Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

“ Cerebrovascular Accident (CVA) Bleeding”


DI RUANG MARWAH RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
LAMONGAN

OLEH:
NOVIKA REZA AJENG ISSA PUTRI
201910461011012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
Cerebrovascular Accident (CVA) Bleeding
RS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

OLEH :
NOVIKA REZA AJENG ISSA PUTRI
201910461011012

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING KLINIK

(............................................) (............................................)
KONSEP DASAR Cerebrovascular Accident (CVA) Bleeding

A. Definisi

Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan

tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,

disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke

hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian

otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian

(Junaidi, 2011).

Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kurang

lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51%

stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri

serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis dibedakan menjadi dua subkategori,

yaitu trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris),

dan trombosis pada arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri

besar, sedangkan 20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang

masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran,

medularis) dan yang menyebabkan stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih

32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang

lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari

seluruh kejadian stroke (Junaidi, 2011).

B. Etiologi
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Iskemia terjadi ketika

suplai darah ke bagian otak terganggu atau tersumbat. Iskemia biasanya terjadi karena

trombosis atau embolik. Stroke yang terjadi karena trombosis lebih sering terjadi

dibandingkan karena embolik.

Stroke bisa juga merupakan “ pembuluh darah besar” dan “ pembuluh darah

kecil”. Stroke pada pembluh darah besar pada karotid interna, serebral anterior,

serebral media, serebral posterior, vertebral, dan arteri basilaris. Stroke pembuluh

darah kecil terjadi pada cabang dari pembuluh darah besar yang masuk ke bagian

lebih dalam bagian otak (Joyce & Jane, 2014).

1. Trombosis

Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endotelial

dari pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama yang

menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh

darah. Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan (stenosis) pada

arteri. Stenosis menghambat aliran darah yang biasanya lancar pada arteri. Darah

akan berputar dipermukaan yang terdapat plak, menyebabkan penggumpalan

yang akan melekat pada plak tersebut. Akhirnya rongga pembuluh darah

tersumbat. Selain itu, penyumbatan dapat terjadi karena inflamasi pada arteri

atau disebut arteritis.

Trombus bisa terjadi disemua bagian sepanjang arteri karotis. Bagian yang biasa

terjadi penyumbatan adalah di bagian yang mengarah pada percabangan dari

karotid utama ke bagian dalam dan luar dari arteri karotid. Stroke karena

trombosis adalah tipe yang paling sering terjadi pada organ dengan diabetes.

2. Embolisme
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan

darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung

yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung

cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

3. Perdarahan (Hemoragik)

Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan karena adanya ruptur

aterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan

di dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari

penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50 tahun. Akibat lain dari

perdarahan adalah aneurisma. Walaupun aneurisma serebral biasanya kecil, hal

ini bisa menyebabkan ruptur. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan seringkali

menyebabkan spasme pembuluh darah serebral dan iskemik pada serebral, karena

darah yang berada di luar pembuluh darah membuat iritasi pada jaringan. Stroke

hemoragik biasanya menyebabkan terjadi hilangnya banyak fungsi dan

penyembuhannya yang lambat dibandingkan dengan stroke lain.

C. Faktor Resiko

Faktor risiko stroke dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi:

1. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua orang dan pada semua usia, termasuk anak-anak.

Kejadian penderita stroke iskemik biasanya berusia lanjut (60 tahun keatas) dan

resiko stroke meningkat seiring bertambahnya usia dikarenakan mengalaminya

degeneratif organ-organ dalam tubuh (Nurarif & Kusuma, 2013).

2. Jenis kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia

dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1. Insiden

stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan rata-rata

25%-30% Walaupun para pria lebih rawan daripada wanita pada usia yang lebih

muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai

menopause. Hal ini, hormon merupakan yang berperan dapat melindungi wanita

sampai mereka melewati masaMasa melahirkan anak (Burhanuddin et al, 2012).

Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan memiliki peluang yang sama

juga dengan laki-laki untuk terserang stroke. Hal ini membuktikan bahwa resiko

laki-laki dan perempuan untuk terserang stroke pada usia dewasa awal adalah

sama. Pria memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal

lebih tinggi sekitar 20% daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko

perdarahan subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki

maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia

dewasa awal 18-40 Tahun (Handayani, 2013).

3. Genetik (herediter)
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat pengaruh genetik pada risiko stroke. Namun,

sampai saat ini belum diketahui secara pasti gen mana yang berperan dalam terjadinya

stroke.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Hipertensi

Hipertensi mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak sehingga timbul

perdarahan otak. Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh,

terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan

terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa besar tekanan darah itu,

seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan

kehadiran faktor risiko lain. Oleh karena itu, hipertensi diklasifikasikan oleh AHA,

2017 sebagai berikut :

(AHA, 2017)

Insiden stroke dapat bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang

bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke

iskemik, perdarahan intrakranial, maupun perdarahan subaraknoid.

2. Hiperkolestrolemia
Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar 1000

mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi kolesterol jika

mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah yang menempel pada

permukaan dinding pembuluh darah yang semakin hari semakin menebal dan dapat

menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah yang disebut aterosklerosis.

Bila di daerah pembuluh darah menuju ke otot jantung terhalang karena

penumpukan kolesterol maka akan terjadi serangan jantung. Sementara bila yang

tersumbat adalah pembuluh darah pada bagian otak maka sering disebut stroke

(Burhanuddin et all, 2012).

Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah di mana semakin tinggi

kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini

menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga mengganggu

suplai darah ke otak. Hiperkolestrol akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang

akan mengakibatkan terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan

penurunan elastisitas pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah

(Junaidi, 2011).

3. Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada

pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah otak

dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat aliran darah

dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya pengentalan darah sehingga

menghamabat aliran darah ke otak. Hiperglikemia dapatmenurunkan sintesis

prostasiklin yang berfungsi melebarkan saluran arteri, meningkatkanya

pembentukan trombosis dan menyebabkan glikolisis protein pada dinding arteri.


Diabetes melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular

(pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya

arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita stroke

meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes melitus dan

menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes melitus diturunkan

secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan pola hidup yang kurang sehat

seperti banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan makanan siap saji yang

tidak diimbangi dengan berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak

(Burhanuddin et all, 2012).

4. Merokok

Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke yang lebih banyak terjadi

pada usia dewasa awal dibandingkan lebih tua. Risiko stroke akan menurun setelah

berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti

merokok.Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor

penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis.

Arterisklerosis dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah

yang lambat karena terjadi viskositas (kekentalan). Sehingga dapat menimbulkan

tekanan pembuluh darah atau pembekuaan darah pada bagian dimana aliran

melambat dan menyempit. Merokok meningkatkan juga oksidasi lemak yang

berperan pada perkembangan arteriskelorosis dan menurunkan jumlah HDL

(kolestrol baik) atau menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan

kolesterol LDL yang berlebihan (Burhanuddin et all, 2012)

D. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran

darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan

membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia dari satu bagian dari tubuh bisa terjadi

setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri

serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak

yang mengintrol gerakan saraf motorik dari kortek bagian depan. Hemiplegia

menyeluruh bisa terjadi pada setengah bagian wajah dan lidah, juga pada lengan

dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang terjadi pada bagian

otak kanan akan menyebabkan kelemahan pada bagian kiri (sinistra) dan

begitupun sebaliknya. Hemiparesis atau hemiplegia biasanya sering disertai tanda

dan gejala seperti kehilangan sensori sebagian, apraksia, agnosia, afasia.

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell’s Palsy”

Bell’s Palsy adalah bentuk kelumpuhan wajah sementara akibat kerusakan atau

trauma pada salah satu saraf wajah. Bell’s Palsy merupakan penyebab paling

sering dari kelumpuhan wajah. Umumnya, Bell’s Palsy hanya mempengaruhi

salah satu saraf wajah yang berpasangan sehingga yang lumpuh satu sisi wajah.

3. Tonus otot lemah dan kaku


Penurunan kemampuan ini biasnaya disebabkan oleh stroke arteri serebral

anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang

mengontrol gerakan saraf motorik dari kortek bagian depan. Sehingga

menyebabkan kelemahan pada ekstremitas, ataupun wajah.

4. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

Merupakan kehilangan penglihatan pada setengah bagian yang sama dari lapang

pandang dari setiap mata. Jadi klien hanya bisa melihat setengah dari penglihatan

normal.

5. Gangguan bahasa

Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi. Afasia melibatkan seluruh

aspek dari komunikasi termasuk bicara, membaca, menulis, dan memahami

pembicaraan. Pusat primer bahasa biasanya terletak dibagian kiri dan dipengaruhi

oleh stroke dibagian kiri tengah arteri serebral. Sedangkan disatria merupakan

kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang menyebabkan kesulitan

dalam berbicara. Klien dengan disatria dapat memahami bahasa yang diucapkan

seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam menghafalkan kata dan tidak jelas

dalam pengucapannya.

E. Klasifikasi

Ada dua bentuk CVA (cerebro vaskuler accident) bleeding:


1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatakan

darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.

2. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling

sering didapati pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.

AVM (arteriovenous malformation) dapat dijumpai pada jaringan otak

dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan

ruang subarakhnoid.

F. Patofisiologi

1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatakan

darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang

menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan

trans iskemik attack (TIA) yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan

kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral sering


dijumpai di daerah pituitary glad, talamus, sub kartikal, nukleus kaudatus, pon,

dan cerebellum. Hipertensi kronis dapat mengakibatkan perubahan sruktur

dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma

paling sering didapati pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi

willisi. AVM (arteriovenous malformation) dapat dijumpai pada jaringan otak

dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan

ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid

mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya

struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepla hebat. Sering pula dijumpai

kaki kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK

yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan

penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan

vasospame pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari

setelah timbulnya perdarahan. Mencapai puncaknya hari 5-9, dan dapat

menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena

interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam

cairan serebrospinalis dengan pembulug arteri di ruang subarakhnoid. Ini dapat

mengakibatkan disfungsi otot global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)

maupaun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak

dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi

yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak

walaupun sebentar akan menyebabkan ganggan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar

metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan

koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi

serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui prose

metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.


G. Pathway

Trombosis Embolisme Iskemik Hemoragik

STROKE

Aliran darah ke
\
serebral tersumbat

O2 ke sereral
berkurang

Infark jaringan
serabral

Breath (B1) Blood (B2) Brain (B3) Bladder (B4) Bowel (B5) Bone (B6)

Defisit Edema dan Suplai O2 ke ginjal Defisit Defisit


Neurologis kongesti jaringan Hemisfer kiri Infark batang otak menurun Neurologis Neurologis
sekitar
Kemampuan
batuk menurun
Bersihan jalan Gangguan Persepsi Gangguan Intake nutrisi Gangguan
Resiko Perfusi
napas tidak Eliminasi urin
Fungsi ginjal tidak adekuat Mobilitas Fisik
efektif
Serebral tidak efektif Afasia Daya Sensori
penciuman, Defisit Kehilangan
menurun Motorik Kontrol volunter
Peningkatan penglihatan, lapang
tekanan intrakranial Gangguan pandang, pandangan Defisit Nutrisi
komunikasi dan keseimbangan Oliguria/anuria Reflek menelan Hemiplegia &
verbal tubuh menurun
menurun Hemiparesis
H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnosis meliputi:

1. Angiografi cerebral untuk menentukan penyebab stroke hemoragic, seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.

2. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada

intrakranial.

3. Computer Topografi (CT) scan otak untuk memperlihatkan adanya edema,

posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya

secara pasti.

4. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan daerah yang mengalami

infark hemologi Malformasi Arteri Vena (MAV).

5. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit areri vena.


6. Electroencephalograpy (EEG) untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan

pada gelombang otak dan mungkin mempelihatkan daerah lesi spesifik.

7. Pemeriksaan Saraf Kranial, menurut Judha & Rahil (2011)

a. Olfaktorius (N.1) : untuk menguji saraf yang digunakan bahan-bahan yang

tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah.

Letakkan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung

yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Hasil pemeriksaan normal

mampu membedakan zat aromatis lemah.

b. Optikus (N.II) : ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu penglihatan

sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil, fundus kopi, dan tes

buta warna. Untuk penglihatan sentral dapat menggabungkan antara jari tangan,

pandangan mata dan gerakan tangan. Kartu snellen memerlukan jarak 6 meter

antara pasien dengan tabel, jika ruang tidak cukup bisa diakali dengan cermin.

Penglihatan perife dengn obyek yang digunakan (2 jari pemeriksa /bolpoint)

digerakkan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri, atas dan bawah dimana

mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus

dan tidak menoleh ke objek tersebut. Reflek pupil dengan menggunakan

penlight. Fundus kopi dengan menggunakan alat oftakmoskop, mengikuti

perjalanan vena retinalis yang besar kearah diskus, dan tes warna dengan

menggunakan buku Ishi Hara’s Test untuk melihat kelemahan seseorang dalam

melihat warna.
c. Akulomotoris (N.III): meliputi gerakan ptosis, pupil dengan gerakan bola

mata. Mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian besar

gerakan ekstra okular.

d. Tlokearis (N.IV): meliputi gerakan mata ke bawah dan kedalam.

e. Trigeminus (N.V): mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol sensori

wajah dan kornea serta bagian motorik otot mengunyah.

f. Fasialis (N.VI) : pemeriksaan dilakukan saat pasien dian dan diatas perintah

(tes kekuatan otot) saat pasien dian diperhatikan asimetris wajah, mengontrol

ekspresi dan simetris wajah.

g. Vestibul Kokhlearis (N.VII): penguji dengan gesekan jari, detik arloji.

Mengontrol pendengaran dan keseimbangan.

h. Glasofaringeus (N.VIII): dengan menyentuh dengan lembut . sentuhan bagian

belakang faring pada setiap sisi lengan scapula. Reflek menelan dan muntah.

i.Vagus (N.IX dan X) : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

j.Aksesoris (N.XI): pemeriksaan dengan cara meminta pasien mengangkat

bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan kebawah kemudian

pasien disuruh memutar keplanya dengan melawan tahanan (tahap pemeriksa).

Mengontrol pergerakan kepala bahu.

k. Hipoglosus (N.XII): pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan dian di

dasar mulut, tentukan adnaya artrofi dan fasikulasi. Mengontrol gerakan lidah.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan stroke hemoragik, antara lain:


1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral

Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik

dengan memberikan O2, glukosa, dan aliran darah yang adekuat akan

mengontrol/memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.

2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flaxi dan rotasi kepala yang

berlebihan.

3. Pengobatan

a. Anti koagulan: heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada

fase akut.

b. Obat anti trombotik: pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa

trombolitik/embolik.

c. Diuretika: untuk menurunkan edema serebral

4. Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.

Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa

penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.


Tindkan ini dilakukan dengan anatesi umum sehingga saluran pernafasan dan

kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

(Mutaqqin, 2008)

J. Komplikasi

Stroke Hemoragik dapat menyebabkan:

1. Infark Serebri

2. Fistula caroticocavernosum

3. Epistaksis

4. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

K. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register serta

diagnosa medis.

b. Keluhan utama

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Adanya kesulitan dalam aktifitas karena kelemahan, atau paralisis

(hemiplegia), merasa mudah lelah.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung, kolesterol

e. Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga seperti, hipertensi,

Diabetes Militus

f. Pengkajian Fokus

1. B1 Breathing
Adakah sumbatan jalan karena penumpukan sputum dan kehilangan

reflek batuk, Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang, Adakah

suara nafas tambahan dengan cara melakukan auskultasi suara nafas,

Catat jumlah dan irama nafas

2. B2 (Blood/sirkulasi)

adanya tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan darah

disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.

3. B3 (Brain/persarafan otak)

a. Adanya keluhan nyeri kepala hebat, periksa adanya pupil

unilateral dan observasi tingkat kesadaran.

b. Observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah


dan aktifitas motorik
c. Observasi adanya penurunan dalam ingatan dan memori baik

jangka pendek maupun jangka panjang serta penurunan

kemampuan berhitung dan kalkulasi

d. Kaji adanya disfasia baik disfasia reseptif maupun disfasia

ekspresif, disartria dan apraksia.

e. Kaji adanya kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis seperti


kesulitan dalam pemahaman, mudah lupa, kurang motivasi,

frustasi dan depresi.

f. Stroke hemisfer kiri didapatkan hemiparase pada sisi sebelah

kanan dan sebaliknya.

4. B4 (Bladder/Perkemihan)

tanda-tanda inkontinensia uri

5. B5 (Bowel/Pencernaan)
adanya kesulitannya menelan, nafsu makan menurun, mual muntah &

konstipasi.

6. B6 (Bone/Tulang dan integumen )

adanya kelumpuhan atau kelemahan, kaji adanya dekubitus, warna

kulit dan turgor kulit

g. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-Tanda Vital

TD: > 140 mmHg, N: > 100 x/mnt, RR:> 24 x/mnt

2. Pemeriksaan Head to Toe


a. Kepala dan Leher

Rambut : bersih, pertumbuhan merata, warna rambut putih

Mata : konjungtiva anemis, penglihatan kabur

Hidung : hidung bersih, fingsi pembau baik

Mulut : Mulut bersih, gigi tidak lengkap

Telinga : telinga bersih, fungsi pendengaran menurun

Leher : tidak terdapat JVD

b. Dada

1. Paru-paru :

inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, menggunakan alat

bantu napas

palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

perkusi : sonor

auskultasi : suara nafas vesikuler disemua lapang paru

2. jantung:

inspeksi: ictus cordis tidak tampak

palpasi : tidak ada nyeri tekan

perkusi :

auskultasi : S1S2 tunggal, tidak ada suara nafas tambahan

c. Abdomen

Inspeksi : tidak ada jaringan parut, supel

auskultasi : paristaltik usus < 5 x/mnt

perkusi : tympani

palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

d. Ekstremitas
Kekuatan otot

h. Pemeriksaan Neurologis

1. Status Mental
Tingkat kesadaran, Pemeriksaan kemampuan bicara, Orientasi

(tempat, waktu & orang), Pemeriksaan respon emosi, Pemeriksaan

daya ingat , Pemeriksaan kemampuan berhitung.

2. Nervus Kranialis

a. Nervus olfaktorius

Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.
b. Nervus optikus

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual.

c.
abducen
Nervus okulomotorius, troklear, dan
Pasien stroke yang mengalami paralisis pada satu sisi otototot

okularis akan menyebabkan terjadinya penurunan kemapuan

gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

d. Nervus trigeminus

Beberapa keadaan stroke dapat menyebabkan paralisis saraf

trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah.
e. Nervus fasialis

Persepsi pengecapan pada pasien stroke dalam batas normal, wajah

asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

f. Nervus vestibulokoklearis
Tidak ditemukan adanya tuli konduksi maupun tuli persepsi.

g. Nervus glosofaringeus & vagus

Kemampuan menelan kurang baik dan adanya kesulitan membuka

mulut.

h. Nervus accesories
Tidak ditemukan artrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius

i. Nervus hipoglosus

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta

indra pengecapan normal.

3. Masalah Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif

2. Resiko Perfusi Serebral tidak efektif

3. Gangguan Komunikasi Verbal


4. Gangguan persepsi Sensori

5. Gangguan Eliminasi Urin

6. Defisit Nutrisi

7. Gangguan mobilitas fisik

4. Diagnosa Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Bersihan Setelah dilakukan tindakan asuhan
Manajemen Jalan Napas
jalan napas keperawatan selama 1x24 jam
(1.01011)
tidak efektif diharapkan “Bersihan Jalan Napas”
Observasi:
b/d (L.01001) meningkat dengan kriteria
Disfungsi hasil: 1. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
neuromuskul 1. Produksi Sputum menurun (5) usaha napas).
er (D.0001) 2. Wheezing menurun (5) 2. Monitor bunyi napas
tambahan
3. Dispnea menurun (5)
4. Gelisah menurun (5) Terapeutik :

5. Frekuensi napas membaik (5) 1. Pertahankan kepatenan


6. Pola napas membaik (5) jalan napas
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan oksigen, jika
perlu

Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

Pemantauan Respirasi
(1.01014)

Observasi:
1. Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan
upaya napas.
2. Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik:
1. Atur pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen peningkatan
perfusi keperawatan selama 1x24 jam tekanan intrakranial (1.06194)
serebral diharapkan “perfusi serebral” (L.02014) Observasi:
tidak efektif meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
dibuktikan 1. Tingkat kesadaran meningkat peningktaan TIK (edema
dengan (5) serebral)
Aneurisma 2. Tekanan intrakranial menurun 2. Monitor tanda/gejala
serebri (5) peningkatan TIK (mis.
(D.0017) 3. Sakit kepala menurun (5) Tekanan darah
4. Gelisah menurun (5) meningkat, bradikardi,
5. Tekanan darah sistolik membaik pola napas ireguler,
kesadaran menurun )
(5) 3. Monitor status
6. Tekanan darah diastolik pernapasan
membaik (5) 4. Monitor intake dan
output cairan

Terapeutik

1. Minimalkan stimulasi
dengan memberikan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
4. Pertahankan suhu tubuh
normal

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemebrian
deuretik osmosis, jika
perlu

Pemantauan Tekanan
Intrakranial (1.06198)

Observasi:

1. Identifikasi penyebab
peningkatan TIK (mis.
Edema serebral,
peningkatan tekanan
vena)
2. Monitor peningkatan TD
3. Monitor penurunan
frekuensi jantung
4. Monitor penurunan
kesadaran
5. Monitor perlambatan
atau ketidaksimetrisan
respon pupil
6. Monitor tekanan perfusi
serebral

Terapeutik:

1. Ambil sampel cairan


serebrospinal
2. Pertahankan sterilisasi
sistem pemantauan
3. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
4. Atus interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
5. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauab, jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan Mobilisasi
mobilitas keperawatan selama 1x24 jam (1.05173)
fisik b/d diharapkan “Mobilitas Fisik” (L.05042) Observasi:
gangguan meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi adanya nyeri
neuromuskul 1. Pergerakan ekstremitas atau keluhan fisik
ar (D.0054) meningkat (5) lainnya.
2. Kekuatan otot meningkat (5) 2. Identifikasi toleransi
3. Rentang gerak (ROM) fisik melakukan
meningkat (5) pergerakan
4. Nyeri menurun (5) 3. Monitor frekuensi
5. Kaku sendi menurun (5) jantung dan tekanan
darah sebelum memulai
6. Kelemahan fisik menurun (5) mobilisasi
4. Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi.

Terapeutik:

1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
2. Anjurkam melakukan
mobilisasi dini

Pemantauan neurologis
(1.06197)

Observasi:

1. Monitor ukuran, bentuk,


kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat
kesadaran
3. Monitor tanda-tanda
vital
4. Monitor status
pernapasan
5. Monitor batuk dan reflek
muntah
6. Monitor kekakuan
pegangan
7. Monitor adanya tremor
8. Monitor kesimetrisan
wajah
9. Monitor gangguan visual
10. Monitor keluahan sakit
kepala
11. Monitor respin terhadap
pengobatan

Terapeutik:

1. Tingkatkan frekuensi
pemantauan neurologis
2. Hindari aktifitas yang
dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. Dokumentasi hasil
pemantauan.

Edukasi:

1.Jelaskan prosedur pemantauan


2.Informasikan hasil
pemantauan
Daftar Pustaka

American Heart Association. (2017). Guideline for the Prevention, detection, evaluation and
management of high Blood Pressure in adults. [published online ahead of print
November 13, 2017]. Hypertension. doi: 10.1161/HYP.0000000000000065.

Burhanuddin, M., Wahiduddin, Jumriani. (2012). Faktor Risiko Kejadian Stroke pada
Dewasa Awal (18 –40 tahun), UNHAS Makassar.
Handayani. 2013. Angka Kejadian Serangan Stroke pada Wanita Lebih Rendah Daripada
Laki-laki. Jurnal Keperawatan Medical Bedah. Vol 1/No.1:2013

Joyce. B. M & Jane, H. H. (2014). Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta: Salemba Medika

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

PPNI, P. S. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, P. S. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, P. S. (2019). Standar Luaran keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai