Bab 1. Pendahuluan
1. 1 Latar Belakang
Secara teoritis anilin,asam asetat glasial, asam asam anhidrid dapat digunakan
dalam pembuatan asetanilida.Meskipun demikian,ada beberapa faktor yang
mempertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk pembuatan asetanilida.Beberapa
bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan asetanilida antara lain (Diah
Pramushinta,2011).
2.1.1 Anilin
Proses pembuatan anilin dapat dilakukan melalui berbagai macam proses antara lain :
1. Aminasi Chlorobenzen
Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amonia cair, dalam
fasa cair dengan katalis Tembaga Oksidasiyang dipanaskan akan menghasilkan 85 -
90 % anilin. Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah Tembaga Klorida yang
terbentuk dari hasil reaksi samping ammonium klorida dengan Tembaga Oksidasi. Mula-
mula amonia cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan chlorobenzen
dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran
chlorobenzen dengan amonia dilewatkan ke reaktor dengan suhu reaksi 235 °C dan
tekanan 200 atm.
Pada proses aminasi chlorobenzen, hasil yang diperoleh berupa nitro anilin dengan yield
yang dihasilkan adalah 96 % (Fesenden, 1999).
2. Reduksi Nitrobenzen
Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam ( HCl )
serta adanya iron boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara 50 - 500
atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air, dengan
bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :
Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang digunakan
tinggi sehingga kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang dihasilkan
adalah 95 % ( John Wiley and Sons. Inc, 1976 ).
Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai pereduksi
adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan katalisator Nikel
Oksida, reaksinya sebagai berikut :
Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C dan
tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena mengeluarkan panas.
Yield yang dihasilkan pada proses ini adalah 98 % dan kemurnian dari hasil (anilin) yang
tinggi ini (99 %) mengakibatkan anilin dari segi komersial dapat digunakan.
Larut pada pelarut organik dengan baik, larut pada air dengan tingkat kelarutan
3,5 % pada 25 0C
Anilin adalah basa lemah (Kb = 3,8 x 10 -10)
Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer
menghasilkan endapan 2,4,6 tribromanilin, sedangkan halogenasi dengan klorin
menghasilkan trikloroanilin
Anilin beraksi dengan gliserol membentuk quinoline dengan adanya nitrobenzen
dan asam sulfat
Anilin bereaksi dengan hidrogen peroksida dalam larutan metanol membentuk
azoxybenzen
Hidrogenasi anilin dengan menggunakan brom menghasilkan 2,4,6
tribromoanilin.
Anilin pertama kali diisolasi dari distilasi pada tahun 1826 oleh Otto
Unverdorben, yang menamainya kristal. Pada tahun 1834, Friedrich Runge, terisolasi dari
tar batubara zat yang menghasilkan warna biru yang indah pada klorida kapur, yang
bernama kyanol atau cyanol Pada tahun 1841, CJ Fritzsche menunjukkan bahwa, dengan
memperlakukan dengan potas api, itu menghasilkan minyak, yang ia beri nama anilina,
dari nama spesifik dari salah satu menghasilkan tanaman nila, dari Portugis anil, dari
bahasa Arab an- nihil "nila" asimilasi dari al-nihil, dari nila Persia. Tentang waktu yang
sama NN Zinin menemukan bahwa, untuk mengurangi nitrobenzena, dasar terbentuk
yang ia beri nama benzidam.
Agustus Wilhelm von Hofmann menyelidiki zat tersebut dengan berbagai cara,
dan terbukti mereka menjadi identik (1855), dan sejak itu mereka mengambil tempat
mereka sebagai satu tubuh, dengan nama atau Fenilamin anilin.Penemuan ungu muda
tahun 1856 oleh William Henry Perkin adalah yang pertama dari serangkaian-serangkaian
luas pengolahan bahan celup, seperti fuchsine, safranine dan induline. Itu industri skala
digunakan pertama dalam pembuatan mauveine, sebuah ungu pewarna ditemukan pada
1856 oleh Hofmann siswa William Henry Perkin. Pada saat itu penemuan mauveine,
anilin merupakan senyawa laboratorium mahal, tapi segera disiapkan menggunakan
proses yang sebelumnya ditemukan oleh Antoine Béchamp. Industri pewarna sintetis
tumbuh pesat sebagai pewarna anilin baru berbasis ditemukan di tahun 1850-an dan
1860-an (Kirk, 1981).
Asam asetat atau asam cuka adalah senyawa organik yang mengandung gugus
asam karboksilat, yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam
makanan.Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2, dan rumus molekul
CH3COOH.Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah
asam format.Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya
terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH3COO-.Asam asetat termasuk ke dalam
golongan asam karboksilat dengan rumus molekul CH 3COOH, berwujud cairan kental
jernih atau padatan mengkilap, dengan bau tajam khas cuka, titik leburnya 16,7 °C, dan
titik didihnya 118,5° C.
etanoat larut pada suhu 200°C.Asam asetat digunakan dalam pembuatan anhidrida
etanoat untuk menghasilkan selulosa etanoat (untuk polivinil asetat).Senyawa ini juga
dapat dibuat dari fermentasi alkohol, dijumpai dalam cuka makan yang dibuat dari hasil
fermentasi bir, anggur atau air kelapa.Beberapa jenis cuka makan dibuat dengan
menambahkan zat warna (Dedi Anwar, 2009).
1. Karbonilasi metanol
Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini,
metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat
CH3OH + CO → CH3COOH
Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi
dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.
CH3I + CO → CH3COI…………………..( 2 )
Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat
menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol sejak lama
merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol
maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus
mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese pada
tahun 1925. Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diisi bahan-bahan korosif
dari reaksi ini pada tekanan yang dibutuhkan yaitu 200 atm menyebabkan metoda ini
ditinggalkan untuk tujuan komersial.
2. Oksidasi Asetaldehida
Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa
sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namun butana masih berwujud cair. Kondisi
reaksi pada umumnya sekitar 150 °C dan 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil
asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini
juga bernilai komersial dan jika diinginkan kondisi reaksi dapat diubah untuk
menghasilkan lebih banyak produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat
menjadi kendala karena membutuhkan biaya lebih banyak lagi.
Melalui kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh
oksigenudara menghasilkan asam asetat.
2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH
Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) lebih
besar dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan
formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat
sehingga dapat dipisahkan dengan mudah melalui distilasi.
Asam asetat yang jelas, cairan tak berwarna dengan rumus kimia
C2H4O2. Memiliki titik leleh 62,06°F (16.7°C) dan mendidih pada 244,4°F (118°C),
kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 390C. Dalam konsentrasi tinggi,asam
asetat bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Atom hidrogen (H) pada guguskarboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti
asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H + (proton), sehingga memberikan sifat asam.
Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4,8. Basa konjugasinya
adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan
konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2,4.
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan
seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam
asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa. Contohnya
adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam asetat
larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:
Cuka telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh berbagai
bakteri penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan
bir atau anggur.Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai sejak
lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, FilsufYunani kunoTheophrastos menjelaskan
bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk berbagai zat warna, misalnya
timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-
garamtembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa,
sebuah sirup yang amat manis,dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa
mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula
Saturnus. Akhirnya hal ini berlanjut kepada peracunan dengan timbal yang dilakukan
oleh para pejabat Romawi.
Pada abad ke-8,ilmuwan PersiaJabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat
dari cuka melalui distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari
distilasi kering logam asetat. Pada abad ke-16 ahli kimia JermanAndreas Libavius
menjelaskan prosedur tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan
terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan
larutan asam asetat dalam air, sehingga banyak ahli kimia yang mempercayai bahwa
keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berbeda. Ahli kimiaPrancisPierre Adet
akhirnya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.
Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbesintesis asam asetat dari zat
anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasikarbon
disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena
dan klorinasi dalam air menjadi asam trikloroasetat, dan akhirnya reduksi melalui
elektrolisis menjadi asam asetat.Sejak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari
cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan
kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang kemudian diasamkan dengan asam
sulfat menghasilkan asam asetat.
Anhidrida merupakan salah satu turunan asam karboksilat, sehingga dapat disebut
juga dengan anhidrida asam karboksilat.Suatu anhidrida mempunyai struktur dua molekul
asam karboksilat yang digabung menjadi satu dengan melepaskan air.
Reaksi asam anhidrida dengan alkohol atau fenol, dengan bantuan katalis akan
menghasilkan ester. Reaksi ini terutama berguna dengan anhidrida asam asetat yang
tersedia secara komersial.
Anhidrida asam asetat yang digunakan karena hasil esterifikasi fenol ini akan
mendapatkan hasil yang lebih baik apabila digunakan derivat asam karboksilat yang lebih
reaktif. Anhidrida asam merupakan derivat yang lebih reaktif daripada asam karboksilat
yang dapat menghasilkan ester asetat.
Titik Didih
Anhidrida etanoat mendidih pada suhu 140o C. Titik didih cukup tinggi karena
memiliki molekul polar cukup besar sehingga memiliki gaya dispersi Van der
Waals sekaligus gaya tarik dipol-dipol.Akan tetapi, anhidirda etanoat tidak
membentuk ikatan hidrogen. Ini berarti bahwa titik didihnya tidak sama tingginya
dengan titik didih asam karboksilat yang berukuran sama. Sebagai contoh, asam
pentanoat (asam yang paling mirip besarnya dengan anhidrida etanoat mendidih
pada suhu 186o C.
Kereaktifan Anhidrida Asam
Perbandingan Anhidrida Asam dengan Asil Klorida.
Anhidrida bisa dianggap sebagai asil klorida yang termodifikasi.
Bandingan dengan anhidirda asam dengan struktur asil klorida:
Dalam reaksi anhidrida etanoat, gugus yang berwarna merah tersebut selalu tetap
dalam keadaan utuh. Gugus ini seolah-olah mnerupakan sebuah atom tunggal-
persis seperti atom klorida pada asil klorida.Dengan mengambil contoh klorida
etanoil sebagai asil klorida sederhana.
Gas hidrogen klorida dihasilkan, walaupun gas ini bisa bereaksi kembali dengan
komponen-komponen lain dalam campuran. dengan anhidirda asam, reaksi
Seperti halnya dengan hidrogen klorida, produk ini (asam etanoat) juga bisa
bereaksi kembali dengan komponen lain yang ada dalam campuran.
Reaksi-reaksi ini (reaksi asil klorida dan anhidirda asam) melibatkan komponen seperti
air, alkohol dan fenol, atau amonia dan amina. Semua komponen ini mengandung unsur
yang sangat elektronegatif dengan sebuah pasangan elektron bebas yang aktif, baik
oksigen maupun nitrogen.
Karbon Aktif adalah suatu materi karbon atau arang yang memiliki banyak pori-
pori setelah diaktifasi dengan cara memanaskan atau pencampuran dengan bahan kimia.
Walaupun terlihat mudah, tetapi dalam proses pembuatan untuk didapatkan karbon aktif
kualitas tinggi sangat sulit didapatkan. Maka tidak khayal,jika harga karbon aktif dengan
kualitas tinggi sangat mahal harganya.Bahan baku yang dapat digunakan bisa dari karbon
batok, baik kelapa, sawit, atau kemiri, karbon kayu, karbon batang jagung, dan lain-
lain.Pada intinya bahan yang memiliki kadar arang bisa dipakai sebagai bahan baku
karbon aktif.(Rino Safrizal, 2013).
Pada industri air minum, baik yang besar maupun skala depot air isi ulang,
karbon aktif digunakan sebagai penjernih dan penghilang polutan pada air,
sehingga air layak diminum.
Pada industri gas, karbon aktif digunakan sebagai pemurni gas sebelum
dimasukkan ke tabung gas.
Di dunia kesehatan, seperti industri farmasi atau rumah sakit, biasanya digunakan
untuk mengolah limbah cairnya agar menghilangkan zat-zat yang berbahaya.
Di kapal laut, karbon aktif dapat juga digunakan untuk membuat air laut menjadi
air tawar, sehingga dapat digunakan untuk minum, atau MCK para kru kapal.
Pada industri penambangan, karbon aktif biasa digunakan untuk menyerap
material tambang, seperti tembaga, timah, emas, dan sebagainya.
Di bidang kecantikan, karbon aktif mulai diaplikasikan pada produk kecantikan
wajah, khususnya pembersih wajah pria.
2.2.3 Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H 2O,
kerena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut
yang universal.Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai
partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar.Dalam siklusnya di dalam
tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan
mikroorganisme.Jadi, air mineral bukan aquades (H 2O) karena mengandung banyak
mineral.
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad
direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang
tersisa.
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan
pendinginan, sedangkan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrad
dapat diganti dengan asetil klorida.
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih
ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang
dilengkapi dengan pengaduk.
1. Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan ke dalam pelarut yang sesuai atau
dekat titik didihnya.
2. Menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut.
3. Biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk Kristal.
4. Memisahkankristal dari larutan berair.
Pelarut adalah suatu zat yang mengandung beberapa bahan (material) yang
digunakan untuk melarutkan bahan (material) lainnya. Pelarut, terutama pelarut organik
mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan, produktifitas, dan efisiensi di lingkungan
kerja atau industri. Pelarut diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
Dasar dari pelarut jenis ini adalah air. Sebagai contoh larutan asam, larutan basa
dan deterjen yang dilarutkan di dalam air. Umumnya sistem pelarut air memiliki tekanan
uap yang rendah pada suhu kamar sehingga bahaya potensial oleh penghirupan dan
sistemik toxicity tidak besar.
Contoh dari pelarut air adalah asam-asam organik biasa seperti hidrogen halida
(HF, HCl, HI, dan HBr), asam-asam oksigen seperti nitrat/HNO 3, fosfat/H3PO4, dan
sulfat/H2SO4, dan lain-lain seperti hidrogen sulfida/H2S, dan hidrogen sianida/HCN.
membrane) selaput lendir atau saluran pernapasan. Seperti iritasi yang disebabkan oleh
oksidasi HCl dan dehidrasi oleh H 2SO4, HCN, dan H2S. Asam-asam tersebut sangat
beracun dengan akibat yang berbeda dibanding dengan asam lainnya. Asam tersebut
dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam yang ada dalam enzyme
(Cytochrome) yang dapat mencegah terjadinya metabolisme oksigen dalam sel.
Pelarut organik sangat berbahaya bagi kesehatan karena pelarut organik adalah
pelarut yang mengandung bahan kimia yang dapat menguap dengan cepat di udara dan
menghasilkan kadar uap yang tinggi pada keadaan tertentu. Bahaya terhadap kesehatan
yang ditimbulkan oleh pelarut organik tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifatnya yang
khusus atau karakteristik pelarut, namun juga ditentukan oleh cara-cara penggunaannya.
Pelarut organik mempunyai sifat yang sebagian besarnya dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran (pengaruh narkosis).
2.4 Asetanilida
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan
cara mereaksikan asethopenon dengan NH 2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime
yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun
1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H 2O dengan
katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam
asetat.
Sebuah turunan dari asam karboksilat dengan RCONH 2 sebagai rumus umum, di
mana R adalah hidrogen atau alkil atau aril radikal. Amida dibagi menjadi beberapa sub
kelas, tergantung pada jumlah substituen pada nitrogen. Yang sederhana atau primer,
yaitu amida dibentuk oleh penggantian gugus hidroksil karboksilat oleh gugus amino,
NH2dari nama asam karboksilat asal dan menggantinya dengan akhiran "amida"(Austin,
2008).
Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam
kimia, asilasi (secara formal, namun jarang digunakan: alkanoilasi) adalah proses adisi
gugus asil ke sebuah senyawa. Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai
agen pengasil.Asil halida sering digunakan sebagai agen pengasil karena dapat
membentuk elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam katalis. Sebagai contoh
pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil klorida, CH3COCl, sebagai agen dan
aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena:
Asil halida dan anhidridaasam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen
pengasil untuk mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester.
Dalam hal ini, amina dan alkohol adalah nukleofil; mekanismenya adalah adisi-eliminasi
nukleofilik. Asam suksinat juga umumnya digunakan pada beberapa tipe asilasi yang
secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi terjadi ketika lebih dari satu suksinat
diadisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi adalah sintesis aspirin, di
mana asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrida.
Gugus acetyl adalah R – C – OO’ (dimana R = alkil atau aril). Asam Salisilat
merupakan senyawa turunan Asam benzoat yang dikenal juga dengan nama Asam orto-
hidroksi benzoat.Perbedaan Reaksi Asilasi dan Asetilasi adalah pada senyawa yang
disutitusi pada senyawa,pada reaksi asilasi yang di substitusikan adalah gugus asil,
sedangkan pada asetilasi yang direaksikan adalah gugus asetil(Pudjaatmaka, 1992).
Wujud : Padat
Warna : Putih
Bentuk : Butiran (kristal)
1. Pirolisa dari asetanilida menghasilkan N–diphenil urea, anilin, benzen dan asam
hidrosianik.
2. Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa,
hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam
kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.
3. Adisi sodium dlam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan
C6H5NH2.
(Nadya, 2008).
3.1 Bahan
1. Anilin
2. Asetatanhidrat
3. Asamasetatglasial
4. Etanol
5. Aquades
3.2 Alat-alat
1. Batang pengaduk
2. Cawan Penguap
3. Corong Buchner
4. Erlenmeyer 250 ml
5. Gelas ukur 5 ml
6. Kertas saring
7. Labu didih dasar bulat
8. Penangas air
9. Pipet tetes
10. Pompa vakum
11. Termometer
12. Timbangan analitik
6. Setelah kering timbang kembali kertasnya supaya diketahui ada atau tidaknya
kristal terbentuk.
3.3.2. Perlakuan 2
1. Anilin 3,7 ml,asam asetat glasial 2,3 ml ,danasam asetat anhidrid 3,8 ml di
masukan kedalam erlenmeyer ukuran 250 ml. Pencampuran di lakukan dalam
lemari asam.
2. Kemudian erlenmeyer di goyang-goyang agar zat tadi tercampur
3. Lalu dinginkan di tempat yang sama dengan perlakuan 1 selama beberapa menit.
4. Setelah terbentuk kristal langsung di saring dengan corong buncher
menggunakan kertas saring dan di bantu dengan pompa vacum.
5. Bila kristal masih kotor,maka kristal di rekristalisasi.
6. Dengan cara masukan kristal kedalam gelas piala yang berisikan 50 ml alkohol
dan 50 ml aquades yang di panaskan.Tunggu hingga kristal tadi larut.
7. Setelah itu langsung didinginkan kembali,apabila sudah terbentuk kristal maka
saring kembali dengan corong buncher menggunakan kertas saring dan di bantu
dengan pompa vacum.
8. Setelah kristal kering maka hitunglah yield dan konversinya.
3.4 RangkaianAlat
Pompa Vakum
Corong Biuchner
4.1.2 Rekristalisasi
Komposisi
No. Bahan
Perlakuan 1 Perlakuan 2
1 Etanol panas - 50 ml
2 Aquadest panas 50 ml 50 ml
3 Es Batu 2 bungkus
Asetanilida yang dihasilkan - 3,51 gram
Total 3,51 gram
4.1.3 Pengamatan
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan sewaktu percobaan
No Perlakuan I Pengamatan
3 ml anilin + 4ml asam asetat glasial
direaksikan dalam labu didih dasar bulat,
yang dilakukan di dalam lemari asam.
1 Larutan berwarna coklat.
Larutan dibiarkan pada suhu kamar
selama 5 menit sambil diaduk dengan
sempurna.
Larutan dididihkan selama 30 menit dan Larutan berwarna coklat dan tidak
3
didinginkan dengan es batu terbentuk Kristal asetanilida.
No Perlakuan II Pengamatan
3,7 ml anilin + 2,3 ml asam asetat glasial
dan 3,8 ml asetat anhidrat direaksikan
dalam labu didih dasar bulat, yang Terjadi reaksi eksoterm. Larutan
1
dilakukan di dalam lemari asam. Larutan berwarna coklat
dibiarkan pada suhu kamar selama 5
menit sambil diaduk dengan sempurna.
4.3 Pembahasan
Hasil dari kristalisasi melalui proses pendinginanpada perlakuan II ini berupa kristal
yang berwarna kekuning-kuningan, yang berarti masih ada pengotor di dalamnya, yaitu sisa
reaktan ataupun hasil samping reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian kembali.
Kemudian larutan pada perlakuan II disaring dengan penyaring Buchner. Proses
penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi, dan dibantu menggunakan vacuum
pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan
cepat selesai. Vacuum pump di sini dapat menggunakan alat tersendiri ataupun dengan
mengalirkan air pada akhir selang penghubung secara terus menerus sehingga terjadi
perbedaan tekanan udara yang akan menimbulkan sedotan.
5.1 Kesimpulan
1. Asetanilida dapat dibuat dari reaksi antara anilin dengan asetat anhidrat.
2. Berat asetanilida yang diperoleh dari percobaan ini yaitu 3,51 gram, dengan
konversi sebesar 33,3% dan yield 34,1%.
5.2 Saran
1. Pastikan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan agar hasil
maksimum dapat diperoleh.
2. Pengukuran bahan maupun produk harus dilakukan dengan teliti, sehingga
perhitungan data dapat dilakukan dengan akurat.
3. Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang didapat
belum murni.
4. Sebaiknya sebelum rekristalisasi, asetanilida yang sudah disaring dengan pompa
vakum harus kering.
Daftar Pustaka
Lampiran B. Perhitungan
ρ = 1,08 gr/cm3
n . MR
V=
ρ
0,04 . 60
V=
1,051
V =2,3 ml
m=ρ . V
m=1,051 . 2,3
m=2,4 gr
2. Perhitungan Produk
Massa Asetanilida
Massa Asetanilida+kertas saring=4,56 gr
Massa kertas saring=1,05 gr
Massa Asetanilida=4,56 gr−1,05 gr
Massa Asetanilida=3,51 gr
Konversi
mol Asetanilida
Ko nversi= ×100 %
mol reaktan
0,04 mol
Konversi= ×100 %
0,12 mol
Konversi=33,33 %
Yield
massa Asetanilida
Yield= ×100 %
massa reaktan
3,51 gr
Yield= × 100 %
10,3 gr
Y ield=34,1 %
Perlakuan I Perlakuan II