Anda di halaman 1dari 6

UAS MSDM LANJUTAN

Nama : Nadya Dwi Andini

Kelas : Manajemen G

NPM : 434334022018224

1. Beberapa hal yang mungkin akan saya lakukan apabila saya menadi manajer dan mengalami
situasi tersebut adalah :
a) Tidak akan langsung meliburkan seluruh karyawan, melainkan hanya karyawan yang sakit
saja yang dilarang untuk masuk bekerja.
Karyawan yang memiliki kondisi fisik kurang sehat akan saya liburkan, karena dengan kodisi
yang tidak fit virus lebih mudah menular pada orang tersebut, ditambah orang yang sakit
lebih mudah juga untuk menularkan virus. Saya akan memberikan waktu selama 1 minggu
agar karyawan tersebut dapat mengembalikan lagi kondisi fisiknya menjadi fit.
b) Memberikan cuti berbayar kepada karyawan pada karyawan berusia di atas 50 tahun yang
sudah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus
Karyawan yang berusia 50 tahun keatas yang telah bekerja selama 6 tahun seccara terus
menerus akan saya berikan cuti berbayar selama sekurang-kurangnya 2 bulan, dikarekan
orang yang berusia 50 tahun keatas adalah orang yang paling rentan terkena virus tsb
c) Mengizinkan karyawan untuk melaksanakan bekerja dari rumah atau Work From Home bagi
karyawan yang tidak bekerja secara langsung di laparangan. Contohnya seperti staff
accounting dan staff administrasi
d) Membagi shift karyawan, sehingga hanya 50% karyawan yang masuk per harinya guna
meminimalisir berkurumunnya orang dalam satu ruangan

Hal tersebut diasumsikan apabila perusahaan saya termasuk salah satu dari 10 sektor yang
masih diijinkan beroperasi, contohnya sektor logistik. Karena apabila perusahan saya tidak
termasuk dalam salah satu sektor yang masih diijinkan untuk beroperasi akan sulit untuk
mendapatkan dana guna menggaji karyawan, sehingga merumahkan karyawan sampai batas
waktu tertentu menjadi pilihannya.

2. Outsourcing adalah sebuah upaya untuk mengalihkan pekerjaan ke pihak ketiga. Secara umum,
outsourcing terbagi lagi menjadi dua kategori, yakni penyerahan sebagian pekerjaan atau
pemborongan pekerjaan (outsourcing pekerjaan) dan penyedia jasa tenaga kerja atau agen
penyalur tenaga kerja.
Berbeda dengan karyawan kontrak, di mana jenis pekerjaan outsourcing terpisah dari kegiatan
utama perusahaan, bersifat kegiatan penunjang dan tidak menghambat proses produksi.
Dasar hukum mengenai outsourcing diatur dalam Undang Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan diatur pada pasal 64, 65 dan 66.

Saya tidak setuju dengan sistem outsourcing ini, dikarenakan beberapa kekurangan tersebut :
Pertama, sistem kerja outsourcing membuat status hubungan kerja buruh menjadi tidak jelas.
Misalnya; jika kita bekerja pada perusahaan A (second company), dimana sebelumnya kita
disalurkan oleh perusahaan B (parent company), maka ketika terjadi pelaggaran hak-hak
normatif (upah dibayar lebih rendah dari UMP/UMK, jam kerja yang berlebihan, lembur yang
tidak dibayar, tunjangan hari raya yang tidak diberikan, pelarangan cuti, PHK, dll), maka akan
timbul suatu pertanyaan ; kepada siapa kita harus menuntut? Apakah kepada perusahaan A
yang mempekerjakan kita, ataukah kepada perusahaan B yang menyalurkan kita?.
Ketidakjelasan ini membuat kita sulit dan bingung mengenai hubungan kerja kita. Bahkan lebih
parahnya lagi, baik perusahaan A maupun perusahaan B, saling lempar tanggung jawab terhadap
tuntutan yang kita inginkan.

Kedua, outsourcing berakibatkan kepada semakin lemahnya posisi buruh dalam perusahaan. Hal
tersebut dilatar belakangi oleh status kita yang berbentuk hubungan kerja yang sifatnya
sementara dengan masa kerja yang ditetapkan selama kurung waktu tertentu (1 tahun, 2 tahun,
bahkan ada yang hanya berkisar 3-4 bulan). Hal ini berakibat semakin kuatnya posisi pengusaha
jika berhadapan dengan pekerja, sehingga memberikan ruang yang sangat besar bagi pengusaha
tersebut untuk menindas buruh dalam perusahaannya. Pengusaha dapat dengan sewenang-
wenang memberhentikan buruh (PHK) sesuai dengan kemauannya. Ketakutan berserikat,
berkumpul, menuntu perbaikan, serta menyatakan pendapat-pun menjadi terbatasi akibat posisi
tawar buruh yang lemah ini, ditambah ancaman PHK yang sewaktu-waktu dapat dilakukan oleh
pengusaha.

Ketiga, outsourcing akan menghilangkan hak serta jaminan masa depan buruh. Apa itu jaminan
masa depan? Sederhananya, merupakan jaminan biaya hidup yang harus dihadirkan oleh
perusahaan jika suatu saat nanti buruh sudah tidak memiliki produkstivitas kerja yang baik dan
maksimal akibat factor fisik (pension), dan atau penghargaan kerja yang menjadi kewajiban
pengusaha akibat terputusnya hubungan kerja (PHK). Sebagai contoh; Jika bagi mereka yang
berstatus pekerja tetap berhak mendapatkan Jaminan Hari Tua (JHT), maka yang bekerja dengan
status outsourcing tidak berhak mendapatkan apa-apa. Jika pekerja tetap mendapatkan
pesangon pada saat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pekerja yang berstatus
outsourcing jangan pernah berharap akan memperoleh pesangon.

Keempat, outsourcing mempraktekkan dehumanisasi atau pengingkaran hak dasar seseorang


layaknya manusia yang bebas dan merdeka. System kerja outsourcing ini sama sekali tidak
menghargai buruh layaknya sebagai seorang manusia. Sebab, outsourcing tidak lebih dari bentuk
perdagangan manusia kepada manusia lainnya (trafficking). Dimana buruh tak ubahnya seperti
barang yang diperjual belikan dengan seenaknya oleh pengusaha.

Kelima, outsourcing akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin tinggi. Hal ini
disebabkan oleh syarat kerja outsourcing yang menekankan keterampilan kerja (labour skill)
yang kompetitif, sementara kondisi buruh di Indonesia sama sekali belum memadai untuk
memiliki keterampilan multi-bidang. Misalnya saja seorang buruh disektor informal yang tiba-
tiba harus diserap oleh sector formal, maka akan menjadi kontra-produktif akibat adaptasi yang
membutuhkan waktu yang lama.

Keenam, outsourcing akan semakin meminimalisir fungsi dan peran serikat (worker’s
organization) dalam perusahaan, bahkan akan dihilangkan sama sekali jika perusahaan
menghendakinya. Hal tersebut dikarenakan hubungan kerja kita dalam perusahaan akan lebih
bersifat individu, antara pekerja dengan pengusaha. Dengan demikian upaya perjuangan hak
dan kepentingan kita melalui serikat, akan semakin terbatasi secara langsung, terlebih ketika
ancaman PHK oleh perusahaan semakin mudah dilakukan setiap saat akibat posisi tawar yang
lemah tersebut.

Jika praktek outsourcing ini terus terjadi, dan bahkan semakin meluas, maka dapat dipastikan
bahwa buruh sepenuhnya akan menjadi sapi perah bagi yang mengupahnya. Buruh tak akan
mampu berdiri sendiri sebagai seorang pekerja yang memiliki derajat layaknya seorang manusia
yang berhak mendapatkan hak secara jasmani dan rohani.

Adapun kelebihan outsourcing adalah :


 Mengurangi Beban Biaya Rekrutmen Karyawan
Seluruh proses rekrutmen pekerja outsource dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa
(perusahaan outsource), sehingga perusahaan tidak perlu repot lagi merekrut karyawan satu
persatu karena perusahaan sudah bisa langsung mendapatkan pekerja outsource terpilih
dari perusahaan outsource.
 Menghemat Anggaran untuk Memberikan Pelatihan
Biasanya, pekerja outsource sudah mempunyai keahlian spesifik yang dibutuhkan, misalnya
keahlian dalam membersihkan atau mengorganisir barang. Perusahaan yang membutuhkan
jasa pekerja outsourcing bisa menghemat anggaran untuk memberikan pelatihan (training).
 Karyawan Bisa lebih Fokus Mengurus Kegiatan Utama Bisnis
Ketika menggunakan jasa pekerja outsource, perusahaan tidak perlu khawatir lagi mengenai
pekerjaan teknis sehari-hari yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan utama
perusahaan. Karena semuanya sudah diurus oleh pekerja outsource, sehingga perusahaan
tidak perlu lagi mencari tenaga kerja khusus, mengadakan training, atau mengalokasikan
rekrutmen khusus untuk posisi tertentu.

3. Sistem kinerja karyawan yang berorientasi pada perilaku lebih baik dari sistem yang berorientasi
pada hasil kerja, karena bagaimana pun faktor pendorong kinerja individu karyawan yang paling
berpengaruh berasal dari perilakunya (seperti: Keterampilannya, Insiatif karyawan tsb,
kepribadiaannya yang taat terhadap aturan dan kemampuannya dalam bekerja). Melalui
orientasi terhadap perilaku ini akan jelas terlihat apa yang menyebabkan kepuasan atau tidak
memuaskannya pelaksanaan perkerjaan tsb, serta seperti apa hasil kerja karyawan tersebut
dengan dilihat dari pencapaian targetnya dan prestasi kerja yang dapat dicapainya.

4. Beberapa faktor penghambat komunikasi kerja antara lain adalah :


a) Hambatan Semantik
Hambatan semantik adalah hambatan yang terjadi karena proses penyampaian idea atau
pengertian tidak efektif. Semantik artinya studi yang mempelajari tentang pengertian yang
dijabarkan atau diungkapkan dalam bentuk bahasa. Kata-kata yang digunakan dalam komunikasi
akan membantu proses pertukaran makna dan pengertian dari pembicara kepada audiens.

Dalam praktinya sering sekali dalam proses penafsiran terjadi kekeliruan. Hal ini biasanya
dikarenakan ketidak-hadiran hubungan antara simbol atau kata dengan apa yang disimbolkan
atau pengertian atau idea yang ingin disampaikan. Hal ini mengakibatkan kata yang dipakai
ditafsirkan berbeda dari apa yang dimaksudkan sebenarnya.

Untuk menghindarinya, seorang pembicara/komunikator sudah harus memilih kata-kata yang


tepat sesuai dengan karakteristik audien/komunikan. Dan melihat kemungkinan penafsiran pada
kata-kata yang digunakan.
b) Hambatan Manusiawi
Hambatan manusiawi terjadi karena faktor-faktor manusia atau pelaku komunikasi
organisasi. Faktor-faktor yang menyebabkannya seperti emosi dan prasangka pribadi,
kemampuan dan ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang, persepsi, kecakapan
atau ketidakcakapan dan sebagianya. Menuruh para ahli Cruden dan Sherman, hambatan
manusiawi dibagi menjadi 2 point, yaitu:

Hambatan yang timbul karena iklim psikologis dalam organisasi. Suasana iklim kerja dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan/staf/anggota dan efektifitas komunikasi
organisasi.
Hambatan yang berasal dari perbedaan individu manusia. Perbedaan umur, persepsi,
keterampilan mendengar, keadaan emosi, status, pencarian dan penyaringan informasi.
Hambatan komunikasi organisasi yang bersifat manusiawi dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

 Persepsi Selektif (Selective Perception), maksudnya adalah manusia memiliki persepsi


sendiri dalam mengartikan isi dari informasi yang diberikan. Bisa saja terjadi perbedaan
penafsiran antara komunikan dengan maksud komunikator. Ini dapat berakibat fatal jika
bawahan salah menafsir maksud dan tujuan atasan dan begitu pula sebaliknya.
 Atensi Selektif (Selective Attention), artinya manusia lebih cenderung untuk memilih
fokus pada komunikasi yang sesuai dengan pilihan pribadinya. Jadi, seseorang berhak
menentukan topik yang ia minati saat hendak berkomunikasi. Perlu diperhatikan bagi
pelaku komunikasi organisasi, baik komunikator dan komunikan untuk mendapatkan
perhatian dari lawan komunikasinya.
 Retensi Selektif (Selective Retention), artinya adalah kecenderungan manusia untuk
memilih mengingat hal yang mereka minati. Bisa saja dalam komunikasi organisasi,
audiens menangkap apa yang dimaksud pembicara, tapi belum tentu audiens tersebut
mengingat seluruh bagian dari informasi yang disampaikan. Hambatan ini harus
diminimalisir agar tidak terjadi kerancuan instruksi maupun koordinasi dalam proses
komunikasi organisasi.
c) Hambatan Ekologis
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada kelancaran proses komunikasi organisasi. Ada
banyak kasus proses komunikasi yang terhambat akibat gangguan dari lingkungan tempat
komunikasi berlangsung. Sebagai contoh, lingkungan yang ramai atau bising, banyak orang
yang berlalu lalang, suara petir saat hujan, suara kendaraan yang berlalulintas.

Seorang komunikator yang handal akan memperhatikan hambatan ekologis ini untuk
memperlancar komunikasi organisasi. Misalnya seperti, saat meeting divisi, hendaknya kamu
pilih ruangan yang tenang dan terbebas dari suara yang mengganggu. Jika saat melakukan
komunikasi via telepon seperti conference call haru dipilih tempat atau ruangan yang bebas
dari kebisingan. Dengan antisipasi ini, proses komunikasi organisasi bisa berjalan lancar dan
efektif.
d) Hambatan Teknis
Hambatan teknis adalah jenis hambatan yang biasa terjadi karena media atau platform yang
digunakan dalam berkomunikasi. Ganggunan ini terjadi pada media komunikasi, seperti
gangguan radio, jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya yang menggangu proses
komunikasi dan mengurangi efektifitas komunikasi. Menurut Cruden dan Sherman dalam
buku “Personel Management”, hambatan teknis dijabarkan sebagai berikut:
 Tidak ada penjelasan atau informasi yang jelas.
 Tidak ada prosedur kerja ataupun rencara kerja yang jelas.
 Media yang dipilih tidak tepat.
 Kemampuan membaca yang kurang baik.
Dalam proses komunikasi organisasi, sangat penting untuk menggunakan media yang tepat
yang dapat digunakan secara efektif oleh semua anggota. Dengan perkembangan tekonologi
yang pesat sudah dapat meminimalisir hambatan komunikasi organisasi.
e) Hambatan Sosio-Antro-Psikologis
Hambatan sosio-antro-psikologis terjadi pada sisi komunikan/audiens atau penerima
informasi. Dalam proses komuniksasi termasuk komunikasi organisasi, terbentuk dalam
keadaan yang situasional. Artinya, pembicara atau komunikator benar-benar paham dengan
situasi dan kondisi saat komunikasi berlangsung. Karena situasi sangat berpengaruh
terhadap proses komunikasi yang berefek langsung pada keefektivitasan komunikasi
organisasi.

Hambatan yang terjadi karena faktor situasional, misalnya tejadi komunikasi organisasi
antara manajer dengan bawahan yang mengalami musibah. Dalam proses komunikasi,
pembicara harus mengerti situasi psikologis dari komunikan sehingga proses komunikasi
organisasi berjalan seusai dengan yang diinginkan.

5. Dimensi lingkungan fisik dan dimensi lingkungan non fisik menurut para ahli
a) Menurut Sedarmayanti (2001:21),
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:
 Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja
dan sebagainya).
 Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang
mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Untuk
dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama
adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun
mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang
sesuai.
Hubungan kerja (Lingkungan kerja non fisik) dibagi menjadi dua:
 Hubungan kerja antar pegawai
Hubungan kerja antar pegawai sangat diperlukan dalam melakukan pekerjaan, terutama
bagi pegawai yang bekerja secara berkelompok, apabila terjadi konflik yang timbul dapat
memperkeruh suasana kerja dan akan menurunkan semangat kerja pegawai. Hubungan
kerja yang baik antara yang satu dengan yang lain dapat meningkatkan semangat kerja bagi
pegawai, di mana mereka saling bekerja sama atau saling membantu dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan.
 Hubungan kerja antar pegawai dengan pimpinan
Sikap atasan terhadap bawahan memberikan pengaruh bagi pegawai dalam melaksanakan
aktivitas. Sikap yang bersahabat, saling menghormati perlu dalam hubungan antar atasan
dengan bawahan untuk kerjasama dalam mencapai tujuan perusahaan. Sikap bersahabat
yang diciptakan atasan akan menjadikan pegawai lebih betah untuk bekerja dan dapat
menimbulkan semangat kerja bagi pegawai. Pada perusahaan sikap pemimpin antara
pegawainya saling menghormati agar dapat memajukan perusahaan.
b) Siagian (2014:59) mengemukakan bahwa
Dimensi lingkungan kerja fisik terdiri dari beberapa indikator yaitu:
 Bangunan tempat kerja
Bangunan tempat kerja di samping menarik untuk dipandang juga dibangun dengan
pertimbangan keselamatan kerja, agar karyawan merasa nyaman dan aman dalam
melakukan pekerjaannya.
 Peralatan kerja yang memadai
Peralatan yang memadai sangat dibutuhkan karyawan karena akan mendukung karyawan
dalam menyelesaikan tugas yang di embannya di dalam perusahaan.
 Fasilitas
Fasilitas perusahaan sangat dibutuhkan oleh karyawan sebagai pendukung dalam
menyelasikan pekerjaan yang ada di perusahaan. Selain itu ada hal yang perlu di perhatikan
oleh perusahaan yakni tentang cara memanusiakan karyawannya, seperti tersedianya
fasilitas untuk karyawan beristirahat setelah lelah bekerja dan juga tersedianya tempat
ibadah.
 Tersedianya sarana angkutan
Tersedianya sarana angkutan akan mendukung para karyawan untuk sampai di tempat kerja
dengan tepat waktu, baik yang diperuntukkan karyawan maupun angkutan umum yang
nyaman, murah dan mudah di peroleh.
Dimensi lingkungan kerja non fisik terdiri dari beberapa indikator yaitu :
 Hubungan rekan kerja setingkat
Indikator hubungan dengan rekan kerja yaitu hubungan dengan rekan kerja yang harmonis
dan tanpa saling intrik di antara sesama rekan sekerja. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu organisasi adalah adanya hubungan yang
harmonis dan kekeluargaan.
 Hubungan atasan dengan karyawan
Hubungan atasan dengan bawahan atau karyawannya harus di jaga dengan baik dan harus
saling menghargai antara atasan dengan bawahan, dengan saling menghargai maka akan
menimbulkan rasa hormat diantara individu masing-masing.
 Kerjasama antar karyawan
Kerjasama antara karyawan harus dijaga dengan baik, karena akan mempengaruhi pekerjaan
yang mereka lakukan. Jika kerjasama antara karyawan dapat terjalin dengan baik maka
karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien.

Kelebihan faktor lingkungan kerja


 Lingkungan kerja yang tepat sasaran akan menyebabkan pegawai merasa memiliki pekerjaan
itu dan berakhir dengan kepuasan kerja yang diharapkan
 Lingkungan kerja yang mendukung menjadikan pegawai peduli akan lingkungan kerja, baik
untuk kenyamanan pribadi maupun memudahkan mengerjakan tugas.

Kelemahan faktor lingkungan kerja


 Lingkungan kerja mempengaruhi kebosanan dalam pekerjaan, kelelahan dalam bekerja dan
pekerjaan yang monoton.

Soal kasus

1. Menurut pendapat saya memang sangat berisiko bahwa Rama memberikan uang muka operasi
sebesar Rp 25.000.000 tanpa konfirmasi dahulu kepada pihak manajer HRD maupun direktur
utama, karena dalam kasus di atas tidak disebutkan siapa yang dapat mengambil keputusan atau
yang mendapat delegasi wewenang selagi kedua atasannya sedang dalam perjalanan dinas.
Akan tetapi bagaimanapun sikap Rama tidak dapat disalahkan apalagi dianggap kesalahan fatal,
karena sesuai dengan Pasal 1367 BW KUH Perdata “majikan dan orang yang mengangkat orang
lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan
oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-
orang itu. Pasal ini membuat majikan tidak bisa lepas tanggung jawab dalam hal terjadi
kecelakaan kerja.” Jadi sikap Rama benar adanya dengan bertanggung jawab terhadap
kecelakaan kerja yang menimpa Rahwana tersebut, karena apabila Rama sebagai atasan
Rahwana di perusahaan yang mempekerjakannya mengacuhkan biaya operasi tersebut, bisa
mengakibatkan tidak terjadinya operasi yang berujung pada nyawa Rahwana yang tidak bisa
diselamatkan.
Dan atas sikap direktur utama yang menganggap sikap Rama telah menyalahi wewenang dan
tanggung jawab berlebihan serta melakukan kesalahan fatal, seperti yang saya maksud diatas
tidak adanya pendelegasian wewenang secara jelas adalah faktor utama adanya sebab akibat
miskomunikasi tsb, akan tetapi tetap saja hal tsb tidak dapat dijadikan dalih karena
bagaimanapun perusahaan terlebih direktur utama sebagai pemberi kerja wajib bertanggung
jawab atas kecelakaan kerja pada semua pekerja baik yang sudah atau belum terdaftar sebagai
peserta BPJS Ketenagakerjaan.

2. Selaku manajer HRD hal yang akan saya lakukan adalah memberikan penjelasan kepada Direktur
Utama bahwasannya hal yang dilakukan Rama benar adanya berdasarkan penjelasan diatas. Dan
bahkan sebagai pemberi kerja, perusahaan wajib memberikan uang santunan atau manfaat
Jaminan Kecelakaan Kerja kepada Rahwana selama proses penyembuhan dan selama keadaan
Rahwana sementara tidak mampu bekerja sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No 26 Tahun 2015 dimana besarnya manfaat ditetapkan oleh pihak Pengawas
Ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai