Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin adalah sistem yang bekerja dengan perantara zat-zat kimia
( hormon ) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan
kelenjar buntu ( sekresi interna ) yang mengirim hasil sekresinya langsung ke
dalam darah dan cairan limfe. Hasil sekresinya beredar dalam jaringan kelenjar
tanpa melewati saluran (duktus ). Permukaan sel kelenjar menempel pada
dinding stenoid/kapiler darah. Hasil sekresi dari kelenjar endokrin disebut
hormon.

Hormon merupakan bahan yang dihasilkan oleh organ tubuh yang memiliki
efek regulatorik spesifik terhadap aktivitas organ tertentu. Setelah disekresi oleh
kelenjar endokrin, hormon diangkut oleh darah ke jaringan sasaran untuk
memengaruhi/mengubah kegiatan jaringan tersebut. Hormone yang dihasilkan
dapat berupa satu macam hormon ( hormon tunggal ) dan lebih dari satu hormon
( hormon ganda ).

Sistem endokrin terdiri atas kelenjar-kelenjar yang bekerja sama dengan


sistem saraf yang mempunyai peranan penting dalam pengendalian kegiatan
organ-organ tubuh.

Kelenjar endokrin merupakan kelompok sel yang terdiri atas deretan sel
berbentuk lempengan atau gumpalan yang disokong oleh jaringan ikat halus yang
banyak mengandung pembuluh kapiler sinusoid yang berasal dari embrional. Sel
endokrin berintegrasi untuk mengatur dirinya dalam berbagai macam cara yang
rumit dengan melibatkan sistem saraf (Syaifudding, 2009).

1. Fungsi Sistem Endokrin

Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :


a. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang
Berkembang.
b. Menstimulasi urutan perkembangan.
c. Mengkoordinasi sistem reproduktif.
c. Memelihara lingkungan internal optimal.
d. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat.
2. Kelenjar – Kelenjar Endokrin

Kelenjar endokrin terdiri atas kelenjar – kelenjar berikut ini :

a. Kelenjar hipofisis
b. Kelenjar tiroid
c. Kelenjar paratiroid
d. Kelenjar timus
e. Kelenjar supra renal
f. Kelenjar pienalis
g. Kelenjar pankreatika
h. Kelenjar kelamin
1). Kelenjar testika
2). Kelenjar ovarika

B. Hormon
Hormon adalah penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel
khusu kedalam aliran darah dan selanjutnya dibawa oleh sel-sel tanggap
(responsive cells) tempat terjadinya khasiat tersebut.

Hormon disintesis dalam jaringan dan diangkut oleh sistem sirkulasi untuk
bereaksi pada sel-sel yang berdekatan dalam jaringan. Molekul yang di hasilkan
oleh jaringan tertentu, setelah dikeluarkan langsung masuk ke dalam darah untuk
dibawa ketempat tujuan. Secara khusus hormon dikaitkan dengan kimia organik
yang mempunyai aktivitas tinggi meskipun hanya diberikan dalam jumlah yang
sangat sedikit.
Hormon yang dihasilkan langsung disekresikan kedalam pembuluh darah
langsung ke tempat yang membutuhkan, setibanya ditempat organ tujuan,
hormone melakukan kegiatan yang spesifik yaitu mengatur proses metabolism
dari organ tujuan.

1. Hormon Utama
Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam hormon yang berbeda,
seperti :

Hormon Yang Fungsi


menghasilkan
Aldosteron Kelenjar adrenal Membantu keseimbangan
garam & air dengan cara
menahan garam & air serta
membuang kalium
Antidiuretik(vasopresin Kelenjar 1.    Menyebabkan ginjal
) Hipofisa menahan air
2.    Bersama dengan
aldosteron, membantu
mengendalikan tekanan
darah
Kartikosteroid Kelenjar adrenal1.    Anti peradangan
memiliki efek 2.    Mempertahankan kadar
yang luas gula darah,tekanan darah &
diseluruh tubuh kekuatan otot
3.    Membantu mengendalikan
tekanan darah
Kartikotropin Kelenjar Mengendalikan
Hipofisa pembentukan & pelepasan
hormon oleh korteks adrenal
Eritropoietin Ginjal Merangsang pembentukan
sel darah merah
Estrogen Indung telur Mengendalikan
perkembangan ciri seksual
& sistem reproduksi wanita
Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula
darah
Hormon pertumbuhan Kelenjar 1.    Mengendalian
Hipofisa pertumbuhan &
perkembangan
2.    Meningkatkan
pembentukan protein
Insulin Pankreas 1.     Menurunkan kadar gula
darah
2.     Mempengaruhi
metabolisme glukosa,protein
& lemak di seluruh tubuh
LH (Luteinizing Kelenjar 1.    Mengendalikan fungsi
Hormone) Hipofisa reproduksi (pembentukan
sperma &
FSH (Follicle smentum,pematangan sel
Stimulating Hormone) telur,siklus menstruasi)
2.    Mengendalikan ciri
seksual pria & wanita
(penyebaran rambut,
pembentukan otot, tekstur &
ketebalan kulit, suara &
bahkan mungkin sifat
kepribadian
Oksitosin Kelenjar Menyebabkan kontraksi otot
Hipofisa rahim & saluran susu di
payudara
Hormon Paratiroid Kelenjar 1.    Mengendalikan
Paratiroid pembentukan tulang
2.    Mengendalikan pelepasan
kalsium & fosfat
progesteron indung telur
3.    Mempersiapkan lapisan
rahim untuk penanaman sel
telur yang telah dibuahi
4.    Mempersiapkan kelenjar
susu untuk menghasilkan
susu
Polaktin Kelenjar Memulai &
Hipofisa mempertahankan
pembentukan susu di
kelenjar susu
Renin & angiotensin Ginjal Mengenalikan tekanan darah
Hormon Tiroid Kelenjar Tiroid Mengatur pertumbuhan,
pematangan & kecepatan
metabolism
TSH (Tyroid- Kelenjar Merangsang pembentukan &
Stimulating Hormone) Hipofisa pelepasan kelenjar tiroid

2. Kelenjar Tiroid
Tiroid merupakan kelenjar yang terletak didalam leher bagian bawah,
melekat pada tulang laring sebelah kanan depan trakea dan melekat pada
dinding laring. Kelenjar ini terdiri atas 2 lobus (lobus dekstra dan lobus
sinistra) yang saling berhubungan, masing-masing lobus tebalnya 2 cm,
panjang 4cm, dan lebar 2,5 cm. kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin.
Pembentuk hormon tiroid tergantung dari jumlah yodium eksogen yang
masuk ke dalam tubuh. Sumber utama untuk memelihara keseimbangan
yodium adalah yodium dalam makanan dan air minum.

Hormon tiroid dari sel kelenjar memerlukan bantuan TSH untuk


endositosis koloid oleh moikrofili. Enzim proteolitik berfungsi untuk
mencegah ikatan hormon Triiodothyronine (T3) dan Tetraiodothyronine (T4)
dari triglobulin kemudian melepaskan T3 dan T4 ke peredaran darah. Saat
didistribusikan melalui plasma akan terikat pada protein plasma Protein
Bound Iodine (PBI). Sebagian besar PBI T4 dan sebagian kecil PBI T3 akan
terikat pada protein jaringan yang bebas dalam keadaan seimbang.

Reaksi yang diperlukan untuk sintesis dan sekresi hormone tiroid.

a. Transport aktif dari plasma kedalam tiroid dan lumen dari folikel-folike
dibantu oleh Thyrotrop Stimulating Hormone (TSH).
b. Dalam kelenjar tiroid, iodide dioksidasi sehingga menjadi iodin yang aktif
dan dibantu oleh TSH.
c. Idiotrosin mengalami perubahan kondensasi oksidatif dengan bantuan
peroksidase. Reaksi ini terjadi dalam molekul triglobulin dan membentuk
idiothyronine diantara T3 dan T4 yang terikat pada tiroksin dalam
kelenjar tiroid dan didapat dalam bentuk tiroksin.
d. Tahap terakhir pelepasan iodothyronine yang bekas kedalam darah,
setelah triglobulin dipecah (hidrolisis) oleh suatu proses T3 dan T4 bebas
dalam kelenjar tiroid dapat lepas dalam darah.

3. Efek T3 dan T4
a. Kalorigenik : meninggalkan konsumsi oksigen disemua jaringan kecuali
pada orang dewasa (otak, limpa, hipofisis anterior, testis, uterus, dan
kelenjar limfe). Efek T3 dan T4 tergantung pada jumlah katekolamin.
Merangsang metabolism zat dalam sel glikogenolisis dalam sel hati
metabolism protein dan lemak pada tulang dan otot meninggalkan
produksi panas.
b. Pertumbuhan dan perkembangan : T3 dan T4 merangsang sekresi
Growth Hormon dan memperkuat efek Growth Hormon untuk
mempengaruhi sel-sel saraf dan perkembangan mental pada anak balita
dan janin.
4. Efek Metabolik Hormon Tiroid
a. Kalorigenik.
b. Termoregulasi.
c. Metabolisme protein: dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.
d. Metabolisme karbohidrat: bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.
e. Metabolisme lipid: t4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.
f. Vitamin a: konversi provitamin a menjadi vitamin a di hati memerlukan
hormon tiroid.
g. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya
3 tahun pertama kehidupan.
h. Lain-lain: pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi
diare

C. Hipertiroid

1. Definisi
Hipertiroid adalah keadaan dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
secara berlebihan, hormon yang dihasilkan ini melebihi kapasitas metabolism
tubuh kita sehingga semua makanan yang dimakan akan langsung dicerna
dengan sangat cepat. Akibatnya nutrisi tidak terserap oleh tubuh (Harmanto,
2004). Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi diamana terjadi
kelebihan sekresi hormon tiroid. Tiroksikosis mengacu pada manifestasi klinis
yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan oleh
peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang
dapat dicegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan
kelainan yang sangat menonjol pada wanita. kelainan ini menyerang wanita
empat kali lebih banyak dari pada pria, terutama wanita muda yang berusia
antara 20 sampai 40 tahun (Rumahorbo, 2010).

2. Etiologi
Hipertiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan
keduanya.

Hipertiroid akibat malfungsi hipofisis memberikan gambaran kadar TH


dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari TH
dan TSH. Hipertiroid akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan TH
yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.

Beberapa penyakit yang menyebabkan hipertiroid yaitu:

a. Penyakit Graves
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang overatif dan
merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan, wanita 5 kali lebih sering daripada pria, di duga
penyebabnya adalah penyakit autoimun, dimana antibody yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu tyroid stimulating immunogirobulin (TSI
antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB). Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi,
kelainan mata dan kulit, penglihatan kabur, sensitive terhadap sinaf, terasa
seperti ada pasir di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision.
Penyakit mata ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi
rendahnya hormone tiroid. Ganguan kulit menyebabkan kulit jadi merah,
kehilangan rasa sakit, serta berkeringat banyak.
b. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa
satu atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji
itu tidak terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang
berlebihan.
c. Minum Obat Hormon Tiroid Berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium dan
Kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum obat
tiroid, ada pula orang yang minum hormone tiroid dengan tujuan
menurunkan berat badan hingga timbul efek samping.

d. Produksi TSH Yang Abnormal


Produksi TSH kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan,
sehingga merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
e. Tiroiditis (Radang Kelenjar Tiroid)
Tiroiditis sering terjadi pada ibu setelah melahirkan, disebut tiroiditis
pasca persalinan, dimana pada fase awal timbul keluhan hipertiroid, 2-3
bulan kemudian keluar gejala hipotiroid.
f. Konsumsi Yodium Berlebihan
Bila konsumsi berlebihan bisa menimbulkan hipertiroid, kelainan ini
biasanya timbul apabila sebelumnya si pasien memang sudah ada kelainan
kelenjar tiroid.
3. Patofisiologi
Hipertiroid mungkin terjadi karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau
kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau
multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon
tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroid. Bentuk hipertiroid
yang paling umum adalah penyakit graves yang mempunyak tiga tanda
penting : 1. Hipertiroid, 2. Pembesaran kelenjar tiroid, 3. Eksoptalmos.
Penyakit graves merupakan kelainan autoimun yang dimediasasi yang
dimediasi oleh antibody igG yang berikatan dengan reseptor TSH aktif pada
permukaan sel-sel tiroid.
Penyebab lain hipertiroid dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma
toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.

Patofisiologi dibalik manifestasi penyakit hipertiroid graves dapat dibagi


ke dalam dua kategori: 1. Yang sekunder akibat rangsangan berlebih sistem
saraf adrenergik dan 2. Yang merupakan akibat tingginya kadar TH yang
bersirkulasi.

Hipertiroid ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi hormon


tiroid (TH). Karena kerja dari TH pada tubuh adalah merangsang, maka
terjadi hipermetabolisme, yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis.
Jumlah TH yang berlebihan menstimulasi sistem kardia dan meningkatkan
jumlah reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah pada takikardi dan
peningkatan curah jantung, volume sekuncup, kepekaan adrenergic, dan aliran
darah perifer. Metabolism sangat meningkat, mengarah pada keseimbangan
nitrogen negatif, penipisan lemak dan hasil akhir defisiensi nutrisi.

Hipertiroid juga terjadi dalam perubahan sekresi dan metabolisme


hipotalamik, pituitari dan hormon gonad. Jika hipertiroid terjadi sebelum
puberas, akan terjadi penundaan perkembangan seksual pada kedua jenis
kelamin, tetapi pada pubertas, mengakibatkan penurunan libido baik pada pria
dan wanita. setelah pubertas wanita akan juga menunjukan ketidakteraturan
menstruasi dan penurunan fertilitas.

4. Pathway

Konsumsi iodium tinggi Adenoma Tiroiditis

Kerja tiroid meningkat Hiperfungsi kelenjar Gangguan kelenjar


tiroid
Peristaltic usus Diare Hipersekresi Hormon
meningkat

Triodotironin (T3) Tiroksin (T4) Kalsitonin meningkat

Metabolisme Pertahankan laju Ca dalam darah


metabolisme
Otot kekurangan Ca
Hipermetabolisme Suhu tubuh meningkat
Penurunan kerja otot
Kardiovaskuler Hipertermi
Kelemahan otot,
fatique, gangguan
-Takikardi & aritmia Penurunan curah
koordinasi dan tremor
-TD, nadi jantung
-Angina Ketidakseimbangan Intoleransi Aktivitas
-Gagal jantung nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intake nutrisi menurun Berat badan menurun

Ketidakefektifan pola
Respirasi Thakipnea nafas
5. Manifestasi Klinis
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang
dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.
Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan umumnya
terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat sehingga pasien
tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat
dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas 60 tahun, manifestasi
kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan yang paling menonjol adalah
palpitasi, dispneu d`effort, tremor, nervous dan penurunan berat badan.

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai


beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis yang paling
sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak
tahan panas, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu
makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera
dipikirkan adanya hipertiroidisme.
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut dengan
eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi otot-otot
ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus berat dapat
menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak. Eksoftalmus
sering menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga permukaan epithel
menjadi kering dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus kornea.
Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala dan tanda
sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri. Pada beberapa
kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid sebagai penyebab
hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus
dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang tinggi atau
atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada usia lanjut ada baiknya dilakukan
pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin dalam darah untuk mendapatkan
hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan dari gejala-gejala klasik seperti
pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma yang kecil.

Adapun tanda dan gejala hipertiroidisme jika di lihat dari persistem maka akan
memiliki gambaran klinis seperti berikut :

Umum BB turun, keletihan, apatis, berkeringat, tidak


tahan panas. Emosi : gelisah, iritabilitas, gugup,
emosi labil, perilaku mania dan perhatian
menyempit.
Kardiovaskuler palpitasi, sesak nafas, angina, gagal jantung, sinus
takikardi, disritmia, fibrilasi atrium, nadi kolaps.
Neuromuskuler gugup, agitasi, tremor, korea atetosis, psikosis,
kelemahan otot, miopati proksimal, paralisis
periodik, miastenia gravis.
Gastrointestinal BB turun, nafsu makan meningkat, diare, steatore,
muntah
Reproduksi oligomenore, amenore, libido meningkat,
infertilitas
Kulit pruritus, eritema Palmaris, miksedemia pretibial,
rambut tipis
Struma difus dengan atau tanpa bising, nodosa
Mata periorbital puffiness, lakrimasi meningkat dan
grittiness of eyes, kemosis ( odema konjungtiva),
proptosis, ulserasi kornea, oftalmoplegia, diplopia,
edema papil, penglihatan kabur.

6. Klasifikasi
Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang
berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu
penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok
gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak.
Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme
akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering
disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan
kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan mata
melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi.
Goiter nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi
goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart,
2009)

7. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis
yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik.
Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme, perlu
dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas, dan iodine radioaktif.
1. Thyroid stimulating hormone (TSH)
Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan hormon yang diproduksi oleh
hipofisis untuk menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar
tiroid. Pada kondisi normal terdapat negative feedback pada pengaturan sekresi TSH
dan hormon tiroid di sistem pituitarythyroid axis. Apabila kadar hormon tiroid di
aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan mengurangi sekresi TSH yang
pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid kembali normal. Sebaliknya
apabila kadar hormon tiroid rendah maka hipofisis akan mensekresi TSH untuk
memacu produksi hormon tiroid.
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH sebagai pemeriksaan
lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid
akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga
pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan
darah lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid.
Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder atau yang
disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan
tidak terdeteksi (<0.01 mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus
hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan
serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan
(Bahn et al, 2011).
2. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan
sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya
dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek
biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya.
Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan tiroidektomi
pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi sebelum
terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total
T3 dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan
dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid (Bahn et al, 2011).
Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi
hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’
Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3
yang disintesis pada kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3
lebih besar. Sedangkan pada pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis
rasio total T3 dan T4< 20(Bahn et al, 2011; Baskin et al, 2002).
3. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’
disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang biasanya diukur
dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody
(anti-TPOAb), thyroid stimulating antibody (TSAb), dan antithyroglobuline antibody
(anti-TgAb). Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan
hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada
70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada 70–95% pasien (Joshi,
2011).
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada
orang dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan
tiroiditis post partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb
pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post
partum (Stagnaro-Green et al, 2011).

8. Interprestasi Hasil Tes


Adapun interprestasi hasil pemeriksaan dari TSH, fT4 dan T3 akan di gambarkan sebagai
berikut :

TSH fT4 T3 Interprestasi


N N N Normal
N N Hipertiroid Subklinis
Hipertiroid
N N Hipertiroid Subklinis
Hipotiroid

9. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien hipertiroid
yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar
yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila
tidak diobati, kematian Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati
Graves, infeksi.

Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi atrium


dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pada orang Asia dapat terjadi episode
paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan adanya
hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan nefrokalsinosis dapat
terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan libido, impotensi,
berkurangnya jumlah sperma, dan ginekomastia.
10. Penatalaksanaan
Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktif maupun
tiroidektomi adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke level normal serta
mencapai kondisi remisi. Kondisi remisi pada pasien hipertiroid dapat tercapai apabila
kadar hormon tiroid pasien dapat dijaga pada rentang euthyroid (Laurberg, 2006).
Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme
adalah sebagai berikut :
a. Obat Anti Tiroid
Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan
kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid).
Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai kondisi euthyroid
secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Lama penggunaan obat
anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi
sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Baskin et al,
2002).
Di negara-negara maju, pengobatan hipertiroidisme cenderung bergeser ke terapi
iodine radioaktif dan penggunaan obat anti tiroid semakin jarang diberikan karena
tingginya kemungkinan relaps (kambuh) setelah remisi dan jangka waktu
pengobatan yang memakan waktu selama satu hingga dua tahun. Namun demikian
obat anti tiroid juga masih umum digunakan pada pasien yang kontraindikasi
terhadap iodine radioaktif, pasien hamil dan pasien yang akan menjalani terapi
radioiodine.
Pada pasien hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxic multinodular goiter
obat anti tiroid tidak direkomendasikan untuk digunakan karena tidak menyebabkan
remisi pada golongan pasien ini. Sedangkan pada pasien Graves’ Disease obat anti
tiroid terbukti dapat menghasilkan remisi karena efek antitiroid dan imunosupresan
(Ajjan dan Weetman, 2007).
1. Jenis Obat Anti Tiroid
Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan
methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamide. Keduanya
memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki profil farmakokinetika
yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumin dan lipofilisitas.
Propylthiouracil dan methimazole dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada
hipertiroidismeyang diakibatkan oleh Graves Disease maupun pada pasien yang
akan menerimaterapi radioiodine dan tiroidektomi (Bahn et al, 2011; Fumarola
et al, 2010).
Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves Disease, obat
anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya sifat imunosupresan.
Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit intratiroid, menekan ekspresi
HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells (Bartalena, 2011; Fumarola et al,
2010).
a) Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid
golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat
ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan
mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi
hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang
dapat menekan produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola
et al, 2010).
b) Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid
golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan hipertiroidisme
dan merupakan metabolit aktif dari carbimazole. Carbimazole merupakan
bentuk pro-drug dari methimazole yang beredar di beberapa negara seperti
Inggris. Di dalam tubuh carbimazole akan diubah menjadi bentuk aktifnya
methimazole dengan pemotongan gugus samping karboksil pada saat
metabolisme lintas pertama (Bahn et al, 2011). Mekanisme kerja
methimazole dalam mengobati hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil
yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah
pembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak memiliki efek
mencegah konversi T4 ke T3 (Nayak dan Burman, 2006).
2. Metode Terapi Obat Anti Tiroid
a. Block and Replacement
Pada metode block and replacement pasien diberikan obat anti tiroid golongan
thionamide (propylthiouracil atau methimazole) dosis tinggi tanpa adanya
penyesuaian dosis bersamaan dengan levothyroxine. Pada penderita Graves’
Disease anti tiroid dosis tinggi diharapkan dapat memberikan efek imunosupresan
yang maksimal. Sedangkan pemberian levothyroxine ditujukan untuk mengganti
kebutuhan hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosis tinggi dan
mencegah hipotiroidisme (Bartalena, 2011).
b. Titrasi
Pada metode titrasi pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi
hipertiroidisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole 15 – 40
mg/hari diberikan single dose dan dosis awal untuk propylthiouracil 300 – 400
mg/hari diberikan multiple dose. Prinsip dari regimen dosis dengan metode titrasi
adalah mencapai kondisi euthyroid secepatnya dan menghindari kondisi
hipotiroidisme. Apabila kadar TSH serum meningkat dan kadar T4 telah
mencapai kondisi euthyroid maka dosis obat anti tiroid diturunkan hingga
mencapai dosis efektif minimal yang menghasilkan efek (Bartalena, 2011).

c. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode
terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak
pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan
direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat
besar (Baskin et al, 2002).
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode
berikut.
1) Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid.
Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien
perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup.
2) Tiroidektomi sub-total
Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid
sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid
yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid.
Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah
hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon
paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa
hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid dan paratiroid
terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat
ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi.
Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun
permanen. Selain hipoparatiroidisme, efek samping lainnya yang dapat muncul
adalah gangguan pada produksi suara beberapa hari hingga beberapa minggu
setelah operasi (Bhattacharyya dan Fried, 2002).
11. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Dapatkan riwayat kesehatan, lakukan pemeriksaan fisik dan dapatkan nilai
laboratorium.
2. Tanyakan pasein tentang tingkat keparahan dan jenis gejala yang dialami serta
dampak pada gaya hidup, riwayat pengobatan yang pernah dilakukan.
3. Tanyakan tentang riwayat keluarga mengenai hipertiorid yang di wariskan.
4. Lakukan pengkajian nutrisi : tanyakan tentang kebiasaan diet seperti konsumsi
tinggi yodium.
5. Pantau hasil tes laboratorium yang relevan perhatikan/catat adanya perubahan .
6. Kaji status jantung (untuk gejala peningkatan beban kerja atau gagal jantung):
takikardi, palpitasi, dyspnea.
7. Kaji fungsi GI : mual, muntah, diare yang terjadi.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan pola nafas
2. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism
3. Penurunan curah jantung b.d hipertiroid tidak terkontrol, hipermetabolisme,
peningkatan beban kerja jantung
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d peningkatan
metabolism, intake tidak adekuat
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot, fatique
c. Perencanaan dan Tujuan
Tujuan utama untuk pasien dapat mencakup pola nafas efektif, menunjukan
toleransi aktivitas, mecapai atau mempertahankan nutrisi yang adekuat.
d. Intervensi Keperawatan
1. Menangani Pola Nafas
a) Airway management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trust bila perlu
2) Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4) Pasang mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu monitoring respirasi dan status O2
b) Oksigen therapy
1) Bersihkan mulut, hidung dari sekret
2) Pertahanakan jalan napas yang paten
3) Atur peralatan oksigenasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Pertahankan posisi pasien
6) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi
c) Vital sign monitoring
1) Monitor TD, nadi, respirasi dan suhu
2) Monitoring vital sign saat klien berbaring, duduk atau berdiri
3) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
4) Monitor TD, nadi, respirasi dan suhu sebelum, selama dan setelah aktivitas
5) Monitor kualitas dari nadi
6) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
7) Monitor suara paru
8) Monitor pola napas abnormal
9) Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
10) Monitor sianosis perifer
11) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
2. Mempertahankan nutrisi yang adekuat
a) Kaji adanya alergi makanan
b) Anjurkan pasien untuk mengikatkan intake fe
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
d) Berikan substansi gula
e) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
f) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
3. Hipertermi
a) Monitor warna dan suhu kulit
b) Monitor IWL
c) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
d) Tingkatkan sirkulasi udara
e) Monitor intake dan output
f) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
g) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi]
h) Berikan anti piretik
4. Penurunan curah jantung
a) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi dan durasi)
b) Catat adanya distrimia jantung
c) Catat adanya tanda gejala penurunan cardiac output
d) Monitor balance cairan
e) Monitor adanya perubahan tekana darah
f) Monitor adanya dypsneu, fatique, takipneu dan ortopneu
5. Intoleransi aktivitas
a) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
b) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan social
c) Bantu klien membuat jadwal latihan di waktu luang
d) Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
e) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
f) Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program
terapi yang tepat

Anda mungkin juga menyukai