadis, Fikih , akidah, bagian dari tradisi Islam(Jawa, Sunda,
akhlak, dan sejarah Islam. Melayu, Bugis, Minang, Madura)
3.3 Mengklasifikasi seni budaya lokal sebagai
bagian dari tradisi Islam(Jawa, Sunda,
Melayu, Bugis, Minang, Madura)
3.4 Membandingkan bentuk tradisi, adat dan seni
budaya lokal di Jawa, Sunda, Melayu, Bugis,
Minang, dan Madura

4. Mengolah, dan menyaji dalam


ranah konkret (menggunakan, 4.1 Menceritakan bentuk tradisi, adat dan seni
mengurai, merangkai, budaya lokal di Jawa, Sunda, Melayu, Bugis,
memodifikasi, dan membuat) Minang, dan Madura
dan ranah abstrak (menulis, 4.2 Menyajikan bentuk tradisi, adat dan seni
membaca, menghitung, budaya lokal di Jawa, Sunda, Melayu, Bugis,
menggambar, dan mengarang) Minang, Madura
terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di
madrasah dan mampu
menggunakan metode sesuai
kaidah keilmuan.

MATERI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


Kemajuan Ilmu Agama, Filsafat dan Sains Masa Abasiyyah
Kemajuan dinasti Abasiyyah dalam bidang agama, filsafat dan sains tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan kota Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan. Baghdad adalah sebuah kota yang didirikan atas inisiatif al-Mansur yang
terletak di sebelah barat sungai Tigris dikerjakan selama empat tahun oleh 100 ribu
karyawan dan arsitektur dengan biaya 4000,833 dirham.
Kemajuan Islam zaman Abasiyyah ini banyak dirintis oleh khalifah Ma’mun
(813-833 H) dengan mendirikan pusat kerajaan ilmu pengatahuan dan teknologi
dengan nama “Darul Hikmah”. Darul Hikmah ini di samping pusat kerajinan juga
sebagai pusat perpustakaan dan kantor penterjemahan ilmu-ilmu non Arab ke dalam
bahasa Arab, seperti filsafat Yunani, ilmu-ilmu Barat. Darul Hikmah membuat sekitar
satu juta buku ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam penterjemahan dipimpin oleh
seorang ilmuwan yang bernama Hunain bin Ishaq (809-973 H). di bawah pimpinan
Hunain bin Ishaq inilah banyak dihasilkan buku-buku penting yang sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang meliputi ilmu Kimia, Matematika, Filsafat
Yunani, Astronomi dll.
1. Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
Zaman Abasiyyah dikenal sebagai era keemasan ilmu pengetahuan dan
Agama. Ilmu-ilmu agama berkembang dengan subur dan diiringi oleh kemunculan
tokoh-tokoh agama yang berpengaruh sampai sekarang ini. (ilmu Agama: ilmu
Tafsir, ilmu Hadis, ilmu Kalam/Teologi dan ilmu Tasawuf).
a) Ilmu Tafsir
Ilmu Tafsir dalama masa ini berkembang pesat karena ilmu ini sangat
dibutuhkan terutama oleh orang-orang non Arab yang baru masuk Islam. Mereka
butuh tentang makna dan penafsiran al-Qur’an. Hal ini yang menyebabkan
beberapa aliran muncul dalam ilmu tafsir. Penafsiran Al Qur’an pun berkembang
tidak hanya dengan penafsiran makna tetapi penafsiran “Bil al Ma’sur dan “Bi al
Ro’yi”
Dalam hal ini boleh dikatakan, bahwa pemerintahan Abasiyyah yang
pertama menyusun Tafsir dan memisahkan antara Tafsir dengan Hadis. Sebelum itu
para kaum Muslimin menafsirkan Qur’an melalui Hadis-Hadis Nabi, keterangan
para sahabat, Tabi’in.
Di antara karya besar Tafsir adalah Al Farra’ yang merupakan karya Tafsir
pertama dengan disesuaikan dengan sistematik Al Qur’an. Kemudian muncul At
Tabari yang menghimpun kumpulan-kumpulan Tafsir dari tokoh sebelumnya.
Kemudian muncul golongan Ulama’ yang menafsirkan Al Qur’an secara rasional,
seperti Tafsir Al Jahiz.
Sedangkan para ahli Tafsir terkemuka yang muncul pada zaman Abasiyyah
adalah Abu Yunus Abdus Salam Al Qozwani yang merupakan salah satu penganut
aliran Tafsir bi al Ra’yi. Sedangkan yang muncul dari aliran tafsir Bi Al Aqli
adalah Amar Ibnu Muhammad al-Khawarizmi, Amir al-Hasan bin Sahl.6
b) Ilmu Hadis
Pada zaman ini kajian Hadis sebagai sumber hukum setelah Al Qur’an
berkembang dengan cara menelusuri keontetikan (shohih) Hadis. Hal ini yang
mengilhami terbentuknya ilmu-ilmu Jarhi wa Ta’di dan ilmu Mustalahul Hadis.

6Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islami al-Siyasi wa al-Tsaqafi, wa al-Ijtima’I (Kairo: an-Nadrah, tt), hal.
440-443.
Beranjak dari ilmu Mustalahul Hadis dan ilmu Jarhi Wata’dil ini para ulama’ Hadis
berhasil mengkodifikasi Hadis ke dalam kitab secara teratur dan sistemik.
Pada zaman sebelumnya belum ada pembukuan Hadis secara formal seperti
Al Qur’an. Oleh karena itu sejarawan menganggap masa pembukuan Hadis secara
sistemik dimulai pada zaman Daulah Abasiyyah. Penggolongan Hadis dari aspek
periwayatannya, sanad, matan yang akhirnya bisa diketahui apakah Hadis itu
shahih, hasan, dhoif juga terjadi pada masa Abasiyyah.
Dengan demikian kajian yang mendalam serta penyeleksian Hadis pada
Daulah Abasiyyah telah menghasilkan pembukuan Hadis ke dalam bentuk kitab-
kitab yang masih bisa kita pelajari sampai sekarang ini. Di antara kitab-kitab Hadis
yang disusun pada waktu itu ialah kitab Hadis “Kutub as-Sittah” yaitu kitab Hadis
disusun oleh enam ulama’ Hadis, yaitu Imam Muslim (wafat 261 H). beliau
menyusun kitab Shohih Muslim. Kemudian Imam Bukhori (wafat 256 H), Imam
Turmudzi (wafat 279 H), Ibnu Majjah (wafat 273 H), Imam Nasa’i (wafat 303 H),
Abu Daud (wafat 275 H). Dari enam ahli Hadis di atas ada dua yang dianggap
paling otentik (shahih) yaitu Shahih Muslim dan Shahih Bukhari yang lebih dikenal
dengan “Shahihaini”.
c) Ilmu Kalam
Pada zaman al-Ma’mun dan Harun al-Rasyid, ilmu kalam mendaopat
tempat yang luas, bahkan ilmu kalam (teologi) sangat mempengaruhi keadaan
pemerintahan saat itu. Seperti aliran Mu’tazilah dijadikan aliran resmi pemerintah
Bani Abbas. Peran ilmu kalam pada saat itu sangat besar untuk membela Islam dari
paham-paham Yahudi dan Nasrani.
Dalam ilmu kalam para teolog terfokus pada bidang aqidah sebagai obyek
bahasan yang meliputi keesaan Tuhan, sifat-sifat, perbuatan Tuhan dll. Pada masa
ini para Ulama’ kalam terbagi menjadi dua aliran, pertama aliran yang mengikuti
pemikiran salaf yang diwakili oleh Mu’tazilah. Aliran salaf berpegang pada arti
Lafdiyah/tekstual dalam mengartikan ayat-ayat mutasabihat. Sedangkan aliran
rasionalis memakai /ra’yu dalam mengartikan ayat.7
Di antara ulama’ ilmu kalam yang terkenal ialah Abu Huzail al-Allaf (wafat
235 H), An-Nazzam (wafat 835 H), Bisri Ibnu Mu’tamir, Abu Ishaq Ibrahim
mereka dari an Mu’tazila. Sedangkan yang mewakili kelompok salaf adalah Amru
bin Ubaid.
Jadi ilmu kalam (teologi) pada zaman Abasiyyah ini tidak semata
mengembangkan pemikiran agama tetapi mengembangkan juga pemikiran sosial,
politik dan mengembangkan pemikiran umat tidak statis, baik bidang agama
maupun bidang kemasyarakatan yang akhirnya berguna bagi perkembangan dan
kemajuan negara.
d) Ilmu Fiqh
Di antara kebanggan pemerintahan Abasiyyah adalah terdapatnya empat
ulama’ Fiqh yang terkenal pada saat itu dan sampai sekarang, yaitu Imam Abu
Hanifah (wafat 129 H, Imam Malik (wafat 179 H), Imam Syafi’i (wafat 204 H) dan

7 Montgomery Watt, Kejayaan Islam, trj, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hal. 142.
Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H). keempat ulama’ Fiqh tadi yan paling
terkenal dalam dunia Islam dan penyebarannya paling luas sampai sekarang.
Disamping empat Madhab Fiqih diatas ada beberapa Madhab yang
pengaruhnya cukup terkenal saat itu, yaitu Madhab Jaririyah yang dipelopori oleh
sejarawan dan pengulas Al Qur an yaitu At Tabari (Wafat 923 H),tetapi madhab ini
bertambah hanya dua generasi. Madhab lain adalah madhab Dhahiriyah yang
dipelopori oleh Dawud bin Ali (884), disebut madhab Dhahiriyah karena
pengambilan hukumnya berdasarkan bukti dhahir (bukti tertulis Lughowi Al Qur an
dan Hadis). Madhab ini berkembang di Spanyol, Syuriah dan Mesir.8
Pada masa ini ada dua cara dalam mengambil hukum fiqih yang kemudian
menjadi aliran tersendiri, yaitu:
Ahl al-Hadis: Aliran yang berpegang teguh pada nash-nash Al Qur’an dan Hadis),
karena mereka menghendaki hukum yang asli dari Rasulillah dan mereka menolak
hukum menurut akal. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’i dan
pengikut Sufyan As Sauri.
Ahl al-Ra’yi: Aliran yang menggunakan akal pikiran dalam mengistimbatkan
hukum di samping memakai al-Qur’an dan Hadis, Aliran ini dipelopori oleh Imam
Abu Hanifah dan Fuqaha’Irak.
Dari sini kita bisa melihat, bahwa pemikiran umat Islam (Fuqoha’) pada
saat itu sangat maju sekali, dengan bukti lahirnya ulama’ terkenal dan kirab-kitab
termashur seperti yang kita lihat sekarang ini, di antaranya adalah Al-Muwatta’ , Al-
Kharaj, Al-Mustasfa dll.
e) Ilmu Tasawuf
Di samping ilmu Fiqh, pada zaman Abasiyyah juga muncul dan
berkembang ilmu Tasawuf. Ilmu ini telah menaruh pengaruh yang besar bagi
kebudayaan Islam. Perkembangan ilmu ini dimulai dari perkumpulan-perkumpulan
tak resmi dan diskusi keagamaan (Halaqah) dan latihan spiritual dengan membaca
dzikir berulang-ulang. Hal ini berlangsung di mana-mana khususnya di masjid,
kemudian ini menjadi konsep-konsep spiritual yang diberi Tasawuf yang
berkembang sampai abad 9 Hijriyah.
Ilmu Tasawuf ini menyebar di penjuru negeri Islam di wilayah Abasiyyah
yang dibawa oleh para sufi-sufi terkemuka seperti:
 Al-Qusyairi, nama lengkapnya Abu Kasim Abdul Karim bin Hawzin al Qusairi
(wafat 465 H). kitabnya yang terkenal adalah Ar-Risalah al-Qusyairiyah.
 Abu Haffas Umar bin Muhammad Sahabuddin (wafat 632 H) kitabnya yang
terkanal adalah Awariful Ma’arif.
 Imam al Ghazali (wafat 502 H) salah satu Ulama’ Tasawwuf yang terkenal
yang lahir di Thus abad ke-5 Hijriyah. Kitabnya yang terkenal adalah
Ihya’Ulumuddin yang memuat gabungan antara ilmu tasawwuf dan ilmu
kemasyarakatan, kitab-kitabnya yang lain Al Basith, Maqosidu Falsafah, Al
munqizu mina Dhalal dll.

8 Ahmad Syalabi, at-Tarikh…….hal. 191.


Dari uraian di atas tentang kemajuan ilmu-ilmu agama pada zaman
Abasiyyah kita harus mengakui betapa besar sumbangan ilmu agama pada saat itu
terhadap kehidupan keberagaman sampai saat ini. Di antara yang berpengaruh
adalah ilmu Lughah (ilmu bahasa) yang meliputi ilmu Nahwu, Sharaf, Bayan,
Ma’ani, Arudh, Kamus, Insa’ yang dalam masa ini akan sangat berguna khususnya
dalam menterjemah bahasa asing dan karya-karya sastra.
2. Kemajuan Filsafat dan Sains
Pada masa Abasiyyah ilmu pengetahuan telah banyak mengalami
perkembangan dan kemajuan yang pesat, hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran
khalifahnya yang mendukung kemajuan itu. Faktor yang paling menonjol dari
perkembangan ini adalah dengan dikembangkannya penterjemahan kitab-kitab non
Arab ke dalam bahasa Arab yang telah dirintis oleh khalifah Ja’far al-Mansur.
Dengan memperkerjakan para ahli terjemah, di antaranya Fade Naubakt, Abdullah
bin Muaqaffa’, yang pada akhirnya ilmu-ilmu dari Barat bisa dipahami oleh
masyarakat umum.
Pada masa Harun al Rasyid juga dikembangkan suatu lembaga yang mengkaji
dan mengembangkan pengetahuan yang dinamakan “Khizanat al-Hikmah” yang
kemudian pada masa Al-Ma’mun dikembangkan lagi menjadi “Bait Hikmah” atau
akademi ilmu dikembangkan lagi menjadi “Darul Hikmah atau akademi ilmu
pengetahuan yang meliputi perpustakaan, pusat penterjemahan, observatorium
bintang dll.9
a) Filsafat dan Perkembangannya Zaman Abasiyyah
Filsafat berkembang pesat pada Daulah Abasiyyah terutama pada masa Al
Ma’mun dan Harun Ar Rasyid karena pada saat itu kitab-kitab Filsafat, khususnya
Yunani sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Yang perlu digaris bawahi adalah, para ilmuwan muslim tiada mengambil
Filsafat yunani secara keseluruhan tetapi mengadakan perubahan dengan
disesuaikan ke dalam ajaran Islam, sehingga menjadi filsafat Islam. Mengenai
pengambilan filsafat Yunani, Montotgomery Watt mengatakan “bahwa Filsafat
tidak akan hidup hanya dengan menterjemahkan dan mengulang-ulang
pemikirannya orang lain, tetapi menterjemahkan filsafat hanya bisa dilakukan kalau
sudah ada dasar pemikiran dari bahasa itu”.
Dari sini bisa dianalisa, bahwa pengambilan filsafat Yunani dari
menterjemah hanya dijadikan perbandingan dan rujukan para Filusuf Islam untuk
menciptakan filsafat yang bernafas Islam, tetapi ada sebagian yang mengambil dan
dirubah sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam.
Secara umum dalam bidang filsafat orang-orang Islam masih banyak
mengambil dari filsafat orang-orang Islam masih banyak mengambil dari filsafat
Yunani seperti filsafat Greek dan Coptic, hal ini bagi umat Islam saat itu
merupakan kepentingan yang utama (Tracending Importance), pengambilan ini
hanya berupa ide-ide yang pertama kali pada masa Al-Ma’mun, seperti Al-Kindi,
Ibn Sinah, Ibnu Rush yang masih mengambil ide dari Aristoteles.10

9 Mongomery Watt, Kejayaan Islam…..hal. 237-238.


10 Ahmad Amin, Duhurul Islam……hal. 143-145
Yang penting dalam perkembangan Filsafat ini hanya munculnya golongan
rahasia (Jamiatus Sirriyah) yang bernama “IHWAN AS-SAFA” yang bergerak
dalam ilmu pengetahuan khususnya Filsafat. Ihwanussafa menyusun kitab “Rasail
Ihwanussafa” yang terdiri dari 51 buku. Rasail ini memuat kumpulan filsafat Islam
yang meliputi Maujudat, asal usul alam, rahasia alam dll. Kebanyakan anggota
Ihwanussafa ini adalah orang aliran Mu’tazila dan Syi’ah yang ekstrem, tokohnya
adalah Abul Alla’al Ma’arri dan Ibnu Hayyan at Tauhidi, Ibnu Zanji.
Sedangkan tokoh-tokoh dalam bidang filsafat ini adalah:
 Abu Yusuf bin Ishaq Al Kindi (wafat 873 M) dikenal sebagai Filusuf Arab
yangmemperkenalkan filsafat Yinani di kalangan kaum muslimin. Ajarannya
tentang filsafat “Antara agama dan filsafat sama-sama menghendaki kebenaran,
agama menempuhnya lewat syari’at, sedangkan filsafat menempuhnya dengan
pembuktian rasio.
 Ibnu Sina (Aviccena) lahir tahun 980 M di Buchoro, dalam ilmu filsafat beliau
banyak mengarang buku diantaranya As Sifa’, Al Isryara, Ti’su Rasail fil
hikmah yang sebagian besar memuat hubungan agama dengan filsafat.
 Al Farabi, lahir di Turkistan tahun 870 M beliau berguru di Baghdad untuk
mempelajari Sains dan Filsafat, banyak belajar dari guru Kristen. Filsafat Al
Farabi ini merupakan bentuk dari “Neoplatonisme” yang disesuaikan dengan
dokrin Islam. Seperti halnya filsafat politiknya Al Farabi banyak mengambil
dari Replubic and Law-nya Plato.
 Ibnu Rush (Averoush) (Wafat 594 H) dalam hal filsafat beliau banyak
mengambil dari ide-ide Aristoteles, dia banyak mengulas hubungan antara
Filsafat dan Syari’at.
3. Kemajuan Sains dan Tekonologi
Dalam bidang sains dan teknologi, orang-orang Arab masih kalah dengan orang
Yunani, Sains dan Filsafat terbentuk atas rangsangan buku terjemahan dari orang
Yunani. Kemudian perkembangan ilmu pengetahuan (Sains) ditandai dengan
berdirinya Universitas-universitas Islam di Iraq dan Baghdad, baru setelah itu
banyak penemuan-penemuan penting tentang sains dan teknologi yang akan
dibahas di bawah ini:
a) Ilmu Kedokteran
Ilmu Kedokteran tumbuh dan berkembang pada masa Khalifah Harun Ar-
Rasyid abad 9 M. hal ini ditandai dengan berdirinya rumah sakit yang didirikan
oleh Harun Al-Rasyid dan selanjutnya berkembang menjadi 34 Rumah Sakit Islam.
Rumah sakit ini dilengkapi dengan ruangan khusus wanita, apotik dan yang
terpenting adalah di setiap rumah sakit dilengkapi dengan perpustakaan media serta
tempat-tempat kursus kedokteran dan pengobatan. Pada masa ini juga dibentuk
klinik-klinik keliling yang melayani pengobatan di penjuru negeri khususnya untuk
orang-orang tak mampu.11
Dalam ilmu kedokteran, Ulama’ yang terkenal dengan zaman ini yaitu Ar-Razi
dan Ibnu Sinah. Ar-Razi dikenal sebagai ahli kedokteran Islam yang cakap dan ahli

11 Philip K. Hitti, The History………hal. 141


kimia terbesar abad pertengahan, beliau juga dienal sebagai penemu benang
Fontanel yang berguna untuk menjahit luka akibat pembedahan dan sebagainya.
Roger bacon seorang ilmuwan Barat menterjemahkan kitab Ar-Razi yang
berjudul “Kitab Rahasia” ke dalam bahasanya dengan judul “De Spiritibu Et
Corporibus” yang di dalamnya memuat penanggulangan penyakit cacar dan
penyakit campak. Kitab Ar-Razi yang lain adalah “Al Hawi” yang diterjemahkan ke
dalam bahasa latin dengan nama “Contineus” yang dijadikan rujukan oleh
kedokteran Barat sampai tahun 1779 H.
Sepeninggal Ar-Razi kegemilangan ilmu kedokteran diteruskan oleh Ibnu
Sinah, kitabnya yang terkenal adalah “As Sifa” (Canon of Medicine) yang
diterjemahkan ke dalam bahasa latin Inggris. Buku ini mendominasi pengajaran di
Universitas di Eropa, paling tidak sampai abad ke-15. Kemudian muncul ulama’
ahli bedah yang bernama Abul Qosim Az Zahrawi yang dalam bahasa latin disebut
Abul Casis (wafat 1009 M).12
Jadi kemajuan kedokteran pada daulah Abasiyyah ini yang mengilhami
kemajuan ilmu kedokteran barat sekarang ini. Bahkan kitab-kitab Ibnu Sinah
sampai sekarang masih dikaji di Universitas di Eropa.
b) Ilmu Kimia
Dalam bidang ilmu Kimia ilmuwan yang terkenal adalah Jabir Ibnu Hayyam
yang diberi gelar “Bapa Ilmu Kimia Arab” dia banyak mengemukakan teori uap,
pelelehan, Sublimasi dll. Dalam teorinya Jabir bin Hayyan mengatakan, bahwa
logam seperti timah putih atau hitam, besi dan tembaga bisa dirubah menjadi emas
atau perak dengan menggunakan zat rahasia hingga pada sampai akhir hayatnya
beliau masih melakukan eksperimen tentang hal ini. Jabir bin Hayyan merupakan
perintis exprerimen pertama dalam dunia Islam. Di antara eksperimennya yang
kemudian menjadi teori adalah: Teori Sublimasi, teori pengasaman, teori
penyulingan, teori penguapan, teori pelelehan, dan beliau dikenal dengan penemu
Karbit.
Dari penemu-penemu teori baru oleh Jabir bin Hayyam dan para ilmuwan pada
Daulah Abasiyyah ini, kemakmuran dan kesejahteraan semakin bertambah baik,
hasil-hasil eksperimen diterapkan pada kehidupan masyarakat.

c) Ilmu Astronomi
Ilmu Astronomi pada mulanya dipakai untuk menentukan arah kiblat
kemudian pada perkembamngannya ilmu ini dipakai para pedagang, para pelaut
dan para tentara untuk menyebarkan agama di luar negeri. Ulama’ yang ahli dalam
ilmu astronomi adalah Al-Khawarizmi (wafat 846) Beliau banyak membuat tabel-
tabel tentang letak negara, peta dunia, penetapan bujur-bujur panjang semua tempat
di muka bumi ini sekaligus mengukur jarak antara negara satu dengan negara yang
lain. Teori ini dikumpulkan kemudian disebarkan di masyarakat.
Dengan ilmu Astronomi, sekitar abad ke 7 – 9 H. para pedagang muslim
sudah sampai pada negeri Tiongkok melalui laut, mendarat di pulau Zanzubar,
pesisir Afrika, bahkan sampai pada negeri Rusia.

12 Philip K. Hitti, History……..Hal. 141-142


Selain Al-Kawariszimi ada ulama’ yang bernama Ibnu Kardabah yang
banyak menemukan teori perbintangan dan ilmu Falak. Ibnu kardabah juga banyak
menulis buku tentang Astronomi, diantaranya Al-Mashalih wal Mawalik, Al-
Buldan, Al Jihani dan Al Muhtasar.
Dengan ditemukannya ilmu Astronomi, umat Islam bisa menjual hasil
pertaniannya dan kerajinannya ke negeri Tiongkok,Zanzibar sekaligus
mendatangkan hasil karya dari negeri lain untuk dijual di negeri isam.Pemerintahan
Abasiyyah semakin kaya karena setiap hasil perdagangan (Ekspor/Impor)
dikenakan pajak untuk negara,kemauan oleh negara disalurkan pada rakyat yang
miskin.13
d) Ilmu Matematika
Dalam ilmu ni orang Arab (Islam)memberikan sumbangan yang besar
sekali bagi peradaban manusia dengan menemukan “Angka Arab “ seperti yang
kita pakai sampai sekarang (123456789).Orang-orang Islam dibawah pimpinan
Ibnu Haitam dan Al-Khawarizimi membut teori matematika, di antaranya adalah
teori Al-Jabar, cara menghitung akar kuadrat dan desimal. Pada perkembangan
selanjutnya Ibnu Haitam berhasil menemukan ilmu untuk mengukur sudut yang
diberi nama Trigonometri.14
Disamping ilmu-ilmu yang sudah diterangkan diatas tadi, masih ada
beberapa ilmu yang ditemukan tetapi belum banyak berkambang zaman Abasiyyah
ini, penemuan-penemuan ilmu ini masih belum dibukukan secara sistematik, ilmu-
ilmu itu adalah ilmu fisikis (Botani) yaitu ilmu tentang tumbuh-tumbuhan,ilmu
Fisika,ilmu Geografi dan ilmu Sejarah.
4.. Kemajuan Bidang Ekonomi
Usaha-usaha Bani Abbas di bidang pembangunan ekonomi negara dapat
dikatakan singguh luar biasa, sehinggah dalam waktuyang relatif sinkatterjadi
pertumbuhan eknomi yang pasti, Al-Mansur, khalifah kedua dinasti ini, adalah seorang
yang banyakmenaruh perhatuian terhadap penggalian potensi-potensi alamiah yang
terdapat di wilayah kekuasaannya. Setyidaknya ada tiga sektor penting yang
dikembangkan pada masa Bani Abbas in; Yakniu pertaniaa, industri dan perdagangan.
a. Sektor Pertanian
Perhatian yang besar te5hadap pembangunan pertanian dari khalifah-khlifah
Bani Abbas ditandai dengan suatu gerakan revolusi hijau didaerah-daerah subur
dilembah sungai dajlah dan effrat. Gerakan ini dimulai dengan pembangunan
bendungan-bendungan dan kanal diberbagai tempat, sehinggah air melimpah
menelusuri lembah dan daratan rendah yang sangat luas, yang menurut catatan ak-
Baghdadi mencapai 36.000.000 jarib (sekitar 9.000.000 Hektar). Kemudian untuk
mempermudah angkutan pertanian, dibangun sarana perhubungan ke segaka penjuru,
baik melalui darat maupun sungai.15
Daerah pertanian ang dibuka sebagian digarap oleh rakyat untuk menanam
berbagai jenis tanaman. Lebih dari itu, perkebunan pemerintah itu juga dijadikan

13 Philip K. Hitti, History……….hal. 144-145.


14 Montgomery Watt, Kejayaan Islam…..hal. 236.
15 Al-Khatib Baghdadi, Tarikh Baghdad au Madinat Al-Islam, dalam Hasan Ibrahim Hasan, hal. 304.
sebagai kebun percontohan dan mengelolahnya dengan sistem bagi hasil (al-
muqosamah).
Dengan pembangunan besar-besaran ini, maka pertanian semakin maju pesat
dan rakyat pun semakin makmur.
b. Sektor Industri
Kebijakan Bani Abbas disektor pembangunan indurstri pada
prinsipnyamengacu pada penggalian sumber daya alam dengan memanfaatkan tenaga-
tenaga insani yang mulai terdidik dibidang pengusaan teknologi padat karya.
Kecenderungan ini bertilak dari kondisi objektif bahwa wilayah yang cukup luas
banyak menyimpan benda-benda galian yang feasible dan marketable seperti perak,
timah, tembaga, besi, bahan tembikar dan marmer, garam, serta belerang. Oleh
karenanya, sifat industri yang dikembangkan masih bersifat pembuatan bahan baku
(atau yang dikenal dengan industri hulu), yakni dalam bidang penambangan.
Sedangkan dalam industri hilir pembuatan barang jadi masih terbatas pada kegiatan
yang dilakukan secara manual.
Sekalipun taraf perkembangan industri Bani Abbas tergolong konvensional,
namun dalam kondisi zaman ini sudah dinilai cukup maju. Dalam sektor
pertambangan misalnya, pemerintah telah mencapai sukses besar dan sangat strategis
bagi upaya pemenuhan kebutuhan pembangunan dan konsumsi masyarakat waktu itu.
Paling tidak ada beberapa kegiatan pertambangan yang patut untuk dicatat, antara lain:
Penambangan perak, tembaga, timah, dan besi Persia dan Khurasan, penambangan besi
di dekat Beirut, serta penambangan marmar dan tembikar di Tribis. Kemudian dalam
sektor industri barang jadi, dikenal beberapa kegiatan, seperti pabrik sabun dan kaca di
Basrah, pabrik kaca hias dan tembikar di Baghdad. Selain itu pertenunan kain dan
sutera juga cukup maju serta tukang-tukang emas dan perak, dan pembuatan kapal
laut.16
c. Sektor Perdagangan
Walaupun perpindahan ibukota dinasti dari Al-Anbar ke Baghdad dapat dilihat
sebagai tujuan politik Arabisasi Abasiyyah, ternyata pengaruhnya cukup besar bagai
kemajuan perdagangan. Posisi kota Baghdad yang berdekatan dengan titik temu sungai
Dajlah dan Efrat mempermudah hubungan antarwilayah bahkan antarnegara melalui
jalur pelayaran. Karena itu, Baghdad merupakan pusat perdagangan yang strategis
untuk melakukan kegiatan ekspor dan impor di zaman itu.
Karena ramainya pedagang yang keluar masuk Baghdad, sejak Khalifah Al-
Mansur, pemerintah mengalokasikan pusat-pusat perbelanjaan di penjuru kota
berdasarkan jenis-jenis komoditi yang dipasarkan. Dikenallah sebutan Pasar Minyak
Wangi, Pasar Kayu, Pasar Keramik, Pasar Besi, Pasar Daging, dan lain-lain. Sebagai
pusat perdagangan, di sini tidak hanya dipasarkan barang produk dalam negeri, tetapi
juga barang impor seperi bejana India, besi buatan Khurasan, gaharu, misik dan pelana
dari Cina, minyak wangi dari Yama, senjata dan besi dari Syam.
Kondisi pasar Baghdad yang begitu ramai, menggambarkan betapa luasnya
hubungan dagang yang telah dikembangkan oleh pemerintah Bani Abbas. Pelayaran
yang ditempuh kafilah-kafilah telah melintasi sebagian penjuru dunia, sampai ke
Indonesia melalui Malabar dan Tanah Melayu. Beberapa pelabuhan penting yang

16 Philip K. Hitti, The History…….hal. 345


mereka singgahi untuk memperoleh barang-barang dagangan ad alah Entokiyah di Laut
Tengah, Jeddah, Malabar di India, dan Kannufu di Sanghai. Barang-barang yang
diperoleh pada pelabuhan inilah kemudian yang diangkut ke pasar Baghdad untuk
diperdagangkan.
Dari paparan singkat mengenai perkembangan pertanian, Industri dan
perdagangan di atas, sudah bisa diduga betapa beragamnya sumber-sumber kekayaan
dari pemerintah Bani Abbas. Setiap saat uang mengalir ke kas Khalifah, baik dari pajak
pertanian, hasil perkebunan, pertambangan dan lain-lain, sehingga kemakmuran pun
semakin meningkat. Anggaran belanja negara pada zaman Harun ar-Rasyid telah
mencapai 272 juta dirham ditambah 4,5 milyar uang dirham dalam setahun.17
d. Sektor Administrasi Pemerintahan
Selain sistem pemerintahan Monarchi yang berlaku, khalifah-khalifah Bani
Abbas memegang kendali pemerintahan dan menjadi penglima tertinggi pasukan
perangnya. Tetapi dalam operasionalnya, khalifah membentuk Perdana Menteri (Wazir
ar-Wuzara’) serta Panglima Besar Angkatan Perang (Amiral ‘Umara’). Sistem ini
mengindikasikan bahwa Bani Abbas cenderung menggunakan corak pemerintahan
terpusat (sentralisasi) atau Imamah.
Jika dilihat secara umum, birokrasi dan administrasi Bani Abasiyyah adalah
modifikasi dan pengembangan dari daulah sebelumnya (Umayyah). Namun karena
keabsolutan sistem kekhalifahan yang dianutnya dan juga kemajuan dan perkembangan
sosial serta ekonomi yang cukup dinamis, khalifah bisa mendelegasikan pelaksanaan
otoritas sipir kepada Wazir, pelimpahan kekuasaan militer kepada Amir dan
pelaksanaan kekuasaan peradilan kepada Qadhi. Namun, khalifah tetap sebagai
penentu keputusan dan kebijaksanaan akhir bagui masalah birokrasi pemerintahan dan
negara.
Dari ungkapan di atas, maka bisa digambarkan struktur birokrasi pemerintahan
Bani Abasiyyah itu adalah sebagai berikut: Pertama, kekuasaan tertinggi berada di
tangan Khalifah. Kedua, dalam urusan hak-hak sipil, khalifah mengangkat Wazir yang
memiliki tugas sebagai wakil khalifah dan sebagai alat kontrol lembaga negara
sekaligus menjabat sebagai Perdana Menteri.18
Dalam perjalanan pemerintahan Abasiyyah, Wazir tersebut kadang-kadang
memiliki otoritas penuh (tafwid) dan terkadang memiliki kekuasaan terbatas (tanfidh).
Dua fungsi ini tergantung pada situasi khalifah yang sedang memegang tampuk
kekuasaan. Bila khalifah kuat, maka Wazir hanya tanfidh, namun bila khalifah kurang
cakap dalam memimpin, maka Wazir ini berfungsi tafwid. Pada posisi yang disebutkan
terakhir inilah, khalifah itu hanya sebagai boneka.
Di bawah kekuasaan yang telah disebutkan di atas, ada menteri-menteri (diwan)
yang khusus mengatur institusi tersendiri yang diharapkan mampu menopang
pemerintahan. Lembaga ini dinamakan Diwan al-Aziz atau The August Board. Ada 12
dewan dalam struktur birokrasi Bani Abbas, yakni Diwan al-Kharaj (departemen
keuangan/perpajakan), Diwan al-Dia (departemen urusan harta negara), Diwan al-
Zuman (kantor akuntan dan pengawasan keuangan negara), Diwan al-Jund
(departemen kemiliteran), Diwan al-Mawali wa al-Ghilman (departemen perlindungan
kaum Mawali dan hamba sahaya)¸ Diwan al-Barid (departemen pos), Diwan al-Ziman
17 Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh……hal. 314-315.
18 Philip K. Hitti, History……….hal. 317.
wa al-Nafaqat (kantor urusan biaya kerumah tanggan), Diwan al-Rasail (sekretariat
negara), Diwan al-Toukia (kantor permohonan dan pengaduan), Diwan al-Ahdas wa al-
Syurthah (departemen militer dan kepolisian), Diwan al-Nazr fi al-Mazalim
(departemen pembelaan rakyat tertindas), Diwan al-‘Ata’ (departemen sosial), dan
Diwan al-Akarah (departemen pekerjaan umum dan tenaga kerja). Setiap diwan
tersebut dipimpin oleh seorang yang dinamakan dengan Rais atau Sadr.19
Dari gambaran ini, betapa sudah begitu kompleksnya permasalahan sosial pada
masa Bani Abbas, karena itu harus diorganisasikan secara baik. Wajar saja kalau
imperium ini mampu bertahan 5 abad lebih, karena ia mampu menciptakan stabilitas
politik (walaupun dalam catatan sejarah dinasti ini tidak pernah sepi dari
pemberontakan, tetapi dapat diatasi).
Bila dibandingkan dengan birokrasi Bani Umayyah, tampaknya tidak banyak
perubahan yang berarti dalam struktur pemerintahan Bani Abbas ini. Barang kali
beberapa aspek perbedaan hanya bisa ditemukan dalam aspek-aspek tertentu, antara
lain:
1) Penambahan dewan perlindungan kaum Mawali dan Zimmi, dewan perlindungan
kaum tertindas dan dewan pekerjaan umum.
2) Semakin lengkapnya peraturan-peraturan di semua bidang termasuk dalam urusan
pertanian dan perdagangan. Agaknya kemajuan administrasi pemerintahan Bani
Abbas ini adalah hasil politik de-Arabisasinya, sehingga konvergensi dari berbagai
kultur mampu menjembatani kepentingan-kepentingan yang dibutuhkan negara
serta rakyat.

KI-KD MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


SKI KELAS X SEMESTER GANJIL [MADRASAH ALIYAH]

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar


1. Menghayati dan meyakini 1.1. Meyakini bahwa berdakwah adalah
akidah Islamiyah kewajiban setiap muslim
1.2. Menghayati nilai-nilai perjuangan dakwah
Rasulullah SAW pada periode Mekah
1.3. Menghayati pola kepemimpinan Rasulullah
SAW pada periode Mekah
1.4. Menghayati perilaku istiqamah perjuangan
Rasulullah SAW dalam berdakwah
1.5. Menghayati sikap Zuhud shahabat Zaid bin
Kharitsa sebagai implementasi dari nilai-nilai
ahlakul karimah
2. Mengembangkan akhlak 2.1. Meneladani perilaku jujur Rasulullah SAW
(adab) yang baik dalam pada saat meletakkan Hajar Aswad di tempatnya
beribadah dan berinteraksi setelah bergeser karena banjir
dengan diri sendiri, keluarga, 2.2. Meneladani perilaku sabar Rasulullah SAW
teman, guru, masyarakat, pada saat menghadapi berbagai intimidasi
lingkungan sosial dan alamnya masyarakat Quraisy di Mekah

19 Ameer Ali, The Spirit…….hal. 284


serta menunjukan sikap 2.3. Meneladanai sikap istiqamah Rasulllah SAW
partisipatif atas berbagai dalam melaksanakan beribadah
permasalahan bangsa serta 2.4. Meneladani perilaku sabar Rasulullah SAW
dalam menempatkan diri ketika berhijrah bersama Abu Bakar Sidiq
sebagai cerminan bangsa 2.5. Meneladani perilaku berani Rasulullah SAW
dalam pergaulan dunia. pada saat memimpin perang Badar
2.6. Memiliki sikap tangguh dan semangat
menegakkan kebenaran sebagai implementasi
dari pemahaman strategi dakwah Nabi di Mekah
3. Memahami, menerapkan dan 3.1. Memahami sistem peribadatan bangsa Quraisy
menganalisis pengetahuan sebelum Islam
faktual, konseptual, prosedural 3.2. Menganalisis sejarah dakwah Rasulullah SAW
tentang al-Qur’an, Hadis, fiqh, pada periode Islam di Mekah
akidah, akhlak, dan sejarah 3.3. Memahami substansi dan strategi dakwah
Islam dengan wawasan Rasulullah SAW pada periode Mekah
kemanusiaan, kebangsaan, dan 3.4. Mendiskripsikan kesulitan-kesulitan yang
peradaban serta menerapkan dihadapi Rasulullah SAW ketika berdakwah di
pengetahuan prosedural pada Mekah
bidang kajian yang spesifik 3.5. Memahami subtansi dan strategi dakwah
sesuai dengan bakat dan Rasulullah SAW pada periode Madinah
minatnya dalam memecahkan 3.6. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab hijrah
masalah. Rsulullah SAW ke Madinah
3.7. Mendiskripsikan Kebijakan pemerintahan
Rasulullah SAW pada periode Islam di Madinah
3.8. Memahami sifat/kepribadian dan peran para
sahabat assabiqunal awwalun
3.9. Mendiskusikan faktor – faktor penyebab hijrah
shahabat nabi ke Abesiniyah
3.10. Mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan
Fathul Mekah tahun 9 hijriyah
3.11. Mendiskusikan keberhasilan Rasululllah dalam
perang Badar
4. Mengolah, menalar, dan 4.1. Menceritakan sosok figur kepemimpinan
menyajikan dalam ranah Rasulullah
konkret dan ranah abstrak 4.2. Memetakan faktor-faktor penyebab hijrahnya
terkait dengan pengembangan Rasulullah
dari yang dipelajarinya di 4.3. Menceritakan peristiwa hijrahnya Rasulullah ke
madrasah secara mandiri, dan Abesiniyah
mampu menggunakan metode 4.4. Menceritakan peristiwa hijrahnya Rasulullah ke
sesuai kaidah keilmuan. Madinah
4.4. Membuat peta konsep mengenai kunci
keberhasilan dakwah Rasulullah baik periode
Mekah maupun Madinah.

SKI KELAS X SEMESTER GENAP

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar


1. Menghayati dan meyakini 1.1. Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban
akidah Islamiyah setiap muslim
1.2. Menghayati pola kepemimpinan
Khulafaurrasyidin sebagai implementasi dari
kewajiban berdakwah
1.3. Menghayati perilaku istiqamah dari perjuangan
Khulfaurrasyidin sebagai implementasi akhlaqul
karimah
1.4. Menghayati sikap tegas Khalifah Umar bin
Khattab dalam pemerintahan Islam sebagai
contoh pengambilan keputusan kepemimpinan
umat Islam sekarang
1.5. Mengambil ibrah dari kepemimpinan
Khulafaurrasyidin ketika menjadi pemimpin
negara
1.6. Menghayati sikap Zuhud Khalifah Usman bin
Affan pada saat menjadi khalifah masa
Khulafaurrasyidin
2. Mengembangkan akhlak 2.1. Meneladani sikap tegas shahabat Umar bin
(adab) yang baik dalam Khattab ketika membuat kebijakan memecat
beribadah dan berinteraksi Khalid bin Walid dari Panglima perang sebagai
dengan diri sendiri, keluarga, teladan bagi kepemimpinan sekarang
teman, guru, masyarakat, 2.2. Meneladani sikap tekun Shahabat Usman bin
lingkungan sosial dan alamnya Affan dalam hal beribadah
serta menunjukan sikap 2.3. Membiasakan berperilaku sabar sebagaimana
partisipatif atas berbagai Khalifah Ali bin Abi Thalib ketika menghadapi
permasalahan bangsa serta ancaman dari musuh
dalam menempatkan diri 2.4. Memiliki sikap semangat ukhuwah sebagai
sebagai cerminan bangsa implementasi dari pemahaman strategi dakwah
dalam pergaulan dunia. untuk masa sekarang dan akan datang
3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Mendiskripsikan keberhasilan Khulafaurrasyidin
menganalisis pengetahuan Abu Bakar Ash Shiddiq
faktual, konseptual, prosedural 3.2 Mendiskripsikan keberhasilan Khulafaurrasyidin
tentang al-Qur’an, Hadis, fiqh, masa pemerintahan Umar bin Khattab
akidah, akhlak, dan sejarah 3.3 Memahami prestasi pemerintahan khalifah Usman
Islam dengan wawasan bin Affan
kemanusiaan, kebangsaan, dan 3.4 Menganalisis sejarah dakwah Khulafaurrasyidin
peradaban serta menerapkan pada periode Ali bin abi Thalib tahun 35 -41 H
pengetahuan prosedural pada 3.5 Memahami subtansi dan strategi dakwah
bidang kajian yang spesifik Khulafaurrasyidin
sesuai dengan bakat dan 3.6 Mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang
minatnya dalam memecahkan dihadapi masa pemerintahan Khulafaurrasyidin
masalah. 3.7 Mendiskusikan faktor-faktor penyebab
keberhasilan pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq
3.8 Menganalisis Kebijakan pemerintahan Umar bin
Khattab
3.9 Mendiskusikan proses dan model pemilihan
kepemimpinan pada periode khulafaurrsyidin
3.10 Mendeskrifsikan strategi kepemimpinan masa
Khulafaurrasyidin
3.11 Mengidentifikasi faktor – faktor penyebab
terjadinya pemberontakan pada masa
pemerintahan Khaliah Ali bin bi Thalib
3.12 Memahami proses perdamaian atau at-tahkim
antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin
bin Sufyan
3.13 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab khalifah
Ali bin Abi thalib terbunuh
4. Mengolah, menalar, dan 4.1 Menceritakan kearifan shahabat Umar bin Khattab
menyajikan dalam ranah bin Khattab ketika menaklukkan Yerussalem.
konkret dan ranah abstrak 4.2.Menceritakan sikap bersungguh-sungguh Khalifah
terkait dengan Ali bin Abi Thalib dalam mengkaji ilmu
pengembangan dari yang 4.3.Memetakan / meresume faktor-faktor keberhasilan
dipelajarinya di madrasah khulafa’ur rasyidin dalam mengembangkan Islam
secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.

SKI KELAS XI SEMESTER GANJIL

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar


1. Menghayati dan Meyakini bahwa berdakwah adalah
meyakini akidah kewajiban setiap muslim
Islamiyah Menghayati nilai-nilai kepribadian dari para khalifah
masa bani Umayah di Damaskus
Meyakini sikap kebijaksanaan khalifah Umar bin
Abdul Azis dalam pemerintahan bani Umayah
Damaskus sebagai contoh bagi para pemimpin
masa sekarang
Menghayati perilaku cinta ilmu pengetahuan dari
khalifah Umar bin Abdul Azis
Menghayati sikap keberanian dari khalifah Walid bin
Abdul Malik ketika terjadi proses Islamisi di
Andalusia
2. Mengembangkan akhlak 2.1 Meneladani perilaku jujur khalifah Umar bin Abdul
(adab) yang baik dalam Azis dalam pemerintahan bani Umaiyah Damaskus
beribadah dan berinteraksi sebgai inplementasi dari akhlakul-karimah
dengan diri sendiri, 2.2 Membiasakan bersikap sabar sebagaimana
keluarga, teman, guru, dicontohkan khalifah Al-Walid
masyarakat, lingkungan 2.3 Membiasakan perilaku kompetitif sebagaimana
sosial dan alamnya serta dicontohkan oleh khalifah Muawiyah.
menunjukan sikap 2.4 Meneladani sikap toleran khalifah Abdul Malik bin
partisipatif atas berbagai Marwan pada saat interaksi dengan masyarakat
permasalahan bangsa serta 2.5 Memiliki sikap semangat mengembangkan ilmu
dalam menempatkan diri pengetahuan dan kerja keras sebagai implementasi
sebagai cerminan bangsa dari masa kejayaan Islam periode klasik
dalam pergaulan dunia. 2.6 Membiasakan perilaku kreatif, inovatif, dan produktif
dari khalifah –khalifah bani Umayah sebagai
implementasi dari sejarah peradaban Islam di era
modern
3. Memahami, menerapkan 3.1 Menganalisis proses lahirnya bani Umayyah di
dan menganalisis Damaskus
pengetahuan faktual, 3.2 Mengklasifikasi fase-fase pemerintahan dinasti bani
konseptual, prosedural Umayah di Damaskus
tentang al-Qur’an, Hadis, 3.3 Menganalisis kebijakan - kebijakan pemerintahan
fiqh, akidah, akhlak, dan khalifah pertama bani Umayah Damaskus,
sejarah Islam dengan Muawiyah bin Abi Sufyan
wawasan kemanusiaan, 3.4 Mendiskusikan kebijakan-kebijakan khalifah pada
kebangsaan, dan peradaban masa pemerintahan Marwan bin Hakam
serta menerapkan 3.5 Mendiskripsikan prestasi khalifah-khalifah terkenal
pengetahuan prosedural dari bani Umayah di Damaskus
pada bidang kajian yang 3.6 Mengidentifikasi faktor - faktor penyebab
spesifik sesuai dengan runtuhnya bani Umayah Damaskus
bakat dan minatnya dalam 3.7 Mengklasifkasi kelebihan dan kekurangan sistem
memecahkan masalah. pemerintahan bani Umayah
3.8 Mendiskripsikan proses kodifikasi hadis pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin AbdulAzis
3.9 Menganalisis faktor pemicu munculnya
pemberontakan pada masa pmerintahan bani
Umayah Damaskus
3.10 Mengidentifikasi proses perkembangan peradaban
ilmu pengetahuan Islam masa Umayah Damaskus
3.11 Memahami kontribusi tokoh-tokoh ilmu
pengetahuan pada masa pemerintahan bani
Umayah di Damaskus
3.12 Mendiskripsikan pusat-pusat peradaban Islam masa
pemerintahan bani Umayah Damaskus
3.13 Mengidentifikasi peninggalan–peninggalan
peradaban Islam masa pemeritahan bani Umayah
3.14 Mendiskripsikan dengan singkat proses berahirnya
bani Umayah Damaskus
4. Mengolah, menalar, dan 4.1 Menceritakan proses berdirinya dinasti bani Umayah
menyajikan dalam ranah 4.2 Menceritakan profil khalifah Umar bin Abdul Azis
konkret dan ranah 4.3 Memetakan keberhasilan-keberhasilan yang dicapai
abstrak terkait dengan pada masa bani Umayah
pengembangan dari 4.4 Menceritakan proses berakhirnya dinasti bani
yang dipelajarinya di Umayah
madrasah secara
mandiri, dan mampu
menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.

SKI KELAS XI SEMESTER GENAP


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghayati dan 1.1. Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban setiap
meyakini akidah muslim
Islamiyah 1.2.Menghayati nilai-nilai keipribadian dari khaifah-
khalifah masa bani Abbasiyah.
1.3.Menghayati sikap adil khalifah Abu JakfaraMansur
dalam pe merintahan bani Abbasiyah sebagai
contoh bagi kepemimpinan pemerintahan
sekarang.
1.4.Menghayati perilaku cinta ilmu pengetahuan dari
khalifah Harun al Rasyid.
1.5.Menghayati perilaku jujur dari khalifah Abu
Ja’far al-Mansur sebagai inflementasi dari akhlakul
karimah
2. Mengembangkan akhlak 2.1. Meneladani perilaku berani khalifah Abu Abas as-
(adab) yang baik dalam Saffah dalam memberantas musuh-musuh
beribadah dan berinteraksi pemerintahan
dengan diri sendiri, 2.2. Meneladani perilaku sabar dari khalifah Al-Amin
keluarga, teman, guru, sebagai tauladan dalam masyarakat Islam sekarang
masyarakat, lingkungan dan akan datang
sosial dan alamnya serta 2.3. Meneladani perilaku kompetitif khalifah Al
menunjukan sikap Muktasim sebaga contoh bagi masyarakat Islam
partisipatif atas berbagai 2.4. Membiasakan sikap toleran sebagaiman dicontohkan
permasalahan bangsa serta oleh para khalifah Abbasiyah.
dalam menempatkan diri 2.5. Memiliki sikap semangat menumbuh kembangkan
sebagai cerminan bangsa ilmu pengetahuan dan kerja keras sebagai
dalam pergaulan dunia. inplementasi kejayaan peradaban Islam klasik
2.6. Menunjukkan perilaku kreatif, inovatif, dan
produktif sebagai implementasi dari sejarah
peradaban era moderen
3. Memahami, menerapkan 3.1 Menganalisis Proses lahirnya bani Abbasiyah di
dan menganalisis Baghdad
pengetahuan faktual, 3.2 Mengklasifikasikan fase-fase pemerintahan bani
konseptual, prosedural Abbasiyah di Baghdad
tentang al-Qur’an, Hadis, 3.3 Menganalisis kebijakan - kebijakan pemerintahan
fiqh, akidah, akhlak, dan khalifah kedua pemerintahan Abbasiyah (Abu
sejarah Islam dengan Jakfar al Mansur)
wawasan kemanusiaan,
3.4 Mendiskripsikan prestasi kultural masa
kebangsaan, dan peradaban
pemerintahan Harun al Rasyid
serta menerapkan
3.5 Memahami karakteristik umum sistem
pengetahuan prosedural
pemerintahan bani Abbasiyah
pada bidang kajian yang
3.6 Menganalisi faktor - faktor penyebab runtuhnya
spesifik sesuai dengan
bani Abbasiyah
bakat dan minatnya dalam
3.7 Mendiskripsikan proses berkembangnya ilmu
memecahkan masalah.
pengetahuan pada masa Abbasiyah
3.8 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab
munculnya pemberontakan–pemberontakan pada
masa pmerintahan bani Abbasiyah
3.9 Mengklasifikasi perkembangan ilmu pengetahuan
Islam pada masa Abbasiyah
3.10 Memahami kontribusi tokoh-tokoh ilmu
pengetahuan pada masa pemerintahan Abbasiyah
3.11 Mengidentifikasi pusat-pusat peradaban Islam
masa pemerintahan Abbasiyah
4. Mengolah, menalar, dan 4.5 Menceritakan sejarah berdirinya Bani Abbasiyah
menyajikan dalam ranah 4.6 Memetakan keberhasilan-keberhasilan yang dicapai
konkret dan ranah pada masa Bani Abbasiyah.
abstrak terkait dengan 4.7 Memetakan faktor-faktor penyebab kemunduran
pengembangan dari yang pada masa Bani Abbasiyah
dipelajarinya di 4.8 Menceritkan sejarah runtuhnya Bani Abbasiyah
madrasah secara
mandiri, dan mampu
menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan.

SKI KELAS XII SEMESTER GANJIL


Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban
akidah Islamiyah setiap muslim
1.2 Menghayati nilai-nilai perjuangan dari tokoh-
tokoh pembaharuan dunia Islam sebagai
implementasi dari kewajiban berdakwah
dalam Islam
1.3 Meyakini sikap akhlakul karimah dari tokoh
Muhammad Abduh pembaharuan dunia Islam
sebagai suri tauladan bagi genarasi Islam
masa kini
1.4 Menghayati sikap kegigihan belajar dari
tokoh-tokoh pembaharuan dunia Islam
Muhammad Iqbal sebagai implementasi
kewajiban belajar bagi umat Islam
1.5 Meyakini perilaku berdakwah dari wali
songo sebagai suri tauladan bagi generasi
muda Islam zaman sekarang dan zaman
akan datang
1.6 Menghayati nilai-nilai positif yang diwariskan
wali songo dan tokoh pembaharu dunia Islam
2. Mengembangkan akhlak (adab) 2.1 Menunjukkan perilaku jujur dalam
yang baik dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari dari tokoh-tokoh
berinteraksi dengan diri sendiri, pembaharu dunia Islam
keluarga, teman, guru, 2.2 Menunjukkan sikap kritis dan demokratis
masyarakat, lingkungan sosial dari tokoh –tokoh pembaruan Islam
dan alamnya serta menunjukan Indonesia sebagai implementasi dari
sikap partisipatif atas berbagai pemahaman terhadap demokrasi Islam
permasalahan bangsa serta dalam 2.3 Membiasakan sikap mawas diri dan taat
menempatkan diri sebagai beribadah sebagi bentuk sikap meneladani
cerminan bangsa dalam pergaulan para Khalifah Abbasiyah
dunia. 2.4 Menunjukkan sikap optimis wali songo
dalam berdakwah sebagai penyemangat para
generasi muda Islam sekarang

3. Memahami, menerapkan dan 3.1 Menganalisis sejarah pembaharuan atau


menganalisis pengetahuan modernsasi Islam di dunia
faktual, konseptual, prosedural 3.2 Mengidentifikasi latar belakang lahirnya
tentang al-Qur’an, Hadis, fiqh, gerakan pembaharuan Islam di dunia
akidah, akhlak, dan sejarah Islam 3.3 Menklasifikasi macam-macam gerakan
dengan wawasan kemanusiaan, pembaharuan dunia Islam
kebangsaan, dan peradaban serta 3.4 Mendiskusikan pemikiran–pemikiran
menerapkan pengetahuan pembaharuan dunia Islam
prosedural pada bidang kajian 3.5 Mengidentifikasi nilai–nilai perjuangan dari
yang spesifik sesuai dengan bakat gerakan pembaharuan dunia Islam
dan minatnya dalam memecahkan 3.6 Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
masalah. Indonesia
3.7 Memahami jalur masuknya Islam di
Indonesia
3.8 Menganalisis strategi dakwah dan
perkembangan Islam di Indonesia
3.9 Mengidentifikasi kiprah masing-masing wali
songo dalam penyebaran Islam
3.10 Menganalisis strategi dakwah yang
dikembangkan oleh wali songo di Indonsia
3.11 Memahami sejarah perkembangan kerajaan
Islam awal di Indonesia
3.12 Menganalisis peranan kerajaan–kerajaan
awal Islam terhadap perkembangan Islam di
Indonesia
3.13 Mengenal tokoh Islam awal di Indonesia dan
peranan mereka dalam perkembangan Islam
3.14 Mendiskusikan peran dan kontribusi tokoh–
tokoh ilmu pengetahuan Islam di Indonesia
4. Mengolah, menalar, dan 4.1.Menceritakan pendekatan dakwah yang
menyajikan dalam ranah konkret dilakukan oleh saudagar – saudagar Arab
dan ranah abstrak terkait dengan ketika pertama kali masuk di wilayah
pengembangan dari yang Indonesia
dipelajarinya di madrasah secara 4.2. Menyajikan hikmah dan manfaat dari warisan
mandiri, dan mampu peradaban dunia Islam bagi masyarakat Islam
menggunakan metode sesuai masa kini dan masa akan datang
kaidah keilmuan. 4.3. Membuat peta konsep mengenai nilai-nilai
gerakan pembaharuan
4.4. Menceritakan cara / pendekatan dakwah yang
dilakukan oleh wali songo.
SKI KELAS XII SEMESTER GENAP
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
1. Menghayati dan meyakini 1.1 Meyakini bahwa berdakwah adalah kewajiban
akidah Islamiyah setiap muslim
1.2 Menghayati nilai-nilai perjuangan dari tokoh-
tokoh Islam dunia sebagai implementasi dari
kewajiban berdakwah dalam Islam
1.3 Menghayati sikap ahlakul karimah dari tokoh
Elijah muhammad dalam pembaharuan Islam
Amerika sebagai suri tauladan bagi genarasi
Islam masa kini
1.4 Menghayati sikap kegigihan berjuang dari
tokoh DR Sauki Futaki pembaharuan Islam
Jepang sebagai implementasi kewajiban
belajar bagi umat Islam
2. Mengembangkan akhlak (adab) 2.1. Menampilkan perilaku jujur dalam
yang baik dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari sebagaimana
berinteraksi dengan diri sendiri, dipraktikkan tokoh-tokoh pembaharuan
keluarga, teman, guru, dunia Islam
masyarakat, lingkungan sosial 2.2. Membiasakan sikap kritis dan demokratis
dan alamnya serta menunjukan sebagai implementasi meneledani tokoh
sikap partisipatif atas berbagai pejuang Islam Filipina Nur Misuari
permasalahan bangsa serta 2.3. Membiasakan sikap optimis seperti yang
dalam menempatkan diri dicontohkan Elijah Muhammad dalam
sebagai cerminan bangsa dalam berdakwah di Amerika
pergaulan dunia. 2.4. Menunjukkan sikap semangat melakukan
penelitian di bidang ilmu pengetahuan dari
tokoh–tokoh ilmu pengetauan dunia Islam
sebagai implementasi dari kecintaan terhadap
perkembangan Islam di dunia
3. Memahami, menerapkan dan 3.1. Mendiskripsikan sejarah perkermbangan
menganalisis pengetahuan Islam di Thailand
faktual, konseptual, prosedural 3.2. Menganalisis jalur masuknya Islam di
tentang al-Qur’an, Hadis, fiqh, kepulawan Sulu Filipina
akidah, akhlak, dan sejarah 3.3. Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
Islam dengan wawasan Malaysia
kemanusiaan, kebangsaan, dan 3.4. Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
peradaban serta menerapkan Brunai Darussalam
pengetahuan prosedural pada 3.5. Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
bidang kajian yang spesifik Benua Afrika
sesuai dengan bakat dan 3.6. Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
minatnya dalam memecahkan Benua Amerika
masalah. 3.7. Mendiskripsikan sejarah masuknya Islam di
Benua Australia
3.8. Mendiskusikan pemikiran–pemikiran
muballigh Islam di Amerika dan Eropa
3.9. Menganalisis nilai–nilai perjuangan dari
organisasi-organisasi Islam Amerika, Eropa,
Australia dan Afrika
3.10. Mengenal tokoh – tokoh ilmu pengetahuan
Islam dunia modern zaman sekarang
3.11. Mengidentifikasi pusat –pusat peradaban
Islam dunia moderen zaman sekarang
3.12. Menganalisis faktor-faktor kemajuan dan
kemunduran peradaban Islam di dunia
4. Mengolah, menalar, dan 4.1. Menceritakan secara umum mengenai
menyajikan dalam ranah perkembangan umat Islam di beberapa negara
konkret dan ranah abstrak Asia Tenggara
terkait dengan pengembangan 4.2. Memetakan tokoh-tokoh pejuan Islam yang
dari yang dipelajarinya di ada di Amerika dan Australia
madrasah secara mandiri, dan 4.3. Membuat peta konsep mengenai faktor-faktor
mampu menggunakan metode penghambat dalam penyebaran Islam di
sesuai kaidah keilmuan. Amerika, Eropa dan Australia

MATERI SEJARAH KEBUDAYAN ISLAM

Gerakan-gerakan Pembebasan dan Pembaharuan Islam


Gerakan Pan Islamisme
Pan Islamisme dalam pengertian yang luas adalah rasa solidaritas antara seluruh umat
Islam. Atau dengan kata lain bisa juga diartikan persatuan seluruh umat Islam.
Gagasan Pan Islamisme ini muncul pada pertengahan abad ke-19. pencetusnya adalah
Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839-1897 M). Al-Afghani melihat pada saat itu, umat
Islam berada dalam kemunduran yang sangat membahayakan. Menurut Al-Afghani,
kemunduran umat Islam, bukan karena ajaran Islam, tetapi karena umat Islam itu sendiri
yang tidak mau berusaha merubah nasIbnya sendiri. Umat Islam terpengaruh oleh faham
fatalisme sehingga menjadi statis, tidak dinamis.20
Dilihat dari segi politik, menurut Al-Afghani, kemunduran umat Islam disebabkan
perpecahan di kalangan umat Islam, pemerintahan yang absolut, mempercayakan pimpinan
kepada orang yang tidak dipercaya, mengabaikan masalah kemiliteran, menyerahkan
administrasi kepada orang-orang yang tidak kompeten dan adanya intervensi asing.
Intervensi asing terlihat bagaimana Inggris ikut campur dalam masalah politik dan
ekonomi dunia Islam, seperti di India dan Mesir.
Melihat kondisi umat Islam ini, Al-Afghani insaf, bahwa dunia Islam yang lemah
diancam oleh Barat yang kuat dan dinamis. Lebih-lebih persaudaraan umat Islam lemah,
untuk memajukan kembali umat Islam, menurut Al-Afghani, tidak ada jalan lain, kecuali
mewujudkan kembali persaudaraan Islam di zaman klasik. Dengan persatuan dan kerja
sama yang baik di antara umat Islam, pada gilirannya akan dapat membela dan
membebaskan diri dari intervensi dan penjajahan bangsa asing. Jadi untuk tujuan inilah,
kelihatannya ide-ide Pan Islamisme ini dicetuskan dan dikobarkan di negara-negara
Islamyang sedang berada dalam kemunduran dan jajahan bangsa asing.
Pan Islamisme ini mempunyai pengaruh besar, sebagai contoh, Sultan Abd. Hamid II
(1876-1909) dari kerajaan Turki Usmani menyambut baik gagasan ini. Ia mendirikan
organisasi propaganda Pan Islamisme, dan ia mengirimkan utusan-utusan yang tidak
20 Bernard Lewis, Kebangkitan Islam, trj.Hamid Luthfi, (Bandung: Mizan, 1983), hal.14.
terhitung jumlahnya ke negeri-negeri Islam, dengan membawa pesan dan harapan agar
dapat bersiap-siap melepaskan diri dari penjajahan Barat. Propaganda ini berjalan selama
30 tahun. Efek inilah yang kemudian hari melahirkan pemimpin nasionalisme di kalangan
umat Islam yang berjuang menuntut kemerdekaan negeri mereka dari kolonialisme Barat.
Gerakan Nasionalisme
Gerakan nasionalisme adalah gerakan kebangsaan. Gagasan ini berasal dari Barat
yang masuk ke negeri-negeri Muslim melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang
menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar muslim menuntut ilmu ke Eropa
atau lembaga-lembaga pendidikan Barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan
kebangsaan ini awalnya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena
dipandang tidak sesuai dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, ia berkembang
cepat gagasan Pan Islamisme redup. Gerakan ini banyak muncul di negeri-negeri muslim,
terutama setelah perang dunia pertama.21
1. Mesir
Masuknya Napoleon ke Mesir (1798) tanpa perlawanan yang berarti dari umat
Islam kembali menyadarkan umat Islam akan kemerdekaan kebudayaannya. Pada masa
selanjutnya memunculkan gagasan-gagasan besar bagi para pemikir dan pemimpin umat
Islam khususnya di Mesir. Patriotisme Mesir dipelopori oleh Al-Tahtawi (1801-1873) yang
berpendirian bahwa Mesir dan negara lain baru bisa maju bila berada di bawah penguasa
sendiri, bukan di bawah orang asing. Nasionalisme Mesir dipelopori oleh Musthafa Kamil
(lahir 1874) yang mendirikan partai Hizb al-Wathan untuk memperjuangkan kemerdekaan
Mesir dari kekuasaan Inggris. Musthafa Kamil tidak berusia panjang, ia meninggal pada
tahun 1908 dalam usia 34 tahun. Perjuangannya dilanjutkan oleh Muhammad Faried Bey
(1867-1919), ia adalah pemimpin majalah “Al-Liwa”. Lewat majalah ini, ia
mengumandangkan semangat nasionalisme.
Setelah perang dunia pertama, gerakan nasionalisme dipelopori oleh Saad Zaghniul
Pasya (1857-1927). Atas perjuangannya pada bulan Pebruari 1922 Mesir diakui
kemerdekaannya dan Saad Zaghlul Pasya dijadikan sebagai perdana menteri pertama
Mesir.

2. Turki
Setelah perang dunia pertama, keadaan Turki Usmani itu bukan saja kehilangan
daerah-daerah jajahannya, bahkan juga negerinya sendiri terancam puna dari muka bumi.
Tentara sekutu dari Inggris dan Prancis sudah menginjak ibukota Turki Usmani, yaitu
Istambul. Tetapi kebangkitan semangat nasional dapat berhasil menghalaunya. Akhirnya,
pada tanggal 25 Juli 1925 ditandatangani perjanjian Lausanue, dan pemerintah Mustafa
Kemal mendapatkan pengakuan internasional.

3. India-Pakistan
Sejak tahun 1857, setelah hancurnya kerajaan Mughal, India menjadi jajahan
Inggris. Penduduk India yang kebanyaan dari umat Hindu dan Islam. Masing-masing
selalu berusaha untuk melepaskan diri dari jajahan Inggris.
Pembaharu-pembaharu di India mempunyai peranan masing-masing, sengaja atau
tidak, dalam perwujudan Pakistan , Sayyid Ahmad Khan dengan idenya tentang
pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak
menentan ilmu pengetahuan dab kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide dinamikanya,
amat membantu bagi usaha Jinnah dalam menggerakkan umat Islam di India, yang seratus

21 L.Stoddart, The New Worl of Islam, trj. Mulyadi dkk, ( Jakarta: 1975), hal.14.
tahun lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk
menciptakan negara dan masyarakat Islam modern di anak benua India. 22
Gerakan-gerakan pembebasan yang mulai dari Pan Islamisme dan Nasionalisme
kemudian mengilhami umat Islam di seluruh dunia akan pentingnya kebebasan dan
kemajuan diri, baik dari sisi politik kenegaraan maupun sians dan ilmu pengetahuan.
Gerakan-gerakan Ini yang menjadikan Islam begitu diperhitungkan dalam percaturan
politik kenegaraan di dunia.

Era Kebangkitan Islam


Kebangkitan Islam banyak dipelopori oleh tokoh-tokoh karismatik, di antaranya;
Jamaluddin al-Afghani [1838-1897 M], Syaikh Muhammad Abduh [1849-1905 M]
bersama muridnya Syaikh Rashid Ridha [1856-1935 M], yang mengumandangkan ruh
jihad dan ijtihad. Al-Afghani, menulis buku dalam bahasa Persia dan diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Abduh dengan judul Ar-Ruddu ‘alad-Dahriyin
[Penolakan atas Paham Materialisme]. Al-Afghani, memperingatkan bahwa terdensi
berbahaya yang melekat pada kebudayaan Barat adalah “materialisme”.
Lewat poyek politiknya yang terkenal dengan “Pan-Islamisme”, al-Afghani
terkenal sebagai seorang arsitek dan aktivis “revitalis Muslim pertama” yang
menggunakan konsep “Islam dan Barat sebagai fenomena sejarah yang berkonotasi
korelatif dan sekaligus bersifat antagonistik. Seruang al-Afghani kepada dunia dan umat
Islam untuk menentang dan melawan Barat, sebab al-Afghani melihat kolonialisme Barat
sebagai musuh yang harus dilawan karena mengancam Islam dan umatnya. Sementara
disisi lain, al-Afghani juga menghimbau dan menyerukan kepada umat Islam untuk
mengembangkan akal dan teknik seperti yang dilakukan oelh Barat agar kaum Muslimin
menjadi kuat. Ide pembaruan dan kebangkitan Islam yang dilancarkan oleh Muhammad
Abduh, pembaru dari Mesir itu, juga memiliki pengaruh yang luas. Gagasan-gagasan
pembaruan Abduh diformulasikan oleh HAR Gibb ke dalam empat butir penting, yaitu :
 Memurnikan Islam dari pengaruh-pengaruh dan praktik-praktik yang merusak.
 Melakukan reformasi pendidikan tinggi Islam.
 Melakukan reformasi doktrin Islam berdasarkan pemikiran modern.
 Mempertahankan Islam dari serangan-serangan Barat-Kristen.
Muhammad Iqbal [1873-1938 M] dari India, seorang penyair sekaligus filosof,
yang banyak mendalami kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam. Iqbal lewat puisi-
puisinya merangsang dan membangun semangat juang ummat Islam untuk kejayaan Islam.
Iqbal memperingatkan bahwa cita etis dalam kebudayaan Barat telah digantikan oleh
paham serba guna [utilitarianisme] dalam bentuknya yang kasar, yaitu serba dagang atau
komersialisme. Oleh karena itu, Iqbal lewah sebuah pusinya mengkritik kebudayaan Barat,
yaitu : “Akal budi dan agama telah diperdaya bid’ah. Dan cuta-cita asyik’lah dialihkan
serba dagang semata. Kau berserikat dengan benda, Tak memberikan padamu apa-apa,
kecuali perhiasan zahir. Kamatian mencanangkan kedatangan hidup baru untuk dunia.
Kesempatan-kesempatan baik bagi Islam semakin terbuka juga dengan telah
bangkinya negara-negara Islam dari cengkraman penjajahan, terutama di Asia dan Afrika,
yang berpenduduk mayoritas Islam. Selain itu, telah didirikan organisasi-organisasi Islam
untuk menggalang persatuan dan kesatuan Islam secara internasional, yang sangat berguna
bagi forum dialog dalam merundingkan permasalahan-permasalahan Islam dan sekaligus
memecahkannya. Diskusi, konsultasi dan konsolidasi makin terasa intensif dilakukan di
Dunia Islam. Organisasi-organisasi Islam internasional itu di antaranya dapat disebut
22 Philip K.Hitti. The History... hal 243-244.
World Muslim Conggres, [bermarkas di Karachi], World Muslim League [Rabithah Alam
Islamy, berpusat di Mekkah dan Majlis A’la al-Alamy lil-Masajid [Dewan Masjid se-
Dunia], berkedudukan di Mekkah. Di samping itu muncul pula pusat-pusat Islam [Islamic
Centre] di berbagai kota dan negara seperti di Washington [Amerika Serikat], Londong,
Jepang, Belanda, Jerman dan sebagainya. Maka dengan lewat borsur-brosur dari
oragnisasi-organisasi tersebut, ajaran-ajaran Islam disebarkan menebus radius lingkungan
yang lebih luas.
Dalam gerakan kebangkitan kembali itu terlihat pula kemajuan pembangunan
ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di kalngan negara-negara Islam.
Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya semakin
memperlihatkan getaran-getaran kemajuan. Negara-negara Arab ini sempat membuat resah
negara-negara industri Barat dengan politik “embargi minyak”-nya ketaika terjadi perang
Arab-Israil di tahun 1970-an. Embargo minyak oleh negara-negara Arab ini telah
mencemaskan negara-negara Barat bagi kelangsungan hidup industri-industri mereka.
Sekarang ini, pada dekade 2000-an negara Pakistan dan Iran, juga menggetarkan negara
Eropa dan Barat dengan program teknologi nuklirnya.
Proses kebangkitan kebudayaan Islam makin terasa. Ini tidak lain karena Islam itu
sendiri yang menjadi energi ruhaniah dan etos akliyah. Energi, vitalitas dan etos inilah
yang memberi semangat “renaissance” kebudayaan di kalangan umat Islam dewasa ini.
Menarik apa yang ditulis seorang guru besar dari universitas McGill, Charles J. Adams,
bahwa : Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di
kalangan umat Islam disertai satu renaissance kebudayaan. Umat Islam menoleh kembali
kepada sejarah kejayaan mereka di zaman lampau untuk menemukan kembali identitas
mereka, serta mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi keadaan dan persoalan-
persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia medern sekarang. Setelah mereka
kehilangan vitalitas selama beberapa abad sampai sekarang, Islam sekali lagi menempuh
masa kebangkitannya. Umat Islam yang berjumlah 1/7 atau lebih dari jumlah penduduk
dunia, setiap hari meningkat baik dalam jumlahnya atau pun dalam kekayaannya dan nilai
kedudukannya.
Vilatitas baru di kalangan umat Islam ini juga membawa kebangkitan dalam arti
religius [keagamaan] di antara mereka sendiri. Di tengah-tengah mereka mengalami
kemerosotan dari dalam dan menghadapi tekanan-tekanan dari luar, mereka berusaha
memurnikan dan memuliahkan segi-segi penting dari ajaran agama yang mereka warisi.
Islam telah mencapai dinamika baru dan merupakan suatu kekuatan utama yang
mendorong umat Islam untuk memperoleh kedudukan lebih baik di dunia ini. Maka, jika
dikaitkan dengan situasi dunia Islam dewasa ini, apa yang ditulis Adams, agaknya tidak
jauh berbeda, bahkan itulah yang sebenarnya terjadi: kebangkitan Islam dengan
renaissance kebudayaannya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Salabi, Tarikh al-Hadarah al-Islamiyah, Maktabah Wahbah, Kairo, tt.


A.Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Mizan, Bandung, 1996.
Ameer Ali, The Spirit of Islam, Idarah Adabi, Delhi, 1956.
Al-Akkad, Abqariyah Abu Bakar as-Siddiq, (Trj) Bulan Bintang, Jakarta, 1978.
Abu Zahrah, Ibnu Taimuyah, Hayatuh wa Arauh wa Fiqhu, Dar Al-Fikr, Kairo, tt.
Abul A’la Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan dan Kerajaan, (Trj) M. Al-Baqir, Mizan,
Bandung, 1996.
Abul A’la Al-Maududi, Islamic Way of Life, Islamic Publication Ltd, Lahore, 1967.
Ahmad Ghabbas Shalih, Al-Yamin wa al-Yasar fi al-Islam, al-Muassasah Al-Arabiyah li
ad-Dirasat wa an-Nasr, Beirut, 1972.
Albert Hourani, Arabic Thought in Liberal Age 1798-1938, Oxford Univ. Press, London,
1963.
Ali Abd. Raziq, al Islam wa al-Ushul Hukm, Bahs fi al-Khilafah wa Al-Hukm fi al-Islam,
Matba’ah Misr Syarihah Mushahimah Mishriyah, Mesir, 1925.
Ali Abd. Raziq, al Islam wa al-Ushul Hukm, Bahs fi al-Khilafah wa al-Hukm fi al-Islam,
Matba’ah Misr Syarihah Mushahimah Mishriyah, Mesir, 1925.
Ali Rahmena, (Ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, (Trj) Ilyas Hasan, Mizan, Bandung,
1995.
Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, (Trj) Mizan, Bandung, 1993.
Bernard Lewis, The Ensiklopedia of Islam, Vol. II New Edition, Ej. Brill. London, 1965.
Carl Oglesby, The New Left Reader, Grove Press, New York, 1969
Makarim, Pemikiran Husin Haikal Tentang Pemerintahan Islam, Thesis, IAIN Sumatra
Utara, 1997.
ELJ Rosenthal, Islam in the Modern National State, Cambridge Univ. Press, New York,
1965.
Husin Haekal, Sirah Muhammad, (Trj), Intermasa, Jakarta, 1970.
H.A. Mukti Ali, Islam dan Sekularisasi di Turki Modern, Djambatan, Jakarta, 1994.
H.A.R. Gibb, Studies On The Civilazion Of Islam, Beacon Press, Boston, 1968.
Harun Nasution dkk, Ensiklopedi Islamindonesia, Djambatan, Jakarta, 1992.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan), Bulan
Bintang, Jakarta, 1996.
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh, al-Islam as-Siyasi wa ad-Dini wa as-Tsaqafi wa al-Ijtima’i,
Cet. I, Maktabah an-Nahdhah, Kairo, 1964.
Hassan Hanafi, Muqaddimah, fi al-Ilm al-Istighrab, Muassasah al-Jami’ah, Beirut, 1992.
Hassan Hanafi, Muqaddimah, fi al-Ilm al-Istighrab, Dar al-Fanniyah, Beirut, 1996.
Husin Haikal, Hayyah Muhammad, Dar Al-Ma’arif, Mesir, 1993.
Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, Juz II, Bab al-Halabi, Mesir, 1955.
Ibnu Ishaq, Sirah ar-Rasul, Juz II, Bab al-Halabi, Mesir, tt. Ibnu Hisyam, as-Sirah an-
Nabawiyah, Juz II, Bab Al-Halabi, Mesir, 1955.
Ibnukatsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, Dar-Fikr, Beirut, Tt.6
Ira M.Lampidus, A History of Islamic Societies, Cambridge Univ.Press, New York, 1989.
Ira M.Lampidus, A History of Islamic Society, Cambridge Univ. Press, America, 1988.
Jacob M.Landanau, At-Taturk and the Modernization of Turkey, West View Press, 1984.
Jean L.Mc Kenchine, Webster New Universal Unabridged Dictionary, William Collins
USA, 1983.
John J.Donohue & John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan (Ensiklopendi Masalah-
Masalah0, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.
John L.Esposito, Islam Dan Pembangunan, (Trj. S. Simarmora), Rineka Cipta, Jakarta,
Cet. I, 1990
John M.Echols & Hasan Sadhily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1983.
John Obert Voll, Politik Islam ; Kelangsungan dan Perubahan di dunia Modern, Titian
Ilahi Press. Jakarta, 1997.
Kazuo Simogaki, Kiri Islam (Antara Modernisme dan Post Modernisme), (Trj) Iamam
Aziz, Lkis, Yogyakarta, 1993.
Leonard Binder, Islamic Liberalisme; A Critique of Development Ideologies, The Univ. of
Chicago, Chicago, 1988.
M.H. Houtsma & A J Wensink Et.Al, First Encyclopedia of Islam (1913-1936), EJ Brill,
Leiden, 1987.
Marcel A.Boisard, Humanisme dalam Islam (Trj), Bulan Bintang, Jakarta,, tt.
Marshall Hodgson, The Ventute of Islam, Univ. of Chicago Press, Chicago, 1994.
Muhammad ad-Din ar-Rais, Al-Islam wa al-Khilafah fi al-Ashr; Naqd Kutb Islam wa Al
Ushul al-Hukm, Dar At-Turast, Kairo, tt.
Muntaz Ahmad, Masalah-Masalah Teori Politik Islam, (Trj), Ena Hadi, Mizan, Bandung,
1994.
Nusihr Ul-Haq, Muslim Politics in Modern India 1957-1947, Mec Rat India, Menakhsi
Perskashan, 1970.
Philip K.Hitti, The Hmistory of Arabs, Macmillian Press, London, 1974.
Qomaruddin Khan, The Political Thought at Ibn Taimiyah, (Trj) Anas Mahyuddin),
Bandung, 1993.
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Ajrannya, Rosdakarya, Bandung, 1994.
SAA. Rizvi, Relegion and Intlektual History of Muslim in Akabar Reign, Munshiron
Munaharlal, New Delhi, India, 1975.
Sadiq Al-Mehdi, The Consept of Islamic State, Dalam Altaf Gauhar (Ed) The Challange of
Islam. Islamic Council of Europe, London, 1978.
Soebantardjo, Sari Sejarah; Asia dan Australia, Bopkri, Yogyakarta, 1956.
T.S.G. Mulia, India, Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, Balai Pustaka, Jakarta,
1959.
Taqiyuddin Ahmad Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Sariyyah, Dar Al-Hila, 1981.
The World Book Encyclopedia, World Book Inc. Vol.I, Chicago, 1998.
W.J.S. Poedarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet XII, Balai Pustaka, Jakarta,
1991.
W.Montgomery Watt, Muhammad at Madinah, Oxford Univ. Press, London, 1956.
Yusuf Musa, Ibnu Taimiyah, al-Markaz al-Arabi li as-Tsaqafah wa al-Ulum, tt.
Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.



1

MODUL 5
STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

A. Peta Konsep

Strategi Pembelajaran

Pendekat- Problem Projek


an Base Based Contex- Discovery Inquiry
Learning
Scientific Learning tual



2

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini anda sangat diharapkan dapat menggali
informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau
informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

C. Strategi dan Media Pembelajaran


Strategi dan media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini berorientasi pada
kurikulum 2013, yakni: dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning, Project Based Learning, dan Discovery Learning. Dengan pendekatan
scientific

D. Uraian Materi
Sebelum membahas tentang pendekatan scientific, akan diuraikan beberapa
istilah yang terkait dengan pelaksanakan pembelajaran yang dilakukan guru, yaitu
model, pendekatan, strategi, metode, tehnik dan taktik pembelajaran. Keenam istilah
tersebut memiliki perbedaan pengertian seperti yang diuraikan Kemp tentang strategi
pembelajaran.
Menurut Kemp (1995) Strategi pembelajaran dalam konsep adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efktif dan efisien. Sedangkan menurut and Carey
(1985) Strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajran yang
digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk padapandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu.



3

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:


(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang
telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, serta teknik dan taktik dalam pembelajaran.Newman dan Logan
mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :(1) mengidentifikasi dan
menetapkan spesifikasi dan kualifikasi basil (out put) dan sasaran (target) yang harus
dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya. (2) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic
way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. (3) Mempertimbangkan dan
menetapkan langkah-langkah (steps) yang akandtempuh sejak titik awal sampai
dengan sasaran. (4) Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan
patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan
(achievement) usaha.
Perbedaan pengertian model, pendekatan, strategi, metode, tehnik, dan taktik
pembelajaran dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Model Pembelajaran Bentuk pembelajaran yang bergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khan oleh guru. Dengan kata
lain model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode,
dan teknik pembelajaran
PendekatanPembelajaran Titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu.
Metode Pembelajaran Cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi
pembela-jaran, diantaranya: (1) ceramah;(2)



4

demonstrasi; (3) diskusi; (4)simulasi; (5) laboratorium;


(6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat,
(9) simposium, dan sebagainya.
Tehnik Pembelajaran Cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasi-
kan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas
dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan
teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan
berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah siswanya terbatas.
Taktik Pembelajaran Gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik
pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan
metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda
dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya,
yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor
karena memang dia memiliki sense of humor yang
tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki
sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat
bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai
bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai
dengan kernampuan, pengalaman dan tipe kepribadian
dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga
seni (kiat)

Berdasarkan uraian perbedaan istilah-istilah pembelajaran di atas, hubungan


antara pendekatan, strategi, metode, serta tehnik dan taktik dalam pembelajaran
dapat divisualisasikan seperti pada gambar di bawah ini :



5


Metode pembelajaran

Pendekatan pembelajaran
(Student or Teacher Centered)


Metode pembelajaran
(ceramah, diskusi, simulasi,
Metode
Metode
pembelajaran pembelajaran

Strategi pembelajaran
(exposition-discoversi-learningorgroup-
individual learning)

Teknik dan teknik pembelajaran


(spesifik, individual, unik)

Metode pembelajaran

1. Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran


a. Esensi Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran.
Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses
kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuan lebih mengedepankan pelararan
induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik



6

untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif


menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah
umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk
kemudian merumuskan simpulan umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa
fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian
(method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu,
metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui
observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi, dan menguji hipotesis.
b. Pendekatan Ilmiah dan Non-ilmiah dalam Pembelajaran
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Hasil penelitian membuktikan bahwa
pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15
menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen
setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan
kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi
pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu
nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika
memenuhi kriteria seperti berikut ini.
a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.



7

b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
substansi atau materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam
melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau
materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi
atau materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung -
jawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah
yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal
berpikir kritis.
a. Intuisi.
Intuisi sering dimaknai sebagai kecakapan praktis yang kemunculannya bersifat
irasional dan individual. Intuisi juga bermakna kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan kecakapannya. Istilah ini sering
juga dipahami sebagai penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan intuitif itu biasanya
didapat secara cepat tanpa melalui proses panjang dan tanpa disadari. Namun
demikian, intuisi sama sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik.
b. Akal sehat.



8

Guru dan peserta didik harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran,
karena memang hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan peserta didik hanya
semata-mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan mereka dalam proses
dan pencapaian tujuan pembelajaran.
c. Prasangka.
Sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang diperoleh semata-mata atas dasar akal
sehat (comon sense) umumnya sangat kuat dipandu kepentingan seseorang (guru,
peserta didik, dan sejenisnya) yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu
kuat didomplengi kepentingan pelakunya, seringkali mereka menjeneralisasi hal-hal
khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan akal sehat
berubah menjadi prasangka atau pemikiran skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka
itu memang penting, jika diolah secara baik. Sebaliknya akan berubah menjadi
prasangka buruk atau sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif
guru dan peserta didik.
d. Penemuan coba-coba.
Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang
bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan
dengan cara coba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan
tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya
bahkan mampu mendorong kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-
coba ini akan dilakukan, harus diserta dengan pencatatan atas setiap tindakan,
sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik
mencoba meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget
komputer laptop itu menyala. Peserta didik pun melihat lambang tombol yang
menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya,
hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang seperti apa
yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.
e. Berpikir kritis.



9

Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang
normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu
umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya
pemikirannya dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu
tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil esperimen yang valid dan
reliabel, karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata.

c. Pendekatan Scientific
1. Konsep Pendekatan Scientific
a) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
b) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
c) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
e) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
f) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya.

Langkah-langkah Pembelajaran



10

Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap,


pengetahuan, dan keterampilan

gf
sikap
(tahu mengapa)

Produktif
Inovatif
Kreatif
Afektif Pengetahuan
Keterampilan
(tahu apa)
(tahu bagaimana)

Hasil belajar melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
 Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu mengapa.”
 Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu bagaimana”.
 Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik “tahu apa.”
 Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan
dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang
meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.



11

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran semua mata


pelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan
dengan menganalisis, menalar, kemudian
menyimpulkan, dan mencipta.
Untuk mata pelajaran, materi, atau
situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini,
tentu saja proses pembelajaran harus tetap
menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah
dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat
nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran
disajikan berikut ini.

1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini
biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif
banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek
yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-
langkah seperti berikut ini:



12

 Menentukan objek apa yang akan diobservasi


 Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
 Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
maupun sekunder
 Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
 Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
 Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan
peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.
 Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan
pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan
observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan
diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
 Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa,
pada observasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik sama
sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi
yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi
terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi
yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali
termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang
diobservasi.
 Observasi partisipatif. Peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan
pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim



13

dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi


semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku,
komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya,
dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim”
langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula
untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara
langsung dalam situasi kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan
dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur
dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
 Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi
oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan
guru.
 Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka
proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang
harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat
catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek,
objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan
guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1)
tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau
kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara
audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan
observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan
anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).
Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau



14

faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala
atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat
oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan
oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikal berupa alat mekanik yang
dapat dakidah akhlakkai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu
yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-rinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama
observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
 Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
 Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau
situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogen subjek, objek, atau situasi
yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi
dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati
cara dan prosedur pengamatan.
 Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar
dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara, pertanyaan
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu
dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan
keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-



15

ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat
efektif!
a) Fungsi bertanya
 Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu
tema atau topik pembelajaran.
 Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
 Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan
untuk mencari solusinya.
 Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan.
 Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
 Mendorong partisakidah akhlaksi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
 Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau
gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok.
 Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon
persoalan yang tiba-tiba muncul.
 Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati
satu sama lain.
b) Kriteria pertanyaan yang baik
 Singkat dan jelas.
Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang?



16

(2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus


narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih singkat dan lebih
jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
 Menginspirasi jawaban.
Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama itu sangat penting pada
bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal membangun semangat
kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial kemasyarakatan. Coba
jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu bangsa gagal membangun
kerukunan umat beragama?
Dua kalimat yang mengawali pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan
guru untuk menginspirasi jawaban peserta menjawab pertanyaan.
 Memiliki fokus.
Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan?
Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing peserta didik diminta
memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga kelima misalnya
menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha, kelangkaan sumber
daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia alternatif jawaban lain,
peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa dimintai jawaban. Pertanyaan yang
luas seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi
penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti ini dimintakan jawabannya kepada
peserta didik secara perorangan.
 Bersifat probing atau divergen.
Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, apakah peserta didik harus
rajin belajar? (2) Mengapa peserta didik yang sangat malas belajar cenderung
menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup dijawab oleh peserta didik
dengan Ya atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang
bervariasi urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot
kebenaran yang sama.



17

 Bersifat validatif atau penguatan.


Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda
untuk menjawab pertanyaan yang sama. Jawaban atas pertanyaan itu dimaksudkan
untuk memvalidasi atau melakukan penguatan atas jawaban peserta didik
sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan jawaban yang
sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta mereka
memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang bekerja.”
Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang malas
tidak produktif”
Guru : “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan waktu
terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
 Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.
Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang
cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena
itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat sebelum
meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.
 Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.
Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan
tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut
jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar mengingat
fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti



18

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini,
seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
 Merangsang proses interaksi.
Pertanyaan guru yang baik mendorong munculnya interaksi dan suasana
menyenangkan pada diri peserta didik. Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan
pertanyaan, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan
jawabannya. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa
orang peserta didik diminta menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola
bertanya seperti ini memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
c) Tingkatan Pertanyaan
Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk
memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas
pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan
disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang
menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi
disajikan berikut ini.

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

Kognitif yang lebih Pengetahuan  Apa...


rendah (knowledge)  Siapa...
 Kapan...
 Di mana...
 Sebutkan...
 Jodohkan atau pasangkan...
 Persamaan kata...
 Golongkan...
 Berilah nama...
 Dll.



19

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

Pemahaman  Terangkahlah...
(comprehension)  Bedakanlah...
 Terjemahkanlah...
 Simpulkan...
 Bandingkan...
 Ubahlah...
 Berikanlah interpretasi...
Penerapan  Gunakanlah...
(application  Tunjukkanlah...
 Buatlah...
 Demonstrasikanlah...
 Carilah hubungan...
 Tulislah contoh...
 Siapkanlah...
 Klasifikasikanlah...
Kognitif yang lebih Analisis  Analisislah...
tinggi (analysis)  Kemukakan bukti-bukti…
 Mengapa…
 Identifikasikan…
 Tunjukkanlah sebabnya…
 Berilah alasan-alasan…
Sintesis  Ramalkanlah…
(synthesis)  Bentuk…
 Ciptakanlah…
 Susunlah…

 Rancanglah...



20

Tingkatan Subtingkatan Kata-kata kunci pertanyaan

 Tulislah…
 Bagaimana kita dapat
memecahkan…
 Apa yang terjadi seaindainya…
 Bagaimana kita dapat
memperbaiki…
 Kembangkan…
Evaluasi  Berilah pendapat…
(evaluation)  Alternatif mana yang lebih baik…
 Setujukah anda…
 Kritiklah…
 Berilah alasan…
 Nilailah…
 Bandingkan…
 Bedakanlah…
3. Menalar
a. Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan
ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan
peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi
peserta didik harus lebih aktif dari guru akidah akhlak. Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran
ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan
terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013



21

dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-
peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan
berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal
sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada
koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara
pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara
efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola
ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan
kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi.
Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi,
yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses
pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau
inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa
hukum dalam proses pembelajaran.
1) Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus
(S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa
menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami penguatan.
Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka perilaku
peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang
menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik
dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam
memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan



22

perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau
menghilangkan perilakunya.
2) Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari dua jenis,
yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia
menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku.
Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering
digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-
R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang.
Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan
(reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang
terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.
3) Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya
apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk
dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses
pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan
belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik
dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan
merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari
Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning
atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta
didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya
dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R
adalah:
a) Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan
motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik.
Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap



23

menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya
pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
b) Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan
antara S dengan R makin intensif dan ekstensif.
c) Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan
R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh
peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan
kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan
ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan
mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.
a) Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan
dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori asosiasi
biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan
oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan
(imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit
utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social
learning theory) dari Bandura.
b) Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara
meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan
pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain
itu.
c) Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model
(attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar
(retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction),
dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang



24

perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari


lingkungan.
d) Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah
orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku
tertentu.
e) Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati,
mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya
sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah
dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari
pembelajaran partisakidah akhlaktif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan
peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di
kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas
pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan
cara berikut ini.
a) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai
dengan tuntutan kurikulum.
b) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas
utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-
contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
c) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang
sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan
tinggi).
d) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
e) Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
f) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan atau pelaziman.
g) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.



25

h) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan


tindakan pembelajaran perbaikan.
b. Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan
menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat
umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-
kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang
bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau pengalaman empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja
menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis,
silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik
simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan
tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan
tidak langsung ditarik dari dua premis.
4. Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan
fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan
peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses
penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang
mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari



26

dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan
berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena
atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa
apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala
kedua. Analogi induktif merupakan suatu ‘metode menalar’ yang sangat bermanfaat
untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang
terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Analogi deklaratif merupakan suatu ‘metode menalar’ untuk menjelaskan atau
menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena
ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila
dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai.
Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara
kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra
sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil
yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
5. Hubungan Antar fenonena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan
antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu
akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta
didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya
hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa
fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain. Suatu simpulan yang
menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satu
atau beberapa fakta tersebut.



27

Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut
dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga
jenis.
 Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang
menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang
berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit
yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
 Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang
menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang
merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan
Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antar peserta didik, yang disebabkan
oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga
mengalami dekandensi moral secara massal.
 Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –
akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang
pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua
menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu
menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga
muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang ikut
menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang
baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus
berlangsung secara siklikal.



28

6. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Pada mata pelajaran akidah akhlak, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-
konsep akidah akhlak dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun
harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan
tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2)
mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
(3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4)
melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi,
menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)
membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan peserta didik (2) Guru
bersama peserta didik mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan peserta didik (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang
akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada peserta didik (7) Peserta
didik melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan
hasil kerja peserta didik dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga
tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.



29

a. Persiapan
1) Menentapkan tujuan eksperimen
2) Mempersiapkan alat atau bahan
3) Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didik serta alat
atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan
melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
4) Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau
menghindari risiko yang mungkin timbul
5) Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan
yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau
membahayakan.
b. Pelaksanaan
1) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati
proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil
dengan baik.
2) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi
secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-
masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran.
c. Tindak lanjut
1) Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
2) Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
3) Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
4) Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama
eksperimen.
5) Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat
yang digunakan



30

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem base learning)


Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk
belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)
a. Kelebihan Problem Base Learning
1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta
didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan
pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang
diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta
didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan
2) Dalam situasi PBL, peserta didik/maha peserta didik mengintegrasikan
pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam
konteks yang relevan
3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif
peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar,
dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
b. Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
1) Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill
yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik
lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat
tentang arah dan tujuan pembelajaran
2) Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan
peserta didik melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota
kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara
bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat
3) Pembelajaran Mandiri (Self Learning)



31

Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang
sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang
tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang
relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik
mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan
permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan
satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan
dapat difahami.
4) Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam
langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik
berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan
solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan
dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan
pengujian.
c. Contoh penerapan
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih
dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian
peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis
dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik



32

untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari
mereka.
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman
belajar. Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan peserta didik, antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk belajar diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh
pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar
merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai
penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi pembelajaran.
Tahapan-tahapan Model Problem base learning

FASE-FASE PERILAKU GURU


Fase 1  Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
Orientasi peserta didik kepada masalah logistik yg dibutuhkan
 Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif
dalam pemecahan masalah yang dipilih
Fase 2 Membantu peserta didik mendefinisikan
Mengorganisasikan peserta didik danmengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
Fase 3 Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan individu informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
dan kelompok untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
Fase 4 Membantu peserta didik dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyajikan hasil menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
karya model dan berbagi tugas dengan teman

Fase 5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang


Menganalisa dan mengevaluasi proses telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil
pemecahan masalah kerja

d. Sistem Penilaian



33

Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),


kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan
yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan
pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft
skill, yaitu keaktifan dan partisakidah akhlaksi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama
dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek
tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.
Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis
pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar
dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian
dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-
assessment.
1) Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap
usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin
dicapai (standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2) Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan
penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah
dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya

3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project based learning)


a. Definisi/Konsep
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PBL) adalah metoda
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.



34

Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode belajar yang menggunakan


masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan
komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan
penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek
kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat
berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang
dikajinya. PBL merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal
ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
b. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk
dihargai.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
5) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7) Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.



35

9) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan


menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan
dunia nyata.
10) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
c. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project based learning)
1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak
3) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instruktur memegang peran utama di kelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda,
dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
d. Langkah-langkah Operasional
LANGKAH-LANGKAH OPERASIONAL

1 2 3
PENENTUAN MENYUSUN MENYUSUN
PERTANYAAN PERENCANAAN JADWAL
MENDASAR PROYEK

6 5 4
EVALUASI MENGUJI HASIL MONITORING
PENGALAMAN



36

e. Sistem penilaian
1) Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan dan penyajian data.
2) Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasi-
kan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan; Kemampuan peserta didik dalam memilih topik,
mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan
laporan.
2) Relevansi; Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian; Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik.
4. Contextual
a. Latar belakang makro
1) Kondisi pendidikan secara makro di indonesia dalam lingkup internasional
maupun nasional
2) Kondisi pembelajaran di sekolah secara empiris
b. Latar belakang micro (kondisi empiris)
Berbicara mengenai PBM di sekolah seringkali membuat kita kecewa, apalagi
bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar.
Mengapa ?



37

1) Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi
ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataan-nya mereka tidak memahaminya.
2) Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan
dipergunakan/dimanfaatkan.
3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana
mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan
metode ceramah. Padahal mereka sangat butuh untuk dapat memahami konsep-
konsep yang berhubung-an dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya
dimana mereka akan hidup dan bekerja.
Permasalahannya adalah;
a) Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang
diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat
menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut ?
b) Bagaimana setiap individual pada mata pelajaran akidah akhlak sebagai bagian yang
saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh?
c) Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang
selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan
dari apa yang mereka pelajari ?
d) Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa,
sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkait-kannya
dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan
selama hidupnya ?.
Beberapa permasalahan di atas merupakan “Tantangan yang dihadapi oleh guru
setiap hari dan merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum”.
c. Pengayaan CTL (Contextual Teaching and Learning)
1) Pengajaran dan pembelajaran kontekstual
Suatu konsepsi:
a) Membantu guru mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia



38

b) Memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya


dalam kehidupan mereka sehari-hari.
2) Tujuh komponen CTL (Contextual Teaching and Learning)
a) Konstruktivisme;
 Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada
pengetahuan awal
 Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima
pengetahuan
b) Inquiry;
 Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
 Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
c) Questioning (bertanya);
 Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir
siswa
 Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis
inquiry
d) Learning Community (masyarakat belajar)
 Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
 Bekerjasama dengan orang lain lebih baik darakidah akhlakda belajar sendiri
 Tukar pengalaman
 Berbagi ide
e) Modeling (pemodelan)
 Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
 Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
f) Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya)
 Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
 Penilaian produk (kinerja)
 Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual



39

g) Reflection (refleksi)
 Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
 Mencatat apa yang telah dipelajari
 Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
d. Karakteristik pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning)
1) Kerjasama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan
4) Tidak membosankan
5) Belajar dengan bergairah
6) Pembelajaran terintegrasi
7) Menggunakan berbagai sumber
8) Siswa aktif
9) Sharing dengan teman
10) Siswa kritis, guru kreatif
11) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor dll
12) Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan
hasil praktikum, karangan siswa dll.

5. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


a. Definisi/Konsep
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada
ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya



40

konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery
ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam
masalah yang direkayasa oleh guru
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar
mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan
peserta didiknya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau
ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut
untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membanding-kan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
b. Keuntungan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.
4) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.



41

7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan


gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai
peneliti di dalam situasi diskusi.
8) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
9) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
10) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru;
11) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
12) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai
peneliti di dalam situasi diskusi.
13) Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
14) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
15) Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru;
c. Kelemahan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)
1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.



42

4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,


sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya AKIDAH AKHLAK kurang fasilitas
untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
d. Langkah-langkah operasional
1) Langkah persiapan
a) Menentukan tujuan pembelajaran
b) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya)
c) Memilih materi pelajaran.
d) Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi)
e) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari siswa
f) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret
ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2) Pelaksanaan
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru
dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku,
dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang
dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.



43

b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)


Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
c) Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi
untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d) Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut
Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau



44

masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244).


Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari
generalisasi
3) Sistem penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non tes.
Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau
penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika
bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja
siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan.
6. Inquiry
a. Definisi/konsep.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu
(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
“its main concerns with students learning a generalized methode of problem
solving. That methode would include sensing a problem, articulating it, hypothesizing
a plausible solution, gathering data, testing hypotesis and drawing appropriate
conclusions” (Dorothy J. Skeel)
b. Ciri-ciri strategi pembelajaran inkuiri
Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan. Artinya, strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima



45

pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sikap percaya diri (Self belief). Dengan demikian, strategi
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi
sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya
dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan
guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan
inkuiri.
Tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan
kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam
strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan
kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
c. Prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri
1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual.
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir
2) Interaksi.
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara
siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan
lingkungan.
3) Bertanya.
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru
sebagai “penanya”. Mengembangkan sikap kritis siswa dengan selalu
mempertanyakan segala fenomena yang ada.



46

4) Belajar untuk Berpikir.


Belajar adalah proses berpikir yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak
secara optimal
5) Keterbukaan.
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. secara
terbuka
d. Prosedur pembelajaran inkuiri
PROSEDUR PEMBELAJARAN INKUIRI

1 2
MERUMUSKAN
ORIENTASI MASALAH

4 3
MENGUMPULKA MERUMUSKAN
N DATA
HIPOTEIS

6
5
MENGUJI MERUMUSKAN
HIPOTESIS KESIMPULAN

1) Orientasi;
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap
melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan mengajak siswa untuk
berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat
penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk



47

beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah, tanpa


kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan
lancar.
2) Merumuskan masalah;
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang
menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam
rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan
siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang
sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental
melalui proses berpikir.
3) Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan
sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir
yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman
wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu
yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional
dan logis.
4) Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas dan peran guru dalam



48

tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa


untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5) Menguji hipotesis
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tugas dan peran guru dalam
tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa
untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
6) Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang
akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
e. Keunggulan dan kelemahan pembelajaran inkuiri
1) Keunggulan
a) Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar
mereka.
b) Dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya
pengalaman.
c) Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih
bermakna.
2) Kelemahan
a) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b) Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam belajar.



49

c) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang


panjang
d) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasikan
f. Model Pembelajaran Inkuiri
1) Inkuiri Dedukif
Inkuiri deduktif adalah model inkuiri yang permasalahannya berasal dari guru.
Siswa dalam inkuiri deduktif diminta untuk menentukan teori/konsep yang
digunakan dalam proses pemecahan masalah.
2) Inkuiri Induktif
Inkuiri induktif adalah model inkuiri yang penetapan masalahnya ditentukan
sendiri oleh siswa sesuai dengan bahan/materi ajar yang akan dipelajari
g. Metode pembelajaran inkuiri
1) Inkuiri Terbimbing
Dalam proses belajar mengajar dengan metode inkuiri terbimbing, siswa dituntut
untuk menemukan konsep melalui petunjuk-petunjuk seperlunya dari seorang
guru.Petunjuk-petunjuk itu pada umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat membimbing (Wartono 1999). Selain pertanyaan-pertanyaan, guru juga
dapat memberikan penjelasan-penjelasan seperlunya pada saat siswa akan
melakukan percobaan, misalnya penjelasan tentang cara-cara melakukan
percobaan.
Metode inkuiri terbimbing biasanya digunakan bagi siswa-siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan menggunakan metode inkuiri. Pada tahap
permulaan diberikan lebih banyak bimbingan, sedikit demi sedikit bimbingan itu
dikurangi seperti yang dikemukakan oleh (Hudoyono 1979) bahwa dalam usaha
menemukan suatu konsep siswa memerlukan bimbingan bahkan memerlukan
pertolongan guru setapak demi setapak. Siswa memerlukan bantuan untuk
mengembangkan kemampuannya memahami pengetahuan baru. Walaupun



50

siswa harus berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi


pertolongan guru tetap diperlukan.
2) Inkuiri Bebas
Metode ini digunakan bagi siswa yang telah berpengalaman belajar dengan
pendekatan inkuiri. Karena dalam pendekatan inkuiri bebas ini menempatkan
siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan
menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan dan menyelesaikan
masalah secara mandiri, merancang prosedur atau langkah-langkah yang
diperlukan.
3) Inkuri Bebas Modifikasi
Metode ini merupakan kolaborasi atau modifikasi dari dua strategi inkuiri
sebelumnya, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan inkuiri bebas.
Meskipun begitu permasalahan yang akan dijadikan topik untuk diselidiki tetap
diberikan atau mempedomani acuan kurikulum yang telah ada. Artinya, dalam
metode ini siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk diselidiki
secara sendiri, namun siswa yang belajar dengan metode ini menerima masalah
dari gurunya untuk dipecahkan dan tetap memperoleh bimbingan. Namun
bimbingan yang diberikan lebih sedikit dari Inkuiri terbimbing dan tidak
terstruktur.
h. Refleksi
Bagaimana kemungkinan penerapan metode Inkuiri di tempat kerja Anda,
dilihat dari:
1) Karakteristik siswa
2) Sumber dan lingkungan belajar
3) Kompetensi guru
4) Kurikulum sekolah

RANGKUMAN



51

1. Pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 yang diharapkan sesuai


dengan permendikbud no. 65 tahun 2013 adalah pendekatan Scientifiec
2. Pendekatan Scientific meliputi: mengamati, menanya, menalar, mencoba,
membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
3. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik
bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
4. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah metoda
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
5. Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
6. Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu
(benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

LATIHAN
1. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu:
a. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan
b. Spiritual, pengetahuan, dan keterampilan
c. Sikap, pengetahuan, dan kognitif
d. Sikap, dan keterampilan
2. Pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 adalah:
a. Pendekatan based
b. Pendekatan Scientifiec
c. Model scientific
d. Strategi scientific



52

3. Salah satu Kriteria Pendekatan Scientific adalah :


a. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
b. interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta,
pemikiran subjektif
c. Penjelasan guru, penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
d. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa tidak bebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
4. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik:
a. “tahu mengapa.”
b. “tahu bagaimana”.
c. “tahu apa.”
d. “tahu”
5. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik:
a. “tahu mengapa.”
b. “tahu bagaimana”.
c. “tahu apa.”
d. “tahu”
6. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar
peserta didik:
a. “tahu mengapa.”
b. “tahu bagaimana”.
c. “tahu apa.”
d. “tahu”
7. Langkah-langkah Operasional model pembelajaran berbasis masalah:
a. Konsep Dasar (Basic Concept), Pembelajaran Mandiri (Self Learning),
Pendefinisian Masalah (Defining the Problem), Pertukaran Pengetahuan
(Exchange knowledge), Penilaian (Assessment)
b. Konsep Dasar (Basic Concept), Pertukaran Pengetahuan (Exchange
knowledge), Pendefinisian Masalah (Defining the Problem), Pembelajaran
Mandiri (Self Learning), Penilaian (Assessment)



53

c. Konsep Dasar (Basic Concept), Pendefinisian Masalah (Defining the


Problem), Pembelajaran Mandiri (Self Learning), Penilaian (Assessment),
Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
d. Konsep Dasar (Basic Concept), Pendefinisian Masalah (Defining the
Problem), Pembelajaran Mandiri (Self Learning), Pertukaran Pengetahuan
(Exchange knowledge), Penilaian (Assessment)
8. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL) adalah:
a. metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Guru melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
b. metoda pembelajaran yang menggunakan alat peraga sebagai media. Peserta
didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi
untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
c. metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan
informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
d. metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.
Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan
informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk proyek.
9. Salah satu Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek adalah:
a. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, Meningkatkan kolaborasi.
b. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
c. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
d. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, Meningkatkan kolaborasi,
Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks, Meningkatkan keterampilan peserta didik
dalam mengelola sumber, dan Mendorong peserta didik untuk
mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi
10. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan:
a. inkuiri (inquiry) dan Problem Solving.
b. inkuiri (inquiry) dan Problem Posing
c. Problem Solving
d. inkuiri (inquiry)

Essay



54

1. apa yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran berbasis
masalah?
2. Apa itu model pembelajaran berbasis proyek?
3. Buatlah proses pembelajaran berbasis masalah ketika membelajarkan materi Etika
jual beli berdasarkan tuntunan quran surah al-muthaffifiin!
DAFTAR PUSTAKA
Ary Ginanjar Agustian. ESQ –Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga, 2002
Gordon Dryden & Jeannette Vos. Revolusi Cara Belajar I. Bandung: Kaifa, 2000
E. Mulyasa. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005
-------------- Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006
Kementerian pendidikan dan kebudayaan. 2013. Materi pelatihan guru Implementasi
kurikulum 2013
Moedjiarto. Sekolah Unggul Metodologi untuk Meningkatkan Mutu. TT: Duta Graha
Pustaka, 2002
Patricia Crinton. Planning Intruction for Adult Learners. Kanada: Wall & Emerson,
1989
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006
Sudiyono, dkk.. Strategi Pembelajaran Partisitori di Perguuan Tinggi. Malang: UIN
Malang Press, 2006
H. Abudin Nata, Pengantar esikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001
A. Lie, Cooerative Learning. Jakarta: PT Grasindo, 2002

MODUL 6:
PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
a. Peta Konsep

PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SKI 

PENILAIAN AUTENTIK 

PENILAIAN PORTOFOLIO  PENILAIAN KINERJA  PENILAIAN PROYEK  PENILAIAN TERTULIS 

b. Tujuan Pembelajaran
1. mendeskripsikan konsep penilaian autentik dalam bentuk tes dan nontes; dan
2. mendeskripsikan prinsip-prinsip penilaian pada pembelajaran Akidah Akhlak
3. mengidentifikasi kaidah perancangan penilaian autentik pada proses dan hasil
belajar.

c. Strategi dan Media Pembelajaran


Strategi dan media pembelajaran yang digunakan dalam modul ini berorientasi pada
kurikulum 2013, yakni: dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning,
Project Based Learning, dan Discovery Learning. Dengan pendekatan scientific

d. Uraian Materi
1. Pengertian Penilaian dan Hasil Belajar
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam melakukan evaluasi, yaitu pengukuran,
penilaian, dan evaluasi. Pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik
untuk menunjukkan keadaan individu (Allen & Yen, 1979). Menurut TGAT (1987),
Penilaian mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau
kelompok. Proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar
peserta didik. Definisi penilaian berkaitan dengan semua proses pembelajaran, seperti
karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan
administrasi.
Menurut Griffin dan Nix (1991), pengukuran, asesmen, dan evaluasi adalah hirarki.
Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan
menafsirkan hasil pengukuran, sedang evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu
perilaku. Dapat perilaku individu atau lembaga. Sifat yang hirarki ini menunjukkan bahwa
setiap kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran dan asesmen.
Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran
dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik
akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari
hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk
menentukan strategi pembelajaran yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar
lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan
perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
2. Penilaian Autentik
1. Definsi dan Makna Asesmen Autentik

Asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil
belajarpeserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah asesmen
merupakansinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi. Istilah autentik
merupakansinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan akademik
keseharian, frasaasesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan. Akan tetapi,
frasa pengukuranatau pengujian autentik, tidak lazim digunakan.
Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan
dengantes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik
untukmengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang
berkaitandengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai
prestasi luarsekolah.
Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen
autentik,berikut ini dikemukakan beberapa definisi.Dalam American Librabry
Associationasesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja,
prestasi,motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktivitas yang relevan dalam
pembelajaran.
Dalam Newton PublicSchool, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas produk
dankinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik.
Wigginsmendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta
didik yangmencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas
pembelajaran,seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa
oral terhadapperistiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.

2. Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013


Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam
pembelajaransesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini
mampumenggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka
mengobservasi,menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain.Asesmen autentik
cenderung fokuspada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik
untukmenunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya,
asesmenautentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran,
khususnyajenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek.Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat
populeruntuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai
darimereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga
yangjenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni
atauilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau
hasilpembelajaran.Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang
menggunkan standar tesberbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau
membuat jawaban singkat.Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses
pembelajaran, karenamemang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.
Asesmen autentik dapatdibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik. Dalamasesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting.
Asumsinya, peserta didik dapatmelakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu
bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
dalamrangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
sertamendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru
menerapkankriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan
pengalamanyang diperoleh dari luar sekolah.
Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan
siswabelajar,motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena
penilaian itumerupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi
pemahamantentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan
berkontribusi untukmendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta
didik,karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajartentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan,
danpengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana
merekamenerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkanperolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi
materi apa yangsudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus
dilakukan.

3. Asesmen Autentik dan Belajar Autentik


Asesmen Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut Ormiston
belajarautentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta
didikdikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya.Asesmen
semacam inicenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi peserta
didik, yangmemungkinkan mereka secara nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan
yangdimilikinya. Contoh asesmen autentik antara lain keterampilan kerja,
kemampuanmengaplikasikan atau menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan
bermainperan, portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan
menampilkansesuatu.
Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut Ormiston
belajarautentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang diperlukan dalam
kenyataannyadi luar sekolah.Asesmen Autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian.
Pertama, pengukuranlangsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil
jangka panjangpendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-
tugas yangmemerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis
proses yangdigunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap,
keterampilan, danpengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-
caraterbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu
yangberbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian
tugasdi mana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta
didikdalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan
pendekatan scientific, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama
lainsecara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar
sekolah.Di sini, guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi.
Peserta didikpun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang
fleksibel, danbertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong
peserta didikmengonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, menyintesis, menafsirkan,
menjelaskan,dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi
pengetahuan baru.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi
“guruautentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada
penilaian.Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus memenuhi kriteria
tertentuseperti disajikan berikut ini.
1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan
sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.
3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan
pemahaman peserta didik.
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an.Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur
prestasi,seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal
mengetahuikinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal
memperoleh gambaranyang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik dikaitkan dengankehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna kurikulum,
karenatidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik. Ketika
asesmentradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan
kompetensidasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan
kemampuanberpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu;
ketika itu pulaasesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan
apa pun yangdipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun
demikian,sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu
gerakanmemadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen
proses danhasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan
kelayakanakuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data
asesmenautentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif.
Analisiskualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar
pesertadidik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian
berpendapat, dansebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan
rubrik skor atau daftarcek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif
terhadap kriteria dalamkisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya:
sangat mahir, mahir,sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik
atau holistik. Analisisholistik memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, seperti
menilai kompetisiOlimpiade Sains Nasional.

4. Jenis-jenis Asesmen Autentik


Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami secara
jelastujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri sendiri,
khususnyaberkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai;
(2) fokuspenilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan;dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori,
atau proses.
Beberapa jenis asesmen autentik disajikan berikut ini.
a. Penilaian kinerja
Para ahli menggunakan istilah performance assessment secara berbeda-beda dengan
merujuk pada pendekatan penilaian berbeda pula. Menurut Fitzpat-rick dan Morison (1971)
tidak ada perbedaan yang sangat besar antara performance assessment dengan tes lain yang
dilaksanakan di kelas. Trespeces (1999) menyatakan bahwa performance assessment adalah
berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemontrasikan
pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan dalam
berbagai macam konteks.
Menurut Maertel (1992), performance assessment mempunyai dua karakteristik dasar
yaitu, (1) peserta tes diminta untuk mendemontrasikan kemampuanya dalam mengkreasikan
suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya melakukan eksperimen,
(2) produk dari performance assessment lebih penting dari pada perbuatannya (performance).
Untuk mengevalausi apakah penilaian kinerja (performanceassessment) sudah dianggap
berkualitas baik, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh criteria yang dibuat oleh Popham
(1995) kriteria-kri-teria tersebut antara lain adalah:
1. Generability artinya adalah apakah kinerja peserta tes (students performance) dalam
melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada
tugas-tugas lain? Semakin dapat digeneralisaikan tugas-tugas yang dibe-rikan dalam
rangka penilaian keterampilan atau penialian kinerja tersebut atau semakin dappat
dibandingkan dengan tugas yang lainnya, maka semakin baik tugas tersebut. Hal ini
terutama dalam kondisi peserta tes diberikan tugas dalam penilaian keterampilan yang
berlainan.
2. Authenticity, artinya apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang
sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari?
3. Multiple Foci, artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur
lebih dari satu kemampuan yang diinginkan?
4. Teachability, artinya tugas yang diberikan berupa tugas yang hasilnya semakin baik
karena adanya usaha mengajar guru di kelas? Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian
keterampilan atau peni-laian kinerja adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat
diajarkan guru di kelas.
5. Fairness, artinya apakah tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta tes. Jadi
tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan tidak bias untuk semua jenis kelompok.
6. Feasibility, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau
kinerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya,
waktu, atau peralatannya?
7. Scorability, artinya apakah tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat dan reliable

Instrumen Penilaian Kinerja (Performance Assessment)


Pelaksanaan penilaian unjuk kerja dilakukan dengan mengamati unjuk kerja yang
dilakukan peserta didik. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat
atau instrumen berikut:
a. Daftar Cek (Check-list)
Daftar cek merupakan seperangkat instrumen evaluasi yang mencerminkan rangkaian
tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta tes, yang merupakan indikator-
indikator dari keterampilan yang akan diukur. Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik
mendapat nilai bila kriteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika
tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai
hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati tidak dapat
diamati, baik-tidak baik. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih
praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar. Langkah-langkah dalam menyusun
daftar cek adalah:
1) Menentukan indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diukur.
2) Menyusun indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.
3) Kemudian dilakukan pengamatan terhadap subyek yang dinilai untuk melihat
pemunculan indikator-indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul,
maka di beri tanda chek (√) atau tulis kata”ya” pada tempat yang telah disediakan.
Sebagai contoh akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik dalam
mengamati Strategi Dakwah yang digunakan para mubaligh dikaitkan dengan strategi
dakwah Raulullah di Mekah dan Madinah.
Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu mengemukakan beberapa
pendapat tentang strategi Dakwah para mubaligh dewasa ini diperoleh indikator-indikatornya,
kemudian disusun dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.
Beri tanda chek (√) untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan
peserta didik seperti yang diuraikan di bawah ini
Checklist Kemampuan mengamati Strategi dakwah para mubaligh dewasa ini

Nama Peserta didik :


Kelas/Smt :
Mata Pelajaran :

No. Aspek Yang Dinilai Penilaian


Ya Tidak
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

a. Skala Penilaian (RatingScale)


Skala penilaian adalah alat penilaian yang menggunakan suatu prosedur terstruktur
untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi. Terstruktur maksudknya
disusun dengan aturan-aturan tertentu dan secara sistematis. Perbuatan yang diukur
menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna sampai
sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5 paling
sempurna. Skala penilaian berisikan seperangkat pernyataan tentang karakteristik/kualitas
dari sesuatu yang diukur dan secara fisik skala penilaian biasanya terdiri 2 bagian, yaitu
pernyataan dan petunjuk penilaian. Petunjuk penilaian bisa berupa Angka (1, 2, 3, 4, 5),
Huruf (A, B, C, D, E), atau Kategori Verbal (baik sekali, baik, cukup, kurang, kurang sekali).
Langkah-langkah dalam menyusun skala penilaian adalah:
1) Menentukan indikator-indikator penguasaan keterampilan yang diukur.
2) Menentukan skala yang digunakan, misalnya dengan menggunakan skala 5 dengan
rentangan: 5 = sangat baik, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, dan 1 = sangat kurang.
3) Menyusun indikator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya.
Sedangkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam menyusun skala penilaian
adalah:
1) Jumlah butir pernyataan/pertanyaan tidak terlalu banyak
2) Angka/huruf untuk seperangkat rating scale tertentu harus mempunyai arti tetap
3) Jumlah kategori angka yang digunakan supaya diusahakan cukup bermakna dan
dapat dibedakan secara jelas
4) Setiap pernyataan/pertanyaan hendaknya hanya mengukur satu karakteristik/satu
komponen
5) Bila rating scale akan mengukur suatu prosedur, maka hendaklah pernyataan/
pertanyaan disusun secara urut

Skala Penilaian
Kemampuan mengamati strategi dakwah mubaligh dewasa ini

Kelas/Semester :
Mata Pelajaran :
Aspek Yang Dinilai Total
No. Nama Skor
A B C D
1.
2.
3.
Dst.

Keterangan:
A = Indikator I
B = Indikator II
C = Indikator III
D = Indikator IV
Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan partisipasi peserta didik,khususnya
dalamproses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru dapat melakukannya dengan
memintapara peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka
gunakanuntuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan informasi ini,
gurudapat memberikan umpan balik terhadap kinerja peserta didik baik dalam bentuklaporan
naratif maupun laporan kelas. Ada beberapa cara berbeda untuk merekam hasilpenilaian
berbasis kinerja:
1. Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur
tertentu dari indikator atau sub indikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau
tindakan.
2. Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru
menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta didik
selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan seberapa baik
peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.
3. Skala penilaian (ratingscale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik
berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 =
kurang sekali.
4. Memori atau ingatan (memoryapproach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati
peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru
menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah
berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkah-
langkahkinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyatauntuk
suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu.Kedua, ketepatan dankelengkapan aspek
kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yangdiperlukan oleh peserta
didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran.Keempat,fokus utama dari kinerja yang
akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akandiamati. Kelima, urutan dari kemampuan
atau keterampilan peserta didik yang akandiamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteksuntuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilaiketerampilan berbahasa
peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,misalnya, guru dapat mengobservasinya pada
konteks yang, seperti berpidato,berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan
diperoleh keutuhan mengenaiketerampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja
peserta didik dapatmenggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi
perilaku,pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
1. Penilaian-diri (selfassessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya
sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk
mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
2. Penilaian ranah sikap.Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan
perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
3. Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan
atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau acuan
yang telah disiapkan.
4. Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran
tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif.
Pertama,menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari
kekuatandan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta
didikberperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.

b. Penilaian Portofolio
Penilaian Portofolio merupakan pendekatan baru yang akhir-akhir ini sering
diperkenalkan para ahli pendidikan untuk dilaksanakan di sekolah. Di beberapa negara maju,
Portofolio telah digunakan dalam dunia pendidikan secara luas, baik untuk penilaian di kelas,
daerah, maupun untuk penilaian secara nasional.
Penilaian portofolio didasarkan pada koleksi atau kumpulan pekerjaan yang diberikan
guru kepada siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketika guru melakukan kegiatan
belajar mengajar portofolio siswa dibedakan antara tes dan koleksi yang dilakukan siswa.
Melalui penilaian portofolio siswa dapat menunjukkan perbedaan kemampuan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan guru dari waktu ke waktu dan atau dibandingkan dengan
siswa yang lain.
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa
dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu. Fokus
penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada
satu periode pembelajaran tertentu.
Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik sendiri.
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar
peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi,
surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian,
sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru dan/atau peserta didik dapat melakukan
perbaikan sesuai dengan tuntutan pembelajaran.
Tujuan portofolio ditetapkan berdasarkan apa yang harus dikerjakan dan siapa yang
akan menggunakan jenis portofolio. Beberapa tujuan portofolio diantaranya adalah:
a. Menghargai perkembangan yang dialami siswa;
b. Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung;
c. Memberi perhatian pada hasil kerja siswa yang terbaik;
d. Meningkatkan efektifitas proses pembelajaran;
e. Bertukar informasi dengan orang tua dan guru lain;
f. Membina pertumbuhan konsep diri positif pada siswa;
g. Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri.
Prinsip portofolio yang perlu diperhatikan dan dijadikan sebagai pedoman dalam
penggunaan penilaian portofolio di sekolah antara lain;
a. Saling percaya antara guru dan siswa;
b. Kerahasiahan bersama antara guru dan siswa;
c. Milik bersama antara guru dan siswa;
d. Kepuasan;
e. Kesesuaian;
f. Penilaian proses dan hasil;
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika merancang penilaian portofolio adalah
seperti berikut
1) Menentukan tujuan apakah akan memantau proses atau mengevaluasi hasil akhir
2) Isi portofolio harus sesuai dengan tujuan yang akan dinilai.
3) Guru harus menentukan (seleksi) terhadap hasil kerja siswa, siapa yang menyimpan?
Dan yang mana harus disimpan?
4) Membedakan portofolio kelompok dan individual.

Teknik Penilaian Portofolio


Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Jelaskan kepada peserta didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan
kumpulan hasil kerja peserta didik yang digunakan oleh guru untuk penilaian, tetapi
digunakan juga oleh peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolionya peserta didik
dapat mengetahui kemampuan, keterampilan, dan minatnya. Proses ini tidak akan terjadi
secara spontan, tetapi membutuhkan waktu bagi peserta didik untuk belajar meyakini
hasil penilaian mereka sendiri.
b) Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja yang akan dibuat.
Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa sama bisa berbeda.
c) Kumpulkan dan simpanlah karya-karya tiap peserta didik dalam satu map atau folder di
rumah masing-masing atau loker masing-masing di sekolah.
d) Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta didik
sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu.
e) Tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya dengan para peserta didik.
Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik. Contoh, Kriteria penilaian
kemampuan menulis karangan yaitu: penggunaan tata bahasa, pemilihan kosa-kata,
kelengkapan gagasan, dan sistematika penulisan. Dengan demikian, peserta didik
mengetahui harapan (standar) guru dan berusaha mencapai standar tersebut.
f) Minta peserta didik menilai karyanya secara berkesinambungan. Guru dapat
membimbing peserta didik, bagaimana cara menilai dengan memberi keterangan tentang
kelebihan dan kekurangan karya tersebut, serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal ini
dapat dilakukan pada saat membahas portofolio.
g) Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta didik diberi
kesempatan untuk memperbaiki. Namun, antara peserta didik dan guru perlu dibuat
“kontrak” atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya
yang telah diperbaiki harus diserahkan kepada guru.
h) Bila perlu, jadwalkan pertemuan untuk membahas portofolio. Jika perlu, undang orang
tua peserta didik dan diberi penjelasan tentang maksud serta tujuan portofolio, sehingga
orangtua dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Contoh instrument portofolio
Portofolio yang bisa digunakan untuk penilaian SKI ada tiga jenis:
1) Documentation portofolio : memperlihatkan pertumbuhan dan kemajuan belajar
siswa tentang hasil belajar yang teridentifikasi.
Format untuk jenis ini sebagai berikut:

TINGKAT KETERANGAN
PENCAPAIAN / REFLEKSI
No.
UNJUK KERJA TERBAIK Kuan. Kual.

1 Kompetensi Menjelaskan
dasar 1 keadaan adat-
istiadat dan
kepercayaan
masyarakat
Arab pra-
Islam.

2 Kompetensi Menjelaskan
dasar 2 masa kanak-
kanak Nabi
Muhammad
SAW.

3 Kompetensi Menceritakan
dasar 3, dst. kondisi alam,
sosial, dan
perekonomian
masyarakat
Arab pra-
Islam.

Catatan : * Pencapaian kuantitatif, misalnya skala nilai 0 – 100, 0 – 10, atau 0 – 4


(A,B,C,D,E)

 Pencapaian kualitatif, misalnya sangat baik, baik, cukup, kurang, dan


gagal.
 Refleksi/keterangan merupakan komentar, kritik, saran atau catatan
mengenai ketercapaian hasil yang dilakukan oleh guru atau tenaga
kependidikan lainnya, siswa, atau pihak-pihak yang berkepentingan.

2) Proccess portofolio : mendokumenkan seluruh segi tahapan proses belajar.


Format untuk jenis ini sebagai berikut:

TINGKAT KETERANGAN
PENCAPAIAN / REFLEKSI
No.
UNJUK KERJA TERBAIK Kuan. Kual.

1 Tahap 1 Mampu menjelaskan


keadaan adat-istiadat
dan kepercayaan
masyarakat Arab pra-
Islam.

2 Tahap 2 Mampu menjelaskan


masa kanak-kanak Nabi
Muhammad SAW
secara baik.

3 Tahap 3, Mampu menceritakan


dst. kondisi alam, sosial,
dan perekonomian
masyarakat Arab pra-
Islam

3) Showcase portofolio : penguasaan siswa terhadap bukti hasil belajar selama


waktu tertentu (tengah dan akhir semester).
Format untuk jenis ini sebagai berikut:

TINGKAT KETERANGAN
PENCAPAIAN / REFLEKSI
No.
UNJUK KERJA TERBAIK Kuan. Kual.

1 Bulan ke 1 Kompetensi
dasar 1 dan 2

2 Bulan ke 2 Kompetensi
dasar 3 dan 4

3 Bulan ke 3, Kompetensi
dst. dasar 5 dan 6,
dst.
Ketiga jenis portofolio ini merupakan satu kesatuan yang utuh, artinya dalam
melakukan penilaian mata pelajaran pendidikan agama harus menggunakan ketiga
jenis untuk mengetahui perkembangan keberhasilan proses pembelajaran, sekaligus
untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa.
Tahapan portofolio adalah:
1) Pengorganisasian dan perencanaan (membangun kesepakatan guru-siswa)
2) Pengumpulan informasi mengenai kemajuan belajar (produk) yang dihasilkan siswa
3) Refleksi, yaitu guru memberikan catatan akhir dari seluruh proses penilaian yang
dilalui siswa.
Penilaian portofolio pada dasarnya adalah menilai karya-karya siswa berkaitan dengan
mata pelajaran tertentu. Semua tugas yang dikerjakan siswa dikumpulkan, dan di akhir satu
unit program pembelajaran diberikan penilaian. Dalam menilai dilakukan diskusi antara
siswa dan guru untuk menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah siswa dapat
melakukan penilaian sendiri kemudian hasilnya di bahas. Karya yang dinilai adalah suatu
metode pengukuran dengan melibatkan siswa untuk menilai kemajuannya berkaitan dengan
mata pelajaran terkait.
c. Penilaian proyek
Penilaian proyek adalah tugas yang harus diselesaikan dalam periode waktu tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari pengumpulan, pengorganisasian,
pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam penilaian proyek bersumber pada data
primer atau skunder, evaluasi hasil dan kerjasama dengan pihak lain, proyek merupakan suatu
sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam suatu bidang. Proyek juga dapat
memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan siswa pada pembelajaran
tertentu, kemampuan siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa
dalam mengkomunikasikan informasi.
Dalam kurikulum 2013 penilaian pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis
proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek. Penilaian
Pembelajaran Berbasis Proyek dapat menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh
Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu penilaian proyek
atau penilaian produk. Penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harusdiselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatuinvestigasi
sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian,pengolahan dan penyajian
data. Penilaian proyek dapat digunakan untukmengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikandan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentusecara jelas. Dalam kurikulum, hasil belajar dapat
dinilai ketika siswa sedang melakukan proses suatu proyek, misalnya pada saat:

 Merencanakan dan mengorganisasikan investigasi;


 Bekerja dalam tim
 Arahan diri.
Selain itu, hasil belajar ada yang lebih sesuai apabila dinilai pada produk suatu
proyek, misalnya pada saat:
 Mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi;
 Menganalisis dan menginterpretasikan data; dan
 Mengkomunikasikan hasil.
Karena keterampilan dalam mengumpulkan, mengorganisasikan, mengevaluasi, dan
menyajikan informasi adalah hal umum yang sangat penting, penilaian proyek dapat
dilakukan pada semua level pendidikan.Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang
perludipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi danmengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
2) Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahappengetahuan,
pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
denganmempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadapproyek peserta didik.

b. Teknik Penilaian Proyek


Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampaihasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yangperlu dinilai,
seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan menyiapkan laporan tertulis.
Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapatdisajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan
penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala
penilaian.

Contoh Teknik Penilaian Proyek

Mata Pelajaran :
Nama Proyek :
Alokasi Waktu :
Guru Pembimbing :

Nama :
NIS :
Kelas :

No ASPEK SKOR (1 - 5)

1. PERENCANAAN :

a. Persiapan
b. Rumusan Judul
2. PELAKSANAAN :

a. Sistematika Penulisan
b. Keakuratan Sumber
Data/Informasi
c. Kuantitas Sumber Data
d. Analisis Data
e. Penarikan Kesimpulan
3. LAPORAN PROYEK :

a. Performans
b. Presentasi / Penguasaan
TOTAL SKOR

Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan sampai dengan
akhir proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai.
Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist. (Etika berjual beli)

Rubrik Tugas Otentik: Proyek Sejarah Kebudayaan Islam

Kelompok
No. Kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Kreativitas
2 Kejelasan atau keterangan jawaban
lengkap
3 Kebenaran jawaban
4 Kerjasama dengan sesama anggota
kelompok
5 Keakuratan interpretasi
jawaban/gambar
6 Penggunaan strategi benar dan tepat
7 Kerapian atau keindahan

Tabel : Rubrik Penilaian Proyek

Nilai Kriteria

4 Menunjukkan kreatifitas yang tinggi dalam pemecahan masalah,


kejelasan atau keterangan jawaban sangat lengkap, kebenaran jawaban
masalah sangat tepat, kerjasama kelompok sangat baik, interpretasi
jawaban masalah/gambar sangat akurat, penggunaan strategi benar dan
tepat, kerapian atau keindahan sangat baik, tersedia laporan kerja dan
disajikan dengan baik di depan kelas.
3 Menunjukkan kreatifitas yang cukup dalam pemecahan masalah,
kejelasan atau keterangan jawaban cukup lengkap, kebenaran jawaban
masalah cukup tepat, kerjasama kelompok cukup baik, interpretasi
jawaban masalah/gambar cukup akurat, penggunaan strategi benar dan
tepat, kerapian atau keindahan cukup baik, tersedia laporan kerja dan
disajikan dengan cukup baik di kelas.
Nilai Kriteria

2 Menunjukkan kreatifitas yang rendah dalam pemecahan masalah,


kejelasan atau keterangan jawaban cukup lengkap, kebenaran jawaban
masalah cukup tepat, kerjasama kelompok cukup baik, interpretasi
jawaban masalah/gambar kurang akurat, penggunaan strategi benar dan
tepat, kerapian atau keindahan kurang baik, tersedia laporan kerja tetapi
tidak disajikan di kelas.
1 Menunjukkan kreatifitas yang rendah dalam pemecahan masalah,
kejelasan atau keterangan jawaban tidak lengkap, kebenaran jawaban
tidak tepat, kerjasama kelompok kurang baik, interpretasi jawaban
masalah/gambar tidak akurat, penggunaan strategi benar dan tepat,
kerapian atau keindahan tidak baik, tidak tersedia laporan kerja dan tidak
disajikan di depan kelas.
0 Tidak melakukan tugas proyek

d. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulisyang
lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasilpembelajaran tetap lazim
dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau menyuplaijawaban dan uraian. Memilih
jawaban dan menyuplai jawaban. Memilih jawabanterdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-
salah, ya-tidak, menjodohkan, dan sebabakibat. Menyuplai jawaban terdiri dari isian atau
melengkapi, jawaban singkat ataupendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu
mengingat,memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis,
mensintesis,mengevaluasi, dan sebagainya atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis
berbentukuraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan
ranahsikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikanjawabannya
sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbukamemperoleh nilai yang
sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomenakemiskinan dari sisi pandang
kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, ataukelangkaan sumberdaya alam.
Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkanjawaban berbeda, namun tetap terbuka
memiliki kebenaran yang sama, asalkananalisisnya benar. Tes tertulis berbentuk esai
biasanya menuntut dua jenis polajawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau
jawaban terbatas(restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan olehguru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur
hasilbelajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
Langkah-langkah penting yang dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Menentukan tujuan penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan
memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan tes prestasi belajar,
diagnostik, atau seleksi. Contoh untuk tujuan prestasi belajar, lingkup materi/kompetensi
yang ditanyakan/diukur disesuaikan seperti untuk kuis/menanyakan materi yang lalu,
pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu/kelompok, ulangan
semester,ulangan kenaikan kelas, laporan kerja praktik/laporan praktikum, ujian praktik.
2. Memperhatikan kompetensi dasar (KD) dan indikator kompetensi. Kompetensi dasar
merupakan acuan/target utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur melalui
setiap indikator kompetensi.
3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau non-tes atau mempergunakan keduanya.
Untuk penggunaan tes diperlukan penentuan materi penting sebagai pendukung
kompetensi dasar. Syaratnya adalah materi yang diujikan harus mempertimbangkan
urgensi (wajib dikuasai peserta didik), kontinuitas (merupakan materi lanjutan), relevansi
(bermanfaat terhadap mata pelajaran lain), dan keterpakaian dalam kehidupan sehari-hari
tinggi (UKRK). Langkah selanjutnya adalah menentukan jenis tes dengan menanyakan
apakah materi tersebut tepat diujikan secara tertulis/lisan. Bila jawabannya tepat, maka
materi yang bersangkutan tepat diujikan dengan bentuk soal apa, pilihan ganda atau
uraian. Bila jawabannya tidak tepat, maka jenis tes yang tepat adalah tes perbuatan:
kinerja (performance), penugasan (project), hasil karya (product), atau lainnya.
4. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta pedoman penskorannya. Dalam
menulis soal, penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisan soal.
Penentuan dan Penyebaran Soal
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian
akhir semester berikut ini.
Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil

Jumlah soal tes Jumlah


tulis soal
No Kompetensi Materi
PG Uraian Praktik
Dasar
1 1.1 ............ ........... 6 -- --
2 1.2 ............ ........... 3 1 --

3 1.3 ............ ........... 4 -- 1

4 2.1 ............ ........... 5 1 --

5 2.2 ............ ........... 8 1 --

6 3.1 ............ ........... 6 -- 1

7 3.2 ........... ........... -- 2 --

8 3.3 .......... ........... 8 -- --

Jumlah soal 40 5 2

Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan
materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang
lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau
matriks seperti contoh berikut ini.
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
Jenis sekolah : ………………………
Jumlah soal : ………………………
Mata pelajaran : ………………………
Bentuk soal/tes : ..................
Kurikulum : … ……………………
Penyusun : 1. …………………
2. …………………
Alokasi waktu :………………………

No Kompetensi Indikator Kls/ Materi Indikator Nomor


. Dasar Kompetensi smt pokok soal soal

Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam
silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada
kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan
secara tepat dan proporsional.
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.

Perumusan Indikator Soal


Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki.
Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi.
Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan
diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang
baikdirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik:
1. menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2. menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata
kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3. dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B =
behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan), dan D
= degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama
adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal
yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf,
gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah
menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang
kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).
Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan
handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menentukan tujuan tes, (2)
menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3) menentukan materi yang diujikan, (4)
menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya
(tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6)
menulis butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit
soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal,
(11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12) perbaikan
soal berdasarkan hasil analisis.
1. Penyusunan Butir Soal Tes Tertulis
Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam
penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan
indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan soal
bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat
diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula
kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal
objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan
kelemahan satu sama lain.
Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur
kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal uraian di antaranya adalah
dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan jawabannya
menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan soal bentuk pilihan ganda di
antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian di antaranya
adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.
2. Penulisan Soal Bentuk Uraian

Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam


merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat
diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan
gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah
kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai
dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian
adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-
tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada
tingkat subyektivitas penskorannya.
Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau
pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu,
sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur
dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). Bentuk uraian non-objektif
adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep
menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk
dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian skor
ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya
perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala
yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji.
Untuk tingkat SMA, misalnya dapat disusun skala seperti berikut.

  3  2  1 

Kesesuaiann isi dengan tuntutan pertanyaan 0-3


Skor
- Sesuai 3
- Cukup/sedang 2
- Tidak sesuai 1
- Kosong 0

Atau skala seperti berikut:

  5  4  3    2  1 

Kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan 0 - 5 Skor


Skor
- Sangat Sesuai 5
- Sesuai 4
- Cukup/sedang 3
- Tidak sesuai 2
- Sangat tidak sesuai 1
- Kosong 0
Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah
penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan pengembangan soal,
maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya
ditulis di dalam satu format. Contoh format soal bentuk uraian dan format penskorannya
adalah seperti berikut ini.

KARTU SOAL

Jenis Sekolah : ……………………............ Penyusun : 1.


……………………
Mata Pelajaran : ……………………........... 2.
……………………
Bahan Kls/Smt : ……………………............ 3.
……………………
Bentuk Soal : ……………………............ Tahun Ajaran :
……………………….
Aspek yang diukur : ……………………............

KOMPETENSI BUKU SUMBER:


DASAR

RUMUSAN BUTIR SOAL

MATERI
NO SOAL:

INDIKATOR
SOAL

KETERANGAN SOAL

DIGUNAKAN TANGG JUMLAH PROPORSI PEMILIH


NO TK DP KET.
UNTUK AL SISWA ASPEK

A B C D E OMT
FORMAT PEDOMAN PENSKORAN

NO
KUNCI/KRITERIA JAWABAN SKOR
SOAL

Bentuk soalnya terdiri dari: (1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, (2)
pertanyaan, dan (3) pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut.
1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator.
b. Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat
kelas.
2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca,
dan berfungsi.
3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.
3. Penulisan Soal Bentuk Pilihan Ganda
Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal
yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan
pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat
kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh karena
itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, maka dalam
penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah berikut, langkah pertama adalah
menuliskan pokok soalnya, langkah kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga
menuliskan pengecohnya.
Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal ditulis di
dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu format. Adapun formatnya
seperti berikut ini.

KARTU SOAL
Jenis Sekolah : ………………………………. Penyusun : 1.
Mata Pelajaran : ………………………………. 2.
Bahan Kls/Smt : ………………………………. 3.
Bentuk Soal : ……………………………….
Tahun Ajaran : ……………………………….
Aspek yang diukur : ……………………………….

KOMPETENSI BUKU SUMBER


DASAR

RUMUSAN BUTIR SOAL

NO SOAL:
MATERI
KUNCI :

INDIKATOR
SOAL
KETERANGAN SOAL

NO DIGUNAKA TANGGAL JUMLAH TK DP PROPORSI PEMILIH KET.


N UNTUK SISWA

A B C D E OMT

Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan pilihan jawabannya.
Peserta didik yang mengerjakan soal hanya memilih satu jawaban yang benar dari pilihan
jawaban yang disediakan. Soalnya mencakup: (1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada),
(2) pokok soal (stem), (3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh.
Perhatikan contoh berikut!

Perhatikan pernyataan berikut

Dasar pertanyaan Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 12


Rabiul Awwal tahun Gajah.
stimulus
Pokok soal (tem) Tahun Gajah jika disesuaikan dengan tahun Masehi
adalah ……
(.) tanda akhir
kalimat

a. 470
Pengecoh
Pilihan jawaban
b. 471 (distractor)
(...) tanda ellipsis
(Option) (pernyataan
c. 570 Kunci jawaban
yang sengaja
dihilangkan)

Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah seperti berikut ini.


1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan
materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Pengecoh harus bertungsi
c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya
mempunyai satu kunci jawaban.
2. Konstruksi
a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/
materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian
atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal
hanya mengandung satu persoalan/gagasan
b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang
sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada
pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang
dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya,
pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung
arti negatif. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta
didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa,
penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru
pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya,
semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang
ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan
jawaban harus berfungsi.
f. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan
karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling
panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
merupakan kunci jawaban.
g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas
salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya
pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu
karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan
itu menjadi tidak homogen.
h. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang
berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai
nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban
yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara
unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
i. Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal
harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang
ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal
bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat
pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
j. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan
pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab
benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.
3. Bahasa/budaya
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi:
a) pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3) anak kalimat; b)
pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan: (1)
penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti warga belajar/peserta didik.
c. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
RANGKUMAN
1. Pengukuran, Penilaian, dan evaluasi adalah hirarki. Pengukuran membandingkan hasil
pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran,
sedang evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku.
2. Penilaian dalam kurikulum 2013 itu penilaian autentik, yaitu pengukuran yang bermakna
secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
3. Dalam kurikulum 2013, jenis-jenis penilaian autentik terdiri atas:
1. Penilaian kinerja
2. Penilaian Portofolio
3. Penilaian Proyek
4. Penilaian tertulis

LATIHAN
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan tepat!
1. Istilah assesment merupakan sinonim dari
a. Penskoran
b. Penilaian atau pengukuran
c. Pelaporan
d. Pengolahan
2. Penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input),
proses, dan keluaran (output)pembelajaran disebut:
a. Penilaian diri
b. Penilaian kinerja
c. Portofolio
d. Penilaian Otentik
3. Penilaian yang dilaksanakan untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta
didik termasuk penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau diluar
kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan disebut
a. Penilaian Otentik
b. Penilaian diri
c. Penilaian berbasis portofolio
d. Penilaian Kinerja
4. Yang dimaksudkan dengan penilaian unjuk kerja adalah ….
a. Penilaian yang meminta siswa untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan teori
b. Penugasan yang diberikan oleh guru untuk membuat hasil karya di luar waktu
pembelajaran
c. Teknik penilaian yang dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan secara
langsung
d. Tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik
dengan penguji secara lisan
5. Penilaian yang didasarkan pada koleksi atau kumpulan rekam jejak siswa dalam kurun
waktu tertentu disebut dengan penilaian:
a. Portofolio
b. Kinerja
c. Produk
d. Presentation
6. Contoh kasus: dalam waktu 3 minggu susunlah laporan dengan topik “Hikmah berakhlak
terpuji dalam pergaulan” secara berkelompok. Informasi-informasi mengenai berakhlak
terpuji dapat kalian peroleh dari buku, majalah, internet, dan dengan melakukan
wawancara pada Ustadz/ah yang ada di daerahmu. Jangan lupa menyertakan sumber
informasi pada laporan yang disusun. Apabila guru melakukan penilaian melalui tugas
seperti tersebut diatas, maka penilaian itu disebut dengan:
a. Portofolio
b. Presentation
c. Performance
d. Projek
7. Teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman
pengamatan yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati, disebut…
a. Rubrik
b. Observasi
c. Jurnal
d. Angket
8. Jenis penilaian yang sesuai untuk menilai bagaimana tanggapan peserta didik tentang
kebijakan yang baru diberlakukan disekolah mengenai “Peningkatan kedisiplinan” dan
tanggapan siswa mengenai perubahan perilaku siswa dalam peningkatan kesadaran
beribadah sunnah siswa.
a. Produk
b. Tugas
c. Unjuk kerja
d. Penilaian sikap
9. Hal-hal yang berhubungan dengan emosi atau perasaan dalam mengukur sikap termasuk
dalam dimensi:
a. Afeksi
b. Kognisi
c. Psikomotor
d. Persepsi
Essay
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan benar!
1. Apa yang dimaksud dengan penilaian autentik?
2. Jelaskan apa itu penilaian proyek!
3. Bagaimanakah langkah-langkah penilaian unjuk kinerja?
4. Buatlah satu contoh rubrik unjuk kinerja!

Daftar Pustaka
Azwar, Syaifuddin. 2008. Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan. 2013. Materi pelatihan guru Implementasi
kurikulum 2013
Mehrens, A. William & Lehmann, Irvin J. 1973. Measurement and Evaluation in Education
and Psychology, New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Majid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran, , Bandung: Remaja Rosdakarya
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Mardapi, Djemari. 2008. Teknik Peyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogjakarta: Mitra
Cendekia
Nasar, 2006. Merancang Pembelajaran Aktif dan kontekstual, , Jakarta: Grasindo
Suharsimi Arikunto. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, , Jakarta: Bumi Aksara.
Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, , Jakarta: Grasindo.
Slameto.1988. Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara.
Nurkancana, Wayan. 1986. Evaluasi Pendidikan, , Surabaya: Usaha Nasional
MODUL 7 :
PERANGKAT PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

A. Peta Konsep
Modul mata diklat perangkat pembelajaran ini didesain dengan sistematika penulisan modul pada umumnya dengan
mengacu pada pencapaian kompetensi mata diklat perangkat pembelajaran SKI. Modul mata diklat ini terdiri dari empat
materi. Materi pertama berkaitan dengan analisis buku guru dan buku siswa berdasarkan Kurikulum 2013. Materi kedua
berkaitan dengan penyusunan silabus. Materi ketiga berkaitan dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Materi
keempat berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran. Materi kelima berkaitan dengan pengembangan bahan ajar.
Lingkup kajian modul ini selanjutnya dapat dipetakan dalam peta konsep berikut.

PERANGKAT
PEMBELAJARAN

ANALISIS BUKU SILABUS RPP MEDIA BAHAN AJAR


GURU DAN SISWA
.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan dapat: (1) melakukan langkah-langkah
menganalisis buku guru dan siswa Kurikulum 2013 dengan tepat dan benar, (2) menyusun silabus
pembelajaran yang benar, (3) menyusun RPP yang benar, (4) mengembangkan media pembelajaran
yang tepat, (5) memilih bahan ajar yang tepat.

182
C. Strategi dan Media Pembelajaran
Strategi pembelajaran dalam diklat ini menggunakan empat pendekatan:
1. Pendekatan Scientifik,
2. Problem Base Learning,
3. Project Based Learning,
4. Contextual,
5. Discovery,
6. Inquiry,
Media pembelajaran yang digunakan Internet and Communication Technology (ICT) mencakup: (1) pembelajaran
berbasis internet dan (2) media slide powerpoint.

D. Uraian Materi
ANALISIS BUKU GURU DAN SISWA

Salah satu perbedaan antara Kurikulum 2013 dan kurikulum sebelumnya adanya buku guru dan buku siswa yang telah
disediakan oleh pemerintah pusat sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah. Dalam Kata Pengantar buku guru maupun
buku siswa dinyatakan bahwa buku siswa menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, peserta didik dipacu untuk
mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di sekitarnya. Pean guru sangat penting untuk

183
meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik denga ketersediaan dalam buku ini. Guru dapat memperkayanya
dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
Guru sebagai pengendali utama di dalam proses pembelajaran di kelas perlu mengamati terlebih dahulu terhadap buku siswa
maupun buku pegangan guru yang telah disediakan pemerintah. Hal ini diperlukan karena buku yang disediakan oleh
pemerintah disediakan untuk keperluan skala nasional. Dengan kata lain, buku tersebut dibuat secara umum untuk kondisi
siswa di Indonesia tentu belum mengakomodasi kebutuhan khusus di masing-masing sekolah yang ada kemungkinan
memiliki karakteristik.
Buku pegangan guru maupun buku siswa merupakan ‘dokumen hidup’ yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan
dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan keperluan zaman. Masukan dari berbagai kalangan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas buku ini. Dengan demikian, sebelum menggunakan buku pegangan guru dan siswa di kelas, tentunya
guru telah membaca dan mencermati dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan jika terjadi
kekeliruan dan ketidaktapatan dalam buku tersebut dapat dilakukan langkah-langkah tindak lanjut mengatasinya lebih awal.
1. Komponen yang/dianalisis dalam Buku Guru dan Siswa
Beberapa hal yang diperlukan dalam melakukan analisis buku pegangan guru dan siswa sebagai berikut:
a. Kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD.
Buku yang hendak digunakan di kelas hendaknya sudah dicek kesesuaiannya dengan kurikulum yang digunakan.
Buku guru dan siswa yang telah disediakan pemerintah saat ini untuk menunjang pelaksanaan implementasi
Kurikulum 2013. Oleh karena itu, buku pegangan guru dan siswa yang akan dipergunakan perlu dianalisis apakah
telah sesuai dengan standar kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (KI), dan kompetensi dasar (KD) yang telah
ditentukan. Jika masih ditemukan ada ketidaksesuaian, guru dapat menindaklanjutinya lebih awal.

184
b. Kecukupan materi
Materi dalam buku pegangan guru dan siswa perlu dianalisis dari segi kecukupan materi yang ditinjau dari segi
cakupan konsep atau materi esensial, dan alokasi waktu yang dibutuhkan/disediakan.
c. Kedalaman materi
Upaya melakukan analisis terhadap kedalaman materi, materi yang tertuang dalam buku pegangan guru dan siswa
perlu ditinjau dari pola pikir keilmuan dan karakteristik guru dan siswa. Jika dianggap ada yang kurang sesuai dengan
karakteristik guru dan siswa di sekolah, diharapkan guru dapat menindaklanjuti dengan memberikan tambahan-
tambahan penjelasan seperlunya.
d. Kebenaran materi
Analisi buku juga sekaligus melihat kebenaran materi, contoh, maupun latihan-latihan yang dituliskan. Jika
ditemukan ada materi, contoh, soal yang dituliskan dalam buku terjadi kesalahan, baik kemungkinan salah dalam
penulisan konsep maupun kesalahan ketik, guru diharapkan sesegera mungkin untuk menindaklanjutinya.
Tindaklanjut dapat berupa ralat perbaikan yang segera disampaikan kepada siswa agar tidak berdampak lebih lanjut
kepada siswa (membuat siswa bingung/ragu).
e. Kesesuaian pendekatan yang digunakan
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific, sehingga buku siswa perlu ditinjau dari segi penerapan
pendekatan scientific. Apakah penyajiannya telah memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti
yang diharapkan dalam pendekatan scientific atau belum.
f. Kesesuaian penilaian

185
Bentuk penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 ini penilaian authentik. Oleh karena itu, buku pegangan
guru dan siswa yang digunakan perlu ditinjau dari ketersediaan penilaian authentik tersebut.
Dari beberapa komponen hasil analisis yang telah dilakukan, jika masih ditemukan ada ketidaksesuaian atau
ketidaklengkapan, guru perlu menindaklanjutinya dengan membuat tambahan-tambahan materi, contoh atau bentuk penilaian
yang disarankan sesuai dengan karakteristik siswa sekolah.

2. Pendekatan-pendekatan dalam analisis materi


1) Pendekatan Terhubung (connected) atau Pendekatan Sistemik, yakni suatu pendekatan yang digunakan guru dalam
mengorganisasi materi dengan mengaitkan sebagai satu kesatuan utuh antara tema-subtema satu dengan tema-subtema
yang lainnya dalam satu mata pelajaran.
2) Pendekatan Sistematik, yaitu pendekatan yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasi materi secara berurutan
dalam satu tema materi pembelajaran.
3) Pendekatan Prosedural, yakni suatu pendekatan yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasi materi dengan
mempertimbangkan prosedur atau langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam suatu tugas pembelajaran. seperti
menyusun materi dari yang sulit menuju yang mudah atau sebaliknya, dari suatu contoh fakta ke suatu kon-sep teori
atau sebaliknya, dari suatu yang kongkrit ke suatu yang abstrak atau sebaliknya.
4) Pendekatan terjala (webbed), yaitu merupakan salah satu bentuk pendekatan terpadu (integrated) atau tematis yang
digunakan oleh guru dalam mengorganisasi materi pembelajaran dengan cara mengaitkan dan memadukan beberapa
tema dari berbagai mata pelajaran yang relevan.
3. Format Analisis Buku Guru dan Siswa
Format Analisis Buku Guru
186
LEMBAR KERJA ANALISIS BUKU GURU
Judul buku : .....................................................................................................................
Kelas : ....................................................................................................................
Jenjang : .....................................................................................................................
Tema/Topik : .....................................................................................................................

HASIL ANALISIS TINDAK


LANJUT
NO. ASPEK YANG DIANALISIS TIDAK SESUAI
SESUAI HASIL
SESUAI SEBAGIAN ANALISIS
1. Kesesuaian dengan SKL
2. Kesesuaian dengan KI
3. Kesesuaian dengan KD
4. Kecukupan materi ditinjau
dari:
a. Cakupan konsep/materi
esensial
b. Alokasi waktu
5. Kedalaman materi pengayaan
ditinjau dari:
a. Pola pikir keilmuan
b. Karakteristik siswa
6. Informasi pembelajaran sesuai
standar proses
7. Penerapan Pendekatan
Scientific

187
8. Penilaian Autentik dan Bahan
Remedial Teaching
9. Kolom interaksi antara guru
dengan orangtua

Format Analisis Buku Siswa


LEMBAR KERJA ANALISIS BUKU SISWA
Judul buku : .....................................................................................................................
Kelas : ....................................................................................................................
Jenjang : .....................................................................................................................
Tema/Topik : .....................................................................................................................

HASIL ANALISIS TINDAK


LANJUT
NO. ASPEK YANG DIANALISIS TIDAK SESUAI
SESUAI HASIL
SESUAI SEBAGIAN
ANALISIS
1. Kesesuaian dengan SKL
2. Kesesuaian dengan KI
3. Kesesuaian dengan KD
4. Kecukupan materi ditinjau dari:
a. Cakupan konsep/materi
esensial
b. Alokasi waktu
5. Kedalaman materi pengayaan
ditinjau dari:
a. Pola pikir keilmuan
b. Karakteristik siswa
188
6. Penerapan Pendekatan Scientific
7. Penilaian Autentik yang tersedia
dalam buku siswa

4. Langkah-langkah dan Rubrik Penilaian


Langkah-langkah analisis buku guru dan siswa dan rubriknya dapat dilihat berikut ini:
a. Cermati format penilaian analisis buku guru atau buku siswa serta hasil analisis peserta yang akan dinilai!
b. Berikan nilai pada setiap komponen sesuai dengan penilaian Anda terhadap hasil analisis menggunakan rentang nilai
sebagai berikut ini.

PERINGKAT NILAI KRITERIA

Amat Baik ( AB) 90 < A ≤ 100 Hasil analisis tepat, tindak lanjut logis dan bisa dilaksanakan

Baik (B) 75 < B < 90 Hasil analisis tepat, tindak lanjut kurang logis

Cukup (C) 60 < C < 75 Hasil analisis kurang tepat, tindak lanjut logis
Kurang (K) < 60 Hasil analisis kurang tepat, tindak lanjut tidak logis

MATERI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

1. Memahami dan Menjabarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


Peraturan pemerintah Repuplik Indonesia No. 32 Tahun 2013 tentang Standart Nasional Pendidikan (SNP), dijelaskan
beberapa hal sebagai berikut:
189
Kompetensi adalah seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
Peserta Didik setelah mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satuan
pendidikan tertentu.
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
Penjelasan tentang Standar Kompetensi lulusan disebutkan juga dalam peraturan Menteri Pendidikandan Kebudayaan
No. 54 tahun 2013 dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
1. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
2. Tujuan Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar
penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan
standar pembiayaan.
3. Ruang Lingkup Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi.
4. Kemampuan peserta didik yang diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
5. Monitoring dan Evaluasi Untuk mengetahui ketercapaian dan kesesuaian antara Standar Kompetensi Lulusan dan lulusan
dari masing-masing satuan pendidikan dan kurikulum yang digunakan pada satuan pendidikan tertentu perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan dalam setiap periode. Hasil yang diperoleh dari monitoring dan
evaluasi digunakan sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan di masa yang akan datang.

Standar Kompetensi Lulusan masing-masing jenjang mulai dari tingkat SD/MI/SDLB/Paket A,


190
SMP/MTS/SMPLB/Paket B dan SMA/MA/SMK/MAK/ SMALB/Paket C dapatdilihat dalam tabel berikut:

No. Dimensi SD/MI SMP/MTS SMA/MA/SMK


1. Sikap Memiliki perilaku Memiliki perilaku yang Memiliki perilaku yang
yang mencerminkan mencerminkan sikap mencerminkan sikap orang
sikap orang beriman, orang beriman, beriman, berakhlak mulia,
berakhlak mulia, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan
berilmu, percaya diri, berilmu, percaya diri, bertanggung jawab dalam
dan bertanggung dan bertanggung jawab berinteraksi secara efektif
jawab dalam dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial
berinteraksi secara secara efektif dengan dan alam serta dalam
efektif dengan lingkungan sosial dan menempatkan diri sebagai
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan cerminan bangsa dalam
alam di lingkungan pergaulan dan pergaulan dunia.
rumah, sekolah, dan keberadaannya.
tempat bermain.

2. Pengetahuan Memiliki Memiliki pengetahuan Memiliki pengetahuan


pengetahuan faktual faktual, konseptual, dan faktual, konseptual,
dan konseptual prosedural dalam ilmu prosedural, dan
berdasarkan rasa pengetahuan, teknologi metakognitif dalam ilmu
ingin tahunya tentang seni, dan budaya dengan pengetahuan, teknologi,
ilmu pengetahuan, wawasan kemanusiaan seni, dan budaya dengan
teknologi, seni, dan kebangsaan, kenegaraan wawasan kemanusiaan,
budaya dalam dan peradaban terkai kebangsaan, kenegaraan,
wawasan fenomena dan kejadian dan peradaban terkait
kemanusiaan, yang tampak mata. penyebab serta dampak
kebangsaan, fenomena dan kejadian.
kenegaraan, dan
191
peradaban terkait
fenomena dan
kejadian di
lingkungan rumah,
sekolah, dan tempat
bermain.
3. Keterampilan Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan
pikir dan tindak yang pikir dan tindak yang pikir dan tindak yang
produktif dan kreati efektif dan kreatif efektif dan kreatif dalam
dalam ranah abstrak dalam ranah abstrak ranah abstrak dan konkret
dan konkret sesua dan konkret sesuai sebagai pengembangan
dengan yang dengan yang dipelajari dari yang dipelajari di
ditugaskan kepadanya. disekolah dan sumber sekolah secara mandiri.
lain sejenis.

2. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti adalah tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang
Peserta Didik pada setiap tingkat kelas atau program. (PP.no.32 tentang SNP). Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian
hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur
pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar.

192
Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan
ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara
konten yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata
pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang
sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan
(kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan
secara tidak langsung (indirect teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok
3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4). (lihat Permendikbud no. 67, 68 dan 69 tahun 2013 tentang
Struktur Kurikulum SD, SMP, SMA) dan KMA RI no. 165 tahun 2014 tentang Pedoman Kurikulum 2013 mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab.
3. Kompetensi Dasar (KD)
Kompetensi Dasar adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus diperoleh Peserta Didik melalui
pembelajaran. (PP. 32 tentang SNP). Kompetensi Dasar adalah merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap
kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata
pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan

193
berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat
dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan
menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresif atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah
eklektik seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi, maka nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum
yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi
Inti.

4. Menghitung RPE (Rencana Pekan Efektif)


1. Pengertian Pekan Efektif

Pekan efektif adalah hitungan hari-hari efektif yang ada pada tahun pelajaran berlangsung. Untuk menyusun RPE
yang harus dilihat dan diperhatikan adalah kalender akademik yang sedang berlangsung yang menjadi pedoman
sekolah dalam menetapkan jumlah minggu/pekan efektifnya, Jadwal pelajaran definitifnya dan juga kalender atau
almanak secara umum. (contoh kalender akademik ada pada lampiran).
2. Cara menghitung pekan efektif

Untuk lebih memudahkan dalam menghitung jumlah pekan efektif dalam satu semester sebaiknya menentukan
terlebih dahulu jumlah hitungan hari hari efektifnya dalam satu semester. Sebagai contoh format rincian hari efektif
sebagai berikut:

194
RINCIAN HARI/PEKAN EFEKTIF
TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Bulan
Smt Hari Jumlah
Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan
Senin
Selasa
Rabu
I Kamis
Jumat
Sabtu
Total

Bulan
Smt Hari Jumlah
Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan
Senin
Selasa
Rabu
II Kamis
Jumat
Sabtu
Total

RINCIAN PEKAN EFEKTIF (RPE)


Satuan Pendidikan :

195
Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam
Kelas / Semester : /
Alokasi Waktu : x Menit
a. Hari Mengajar ( )
Hari Juli Agu Sep Okt Nop Des Jan Jumlah

Jumlah pekan dalam semester

Nomor Urut Nama Bulan Jumlah Pekan


1. Juli
2. Agustus
3. September
4. Oktober
5. Nopember
6. Desember
Jumlah
b. Banyaknya Pekan
No Bulan Banyak Pekan Banyak Jam
1. Juli
2. Agustus
3. September
4. Oktober
5. Nopember
6. Desember
7. Januari
Jumlah
196
3. Banyaknya Pekan Tidak Efektif
Pekan tidak efektif adalah banyaknya pekan yang terdapat dalam kalender pendidikan tetapi tidak dapat
dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran/tatap muka terstruktur dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan materi
pembelajaran di kelas. Yang menentukan banyaknya pekan tidak efektif adalah satuan pendidikan
diselenggarakannya kegiatan pembelajaran tersebut.
Sebagai contoh yang disepakati oleh sekolah X sebagai pekan tidak efektif:
Perayaan 17 Agustus
Ulangtahun sekolah, dll
Jumlah pekan efektif

4. Banyak Pekan Efektif


Jumlah semua Pekan dikurangi jumlah pekan tidak efektif=
Jumlah jam efektif

5. Distribusi Alokasi Waktu


Pembangian /pendistribusian jumlah pekan efektik ke dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran selama semester
berjalan. Komponen dalam distribusi alokasi waktu mencakup kegiatan sbb:
UTS : x3 =
197
UAS : x3 =
Uji Kompetensi : x3 =
Cadangan : x3 =
Tatap Muka : x3 =
Pekan Efektif = jam pelajaran
6. Penyusunan Program Alokasi Waktu
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran guru lebih dulu memprogramkan waktu baik dalam
pengalokasian waktu maupun waktu kegiatan belajar mengajar. Pengalokasian waktu dimaksud dapat disusun dalam
bentuk format program tahunan (prota) program semester (promes) yang disesuaikan dengan kalender pendidikan
yang telah dibuat lebih dulu.
Contoh format program semester ganjil

Juli Agustus Sept. Okt.


No KD Waktu
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4

5. Silabus
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan

198
media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP
disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan. (Permendikbud No.65 Tahun 2013).
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk tiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling
sedikit memuat: Identitas mata pelajaran, kompetensi inti, kompetensi dasar, materi Pokok/tema (untuk tingkat SD/MI),
pembelajaran; penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan
dan Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran
tertentu.Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Silabus mencakup: (1) Identitas Mata Pelajaran, (2) Identitas Sekolah, (3) Kompetensi Inti, (4) Kompetensi Dasar, (5)
Materi Pokok, (6) Pembelajaran, (7) Penilaian, (8) Alokasi Waktu, dan (9) Sumber Belajar. (Contoh silabus terlampir)

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu
yang mencakup: data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; materi pokok; alokasi waktu; tujuan pembelajaran,
kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi; materi pembelajaran; metode pembelajaran; media, alat dan sumber
belajar; langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan penilaian.
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan peserta didik dalam upaya mencapai KD, sesuai dengan standar proses
pembelajaran. Setiap guru dalam satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP matapelajaran yang diampunya, di bawah

199
supervisi guru senior yang ditunjuk, kepala sekolah, pengawas, atau dari LPTK yang relevan. RPP disusun sebelum awal
tahun pelajaran, dan menjadi bagian KTSP Alur RP.

KI dan KD SILABUS RPP

a. Prinsip-prinsip Pengembangan RPP


1) Perbedaan individual peserta didikantara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat,
motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2) Partisipasi aktif peserta didik.
3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi,
inovasi dan kemandirian.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca,
pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keragaman budaya.

200
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasisecara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.
b. Komponen dan Sistematika RPP
Landasan yang digunakan dalam penyusunan RPP adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 Pasal 20, yang
berbunyi: Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, indikator, metode pembelajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar. Dengan demikian, RPP minimal harus memuat Tujuan Pembelajaran, Materi Pembelajaran,
Metode Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian. Agar guru mendapatkan manfaat dari RPP yang
dikembangkannya, maka muatan minimal RPP tersebut perlu dilengkapi dengan rincian langkah manajerial guru
dalam pembelajaran.
Komponen RPP terdiri atas: (1) Identitas sekolah, (2) Mata pelajaran atau tema/sub tema, (3) Kelas/semester, (4)
Materi pokok, (5) Alokasi waktu, (6) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, (7) Kompetensi dasar
dan indikator pencapaian kompetensi, (8) Materi pembelajaran, (9) Metode pembelajaran, (10) Media pembelajaran,
(11) Sumber belajar, (12) Langkah-langkah pembelajaran, dan (13) Penilaian.
c. Langkah-langkah Pengembangan RPP
1) Mengkaji Silabus pada Kurikulum tingkat nasional
Secara umum, untuk setiap materi pokok pada setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan aspek KI (sikap
kepada Tuhan, sikap diri dan terhadap lingkungan, pengetahuan, dan keterampilan). Untuk mencapai 4 KD
tersebut, di dalam silabus dirumuskan kegiatan siswa secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar
proses. Kegiatan siswa ini merupakan rincian dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati

201
(observes), menanya (questions), mengumpulkan informasi, mengolah (associate) dan mengkomunikasikan.
Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan
guru dalam pembelajaran, yang membuat siswa aktif belajar. Pengkajian terhadap silabus juga meliputi
perumusan indikator KD dan penilaiannya.
2) Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
Mengidentifikasi materi pembelajaran yang menunjang pencapaian kompetensi dasar dengan
mempertimbangkan: a) potensi peserta didik; b) relevansi dengan karakteristik daerah, c) tingkat perkembangan
fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; d) kebermanfaatan bagi peserta didik; e) struktur
keilmuan; f) aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran; g) relevansi dengan kebutuhan peserta
didik dan tuntutan lingkungan; dan h) alokasi waktu.
3) Menentukan Tujuan
Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan
mengacu pada indikator, paling tidak mengandung dua aspek: Audience (peserta didik) dan Behavior (aspek
kemampuan).
4) Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi dari KD
a. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
b. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah
c. Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

202
Prinsip pengembangan indikator adalah Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Kontekstual. Keseluruhan
indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, prilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang
merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten.
5) Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar
memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar
dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
b) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan guru, agar peserta didik dapat
melakukan kegiatan seperti di silabus.
c) Kegiatan pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-langkah guru dalam membuat
siswa aktif belajar. Kegiatan ini diorganisasikan menjadi kegiatan: Pendahuluan, Inti, dan Penutup. Kegiatan
inti dijabarkan lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, yakni:
mengamati (observes), menanya (questions), mengumpulkan informasi, mengasosiasikan (associates) dan
mengkomunikasikan. Untuk pembelajaran yang bertujuan menguasai prosedur untuk melakukan sesuatu,

203
kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, peniruan oleh peserta didik,
pengecekan dan pemberian umpan balik oleh guru, dan pelatihan lanjutan.
6) Penjabaran Jenis Penilaian
Di dalam silabus telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik
dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis
maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena pada setiap pembelajaran siswa didorong untuk
menyajikan karya, maka portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang
proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
a) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu KD-KD pada KI-3 dan KI-4.
b) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua
indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan
yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.

204
d) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses
pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah
kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran.
Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus
diberikan baik pada proses misalnya teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi
lapangan.
7) Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu
mata pelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus
merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang
beragam. Oleh karena itu, alokasi tersebut dirinci dan disesuaikan lagi di RPP.
8) Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa
media cetak dan elektronik, nara sumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Sumber belajar cetak
utama adalah Buku Babon (Kurikulum tingkat nasional) dan Buku Suplemen (Kurikulum tingkat daerah). Oleh
karena peserta didik didorong untuk mencari informasi, maka internet juga menjadi sumber.

205
MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS ICT

1. Pengertian Media Pembelajaran


Media berasal dari bahasa Latin, bentuk jamak dari “Medium” yang berarti “Perantara” atau “Pengantar”, yaitu
perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya
proses belajar pada diri peserta didik. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977)
mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru
untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke–21 usaha pemanfaatan visual
dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media
pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media Pembelajaran berbasis ICT adalah alat yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Dalam sistem ini interaksi antara pengajar (guru) dan peserta (murid) ajar tidak harus saling bertatap
muka (bertemu) secara fisik seperti halnya dalam sistem pendidikan konvensional, mereka bertemu dalam ruang teknologi
informasi (internet) dengan memanfaatkan suatu media yang disebut komputer.
2. Fungsi dan Kegunaan Media Pembelajaran
Ada beberapa fungsi media pembelajaran:
206
1) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap
peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti
ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut.
Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke
peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang
dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2) Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di
dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena: (a) obyek terlalu besar; (b) obyek
terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu
kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui
penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3) Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4) Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6) Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7) Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8) Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak.
Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15) merinci tentang fungsi media pembelajaran sebagai
berikut:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir

207
2. Memperbesar perhatian siswa.
3. Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar
4. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan siswa.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu
6. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan berbahasa.
7. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisiensi dan keragaman yang
lebih banyak dalam belajar.
3. Kegunaan Media Pembelajaran
Secara umum media mempunyai kegunaan:
1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya (self
regulated learning).
5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran adalah:
1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
2) Pembelajaran dapat lebih menarik
3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar
4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek
208
5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan
6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan
7) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan
8) Peran guru berubah kearah yang positif

Adapun Internet and Communication Technology (ICT) memilliki tiga fungsi utama yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu (1) teknologi berfungsi sebagai alat (tools), untuk membantupembelajaran, misalnya dalam mengolah
kata, (2) Teknologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan (science), (3) Teknologi berfungsi sebagai bahan dan alat bantu untuk
pembelajaran (literacy).Dalam hal ini teknologi dimaknai sebagai bahan pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu
untukmenguasai sebuah kompetensi berbantuan komputer. Dalam hal ini posisi teknologi tidak ubahnya sebagai guru yang
berfungsi sebagai: fasilitator, motivator, transmitter, dan evaluator. Sebagai bagian dari pembelajaran, teknologi/ICT memiliki
tiga kedudukan, yaitu sebagai suplemen, komplemen, dan substitusi (Riyana, 2008).
Moldstad (dalam Harsya W Bachtiar, 1984) menyatakan bahwa media pembelajaran berbasis ICT dalam proses
pembelajaran akan dapat menimbulkan kondisi-kondisi positif, seperti:
1. Belajar lebih banyak terjadi jika media diintegrasikan dengan program instruksional yang tradisional.
2. Jumlah belajar yang setara sering dapat tercapai dalam waktu yang lebih singkat dengan menggunakan teknologi
instruksional.
3. Program instruksional dengan menggunakan berbagai media yang didasarkan pada suatu pendekatan sistem, seringkali
memudahkan siswa dalam belajar secara lebih efektif.

209
4. Program-program multimedia dan atau tutorial audio untuk pembelajaran biasanya lebih disukai siswa bila
dibandingkan dengan pengajaran tradisional.

4. Prinsip Pengembangan Media Pembelajaran (ASSURE)


Model ASSURE adalah sebuah model pengembangan media yang dikembangkan oleh Heinich dan kawan-kawan
(1982) dalam mengembangkan perencanaan penggunaan dan pembuatan media yang efektif. ASSURE merupakan
kepanjangan dari huruf berikut ini:
A–Analyze leraner characteristic (menganalisis karakteristik siswa)
S –State objective (merumuskan tujuan)
S –Select or modify media (memilih dan memodifikasi media)
U–Utilize (menggunakan media)
R–Require learner response (meminta tanggapan siswa terhadap media yang digunakan
E–Evaluate (mengevaluasi seberapa jauh tingkat efektifitas penggunaan media

5. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran


Terdapat berbagai jenis dan karakteristik media belajar, diantaranya:
a. Media Grafis:
1) Gambar Atau Foto
Gambar atau foto yang baik untuk media pendidikan:
a) Autentik, yaitu gambar/foto tersebut jujur melukiskan situasi apa adanya.
b) Sederhana, komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin pokok dalam gambar.

210
c) Ukuran relatif, gambar atau foto bisa menyesuaikan dengan kondisi.
d) Mengandung perbuatan.
e) Harus mencapai tujuan pembelajaran.
f) Tidak setiap yang bagus merupakan media yang bagus.
2) Sketsa
3) Diagram
4) Bagan/Chart
Bagan yang baik: (1) dapat dimengerti, (2) sederhana, dan (3) dapat di-update.
5) Grafik
6) Kartun
7) Poster
8) Peta dan Globe
9) Papan Flanel
10) Papan Buletin

b. Media Audio:
1) Radio
2) Alat perekam pita magnetik
3) Laboratorium bahasa

c. Media Proyeksi Diam

211
1) Film bingkai
2) Film rangkai
3) Media transparansi
4) Proyektor tidak tembus pandang
5) Mikrofis
6) Film
7) Film gelang
8) Televisi
9) Video
10) Permainan dan simulasi

6. Media Teknologi Informasi dan Komunikasi


a. Situs internet arab
b. E-Kutub Arabiyah (e-book)
c. CD Multimedia Interaktif
d. Games online/offline
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media
maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media.
Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis
media yang bersifat interaktif.

212
7. Peranan Media dalam Pembelajaran
Peranan beberapa karakteristik tersebut sangan urgent dalam hasil belajar. Edgar Dale memberikan gambaran dari
hasil belajar melalui kerucut pengalamannya atau biasa dikenal corn of experiences. Kerucut tersebut semakin kebawah
semakin kongkrit hasil belajar para siswa.
1. Lambang Kata menempati kerucur yang paling atas yang bermakna bahwa apabila guru hanya menyampaikan pesan maka
hasil belajar hanyalah ruangan yang sempit.
2. Lambang Visual menempati urutan yang kedua, pada lambang visual hasil belajar lebih lebar yang menandakan bahwa
dengan belajar melalui Visualisasi, hasil belajar lebih banyak dibanding dengan kata.
3. Gambar Tetap atau Rekaman, dan Radio menempati urutan yang berikutnya, hasil belajar lebih banyak diperoleh.
4. Gambar Hidup menempati urutan beikutnya, hasil belajar lebih banyak daripada yang di atas.
5. Televisi. Hasil belajar semakin banyak diperoleh melalui layar televisi.
6. Pameran Museum, hasil belajar semakin banyak.
7. Darmawisata, demikian juga darmawisata akan mengahsilkan produk belajar lebih banyak.
8. Percontohan, melalui percontohan hasil yang didapatkan dalam belajar semakin banyak.
9. Pengalaman Dramatisasi. Melalui pengalaman dramatisasi hasil belajar semakin bertambah banyak.
10. Pengalaman Tiruan, demikian juga pengalaman tiruan, hasil belajar semakin bertambah banyak.
11. Pengalaman Langsung, melalui pengalaman langsung ini pembelajaran akan menghasilkan produk pembelajaran yang
efektif.

213
Kerucut pengalaman Edgar Dale
Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya
media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media
cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan
video bisa digunakan. Di samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya,
ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis.

8. Konsep Dasar Sumber Belajarn; Perbedaan Sumber, Alat, dan Bahan


a. Sumber Belajar (Learning Resources)
Sumber belajar adalah segala daya yang bisa dimanfaatkan sebagai media pengajaran untuk kepentingan proses belajar
mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.

214
Sumber belajar pengertian sempit misalnya buku-buku atau bahan-bahan cetak atau buku-buku teks yang digunakan
sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran. Sember belajar dalam pengertian luas adalah sumber belajar yang
dihasilkan oleh Edgar Dale dalam kerucut pengalamannya (Cone of Experience)yaitu menyatkan bahwa pengalamannya itu
adalah sumber belajar (Nana Sujana, 89:76) Sumber belajar tersebut menjadi sangat luas maknanya, seluas hidup itu sendiri,
karena segala sesuatu yang dialami dianggap sebagai sumber belajar/sebagai media pengajaran ddengan tujuan tertentu yang
telah dirumuskan sebelumnya.
Sumber belajar pada prinsipnya adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan dalam
belajarnya. dalam pengembangan sumber belajar itu terdiri dari dua macam yaitu:

1). Sumber belajar yang dirancang atau secara sengaja dibuat atau dipergunakan untuk membantu belajar mengajar, biasa
disebut Learning resources by design (sumber belajar yang dirancang). Misalnya buku, brosur, ensklopedi, film, video,
tipe, slides, film strips, OHP. Semua perangkat keras ini memang secara sengaja dirancang guna kepentingan kegiatan
pengajaran.
2). Sumber belajar yang dimafaatkan guna memberi kemudhan kepada Seseorang dalam belajar berupa segala macam sumber
belajar yang ada disekeliling kita. Sumber belajar tersebut tidak dirancang untuk kepentingan tujuan suatu kegiatan
pengajaran. Sumber belajar ini disebut learning resources by ultilization. (Isbani, 87:6). Misalnya, pasar, toko, museum,
toko masyarakat dan sebagainya yang adanya dilingkungan sekitar seperti taman dan sebagainya yang adanya di
lingkungan sekitar seperti taman, gedung lembaga Negara, dan lain-lain. Segenap sumber belajar yang dirancang maupun
yang tidak dirancang diklasifikasikan sebagai orang, peralatan, teknik atau metode dan kondisi atau lingkungan. Dalam
prakteknya, segala macam sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan, tidak selalu harus dibedakan
karena memang sulit untuk diidentifikasikan secara tegas.
215
b. Klasifikasi Sumber Belajar
Klasifikasi Jenis-Jenis Sumber Belajar

JENIS SUMBER CONTOH


PENGERTIAN
BELAJAR DIRANCANG DIMANFAATKAN
Pesan (Message) Informasi yang harus Bahan-bahan pelajaran. Cerita rakyat dongeng,
disalurkan oleh komponen nasihat.
lain berbentuk ide, fakta,
pengertian data.
Manusia (People) Orang yang menyimpang Guru, aktor, siswa, Nara sumber, pemuka
informasi atau pembicara pemain. Tidak masyarakat, pimpinan
menyalurkan informasi. termasuk teknisi ilmu kantor, responden.
Tidak termasuk yang Kurikulum.
menjalankan fungsi
pengembangan dan
pengelolaan sumber
belajar.
Bahan (Materials) Sesuatu, bisa disebut Transparansi, film, Rellef, candi arca,
media/software yang slides, tape, buku, peralatan teknik.
mengandung pesan untuk gambar, lan lain-lain.
disajikan melalui
pemakian alat.
Peralatan Sesuatu, bisa disebut OHP, Proyektor, slides, Generator, mesin,
(Devide) media/hadware yang film, tape, buku, gambar, alat-alat mobil.
menyalurkan pesan untuk dan lain-lain.
disajikan yang ada dalam
software.
Teknik/Metode Prosedur yang disiapkan Ceramah, diskusi Permainan sarasehan,
(Technique) dalam mempergunakan sosiodrama, simulasi, percakapan
216
bahan pelajaran, peralatan, kuliah,belajar mandiri. biasa/spontan.
situasi, dan orang untuk
menyampaikan pesan.
Lingkungan Situasi sekitar dimana Ruang kelas, studio, Taman, kebun, pasar,
(Setting) pesan perpustakaan, museum, toko.
disalurkan/ditranmisikan auditorium, aula.

Klasifikasi lain yang bisa dilakukan terhadap sumber belajar sebagai berikut;

1) Sumber belajar tercetak; buku majalah, brosur, koran, poster denah, ensklopedi, kamus, booklet, dan lain-lain.
2) Sumber belajar non cetak; film, slides, video, model, audiocassette, transparasi, reali, obyek, dan lain-lain.
3) Sumber belajar yang berbentuk fasilitas; perpustakaan, ruang belajar, carrel, studio, lapangan olah raga, dan lain-lain.
4) Sumber belajar berupa kegiatan; wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi, permainan, dan lain-lain.
5) Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat; taman, terminal pasar, toko, pabrik, museum, dan lain-lain.

9. Komponen dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sumber Belajar

Komponen adalah bagian-bagian yang selalu ada di dalam sumber belajar itu, dan bagian-bagian itu merupkan satu
kesatuan yang suli berdiri sendiri sekalipun mungkin dapat dipergunakan secara terpisah.
a. Komponen-komponen sumber belajar, antara lain:
1) Tujuan, misi, atau fungsi sumber belajar.
2) Bentuk, format, atau keadaan fisik sumber belajar
3) Pesan yang dibawah oleh sumber belajar
4) Tingkat kesulitan atau koleksitas pemakian sumber belajar

217
b. Faktor-faktor yang berpengaruh kepada sumber belajar, antara lain:
1) Perkembangan teknologi
2) Nilai-nilai budaya setempat
3) Keadaan ekonomi pada umumnya
4) Keadaan pemakai

c. Fungsi/Peran Sumber Belajar


Fungsi/peranannya antara lain:
1. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan
a. Membantu guru untuk menggunakan waktu dengan secara lebih baik dan efektif.
b. Meningkatkan laju kelancaran belajar
c. Mengurangi beban guru dalam penyajian informasi sehingga lebih banyak kesempatan dalam pembinaan dan
pengembangan airah belajar siswa.
2. Memberi kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan;
a. Mengurangi fungsi control guru yang sifatnya kaku dan tradisional
b. Memberikan kesempatan pada siswa/murid untuk berkembang sesai dengan kemampuanya.
3. Memberikan dasar-dasar pengajaran yang lebih ilmiah dengan jalan
a. Merencanakan program pendidikan secara lebih sistematis
b. Mengembangkan bahan pengajaran melalui upaya penelitian terlebih dahulu.
c. Meningkatkan pemantapan pengajaran dengan jalan
d. Meningkatkan kemampuan manusia dengan berbagai media
218
e. Menyajikan informasi maupun data secara lebih mudah, jelas dan kongkrit. (isbani, 1987:10).
10. Pengembangan Media Pembelajaran
Langkah Pengembangan Media Pembelajaran
a) Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar.
b) Mengkaji media yang cocok dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dan bagaimana cara pencapaiannya.
c) Merumuskan strategi dan caranya.
d) Mengembangkan naskah atau isi pesan. Siapa yang akan menggunakan media pembelajaran? Apa pesan pokok yang akan
disampaikan? Apakah ada media yang sudah dipakai? Apakah ada sumber informasi lain?
e) Memilih bentuk dan jenis media pembelajaran.
f) Merancang dan menyelesaikan media pembelajaran. Bagaimana penyelesaian tugas. Apakah semua tugas bisa
diselesaikan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan.
g) Melakukan uji coba dan evaluasi. Sebelum media digunakan dalam proses belajar mengajar, sebaiknya diuji cobakan
terlebih dahulu dan dievaluasi kehandalannya.
h) Melakukan perbaikan.
i) Melakukan evaluasi penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar.

11. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis ICT


Pemanfaatan ICT dalam konteks pendidikan pada dasarnya lebih cenderung pada proses pembelajaran itu sendiri.
Pembelajaran yang memanfaatkan ICT ini biasanya menggunakan perangkat hardware dan software dalam aplikasinya
seperti, perangkat komputer yang tersambung dengan jaringan internet, LCD, projektor, CD pembelajaran, televisi, bahkan
219
menggunakan web atau situs-situs tertentu dalam internet. Dengan adanya jaringan internet ini seseorang dapat mengakses
data apa saja dengan melakukan browsing ke berbagai penyelia data (server) di berbagai belahan bumi ini. Artinya dengan
adanya internet ini masalah ruang tidak menjadi halangan. Sebagai misal kita dapat mengakses data dari berbagai tempat di
Amerika dengan memanfaatkan layanan Yahoo, hanya dalam hitungan detik berbagai data berhasil kita akses.
Media pembelajaran berbasis ICT ini dapat digunakan dalam:

a. Pencarian Data Melaui Search Engine (Mesin Pencarian)


Search engine adalah salah satu fasilitas internet yang dijalankan melalui browser untuk mencari informasi yang kita
inginkan. Search engine menampung database situs-situs dari seluruh dunia yang jumlahnya milyaran halaman web,
cukup dengan memasukkan kata kunci-nya maka search engine akan menampilkan beberapa link situs yang disertai dengan
keterangan singkat.
c. Yahoo Mail dan Langkah-langkah Penggunaannya dalam Pembelajaran
Email adalah singkatan dari Electronic Mail atau jika dalam bahasa Indonesia adalah surat elektronik. Melalui email
kita dapat mengirim surat elektronik baik berupa teks maupun gabungan dengan gambar, yang dikirimkan dari satu alamat
email ke alamat lain di jaringan internet. Seperti layaknya surat biasa pada umumnya, email berfungsi untuk mengirimkan
surat atau pesan kepada orang lain.
d. Pembuatan Blog Pembelajaran
Blog adalah situs web Anda yang mudah digunakan, fasilitas ini dapat dengan cepat memposting pemikiran Anda,
berinteraksi dengan orang lain, mempublikasikan karya, pengumuman dan banyak lagi keuntungan lainnya. Karena mudah
dan praktis Blok bisa digunakan tidak hanya untuk kepentingan komunikasi tetapi juga digunakan sebagai media

220
pembelajaran yang memungkin semua orang bisa mengaskesnya. Penggunaan Blog dalam Pembelajaran bisa dijadikan media
interaksi antara guru dan pakar (guru); antara guru dan siswa, antar siswa dan siswa yang berkaitan dengan materi pendidikan.
Blog untuk kuliah maya, memuat:
 Daftar mata kuliah
 Silabus
 Materi kuliah (ppt, pdf, doc, jpg, dll)
 Referensi (e-book, url addres)
 Pengumuman-pengumuman, tugas-tugas
 Forum diskusi (milis, chating, instant messenger)
 Profil dan kontak guru
 Ujian
e. Media Pembelajaran Berbasis Slide Presentasi
a) Mengenal Program Power Point dan Manfaatnya dalam Pembelajaran
Microsoft Power Point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang
efektif, professional, dan juga mudah. Microsoft Power Point akan membantu sebuah gagasan menjadi
lebih menarik dan jelas tujuannya jika dipresentasikan karena Microsoft Power Point akan membantu dalam
pembuatan slide, outline presentasi, presentasi elektronika, menampilkan slide yang dinamis, termasuk clip
art yang menarik, yang semuanya itu mudah ditampilkan di layar monitor komputer. Manfaat Program Power
Point dalam Pembelajaran: (1) penyampaian materi pembelajaran lebih menarik, (2) menciptakan pembelajaran
yang efektif dan efisien, dan (3) materi pembelajaran disampaikan secara utuh melalui pointer-pointer materi.

221
a. Pengenalan Program Aplikasi Media Pembelajaran
Ada banyak program aplikasi berbasis ICT yang dapat digunakan dalam pembelajaran:
1) Program Al-Qur’an Flash
Program ini adalah mushaf al-Qur’an digital yang dapat dibaca dan dibuka seperti ketika membaca mushaf al-
Qur’an sebagaimana biasa yang dilengkapi dengan ayat-ayat yang berwarna warni sebagai petunjuk hukum
bacaan tajwid, program ini sangat berguna bagi guru yang akan mengajarkan membaca al-Qur’an di kelas
secara klasikal.
2) Program Al-Qur’an in Word
Program al-Qur’an in Word adalah program penulisan teks ayat al-Qur’an lengkap dengan harakat dan
terjemahannya dalam beberapa bahasa yang dipalikasikan pada program MS. Word. Program ini sangat
membantu bagi kita umat Islam yang ingin menulis ayat al-Qur’an dengan mudah tanpa hawatir muncul
kesalahan dalam penulisan ayat karena menulis secara manual menggunakan MS. Word.
3) Program KV-Soft Flipbook
Program ini merupakan program pengembangan media pembelajaran berbasis e-book karena dengan
memahami program ini siapapun dapat membuat buku, kitab, mushaf maupun gambar menjadi format buku
elektronik yang bisa dibuka dan dibaca menggunakan komputer. Kvisoft Flipbook Maker adalah jenis
perangkat lunak profesional untuk mengkonversi file PDF ke bentuk seperti buku. Halaman yang dapat di
tambah fungsi editing memungkinkan Anda untuk menanamkan video, gambar, audio, hyperlink, hotspot dan
objek multimedia ke halaman. Sehingga untuk membuat halaman buku multimedia menjadi begitu mudah
dengan software ini.

222
BAHAN AJAR

1. Pengertian, Kedudukan, dan Fungsi Bahan Ajar


a. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Secara umum Bahan Ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu
guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun
bahan tidak tertulis. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat menguasai kompetensi melalui materi yang disajikan
secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
(Marno 2011). Paulina Pannen (2001) menyebutkan bahwa bahan ajar sebagai bahan-bahan atau materi pelajaran yang
disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Meneurut Andi Prastowo
(2011) menyatakan pemahaman bahan ajar sebagai segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara
sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.
Yuniwati (2012) menyimpulkan, bahwa bahan ajar merupakan susunan sistematis dari berbagai bentuk bahan
pembelajaran (baik tertulis seperti buku pelajaran, modul, handout, LKS atau yang tidak tertulis seperti maket, bahan ajar
audio, bahan ajar interaktif) yang di pakai atau digunakan sebagai pedoman atau panduan baik oleh pendidik atau instruktur
dalam rangka proses pembelajaran serta memberikan materi kepada peserta didik.

223
Bahan ajar umumnya didesain dengan tujuan tertentu (by design) yakni disusun dengan sistematika tertentu untuk
keperluan pembelajaran dan dalam kerangka pencapaian kompetensi yang diharapkan. Berbeda dengan buku teks pada
umumnya yang merupakan sumber informasi yang disusun dengan struktur dan urutan berdasar bidang ilmu tertentu, dia
tidak berorientasi pada proses pembelajaran atau pencapaian kompetensi sebagaimana bahan ajar.
Perbedaan karakteristik antara bahan ajar dan buku teks antara lain dapat digambarkan di bawah ini:
Bahan ajar Buku Teks
1. Menimbulkan minat baca 1. Mengasumsikan minat dari pembaca
2. Ditulis dan dirancang untuk siswa 2. Ditulis untuk pembaca (guru, dosen)
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran 3. Dirancang untuk dipasarkan secara luas
4. Disusun berdasar kan pola belajar yang 4. Belum tentu menjelaskan tujuan instruksional
fleksibel 5. Disusun secara linear
5. Struktur berdasarkan kebutuhan siswa 6. Stuktur berdasar logika bidang ilmu
dan kompetensi akhir yang akan dicapai. 7. Belum tentu memberikan latihan
6. Memberi kesempatan pada siswa untuk 8. Tidak mengantisipasi kesukaran belajar siswa
berlatih 9. Belum tentu memberikan rangkuman
7. Mengakomodasi kesulitan siswa 10. Gaya penulisan naratif tetapi tidak komunikatif
8. Memberikan rangkuman 11. Sangat padat
9. Gaya penulisan komunikatif dan semi 12. Tidak memilki mekanisme untuk mengumpulkan
formal umpan balik dari pembaca.
10. Kepadatan berdasar kebutuhan siswa
11. Dikemas untuk proses instruksional
12. Mempunyai mekanisme untuk
mengumpulkan umpan balik dari siswa
13. Menjelaskan cara mempelajari bahan
ajar.

b. Manfaat Bahan Ajar dalam Sistem Pembelajaran

224
Sebagaimana disebutkan dalam Sisdiknas tahun 2003 bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dengan
siswa dan dengan sumber belajar dalam lingkungan pembelajaran. Menurut sisdiknas tersebut ada tiga komponen penting
dalam pembelajaran yaitu; guru, siswa dan sumber atau bahan ajar. Kegiatan belajar tidak akan berjalan dengan baik kalau
tidak tersedia sumber dan bahan ajar, untuk dapat membelajarkan siswa maka mutlak diperlukan bahan ajar, sehingga
memungkinkan siswa dapat belajar dimana dan kapan saja melalui sumber dan bahan ajar yang disiapkan. Sebab itu
kedudukan bahan ajar sangat penting sekali dalam proses pembelajaran. Hubungan antara komponen tersebut seperti
digambarkan di bawah ini:

Peserta Pendidik

Sumber
Lingkungan Belajar

225
Dalam proses pembelajaran kedudukan bahan ajar sangat penting sekali, manfaat bahan ajar bagi guru antara lain; (1)
menghemat waktu mengajar, (2) menempatkan guru sebagai fasilitator dan (3) menciptakan suasana pembelajaran lebih
efisien & interaktif.
Sementara bagi siswa dapat; (1) mendorong siswa menjadi pembelajar mandiri; (2) memperluas waktu belajar kapan
saja bias; (3) bisa belajar tanpa guru; (4) dapat belajar dengan kecepatan masing-masing; (5) dapat belajar dengan urutan
yang dipilih sendiri dan membiasakan untuk membaca ilmu pengetahuan.
Selanjutnya bahan ajar berfungsi untuk:
a. Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk
menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih
banyak membina dan mengembangkan gairah.
b. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang
kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya.
c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang
lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian. Lebih memantapkan
pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara
lebih kongkrit.
d. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan
abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung.

2. Jenis-jenis Bahan Ajar

226
Bahan ajar secara lebih sempit lagi dipahami sebagai materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar
terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur),
keterampilan, dan sikap atau nilai.
Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dsb.
Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek (Contoh kursi adalah
tempat duduk berkaki empat, ada sandaran dan lengan-lengannya).
Termasuk materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang
menggambarkan “jika..maka….”, misalnya “Jika logam dipanasi maka akan memuai”, rumus menghitung luas bujur sangkar
adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam
mengerjakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah menjalankan ibadah sholat; langkah-langkah berwudlu. Materi jenis
sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-
menolong, semangat dan minat belajar, semangat bekerja, dsb.
Untuk membantu memudahkan memahami keempat jenis materi pembelajaran aspek kognitif tersebut, perhatikan tabel
di bawah ini.
Tabel 1
Klasifikasi Materi Pembelajaran Fakta, Konsep, Prosedur, dan Prinsip

No Jenis Materi Pengertian dan contoh


1. Fakta Menyebutkan kapan, berapa, nama, dan di mana.

227
Contoh:
Ka’bah terletak di makkah; Masjid terbesar di Asia bernama Istiqlah yang
berada di Jakarta Negara Indonesia.
2. Konsep Definisi, identifikasi, klasifikasi, ciri-ciri khusus.
Contoh:
Hukum ialah peraturan yang harus dipatuh-taati, dan jika dilanggar dikenai
sanksi berupa denda atau pidana.
3. Prinsip Penerapan dalil, hukum, atau rumus. (Jika…maka….).
Contoh:
Jika kita berbuat kebaikan maka kita akan mendapat pahala dari Allah dan
melalui ridloNya kita akan dimasukkan ke dalam surgaNya
4. Prosedur Bagan arus atau bagan alur (flowchart), algoritma, langkah-langkah
mengerjakan sesuatu secara urut.
Contoh:
Langkah-langkah melakukan wudlu ialah:
1. Niat
2. Membasuh Muka
3. Membasuk kedua tangan sampai ke siku
4. Mengusap rambut
5. Membasuk kedua kaki hingga mata kaki
6. Tertib

Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran.
Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar.
Bahan ajar pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk keperluan pembelajarn, bahan ajar
berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan

228
siswa belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu; bahan cetak (printed);
Bahan ajar dengar (audio); bahan ajar lihat-dengar (audio visual) dan bahan ajar interaktif.
a. Bahan cetak (printed)
Bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.
Bahan cetak dapat disajikan dalam berbagai bentuk. Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan
mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstaed yaitu : (a) Bahan tertulis biasanya
menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang
dipelajari; (b) Biaya untuk pengadaannya relative sedikit; (c) Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah
dipindah-pindahkan; (d) Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu; (e) Bahan tertulis relative ringan
dan dapat dibaca di mana saja; (f) Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti
manandai, mencatat, membuat sketsa; (g) Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar, (h)
Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri
Adapun macam-macam bahan ajar cetak antara lain:
1) Handout: adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik. Handout
biasanya diambil dari beberapa literature yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi dasar
dan materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik. Saat ini handout dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara
lain dengan cara download dari internet, atau menyadur dari sebuah buku.
2) Buku: adalah adalah bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan. Oleh pengarangnya isi buku di dapat dari
berbagai cara misalnya: hasil penelitian, hasil pengamatan, aktualisasi pengalaman, otobiografi, atau hasil imajinasi

229
seseorang yang disebut sebagai fiksi. Buku sebagai bahan ajar merupakan buku yang berisi suatu ilmu pengetahuan hasil
analisis terhadap kurikulum dalam bentuk tertulis.
3) Modul: adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar yang telah disebutkan
sebelumnya. Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran
dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat
menyelesaikan satu atau lebih kompotensi dasar dibandingkan dengan peserta didik, disajikan dengan menggunakan
bahasa yang baik, menarik, dilengkapi dengan ilustrasi.
4) Lembar Kegiatan Siswa ( student work sheet): adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan
peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas
yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat
digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta
didik secara baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau refrensi lain yang terkait dengan materi tugasnya. Tugas-
tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis dan atau tugas-tugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas
membaca sebuah artikel tertentu, kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis dapat
berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan, misalnya survei tentang harga cabe dalam kurun waktu tertentu di suatu
tempat. Keuntungan adanya lembar kegiatan adalah memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa
akan belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis. Dalam menyiapkannya guru
harus cermat dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, karena sebuah lembar harus memenuhi paling
tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapainya atau tidaknya sebuah kompetensi dasar dikuasai oleh peserta didik.

230
5) Brosur: adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara bersistem atau cetakan yang hanya
terdiri atas beberapa halaman dan lipat tanpa dijilid atau selebaran cetakan yang berisi keterangan singkat tetapi lengkap
tentang perusahaan atau organisasi (Kamus besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, 1996). Dengan
demikian, maka brosur dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, selama sajian brosur diturunkan dari kompetensi dasar
yang harus dikuasai oleh siswa. Mungkin saja brosur dapat menjadi bahan ajar yang menarik, karena bentuknya yang
menarik dan praktis. Agar lembaran brosur tidak terlalu banyak, maka brosur didesain hanya memuat hanya satu
kompetensi dasar saja. Ilustrasi dalam sebuah brosur akan menambah menarik minat peserta didik untuk
menggunakannya.
6) Leaflet: adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dimatikan/dijahit. Agar terlihat menarik
biasanya leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat
serta mudah dipahami. Leaflet sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat menggiring peserta didik untuk
menguasai satu atau lebih kompetensi dasar.
7) Wallchart: adalah bahan cetak, biasanya berupa bagan siklus/proses atau grafik yang bermakna menunjukkan posisi
tertentu. Agar wallchart terlihat menarik bagi siswa maupun guru, maka wallchart didesain dengan menggunakan tata
warna dan pengeturan proporsi yang baik. Wallchart biasanya masuk dalam kategori alat bantu mengajar, namun dalam
hal ini wallchart didesain sebagai bahan ajar. Karena didesain sebagai bahan ajar, wallchart harus memenuhi kriteria
sebagai bahan ajar antara lain harus memiliki kejelasan tentang kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai
oleh peserta didk, diajarkan untuk berapa lama, dan bagaimana cara menggunakannya. Sebagai contoh wallchart tentang
siklus makhluk hidup binatang ular, tikus dan lingkungannya.

231
8) Foto: merupakan alat visual yang efektif karena dapat divisualisasika sesuatu yang akan dijelaskan dengan lebih konkrit
dan realistis. Informasi yang disampaikan dapat dimengerti dengan muda karena hasil yang diragakan lebih mendekati
kenyataan melalui foto yang diperlihatkan kepada anak-anak, dan hasil yang diterima oleh anak-anak akan sama. Foto ini
dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat yang lain dapat dilihat oleh orang yang berada jauh dari
tempat kejadian dalam bentuk setelah kejadian itu berlalu. Kalau kita memerlukan hasil yang hitam putih pergunakanlah
film hitam putih dan bila kita menghendaki hasil yang berwarna maka gunakan film yang berwarna.
Beberapa alasan penggunaan foto sebagai media pengajaran sebagai berikut:
a) Bersifat konkrit, para siswa akan dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan atau didiskusikan
b) Dapat mengatasi batas waktu dan ruang, melalui gambar dapat diperlihatkan kepada siswa foto-foto benda yang jauh
atau yang terjadi beberapa waktu lalu
c) Dapat mengatasi kekurangan daya mampu panca indra manusia. Misalnya benda-benda kecil yang tak dapat dilihat
dengan mata dan diperbesar sehingga dapat dilihat dengan jelas.
d) Dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu masalah
e) Mudah didapat dan murah biayanya, karenan dia mengandung nilai ekonomis dan meringankan beban sekolah yang
budgetnya terbatas
f) Mudah digunakan baik untuk perorangan maupun kelompok

b. Bahan ajar dengar (audio)


Bahan ajar dengan adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio,
piringan hitam, dan compact disk audio.

232
1) Kaset/piringan hitam/compact. Media kaset dapat menyimpan suara yang dapat secara berulang-ulang diperdengarkan
kepada peserta didik yang menggunakannya sebagai bahan jar. Bahan ajar kaset biasanya digunakan untuk pembelajaran
bahasa tau pembelajaran musik. Bahan ajar kaset tidak dapat berdiri sendiri, dalam penggunaannya memerlukan bantuan
alat dan bahan lainnya seperti tape recorder dan lembar skenario guru.
2) Radio adalah media dengar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, dengan radio peserta didik bisa belajar sesuatu.
Radio juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Program radio dapat dirancang sebagai bahan ajar, misalnya pada
jam tertentu guru merencanakan sebuah program pembelajaran melalui radio. Misalnya mendengarkan berita siaran
langsung suatu kejadian atau fakta yang sedang berlangsung.

c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual)


Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media audio visual seperti video
compact disk, film.
1) Video/film. Program video/film biasanya disebut sebagai alat bantu pandang dengar (audio visual aids/audio visual
media). Umumnya program video telah dibuat dalam rancangan lengkap, sehingga setaip akhir dari penayangan video
siswa dapat menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Baik tidaknya program video tentu saja tergantung pada desain
awalnya, mulai analisis kurikulum, penentuan media, skema yang menunjukkan sekuensi (dikenal dengan skenario) dari
sebuah program video atau film, skrip, pengambilan gambar dan proses editingnya.
2) Orang/Nara Sumber. Orang sebagai sumber belajar dapat juga diakatakan sebagai bahan ajar yang dapat dipandang dan
didengar, karena dengan orang seseorang dapat belajar misalnya karena orang tersebut memiliki ketrampilan khusus

233
tertentu. Melalui ketrampilannya seseorang dapat dijadikan bahan ajar. Agar orang dapat dijadikan bahan ajar secara
baik, maka rancangan tertulis diturunkan dari kompetensi dasar harus dibuat. Rancangan yang baik akan mendapatkan
hasil belajar yang baik pula. Dengan demikian, dalam menggunakan orang sebagai bahan ajar tidak dapat berdiri sendiri
melainkan dikombinasikan dengan bahan tertulis.
3) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material). Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media
(audio, teks, gambar, animasi, dan video) yang oleh penggunaannya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan
perilaku alami dari suatu presentasi. Saat ini sudah mulai banyak orang memanfaatkan bahan ajar ini, karena disamping
menarik juga memudahkan bagi penggunaannya dalam mempelajari suatu bidang tertentu. Biasanya bahan ajar
multimedia derancang secara lengkap mulai dari petunjuk penggunaannya hingga penilaian.
3. Konsep Dasar Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan Modul
a. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
1) Pengertian, Tujuan dan kegunaan LKS
Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta
didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang
diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan
untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secra baik
apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi tugasnya.
Lembar Kerja Siswa (LKS) Merupakan salah satu bahan pembelajaran. Secara umum LKS merupakan perangkat
pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar
kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal (pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh

234
peserta didik. LKS ini sangat baik digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik dipergunakan
dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan.
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dalam proses belajar mengajar sering dimanfaatkan sebagai buku latihan siswa yang
didalamnya memuat: Ringkasan Materi, dan soal-soal latihan. Dengan adanya ringkasan materi ini, siswa akan lebih mudah
memahami materi, dan melalui soal-soal latihan dapat membantu siswa memahami dan menguasai materi secara terbimbing
(guidance) melalui soal-soal yang diberikan baik berupa uraian singkat atau pilihan ganda.
Adapun ciri-ciri LKS adalah sebagai berikut:
1) LKS hanya terdiri dari beberapa halaman, tidak sampai 100 halaman
2) LKS dicetak sebagai bahan ajar yang spesifik untuk dipergunakan oleh satuan tingkat pendidikan tertentu
3) Didalamnya terdiri uraian singkat tentang pokok bahasan secara umum, rangkuman pokok bahasan, puluhan soal-soal
pilihan ganda dan soal-soal isian.
Tujuan dari LKS yaitu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dan untuk mengefektifkan pelaksanaan belajar
mengajar. Selain itu, LKS akan memberikan manfaat bagi guru dan siswa. Guru akan memiliki bahan ajar yang siap
digunakan, sedangkan siswa akan mendapatkan pengalaman belajar mandiri dan belajar memahami tugas tertulis yang
tertuang dalam LKS.
Fungsi LKS antara lain bagi siswa LKS berfungsi untuk memudahkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang
didapat. Dan bagi guru LKS berfungsi untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan yang perlu diberikannya serta
mempertimbangkan proses berfikir yang bagaimana yang akan ditumbuhkan pada diri siswa. Selain itu dengan adanya LKS
siswa tidak perlu mencatat atau membuat ikhtisar atau resume pada buku catatannya lagi, sebab dalam tiap LKS biasanya
sudah terdapat ringkasan seluruh materi pelajaran.

235
Berdasarkan fungsi lembar kerja di atas, guru sebagai pengelola proses belajar, kedudukannya tidak dapat digantikan
oleh adanya lembar kerja. Karena keberadaan lembar kerja siswa ini adalah hanya membantu kemudahan dan kelancaran
aktivitas pada saat proses belajar mengajar serta interaksi antara guru dan murid. Sehingga tujuan utama proses belajar dapat
tercapai atau berhasil.
Melalui LKS guru akan memperoleh kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang
dibahas. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatan LKS adalah
dengan menerapkan metode SQ3R (survey, Question, Read, Recite, Review atau mensurvei, membuat pertanyaan, membaca,
meringkas, dan mengulang)
 Pada kegiatan survey, siswa membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika
ringkasan diberikan.
 Pada tahap question, siswa diminta untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang harus mereka jawab sendiri pada saat
membaca materi yang diberikan.
 Pada tahap read, siswa dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi, membubuhkan tanda-tanda khusus
pada materi yang diberikan. Misalnya siswa diminta membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggaris bawahi
rincian yang menunjang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan pada tahap question.
 Recite menuntut siswa untuk menguji diri mereka sendiri pada saat membaca dan siswa diminta untuk meringkas materi
dalam kalimat mereka sendiri.
 Review dimaksudkan agar siswa sesegera mungkin melihat kembali materi yang sudah selesai dipelajari sesaat setelah
selesai mempelajari materi tersebut. Dalam pengembangan LKS kita harus berusaha memasukkan unsur-unsur SQ3R
secara terintegrasi.
236
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran sebagai berikut.
1) Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2) Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.
3) Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.
4) Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran.
5) Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.
6) Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara
sistematis. (Suyitno, 1997:40).
Ada dua macam lembar kerja siswa (LKS) yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah.
1) Lembar Kerja Siswa Tak Berstruktur.
Lembar kerja siswa tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan
peserta didik yang dipakai untuk menyampaiakn pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai
untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan
untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.
2) Lembar Kerja Siswa Berstruktur.
Lembar kerja siswa berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta
didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk
mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat menggantikan
peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan
pada setiap siswa. (Indrianto, 1998:14-17).

237
2) Langkah-langkah menyusun LKS
1) Tahap Persiapan
Dalam menyiapkan lembar kegiatan siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Analisis kurikulum
Analisis kurikulum diamaksudkan untuk menentukan kompetensi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Analisis
dilakukan dengan cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar, dan
indicator ketercapaian hasil belajarnya.
b) Menyusun peta kebutuhan LKS
Pada kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan
LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuen LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan.
c) Menentukan judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi-kompetensi dasar atau materi-materi pokok yang terdapat dalam
kurikulum. Satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar,
sedangkan besarnya kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar,
sedangkan besarnya kompetensi dasar dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok
(MP) mendapatkan maksimal 4 MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun
apabila diuraikan menjadi lebih dari 4MP, maka perlu dipikirkan apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.
Judul LKS tidak harus sama dengan yang tercantum dalam kurikulum, yang penting adalah bahwa kompetensi dasar
yang harus dicapai secara esensi tidak berubah. Penentuan judul akan menjadi lebih mudah apabila pengalaman belajar
siswa diuraikan terlebih dahulu.

238
d) Penulisan LKS
Penulisan LKS dibuat setelah silabus disusun, dimulai dengan analisis kurikulum:
(1) Rumusan kompetensi dasar LKS.
(2) Menentukan alat penilaian.
(3) Menyusun materi.
(4) Menentukan alat penilaian

Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:


 Judul, mata pelajaran, semester, tempat
 Petunjuk belajar
 Kompetensi yang akan dicapai
 Indikator
 Informasi pendukung
 Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja
 Penilaian
2) Tahap Pelaksanaan (Langkah-langkah penulisan LKS)
Adapun langkah-langkah penulisan LKS adalah sebagai berikut:
a) Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai

239
b) Rumusan kompetensi dasar pada suatu LKS diambil dari rumusan yang sudah ada dalam kurikulum atau dalam
silabus yang mengacu pada Permendiknas no.22 tahun 2006.
c) Menentukan alat penilaian
d) Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Karena pendekatan pembelajarannya yang
digunakan adalah kompetensi, dimana penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi.
e) Penyusunan Materi
f) Materi LKS sangat tergantung pada kompetensi dasar yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi
pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari
berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian. Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih
kuat, maka dapat saja dalam LKS ditunjukkan referensi yang digunakan agar siswa membaca lebih mendalam
tentang materi itu. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa tentang hal-hal yang
seharusnya siswa dapat melakukannya, misalnya tentang tugas diskusi. Judul diskusi diberikan secara jelas dan
didiskusikan dengan siapa, berapa orang dalam kelompok diskusi dan berapa lama.
3) Langkah-langkah Mendesain LKS
Ada dua faktor yang perlu mendapat perhatian pada saat mendesain LKS yaitu, a) tingkat kemampuan membaca, b)
pengetahuan siswa.
LKS didesain untuk dimanfaatkan siswa secara mandiri, dan Guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga yang
diharapkan berperan aktif dalam mempelajari materi yang ada dalam LKS adalah siswa. Jika desain LKS yang kita
kembangkan terlalu rumit bagi siswa, maka siswa akan kesulitan dalam memahami LKS. Berikut ini beberapa batasan
yang bisa dipakai untuk menentukan desain LKS.

240
a) Ukuran, pergunakan ukuran yang dapat mengakomodasi kebutuhan instruksional yang telah ditetapkan. Misalnya
jika menginginkan siswa untuk mampu membuat bagan alur, maka ukuran LKS sebaiknya A4 agar siswa cukup
ruang dan leluasa untuk membuat bagan.
b) Kepadatan halaman. Usahakan agar halaman tidak terlalu dipadati dengan tulisan. Halaman yang terlalu padat akan
mengakibatkan siswa sulit memfokuskan perhatian. Di samping itu, pengorganisasian halaman juga perlu
diperhatikan. Jika siswa sulit menentukan mana judul dan mana subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, hal
ini akan menimbulkan kesulitan siswa untuk memahami materi secara keseluruhan. Hal ini bisa ditanggulangi
dengan memanfaatkan penggunaan huruf besar atau penomoran. Sebaiknya pemilihan pola penulisan ini harus
konsisten.
c) Kejelasan. Pastikan bahwa materi dan instruksi yang diebrikan dalam LKS dapat dengan jelas dibaca siswa.
Sesempurna apa pun materi yang kita persiapkan tetapi jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS
tidak akan memberikan hasil yang optimal.
Rumaharto (dalam Hartati, 2002:22) menyebutkan bahwa LKS yang baik harus memenuhi persyaratan konstruksi dan
didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat,
kosakata, tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak
pengguna LKS yaitu peserta didik sedangkan syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang
efektif
Lembar kerja dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin,
bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap
penanaman konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap penanaman konsep (tahap lanjutan dari penanaman

241
konsep). Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik
dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman
konsep.
b. Modul
1) Pengertian, Tujuan dan Karakteristik Modul
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi
yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya. Di bawah ini ciri-ciri modul, antara lain:
1) Disusun secara sistematis dan menarik mencakup isi materi, metoda, dan evaluasi yang dapat digunakan secara
mandiri
2) Bahasaannya dibuat sederhana sesuai dengan tingkat berfikir siswa
3) Digunakan secara mandiri, belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing individu secara efektif dan efesien.
4) memiliki karakteristik stand alone yaitu modul dikembangkan tidak tergantung pada media lain
5) bersahabat dengan user atau pemakai, membantu kemudahan pemakai untuk direspon atau diakses.
6) mampu membelajarkan diri sendiri.
7) Tujuan antara dan tujuan akhir modul harus dirumuskan secara jelas dan terukur,
8) Materi dikemas dalam unit-unit kecil dan tuntas, tersedia contoh-contoh, ilustrasi yang jelas
9) Tersedia soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya
10) Materinya up to date dan kontekstual,
11) Bahasa sederhana lugas komunikatif,

242
12) Terdapat rangkuman materi pembelajaran,
13) Tersedia instrument penilaian yang memungkinkan peserta diklat melakukan self assessment.
14) Mengukur tingkat penguasaan materi diri sendiri,
15) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta diklat,
16) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi
17) Dipergunakan untuk oang lain Bukan untuk penulis

2) Tujuan Penulisan Modul


Tujuan penulisan modul antara lain adalah sebagai berikut :
1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal.
2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa atau peserta diklat maupun guru/instruktur.
3) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti: (1) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa atau
peserta diklat; (2) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan
sumber belajar lainnya; (3) Memungkinkan siswa atau peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya;
(4) Memungkinkan siswa atau peserta diklat dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

3) Karakteristik Modul
1. Self instructional Peserta diklat mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada
pihak lain.
2. Self Contained Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub
kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh.

243
3. Stand alone Modul manual/multimedia yang dikembangkan tidak tergantung pada
media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain.
4. Adaptif Modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi.
5. User friendly Modul hendaknya juga memenuhi kaidah bersahabat/akrab dengan
pemakainya

4) Bentuk Modul
a) Konsistensi dalam penggunaan:
• Font
• Spasi
• Tata letak (layout)
b) Format
• Format kolom tunggal atau multi
• Format kertas vertikal atau horisontal
• Icon yang mudah ditangkap
c) Organisasi
 Tampilkan peta/bagan

 Urutan dan susunan yang sistematis

 Tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi yang menarik

244
 Antar bab, antar unit dan antar paragraph dengan susunan dan alur yang mudah dipahami

 Judul, sub judul (kegiatan belajar), dan uraian yang mudah diikuti

d) Daya Tarik
 Mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi

 Menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah

atau warna.
 Tugas dan latihan yang dikemas sedemikian rupa.

e) Bentuk dan Ukuran Huruf


• Bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca
• Perbandingan huruf yang proporsional
• Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks
5) Kerangka Modul
 Halaman Sampul
 Halaman Francis
 Kata Pengantar
 Daftar Isi
 Peta Kedudukan Modul
 Glosarium

I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi
B. Prasarat
C. Petunjuk Penggunaan Modul
1. Penjelasan Bagi Peserta diklat
245
2. Peran Guru Antara Lain
D. Kompetensi
E. Tujuan Akhir
II. PEMBELAJARAN
A. Rencana Belajar Peserta diklat
B. Kegiatan Belajar
1. Kegiatan Belajar 1
a. Tujuan Kegiatan Pembelajaran
b. Uraian Materi
c. Rangkuman
d. Tugas
e. Tes Formatif
f. Kunci Jawaban Formatif
g. Lembar Kerja
2. Kegiatan Belajar 2
3. Kegiatan Belajar n

III. EVALUASI
A. Kognitif Skill
B. Psikomotor Skill
C. Attitude Skill
D. Produk/Benda Kerja Sesuai Kriteria Standart
E. Batasan Waktu Yang Telah Ditetapkan
F. Kunci Jawaban
IV. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
6) Kiat Menyusun Modul
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun modul antara lain dibawah ini:

246
a. Menggunaan Ilustrasi dalam Modul. Ilustrasi dapat berupa: foto, gambar, grafik, tabel, kartun, dsb, yang memiliki fungsi:
Fungsi Ilustrasi, Fungsi deskriptif, Fungsi ekspresif, Fungsi Analitis, Fungsi kuantitatif
b. Merumuskan Tujuan Akhir. Perumusan tujuan akhir berisi pernyataan pencapaian kompetensi sesuai yang ada dalam
kurikulum dan silabus. Rumusan tujuan tersebut harus memuat:
 Kinerja yang diharapkan
 Kriteria keberhasilan
 Kondisi atau variable yang diberikan
Contoh Tujuan Akhir Modul. Peserta diklat dapat menyusun modul belajar (kinerja) berdasarkan prosedur dan langkah-
langkah yang benar (kriteria) dan dapat menggunakannya dalam kegiatan pembelajaran (kondisi).
c. Tujuan kegiatan pembelajaran.
Memuat kemampuan yang harus dikuasai untuk mencapai satu indikator kompetensi pada kompetensiu dasar setelah
mengikuti satu satuan kegiatan belajar berisikan komponen: kemampuan, kondisi, dan kriteria. Contoh tujuan kegiatan
belajar peserta diklat dapat menerapkan prosedur pengembangan materi dalam penyusunan RPP.
d. MenyusunTugas
Berisi instruksi untuk peserta diklat meliputi:
 Tugas-tugas yang harus diketahui dan dikerjakan sesuai kriteria unjuk kerja

 Kegiatan observasi untuk mengenal fakta,

 Menyusun learning evidence indicator (indikator bukti belajar),

 Melakukan kajian materi pada kegiatan belajar,

 Tutorial dengan guru.

247
e. Menyusun Tes Formatif
Berisi tes tertulis sebagai bahan pertimbangan bagi peserta dan guru untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kegiatan
belajar yang telah dicapai sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan berikut (lembar kerja).

4. Pemilihan dan Penyusunan Bahan Ajar PAI


Masalah penting yang sering dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran memilih atau menentukan materi
pembelajaran atau bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan guru terkait strategi pemilihan dan penyusunan bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan pembelajaran PAI.
Secara strategis guru harus memperhatikan beberapa hal yaitu: (1) Prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar; (2) Faktor
pertimbangan dalam memilih dan menyusun bahan ajar, (3) Alternatif tindakan strategis dalam memilih dan menyusun bahan
ajar; (4) Alternatif bentuk penyusunan bahan ajar (LKS dan Modul) (5) Pendekatan pengembangan strategi pengembangan
materi PAI.

a. Prinsip-prinsip Pemilihan Bahan Ajar

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip
dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Pertama, Prinsip relevansi
artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta,
maka materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan. Kedua, Prinsip konsistensi artinya keajegan.
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi
empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa adalah pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam
248
hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, materi yang diajarkan juga harus meliputi pengertian thaharah
(bersuci), macam-macam hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis. Ketiga, Prinsip kecukupan artinya
materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi
tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu
untuk mempelajarinya.

b. Faktor Pertimbangan dalam Memilih dan Menyusun Bahan Ajar

Ada beberapa kriteria yan dijadikan pertimbangan dalam memilih dan menyusun bahan ajar secara umum dan bahan
ajar PAI khususnya. Menurut Harjanto (1997: 222), materi pelajaran atau bahan ajar berada dalam ruang lingkup isi
kurikulum. Karena itu, pemilihan materi atau bahan ajar tentu harus sejalan dengan ukuran-ukurran (kriteria) yang digunakan
untuk memilih isi kurikulum mata pelajaran bersangkutan. Secara garis besar ada sejumlah kriteria pada tabel berikut:

Kriteria Sasaran

249
Akurat dan up to Sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan baru dalam
date bidang teknologi.
Kemudahan Untuk memahami prinsip, generalisasi, dan memperoleh data.
Kerasionalan Mengembangkan kemampuan berpikir rasional, bebas, logis.
Essensial Untuk mengembangkan moralitas penggunaan pengetahuan
Kebermaknaan Bermakna bagi siswa dan perubahan sosial.
Keberhasilan Merupakan ukuran keberhailan untuk mempengaruhi tingkah laku siswa.
Keseimbangan Mengembangkan pribadi peserta didik secara seimbang dan menyeluruh.
Kepraktisan Mengarahkan tindakan sehari-hari dan untuk pelajaran berikutnya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Harjanto (1997), bahwa ada sejumlah kriteria pemilihan materi pelajaran (bahan ajar) yang
akan dikembangkan dalam sistem pembelajaran dan sekaligus menjadi dasar penentuan strategi pembelajaran, yaitu: kriteria
tujuan pembelajaran, materi/bahan ajar terjabar, relevan dengan kebutuhan siswa, dan kesesuaian dengan kondisi masyarakat,
mengandung segi-segi etik, urutan yang sistematis dan logis, bersumber dari sumber yang baku.
1) Kriteria tujuan pembelajaran. Suatu materi/bahan ajar yang dipilih dimaksudkan untuk mencapai tujuan terkait aspek
tertentu (kognitif, afektif, atau psikomotor). Karena itu bahan ajar yang dipilih tentu yang sejalan dengan tujuan tersebut.
Contoh: tujuan pembelajaran adalah siswa mampu mempraktikkan gerakan shalat dengan baik dan benar. Bahan ajar
yang dipilih tentu yang mendukung kemampuan peserta didik untuk mempraktikkan gerakan shalat, untuk ini jenis bahan
ajarnya dapat dipilih foto atau video yang menunjukkan gerakan shalat yang sempurna. Artinya tidak cukup hanya bahan

250
ajar sebentuk handout yang berisi uraian materi saja tetapi perlu dilengkapi dengan foto atau gambar gerakan shalat yang
sempurna).
2) Materi/bahan ajar terjabar. Perincian bahan ajar berdasarkan pada tuntutan indikator kompetensi dan tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati dan terukur. Artinya ada keterkaitan yang erat antara
spesifikasi tujuan dan spesifikasi materi/bahan ajar.
3) Materi relevan dengan kebutuhan Siswa. Kebutuhan pokok siswa adalah agar mereka dapat berkembang berdasarkan
potensi yang dimilikinya. Karena itu bahan ajar yang akan disajikan hendaknya sesuai dengan upaya untuk
mengembangkan pribadi siswa secara utuh, meliputi aspek kognitif, nilai dan keterampilan. Artinya bahan ajar yang
dikembangkan jangan hanya berorientasi pada pengembangan aspek kognitif saja.
4) Kesesuaian dengan kondisi masyarakat. Siswa dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan
mampu hidup mandiri. Karena itu bahan ajar yang dipilih hendaknya turut membantu memberikan pengalaman edukatif
yang bermakna bagi perkembangan siswa menjadi manusia yang mudah menyesuaikan diri.
5) Bahan ajar mengandung segi-segi etik. Bahan ajar yang akan dipilih hendaknya mempertimbangkan segi perkembangan
moral siswa kelak. Pengetahuan dan keterampilan yang bakal mereka peroleh dari bahan ajar yang mereka terima di
arahkan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang etik, berkarakter sesuai dengan sistem nilai dan norma-
norma yang berlaku di masyarakatnya.
6) Bahan ajar tersusun dalam lingkup dan urutan yang sistematik dan logis. Setiap bahan ajar disusun secara bulat dan
menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya dan terpusat pada satu kompetensi dasar tertentu. Bahan ajar disusun secara
berurutan dengan mempertimbangkan faktor perkembangan psikologis siswa. Dengan demikian diharapkan isi bahan ajar
akan lebih mudah diserap peserta didik dan dapat diamati keberhasilannya segera.

251
7) Bahan ajar bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi pendidik yang ahli dan masyarakat. Ketiga faktor
tersebut perlu diperhatikan dalam memilih bahan ajar. Buku sumber yang baku disusun oleh para ahli dalam bidangnya
dan disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku. Guru yang ahli penting, karena sumber utama memang pendidik itu
sendiri. Pendidik dapat menyimak semua hal yang dianggapnya perlu untuk disajikan kepada siswa berdasarkan ukuran
pribadinya. Masyarakat juga merupakan sumber yang luas, terkait bahan ajar tertentu.
c. Alternatif Tindakan Strategis dalam Memilih dan Menyusun bahan Ajar
Strategi dapat dipahami dalam arti “...sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu” (Sanjaya: 2006, h.125). Ada
beberapa hal yang yang merupakan bagian dari suatu rencana pengembangan dan penyusunan bahan ajar, yaitu: mengenali
unsur-unsur bahan ajar dan kriteria pemilihan bahan ajar yang baik. Dua hal tersebut harus diperhatikan dan dipersiapkan
serta direncanakan terlebih dahulu sebelum menyusun bahan ajar.
a. Mengenali Unsur-Unsur Bahan Ajar
Menurut Zulfiani, dkk. (2009) Untuk membuat bahan ajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka perlu
memperhatian unsur-unsur yang meliputi : (1) Petunjuk Belajar, merupakan petunjuk atau pedoman yang perlu diketahui baik
oleh siswa maupun pendidik meliputi materi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran; (2) Kompetensi Yang Akan
Dicapai, bahwa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik perlu penetapan standar kompetensi yang meliputi
standar materi atau standar isi (content standard) berisikan jenis, kedalaman, & ruang lingkup materi pembelajaran yang
harus dikuasi siswa serta standar pencapaian atau standar penampilan (performance standard) berisikan tingkat penguasaan
yang harus ditampilkan siswa sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang dibahas sehingga jelas indikator pencapaian hasil
dalam pembelajaran; (3) Informasi Pendukung, merupakan informasi-informasi yang harus diketahui atau dijelaskan kepada
siswa yang dapat menambah wawasan maupun pengetahuan siswa. Dalam hal ini diperlukan kemauan dari siswa untuk

252
menambah wawasan, pengetahuan dengan mempelajari materi lain yang senada dengan materi pokok yang dibahas dalam
suatu pengajaran yang pada akhirnya menambah pemahaman siswa. Contoh Foto/ Ilustrasi, Kotak Kecil (insert ) yang
berfungsi untuk memperjelas materi yang perlu dipahami oleh siswa; (4) Latihan-Latihan, merupakan tugas-tugas yang
diberikan oleh pendidik kepada siswa dalam rangka mempraktikkan teori yang telah diberikan sehingga dengan pemberian
latihan akan menambah dan meningkatkan keterampilan siswa terhadap materi ajar yang diberikan dalam proses
pembelajaran; (5) Petunjuk Kerja atau Lembar Kerja adalah form / lembaran yang berisi catatan-catatan sistematis atau
tahapan-tahapan proses kegiatan sebagai langkah prosedural yang ditempuh siswa dalam proses pembelajaran hal ini banyak
dilakukan untuk materi praktik; (6) Evaluasi, merupakan komponen yang harus ada dalam proses pembelajaran artinya
sebagai wahana atau sarana mengukur penilaian terhadap pemahaman dan pekerjaan siswa. Proses evaluasi ini merupakan
komponen terakhir untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran. Hasil evaluasi yang baik maka dapat
dipakai sebagai indikator keberhasilan dan efektifitas pembelajaran dan apabila hasil pengukuran atau penilaian belum
memuaskan maka perlu dilakukan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan menerapkan pola atau strategi yang berbeda.
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan: unjuk kerja (performance); penugasan (proyek/project); hasil kerja(produk/product);
tes tertulis (paper & pen); portofolio (portfolio); penilaian sikap.
b. Mengenali Kriteria Bahan Ajar yang Baik
Sebelum melaksanakan pemilihan bahan ajar, terlebih dahulu perlu diketahui kriteria pemilihan bahan ajar. Kriteria
pokok pemilihan bahan ajar atau materi pembelajaran adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal ini berarti bahwa
materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya
berisikan materi atau bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya kompetensi inti (standar kompetensi dalam KTSP)

253
dan kompetensi dasar. Dengan kata lain, pemilihan bahan ajar haruslah mengacu atau merujuk pada Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar.
Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam memahami materi
yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
1) Sesuai dengan topik yang dibahas
2) Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas.
3) Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah difahami.
4) Jika ada perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami isinya.
5) Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajari terlebih dahulu
oleh siswa.
6) Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa.
Selain kriteria di atas, bahan ajar yang baik harus selalu berorintasi pada kurikulum dan peta pemikiran. Ketika
menjalankan tugas mengajar pada pendidikan formal atau nonformal yang penyelenggaraannya menggunakan kurikulum,
maka rujukan utama dari bahan ajar yang disusun adalah: Standar kompetensi lulusan (SKL), SK, dan KD; Standar sarana dan
Buku pegangan utama yang digunakan.
1) Memilih sumber bahan ajar
Setelah jenias materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau
bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual,
dan sebagainya.

d. Penentuan Cakupan dan Urutan Bahan Ajar


254
Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi pembelajaran penting diperhatikan.
Ketepatan dalam menentukan cakupan, ruang lingkup, dan kedalaman materi pembelajaran akan menghindarkan guru dari
mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam. Ketepatan urutan penyajian
(sequencing) akan memudahkan bagi siswa mempelajari materi pembelajaran.
1) Penentuan Cakupan Bahan Ajar
Dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan apakah materinya berupa aspek
kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek psikomotorik, sebab nantinya jika sudah dibawa ke
kelas maka masing-masing jenis materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang berbeda-beda.
Selain memperhatikan jenis materi pembelajaran juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam
menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi
berarti menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, sedangkan
kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh
siswa. Sebagai contoh, materi tentang shalat diajarkan di SD, SLTP dan SMU, juga di perguruan tinggi, namun keluasan dan
kedalaman pada setiap jenjang pendidikan tersebut akan berbeda-beda. Semakin tinggi jenjang pendidikan akan semakin luas
cakupan aspek materi tentang shalat yang dipelajari dan semakin detail pula setiap aspek yang dipelajari.
Prinsip berikutnya adalah prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau memadainya cakupan materi juga
perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu
tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang telah ditentukan. Misalnya, jika suatu pelajaran dimaksudkan untuk
memberikan kemampuan kepada siswa di bidang rukun shalat, maka uraian materinya mencakup: (1) penguasaan atas konsep

255
tentang rukun shalat; (2) menghafalkan doa’doa dalam shalat; dan selanjtnya (3) penerapan/mempraktikkan shalat
berdasarkan rukun shalat yang benar.
Cakupan atau ruang lingkup materi perlu ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid
terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.

2) Penentuan Urutan Bahan Ajar

Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya.
Tanpa urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai hubungan yang bersifat prasyarat
(prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian jika materi penjumlahan belum dipelajari.
Siswa akan mengalami kesulitan membagi jika materi pengurangan belum dipelajari.

Materi pembelajaran yang sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan
pokok, yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis.

a) Pendekatan prosedural. Urutan materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut
sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah berwudlu, langkah-langkah
menghilangkan kotoran najis berat atau mughaladzah.
b) Pendekatan hierarkis. Urutan materi pembelajaran secara hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang
dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari dahulu sebagai prasyarat untuk
mempelajari materi berikutnya.

256
Contoh : Urutan Hierarkis (berjenjang)

Agar siswa dapat menjalankan sholat dengan benar dan memenuhi syarat dan rukunnya, maka pertama siswa harus
mempelahari dan memahami dulu materi tentang thaharah atau tata cara bersuci terutama yang berkaitan dengan cara
berwudlu. Kemudian siswa mempelajari syarat dan rukun shalat dengan bacaan-bacaan yang ada di dalamnya.
Selanjutnya siswa mempraktikan gerakan-gerakan shalat dengan benar secara tertib.

a. Penentuan Sumber Bahan Ajar


Sumber bahan ajar merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Dalam mencari sumber bahan ajar, siswa
dapat dilibatkan untuk mencarinya. Misalnya, siswa ditugasi untuk mencari koran, majalah, hasil penelitian, dsb. Hal ini
sesuai dengan prinsip pembelajaran aktif dan berorientasi pada standar proses PP. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pada pasal 19 ayat 1. Berbagai sumber dapat kita gunakan untuk mendapatkan materi pembelajaran dari setiap
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sumber-sumber dimaksud dapat disebutkan di bawah ini:
1) Buku teks
Buku teks yang diterbitkan oleh berbagai penerbit dapat dipilih untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Buku teks
yang digunakan sebagai sumber bahan ajar untuk suatu jenis matapelajaran tidak harus hanya satu jenis, apa lagi hanya
berasal dari satu pengarang atau penerbit. Gunakan sebanyak mungkin buku teks agar dapat diperoleh wawasan yang
luas.
2) Laporan hasil penelitian
Laporan hasil penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian atau oleh para peneliti sangat berguna untuk
mendapatkan sumber bahan ajar yang atual atau mutakhir.
3) Jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah)

257
Penerbitan berkala yang berisikan hasil penelitian atau hasil pemikiran sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai
sumber bahan ajar. Jurnal-jurnal tersebut berisikan berbagai hasil penelitian dan pendapat dari para ahli di bidangnya
masing-masing yang telah dikaji kebenarannya.
4) Pakar bidang studi
Pakar atau ahli bidang studi penting digunakan sebagai sumber bahan ajar. Pakar tadi dapat dimintai konsultasi mengenai
kebenaran materi atau bahan ajar, ruang lingkup, kedalaman, urutan, dsb.
5) Profesional
Kalangan profesional adalah orang-orang yang bekerja pada bidang tertentu. Kalangan perbankan misalnya tentu ahli di
bidang ekonomi dan keuangan. Sehubungan dengan itu bahan ajar yang berkenaan dengan eknomi dan keuangan dapat
ditanyakan pada orang-orang yang bekerja di perbankan.
6) Buku kurikulum
Buku kurikulum penting untuk digunakan sebagai sumber bahan ajar. Karena berdasar kurikulum itulah standar
kompetensi, kompetensi dasar dan materi bahan dapat ditemukan. Hanya saja materi yang tercantum dalam kurikulum
hanya berisikan pokok-pokok materi. Gurulah yang harus menjabarkan materi pokok menjadi bahan ajar yang terperinci.
7) Penerbitan berkala seperti harian, mingguan, dan bulanan.
a) Penerbitan berkala seperti Koran banyak berisikan informasi yang berkenaan dengan bahan ajar suatu matapelajaran.
Penyajian dalam koran-koran atau mingguan menggunakan bahasa popular yang mudah dipahami. Karena itu baik
sekali apa bila penerbitan tersebut digunakan sebagai sumber bahan ajar.
b) Internet

258
c) Bahan ajar dapat pula diperoleh melalui jaringan internet. Di internet kita dapat memperoleh segala macam sumber
bahan ajar. Bahkan satuan pelajaran harian untuk berbagai matapelajaran dapat kita peroleh melalui internet. Bahan
tersebut dapat dicetak atau dikopi.
d) Media audiovisual (TV, Video, VCD, kaset audio)
e) Berbagai jenis media audiovisual berisikan pula bahan ajar untuk berbagai jenis mata pelajaran. Kita dapat
mempelajari gunung berapi, kehidupan di laut, di hutan belantara melalui siaran televisi.
f) Lingkungan (alam, sosial, senibudaya, teknik, industri, ekonomi)
g) Berbagai lingkungan seperti lingkungan alam, lingkungan social, lengkungan seni budaya, teknik, industri, dan
lingkungan ekonomi dapat digunakan sebgai sumber bahan ajar. Untuk mempelajari abrasi atau penggerusan pantai,
jenis pasir, gelombang pasang misalnya kita dapat menggunakan lingkungan alam berupa pantai sebagau sumber.

Perlu diingat, dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis kompetensi, buku-buku atau terbitan tersebut hanya
merupakan bahan rujukan. Artinya, tidaklah tepat jika hanya menggantungkan pada buku teks sebagai satu-satunya sumber
bahan ajar. Tidak tepat pula tindakan mengganti buku pelajaran pada setiap pergantian semester atau pergantian tahun. Buku-
buku pelajaran atau buku teks yang ada perlu dipelajari untuk dipilih dan digunakan sebagai sumber yang relevan dengan
materi yang telah dipilih untuk diajarkan.
Mengajar bukanlah menyelesaikan satu buku, tetapi membantu siswa mencapai kompetensi. Karena itu, hendaknya
guru menggunakan banyak sumber materi. Bagi guru, sumber utama untuk mendapatkan materi pembelajaran adalah buku
teks dan buku penunjang yang lain.

E. Rangkuman

259
1. Guru sebagai pengendali utama di dalam proses pembelajaran di kelas perlu mengamati terlebih dahulu terhadap buku
siswa maupun buku pegangan guru yang telah disediakan pemerintah. Hal ini dimaksudkan jika terjadi kekeliruan dan
ketidaktapatan dalam buku tersebut. Beberapa hal yang diperlukan dalam melakukan analisis buku pegangan guru dan
siswa: (1) kesesuaian isi buku guru dan buku siswa dengan tuntutan SKL, KI, dan KD, (2) kecukupan materi, (3)
kedalaman materi, (4) kebenaran materi, (5) kesesuaian pendekatan yang digunakan, dan (5) kesesuaian penilaian. Bentuk
penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 ini penilaian authentik. Buku pegangan guru dan siswa yang digunakan
perlu ditinjau dari ketersediaan penilaian authentik tersebut. Dari beberapa komponen hasil analisis yang telah dilakukan,
jika masih ditemukan ada ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan, guru perlu menindaklanjutinya dengan membuat
tambahan-tambahan materi, contoh atau bentuk penilaian yang disarankan sesuai dengan karakteristik siswa sekolah.
2. Silabus termasuk salah satu perangkat pembelajaran. Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk
tiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat: identitas mata pelajaran, kompetensi inti, kompetensi
dasar, materi pokok/tema (untuk tingkat SD/MI), pembelajaran; penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana pembelajaran rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu
yang mencakup: data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; materi pokok; alokasi waktu; tujuan pembelajaran,
kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi; materi pembelajaran; metode pembelajaran; media, alat dan
sumber belajar; langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan penilaian. RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan

260
peserta didik dalam upaya mencapai KD, sesuai dengan standar proses pembelajaran. RPP minimal harus memuat Tujuan
Pembelajaran, Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian.
4. Standar kompetensi lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan standar kompetensi lulusan (SKL) digunakan sebagai acuan utama
pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Kompetensi inti (KI) adalah tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dimiliki seorang Peserta Didik di setiap tingkat
kelas atau program. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,
gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
(afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan
(kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi inti 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan
(kompetensi inti 4). Kompetensi dasar (KD) adalah kemampuan untuk mencapai Kompetensi Inti yang harus diperoleh
Peserta Didik melalui pembelajaran. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada Kompetensi Inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi
tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata
pelajaran.

261
5. RPP dapat dikembangkan melalui langkah-langkah: (1) mengkaji silabus pada kurikulum tingkat nasional, (2)
mengidentifikasi materi pembelajaran, (3) menentukan tujuan, (4) merumuskan indikator pencapaian kompetensi dari
KD, (5) mengembangkan kegiatan pembelajaran, (6) penjabaran jenis penilaian, (7) menentukan alokasi waktu, dan (8)
menentukan sumber belajar.
6. Media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Fungsi
media pembelajaran: (1) mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik, (2) melampaui
batasan ruang kelas, (3) media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan
lingkungannya, (4) menghasilkan keseragaman pengamatan, (5) menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan
realistis, (6) membangkitkan keinginan dan minat baru, (7) membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar,
(8) memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak, dan lain-lain.
7. Secara umum media mempunyai kegunaan: (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis, (2) mengatasi
keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra, (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid
dengan sumber belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori &
kinestetiknya (self regulated learning), (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman &
menimbulkan persepsi yang sama.
8. Media pembelajaran Internet and Communication Technology (ICT) memilliki tiga fungsi utama dalam kegiatan
pembelajaran: (1) teknologi berfungsi sebagai alat (tools), untuk membantu pembelajaran, misalnya dalam mengolah
kata, (2) teknologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan (science), (3) teknologi berfungsi sebagai bahan dan alat bantu
untuk pembelajaran (literacy). Terdapat berbagai jenis dan karakteristik media belajar, diantaranya: (1) media grafis, (2)

262
media audio, (3) media proyeksi diam. Di samping itu, ada media teknologi informasi dan komunikasi mencakup: (1)
situs internet Arab, (2) E-Kutub Arabiyah (e-book), (3) CD Multimedia Interaktif, dan (4) games online/offline.
9. Sumber belajar adalah segala daya yang bisa dimanfaatkan sebagai media pengajaran untuk kepentingan proses belajar
mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung sebagian atau secara keseluruhan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam pengembangan sumber belajar itu terdiri dari dua macam. Pertama, sumber belajar yang dirancang
atau secara sengaja dibuat atau dipergunakan untuk membantu belajar mengajar, seperti buku, brosur, ensklopedi, film,
video, tipe, slides, film strips, OHP. Kedua, sumber belajar yang dimafaatkan guna memberi kemudhan kepada Seseorang
dalam belajar berupa segala macam sumber belajar yang ada di sekeliling kita. Sumber belajar tersebut tidak dirancang
untuk kepentingan tujuan suatu kegiatan pengajaran, seperti pasar, toko, museum, toko masyarakat dan sebagainya.
j) Media pembelajaran dapat dikembangkan melalui langkah-langkah: (1) mengkaji standar kompetensi dan kompetensi
dasar, (2) mengkaji media yang cocok dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dan bagaimana cara
pencapaiannya, (3) merumuskan strategi dan caranya, (4) mengembangkan naskah atau isi pesan, (5) memilih bentuk dan
jenis media pembelajaran, (6) merancang dan menyelesaikan media pembelajaran, (7) melakukan uji coba dan evaluasi,
(8) melakukan perbaikan, (9) melakukan evaluasi penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar.
k) Pemanfaatan ICT dalam konteks pendidikan pada dasarnya lebih cenderung pada proses pembelajaran itu sendiri. Contoh
pengembangan media pembelajaran, antara lain: (1) membuat synopsis atau story board, (2) membuat flipchart, (3)
membuat poster, dan lain-lain. Pengembangan ICT juga dapat dilakukan untuk: (1) pencarian data melalui Search Engine
(Mesin Pencarian), (2) yahoo Mail, (3) pembuatan blog pembelajaran, dan lain-lain. Ada juga pengembangan media
pembelajaran berbasis slide presentasi, seperti power point dan program aplikasi dalam pembelajaran, seperti: program
Al-Qur’an Flas dan program Al-Qur’an in Word.

263
l) Bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Bahan ajar didesain dengan tujuan tertentu (by design) yakni disusun dengan sistematika
tertentu untuk keperluan pembelajaran dan dalam kerangka pencapaian kompetensi yang diharapkan. Kedudukan bahan
ajar sangat penting dalam proses pembelajaran. Manfaat bahan ajar bagi guru antara lain; (1) menghemat waktu
mengajar, (2) menempatkan guru sebagai fasilitator dan (3) menciptakan suasana pembelajaran lebih efisien & interaktif.
Sementara bagi siswa dapat; (1) mendorong siswa menjadi pembelajar mandiri; (2) memperluas waktu belajar kapan saja
bias; (3) bisa belajar tanpa guru; (4) dapat belajar dengan kecepatan masing-masing; (5) dapat belajar dengan urutan
yang dipilih sendiri dan membiasakan untuk membaca ilmu pengetahuan.
m) Bahan ajar pada dasarnya semua bahan yang didesain secara spesifik untuk keperluan pembelajaran. Secara umum wujud
bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu; bahan cetak (printed); Bahan ajar dengar (audio); bahan ajar lihat-
dengar (audio visual) dan bahan ajar interaktif. Bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,
leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket. Bahan cetak dapat disajikan dalam berbagai bentuk. Bahan ajar dengar
adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disk audio. Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan media audio visual
seperti video compact disk, film.
n) Bahan ajar juga mencakup LKS dan modul. Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran yang
berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang
akan dicapainya. Lembar kegiatan dapat digunakan untuk mata pelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah lembar kegiatan
tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secra baik apabila tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain

264
yang terkait dengan materi tugasnya. Fungsi LKS antara lain bagi siswa LKS berfungsi untuk memudahkan pemahaman
siswa terhadap materi pelajaran yang didapat. Bagi guru LKS berfungsi untuk menuntun siswa akan berbagai kegiatan
yang perlu diberikannya serta mempertimbangkan proses berfikir yang bagaimana yang akan ditumbuhkan pada diri
siswa. Penulisan LKS Penulisan LKS dibuat setelah silabus disusun, dimulai dengan analisis kurikulum: (1) rumusan
kompetensi dasar LKS, (2) menentukan alat penilaian, (3) menyusun materi, (4) menentukan alat penilaian. Struktur LKS
secara umum: (1) judul, mata pelajaran, semester, tempat, (2) petunjuk belajar, (3) kompetensi yang akan dicapai, (4)
indicator, (5) informasi pendukung, (6) tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, dan (7) penilaian.
o) Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi
yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya. Tujuan penulisan modul antara lain: (1)
memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, (2) mengatasi keterbatasan waktu,
ruang, dan daya indera, baik siswa atau peserta diklat maupun guru/instruktur, (3) dapat digunakan secara tepat dan
bervariasi. Langkah-langkah penyusunan modul dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap penyusunan
dan tahap validasi dan penyempurnaan.
p) Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru terkait strategi pemilihan dan penyusunan bahan ajar yang relevan dengan
kebutuhan pembelajaran PAI: (1) prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar; (2) faktor pertimbangan dalam memilih dan
menyusun bahan ajar, (3) alternatif tindakan strategis dalam memilih dan menyusun bahan ajar; (4) alternatif bentuk
penyusunan bahan ajar (LKS dan modul) (5) pendekatan pengembangan strategi pengembangan materi PAI. Beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Pertama, prinsip relevansi,
artinya materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar

265
kompetensi dan kompetensi dasar. Kedua, prinsip konsistensi (keajegan). Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai
siswa empat macam, bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Ketiga, prinsip kecukupan
artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan. Pemilihan bahan ajar haruslah mengacu atau merujuk pada standar kompetensi.
q) Penyusunan bahan ajar dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pertama, pendekatan subjek akademis. Pendekatan
ini dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Kedua, pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan
konteks yang akan memberi peluang mausia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan
dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan. Ketiga, pendekatan teknologis.
Pendekatan teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan termasuk mengembangkan materi pelajaran
bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan
disesuaikan dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Keempat, pendekatan rekonstruksi sosial dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan
memerankan ilmu dan teknologi, serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
r) Langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat
dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran, dan (3) memilih jenis
materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
s) Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi pembelajaran penting diperhatikan.
Ketepatan dalam menentukan cakupan, ruang lingkup, dan kedalaman materi pembelajaran akan menghindarkan guru

266
dari mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam. Ketepatan urutan penyajian
(sequencing) akan memudahkan bagi siswa mempelajari materi pembelajaran. Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar
sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Materi pembelajaran yang sudah ditentukan
ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua pendekatan pokok, yaitu: pendekatan prosedural, dan
hierarkis.
8) Sumber bahan ajar merupakan tempat bahan ajar dapat diperole(1) h. Berbagai sumber dapat digunakan untuk
mendapatkan materi pembelajaran dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar antara lain: (1) uku teks, (2)
laporan hasil penelitian, (3) jurnal (penerbitan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah), (4) pakar bidang studi, (5)
professional, (6) buku kurikulum, (7) penerbitan berkala, (8) penerbitan berkala, (9) internet, dan lain-lain.

F. Latihan
Pilihlah jawaban yang paling tepat dari pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Perbedaan Kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah …
a. Buku diberikan kepada seluruh guru
b. Buku diberikan kepada seluruh siswa
c. Buku disiapkan oleh pemerintah pusat
d. Buku diberikan secara cuma-cuma
2. Di bawah ini yang bukan termasuk dalam komponen analisis buku siswa
a. Informasi pembelajaran sesuai standar proses
b. Kesesuaian isi buku dengan tuntutan SKL, KI, dan KD

267
c. Kesesuaian penilaian
d. Kebenaran materi
3. Aspek yang dianalisis dalam buku guru di antaranya kecukupan materi ditijau dari:
a. Pola pikir keilmuan
b. Karakteristik siswa
c. Alokasi waktu
d. Kemampuan guru
4. Ada beberapa alasan guru melakukan analisis terhadap buku pegangan guru dan siswa, yaitu:
a. Buku guru merupakan dokumen hidup
b. Buku siswa merupakan dokumen hidup
c. Buku guru dan siswa merupakan dokumen hidup
d. Kebutuhan dan keperluan zaman selalu dinamis
5. Seperangkat sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik setelah
mempelajari suatu muatan pembelajaran, menamatkan suatu program, atau menyelesaikan satu pendidikan disebut …
a. Standar Kompetensi Lulusan
b. Kompetensi
c. Kompetensi Inti
d. Kompetensi Dasar
6. Tingkat kemampuan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik dalam
setiap tingkat atau program disebut …

268
a. Kompetensi Inti
b. Kompetensi Dasar
c. Standar Kompetensi Lulusan
d. Kompetensi
7. Kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan disebut …
a. Kompetensi
b. Standar Kompetensi Lulusan
c. Kompetensi Inti
d. Kompetensi Dasar
8. Kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran disebut …
a. Kompetensi
b. Kompetensi Dasar
c. Kompetensi Inti
d. Standar Kompetensi Lulusan
9. Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran guru lebih dulu memprogramkan waktu. Pengalokasian waktu
dapat disusun dalam bentuk …
b. Program tahunan
c. Program semester
d. Program kokurikuler
e. Program tahunan dan semester

269
1. Acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk tiap bahan kajian mata pelajaran disebut …
a. Silabus
b. Rencana pelaksanaan pembelajaran
c. Kompetensi
d. Kompetensi Inti
2. Rencana pembelajaran rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu disebut …
a. Silabus
b. Rencana pelaksanaan pembelajaran
c. Kompetensi
d. Kompetensi Inti
3. Di bawah ini yang tidak termasuk dalam dalam komponen silabus adalah …
a. Kompetensi Inti
b. Kompetensi Dasar
c. Metode Pembelajaran
d. Sumber Belajar
4. Di bawah ini yang tidak termasuk komponen RPP dalam perencanaan pembelajaran adalah …
a. Materi Pokok
b. Alokasi Waktu
c. Tujuan pembelajaran
d. Tanda tangan kelapa sekolah

270
5. Rujukan, objek dan bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran disebut …
a. Media pembelajaran
b. Alat pembelajaran
c. Perlengkapan pembelajaran
d. Sumber belajar
6. Penentuan alokasi waktu dalam setiap kompetensi dasar didasarkan pada:
a. Program tahunan
b. Program semester
c. Jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu
d. Silabus pembelajaran
7. Materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran
merupakan pengertian dari:
a. Bahan rujukan
b. Bahan ajar
c. Bahan cetak
d. Bahan interaksi
8. Di bawah ini yang tidak termasuk karakterisitik bahan ajar adalah …
a. Menimbulkan minat baca
b. Ditulis dan dirancang untuk siswa
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran

271
d. Di tulis untuk pembaca
9. Materi yang berkenaan dengan nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, termasuk
jenis materi
a. Konsep
b. Prinsip
c. Fakta
d. Prosedur
10. Materi yang berkenaan dengan dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep merupakan
materi
a. Konsep
b. Prinsip
c. Fakta
d. Prosedur
11. Materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas
adalah materi jenis
a. Konsep
b. Prinsip
c. Fakta
d. Prosedur
12. Yang tidak termasuk manfaat bahan ajar bagi guru ...

272
a. Menghemat waktu mengajar
b. Membiasakan untuk membaca ilmu pengetahuan
c. Menempatkan guru sebagai fasilitator
d. Menciptakan suasana PBM lebih efisien & interaktif .
13. Yang tidak termasuk manfaat bahan ajar bagi siswa …
a. Bisa belajar tanpa guru
b. Dapat belajar dengan kecepatan masing-masing
c. Dapat belajar dengan urutan yang dipilih sendiri
d. Bisa menghemat waktu belajar
14. Hukum ialah peraturan yang harus dipatuh-taati, dan jika dilanggar dikenai sanksi berupa denda atau pidana. Contoh
tersebut termasuk jenis materi
a. Konsep
b. Prinsip
c. Fakta
d. Prosedur
15. Di bawah ini termasuk wujud bahan ajar kecuali
a. Bahan ajar IT
b. Bahan cetak (printed)
c. Bahan ajar lihat-dengar (audio visual)
d. Bahan ajar interaktif.

273
16. Beberapa manfaat atau keuntungan dari bahan ajar kecuali
a. Biaya untuk pengadaannya relative sedikit
b. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti manandai, mencatat,
membuat sketsa
c. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri
d. Proses pembelajaran dapat dilakukan dengan jarak jauh
17. Bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya pengetahuan peserta didik pengertian dari
a. Buku
b. Handout
c. Brosur
d. LKS
18. Bahan tertulis yang menyajikan ilmu pengetahuan merupakan pengertian dari
a. Modul
b. Handout
c. Buku
d. LKS
19. Buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru
pengertian dari
a. Buku
b. Handout

274
c. Modul
d. LKS
20. Dibawah ini macam-macam bahan ajar cetak keculai
a. Buku
b. Handout
c. Brosur
d. Radio
21. Kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio termasuk bahan ajar dengan menggunakan
a. Visual
b. Audio
c. Interaktif
d. Audio visual
22. Video/film, orang/nara sumber termasuk bahan ajar dengan menggunakan
a. Visual
b. Audio
c. Interaktif
d. Audio visual
23. Di bawah ini yang tidak termasuk kriteria bahan ajar yang baik adalah …
a. Sesuai dengan topik yang dibahas
b. Memuat intisari atau informasi pendukung untuk memahami materi yang dibahas

275
c. Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa ingin tahu siswa
d. Menggunakan teknologi yang terbaru dalam proses pembelajaran
24. Rujukan utama dalam penyusunan bahan ajar berikut ini kecuali
a. Standar kompetensi lulusan (SKL),
b. SK, dan KD,
c. Buku pedoman/pegangan
d. Modul
25. Lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik merupakan pengertian dari …
a. Buku
b. Handout
c. LKS
d. Brosur
26. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan buku latihan siswa didalamnya memuat …
a. Rencana pembelajaran guru
b. Ringkasan materi dan soal-soal latihan
c. Keseluruhan sumber belajar bagi siswa
d. silabus
27. Yang tidak termasuk ciri-ciri LKS di bawah ini …
a. LKS terdiri dari beberapa halaman
b. LKS dipergunakan oleh satuan pendidikan tertentu

276
c. Memuat pokok bahasan secara umum
d. LKS terdiri dari 100 halaman lebih
28. Yang tidak termasuk manfaat penggunaan LKS dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Melatih peserta didik untuk belajar mandiri
b. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran
c. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep
d. Sebagai pedoman guru dalam melaksankan proses pembelajaran
29. Yang tidak termasuk fungsi LKS bagi guru sebagai berikut:
a. Melatih peserta didik untuk belajar mandiri
b. Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran
c. Menuntun siswa akan berbagai kegiatan yang perlu diberikannya
d. Sebagai pedoman guru dalam melaksankan proses pembelajaran
30. Bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menarik yang mencakup isi materi, metode, dan evaluasi
merupakan pengertian dari …
a. Buku
b. Modul
c. Handout
d. LKS
31. Yang tidak termasuk tujuan penulisan modul adalah …
a. Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal

277
b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera
c. Digunakan secara tepat dan bervariasi
d. Mengukur tingkat penguasaan materi diri sendiri
32. Salah satu karakteristik Modul …
a. Komprehensif
b. Adaptif
c. Interaktif
d. Humanistik
33. Yang tidak termasuk kiat-kiat dalam menyusun modul adalah …
a. Menggunakan ilustrasi dalam modul
b. Penggunaan syarat kalimat
c. Tujuan kegiatan pembelajaran
d. Tujuan penyusunan modul
34. Modul mempunyai kerangka dalam penulisan. Dibawah ini yang tidak termasuk kerangka modul adalah …
a. Pendahuluan
b. Pembelajaran
c. Evaluasi
d. Analisis
35. Dibawah ini yang tidak termasuk prinsip-prinsip pemilihan materi pembelajaran adalah …
a. Relevansi,

278
b. Konsistensi
c. Komprehensif
d. Kecukupan.
36. Kriteria pokok pemilihan bahan/materi pembelajaran adalah
a. SKL
b. SK dan KD
c. Indikator
d. Tujuan pembelajaran
37. Berikut yang tidak termasuk langkah-langkah pemilihan bahan …
a. Memilih sumber bahan ajar
b. Memilih bahan ajar yang sesuai dengan SK dan KD
c. Mengidentifikasi jenis-jenis materi bahan ajar
d. Menyesuaikan dengan keinginan peserta didik
38. Dalam menentukan ruang lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan aspek-aspek penting. Yang tidak termasuk
aspek penting itu …
a. Fleksibelitas
b. Keluasan
c. Kedalaman
d. Materi
39. Beberapa pendekatan yang dipakai dalam penentuan urutan bahan ajar adalah …

279
a. Pendekatan konsep
b. Pendekatan fakta
c. Pendekatan prinsip
d. Pendekatan prosedural
40. Prinsip relevansi artinya …
a. Keajegan
b. Keterkaitan
c. Memadai
d. Keteraturan
41. Prinsip konsistensi artinya …
a. Keajegan
b. Keterkaitan
c. Memadai
d. Keteraturan
42. Prinsip kecukupan artinya …
a. Keajegan
b. Keterkaitan
c. Memadai
d. Keteraturan
43. Berbagai jenis aspek standar kompetensi materi pelajaran dapat dibedakan menjadi jenis materi …

280
a. Afektif, psikomotorik
b. Kognitif, afektif
c. Kognitif, afketif, psikomotorik
d. Kognitif, psikomotorik
44. Dengan mengacu pada kompetensi dasar kita akan mengetahui apakah materi yang harus kita ajarkan berupa …
a. Fakta, prinsip, psikomotor
b. Prosedur, psikomotor, konsep
c. Konsep, prosedur, fakta, psikomotr
d. Psikomotorik, fakta, prosedur, konsep, prinsip
45. Suatu pendekatan yang digunakan guru dalam mengorganisasi materi dengan mengaitkan sebagai satu kesatuan utuh
antara tema-subtema satu dengan tema-subtema yang lainnya dalam satu mata pelajaran disebut …
a. Pendekatan sistemik
b. Pendekatan prosedural
c. Pendekatan terjala
d. Pendekatan organik
46. Suatu pendekatan yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasi materi dengan mempertimbangkan prosedur atau
langkah-langkah yang harus di kerjakan dalam suatu tugas pembelajaranbdisebut …
a. Pendekatan sistemik
b. Pendekatan prosedural
c. Pendekatan terjala

281
d. Pendekatan organik
47. Bentuk pendekatan terpadu (integrated) atau tematis yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasi materi
pembelajaran dengan cara mengaitkan dan memadukan beberapa tema dari berbagai mata pelajaran yang relevan
disebut …
a. Pendekatan sistemik
b. Pendekatan prosedural
c. Pendekatan terjala
d. Pendekatan organik
48. Yang tidak termasuk strategi penyampaian bahan ajar oleh guru adalah …
a. Strategi urutan penyampaian simultan
b. Strategi urutan penyampaian suksesif
c. Strategi urutan penyampaian mekanisme
d. Strategi urutan penyampaian afektif
49. Menurut strategi urutan penyampaian simultan, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik

282
d. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik, dan pemberian tes
50. Menurut strategi urutan penyampaian suksesif, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik, dan pemberian tes
51. Menurut strategi urutan penyampaian fakta, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)
b. Penyajian materi dengan lisan, tulisan, dan pemberian bantuan siswa untuk menghafal
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik, dan pemberian tes
52. Menurut strategi urutan penyampaian konsep, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)

283
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik, dan pemberian tes
53. Menurut strategi urutan penyampaian materi pembelajaran prinsip, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Serentak, baru kemudian diperdalam satu demi satu (Metode global)
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Sajikan prinsip, pemberian bantuan berupa contoh, pemberian soal-soal latihan, pemberian umpan balik,
pemberian tes
54. Menurut strategi urutan penyampaian materi prosedur, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Menyajikan prosedur, pemberian bantuan dengan demonstrasi, pemberian latihan, pemberian umpan balik,
pemberian tes
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula

284
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Sajikan prinsip, pemberian bantuan berupa contoh, pemberian soal-soal latihan, pemberian umpan balik,
pemberian tes
55. Menurut strategi urutan penyampaian materi aspek afektif, materi secara keseluruhan disajikan secara …
a. Menyajikan prosedur, pemberian bantuan dengan demonstrasi, pemberian latihan, pemberian umpan balik,
pemberian tes
b. Satu demi satu disajikan secara mendalam baru kemudian secara berurutan menyajikan materi berikutnya secara
mendalam pula
c. Penyajian konsep, pemberian bantuan (berupa inti isi, ciri-ciri pokok, contoh dan bukan contoh), pemberian
latihan (exercise) pemberian umpan balik
d. Penciptaan kondisi, pemodelan, demonstrasi, simulasi, penyampaian ajaran
56. Secara khusus dalam mempelajari materi pembelajaran, ada yang tidak termasuk dalam kegiatan siswa yaitu: …
a. Menghafal
b. Menganalisis
c. Menemukan
d. Memilih
57. Yang dimaksud dengan memilih dalam kegiatan pembelajaran bagi siswa adalah …
a. Menghafal verbal dan menghafal parafrase
b. Menemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip dan prosedur

285
c. Menggunakan, mengaplikasikan materi yang telah dipelajari
d. Memilih untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
58. Suatu model pembelajaran yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan
situasi nyata dan memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan penerapannya dengan kehidupan
sehari-hari sebagai anggota keluarga dan sebagai anggota masyarakat di mana siswa hidup merupakan pengertian
dari
a. Pembelajaran humanistik
b. Pembelajaran behavioristik
c. Pembelajaran konstruktivistik
d. Pembelajaran kontekstual
59. Pembelajaran kontekstual dilandasi filsafat
a. Behaviorisme
b. Konstruktivistik
c. Humanistik
d. Progresif

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!


1. Mengapa guru perlu melakukan analisis terhadap buku pegangan guru dan siswa?
2. Sebutkan aspek-aspek yang dilakukan dalam analisis buku pegangan guru dan siswa!

286
3. Jelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan jika ditemukan ketidaksesuaian dan ketidaktepatan beberapa hasil
analisis yang telah dilakukan terhadap buku guru dan siswa?
4. Jelaskan perbedaan SKL, KI, dan KD dalam Kurikulum 2013!
5. Jelaskan cara menentukan pekan efektif dalam rencana pembelajaran?
6. Jelaskan perbedaan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)!
7. Sebutkan fungsi dan kegunaan media pembelajaran!
8. Sebutkan jenis dan karakteristik media pembelajaran!
9. Sebutkan langkah-langkah dalam pengembngan media pembelajaran!
10. Berikan contoh bentuk pengembngan media pembelajaran!

Balikan Dan Tindak Lanjut

Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang terdapat di hagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban
yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar
tersebut.
Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban yang benar X 100%
Jumlah soal
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
287
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan belajar selanjutnya. Bagus!
Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi kegiatan belajar tersebut, terutama bagian yang belum dikuasai.

G. Daftar Pustaka

Abdorrakhman Ginting. (2008). Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Humaniora
Abdul Gafur (1986). Disain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar. Sala:
Tiga Serangkai.
Abdul Gafur (1987). Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik, dan Keterampilan Intelektual terhadap Hasil
Belajar Konsep. Jakarta : PAU - UT.
Arsyad Azhar. (2005) Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Artikel Digital Learning. Sabtu, 22 Mei 2004. Error! Hyperlink reference not valid.didownload pada tanggal 20 Mei 2007.
Asnawir dan Basyirudin, Usman. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers
Blanchard, Alan. (2001). Contextual Teaching and Learning. BEST: USA.
Bloom et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. New York: McKay.
Center for Civics Education (1997). National Standard for Civics and Governement. Calabasas CA: CEC Publ.
CORD. 2001. What is Contextual Learning. World Wide Internet Publishing, Waco Texas.
Degeng, I. Nyoman S. (1989). Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud. Dikti. Proyek P2LPTK.
Dick, W. & Carey L. (1978). The Systematic Desgin of Instruction. Illinois: Scott & Co. Publication.
Dick, W. & Carrey, L. 1985. The Systematic Design of Instruction. Glenview, Illinois: Scott, Foresman dan Company.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2001). Kebijakan Pendidikan Menengah umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan

288
Menengah Umum.
Direktorat Sekolah Menengah Pertama (2006). Pedoman Memiliah dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Sekolah
Menengah Umum Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah (2010): Modul Pengembangan Pendidikan Islam Pada Sekolah, Jakarta,
Direktorat Pendidikan Agama Islam, Kementerian Agama RI
Edwards, H. Cliford, et.all (1988). Planning, Teaching, and Evaluating: a Competency Approach. Chicago: Nelson-Hall.
Fowler, J.W. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Fraenkel, J.R. (1997). How to Teach About Values: An Analytic Approach. New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc.
Gagne, N. L. & Berliner, D. C. (l984). Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company.
Gagne, R. M. & Briggs, L. J. (l979). Prinsiples of In-structional Design. New York: Holt, Renehart and Winston.
Gagne, R.M. (l967). The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart, and Winston.
Hall, Gene E & Jones, H.L. (1976) Competency-Based Education: a Process for the Improvement of Education. New
Jersey: Englewood Cliffs, Inc.
Harjanto. (1997). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hardjito. (2002). Internet Untuk Pembelajaran. Di download pada tanggal 21 Mei 2007.
Hidayah, Isti, dkk. 2006. Workshop Pendidikan PAI 2. Semarang: Jurusan PAI UNNES.
Indrianto, Lis. (1998). Pemanfaatan Lembar Kerja Siswa Dalam Pengajaran PAI Sebagai Upaya Peningkatan Prestasi
Belajar PAI. Semarang: IKIP Semarang.
Joice, B, & Weil, M. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Englewood Cliffs, Publ.
Kaufman, Roger A. (1992). Educational Systems Planning. New Jersey: Englewood Cliffs.

289
Kemp, Jerold (1977). Instructional Design: a Plan for Unit and Curriculum Development. New Jersey: Sage Publication.
Marzano RJ & Kendal JS (1996). Designing Standard-Based Districs, Schools, and Classrooms. Vriginia: Assiciation for
Supervision and Curriculum Development.
McAshan, H.H. (1989). Competency-Based Education and Behavioral Objectives. New Jersey: Educational Technology
Publications, Engelwood Cliffs.
Muhaimin, 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa.
Muhaimin, (2005). Pengembangan Kurikulum, sekolah umum, madrasah dan perguruasn tinggi, Bandung: Nuansa.
Muhaimin. (2010). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nana Sudjana. (1991). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar Bandung: Sinar Baru.
Oneil Jr., Harold F. (1989). Procedures for Instructional Systems Development. New York: Academic Press.
Purwo Sutanto, Pengembangan Bahan Ajar, edukasi.kompasiana. com, diakses 14 Desember 2010
Reigeluth, Charles M. (1987) Instructional Theories in Action: Lessons Illustrating Selected Theories and Models. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publ.
Russell, James D. (1984). Modular Instruction: a Guide to Design, Selection, Utilization and Evaluation of Modular
Materials. Minneapolis: Burgess Publishing Company.
Sardjono, Pendidikan (infopendidikankita.blogspot.com, diakses 14 September 2010
Sounders, John. (1999). Cotextually Based Learning: Fad or Proven Practice. CORD. Waco, Texas, USA.
S.T. Vebrianto, (1985). Pengantar Pengajaran Modul, Yogyakarta: Yayasan Pendidikan Paramita.
Suyitno, Amin, dkk. (1997). Dasar dan Proses Pembelajaran PAI. Semarang: FMIPA Unnes.
Tarmizi Taher, (1996). Prospek Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dalam Pembangunan Pendidikan

290
Nasional..Ujungpandang: Ceramah Menteri Agama pada Konvensi Nasional Pendidikan Nasional III, tanggal 4-7
Maret.
Wina Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Yaniawati, R. Poppy. (2000). Penerapan E-Learning Dalam Pembelajaran PAI Yang Berbasis Kompetensi.
http://www.jurnalkopertis4.org. didownload pada tanggal 15 Mei 2007.
Zainuddin,M. (2008). Paradigma Pendidikan Terpadu: Menuju Pembentukan Generasi Ulul Albab Malang, UIN Press,

Contoh I
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah : MI Islamiyah Lamongan


Mata Pelajaran : Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas/Semester : IV / Ganjil

291
A.Materi Pokok : Kepribadian dan Dakwaah Nabi Muhammad
B. AlokasiWaktu : (3 x 40 menit)
C. TujuanPembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan peserta didik mampu menyebutkan tata cara dakwah Nabi Muhammad,
menjelaskan perbedaan metdoe dakwah Nabi di Makkah dan Madinah dan nilai-nilai dakwah Nabi Muhammad serta
menerapkan tata cara dakwah Nabi di Lingkungan sekitar dengan baik
D. Kompetensi Dasar
1.1 Meyakini kebenaran dari Allah SWT walaupun banyak tantangan yang harus dihadapi sebagai implementasi nilai-nilai
dakwah Rasulullah di tahun-tahun awal kenabian.
1.2 Santun dalam menyampaikan kebenaran sebagai implementasi nilai dakwah Rasulullah.

E. Indikator Pencapaian Kompetensi


1.1.Menyebutkan tata cara dakwah Nabi Muhammad
1.2.Membedakan metode dakwah Nabi di Makkah dan Madinah
1.3.Menjelaskan nilai-nilai dakwah Nabi Muhammad
1.4. Menjelaskan metode dakwah Nabi di Lingkungan sekitar
1.5. Menganalisa perilaku positif yang ditunjukkan Nabi dalam kontek “dakwah Nabi”
F. Materi Pembelajaran
Sirah dan dakwah Nabi serta Lahirnya Masyarakat Islam
Perkawinan antara Abdullah dengan Aminah yang masih satu keturunan itu telah melahirkan seorang manusia
yang kelak akan menjadi Nabi dan Rasul yang terakhir. Muhammad namanya. Beliau lahir pada tahun 570 masehi di
Makkah, bertepatan dengan tahun Gajah.
292
Muhammad dilahirkan dari keluarga yang secara materiil lemah, tetapi memiliki kedudukan yang terhormat,
karena berasal dari suku Quraish, suku yang punya kelas tinggi saat itu. Perjalanan hidupnya penuh dengan ujian dan
cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa. Usia 2 bulan dalam kandungan ibunya Beliau ditinggal oleh ayahnya, karena itu
ketika lahir Beliau telah menjadi yatim. Pada usia 6 tahun, Beliau ditinggal ibunya, kemudian ia diasuh kakeknya,
Abdul Muthalib, namun tidak lama kemudian ditinggal juga, kakeknya meninggal, dan selanjutnya pamannya yang
mengurus, Abu Thalib yang tersohor dengan karismatiknya di kalangan kaum Quraish.
Mulai usia 12 tahun, beliau telah menemani pamannya berdagang ke Syam. Tetapi di tengah perjalanan
bertemu dengan seorang Rahib Nasrani yang bernama Bahira. Kemudian ia melarang Abu Thalib membiarkan
Muhammad tanpa pengawalan, sebab ia melihat tanda kenabian dalam diri Muhammad, dan jika tanda itu diketahui
oleh orang Yahudi dikawatirkan mereka akan membunuhnya.
Di usia yang ke 25 tahun, Beliau menikah dengan seorang janda kaya dan cantik, Khadijah. Hal ini terjadi atas
ketertarikan Khadijah terhadap Muhammad yang jujur, cakap. Baru pada usianya yang ke 40 tahun setelah
mengadakan meditasi di Gua Hira, akibat dari pandangannya yang menolak tradisi bangsa Arab yang dari segi etika
dan moral mengalami kehancuran, kemudian Beliau mendapatkan wahyu.
Perjalanan kenabian dan kerasulan Muhammad yang membawa risalah dan kebahagiaan seluruh umat manusia
ternyata tidak selamanya mulus, terutama di awal kenabiannya di Makkah. Orang Makkah begitu benci kepada Beliau
dan pengikutny, mereka beranggapan bahwa Muhammad itu berbahaya, karena telah menghancurkan pranata
kebanaran yang telah mereka bangun dan tradisikan.
Kebencian orang Arab (Makkah) terhadap Nabi dan pengikutnya ditunjukkan dengan serangan-serangannya
baik fisik maupun non fisik. Bangsa Arab selalu menghujamkan hinaan dan cacian kepada Nabi dan sahabatnya,
bahkan kerapkali sahabatnya itu ada yang disiksa secara fisik.
Serangan kaum Quraish semakin hari semakin gencar, sehingga periode Makkah ini sekalipun ada bangsa Arab
yang masuk Islam, namun secara kuantitatif jumlah dan perkembangannya relatif kecil dibandingkan periode
berikutnya, yaitu periode Madinah. Karena itu pula misi Nabi di Makkah dalam penyebaran ajarannya, sambutan
masyarakat tidak sehangat masyarakat Madinah. Dengan demikian, Muhammad baru dapat dikatakan sebagai kepala
agama dan kepala pemerintahan ketika berada di Madinah. Karena itu fungsi Muhammad sebagai kepala agama dan

293
kepala pemerintahan baru bisa dijalani ketika Nabi berada di Madinah. Masyarakat Madinah memerlukan orang yang
bisa menjembatani konflik berkepanjangan antar etnis dan Nabi sebagai dewa penolong saat itu.1
Sejarah perjalanan Nabi di atas memberikan gambaran, bahwa ajaran Islam baru muncul di usia Muhammad
yang ke-40, atau tepatnya pada tahun 610 Masehi. Dalam sejarah ayat dan surat yang pertama kali turun, yaitu surat Al
Alaq ayat 1 – 5 pada tanggal 17 Ramadhan, dan karenanya bulan ini dianggap sebagai bulan yang penuh berkah bagi
umat Islam. Sejak saat itulah Muhammad mendapat gelar sebagai seorang Nabi dan rasul.
Misi kerasulan pertama kali disebarkan kepada keluarga terdekat. Kemudian kepada saudara-saudaranya juga
pada sahabat-sahabat terdekatnya. Secara perlahan, pengikutnya bertambah. Yang mula-mula sekali melangkahkan
kakinya untuk masuk Islam adalah Abu Bakar As-Shidiq sekaligus menjadi pembantu Nabi dalam menyebarkan
ajaran Islam. Melalui Abu Bakar masuklah Usman bin Affan ke dalam ajaran Islam, Talhah dan Sa’ad dll. Dari
kalangan wanita yang mula-mula masuk Islam adalah Khadijah, istri beliau sendiri yang paling dicintainya. Setelah itu
segera Ali masuk Islam, dari golongan anak-anak yang berumur sekitar delapan tahun, beliau adalah anak Abu Thalib.
Sahabat-sahabat inilah yang membantu Rasulullah mengembangkan sayap-sayap ajaran-ajaran Islam. Hari
berganti hari kaum muslimim pun bertambah besar. Dan yang masuk ajarannya cukup bervariasi, ada yang berasal
dari keturunan yang lemah, ada juga yang berasal dari keturunan yang kaya.
Setelah tiga tahun Nabi mengadakan dakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian turunlah ayat AL Qur’an
yang menyuruh nabi untuk mendakwakan secara terang-terangan, Allah menyuruh Nabi untuk menyampaikan ajaran
Islam dan menyuruh untuk memalingkan dari orang-orang musyrik.
Mulai saat itulah Nabi Muhammad saw. Menyebarkan Islam secara terang-terangan. Islam didakwakan kepada
seluruh ummat manusia, meskipun dakwahnya ini banyak mendapat rintangan dan perlawanan dari suku Quraisy dan
bangsa Arab umumnya. Nabi dan sahabatnya sering dihina, diancam, diserang fisik. Namun kesabaran Nabi dalam
menghadapi semua itu, justru menimbulkan jumlah pengikutnya semakin bertambah, walaupun pada akhirnya atas ijin
Allah mengadakan hijrah ke Yasrib (Madinah) sebagai suatu strategi untuk menaklukkan bangsa Arab yang sombong
di kemudian hari2.

1 Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah dan Analisis Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.3
2 Syeh Mahmuddunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung,: Rosdakarya, 1994), hal. 124-125.
294
Di tengah-tengah kemelut yang berkembang, desakan kaum Quraisy semakin besar, Nabi ditinggal oleh
istrinya tercinta, kemudian ia ditinggal oleh pamannya, Abu Thalib, yang selama hidupnya menjadi penopang utama
dalam menyebarkan ajaran Islam.
Jika diperhatikan secara teliti perjuangan Nabi Muahmmad Saw. Dalam menyebarkan agama Islam begitu
banyak sekali ujian dari Tuhan. Beliau seperti tidak pernah diberi kesempatan mendapatkan kasih sayang dari orang-
orang yang dicintainya. Juga seperti tidak pernah diberi kesempatan mendapat perlindungan orang-orang yang kuar.
Namun jika diperhatikan secara teliti, ini semua akan memberi arti bahwa, Nabi Muhammad disuruh hanya untuk
mengoksentrasikan dirinya kepada Allah SWT. Allah menjadi pelindung dan pemelihara yang paling utama dan
sekaligus sebagai tempat meminta pertolongan yang paling sempurna.
Ajaran yang diberikan Nabi Muhammad Saw. Ketika berada di Makkah adalah ajaran tentang tauhid. Umat
manusia yang akan memeluk ajaran Islam diharuskan untuk mengosongkan dan merenungkan, mengapa alam ini
tercipta dengan susunan yang sangat rapi? Mengapa manusia itu tercipta?, mengapa matahari dan bulan tidak
berbenturan?, mengapa antara satu makhluk dengan makhluk lainnya saling membutuhkan?.
Dari sini niscaya akan tumbuh suatu pemikiran, siapa yang mengurus dan menciptakannya? Kemudian akan
mendapatkan jawaban, bahwa semua itu adalah ciptaan Tuhan dan peraturannya semuanya diciptakan Tuhan, karena
itu makhluk untuk mengabdi kepadanya dan menghilangkan seluruh keyakinan selain kepadanya, kepadanya kita
meminta pertolongan, hanya kepada Dzat itulah jiwa raga manusia di persembahkan. Jadi seluruh sembahan berupa
patung, api, fir’aun-fir’aun hanyalah ilusi saja, tidak sesuai dengan martabat dan harga diri manusia. Jika manusia
menyembah kepada sesuatu yang diciptakan. Ajaran tauhid ini merupakan ajaran yang essensial dari yang diajarkan
Nabi Muhammad di Makkah. Karena ajaran ini, ummat manusia menjadi terbebas dari segala tirani yang diajarkan
orang-orang tertentu. Dan karena ajaran inilah sangat wajar, jika jumlah yang masuk Islam di periode ini secara
kwantitatif kebanyakan dari kelompok lemah, yang sering mendapat perlakuan ketidakadilan dari penguasa yang ada
pada waktu itu.
Ajaran Muhammad memberikan kebebasan kepada umat manusia, dan menjadikan manusia sederajat antara
yang satu dengan lainnya. Orang yang selama ini mendapat tekanan dan ketidakadilan, berduyun-duyun memasuki

295
Islam. Dan karena inilah suku Quraish yang berkuasa merasa kekuasaan dan pengaruhnya mulai dieliminir oleh
pengaruh ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad.3
Penekanan yang dilakukan suku Quraish terhadap Nabi Muhammad dan pengikutnya semakin ditingkatkan,
mereka mengadakan penindasan dan intimidasi, sekalipun terintimidasi itu tidak memberikan pengaruh terhadap
keimanan para sahabat Nabi yang telah memeluk Islam. Namun penindasan itu tidak ujung mengalami penghentian,
mereka terus melakukan penindasan, karena seperti diungkapkan oleh sejarawan, bahwa kaum Quraisy melakukan
penentangan diakibatkan karena pengaruh revolusi Rasulullah dalam mengubah cara pandang masyarakat,
mengakibatkan secara politik kaum Quraisy akan kehilangan pamor kekuasaannya.
Sebagai akibat dari penindasan dan intimidasi kaum Quraisy terhadap Nabi dan sahabatnya mengadakan hijrah
ke Yasrib. Semula sebagian sahabat sedikit demi sedikit dikirim ke Yasrib secara sembunyi-sembunyi, kemudian
disusul oleh Nabi setelah mengalami satu ujian. Suku Quraisy dan bangsa Arab pada umumnya tahu bahwa Nabi akan
mengadakan Hijrah, maka atas kesepakatan kaum Quraisy tidak ada jalan lain kecuali Nabi dibunuh. Tapi dalam
sejarah diceritakan, Nabi lolos dari kepungan suku Quraisy dengan selamat dan sampai di Yasrib.
Memehami beberapa uraian mengenai perjalanan Nabi Muhammad di Makkah, maka fungsinya hanya terbatas
kepada kepemimpinan keagamaan, belum menyentuh ke aspek yang lebih luas, kondisi ini terjadi karena secara politik
ummat Islam di Mekkah masih kalah oleh kekuatan dan kekuasaan serta pengaruh kaum Quraish. Muhammad belum
mengibarkan bendera Islam secara politik dan pemerintahan, Beliau hanya sebatas sebagai kepala agama.
G. MetodePembelajaran
 Tanya jawab
 CTL
 Diskusi
 Learning Start with Question
 Visit to Musium

H.Media Pembelajaran

3 Husien Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, Trj. Ali Audah, (Jakarta: Intermasa, 1993), hal.102-103.
296
 Power Point
 Video
 Peta Timur Tengah

I.SumberBelajar
 Buku Ajara SKI kelas IV semester Ganjil
 LKS
 Internet
 Musium

J.Langkah-langkah Pembelajaran
No. Kegiatan Waktu
1. Pendahuluan
1. Guru mengucapkan salam dan meminta peserta salah satu 10 menit
peserta didik untuk memimpin doa
2. Guru memeriksa kehadiran peserta didik
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
4. Guru mengaitkan materi pembelajaran dengan materi
sebelumnya [Appersepsi]
2. Kegiatan Inti
a. Mengamati 100
1. Peserta didik diminta peserta didik untuk mencermati menit
tayangan video tentang dakwah Nabi Muhammad
2. Peserta didik menyampaikan hasil pengamatannya terhadap
tayangan video yang dilihat.
b. Menanya
297
No. Kegiatan Waktu
1. Melalui pemberian motivasi dari guru peserta didik diminta
bertanya terkait dengan pengamatan tayangan video
tentang perjuangan Nabi muhammad dalam menyebarkan
Islam dan tantangannya
2. Peserta didik yang lain menanggapi pertanyaan
c. Mengexplorasi
1. Mengemukakan hasil pengamatan tentang dakwah Nabi
Muhammad.
2. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok dan
diberikan tugas untuk berdiskusi tentang bagaimana
metode dan cara Nabi berdakwah.
d. Asosiasi
Dari hasil Diskusi kelompok tentang tata cara dakwah Nabi
Muhammad , peserta didik diminta mengaitkan dengan realitas
dakwah sekarang ini.
e. Komunikasi
1. Menyampaikan hasil diskusi tentang tentang prilaku dan
dakwah Nabi Muhammad
2. Secara kelompok menanggapi hasil presentasi (melengkapi,
mengkonfirmasi, menyanggah)Peserta didik secara bergantian
menyampaiakan pemahaman materi yang diperoleh, keompok
lain diminta mengamati dan memberikan tanggapan

3. Penutup

298
No. Kegiatan Waktu
1. Peserta didik menyimpulkan materi pembelajaran dengan
dibantu guru
2. Mengadakan evaluasi
3. Menyampaikan kegiatan tindak lanjut dengan memberikan
secara kelompok
4. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.

K.Penilaian Hasil Pembelajaran


1. Jenis Penilaian: Tes dan Non Tes.
2. Bentuk penilaian tes: Soal Essay Terlampir).
3. Bentuk Penilaian non tes: Penilaian Sikap dan unjuk kerja.

RubrikPenilaianSikapdalamMengikutiDiskusi
Aspek yang diamati
No Nama Siswa Keterangan
1 2 3 4 5

Aspek yang dinilai


1. Keaktifan
2. Kerjasama
3. Keberanianberpendapat
4. Keterbukaanterhadappendapat orang lain
299
5. Sikaptanggungjawab

Skorpenilaian :
Skor perolehan
Nilai =
............. x 100
Skor Maksimal
Kriteria Nilai
A = 80 – 100 : Baik Sekali
B = 70 – 79 : Baik
C = 60 – 69 : Cukup
D = ‹60 : Kurang

RubrikPenilaianUnjukKerja
No. Nama Peserta Didik Aspek Yang Dinilai Jumlah Skor
1 1 2 3 4
2
3
Dst.

300

Anda mungkin juga menyukai