Hormon merupakan bahan yang dihasilkan oleh organ tubuh yang memiliki
efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas organ tertentu. Setelah disekresi oleh
kelenjar endokrin, hormon diangkut oleh darah ke jaringan sasaran untuk
memengaruhi/mengubah kegiatan jaringan tersebut. Hormone yang dihasilkan
dapat berupa satu macam hormon ( hormon tunggal ) dan lebih dari satu hormon
( hormon ganda ).
Kelenjar endokrin merupakan kelompok sel yang terdiri atas deretan sel
berbentuk lempengan atau gumpalan yang disokong oleh jaringan ikat halus yang
banyak mengandung pembuluh kapiler sinusoid yang berasal dari embrional. Sel
endokrin berintegrasi untuk mengatur dirinya dalam berbagai macam cara yang
rumit dengan melibatkan sistem saraf (Syaifudding, 2009).
a. Kelenjar hipofisis
b. Kelenjar tiroid
c. Kelenjar paratiroid
d. Kelenjar timus
e. Kelenjar supra renal
f. Kelenjar pienalis
g. Kelenjar pankreatika
h. Kelenjar kelamin
1). Kelenjar testika
2). Kelenjar ovarika
B. Hormon
Hormon adalah penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel
khusu kedalam aliran darah dan selanjutnya dibawa oleh sel-sel tanggap
(responsive cells) tempat terjadinya khasiat tersebut.
Hormon disintesis dalam jaringan dan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk
bereaksi pada sel-sel yang berdekatan dalam jaringan. Molekul yang di hasilkan
oleh jaringan tertentu, setelah dikeluarkan langsung masuk ke dalam darah untuk
dibawa ketempat tujuan. Secara khusus hormon dikaitkan dengan kimia organik
yang mempunyai aktivitas tinggi meskipun hanya diberikan dalam jumlah yang
sangat sedikit.
Hormon yang dihasilkan langsung disekresikan kedalam pembuluh darah
langsung ke tempat yang membutuhkan, setibanya ditempat organ tujuan,
hormone melakukan kegiatan yang spesifik yaitu mengatur proses metabolism
dari organ tujuan.
1. Hormon Utama
Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam hormon yang berbeda,
seperti :
2. Kelenjar Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar yang terletak didalam leher bagian bawah,
melekat pada tulang laring sebelah kanan depan trakea dan melekat pada
dinding laring. Kelenjar ini terdiri atas 2 lobus (lobus dekstra dan lobus
sinistra) yang saling berhubungan, masing-masing lobus tebalnya 2 cm,
panjang 4cm, dan lebar 2,5 cm. kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin.
Pembentuk hormon tiroid tergantung dari jumlah yodium eksogen yang
masuk ke dalam tubuh. Sumber utama untuk memelihara keseimbangan
yodium adalah yodium dalam makanan dan air minum.
a. Transport aktif dari plasma kedalam tiroid dan lumen dari folikel-folike
dibantu oleh Thyrotrop Stimulating Hormone (TSH).
b. Dalam kelenjar tiroid, iodide dioksidasi sehingga menjadi iodin yang aktif
dan dibantu oleh TSH.
c. Idiotrosin mengalami perubahan kondensasi oksidatif dengan bantuan
peroksidase. Reaksi ini terjadi dalam molekul triglobulin dan membentuk
idiothyronine diantara T3 dan T4 yang terikat pada tiroksin dalam
kelenjar tiroid dan didapat dalam bentuk tiroksin.
d. Tahap terakhir pelepasan iodothyronine yang bekas kedalam darah,
setelah triglobulin dipecah (hidrolisis) oleh suatu proses T3 dan T4 bebas
dalam kelenjar tiroid dapat lepas dalam darah.
3. Efek T3 dan T4
a. Kalorigenik : meninggalkan konsumsi oksigen disemua jaringan kecuali
pada orang dewasa (otak, limpa, hipofisis anterior, testis, uterus, dan
kelenjar limfe). Efek T3 dan T4 tergantung pada jumlah katekolamin.
Merangsang metabolism zat dalam sel glikogenolisis dalam sel hati
metabolism protein dan lemak pada tulang dan otot meninggalkan
produksi panas.
b. Pertumbuhan dan perkembangan : T3 dan T4 merangsang sekresi
Growth Hormon dan memperkuat efek Growth Hormon untuk
mempengaruhi sel-sel saraf dan perkembangan mental pada anak balita
dan janin.
4. Efek Metabolik Hormon Tiroid
a. Kalorigenik.
b. Termoregulasi.
c. Metabolisme protein: dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
d. Metabolisme karbohidrat: bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
e. Metabolisme lipid: t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.
f. Vitamin a: konversi provitamin a menjadi vitamin a di hati memerlukan
hormon tiroid.
g. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya
3 tahun pertama kehidupan.
h. Lain-lain: pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi
diare
C. Hipertiroid
1. Definisi
Hipertiroid adalah keadaan dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
secara berlebihan, hormon yang dihasilkan ini melebihi kapasitas metabolism
tubuh kita sehingga semua makanan yang dimakan akan langsung dicerna
dengan sangat cepat. Akibatnya nutrisi tidak terserap oleh tubuh (Harmanto,
2004). Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi diamana terjadi
kelebihan sekresi hormon tiroid. Tiroksikosis mengacu pada manifestasi klinis
yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan oleh
peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang
dapat dicegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan
kelainan yang sangat menonjol pada wanita. kelainan ini menyerang wanita
empat kali lebih banyak dari pada pria, terutama wanita muda yang berusia
antara 20 sampai 40 tahun (Rumahorbo, 2010).
2. Etiologi
Hipertiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan
keduanya.
a. Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang overatif dan
merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan, wanita 5 kali lebih sering daripada pria, di duga
penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana antibody yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating immunogirobulin (TSI
antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitive terhadap sinaf, terasa
seperti ada pasir di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision.
Penyakit mata ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi
rendahnya hormone tiroid. Ganguan kulit menyebabkan kulit jadi merah,
kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak.
b. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa
satu atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji
itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang
berlebihan.
c. Minum Obat Hormon Tiroid Berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan
Kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat
tiroid, ada pula orang yang minum hormone tiroid dengan tujuan
menurunkan berat badan hingga timbul efek samping.
4. Pathway
Ketidakefektifan pola
Respirasi Thakipnea nafas
5. Manifestasi Klinis
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien
tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat
dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi
kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah
palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan penurunan berat badan.
Adapun tanda dan gejala hipertiroidisme jika di lihat dari persistem maka akan
memiliki gambaran klinis seperti berikut :
6. Klasifikasi
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu
penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok
gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme
akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering
disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan
kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata
melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi.
Goiter nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi
goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart,
2009)
7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik.
Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme, perlu
dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas, dan iodine radioaktif.
1. Thyroid stimulating hormone (TSH)
Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan hormon yang diproduksi oleh
hipofisis untuk menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Pada kondisi normal terdapat negative feedback pada pengaturan sekresi TSH
dan hormon tiroid di sistem pituitarythyroid axis. Apabila kadar hormon tiroid di
aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan mengurangi sekresi TSH yang
pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid kembali normal. Sebaliknya
apabila kadar hormon tiroid rendah maka hipofisis akan mensekresi TSH untuk
memacu produksi hormon tiroid.
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan
lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid
akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga
pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan
darah lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid.
Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder atau yang
disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan
tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus
hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan
serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan
(Bahn et al, 2011).
2. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya
dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek
biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya.
Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan tiroidektomi
pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum
terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total
T3 dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan
dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid (Bahn et al, 2011).
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi
hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’
Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3
yang disintesis pada kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3
lebih besar. Sedangkan pada pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis
rasio total T3 dan T4< 20(Bahn et al, 2011; Baskin et al, 2002).
3. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’
disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang biasanya diukur
dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody
(anti-TPOAb), thyroid stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody
(anti-TgAb). Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan
hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada
70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada 70–95% pasien (Joshi,
2011).
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada
orang dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan
tiroiditis post partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb
pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post
partum (Stagnaro-Green et al, 2011).
9. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar
yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila
tidak diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi.
c. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode
terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak
pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan
direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat
besar (Baskin et al, 2002).
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode
berikut.
1) Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid.
Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien
perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup.
2) Tiroidektomi sub-total
Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid
sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid
yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid.
Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah
hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon
paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa
hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid dan paratiroid
terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat
ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi.
Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun
permanen. Selain hipoparatiroidisme, efek samping lainnya yang dapat muncul
adalah gangguan pada produksi suara beberapa hari hingga beberapa minggu
setelah operasi (Bhattacharyya dan Fried, 2002).
11. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Dapatkan riwayat kesehatan, lakukan pemeriksaan fisik dan dapatkan nilai
laboratorium.
2. Tanyakan pasein tentang tingkat keparahan dan jenis gejala yang dialami serta
dampak pada gaya hidup, riwayat pengobatan yang pernah dilakukan.
3. Tanyakan tentang riwayat keluarga mengenai hipertiorid yang di wariskan.
4. Lakukan pengkajian nutrisi : tanyakan tentang kebiasaan diet seperti konsumsi
tinggi yodium.
5. Pantau hasil tes laboratorium yang relevan perhatikan/catat adanya perubahan .
6. Kaji status jantung (untuk gejala peningkatan beban kerja atau gagal jantung):
takikardi, palpitasi, dyspnea.
7. Kaji fungsi GI : mual, muntah, diare yang terjadi.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas
2. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism
3. Penurunan curah jantung b.d hipertiroid tidak terkontrol, hipermetabolisme,
peningkatan beban kerja jantung
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolism, intake tidak adekuat
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot, fatique
c. Perencanaan dan Tujuan
Tujuan utama untuk pasien dapat mencakup pola nafas efektif, menunjukan
toleransi aktivitas, mecapai atau mempertahankan nutrisi yang adekuat.
d. Intervensi Keperawatan
1. Menangani Pola Nafas
a) Airway management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
2) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Pasang mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu monitoring respirasi dan status O2
b) Oksigen therapy
1) Bersihkan mulut, hidung dari sekret
2) Pertahanakan jalan napas yang paten
3) Atur peralatan oksigenasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi pasien
6) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi
c) Vital sign monitoring
1) Monitor TD, nadi, respirasi dan suhu
2) Monitoring vital sign saat klien berbaring, duduk atau berdiri
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
4) Monitor TD, nadi, respirasi dan suhu sebelum, selama dan setelah aktivitas
5) Monitor kualitas dari nadi
6) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
7) Monitor suara paru
8) Monitor pola napas abnormal
9) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
10) Monitor sianosis perifer
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2. Mempertahankan nutrisi yang adekuat
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Anjurkan pasien untuk mengikatkan intake fe
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
d) Berikan substansi gula
e) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
f) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
3. Hipertermi
a) Monitor warna dan suhu kulit
b) Monitor IWL
c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
d) Tingkatkan sirkulasi udara
e) Monitor intake dan output
f) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
g) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi]
h) Berikan anti piretik
4. Penurunan curah jantung
a) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi dan durasi)
b) Catat adanya distrimia jantung
c) Catat adanya tanda gejala penurunan cardiac output
d) Monitor balance cairan
e) Monitor adanya perubahan tekana darah
f) Monitor adanya dypsneu, fatique, takipneu dan ortopneu
5. Intoleransi aktivitas
a) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
b) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
c) Bantu klien membuat jadwal latihan di waktu luang
d) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
e) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
f) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program
terapi yang tepat