Anda di halaman 1dari 39

PAPER

MATA KULIAH PLANKTONOLOGI

DOSEN PEMBIMBING :

Ruly Isfatul Khasanah S.Si, MP

Disusun Oleh :

Kelas B Angkatan 2018

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
BAB I

LINGKUNGAN PERAIRAN LAUT

A. PERAIRAN PESISIR DAN LAUT

1. Definisi Perairan Laut dan Pesisir

Perairan Laut adalah wilayah permukaan bumi yang tertutup oleh air asin. Perairan laut
dari pantai sampai ke dasar laut. Ilmu yang mempelajari tentang keadaan lautan disebut
oceanografi. Luas laut dibandingkan dengan daratan adalah 7 : 3.
1. Klasifikasi Perairan Laut
a. Laut Berdasarkan luas dan bentuknya
 Teluk adalah bagian laut yang menjorok ke darat
 Selat adalah laut yang relative sempit dan terletak antara dua pulau
 Laut adalah perairan yang terletak di antara pulau-pulau yang relative lebih luas
dibandingkan dengan selat
 Samudera adalah laut yang sangat luas dan terletak diantara benua
b Laut Berdasarkan proses terjadinya
 Laut trangresi
Laut yang terjadi karena ada genangan air laut terhadap daratan pada waktu
berakhirnya zaman es. Laut seperti ini meluas, karena daratan rendah yang tergenang oleh air
laut. Pada perairan Indonesia terdapat dua wilayah yang merupakan termasuk laut transgresi
yakni Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul.
 Laut Regresi
Laut yang menyempit, terjadinya karena menyempitnya luas permukaan laut karena kegiatan
erosi dan sedimentasi yang tiada henti-hentinya serta berlangsung selama berabad-abad
mengakibatkan semakin meluasnya dataran pantai.

 Laut Ingresi.
Laut yang dalam, terjadinya karena dasar laut mengalami penurunan. Pada perairan
Indonesia laut - laut yang merupakan jenis laut ingresi adalah: Laut Banda (kedalaman 7.440
meter), Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi. Di luar Indonesia perairan laut yang
merupakan jenis laut ingresi adalah: Laut Jepang (kedalaman 4.000 meter), Laut Karibia
(kedalaman 5.505 meter).
Wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem (mangrove,
lamun, terumbu karang, estuary, pantai berpasir, dan lainnya) yang saling terkait satu sama lain,
sehingga perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan berdampak pula pada
ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan
manusia dan proses – proses alamiah. Kondisi ini mensyaratkan pentingnya pengelolaan wilayah
pesisir dan laut secara terpadu dengan memperhatikan seluruh keterkaitan ekologis yang dapat
mempengaruhi suatu wilayah pesisir dan laut (Dahuri dkk,2001).

Menurut Soegiarto (1976), definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah
daerah pertemuan antara darat dan laut; kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan,
baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat – sifat laut seperti pasang
surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih di pengaruh oleh proses – proses alami yang terjadi di darat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, ataupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia didarat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.

2. Zonasi Wilayah Laut


Ekosistem laut merupakan system akuatik yang terbesar di bumi. Ukuran dan kerumitannya
menyulitkan kita untuk dapat membedakan secara utuh sebagai suatu kesatuan. Ciri-ciri umum
ekositem air laut yaitu :
a. Memiliki salinitas yang tinggi
b. Senyawa NaCl mendominasi mineral hinggamencapai 75%
c. Tidak terlalu di pengaruhi oleh iklim dan cuaca
d. Memiliki variasi perbedaan suhu dibagian permukaan dengan di kedalaman
(Anshori,2009).

Wilayah lautan dapat dibagi menjadi beberapa zonasi yang dapat dilihat secara horizontal dan
secara vertical, secara horizontal laut dibagi menjadi dua yaitu :

i. Zona Neritik = meliputi daerah paparan benua.


ii. Zona oseanik = meliputi laut lepas.
Sementara secara Vertikal pembagian wilayah laut di dasarkan atas intensitas atau daya tembus
cahaya matahari kedalam perairan, yaitu :

a. Zona fotikatau zona epipelagis : kolomperairan yang masih dapat terkena cahaya
atau tempat terjadinya fotositesis. Umumnya batas zona fotik terletak pada kedalaman 50-150
meter.
b. Zona afotik : zona yang tidak dapat di tembusi oleh cahaya matahari dimana zona
ini selalu dalam keadaan gelap.

Dan zona afotik pada Kawasan pelagisdibagilagidalambeberapa zona yaitu:

1. Zona mesopelagis pada kedalaman 700 – 1000 meter.


2. Zona batipelagis pada kedalaman antara 700 – 1000 meter dan 2000 – 4000 meter.
3. Zona abisal merupakan daerah di atas daratan pasang surut laut yang mencapai
kedalaman 6000 meter.
4. Zona hadal pelagis merupakan perairan terbuka dari palung laut dengan
kedalaman 6.000 – 10.000 meter.

Wilayah dasar laut atau bentik dapat dibagi menjadi beberapa zonasi, yaitu :

1. Zona litoral : wilayah pantai atau pesisir atau “shore”.


2. Zona supralittoral atau zona laut dangkal atau zona paparan benua : wilayah
bentik yang posisinya berada dibawah zona neritic pelagik pada paparan benua yang dapat di
ukur dari batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 150 meter.
3. Zona batial atau wilayah dasar laut dalam : wilayah dasar laut yang terdapat pada
kedalaman 150 hingga 1800 meter atau daerah dasar yang mencakup lereng benua hingga
mencapai kedalaman 4.000 meter.
4. Zona abisal atau wilayah dasarlaut sangat dalam : wilayah dasar laut berada pada
kedalaman lebih dari 1.800 meter hingga kedalaman 4.000-6.000 meter.
5. Zona Hadal : wilayah bentik berupa palung lautan yang berada pada kedalaman
6.000-10.000 meter.

Zonasi perairan laut dapat pula dilakukan atas dasar fisik dan penyebaran komunitas
biotanya, seluruh perairan laut terbuka disebut sebagai daerah pelagis. Organisme pleagis adalah
organisme yang hidup di laut terbuka dan lepas dari dasar laut. Sementara zona dasar laut beserta
organismenya disebut daerah dan organisme bentik.

3. Kualitas air laut

Kualitas air laut ditentukan oleh konsentrasi bahan kimia terlarut dalam air. Permasalahan
air dapat ditimbulkan oleh proses alamiah maupun akibat ulah manusia, misalnya pencemaran air
laut akibat limbah industri, rumah tangga, pertanian, buangan minyak, dan tingginya muatan
tersuspensi erosi.

4. Susunan Sifat Air Laut


 Suhu Air Laut
Suhu Air Laut pada Perairan Indonesia yang terletak di daerah tropik, maka hampir sepanjang
tahun suhu lapisan permukaan air lautnya tinggi, berkisar 26° C – 30° C. 
 Kadar Garam Air Laut (Salinitas)

Kadar Garam Air Laut (Salinitas) adalah banyaknya garam (dalam gram) yang terdapat pada 1
kilogram air laut. Kadar garam tersebut dinyatakan dalam persen (%) atau permil (0/00).
Tinggi rendahnya kadar garam pada air laut sangat tergantung kepada banyak sedikitnya :

a) Penguapan

b) Sungai yang bermuara ke laut tersebut

c) Curah hujan

d) Pemasukan air dari samudera di sekitarnya.

e) Air yang berasal dari gletser

 Kepadatan
Kepadatan air laut adalah 1,026 – 1,028. Jika dibandingkan dengan air murni, air laut memiliki
kepadatan yang lebih besar karena mengandung banyak garam-garaman.
 Tekanan
Tekanan air laut tidak sama besarnya pada kedalaman yang berbeda, makin dalam tingkat
kedalaman laut maka makin besar tekanannya. Tekanan udara tiap m² permukaan air laut sebesar
10.000 kilogram harus diperhitungkan sebagai faktor penghitung dalam mengukur tekanan air
laut. Berat untuk 1 meter³ air laut lebih kurang 1150 kilogram. Jadi tekanan air laut pada
kedalaman 100 meter adalah: 100 x 1150 kg + 10.000 kg = 125.000 kg/m² Palung Laut (Palung /
trog) dasar laut Palung sangat dalam dan curam berdinding, whichfurther menyempit ke dasar.
Sempit dan tidak terlalu curam yang disebut parit Palung, sedangkan jika trog disebut lebih luas
dan lebih curam. Kedalaman palung bisa mencapai ± 7000-11000 meter.

5. Ekosistem di Wilayah Pesisir dan Laut


a. Ekosistem Mangrove
Hutan Mangrove adalah tipe hutan yang terdapat disepanjang pantai atau muara suangi yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Hutan Mangrove dikenal dengan nama lain tidal forest, coastal
woodbosschen, hutan payau atau hutan bakau. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semai
yang tergolong ke dalam 8 famili dan terdiri ats 12 genera yaitu Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Snaeda, dan
Conocarpus. Fungsi dari hutan mangrove ini adalah sebagai tempat asuhan, tempat memijah, dan
mencari makan berbagai biota laut, sebagai pelindung pantai dari abrasi, sebagai filter sedimen
yang dapat menghambat pertumbuhan karang, sebagai tempat berlindung dan mencari makan
beberapa hewan darat, sebagai sumber nutrien yang menyediakan plasma nutfah bagi perairan,
sebagai tempat pariwisata, sebagai bahan baku kertas, sebagai sumber kayu untuk bahan
bangunan dan kayu bakar (Begen,2002).
b. Ekosistem lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan yang hidup diperairan pantai yang terkena pasang surut ,
yang dapat berbunga, dan seluruh proses kehidupannya berada didalam air laut. Lamun
umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh
cahaya matahari, karena lamun membutuhkan cahaya matahari sebagai sumber energi utamanya.
Lamun harus hidup di perairan yang dangkal dan jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Di
perairan Indonesia tercatat 12 jenis lamun yang tumbuh yaitu : Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halodule
uninervis, Halodule pinifolia, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Halophila minor,
Halophila decipiens, Thalassodendron ciliatum.
Menurut Den hartog (1970) dalam Kordi (2011)Tumbuhan lamun dapat hidup di lingkungan
perairan laut karena mempunyai beberapa sifat :
i. Mampu hidup di air asin
ii. Mampu berfungsi normal dalam kondisi terendam
iii. Mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik
iv. Mampu melakukan penyerbukan dan generatif dalam keadaan terbenam.
c. Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang adalah ekosistem bawah laut yang terdiri dari sekelompok binatang karang yang
membentuk struktur kalisum karbonat, semacam batu kapur. Binatang karang terlihat seperti
tanaman, padahal sebenarnya karang merupakan sekumpulan hewan-hewan kecil yang bernama
polip. Orang yang pertama kali mengklasifikasikan karang sebagai binatang adalah J.A. de
Peysonell, seorang ahli biologi dari Perancis pada tahun 1753. Dalam klasifikasi ilmiah, karang
berada dalam filum Cnidaria, kelas Anthozoa. Terdapat dua macam karang, yakni karang keras
dan karang lunak. Karang keras hidup bersimbiosis dengan alga bernama zooxanthellae. Karang
jenis ini hidup di perairan dangkal dimana sinar matahari bisa menembus dengan baik. Karena
zooxanthellae memperoleh energi dengan proses fotosintesis. Karang keras membentuk struktur
terumbu dan memiliki tubuh yang keras seperti batu. Karang lunak tidak bersimbiosis dengan
alga, bentuknya seperti tanaman. Karang jenis ini bisa hidup di perairan dangkal maupun
perairan yang lebih dalam.
Ekosistem terumbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies bintang laut,
tempat pemijahan, peneluran dan pembesaran anak-anak ikan. Dalam ekosistem ini terdapat
banyak makanan bagi ikan-ikan kecil dan ikan-ikan kecil tersebut merupakan mangsa bagi
predator yang lebih besar. Diperkirakan terdapat lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem
ini. Meski terlihat kokoh seperti batuan karang, ekosistem ini sangat rentan terhadap perubahan
lingkungan. Suhu optimum bagi pertumbuhan terumbu karang berkisar 26-28°C.1 Dengan
toleransi suhu berkisar 17-34°C.2 Perubahan suhu dalam jangka waktu yang panjang bisa
membunuh terumbu karang. Ekosistem ini juga memerlukan perairan yang jernih, sehingga
matahari bisa menembus hingga lapisan terdalamnya.
6. Perairan Estuari

Estuaria merupakan perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga
laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Bengen, 2002). Kombinasi
pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilakan suatu komunitas yang khas, dengan
lingkungan yang bervariasi (Supriharyono, 2000), antara lain:
 Tempat bertemunya arus air dengan arus pasang-surut, yang berlawanan
menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air dan ciri-ciri fisika
lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.
 Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika
lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun air laut.
 Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
 Tingkat kadar garam didaerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut,
banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.

Estuaria dapat diklasifikasikan berdasarkan pada karakteristik, diantaranya:

 Geomorfologis: lembah sungai tergenang, estuaria jenis fyord, estuaria bentukan


tanggul dan estuaria bentukan tektonik.
 Estuaria daratan pesisir, paling umum dijumpai, dimana pembentukannya terjadi
akibat penaikan permukaan air laut yang menggenangi sungai bagian pantai yang landai
 Laguna (Gobah) atau teluk semi tertutup, terbentuk oleh adanya beting pasir yang
terletak sejajar dengan garis pantai sehingga menghalangi interaksi langsung dan terbuka dengan
perairan laut.
 Fyords, merupakan estuaria yang dalam, terbentuk oleh aktivitas glester yang
mengakibatkan tergenangnya lembah es oleh air laut
 Estuaria tektonik, terbentuk akibat aktivitas tektonik (gempa bumi atau letusan
gunung berapi), yang mengakibatkan turunnya permukaan tanah yang kemudian digenangi oleh
air laut pada saat pasang.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30,
namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di
antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia,
udang Palaemonetes, dan cacing (polikaeta) Nereis.
BAB II
DEFINISI PLANKTON

Definisi plankton menurut Newell (1963) adalah semua jasad yang hidup, baik berupa
nabati maupun hewani yang hidup bebas di alam perairan dengan kemampuan gerak yang
terbatas, sehingga sebagian besar gerakannya secara pasif mengikuti gerakan arus air. Meskipun
demikian, ada beberapa biota yang termasuk plankton tetapi mempunyai gerakan vertikal dengan
cepat dan amplitude tinggi sehingga mampu melawan kondisi lingkungan sekelilingnya dan biota
tersebut cenderung disebut sebagai mikronekton atau nekton yang berukuran kecil. Lebih lanjut
di jelaskan bahwa di dalam suatu perairan, plankton memiliki peranan penting dalam menunjang
kehidupan khususnya pelagis.[ CITATION Mul12 \l 1033 ]

Plankton terdiri atas Fitoplankton yang merupakan produsen utama (Primary Producer) zat-zat
organik dan Zooplankton yang tidak dapat memproduksi zat-zat organik sehingga harus
mendapat tambahan bahan organikdari makanannya. Pada air yang produktif sebagian besar kaya
dengan Fitoplankton. Fitoplankton banyak ditemukan di zona eufotik. Zona eufotik adalah
daerah pada kedalaman air tertentu yang intensitas cahayanya cukup untuk melekukan proses
fotosintesis. Hal tersebut juga di alami oleh mikroorganisme Fitoplankton yang merupakan
produsen utama mahluk hidup yang di konsumsi oleg Zooplankton dan beberapa jenis ikan serta
larva yang masih muda.[ CITATION Yul12 \l 1033 ]

Dari berbagai definisi tentang plankton, di sebutkan bahwa plankton merupakan kumpulan dari
organisme pelagis yang sangat mudah hanyut oleh gerakan massa air. Dalam klasifikasinya,
organisme plankton dapat dibedakan menurut : cara memperoleh makanan, kehidupan alamiah
dan ukuran. Klasifikasi plankton menurut cara memperoleh makanannya memberikan pembagian
plankton yang disebut fitoplankton dan zooplankton. Klasifikasi plankton berdasarkan pada
kehidupan alamiah yang khususnya ditujukan pada organisme zooplankton, membedakan
plankton menjadi dua bagian yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton adalah
kumpulan dari organisme zooplankton yang seluruh daur hidupnya sebagai plankton. Sedangkan
meroplankton diartikan sebagai organisme yang sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonis
dan selanjutnya mengalami perubahan / metamorfosis menjadi nekton atau bentos. Menurut
ukurannya plankton dibedakan menjadi tujuh kategori: femtoplankton (0,02 - 0,2 μm);
pikoplankton (0,2 - 2,0 μm); nanoplankton (2,0 – 20 \xn); mikroplankton (20 - 200 μm);
mesoplankton (0,2 – 20 mm); makroplankton (2 - 20 cm) dan ukuran megaplankton (20 - 200
cm). Pada umumnya organisme plankton berukuran dari 0,2 μm - 2.000 μm.[ CITATION And06 \l
1033 ].

BAB III
FitoPlankton
Fitoplankton adalah komponen autotroph plankton. Autotrof adalah organisme yang mampu
menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organic dari bahan anorganik
dengan bantuan enerji seperti matahari dan kimia. Komponen autotroph berfungsi sebagai
produsen.
Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, Phyton atau “tanaman” dan Planktos, berarti
“pengembara” atau “penghanyut”. Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu kecil untuk
dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah besar, mereka
dapat tampak sebagai warna hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-sel nya
(walaupun warna sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena
kandungan klorofil yang berbeda atau memiliki tambahan pigmen sperti Phycobilliprotein).
(Thurman. H., 1997)
Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan fotosintesis sehingga mereka
harus berada pada bagian permukaan(disebut sebagai zona euphotic)lautan,danau,atau kumpulan
air yang lain. Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi
atmosfer Bumi.(Thurman, H.V., 1997)
Kemampuan mereka untuk mensistesis sendiri bahan organiknya menjadikan mereka sebagai
dasar dari sebagian besar rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar.
(Richel,M.,2007)
Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan nutrisi untuk
pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti nitrat,fosfat,atau asam silikan,
yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis
dan upwelling pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat di
Samudera Dunia seperi di Samudera bagian selatan, fitoplankton juga dipengaruhi oleh
ketersediaan mikronutrisi esi. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuan menyarankan penggunaan
pupuk besi untuk membantu mengatasi karbondioksida akibat aktivitas manusia di
atmosfer(RicheI, M., 2007)

Terdapat beberapa faktor faktorbyang mempengaruhi penyebaran fitoplankton, yaitu:


1. Suhu
Fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari
cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan permukaan laut saja. Keadaan
yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses fotosintesis.
2. Salinitas
Perubahan salinitas dapat dipengaruhi oleh terjadinya zona intertidal. Hampir semua
organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil"
misalnya daerah estuaria. Daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena
adanya sejumlah air tawar yang masuk berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya
pasang surut di daerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut
adalah berkisar antara 30-35 ppm.
3. Potensial Hidrogen (pH)
Pada umumnya kedalaman dasar juga mendirikan nilai pH dari air laut dan substrat dasarnya
sehingga dapat siketahui bahwa tingkat keasaman pada daerah yang lebih dalam akan lebih
rendah dibandingkan pada daerah yang lebih dangkal. Sebab pH merupakan pH merupakan
pengukuran asam atau basa suatu larutan. Keasaman terjadi karena berlebihnya ion H+ pada
suatu larutan, suatu larutan sangatlah penting dalam faktor kelarutan dalam air laut terutama
terhadap pengendapan mineral atau unsur-unsur dan kehidupan organisme pada suatu kondisi
tertentu.
4. Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin
atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan gelombang
panjang termasuk pasang surut.
5. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, serpihan tanaman, dan
fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme yang menyesuaikan
diri pada air yang pernih menjadi terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena
mengganggu proses respirasi.

BAB IV
ZOOPLANKTON
Zooplankton atau plankton hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil
yang hidupnya terombang-ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai hewan.
Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang dapat mengadakan
migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan berenang mereka adalah
sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya gerakan arus itu sendiri (Hutabarat dan Evans,
1986).

Berdasarkan siklus hidupnya zooplankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
sebagai meroplankton dan holoplankton banyak jenis hewan yang menghabiskan sebagian
hidupnya sebagai plankton, khususnya pada tingkat larva. Plankton kelompok ini disebut
meroplankton atau plankton sementara. Sedangkan holoplankton atau plankton tetap, yaitu biota
yang sepanjang hidupnya sebagai plankton (Arinardi dan Trimaningsih, 1994).

Meroplankton terdiri atas larva dari Filum Annelida, Mollusca, Byrozoa, Echinodermata,
Coelenterata atau Planula cnidaria, berbagai macam Nauplius dan Zoea sebagai Artrhopoda
yang hidup di dasar, juga telur dan tahap larva kebanyakan ikan. Kemudian yang termasuk
holoplankton antara lain: Filum Arthopoda terutama Subkelas Copepoda, Chaetognata,
Chordata kelas Appendiculata, Ctenophora, Protozoa, Annelida Ordo Tomopteridae dan
sebagian Mollusca

Menurut Arinardi dan Trimaningsih, (1994), zooplankton dapat dikelompokkan berdasarkan


ukurannya menjadi lima.

No. Kelompok Ukuran Organisme Utama


1. Mikroplankton 20-200 μm Ciliata, Foraminifera, Nauplius,
Rotifera, Copepoda
2. Mesoplankton 200 μm-2 Cladocera, Copepoda, Larvacea
mm
3. Makroplankton 2-20 mm Pteropoda, Copepoda, Euphasid,
Chaetohnatha
4. Mikronekton 20-200 mm Chepalopoda, Euphasid, Sargestid,
Myctophid
5. Megaplankton >20 mm Scyphozoa, Thaliacea

Sumber: Arinardi dan Trimaningsih, (1994).


Jenis zooplankton tersebut belum seluruhnya dibudidayakan karena masih belum
diketahui manfaatnya bagi pertumbuhan ikan yang mempunyai nilai ekonomis. Salah satu jenis
zooplankton yang saat ini banyak dibudidayakan adalah Diaphanosoma sp. yang merupakan
zooplankton dari ordo Cladocera (Arinardi dan Trimaningsih, 1994).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Zooplankton :

1. Salinitas
Salinitas adalah komposisi ion-ion dalam perairan (Wetzel, 1979). Ion-ion yang terdapat dalam
perairan laut terdiri dari enam elemen, yaitu klorin, sodium, magnesium, sulfur, kalsium dan
potassium. Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah total material terlarut dalam air.
Salinitas dapat berfluktuasi karena pengaruh penguapan dan hujan. Salinitas dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan zooplankton, pada kisaran salinitas yang
tidak sesuai berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidupnya dan pada tingkat
pertumbuhannya. Salinitas yang ekstrim dapat menghambat pertumbuhan dan meningkatkan
kematian pada zooplankton (Odum, 1993). Pada salinitas 0-10 ppt hidup plankton air tawar, pada
salinitas 10-20 ppt hidup plankton air payau, sedangkan pada salinitas yang lebih besar dari 20
ppt hidup plankton air laut.
2. Suhu
Secara fisiologis perbedaan suhu perairan sangat berpengaruh terhadap fekunditas, lama hidup,
dan ukuran dewasa zooplankton. Secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan
komposisi dan kemelimpahan zooplankton. Suhu mempengaruhi daur hidup organisme dan
merupakan faktor pembatas penyebaran suatu jenis dalam hal ini mempertahankan kelangsungan
hidup, reproduksi, perkembangan dan kompetisi. Menurut Davis (1955) suhu yang baik bagi
biota laut untuk hidup normal adalah 20-35ºC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5ºC dan suhu
yang baik untuk kelimpahan zooplankton di daerah tropika secara umum berkisar antara 24-30 ̊C.
3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan,
sehingga sering dipakai untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Menurut Ramli (1989),
pH dapat mempengaruhi plankton dalam proses perubahan dalam reaksi fisiologis dari berbagai
jaringan maupun pada reaksi enzim. Kisaran pH optimum bagi pertumbuhan plankton adalah
5,6-9,4.
4. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah gas untuk respirasi yang sering menjadi faktor pembatas dalam
lingkungan perairan. Ditinjau dari segi ekosistem, kadar oksigen terlarut menentukan kecepatan
metabolisme dan respirasi serta sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan organisme
air. Kandungan oksigen terlarut akan berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas (Nybakken,
1982). Menurut Ramli (1989), konsentrasi darioksigen terlarut paling rendah yang dibutuhkan
oleh organisme perairan adalah 1 ppm.
5. Amonia dan Nitrit
Amonia (NH3) yang terkandung dalam suatu perairan merupakan salah satu hasil dari proses
penguraian bahan organik. Amonia ini berada dalam dua bentuk yaitu amonia tak berion (NH3
dan amonia berion (NH4). Amonia tak berion bersifat racun sedangkan amonia berion tidak
beracun. Tingkat peracunan amonia tak berion berbeda untuk setiap species, tetapi pada kadar
0,6 ppm dapat menyebahayakan organisme tersebut (Fachrul, 2007). Amonia biasanya timbul
akibat kotoran organisme dan aktifitas jasad renik dalam proses dekomposisi bahan organik yang
kaya akan nitrogen. Tingginya kadar amonia biasanya diikuti naiknya kadar nitrit. Tingginya
kadar nitrit terjadi akibat lambatnya perubahan dari nitrit ke nitrat oleh bakteri nitrobakter
(Magurran, 1988).

BAB V
PENGGOLONGAN PLANKTON

Berdasarkan ukuran, plankton dapat digolongkan menjadi :


1) Megaplankton (Megaloplankton)
 Memiliki ukuran 20-200 cm
 Salah satu contoh yang masuk dalam kelompok ini adalah ubur-ubur. Contohnya
ubur-ubur Schyphomedusa dan ubur-ubur Cyanea arctica
2) Makroplankton
 Memiliki ukuran 2-20 cm
 Contohnya : eufausid, sergestid, dan pteropod. Larvaikan masuk pula dalam
kelompok plankton ini.
3) Mesoplankton
 Memiliki ukuran 0.2 – 20 mm
 Sebagian besar zooplankton masuk kedalam golongan ini, seperti copepod,
ostrakod, amfipod, dan kaetognad. Namun adapula bebrapa fitoplankton dengan ukuran besar
masuk dalam golongan ini, contohnya : Noctiluca.
4) Mikroplankton
 Memiliki ukuran 20 – 200 µm
 Plankton yang termasuk dalam golongan ini adalah fitoplankton (seperti Diatom
dan Dinoflagellata.)
5) Nanoplankton
 Memiliki ukuran 2 – 20 µm
 Plankton yang termasuk dalam golongan ini contohnya : kokolitoforid, dan
berbagai mikroflagelat.
6) Pikoplankton
 Memiliki ukuran 0.2 – 2 µm
 Umumnya bakteri masuk kedalam kelompok ini, termasuk sianobakteri yang tidak
membentuk filamen seperti Synechococcus
7) Femtoplankton
 Ukuran plankton golongan ini yaitu lebih kecil dari 0.2 µm
 Plankton yang termasuk dalam golongan ini adalah virus laut (marine virus) atau
virioplankton

Berdasarkan daur hidup, plankton dapat digolongkan menjadi :


a Holoplankton
Adapun plankton yang termasuk kedalam golongan holopankton adalah plankton yang
seluruh daur hidupnya dijalani sebagai plankton. Kelompok ini didominasi oleh fitoplankton.
Tetapi tidak menutup kemungkinan pula zooplankton masuk kedalam kelompok holoplankton,
seperti : copepod, amfipod, salpa, kaetognat.
b Meroplankton
Meroplankton merupakan plankton yang menjalani kehidupannya sebagai plankton hanya
pada masa awalnya saja, yaitu pada tahap telur, dan larva. Setelah itu mereka tumbuh menjadi
nekton ataupun bentos. Oleh sebab itu meroplankton disebut dengan plankton sementara. Bentuk
dari meroplankton sangat beranekaragam. Biasanya bentuknya berbeda dengan bentuk
dewasanya, contohnya : Crustacea seperti udang, kepiting, dan lain-lainnya.
c Tikoplankton (Tychoplankton)
Plankton golongan ini sebenarnya bukan lah plankton yang sejati, karena biota ini dalam
keadaan normal hidup di dasar laut sebagai bentos. Namun karena gerakan air, seperti pasang
surut, pengadukan, dan lain-lain menyebabkan tikoplankton terlepas dari dasar laut dan terbawa
arus mengembara sementara menjadi plankton. Contohnya adalah : alga diatom, amfipod,
kumasea, dan isopod. Mereka normalnya hidup sebagai bentos didasar laut, tetapi dapat terlepas
dan hanyut terbawa pergerakan air dan menjalani kehidupan sebagai plankton dalam waktu
sementara.
Berdasarkan sebaran plankton dapat digolongkan menjadi :
1. Sebaran Horizontal
o Plankton Neritik
Plankton neritik (neritic plankton) hidup di perairan pantai dengan salinitas yang relative
rendah. Kadang-kadang masuk sampai ke peraian payau di depan muara dengan salinitas 5-10
psu (practical salinity unit, dulu digunakan istilah ? atau permil, g/kg). akibat pengaruh
lungkungan yang terus menerus berubah disebabkan arus dan pasang surut, komposisi plankton
neritik ini sangat kompleks, bisa merupoakan campuran plankton laut dan plankton asal perairan
air tawar. Beberapa diantaranya malah telah dapat beradaptasi dengan lingkungan estuaria yang
payau (Nontji, 2008).
o Plankton Oseanik
Plankton oseanik hidup diperairan lepas pantai hingga ke tengah samudra. Karena itu
plankton oseanik ditemukan pada perairan yang salinitasnya tinggi. Karena luasnya wilayah
perairan oseanik ini, maka banyak jenis plankton tergolong dalam kelompok ini.
2. Sebaran Vertikal
o Epiplankton
Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman sekitar
100 m (kira-kira sinar matahari dapat menembus kedalaman ini). Namun dari kelompok
epiplankton ini ada juga yang hidup di lapisan yang sangat tipis di permukaan yang langsung
berbatasan dengan udara. Plankton semacam ini disebut neuston, contohnya adalah fitoplankton
Trichodesmium
o Mesoplankton
Mesoplankton yakni plankton yang hidup di lapisan tengah dengan kedalaman sekitar
100-400 m. Pada lapisan ini intensitas cahaya sudah sangat redup sampai gelap. Oleh sebab itu di
lapisan ini fitoplankton, yang memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis, umumnya sudah
tidak dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi oleh zooplankton. Beberapa copepod
sepeti Eucheuta marina tersebar secara vertical sampai lapisan ini atau lebih dalam. Dari
kelompok eufausid juga banyak terdapat di lapisan ini, misalnya thysanopoda, eufhausida,
Thysanoessa, nematoscelis. Tetapi eufaosid ini juga dapat melakukan migrasi vertical sampai
lapisan di atasnya.
o Hypoplankton
Hypoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih dari 400m. termasuk
dalam kelompok ini adalah batiplankton yang hidup pada kedalaman >600m, dan abisoplankton
yang hidup di lapisan yang paling dalam (sampai dengan kedalaman 3000-4000 m). Sebagai
contoh, dari kelompok eufaosid, Betheuphaosia ambylops, dan Thysanopoda adalah jenis tipikal
laut dalam yang menghuni perairan pada kedalaman lebih dari 1500 m. sedangkan dari kelompok
kaetognat Eukrohnia hamat, Eukrohnia bathypelagica termasuk yang hidup pada kedalaman lebih
dari 1000 m.

BAB VI
Adaptasi Plankton
Hewan air juga mengalami adaptasi ketika suhu pada laut mengalami perubahan, adaptasi
yang di lakukan berupa tingkah laku yang berbeda, perubahan jenis makanan, adaptasi fisiologi
(Muhamat,dkk, 2017).

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk
bertahan hidup . adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu , adaptasi morfologi adalah adaptasi yang
meliputi bentuk tubuh , adaptasi fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat – alat tubuh
dan adaptasi tingkah laku adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku .

Plankton merupakan organisme akuatik yang berukuran mikroskopik , mempunyai kekuatan


berenang yang lemah sehingga pergerakannya mengikuti gerakan arus air . Plankton terdiri dari
dua jenis yaitu fitoplankton dan zooplankton ( Wiyarsih, dkk , 2019 ).

Fitoplankton merupakan organisme mikroskopis yang bersifat autotrof atau mampu


menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan
cahaya khususnya jenis diatom yang memiliki kontribusi lebih besar ( Mackey et al, 2002 dalam
Wulandari , dkk , 2014 ) . Oleh karena itu , fitoplankton memiliki peran sebagai produsen primer
di perairan . Fitoplankton juga dapat menjadi biota indikator dalam mengukur tingkat kesuburan
suatu perairan . Perairan yang memiliki produktivitas primer yang tinggi umumnya ditandai
dengan tingginya kelimpahan fotoplankton ( Raymon , 1984 ; Simon et al , 2009 dalam
Wulandari , dkk , 2014 ) . Distribusi fitoplankton secara horizontal banyak dipengaruhi faktor
fisik seperti pergerakan massa air dan kimia , misalnya nutrien . oleh karena itu , kelimpahan
fitoplankton lebih tinggi pada daerah dekat daratan yang dipengaruhi estuari karena memiliki
nutrien yang lebih tinggi . Faktor fisik dan kimia itulah yang menyebabkan distribusi horizontal
fitoplankton tidak merata dan kelimpahan fitoplankton yang berbeda ( Wulandari , dkk , 2014 ) .
keberadaan fitoplankton sebagai produsen primer diperairan sangat tergantung pada unsur hara
dan kualitas lingkungan pada daerah tersebut . Fitoplankton juga bergantung pada kondisi
beberapa faktor seperti , kedalaman , kecerahan , suhu , arus , salinitas , pH , oksigen terlarut
( DO ) , dan nutrien . Adapun faktor biotik yang mempengaruhi adalah distribusi dan predasi
( Sundari , 2016 dalam Wiyarsih , dkk , 2019 )

Zooplankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan di lautan .
mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada
tingkatan pertama dalam topik ecologi , seperti ikan laut , mamalia laut , penyu dan hewan
terbesar dilaut seperti halnya paus pemakan zooplankton . selain itu , zooplankton juga berguna
dalam renegerasi nitrogen dilautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi bakteri
dan produktivitas phytoplankton di laut ( Richardson , 2008 ) .

Komunitas keberadaan plankton sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.


Mikroorganisme ini sangat sensitive terhadap perrubahan lingkungan, sehingga plankton
memiliki mekanisme adaptasi terhadap lingkungan yang disebut dengan distribusi vertikan
plankton. Aaptasi yang biasa dilakukan oleh plankton ialah perubahan fisiologis, morfologis atau
jeluk plankton yang ditemukan. Siklus distribusi vertikal plankon tersebut terjadi dalam harian.
Faktor yang menyebabkan distribusi vertikal harian pada plankton antara lain, cahaya matahari
kebutuhan cahaya matahari antara fotoplankton dan zooplankton ialah berbeda. Fitoplankton
membutuhkan cahaya untuk fotosintesis dan zooplankton menghindari cahaya agar tidak terlihat
oleh predator. Saat matahari mulai terbit ditemukan banyak fitoplankton pada jeluk dangkal
sedangkan zooplankton bersembunyi agar terhindar dari predator. Faktor lain yang
mempengaruhi ialah nutrient, rezim suhu, arus,ketersediaan pakan dan predator (Putri, 2015).

Organismme yang memiliki sifat autotroph ialah fitoplankton, plankton jenis ini dapat
mengubah bahan anorganik menjadi organik dangan cara fotosintesis melalui bantuan cahaya
matahari, terutama jenis diatom memiliki kontribusi lebih besar. Fitoplankton melakukan
distribusi secaa horizontal yang banyak di pengaruhi faktor fisik seperti pergerakan massa air dan
kimia, seperti nutrient (wulandari,dkk,2014).

Terdapat beberapa genus memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik terhadap
beberapa lingkungan tertentu. Genus coscinodicus (kelas bacillariophyceae) memiliki
kemampuan daya adaptasi salinitas yang lebih baik dibaning dengan kelas lain, banyaknya kelas
ini karena terdapat banyak nutrient seperti nitrat dan fosfat pada sekitar perairan. Genus
Coscinodiscus dan Nitzschia mampu bertahan pada perairan yang intesitasnya cahayanya rendah
dan salinitas rendah. Disisi lain genus Coscinodicus mampu bertahan pada perairan tercemar
(wiyarsih,dkk, 2019).
BAB VII
TERMINOLOGI DAN KLASIFIKASI FITOPLANKTON

Plankton didefinisikan sebagai organisme renik yang bergerak mengikuti arus apapun
yang hidup dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar. Secara luas
plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di dunia, karena menjadi bekal
makanan untuk kehidupan akuatik.

Bagi kebanyakan makhluk laut, plankton adalah makanan utama mereka. Plankton terdiri
atas sisa-sisa hewan dan tumbuhan laut. Ukurannya kecil. Walaupun termasuk makhluk hidup,
plankton tidak mempunyai kekuatan untuk melawan arus, air pasang atau angin yang
menghanyutkannya.

 Terminologi Fitoplankton

Fitoplankton adalah organisme pertama yang akan terganggu oleh masuknya beban
pencemar diperairan.Hal dal ini disebabkan karena fitoplankton merupakan organisme yang
langsung memanfaatkan beban pencemaran tersebut.Fitoplankton adalah plankton nabati yang
kurang lebih 90% berasal dari alga yang mengandung klorofil yang mampu mensitesa nutrisi
anorganik menjadi anorganik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar
matahari.Menurut Apridayanti dalam Pratiwi fitoplankton sendiri dijadikan sebagai bioindikator
perairan karena sifat hidupnya relative menetap dengan jangka hidup yang relative panjang dan
mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan,hal ini disebabkan karena fitoplankton merupakan
organisme yang langsung memanfaatkan beban pencemaran.
Peningkatan kelimpahan yang dialami oleh fitoplankton sangat dipengaruhi oleh proses
eutrofikasi,menurut Effendi dalam Choirun et.al (2015) nitrat merupakan senyawa nitrogen yang
palinh dominan diperairan alami dang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman alga. Risamsu
dan Prayitno dalam Chotun et.al (2015) mengatakan bahwa senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen diperairan ,selain nitrat kandungan zat hara yaitu fosfat jika
melimpah diperairan memiliki dampak positif pada peningkatan produksi fitoplankton dan total
produksi ikan.Namun jika konsentrasi yang tinggi dapat menimbuilkan dampak negative yaitu
terjadinya ledakan fitoplankton jenis toksik atau disebut juga dengan istilah Harmful Algal
Bloom yang menyebabkan menurunnya kandungan oksigen diperairan sehingga menyebabkan
kematian missal biota air.
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887,dan
disempurnakan oleh Haeckel tahun 1890.Definisi tentang plankton telah banyak dikemukakan
oleh para ahli dengan pendapat yang hamper sama yakni seluruh kumpulan organsime baik
hewan maupun tumbuhan yangn hidup terapung atau melayang dalam air.Menurut Nyabakken
dalam Fajrina (2013) peningkatan populasi fitoplankton secara drastis dikenal dengan istilah
blooming,jenis fitoplankton yang berpotensu blooming adalah diantaranya kelompok
Dinoflagellatta yaitu Alexandrium spp., Gymodinium spp., dan Dinophysis spp.Fitoplankton
terdiri dari dua kelompok besar yang dapat terjaring oleh planktonnet yaitu kelompok
dinoflagelata dan diatom,sedangkan kelompok fitoplankton lainnya yang merupakan kelompok
minoritas adalah berbagai jenis alga hijau – biru.
 Klasifikasi Fitoplankton
Plankton dibagi menjadi 2, yaitu : Fitoplankton dan Zooplankton.

Fitoplankton merupakan komponen autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang


mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan
anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi
sebagai produsen.

Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, Phyton atau "tanaman" dan Planktos
berarti "pengembara" atau "penghanyut".Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu kecil
untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah yang besar,
mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-
selnya (walaupun warna sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena
kandungan klorofil yang berbeda beda atau memiliki tambahan pigmen seperti Phycobiliprotein).

1. Cyanophyceae

Cyanophyceae atau ganggang hijau biru merupakan fitoplankton yang bersifat prokariotik.
Bentuk sel Cyanophyceae umumnya berupa sel tunggal, koloni atau filamen. Dalam bentuk
koloni atau filamen alga ini mampu melakukan proses fiksasi nitrogen sehingga dapat
menyebabkan ledakan populasi blooming baik diperairan tawar maupun perairan laut (Sachlan,
1982).

Menurut Sumich (1992) Cyanophyceae umumnya ditemukan melimpah didaerah intertidal


dan estuari tetapi dapat dijumpai pula diperairan tropis dan sub tropis. Salah satu jenis
Cyanophyceae yang sering ditemukan diperairan yang mengandung zat hara yang rendah adalah
dari jenis Tricodesmium. Pada kelas Cyanophyceae adaptasi pengapungannya yaitu dengan
memanfaatkan bentuk sel-selnya untuk membentuk rantai seperti pada Tricodesmium.

2. Chlorophyceae

               Nama yang popular untuk Chlorophyceae adalah alga hijau. Hal itu dikarenakan warna
yang dimilikinya. Produk yang dihasilkan dari alga ini adalah berupa kanji (amilose dan
amilopektin), beberapa dapat menghasilkan produk berupa minyak. Alga ini sangat penting
sebagai sumber makanan bagi protozoa dan hewan air (Kimball, 1996)
Banyak diantara anggota divisi ini yang benar-benar menyerupai tumbuhan. Keberadaan
dinding sel yang terdiri dari klorofil a dan b adalah ciri-ciri tumbuhan dan hal ini menunjukkan
bahwa alga hijau merupakan kerabat dekat protista. Reproduksi dilakukan dengan pembelahan
biasa. Dinding sel terbuat dari selulosa, Hydroxyl-proline Glucosides, Xilans, dan Mannans.
Kelas ini biasanya melimpah pada perairan yang relatif tenang. (Arinardi et al., 1997).     

3. Dinophyceae

               Alga jenis ini lebih populer dengan sebutan Dinoflagellata. Produk yang dihasilkan dari
alga ini adalah berupa kanji, beberapa dapat berupa minyak. Dinoflagellata merupakan produser
primer kedua setelah diatom. Kelas Dynophyceae berukuran kecil, uniseluler, memiliki dua
cambuk yang dapat digunakan untuk bergerak, dinding tipis atau berkotak-kotak dan memiliki
warna kuning-hijau dan kemerah-merahan (Sachlan, 1982).

4.  Bacillariophyceae 

               Diatom yang merupakan sebutan lain untuk kelas Bacillariophyceae, merupakan
fitoplankton yang dominan di laut. Bentuk diatom dapat berupa sel tunggal atau rangkaian sel
panjang, setiap sel dilindungi oleh dinding silica yang menyerupai kotak (Sachlan, 1982;
Arinardi et al., 1994). Jenis-jenis diatom yang banyak ditemukan di perairan pantai atau mulut
sungai adalah chaetoceros, rhizosolenia, dan coscinodiscus (Arinardi et al., 1994). Distribusi
diatom sangat luas meliputi air laut sampai air tawar, baik dalam komunitas plankton maupun
bentik. Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan reproduksi diatom yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok fitoplankton lainnya.

BAB VIII
KLASIFIKASI ZOOPLANKTON
Zooplankton merupakan jenis plankton yang bersifat seperti hewan, yang memiliki peran
sebagai konsumen primer pada suatu ekosistem perairan baik air tawar maupun air laut.
Kelompok zooplankton yang paling sering ditemui pada suatu ekosistem perairan adalah jenis
Crustacae, (Copepoda dan Clodosera) dan Rotifera (Barus, 2000 dalam Utomo,2013). Rotifera
pada umumnya memiliki ukuran yang paling terkecil. Clodosera memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dibandingkan dengan Rotifera dan dapat mencapai ukuran maksimal mencapai 1-2
mm. Pada umumnya copepoda yang hidup bebas berukuran kecil dan gerakan renangnya sangat
lemah.(Utomo,2013). Zooplankton merupakan salah satu makanan alami bagi larva ikan. Ukuran
tubuh dan jenis dari zooplankton dinyatakan sebagai penentu kecocokan zooplankton sebagai
makanan alami bagi larva ikan, karena larva ikan yang memiliki ukuran yang kecil hanya dapat
mengkonsumsi mikroorganisme yang cukup dengan mulutnya salah satunya yaitu zooplankton
(Puspasari, 2013).
Zooplankton dibagi menjadi 2 berdasarkan ukurannya yaitu mikrozooplankton (20–200
μm) dan mesozooplankton (200 μm–20 mm). Untuk ukuran plankton net yang digunakan untuk
sampling juga berbeda microzooplankton dapat disaring dengan plankton net berukuran 40 μm
sedangkan untuk mesozooplankton menggunakan plankton net ukuran 100 μm (Puspasari, 2013).
Klasifikasi merupakan penyusunan/penggolongan secara sistematis berdasarkan aturan
yang ditetapakan. Jadi klasifikasi zooplankton yaitu yaitu penggolongan zooplankton
berdasarkan bentuk fisik dari spesies zooplankton. Zooplankton memiliki 6 filum yang terdiri
dari Arthropoda, Protozoa, Aschelminthes, Moluska, Chaetognatha dan Annelida.(Puspasari,
2013)
1. Arthropoda
Memiliki kelas Crustacea dimana pada kelas ini memiliki sub kelas Copepoda yang memiliki
species seperti Arcatia sp, Calanus sp, Centropages sp, Eucalanus sp, Microsetella, Balanus sp,
Oithona sp, Oncaea sp, Paracalanus sp, Tortanus sp, Temora sp, dan Labidocera sp. Pada sub
kelas Brachiopoda memiliki spesies Evadne sp. Sedangkan pada subkelas Malacostraca terdapat
nauplius.

Acartia clausi Evadne spinifera Nauplius larva

2. Protozoa
Dibagi menjadi 3 kelas. Kelas Cilliata memiliki kelas Holotrica yang memiliki spesies seperti
Codonelopsis sp, Leprotintinus sp, Tintinus sp, Tintinopsis sp, Parundella sp, dan Favella sp.
Pada Kelas Chromonadea memiliki subkelas Silicoflagellata memiliki spesies seperti Dinophysis
sp dan Ornithocercus sp. Sedangkan pada kelas Sarcodina memiliki subkelas Rhizopoda yang
memiliki spesies seperti Globigerina sp, Globigeronoides sp, dan Sticolonche sp.
Codonellopsis sp. Dinophysis sp. Globigerina buloides

3. Aschelminthes
Memiliki Kelas Rotatoria memiliki species seperti Brachionus sp.

Brachionus quadridentatus Brachionus plicatilis

4. Moluska
Memiliki 2 Kelas. Kelas Gastropoda yang memiliki species Limacina sp. Sedangkan pada kelas
Bivalvia memiliki spesies Larva Veliger.

Limacina helicina Limacina rangii Larva Veliger

5. Chaetognatha
Memiliki Kelas Sagittoidea yang memiliki species seperti Sagitta sp.
Sagitta sp. Parasagitta setosa

6. Annelida
Memiliki kelas Polychaeta yang memiliki species seperti Tomopteris sp dan Lapadorrhynchus
sp.

Tomopteris sp. Lopadhorrhynchus sp.

BAB IX
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton

Plankton dapat didefinisikan sebagai setiap organisme yang hanyut yang menempati zona pelagic
di samudra maupun laut dan perairan tawar. Mereka menyediakan sumber makanan bagi
organisme organisme akuatik lainya seperti ikan dan mamalia laut. Meskipun sebagian besar
organisme plankton berukuran mikro namun sebgaian organisme plankton memeiliki ukuran
yang cukup besar ( Sidiq, 2008 )
Keberadaan plankton di setiap perairan khususnya perairan air asin sangat lah penting dan hal
tersebut juga sangat didukung oleh faktor lingkungan yaitu fisika kimia perairan. Faktor faktor
yang termasuk didalamnya adalah nutrient sangat diperlukan oleh setiap jenis plankton, namun
tidak semua plankton mempunyai kemampuan yang sama dalam memanfaatkan nutrien yang
tersedia, sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis plankton dalam suatu badan air berbeda. Faktor
faktor tersebut diantaranya :

1. Cahaya
Cahaya merupakan saah satu fator yang penting bagi kehidupan plankton dan sejumlah
tumbuhan serta hewan di suatu perairan, salah sat pengaruh terbesar dari cahaya dirasakaoleh
jenis plankton fitoplankton, dimana cahaya yang didapatkan oleh fitoplankton nantinya akan
diguankan untuk proses fotosintesis. Laju pertumbuhan plankton ini sangat bergantung dengan
ketersediaan cahaya dan apabila pada perairan dimana fitoplankton tersebut memeiliki
pencahayaan yang minim maka akan sangat memungkinkan fitoplankton terhambat
pertumbuhanya bahkan dapat mati.

2. Derajat PH
Kadar PH sangatlah berpengaruh pada setiap organsme terutama organisme yang
bertempat tinggal di perairan termasuk diantaranya plankton, jika suatu periarn memiliki kadar
PH yang cukup tinggi maka akan mempengaruhi proses fisiologis plankton tersebut.

3. Tingkat kekeruhan
pada suatu perairan tingkat kekeruhan memiliki pengaruh yang penting bagi kehidupan
plankton, dikarenakan apabila tingkat kekeruhan cukup besar akan mengakibatkan salah satu
faktor lainya yaitu cahaya tidak data menembus sampai ke dalam laut sehingga organisme dan
mikroorganisme yang membutuhkan cahaya seperti fitoplankton dapat terganggu
keberlangsungan hidupnya karena tidak dapat melakukan proses fotosintesis.

4. Tingkat kekeruhan
Faktor nutrisi memiliki peran penting untuk pertumbuhan plankton, salah satu nutrisi
yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 ). Sebenarnya
fitotoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat,
ammonia, urea, asam amino. Akan tetapi fitoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan
amonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar laut yang banyak mengandung unsur organik
ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah
salah satu unsur penting untuk pertumbuhan blue green alga dan fitoplankton lainnya.

5. Tingkat salinitas
Dalam distribusi biota akuatik kadar dari salinitas suatu perairan sangatlah penting, pada
daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak
begitu besar ( Nybakken, 1992 ). Organisme yang hidup di perairan cenderung mempunyai
toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰, sehingga apabila salinitas di suatu
perairan memiliki tingkat yang lebih tinggi dapat mengganggu kehiduan organisme di tempat
tersebut salah satunya adalah plankton.
6. Tingkat nutrisi
Dalam perairan,Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi
yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( no3 ) dan phosphat ( po4 ) phytoplankton
mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam
amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih
banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat
juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting
untuk pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya.

BAB X
MENGUKUR POPULASI PLANKTON
Plankton terbagi menjadi dua jenis yaitu fitoplankton dan zooplankton. Plankton merupakan
organisme yang memiliki ukuran mikro. Sehingga jika untuk mengambil sampel plankton
dari suatu perairan dibutuhkan alat bantu seperti plankton net. Cara menghitung populasi
yaitu dengan dua macam metode yaitu menggunakan Sedgwick Rafter dan Haemocytometer.
A. Pengamatan dengan Sedgwick Rafter
gambar 1. 1 Sedgwick Rafter

1. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop, dengan pembesaran 40X atau


100X.                
2. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan sedgwik rafter dengan cara mengambil 1 ml
air sampel dari botol 100 ml, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
3. Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah plankton yang terdapat  dalam
sedgwick rafter.
 4.  Apabila sampel terlalu padat, dilakukan pengenceran dengan destilled water.

Sedgwick rafter terdiri dari :


Panjang  :  50 kotak (50 mm)
Lebar      :  20 kotak (20 mm)
Tinggi     :  1 mm
 Volume air yang tertampung  dengan atas ditutup slide glass = 1 ml

 Catatan :

·               Apabila sampel langsung diambil dari kolam, tanpa net plankton maka
perhitungan pada  sedgwick rafter langsung jumlah unit / ml.
·               Disarankan untuk analisa dahulu sebelum diberi formalin, untuk mengetahui
keberadaan dinoflagellata.
B. Pengamatan dengan Haemocytometer.

Untuk pengamatan dengan sel yang ukurannya lebih dari 8 micron dan tidak terlalu padat 
untuk dihitung, penghitungan dapat dilakukan langsung pada blok A,B,C,D dan hasilnya
dibagi 4(empat) = N cell / ml.

gambar 1. 2 Haemocytometer

Haemacytometer terdiri dari beberapa blok dengan sisi :


   Panjang = 1 mm
   Lebar     = 1 mm
   Tinggi    =  0.1 mm

  Volume yang tertampung setiap blok (1 mm2) dengan atas ditutup cover glass
ð  0.1mm  x  1mm  x  1mm  = 0.1 mm3  = 10-4 ml

BAB XI
Perubahan iklim dan plankton
Palnkton adalah biota baik berupa tumbuhan maupun hewan hidupnya
mengapung dan melayang di dalam air yang kemapuan berenangnya terbatas, sehingga
plankton ini dipengaruhi oleh arus. Ukuran plankton sangatlah kecil sehingga di butuhkan
mikroskop. Namun ada beberapa jenis plankton berukuran besar termasuk dalam
zooplankton yaitu ubur-ubur (jely fish). Ada juga Kelompok plankton (fitoplankton),
memiliki kemampuan berfotosintesis dengan menfaatkan gas karbon dioksida (CO2). Untuk
menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di laut.
Pertumbuhan fitoplankton sendiri disebabkan oleh faktor lingkungan diantarannya kesuburan
tanah, intensitas cahaya dan stabilitas kolom air. kompenen tersebut dipengaruhi oleh
kekuataan, kecepatan, dan frekuensi angin, curah hujan dan faktor lain yang mempengaruhi
pertumbuhan plankton tersebut. Kondisi lingkungan ini mempengaruhi tingkat konsumen dan
produsen. Ketika intensitas cahaya akan mudah menyusut karena pemantulan dan
penyerapan, maka kedalaman di atas kedalaman 40 meter atau pada lapisan yang masih
tersedia nutrisi. Banyak kelompok jenis plankton ini khususnya dari mikroplankton
mempunyai bagian tubuh yang keras seperti karbonat dan silikat. Setelah mati tubuh plankton
ini tenggelam dan mengendap di dasar laut. Banyak plankton yang tidak pernah sampai di
lapisan laut sehingga telah terurai oleh bakteri yang dindingnya yang keras berkapur dan
mengandung silikat akan terlarut dalam air. plankton jenis foram globigerina yang
cangkangnya berkapur pada kedalaman 3000 meter dengan kedalaman 3000 meter tidaka
akan ditemukan sedimennya. Hal ini berbeda dengan plankton yang mengandung silikat
seperti radiolaria, diatom yang lebih tahan terhadap pelarutan hingga mencapai dasar laut
yang dalam. Ada keterkaitan plankton foraminifera, cocolitopora, dan dinoflagelata untuk
menginterpretasikan perubahan iklim di laut.

Berdasarkan hasil survei tersebut PCR (plankton continuos recorder) di laut atlantik utara
calcofi (california coast in the pasific survey) bahwa adanya indikasi penurunan kelimpahan
plankton dan variasi komponen lain yang mempengaruhi seperti temperatur dan salinitas. Hal
ini kondisi geografi menjadi faktor kecenderungan negatif dan positif atau adanya hubungan
(teleconnection) antara kawasan laut dari berbagai belahan bumi dengan pemanasan iklim
global (global warming).

Sering dikaitan oleh peristiwa tejadinya fenomena el nino merupakan contoh perubahan iklim
yang mempengaruhi terhadap plankton sering terjadi pada gejala lokal di sepanjang pantai
barat amerika selatan pantai peru. Perairan ini dikenal dengan penghasil perikanan anchovy
terbesar di dunia terkait dengan lokasi upwelling yang mengakibatkan planktonnya tinggi
untuk menunjang sektor perikanan el nino disebut juga air hangat yang masuk kawasan
perairan peru dampak terjadinya el nino sendiri berhentinya penurunan hasil produksi
perikanan anchovy serta banyaknya burung laut mati karena kurangnya pasokan plankton dan
anchony.

Seiring perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan fenomena el nino bukan bersifat lokal
tetapi bersifat global dan kompleks ada hubungannya dengan dinamis antara atmosfer dan
laut. Bahwa diindikasikan perbedaan tekanan suhu udara yang tinggi daerah pasifik timur dan
tekanan udara yang rendah daerah pasifik barat. Menyebabkan angin pasat di daerah
katulistiwa selatan mengalir dari timur ke barat mengalami pemanasan yang akhirnya akan
menumpuk di utara papua sehingga perairan di daerah ini hangat.
Air hangat dengan udara lembab ini banyak menimbulkan awan dan hujan yang
menyebabkan indonesia mempunyai curah hujan tinggi sedangkan di daerah pantai timur
pasifik disekitar wilayah peru terjadi upwelling untuk mengisi kekosongan air di wilayah
khatulistiwa selatan yang mengalir ke barat menjauhi benua amerika selatan. Fenomena
perubahan iklim sendiri yang berpengaruh terhadap kehidupan di bumi. Perubahan iklim
antara plankton dan perubahan iklim. Terkait dengan jumlah gas karbon dioksida yang
dibutuhkan oleh fitoplankton. Apabila tekanan gas parsial C02 di atmosfer lebih besar dari
dalam air maka komsumsi fitoplankton dalam berfotosintesis dan akan mempengaruhi suhu
atmosfer di bumi. Penelitian nasa telah membuktikan bahwa produksi fitoplankton telah
berkurang sejak tahun 1908. Sehingga karbon yang diserap akan lebih sedikit yang
mempengaruhi daur karbon.
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1:
Sahami, Femy M dkk.2014. Lingkungan perairan dan produktivitasnya. Yogyakarta :
Deepublish
BAB 2:

Andria Agusta, I. S. (2006). Peranan plankton dalam ekosistem perairan : Indonesia, lautan
red tide? Berita Biologi.
Mulyadi, H. A. (2012). Zooplankton, strategi daur hidup, biodiversitas dan faktor lingkungan.
Oseana, 57-71.
Yuliana, E. M. (2012). Hubungan antara kelimpahan fitoplankton dengan parameter fisik
kimiawi perairan di teluk jakarta. Jurnal Akuatika, 169-179.

BAB 3 :
Richtel, M. 2007. "Recruiting Plankton to Fight Global Warming", New York Times
Thurman, H. V. 1997. Introductory Oceanography. New Jersey, USA, USA: Prentice Hall
College. ISBN 0132620723.

BAB 4 :
Arinardi, O. H, dan Trimaningsih. 1994. Kisaran kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Sekitar Pulau Sumatera. Pusat Litbang Oseanologi. LIPI.

Davis, C. C. 1955. The Marine and Fresh-Water Plankton. United States of America:
Michigan State University Press.

Fachrul, Melati Ferianata. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Hutabarat, S. dan Evans, S. M. 1986. Kunci Indetifikasi Fitoplankton. Jakarta: UI-Press.

Magurran, A.E. 1988. Ecological diversity and its measurement. New Jersey: Princeton
University Press.
Nybakken, J.W. 1982. Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. Jakarta: Gramedia.

Odum, Eugene P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Cet 1. Yogyakarta: UGM Press.

BAB 6 :

Muhamat , dkk . 2017 . Adaptasi Ikan Timpakul ( Perioptholmodon Schlosseri ) di Habitat


Terganggu Muara Sungai Barito , Kalimantan Selatan . Biospecies . Vol 10 . No
2.

Putri , Mariska Putri . 2015 . Distribusi Vertikal Harian dan Kelimpahan Planktondi Danau
Laut Tawar Aceh . Universitas Gadjah Mada .

Richardson , Anthony J . 2008 . In Hot Water : Zooplankton and Climate Change . ICES
Journal of Marine Science . 65 : 279 – 295 .

Wiyarsih , Buddy , dkk . 2019 . Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton di Laguna Segara
Anakan , Cilacap . Bulletin Oseanografi Marina . ISSN : 2089 – 3507 .

Wulandari , Dwi Yuni , dkk . 2014 . Distribusi Spasial Fitoplankton di Perairan Pesisir
Tangerang ( Spatial Distribution Of Phytoplankton In The Coast Of Tangerang ) .
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia ( JIPI ) . Vol 19 (3) . ISSN : 0853 – 4217 .

Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Wetzel, R.G. dan Likens. 1979. Limnological Analyses. London: W.B.Saunders Company.

BAB 7:
Choitun,Arianto.2015,Identifikasi Fitoplankton Spesies Harmfull Algae Bloom saat Kondisi
Pasang di Perairan Pesisir Brondong,Lamongan Jawa Timur.Lamongan.Jurnal
Ilmu Kelautan dan Perikanan.25(2).58-66
Pratiwi,Ariane.tt.Bioindikator Kualitas Perairan Sungai.Jakarta.Universitas
Trisakti,Jakarta,Indonesia

Wardhana.Wisnu.2003.Penggolongan Plankton.Jakarta.Departemen Biologi FMIPA-UI

Fajrina,Hilyati.2013.Struktur Komunitas Fitoplankton Di Perairan Morosari Kecamatan


Sayung Kabupaten Demak.Semarang.Journal of Marine Research.2(1):71-79

Wikipedia
Ariz. 2012. Struktur komunitas fitoplankton dot com.

BAB 8 :
Puspasari, Reny. 2013. FRAKSIONASI UKURAN BIOMASSA DAN KOMPOSISI JENIS
ZOOPLANKTON DI PERAIRAN LAGUNA PULAU PARI KEPULAUAN
SERIBU. Widyariset. Vol. 16. No. 3. Halaman 361 – 364.

Utomo, Yogo. 2013. SAPROBITAS PERAIRAN SUNGAI JUWANA BERDASARKAN


BIOINDIKATOR PLANKTON. SKRIPSI. JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG.

Wikipedia.

BAB 9 :
Hamza,faisal dll.2015. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Stuktur Komunitas Plankton
Pada Ekosistem Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara.Bali;
Abd.saddammujib.2010.FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN PLANKTON LAUT di
http://wwwscienceletter07.blogspot.com/2010/07/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html (diakses tanggal 6 oktober)
BAB 11 :
Agus Hanung mulyadi. 2011. PERANAN PLAKTON DALAM PERUBAHAN IKLIM.
Jurnal Oseana. Ambon. Upt loka konservasi biota laut. Volume XXXVI
nomor 4. ISSN 0216-1877

Anda mungkin juga menyukai