Anda di halaman 1dari 2

 IPTEK DALAM ISLAM

Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui proses yang
disebut metode ilmiah (scientific method) .Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan
yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perkembangan
iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek

Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar
pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur
dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah
yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah
yang telah diharamkan syariah Islam.

INTEGRITAS IMAN, ILMU DAN AMAL

Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terhadap hubungan
yang harmonis yang terintegrasi ke dalam suatu sistem yang disebut Dinul Islam. Di dalamnya
terkandung tiga unsur pokok, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak. Dengan kata lain iman, ilmu dan amal
salih. Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya dapat tergambar dalam
keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran Islam yaitu iman, Islam dan Ikhsan. Ketiga inti ajaran itu
terintegrasi di dalam sebuah sistem ajaran yang disebut Dinul Islam. Dinyatakan dalam QS. 14
(Ibrahim) : 24-25.

Ayat di atas menggambarkan keutuhan antara iman, Ilmu dan Amal atau Aqidah, Syari’ah dan Akhlak
dengan menganalogikan bangunan Dinul Islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Akarnya
menghunjam ke bumi, batangnya menjulang tinggi ke langit, cabangnya atau dahannya rindang dan
buahnya amat lebat. Ini merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan amal merupakan satu
kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Iman diidentikkan dengan akar dari
sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Ilmu bagaikan batang pohon yang
mengeluarkan dahan-dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari
pohon itu identik dengan teknologi dan seni. Iptek yang dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan
ilmu akan menghasilkan amal salih, bukan kerusakan alam.

TANGGUNG JAWAB ILMUAN TERHADAP ALAM DAN LINGKUNGAN

Dari pernyataan di atas tampak bahwa Al Ghazali sangat menghargai orang yang berilmu dan
mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Salah satu pengamalannya adalah mengajarkan kepada orang
lain. Orang yang berilmu dan tidak mengamalkannya menurut Al Ghazali sebagai orang yang celaka.
Ia mengatakan, seluruh manusia akan binasa, kecuali orang-orang berilmu. Orang-orang berilmu akan
celaka kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya. Dan orang-orang yang mengamalkan
ilmunya pun akan binasa kecuali orang-orang yang ikhlas.

Adaa dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai ‘abdun (hamba Allah) dan sebagai khalifah
Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan
keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab kepada diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam kontek ‘abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah. Posisi ini mempunyai
konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada penciptanya. Keengganan
manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta akan menghilangkan rasa syukur dan
anugrah yang diberikan Sang Pencipta berupa potensi yang sempurna yang tidak diberikan kepada
makhluk lainnya, yaitu potensi akal. Dengan hilangnya rasa syukur mengakibatkan ia menghambakan
diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan diri kepada Allah akan mencegah
penghambaan manusia kepada sesama manusia, termasuk pada dirinya. Manusia diciptakan Allah
dengan dua kecenderungan, yaitu kecenderungan pada ketaqwaan dan kecenderungan kepada
perbuatan fasik. Dengan ke dua kecenderungan tersebut Allah berikan petunjuk berupa agama sebagai
alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan dan ketaqwaan bukan pada
kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah.

Fungsi yang ke dua sebagai khalifah/ wakil Allah di muka bumi, ia mempunyai tanggung jawab untuk
menjaga keseimbangan alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia diberikan kebebasan
untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta memanfaatkannya dengan sebesar-besar
kemanfaatan. Karena alam diciptakan untuk kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi dan
memanfaatkannya diperlukan ilmu pengetahuan yang memadai. Hanya orang-orang yang memiliki
ilmu pengetahuan yang cukuplah atau para ilmuwan dan para intelektual yang sanggup
mengeksplorasi sumber alam ini. Akan tetapi para ilmuwan itu harus sadar bahwa potensi sumber
daya alam akan habis terkuras untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia apabila tidak dijaga
keseimbangannya.

Oleh sebab itu tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada para ilmuwan dan cendikiawan.
Mereka mempunyai tanggung jawab jauh lebih besar disbanding dengan manusia-manusia yang tidak
memiliki ilmu pengetahuan. Bagi mereka yang memiliki ilmu pengetahuan tidak mungkin
mengeksploitasi ala mini secara berlebihan, paling hanya sekedar kebutuhan primernya bukan untuk
pemenuhan kepuasan hawa nafsunya, karena mereka tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan
untuk mengeksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber alam ini. Demikian pula mereka tidak
akan sanggup menjaga keseimbangan dan kelestariannya secara sistematis.

Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena ulah manusia sendiri. Mereka
banyak yang berkhianat terhadap perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat
Allah sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian ala mini sebagaimana firman Allah
dalam QS. 30 (Al-Rum): 41.

Dua fungsi di atas merupakan suatu kesatuan yang tidak boleh terpisah. Dan simbul dari ke dua fungsi
itu adalah zikir dan piker. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya, manusia diberi keistimewaan
berupa kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkannya dengan tuntutan
kodratnya sebagai makhluk psiko-fisik. Namun ia harus sadar akan keterbatasannya yang menurut
ketaatan dan ketundukan terhadap aturan Allah, baik dalam konteks ketaatan terhadap perintah
beribadah secara langsung (fungsi sebagai ‘abdun) maupun dalam konteks ketaatan
terhadap sunnatullah, hokum alam di ala mini (fungsi sebagai khalifah). Perpaduan antara tugas
ibadah dan khalifah ini akan mewujudkan manusia yang ideal, yakni manusia yang selamat di dunia
dan di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai