Anda di halaman 1dari 7

TAUHID AMALI

(Oleh : Ust. Abdullah Assegaf)

Sebelum memasuki pokok persoalan yang akan dikemukakan sekaitan dengan


ihwal tauhid amali, ada baiknya jika dipahami terlebih dulu beberapa topik pengantar
berikut ini.

Pandangan Dunia

Setiap jalan dan filsafat hidup didasarkan pada pandangan tentang maujud
(realitas objektif) atau keterangan dan analisis tentang jagat alam (kosmos). Dasar ini
lebih dikenal dengan istilah pandangan dunia (world view). Pandangan dunia muncul
secara populer dengan pengertian “melihat dunia” yang mengandung arti pengetahuan
dunia (kosmologi).
Hampir seluruh aliran pemikiran, metode (perintah dan larangan) dan tujuan
hidup yang ada dipermukaan bumi lahir dari pandangan dunianya. Keniscayaan ini
diperkuat oleh pendapat para filosof dengan pembagian kebijakan, yaitu kebijakan
teoritis dan kebijakan praktis. Kebijakan teoritis adalah pemahaman terhadap/tentang
alam sebagaimana adanya. Sedangkan kebijakan praktis adalah pemahaman perilaku
kehidupan sebagaimana mestinya yang ini diturunkan secara logis dari yang
sebagaimana adanya.

Kriteria Pandangan Dunia

Pandangan dunia pada prinsipnya dapat menjadi basis keyakinan/ideologi


(materialis, filosofis, islamis) bila telah mencapai kekukuhan dan keluasan pemikiran
serta kesucian prinsip-prinsipnya. Pandangan dunia yang baik dan luhur memiliki
karakter-karakter sebagai berikut:
1. Dapat dibuktikan, didukung oleh nalar dan logika sehingga melicinkan jalan bagi
diterimanya pandangan dunia tersebut secara rasional serta dapat dijadikan petunjuk
dan menghilangkan kebingungan.
2. Memberi makna pada kehidupan: menghapuskan dari pikiran, gagasan yang
mengatakan bahwa hidup itu sia-sia, bahwa perjalanan manusia menuju
ketidakberartian dan kenihilan.
3. Membangkitkan cita-cita (ideal), antusiasme, dan aspirasi, sehingga membuatnya
memiliki daya tarik, semangat, dan kekuatan.
4. Dapat memperkuat dan menyucikan maksud-maksud dan tujuan sosial manusia
sehingga membuat orang mudah berkorban dan mempertaruhkan diri demi maksud
dan tujuan. Suatu jalur pemikiran yang tidak dapat menyucikan rasa mengabdi
berkorban dan idealisme tidak memiliki jaminan bahwa tujuan-tujuannya akan
dilaksanakan.
5. Membangkitkan komitmen dan tanggung jawab, sehingga membuat orang
bertanggung jawab pada dirinya dan masyarakat.
(Catatan kaki: Lihat, Ustadz Syahid Ayatullah Murtadha Muthahhari,
Pandangan Dunia Tauhid, Mizan, tahun ….)

Pandangan Dunia Tauhid

Pandangan dunia tauhid memiliki seluruh ciri yang lazim bagi pandangan dunia
yang baik dan luhur. Pandangan dunia tauhid berdasarkan pada keyakinan bahwa alam
berkutub satu, berpusat satu, alam pada hakikatnya dari dan milik Allah serta kembali
kepada-Nya.

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari Agama Allah, padahal
kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka
dikembalikan.(Âli Imrân: 83)

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-
Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan
bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.” (Hud: 123)
Alam semesta bergerak dalam sistem yang harmonis menuju ke suatu pusat.
Alam semesta diatur oleh serangkaian aturan yang pasti yang dinamakan norma-norma
Ilahi (sunatullah).

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai
anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-(Nya), dan Dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.(al-Furqân: 2)

Alam merupakan sekolah bagi manusia, yang gurunya bernama Rasul, dan Allah
memberikan pahala kepada setiap manusia dengan kesungguhan niat dan upayanya. Di
antara maujud-maujud yang ada, hanya manusialah yang memiliki nilai lebih dan
kemuliaan atas evolusi dan keharmonisan masyarakatnya.
Pandangan dunia tauhid didukung oleh kekuatan logika, ilmu, dan nalar.
Pandangan dunia tauhid memberikan ruh/spirit, tujuan dan makna pada kehidupan,
karena ia menempatkan manusia dijalan kesempurnaan yang tiada batasnya.
Pandangan dunia tauhid memiliki daya tarik, memberikan kekuatan dan
kebahagiaan di dalam jiwa. Ia memberikan tujuan-tujuan luhur dan suci yang
menjadikan manusia rela berkorban. Pandangan dunia tauhid memberikan makna yang
mampu menyelamatkan manusia dari keterperosokan ke dalam lembah sia-sia. Ia
memberikan rasa komitmen dan tanggung jawab individu kepada yang lainnya.
Pandangan dunia Islam adalah Pandangan dunia tauhid.

Tauhid Amali

Tauhid, seperti dalam filsafat, agar lebih mudah dipahami dalam pembahasannya
nanti, dibagi dua menjadi, tauhid teoris dan tauhid praktis. Tauhid teoritis berbicara
tentang ada dan esa-Nya, berdasarkan burhan dan argumentasi yang valid. Di dalamnya
diceritakan pula tentang asal-muasal (sebab-akibat) alam (maujudad). Pada akhirnya,
semua itu akan melahirkan poros pemikiran atau pandangan dunia. Adapun tauhid
praktis berbicara tentang apa yang seharusnya diperbuat dalam kehidupan sosial,
bermasyarakat dalam kerangka tauhid. Dalam hal ini, tauhid praktis lahir dari tauhid
teoritis.
Tauhid amali dalam ulum islami termasuk dalam lingkup tauhid praktis dengan
pembahasan yang lebih khas/spesifik. Ia bukan membahas perilaku lahiriah manusia
saja, namun masuk ke dalam permasalahan motif, maksud, serta tujuan (orientasi) dalam
perilaku sosialnya.
Perbuatan, pada dasarnya, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, perbuatan
iradiah, yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud dan tujuan tertentu.
Kedua, perbuatan ghairu iradiah, yaitu perbuatan yang di dalamnya tidak ada maksud
dan tujuan tertentu, tanpa kesadaran. Seperti gerakan orang dalam keadaan tidur, atau
gerakan reflek tubuh atau syaraf, atau gerakan thabi’iyah manusia yang lainnya.
Tauhid amali hanya berhubungan dengan amal-amal iradi saja, meskipun pada
nilai teoritis baik iradi maupun ghairu iradi, dapat menjadi hujjah bagi tauhid amali.
Dengan demikian, tauhid amali, ditinjau dari nilai bukti (misdak) pemahaman
adalah suatu tindakan yang tujuannya kembali pada satu sumber. Sedangkan pada nilai
pemahaman saja, tauhid amali adalah setiap tindakan yang sumber tindakan tersebut
datang dari satu kehendak/keinginan. Untuk yang pertama, jelas. Sedangkan untuk yang
kedua, maksudnya adalah bahwa apapun yang dikatakan dengan
amal/perbuatan/tindakan, baik sengaja atau tidak, pada nilai thabi’i atau bukan, hukum
yang ada pada perbuatan tersebut, rangkaian sebab-akibat tadi, atsar dari perbuatan
tersebut, datangnya semata-mata dari Allah Swt, baik akibatnya takwini maupun tasyri’i.
Sementara itu, perbuatan dengan maksud dan tujuan tertentu (al-amal al-iradiah)
terbagi menjadi dua bagian. Pertama, yang maksud dan tujuannya berada dalam
perbuatan itu sendiri. Kedua, perbuatan tersebut mengantarkan pada maksud dan tujuan
tertentu. Contoh kasus pertama, orang yang berjalan dengan maksud menggerakkan
tubuhnya. Sedangkan contoh yang kedua, orang yang berjalan untuk mengambil sesuatu.
Dalam hal ini, berjalan atau melangkah merupakan perantara (medium) untuk meraih
tujuan tertentu.
Sedangkan tauhid amali, dalam hal ini, hanya berhubungan dengan setiap
perbuatan yang maksud dan tujuannya ada dalam perbuatan itu sendiri. Sedangkan yang
berada di luarnya, melepaskan pelakunya dari tauhid amali. Jika tujuan shalat seseorang
adalah untuk mendapat pahala dari Allah, maka perbuatan itu berada dalam kerangka
tauhid mafhum saja. Tujuan shalat orang tersebut keluar dari sisi misdaq-nya. Pada sisi
misdaq, ia tidak shalat.
Amal Shalih Tauhidi
Amal shalih adalah perbuatan baik, yang termasuk dalam pembahasan tauhid
amali. Amal, secara etimologi, sama dengan fa’al, yang memiliki arti perbuatan.
Namun, dalam peletakannya, amal hanya bisa dinisbahkan kepada manusia, tidak
kepada selainnya. Sebab, amal memiliki pengertian perbuatan dengan ikhtiar (yang telah
dirinci di atas). Fa’al memiliki pengertian (etimologi) “perbuatan tanpa rencana yang
bisa dinisbahkan kepada manusia, tumbuhan, dan hewan.” Di antara maujudad yang ada,
hanya manusia yang memiliki nilai lebih dan kemuliaan atas pertumbuhan (evolusi) dan
keharmonisan masyarakatnya.
Allah berfirman: Wahai manusia sesungguhnya kalian faqir kepada Allah dan
Allah maha kaya dan maha terpuji.(Fâthir: 15)
Ayat tersebut memberi makna bahwa manusia jika dinisbahkan kepada Allah
adalah faqir. Memerlukan kepada yang Mahaagung, Mahakaya, dan Mahabesar dari
segala yang ada, Mahabesar dari pikiran dan bayangan kita, yang meliputi segala
sesuatu, serta Maha Terpuji (subhannallâh).
Ketergantungan kepada Allah, menyelamatkan dan melindungi manusia.
Kerinduan yang besar terhadap-Nya akan melahirkan amal shalih, kecenderungan untuk
berkorban, watak disiplin, berani dan setia, rajin, teliti, serta bersih dalam perbuatan dan
pikiran. Ringkasnya, dari itu akan muncul sifat-sifat para nabi, sehingga semua
permasalahan sosial, keluarga, dan lainnya akan dimuarakannya pada kebesaran Allah
Swt.
Dalam firman yang lain, Allah mengatakan: Siapapun dari kalian yang
berharap/berkeinginan/rindu untuk bertemu Tuhannya maka beramal dengan amal
yang shalih dengan tidak menyerikatkan dalam penghambaan pada suatu apapun (baik
dengan harta dan jiwa kalian dengan perencanaan dan tujuan yang sempurna yaitu
tujuan tauhid, atau amal tauhidi).(al-Kahfi: 110)
Salah satu syarat dari amal shalih yang paling mendasar adalah berlepas diri dari
kesyirikan, serta tidak mencampuradukkan antara keikhlasan dan sikap riya,
kesombongan dan kedengkian. Syirik bukan saja menyembah kepada selain Allah
melainkan mencampuradukkan ibadah. Dengan kata lain, syirik dapat terjadi bila
seseorang beribadah (beramal) dengan tidak kembali kepada nilai kesempurnaan yaitu
Allah Swt. Dalam kasus sosial, baik dalam kehidupan organisasi yang kecil maupun
besar, banyak manusia yang terkecoh dan tertipu sewaktu melaksanakan perbuatan
baiknya. Mereka mencampuradukan sifat-sifat ananiyah (watak hewani) manusia dalam
beribadah kepada-Nya.
Salah satu peringatan dalam beramal shalih, difirmankan Allah Swt: Allah dan
Rasul-Nya bari’ (berlepas diri atau tidak berhubungan) dari kelompok musyrikin.
Maksudnya, Allah dan Rasul-Nya berlepas diri terhadap mereka yang mencemari
tujuan amal shalihnya dengan selain Allah. Jika pencampuradukkan ini terjadi dalam
amal shalih, maka saat itu pula Allah Swt dan Rasul-Nya berlepas diri dari kita selaku
manusia, karena pada prinsipnya, kita telah berlepas diri dari nilai Tauhid. Na’uzubillâh.
Syahid Ayatullah Murtadha Mutahhari mengatakan, “Jalan kepada Allah lewat di
antara manusia. Berbuat untuk diri sendiri adalah egoisme. Berbuat untuk manusia
adalah keberhalaan. Bebuat untuk Allah dan manusia (pencampuradukkan) adalah
syirik. Berbuat untuk diri dan orang lain demi Allah adalah Tauhid dan beribadah
kepada-Nya.” Semoga kita semua berlepas diri dari kesyirikan.
Ya Allah, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal
shalih yang Engkau ridhoi dan masukkan aku dengan Rahmat-Mu, ke dalam
golongan hamba-hamba yang shalih. (al-Naml: 19)

Anda mungkin juga menyukai