Anda di halaman 1dari 9

NAMA : LUTFIYAH MARDATILLAH

NIM : K011221172

FAKULTAS : KESEHATAN MASYARAKAT

KELAS : PAI 50

A. ETIKA, MORAL DAN AKHLAK


1. Pengertian Etika, Moral dan Akhlak
a) Akhlak : Kata akhlak berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari khuluq yang berarti
budi pekerti. Perkataan budi berasal dari bahasa Sansekerta budh yang berarti
kesadaran. Kata pekerti berasal dari bahasa Indonesia yang berarti kelakuan.
b) Moral dan Etika : Kata moral berasal dari bahasa latin mos, jamaknya adalah mores
yang berarti kebiasaan. Kata etika berasal dari bahasa Yunani etos berarti kebiasaan,
perasaan batin atau kecenderungan hati di mana seseorang melakukan perbuatan
(Filsafat Moral, 1989:0).
Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, maka yang dijadikan standar
baik dan buruk adalah akal manusia. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik dan
buruk yang diterima oleh utusan atau masyaraakat, maka yang dijakikan standar baik
dan buruk adalah adat istiadat.
Dengan demikian etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang yang mengenai
kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk. Bidang itulah yang
disebut moral (Etika Umum, 1985:13).

2. Karakteristik Akhlak
a) Akhlak adalah salah satu kerangka dasar Islam yang termuat dalam kitan suci Al-Qur’an.
b) Akhlak bersifat universal dan absolut.
c) Akhlak menuntut bagi pelakunya untuk senantiasa ikhlas melaksanakan hak-hak yang
harus diberikan kepada yang berhak.
d) Dalam ilmu etika “Kebaikan Tertinggi” yang istilah latinnya disebut “Summum Bonum”
(Al-Khair Kully) merupakan tujuan akhir dari semua manusia.

3. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak


Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Allah dengan cara menyucikan hati
(tashfiat al-qalbi). Hati yang suci bukan hanya biasa dekat dengan Tuhan melainkan dapat
juga melihat Tuhan (al-ma’rifah). Dalam tasawuf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci
tidak dapat didekati kecuali oleh hati yang suci.
Ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana nilai buruk juga bagaimana
mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara zahiriah yakni dengan cara-cara yang
nampak seperti keilmuan, keteladanan, pembiasaan dan lain-lain. Maka tasawuf menerangkan
bagaimana cara mensucikan hati, agar setelah hatinya suci yang muncul dari perilakunya
adalah akhlak al-karimah. Metode tasfiat al-qaib, dalam pendapat para sufi adalah dengan
menjauhi larangan Tuhan (ijtina al-manhiyyah), melaksanakan kewajiban-kewajiban Tuhan
(adaa al-wajibat), melakukan hal-hal yang disunatkan (al-naafilaat), dan al-riyadhah (latihan
spritual).

4. Akutualisasi Akhlak dalam Kehidupan


Kedudukan akhlak dalam agama Islam identik dengan pelaksanaan agama Islam itu
sendiri dalam segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak yang mulia adalah
melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama.
Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
a) Akhlak kepada Allah s.w.t. meliputi:
- Mentauhidkan Allah s.w.t. meliputi (Q.S. Al-Ikhlas/112:1-4).
- Beribadah kepada Allah s.w.t. (Q.S. Adz-Dzaariyat/51:56).
- Berdzikir kepada Allah s.w.t. (Q.S. Ar-Ra’d/13:28).
- Tawakkal kepada Allah s.w.t. (Q.S. Hud/111:123).
b) Akhlak terhadap manusia:
(1) Akhlak terhadap diri sendiri, meliputi: Sabar (Q.S. AL-Baqarah/2:153), syukur (Q.S.
An-Nahl/16:14), tawaddu (Q.S. Luqman/31:18), Iffah (mensucikan diri dari
perbuatan terlarang), amanah (Q.S. An-Nisa/14:58), syajaah (Q.S. Al-Anfaal/18:15-
16), qanaah (Q.S. Al-Isral/17:26).
(2) Akhlak terhadap kedua orang tua (Q.S. Al-Isra/17:23-24).
(3) Akhlak terhadap keluarga (Q.S. An-Nahl/16:90 dan Q.S. At-Tahrim/66:6).
(4) Akhlak terhadap tetangga (Q.S. An-Nisa/4:36).
c) Akhlak terhadap lingkungan
Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah dimana manusia menjalin dan
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan
kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi dengan cara mengambil dan memberi
dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan yang merusak alam.
Maka alam yang terkelolah dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda,
sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan diambil manfaatnya saja justru
mendatangkan malapetaka bagi manusia.
B. IPTEKS DALAM ISLAM
1. Pengertian IPTEKS Dalam Islam dan Sumbernya
(a) Pengertian IPTEKS
Pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua jenis, yaitu:
a. Dari luar manusia, ialah wahyu yang hanya diyakini bagi mereka yang beriman kepada Allah
s.w.t. ilmu dari wahyu diterima dengan yakin, sifatnya mutlak.
b. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori. Pengetahuan (knowledge/kenneis). ilmu
pengetahuan (watenschap/science) dan filsafat ilmu dari manusia diterima dengan kritis,
sifatnya nisbi.

Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber Islam yang isi keterangannya mutlak (absolut) dan
wajib diyakini (Q.S. Al-Baqarah/2:1-5 dan Q.S. An-Najm/53:3-4).

Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran Kata ini digunakan
dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan sehingga memperoleh
kejelasan.

Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang budaya,
teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu
pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif dan netral.
Dalam situasi tertentu teknologi tidak netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan
potensi kekuasaan. Di sinilah letak perbedaam ilmu pengetahuan dengan teknologi.

Dalam pemikiran sekuler perennial knowledge yang bersumber dari wahyu Allah tidak diakui
sebagai ilmu, bahkan mereka mempertentangkan antara wahyu dengan akal, agama
dipertentangkan dengan ilmu. Sedengkan dalam ajaran Islam wahyu dan akal, agama dan ilmu
harus sejalan tidak boleh dipertentangkan. Memang demikian adanya karena hakikat agama
adalah membimbing dan mengarahkan akal.

(b) Sumber IPTEKS


Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak boleh
dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akal budinya berdasarkan
tuntunan Al-Quran dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang
bersifat abadi tingkat kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber dari Allah. Ada pula ilmu
yang bersifat perolehan tingkat keberanannya bersifat nisbi, karena bersumber dari akal pikiran
manusia.

2. Integrasi Iman, Ilmu dan Amal


Menurut Islam, ilmu pada hakekatnya tidak bersifat dikotomik seperti : ilmu agama-ilmu
umum, ulama-intelektual, madrasah-sekolah, santri-pelajar dan sebagainya. Menurut Al-Quran,
dua ayat Allah dihadapkan kepada manusia:
- Ayat al-kauniyah (alam semesta dan manusia: individu, komunal dan temporalnya).
- Ayat al-qauliyah (Al-Quran dan sunnah rasul).
Interpretasi manusia terhadap fenomena kauniyah melahirkan ilmu pengatahuan: biologi,
fisika, kimia, sosiologi, antropologi, kommunikasi, ilmu politik, sejarah dan lain-lain. Interpretasi
manusia terhadapat fenomena qauliyah melahirkan pemahaman agama (actual). Kebenaran
hakiki dan sumber ilmu ialah pada Allah s.w.t. ilmu harus difungsikan sesuai dengan petunjuk
Allah s.w.t. (Q.S. Fushshilat/41:53 dan Q.S. Ali-Imran/3:164).
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat
hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dienul
Islam. Didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu aqidah syariah dan akhlak, dengan kata
lain iman, ilmu dan amal shaleh/ikhsan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran S.
Ibrahim/14:24-25.

3. Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Alam dan Lingkungan


Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun (hamba Allah) dan sebagai
khalifah Allah di bumi. Esensi dan abdun adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada
kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri
sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam kontek abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah. Posisi ini memiliki
konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada penciptanya. Keengganan
manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta akan menghilangkan rasa syukur atas
anugerah yang diberikan sang pencipta berupa potensi yang sempurna yang tidak diberikan
kepada makhluk lainnya yaitu potensi akal.
Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan yaitu kecenderungan kepada ketakwaan
dan kecenderungan kepada perbuatan fasik (Q.S. Asy-Syams/91:8). Dengan kedua kecenderungan
tersebut, Allah memberikan petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan
potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh
nafsu amarah.
Fungsi yang kedua sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi Manusia diberikan
kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta memanfaatkannya dengan
sebesar-besar kemanfaatan untuk kehidupan umat manusia dengan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, karena alam diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri. Untuk
menggali potensi alam dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memadai. Tanpa menguasai IPTEKS, fungsi hidup manusia sebagai khalifah akan menjadi kurang
dan kehidupan manusia akan tetap terbelakang.

C. ISLAM DAN PLURALITAS


1. Pluralitas dalam Ajaran Islam
a. Pengertian
Kata pluralitas secara generik mengandung makna kejamakan atau kemajemukan.
Pluralitas merupakan salah satu terma diskursus intelektual yang sangat intens
diperbincangkan. Sebagai pandangan menunjukkan; bahwa pluralitas dipahami sebagai faktor
yang dapat menimbulkan konflik-konflik sosial, baik dilatarbelakangi oleh pemahan dan
kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok masyarakat tertentu.
Pengkajian terhadap multikultural-multikulturalisme juga lahir dari fakta tentang
perbedaan masyarakat yang bersumber dari tradisi, bahasam pandangan hidup,
keberagamanan, etnis, budaya, latar belakang kehidupan. Fenomena yang demikian
memunculkan kesadaran dan tata nilai yang berbeda dan sering kali menjadi pemicu
munculnya konflik-konflik sosial yang tajam.
b. Implikasi Tauhid terhadap Pluralitas Agama
Al-Quran berbicara tentang fenomena pluraslitas agama-agama dan multikultural. Al-
Quran adalah kitab samawi yang diturunkan terakhir dan diwahyukan kepada penutup para
Nabi dan rasul yaitu Muhammad saw. Turunnya Al-Quran berfungsi sebagai mushaddiq
(pembenaran) bagi kitab-kitab terdahulu. Dengan demikian, kedatangan Al-Quran bukan
sebagai pembatal kitab-kitab sebelumnya, tetapi lebih sebabagai pembenaran tentang inti
ajaran Tuhan yang diturunkan kepada para rasul dan nabi sebelumnya.
Pada awalnya manusia adalah umat yang satu. Lalu Allah mengutuskan para Nabi-
Nya kepada mereka pembawa beruta gembira dan pemberi peringatan lewat kitab yang berisi
kebenaran. Dengan kitab itu pula diputuskan perkara-perkara yang mereka perselisihkan.
Namun, umat tersebut berselisih tentang kitab yang diturunkan kepada mereka, hanya karena
keingkaran di antara mereka. Oleh karena itu, para nabi dan rasul yang diutus berhadap-
hadapan dengan pluralitas sosial-budaya dan sosial politik dan tentunya pluralitas agama. Jadi
ketika para nabi dan rasul diutuus kepada suatu umat, umat tersebut tidaklah hampa budaya,
tetapi adanya hidup dan berkembang pluralitas sosial-budaya. Fenomena ini menunjukkan
bahwa sebagian dari kelompok umat tersebut ada yang tetap berusaha berpegang pada ajaran
para nabi dan rasulnya dan sebagian lainnya melenceng dari ajaran nabi dan rasulnya.

2. Konsep Ukhuwah Islamiyah


a) Ukhuwah Ialamiyah
Kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati dan empati antara
dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki satu kondisi atau perasaan yang
sama. Jalinan perasaan itu menimbulkan sikap timbal balik untuk saling membantuk bila
pihak lain mengalami kesulitan dan sikap untuk saling membagi kesenangan kepada
pihak lain. Persaudaraan sesama muslim berarti saling menghargai relativitas masing-
masing sebagai sifat dasar kemanusiaan. Agama Islam memberikan petunjuk yang jelas
untuk menjaga agar persaudaraan sesama muslim itu dapat terjalin dengan kokoh
sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Hujurat/49:10-12.
b) Ukhuwah Insaniyah
Ukhuwah insaniyah dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah makhluk
Allah. Sekalipun Allah memberikan petunjuk kebaranan melalui ajaran Islam, tetapi
Allah juga memberikan kebebasan kepada setiap manusia untuk memilih jalan hidup
berdasarkan rasionya. Allah tidak menetapkan manusia sebagai satu umat, padahal Allah
bisa bila mau. Itulah fitrah manusia (Q.S. Al-Maidah/5:48).

3. Kebersamaan Umat Beragama dalam Kehidupan Sosial


1) Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non-Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima Islam sebagai agamanya disebut
kafir atau nonmuslim. Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima atau
menaati aturan Allah yang diwujudkan kepada manusia melalui ajaran Islam. Sikap kufur,
penolakan terhadap perintah Allah pertama kali ditunjukkan oleh iblis ketika diperintahkan
untuk sujud kepada Adam a.s. (Q.S . Al-Baqarah/2:34).
2) Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Umat Islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan Allah dalam kehidupan dunia ini (Q.S.
Ali Imran/3:110). Kebaikan umat Islam bukan sekedar simbolik, karena telah mengikrarkan
keyakinan Allah s.w.t. sebagai Tuhannya dan Muhammad s.a.w. sebagi Rasulullah, tetapi
karena identifikasi sebagai muslim memberikan konsekuensi untuk menunjukkan kometmen
itu disebut “hablun minallah wa hablun minannas”... Bentuk tanggung jawab sosial umat
Islam meliputi berbagai aspek kehidupan salah satunya menjalin silaturahmi dengan tetangga.
3) Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar
Amar ma’ruf dan nahi munkar artinya memerintahlan orang lain untuk berbuat baik
dan mencegah perbuatan jahat. Sikap amar ma’ruf dan nahi munkar akan efektif apabila
orang yang melakukannya juga memberi contoh. Karena itu diperlukan kesiapan secara
sistematik dan melibatkan kelompok orang dengan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan secara terorganisasi (Q.S. Ali-Imran/3:104).
Sebagai agama yang universal dan komperehensif, Islam mengandung ajaran yang
integral dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia Islam tidak hanya mengajarkan
tentang akidah dan ibadah semata, tetapi Islam juga mengandung ajaran di bidang ipteks dan
bidang-bidang kehidupan lainnya.

D. MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMMAT


1. Konsep Masyarakat Madani
Masyarakat madani secara harfiah berarti masyarakat kota yang sudah tersentuh oleh
peradaban maju atau disebut juga civil society (masyarakat sipil). Pada zaman Yunani terdapat
negara-negara kota seperti Athena dan Sparta disebut Sivitas Dei, suatu kota Ilahi dengan
perdaban yang tinggi. Adapun masyarakat madani berasal dari bahasa Arab zaman Rasulullah
s.a.w. yang artinya juga sama dengan masyarakat kota yang sudah disentuh oleh peradaban baru
(maju), lawan dari masyarakat madani adalah masyarakat atu komunitas yang masih mengembara
yang disebut badawah atau pengembara (badui).

2. Karakteristik Masyarakat Madani


Secara umum masyarakat yang berab berciri; kemanusiaan, saling menghargai sesama
manusia, sebagai makhluk Ilahi dalam kehidupan bersama dalam masyarakat yang warga
pluralistik, memiliki berbagai perbedaan, akan tetapi mengembangkan kehidupan individu yang
demokratis, pemimpin yang mengayomi warga, masyarakat nerasa dilindungi oleh sesama warga
karena penghargaan hak-hak dan kewajiban masing-masing.
Masyarakat madani dalam pandangan Islam adalah masyarakat yang beradab, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang maju dalam penguaaan iptek. Karena itu dalam sejarah
filsafat, sejak filsafat Yunani sampai masa filsafat Islam dikenal istilah Madinah atau polis yang
berati kota yaitu masyarakat yang berperadaban.

3. Peranan Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Dalam kontek masyarakat Indonesia, di mana umat Islam adalah mayoritas, peranan umat
Islam untuk mewujudkan masyarakat madani sangat besar. Kondisi masyarakat Indonesia sangat
bergantung pada kontribusi yang diberikan oleh umat Islam. Peranan umat Islam itu dapat
direalisasikan melalui jalur hukum, sosial-politik, ekonomi, dan yang lain.

4. Etos Kerja Islami


Etos kerja adalah totalitas kepribadian diri dan cara mengekspresikan, memandang meyakini,
dan memberikan makna tentang sesuatu pekerjaan yang mendorong dirinya untuk bertindak dan
meraih amal yang optimal (Toto Tasmara: 20).
Al-Quran menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat yabg terbaik, karena melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar serta beriman kepada Allah (Q.S. Ali-Imran: 110). Nilai kebaikan umat
Islam tersebut dapat terealisasi apabila keimanannya menghasilkan amal yang shalih. Oleh karena
itu, Allah akan menilai, siapa yang paling baik amalnya (Q.S. Hud: 7; Q.S. Mulk: 2). Islam
memotivasi umatnya untuk berkompetisi dalam kebaikan, memiliki etos kerja yang baik yang
menentukan nilai hidup di dunia dan konsekuensi di akhirat (Q.S. al-Baqarah; 148).
5. Filantropi Islam: Zakat dan Wakaf
a) Zakat
Zakat merupakan dasar prinsipiil untuk menegakan struktur social Islam. Zakat bukanlah
derma atau sedekah biasa, zakat adalah sedekah wajib. Dengan terlaksananya lembaga zakat
dengan baik dan benar, diharapkan kesulitan dan penderitaan fakir miskin dapat berkurang.
Zakat ada dua macam, yaitu:
1) Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseoorang atau badan hukum yang wajib
diberikan kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu setelah
mencapai jumlah minimal tertentu dan setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu pula.
2) Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan pada akhir puasa Ramdhan. Hukum zakat
fitrah wajib atas setiap orang Islam.
b) Waqaf
Sebagai salah satu lembaga sosial Islam, waqaf erat kaitannya dengan sosial ekonomi
masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukumnya sunnah, namun
lembaga ini dapat berkembang dengan baik di beberapa negara.
Wakaf uang dan wakaf produktif penting sekali untuk dikembangkan di Indonesia di saat
konidisi perekonomian yang kian memburuk. Wakaf tunai mempunyai peluang yang unik
bagi terciptanya investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Lembaga
wakaf sebagai salah satu pilar ekonomi Islam sangat erat kaitannya dengan masalah sosial
ekonomi masyarakat.
Pada tanggal 1 Mei 2002, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan fatwa
tentan wakaf uang yang isinya sebagai berikut:
(1) Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau
badan hukum dalam bentuk uang tunai.
(2) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
(3) Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
(4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara
syar’i.
(5) Nisi pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan
atau diwariskan.
Dengan dikeluarkannya fatwa MUI tersebut, maka penerapan wakaf yang di Indonesia
sudah tidak bermasalah lagi, apabila dalamm Undang-undang nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf uang sudah diatur tersendiri Menjadi masalah bagaimanakah penerapan
wakaf khusunya wakaf uang di Indonesia karena wwakaf uang ini penting sekali untuk
dikembangkan di Indonesia di saat kondisi perekonomian yang memburuk. Wakaf uang
dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai