Anda di halaman 1dari 3

A.

PENGERTIAN IPTEKS
1. Pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua jenis, yaitu :
a. Dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya diyakini bagi mereka yang beriman
kepada Allah Swt. Ilmu dari wahyu diterima dengan yakin, sifatnya mutlak.
b. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori : pengetahuan
(knowledge/kenneis), ilmu pengetahuan (watenschap/science) dan filsafat. Ilmu
dari manusia diterima dengan kritis, sifatnya nisbi.

Sains diindonesiakan menjadi ilmu pengetahuan sedangkan dalam sudut


pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan
pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan, ilmu adalah pengetahuan yang sudah
diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan
kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Secara etimologis kata ilmu berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan.

Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan


bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa
ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang
berakibat kehancuran alam semesta.

Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya.
Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang. Hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang
menjadi bagian dari budaya manusia. Seni identik dengan keindahan.

B. SUMBER IPTEKS

Dalam pemikiran islam, ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya
tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan
akal budinya berdasarkan tuntunan AL-Qur’an dan sunnah rasul. Atas dasar itu,
ilmu dalam pemikiran islam ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) tingkat
kebenarannya bersifat mutlak, karena bersumber daari Allah. Ada pula ilmu yang
bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena
bersumber dari akal pikiran manusia.

C. INTEGRASI IMAN, ILMU dan AMAL

Menurut islam, ilmu pada hakekatnya tidak bersifat dikotomik seperti : ilmu agama,
ilmu umum, ulama-intelektual, madrasah-sekolah, saniri-pelajar dan sebagainya.
Menurut AL-Qur’an, dua ayat Allah dihadapkan kepada manusia :

1. Ayat Al-Kauniyah (alam semesta dan manusia : individu, komunal dan


temporalnya)
2. Ayat Al-Qauliyah (Al-Qur’an dan sunnah rasul)

Interpretasi manusia terhadap fenomena kauniyah melahirkan ilmu pengetahuan


: biologi, fisika, kimia, sosiologi, antropologi, komunikasi, ilmu politik, sejarah dan
lain-lain. Interpretasi manusia terhadap fenomena qauliyah melahirkan pemahaman
agama (actual). Kebenaran hakiki dan sumber ilmu ialah pada Allah S.W.T. ilmu
harus difungsikan sesuai dengan petunjuk Allah s.w.t (Q.S. Fushshilat/41:53 dan
Q.S Ali-Imran/3:164).

D. Tanggung Jawab ilmuwan terhadap Alam dan Lingkungan

Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun (hamba Allah) dan
sebagai khalifah Allah dibumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah
tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan
sosial maupun lingkungan alam.

Dalam kontek abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah. Posisi
ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada
penciptanya.

Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan yaitu kecenderungan


kepada ketakwaan dan kecenderungan kepada perbuatan fasik (Q.S. Asy-
Syams/91:8). Dengan kedua kecenderungan tersebut, Allah memberikan petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada
keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu
amarah.

Fungsi yaang kedua sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Manusia
diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta
memanfaatkannya dengan sebesar-besar kemanfaatan untuk kehidupan umat
manusia dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, karena
alam diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi alam
dan memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai.
Tanpa menguasai IPTEKS, fungsi hidup manusia sebagai khalifah akan menjadi
kurang dan kehidupan manusia akan tetap terbelakang. Allah menciptakan alam,
karena Allah menciptakan manusia. Seandainya Allah tidak menciptakan manusia,
maka Allah tidak perlu menciptakan alam. Oleh karena itu, manusia mendapat
amanah dari Allah untuk memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan
keseimbangannya untuk kepentingan umat manusia. Kalau terjadi kerusakan alam
dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena ulah manusia sendiri. Mereka
tidak menjaga amanat Allah sebagai khalifa (Q.S. Ar-Rum)

Anda mungkin juga menyukai