293 453 1 SM

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

Sukardi dan E.

Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 141

PENDELEGASIAN PENGATURAN OLEH UNDANG-UNDANG


KEPADA PERATURAN YANG LEBIH RENDAH DAN AKIBAT
HUKUMNYA

Sukardi dan E. Prajwalita Widiati


Fakultas HukumUniversitas Airlangga,
sukardi_ws@yahoo.co.id dan prajwalita.widiati@yahoo.com

Abstract:
Act is an essential instrument in the rule of law. As the basic for governmental regulation,
the accuracy and legality of its drafting process should be placed as the main concern.
This article examines such models of delegated legislation. In severe legislation product,
some problems regarding the mistaken in the delegation process was still founded. This
article recommends the importancy of limiting substance for each level of regulation to
avoid redundancy. Regulation synchronization is needed in order to avoid inefficiency and
reach the maximum aim of what the regulations made for.
Keywords : Delegation of Regulation, The Impact Delegation of Regulation

Abstrak:
Undang-undang merupakan instrumenn hukum yang utama bagi suaru negara hukum.
Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa substansi juga penting. Sebagai landasan bagi
pelaksanaan pemerintah, ketepatan dan keabsahan prosedur pembentukan undang-undang
dan instrument yang terletak secara hierarkhis di bawah undang-undang haruslah menjadi
fokus utama pemerintah. Artikel ini hendak menganalisis beberapa model peraturan
pendelegasian. Pada beberapa peraturan perundang-undangan ditemukan beberapa
pendelegasian yang kurang tepat. Tulisan ini berkesimpulan bahwa pendelegasian
hendaknya dilakukan secara terperinci dan jelas untuk menghindari arena pilihan yang
dapat mengundang diskresi yang tidak terukur yang pada akhirnya menghasilkan tumpang
tindih aturan.
Kata Kunci : Pendelegasian pengaturan, Akibat hukum pendelegasian pengaturan.

Pendahuluan ketatanegaraan bangsa Indonesia, maka


sesungguhnya pemerintah dan masyarakat
Undang-undang merupakan instrumen
membutuhkan pedoman yang menjelaskan
penting bagi suatu negara hukum. Jika
lebih rinci ketentuan-ketentuan yang
konstitusi (UUD NRI 1945) memuat
digariskan dalam konstitusi, serta panduan
norma-norma fundamental kehidupan
142 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

yang memuat perintah apa yang harus dan faktanya, dari 205 perkara yang diputus oleh
tidak boleh dilakukan. Undang-undang Mahkamah Konstitusi dalam kurun 2003-
juga memuat sanksi sebagai pemaksa 2005, sejumlah 150 diantaranya adalah
agar terwujud suatu keteraturan dalam perkara pengujian undang-undang3. Hal
pelaksanaan hak dan kewajiban. ini menandakan masih perlunya perhatian
Undang-undang bagi kehidupan khusus pemerintah dalam menjaga kualitas
berbangsa dan bernegara adalah juga produk hukumnya. Padahal, pengaturan
merupakan implementasi asas legalitas, yang didasarkan pada undang-undang yang
nullum delictum nulla poena sinne praevia diujikan itu, tentu tidak sedikit jumlahnya.
lege poenali dimana seseorang tidak Dapat dibayangkan, bagaimana wajah
dapat dihukum tanpa ada ketentuan yang hukum kita jika dilihat dari wajah produk
mendahului perbuatan yang dilarang itu. hukum yang kita hasilkan.
Selain demi menjamin kepastian hukum, Permasalahan lain yang dapat digali
asas legalitas memiliki dua fungsi lain yakni, dari banyaknya pengajuan uji materiil
sebagai tolok ukur keabsahan tindakan undang-undang adalah banyaknya konflik
penguasa, dan sebagai jaminan perlindungan norma dalam undang-undang itu sendiri,
bagi subjek hukum dalam negara1. bahkan tidak jarang ada pengaturan di bawah
Prof. Siti Sundari Rangkuti dalam undang-undang yang seharusnya bersumber
bukunya juga mengatakan posisi penting pada undang-undang justru muatannya
undang-undang. “Undang-undang bertentangan.
merupakan landasan hukum yang menjadi “…. dalam pertimbangannnya
dasar pelaksanaan dari seluruh kebijakan Mahkamah (Mahkamah Konstitusi-
yang akan dibuat oleh Pemerintah. Legal pen) menyebutkan Undang-undang
policy yang dituangkan dalam undang- nomor 21 tahun 2001 tidak taat asas
undang menjadi sebuah sarana rekayasa (inkonsisten) dan bersifat mendua
sosial yang memuat kebijaksanaan (ambivalen). Inkonsistensi dan
yang hendak dicapai pemerintah, untuk ambivalensi itu tersebut terlihat
mengarahkan masyarakat menerima nilai- dalam penjelasan umum Undang-
nilai baru”2. undang a quo yang mengakui wilayah
Dengan urgensi yang dimilikinya, provinsi papua barat terdiri atas 12
mestinya pembentukan undang-undang serta kabupaten dan 2 kota………sementara
pengaturan yang bersumber pada undang- itu Undang-undang nomor 21 tahun
undang menjunjung tinggi kecermatan. Pada 2001 tidak menyinggung sedikitpun
keberadaan provinsi Irian Jaya Barat
1
  ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), dan Irian Jaya Tengah, padahal kedua
Position Paper Advokasi RUU KUHPSeri#1 Asas Legalitas
Dalam Rancangan KUHP. provinsi itu dibentuk dengan Undang-
2
  Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan
3
Kebijaksanaan Lingkungan Nasional (edisi ketiga),   Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi 2003-2008,
Surabaya, Airlangga University Press, 2005, h.12. Jakarta, Sekretariat MK, 2008.
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 143

undang nomor 45 tahun 1999”4 di bawah Peraturan Pemerintah dapat


Kemudian mahkamah menyebutkan pula bersumber langsung pada Undang-undang
tanpa harus merujukkan pada Peraturan
“… materi muatan yang diatur kedua
Pemerintah? Tulisan ini hendak menelusuri
undang-undang tersebut berbeda namun
pendelegasian pengaturan oleh Undang-
dalam beberapa hal bersinggungan,
undang kepada aturan yang lebih rendah
yang pada gilirannya menimbulkan
serta akibat-akibat hukum yang mungkin
konflik dalam pelaksanaannya”
timbul dari pendelegasian tersebut.
Dari kutipan ini dapat terlihat konflik
norma antara Undang-undang yang satu Pembahasan
dengan undang-undang yang lain. Dalam Ilmu Hukum Perundang-
Lain lagi halnya dengan Peraturan undangan dikenal adanya hierarkhi norma
Pemerintah yang merupakan satu jenis hukum atau jenjang-jenjang norma hukum.
pengaturan yang merupakan bentuk Teori mengenai jenjang norma hukum ini
pendelegasian atau penjabaran lebih lanjut dikaitkan pada ajaran Hans Kelsen tentang
pengaturan dari Undang-undang. Menurut stufentheori yang mengatakan bahwa
ketentuan pasal 5 ayat (2) UUD NRI suatu norma yang lebih rendah berlaku,
1945, “Presiden menetapkan peraturan bersumber dan berdasar pada norma yang
pemerintah untuk menjalankan undang- lebih tinggi, norma tersebut juga bersumber
undang sebagaimana mestinya”. Ini dan berdasar pada norma yang lebih atas
berarti pendelegasian dibuatnya Peraturan lagi dan seterusnya sampai pada suatu
Pemerintah tetap dapat berlangsung baik norma yang tidak dapat ditelusuri lebih
dengan atau tanpa disebutkan oleh Undang- lanjut yang sifatnya hipotetis atau fiktif yaitu
undang. Lebih lanjut bahwa yang terpenting norma dasar (grundnorm).6 Jenjang-jenjang
dari dibuatnya PP oleh Pemerintah adalah ini memberikan arti bahwa suatu aturan
adanya syarat dari frasa “sebagaimana bersumber dari aturan di atasnya sehingga
mestinya”5. Berdasarkan norma dalam pasal- ia tidak boleh bertentangan dengan aturan
pasal ini, maka apakah Peraturan Pemerintah di atasnya.
yang tidak diperintahkan pendelegasiannya Hierarkhi peraturan perundang-
oleh Undang-undang dapat dikatakan undangan Indonesia ditunjukkan oleh Pasal
bertentangan dengan Undang-undang? 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun
atau Apakah mungkin pendelegasian 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Undang-undang kepada peraturan yang Perundang-undangan.
lebih rendah dapat berupa bentuk selain
“(1). Jenis dan hierarki Peraturan
Peraturan Pemerintah? Apakah peraturan
Perundang-undangan adalah sebagai
4
  Ibid, h. 89 (Putusan Perkara Nomor 018/PUU-
I/2003 tentang Provinsi Papua) . berikut: a. Undang-Undang Dasar
5
  Lihat Pasal 10 Undang-undang Nomor 10 Tahun
6
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan   Hans Kelsen, General Theory of Law and State,
beserta penjelasan. Lihat juga Pasal 7. New York, Russell & Russell, 1945, h. 35.
144 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Negara Republik Indonesia Tahun 4. wilayah negara dan pembagian


1945; b. Undang-Undang/Peraturan daerah;
Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 5. kewarganegaraan dan
c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan kependudukan;
Presiden; e. Peraturan Daerah.” 6. keuangan negara.
Undang-undang sebagai produk b. diperintahkan oleh suatu Undang-
hukum yang dinamakan oleh konstitusi Undang untuk diatur dengan
untuk mengatur lebih lanjut norma dasar Undang-Undang.
di dalam konstitusi, memiliki kedudukan Dari pasal ini dapat ditemukan dua
yang esensi. Pemerintah dan masyarakat hal esensi yang menjadi tugas Undang-
membutuhkan norma hukum yang lebih undang mengaturnya. Pertama adalah mem
konkrit dan rinci yang dapat langsung ”breakdown” tentang 6 hal ketentuan dalam
diimplementasikan, yang menunjukkan konstitusi; kedua adalah mengatur hal-hal di
bagaimana cara mereka menjalankan apa luar itu yang belum tercakup pengaturannya
yang sudah diatur dalam konstitusi, disinilah dalam suatu Undang-undang, misalnya
Undang-undang mengambil peran. Dalam Undang-undang tentang Pemilu Anggota
hierarkhi, Undang-undang berada di posisi DPR, DPD, dan DPRD tentu saja perlu
formell gezets di bawah grundnorm. didukung Undang-undang tentang MPR,
Esensi dari wewenang pembentukan DPR, DPD dan DPRD, undang-undang yang
peraturan perundang-undangan adalah pertama mengatur bagaimana mekanisme
bahwa semakin tinggi tingkatan lembaga anggota badan perwakilan dipilih,
pembentuk peraturan, maka semakin tinggi sedangkan yang kedua mengatur bagaimana
pula tingkatan peraturan yang dibentuknya anggota badan perwakilan bekerja dan
dalam hierarkhi peraturan perundang- mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
undangan. Sehingga sesungguhnya semua pengaturan
Materi muatan yang harus diatur dengan dalam Undang-undang itu saling terkait
Undang-Undang berisi hal-hal yang : 7 satu dengan yang lain, hal ini terlihat pada
konsiderans “mengingat” di setiap Undang-
a. mengatur lebih lanjut ketentuan
undang. Untuk kepentingan inilah, dalam
Undang-Undang Dasar Negara
naskah akademik persiapan RUU terdapat
Republik Indonesia Tahun 1945 yang
kajian perundang-undangan, dimana
meliputi:
drafter harus mengkaji semua peraturan
1. hak-hak asasi manusia; terkait dengan masalah, dan menemukan
2. hak dan kewajiban warga negara; apakah sudah ada pengaturan sebelumnya?
3. pelaksanaan dan penegakan Jika ada apakah sudah ada pengaturan
kedaulatan negara serta pembagian pelaksananya? Hingga berdasarkan kajian
kekuasaan negara; itu disimpulkan perlunya dibuat aturan baru
7
  Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 untuk melengkapi pengaturan yang sudah
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 145

ada. Kajian perundang-undangan dalam harus termasuk pula kecenderungan-


persiapan Naskah Akademik RUU sekaligus kecenderungan dan harapan-harapan
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya masyarakat”9. Sedangkan landasan filosofis
konflik norma dalam pengaturan. mengacu pada semangat cita hukum yang
Tahapan ketiga setelah mengkaji diharapkan dari adanya suatu pengaturan.
Undang-undang dari segi wewenang a. Makna “Delegated Legislation”
pembentukan dan materi muatan, adalah
Untuk dapat dilaksanakan di tataran yang
asas-asas pembentukan perundang-
lebih teknis, Undang-undang masih perlu
undangan. Mengenai asas-asas pembentukan
dijabarkan lebih rinci. Melalui penjabaran
ini Bagir Manan berpendapat seperti dikutip
ini kemudian dikenal konsep “Delegated
di buku Prof. Yuliandri berjudul Asas-
Legislation”. Terdapat beberapa referensi
asas Pembentukan Peraturan Perundang-
yang dapat dirujuk untuk mendefinisikan
undangan yang baik bahwa landasan
istilah ini.
pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mengacu pada landasan “Delegated Legislation is a term which
yuridis, landasan sosiologis dan landasan covers the vast amount of legislation
filosofis8. Landasan yuridis penting karena, made by government agencies and the
pertama terkait dengan keharusan adanya Governor-General under authority of
kewenangan dari pejabat pembuat produk Acts of Parliaments, which delegate
hukum, yang; kedua terkait dengan this power to agencies. This type of
keharusan adanya kesesuaian bentuk atau legislation is also known as Subordinate
jenis produk hukum dengan materi yang Legislation or, since 2005, Legislative
diatur; ketiga keharusan mengikuti cara Instruments. Within the broad area of
tertentu yakni tahapan-tahapan mulai proses Delegated Legislation the following
persiapan naskah akademik, pengajuan more specific terms are sometimes
rancangan, pembahasan, pengesahan hingga used:
pengundangan; keempat, keharusan tidak • Regulation : the most common form
bertantangan dengan peraturan-perundang- of delegated legislation. Used for
legislation of general application
undangan yang lebih tinggi tingkatannya. emanating from a government
Landasan kedua adalah landasan sosiologis department. Published in the
Statutory Rules series until 2004 and
dimana suatu peraturan perundang-undangan
in the Select Legislative Instrument
harus menjawab dan menyelesaikan masalah series from 2005
yang terjadi di masyarakat. “Suatu hal yang • Rule:
harus diingat bahwa kenyataan yang hidup • Ordinance:
dalam masyarakat sebagai dasar sosiologis • By-law:10
8
  Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan
9
Perundang-undangan yang Baik: Gagasan pembentukan   Ibid, h. 135
Undang-undang berkelanjutan, Jakarta, PT. Raja Grafindo 10
  http://www.aph.gov.au/library/intguide/law/
Persada, 2009, hal. 134. statutelaw.htm. Law Internet Resource, Parliamentary
Library, Parliamentary of Australia.
146 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Sebagaimana dikutip dari situs derived from two Latin word, legis meaning
parlemen Inggris mengenai pengertian law and latum meaning to make, put or
“delegated legislation”. “Delegated or set. Etymologically, legislation means the
secondary legislation is usually concerned making or the setting of law”.12
with detailed changes to the law made Mengutip pendapat Salmon dan Grey,
under powers from an existing Act of V.D. Mahajan menyatakan “Menurut
Parliament. Statutory instruments form the Salmond, legislasi adalah sumber hukum,
majority of delegated legislation but it can berwujud aturan hukum yang dikeluarkan
also include Rules or Codes of Practice.”11. oleh lembaga yang berwenang. Menurut
Dari dua definisi ini dapat disimpulkan, Gray, legislasi berarti “pernyataan formal
bahwa produk legislasi atau undang-undang dari badan legislative” (According to
tentu saja dibuat oleh lembaga legislative, Salmond: “Legislation is that source of law
namun di luar itu juga diakui adanya aturan which consists in the declaration of legal
hukum yang dibuat selain oleh lembaga rules by a competent authority.” According
legislasi. Aturan hukum yang dibuat oleh to Gray, legislation means “the formal
selain lembaga legislasi ini juga diakui utterances of the legislative organs of the
keberadaannya sebagai bagian dari produk society”.)13
perundang-undangan. Dasar dibentuknya
Menurut Salmond, terdapat dua jenis
aturan selain oleh lembaga legislasi ini
legislasi, yaitu legislasi utama (supreme
berasal dari peraturan yang dibuat oleh
legislation) dan legislasi delegasian
badan legislasi itu sendiri. Siapakah badan
(subordinate legislation). Legislasi utama
selain badan legislasi yang dapat membuat
ditetapkan oleh lembaga pemegang
produk perundang-undangan itu? Ialah
kedaulatan dalam negara14. Legislasi utama
badan eksekutif yang dengan kekuasaan
ini tidak dapat dicabut, dihilangkan atau
pemerintahannya kemudian menjadi
dikontrol oleh lembaga legislatif lain. Di lain
badan paling legitimate untuk mendapat
pihak, legislasi delegasian merupakan produk
pendelegasian pembentukan peraturan.
dari lembaga lain di luar lembaga pemegang
Peraturan yang dibuat itu tidak lain dan
kedaulatan. Keberadaan dan keabsahan dari
tidak bukan ditujukan untuk kepentingan
legislasi delegasian ini tergantung kepada
menerjemahkan lebih rinci produk legislasi
lembaga yang mempunyai wewenang lebih
agar dapat diimplementasikan dalam
tinggi15..
kehidupan bernegara.
Kata ‘legislation’ berasal dari dua kata 12
  V.D. Mahan, Op.Cit, h. 178.
13
  Ibid
bahasa latin, yaitu ‘legis’ yang berarti hukum 14
  Di Indonesia, menurut Pasal 1 ayat (2) UUDNRI
Tahun 1945, kedaulatan ditangan rakyat dilaksanakan
dan ‘latum’ yang berarti membuat. Hal ini menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian badan
sesuai dengan pernyataan V.D. Mahajan legislasi di Indonesia bukanlah pemegang kedaulatan
utama. Demikian juga MPR bukanlah badan legislasi
sebagai berikut : “The term ‘legislation’ is utama.
15
  V.D. Mahayan, Op. Cit, h.179.
  www.parliament.uk .
11
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 147

Pembentukan undang-undang undang-undang, dan lembaga judisiil adalah


(legislasi) di Indonesia dilaksanakan oleh lembaga yang menegakkan undang-undang
Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama terhadap pelanggar undang-undang. Dalam
dengan Presiden. Hal ini sesuai dengan perjalanan waktu selanjutnya ternyata
Ketentuan Pasal 20 UUDNRI TAHUN pembagian tersebut tidak dapat dilaksanakan
1945 menyatakan: secara tepat. Menurut Sir William Wade16
(1) Dewan Perwakilan Rakyat : ”There is only a hazy borderline between
mempunyai kekuasaan membentuk legislation and administration, and the
undang-undang. assumption that they are two fundamentally
different form of power is misleading”.
(2) Setiap rancangan undang-undang
dibahas oleh Dewan Perwakilan Lembaga legislatif, misalnya, tidak
Rakyat dan Presiden untuk dapat memprediksikan secara tepat
mendapat persetujuan bersama. kebutuhan perundang-undangan masyarakat
yang begitu cepat berubah. Kenyataan ini
(3) Jika rancangan undang-undang
membawa akibat kepada banyaknya undang-
itu tidak mendapatkan persetujuan
undang yang memberikan delegasi kepada
bersama, rancangan undang-
pemerintah (executive) untuk menjabarkan
undang itu tidak boleh diajukan
lebih lanjut terhadap isi undang-undang
lagi dalam persidangan Dewan
yang tidak futuristik tersebut.
Perwakilan Rakyat masa itu.
V.D. Mahayan yang menyatakan:17
(4) Presiden mengesahkan rancangan
undang-undang yang telah Modern legislation is becoming
disetujui bersama untuk menjadi highly technical and it is too much
undang-undang. to expect that the ordinary members
of Parliament will appreciate all the
(5) Dalam hal rancangan undang-
implications of modern legislation.
undang yang telah disetujui
Except a few experts in certain lines,
bersama tersebut tidak disahkan
the other members of Parliament are
oleh Presiden dalam waktu tiga
bound to bungle if they attempt to do the
puluh hari semenjak rancangan
impossible. Under the circumstances, it
undang-undang tersebut disetujui,
is considered safe to approve of general
rancangan undang-undang tersebut
principles of legislation and leave the
sah menjadi undang-undang dan
details to the ministries concerned.
wajib diundangkan.
Senada dengan V.D. Dahajan, MP Jain
Konsep awal pembagian kekuasaan
dimaksudkan bahwa lembaga legislatif 16
  Sir William Wade and Christopher Forsyth,
adalah lembaga pembentuk undang-undang, Administrative Law, eighth edition, Oxford university
Press, New York, 2000, h.839
lembaga eksekutif adalah lembaga pelaksana 17
  V.D. Dahajan, Op.Cit., h.181-182.
148 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

menyatakan:18 secara detail.

The truth is that the legislature would Ketidakmungkinan lembaga legislatif


be subjected to an impossible load of dalam merumuskan undang-undang yang
work if it were to endeavour to enact futuristic inilah yang menyebabkan adanya
legislation by itself complete in all kecenderungan pendelegasian pengaturan
detail. It is therefore advisable to free lebih lanjut undang-undang (supreme
the legislature from the task of enacting legislation) kedalam peraturan bawahan
detail so that it may concentrate on (subordinate legislation). Keadaan yang
the essential principles and policies demikian kemudian telah memunculkan
underlying a bill. Also, if a law were to konsep ‘delegated legislation’.
contain all the detail, it would become Dalam sejarah ketatanegaraan dunia,
very prolix and cumbersome, and the pendelegasian wewenang pengaturan
common man might find it difficult to undang-undang kepada peraturan yang lebih
understand. Further, as most of the bawah ternyata tidak terjadi pada Abad 19
present day legislation pertains to atau Abad 20-an, dimana kemajuan dibidang
socio-economic matters, the details sosial-ekonomi maju begitu pesat. Abad
inevitably tend to become technical 19 ini oleh A.V. Dicey disebut ‘Periode
and complex and only professional kolektifisme’ (The Period of Collectivism
experts specialized in the subject- ) yang dikatakan oleh Sir William Wade
matter can work them out, rather than sebagai ‘symptom of new era’. Pendelegasian
the legislators who are generalist and kekuasaan pembentukan undang-undang
not specialist. kepada peraturan yang lebih bawah telah
Menurut MP Jain, badan legislatif terjadi sejak abad 16, yaitu pada masa
tidak mungkin melaksanakan pembentukan Pemerintahan Raja Inggris HenryVIII.19
undang-undang secara komplit dan detail Menurut M.P Jain20, terminologi
paling tidak dikarenakan tiga hal, yaitu : ‘delegated legislation’ adalah “used to
(i) lembaga legislatif pekerjaannya sudah denote: (1) the subsidiary legislation itself
terlalu banyak, (ii) undang-undang yang made by the administration in pursuance of
terlalu detail justru akan membingungkan the power delegated to it by the legislature,
rakyat pembacanya (penggunanya), dan (iii) and (2) the exercise of the power by the
pada saat ini dimana kemajuan di bidang agency .
sosial ekonomi begitu pesat, maka hanya Produk hukum dari badan legislatif
mereka yang tergolong kelompok ekspert adalah undang-undang (act of Parliament;
saja yang mampu memahami permasalahan Law), sedangkan produk hukum yang timbul
  MP Jain, Administrative Law of Malaysia and
18

19
Singapore, Third Edition, Malayan Law Journal,   Lihat: Sir William Wade and Christopher Forsyd,
Op. Cit. , h. 840-841.
1997, h. 42. 20
  MP Jain, Op. Cit, h. 41
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 149

dari ‘delegated legislation’di tiap-tiap negara 7. Perda.


berbeda, misalnya: ‘regulation’, ‘rule’, Dalam praktek ternyata urutan-ururan
‘regulations’ , ‘order’, ‘notification’, dan tersebut juga tidak dapat dijadikan pedoman.
‘bye-law’. Hal ini sesuai dengan pandangan Sebagai contoh, apakah mungkin Presiden
Sir William Wade21 bahwa: “Parliament dalam setiap membentuk Kepres harus
follows no particular policy in choosing the mendasarkan kepada PP?.
forms of delegated legislation; and there is Dalam ketentuan Pasal 7 UU No.10
a wide range of varieties and nomenclature. Tahun 2004 disebutkan sebagai berikut:
An Act may empower an authority to make
(1) Jenis dan hierarkhi
regulation, rules or byelaws, to make order, Peraturan perundang-
or to give direction”. undangan adalah sebagai
berikut:
Pendelegasian wewenang legislasi
a. Undang-Undang Dasar
(‘delegated legislation’) oleh badan legislatif
Negara Republik
melalui undang-undang di Indonesia juga Indonesia Tahun 1945;
tidak tertata dengan baik. Walaupun sejak
b. U n d a n g - U n d a n g /
Tahun 1966 telah diatur tentang Tata Urutas Peraturan Pemerintah
Peraturan Perundang-undangan, ternyata Pengganti Undang-
di dalam praktek hal tersebut tidak pernah undang;
dilaksanakan secara konsisten, misalnya c. Peraturan Pemerintah;
tidak semua TAP MPR dijabarkan dengan d. Peraturan Presiden;
undang-undang. Ketetapan MPR di bidang e. Peraturan Daerah.
legislative dijabarkan ke dalam undang- (4) Jenis Peraturan
undang, sedangkan Ketetapan MPR di perundang-undangan
bidang eksekutif dijabarkan ke dalam selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
Keputusan Presiden. Selain itu, Keppres
, diakui keberadaannya
tentang Repelita dilaksanakan dengan UU dan mempunyai kekuatan
tiap-tiap tahun. hukum mengikat
sepanjang diperintahkan
Menurut Ketetapan MPR No. III/ oleh Peraturan Perundang-
MPR/2000 Tata Urutan Peraturan Perundang- undangan yang lebih
undangan adalah sebagai berikut: tinggi.

1. UUDNRI TAHUN 1945; (5) kekuatan hukum Peraturan


Perundang-undangan
2. TAP MPR; adalah sesuai dengan
3. UU; hierarkhi sebagaimana
4. Perpu; dimaksud pada ayat (1).
5. PP; Penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No.10
6. Kepres; Tahun 2004, menyatakan:
21
  Sir William Wade and Christopher Forsyth,
Op.Cit,, h. 847. Jenis peraturan perundang-undangan
150 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

selain dalam ketentuan ini, antara undang. Di dalam ketentuan Pasal 31 ayat
lain peraturan yang dikeluarkan oleh (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan menyatakan bahwa Mahkamah Agung
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan menyatakan tidak sah peraturan perundang-
Perwakilan Daerah, Mahkamah undangan di bawah undang-undang atas
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan alasan bertentangan dengan peraturan yang
Pemeriksa Keuangan, Gubernur bank lebih tinggi atau pembentukannya tidak
Indonesia, Menteri, Kepala Bidang, memenuhi ketentuan yang berlaku.
Lembaga, atau Komisi yang setingkat Alasan adanya delegated legislation
yang dibentuk oleh Undang-undang ini memang dibutuhkan sebagai peraturan
atau pemerintah atas perintah undang- pelaksana dari suatu undang-undang.
undang, Dewan Perwakilan Rakyat Namun dasarnya tidak hanya sampai disitu,
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan dalam tulisan Prof. Hermann Punder bahkan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ dibahas cukup komprehensif mengenai
Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa Democratic Legitimation of Delegated
atau yang setingkat. Legislation. Dalam tulisan ini beliau
Di dalam praktek penyelenggaraan membandingkan delegated legislation di 3
negara di Indonesia, hierarki peraturan negara yakni, Amerika, Inggris dan Jerman.
perundang-undangan sebagaimana diatur Delegated legislation adalah hal yang juga
di dalam ketentuan Pasal 7 UU No.10 demokratis dan mutlak adanya mengingat
Tahun 2004 justru akan menyulitkan, oleh pemerintah yang berkuasa juga merupakan
karenanya tidak akan dapat dilaksanakan pilihan rakyat yang dilaksanakan melalui
secara konsisten. Sebagai contoh, untuk pemilu. Dengan demikian legitimasi yang
membentuk peraturan daerah dalam diberikan kepada pemerintah sebenarnya
rangka pelaksanaan urusan wajib daerah telah cukup kuat sebagai dasar bagi
tidak mungkin harus menunggu keluarnya pemerintah untuk membuat aturan pelaksana
Peraturan Presiden maupun Peraturan dimana itu semua ditujukan untuk mengatur
Pemerintah terlebih dahulu. masyarakat.
Di samping pembagian kekuasaan, Dalam konteks hukum Indonesia,
konstitusi secara umum juga mengatur produk legislasinya adalah undang-undang
tentang hubungan antar kekuasaan. Terkait yang dibuat oleh DPR bersama dengan
dengan tulisan ini, UUDNRI Tahun 1945 Presiden. Kemudian sebagai delegated
mengatur mekanisme hubungan Mahkamah legislation adalah peraturan di bawah
Agung dengan Pemerintah. Pasal 24A undang-undang, dimana diatur dalam
ayat (1) UUDNRI Tahun 1945 menyatakan konstitusi Indonesia UUD NRI 1945 pasal
bahwa Mahkamah Agung berwenang 5 ayat (2), “Presiden menetapkan peraturan
menguji peraturan perundang-undangan di pemerintah untuk menjalankan undang-
bawah undang-undang terhadap undang- undang sebagaimana mestinya”. Kemudian
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 151

dengan dasar hubungan antara pemerintah membentuk Perda yang dalam memberikan
pusat dengan pemerintah daerah, pemerintah sanksi dibatasi dengan maksimal 6 bulan
daerah dalam rangka mewujudkan otonomi pidana kurungan dan maksimal denda
dalam kerangka NKRI juga diberikan Rp. 50.000.000,-. Sedangkan delegasi
delegasi untuk membuat peraturan. kewenangan diartikan sebagai pelimpahan
“Pemerintah Daerah berhak menetapkan kewenangan membentuk peraturan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang dilakukan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas oleh peraturan yang lebih tinggi kepada
pembantuan”22. peraturan yang lebih rendah baik dinyatakan
Selanjutnya Prof. Maria Farida dalam dengan tegas maupun tindakan.25 Contohnya
bukunya membahas delegated legislation sebagaimana yang diatur dalam pasal 15
dengan istilah peraturan pelaksana ayat (3) Undang-undang nomor 2 tahun
(verordnung) yang disejajarkan juga 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
dengan aturan otonom (autonome satzung). Indonesia, “Tata cara pelaksanaan ketentuan
Peraturan pelaksana dan peraturan otonom sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
ini merupakan peraturan-peraturan yang a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan
terletak di bawah undang-undang yang Pemerintah.”
berfungsi menyelenggarakan ketentuan- Sumber wewenang dalam pembentukan
ketentuan dalam undang-undang23. Pembeda peraturan perundang-undangan ini menjadi
dari peraturan pelaksana (verordnung) penting jika dikaitkan dengan pasal 7 ayat
dan (autonome satzung) terletak pada (1) jis pasal 7 ayat (4), pasal 1 angka 2
sumber wewenangnya. Peraturan pelaksana Undang-undang nomor 10 tahun 2004.
bersumber dari kewenangan delegasi Pada pasal 1 angka 2, yang disebut sebagai
sedangkan peraturan otonom bersumber dari peraturan perundang-undangan adalah
kewenangan atribusi24. Contoh dari atribusi peraturan tertulis yang dibuat oleh pejabat
kewenangan dalam pembentukan peraturan yang berwenang dan mengikat secara
perundang-undangan diantaranya adalah umum. Kemudian di pasal 7 ayat (1) yang
sebagaimana diatur dalam pasal 22 ayat (1) menyebutkan jenis dan hierarkhi peraturan
mengenai kewenangan membentuk Perpu perundang-undangan dikatakan,
yang diberikan kepada Presiden jika terjadi “Jenis dan hierarkhi peraturan perundang-
ihwal kegentingan yang memaksa. Contoh undangan adalah sebagai berikut :
lainnya adalah pasal 136 Undang-undang
a. UUD NRI 1945.
nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang memberikan kewenangan b. Undang-undang/Perpu
kepada Pemerintah Daerah untuk c. Peraturan Pemerintah

22
d. Peraturan Presiden
  Pasal 18 ayat (6), UUD NRI 1945.
23
  Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan, e. Peraturan Daerah
Yogyakarta, Kanisius : 2007, h. 55.
24 25
  Ibid.   Ibid, h. 56.
152 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Selanjutnya, di pasal 7 ayat (4) kepada bawahan untuk melaksanakan tugas,


disebutkan bahwa peraturan perundang- sedangkan tanggung jawab tetap dipegang
undangan selain sebagaimana disebutkan pemberi mandat (atasan).26
dalam pasal 7 ayat (1) tetap diakui Pada sub bab mengenai model-model
keberadaannya mempunyai kekuatan hukum pendelegasian pengaturan oleh Undang-
mengikat sepanjang diperintahkan oleh undang kepada pengaturan di bawahnya ini,
peraturan perundang-undangan yang lebih pembahasan ditujukan pada penelusuran
tinggi. Frasa “sepanjang diperintahkan oleh terhadap perundang-undangan sehingga
peraturan yang lebih tinggi” mengandung nampak model dan macam pendelegasian
arti bahwa yang dikatakan sebagai yang ada. Undang-undang yang diambil
peraturan perundang-undangan bukan saja sebagai case study dari tulisan ini adalah
sebagaimana yang disebutkan diatas, namun Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
termasuk juga Peraturan yang dikeluarkan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
oleh MPR dan DPR, DPD, MK, MA, BPK, disebutkan di pasal 155
Gubernur BI, Menteri, Kepala Bidang dst.
(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali
yang dibentuk oleh Undang-undang atau
paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
Pemerintah atas perintah Undang-undang.
(2) Peninjauan tarif Retribusi
Hierarkhi didasarkan pada asas bahwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
peraturan perundang-undangan yang lebih
dilakukan dengan memperhatikan
rendah tidak boleh bertentangan dengan
indeks harga dan perkembangan
peraturan yang lebih tinggi. Asas ini
perekonomian.
sebenarnya juga bermakna untuk menjaga
konsistensi substansi suatu aturan hukum (3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana
sehingga mampu menjamin adanya satu dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
lajur kepastian hukum yang menghindari dengan Peraturan Kepala Daerah.
tumpang tindih aturan. Kemudian di pasal berikutnya disebutkan

b. Model-model Pendelegasian Pasal 156

Pada teorinya setidaknya ada beberapa (1) Retribusi ditetapkan dengan Peraturan
sumber wewenang yang menjadi dasar Daerah.
pembentukan peraturan perundang- (2) Peraturan Daerah tentang Retribusi
undangan. Sumber wewenang tersebut adalah tidak dapat berlaku surut.
Atribusi, Delegasi dan Mandat. Sumber
(3) Peraturan Daerah tentang Retribusi
wewenang yang ketiga yakni mandat, lebih
paling sedikit mengatur ketentuan
sering digunakan dalam konteks perbuatan
mengenai:
hukum pemerintah dalam kaitannya dengan
hukum administrasi. Karena makna mandat a. nama, objek, dan Subjek
26
adalah pelimpahan wewenang dari atasan   PM Hadjon, Tentang Wewenang,YURIDIKA,
1997.
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 153

Retribusi; Kota atau Mendagri jika perda Provinsi?


b. golongan retribusi Model Pendelegasian yang lain adalah
c. cara mengukur tingkat dari Undang-undang kepada Peraturan
penggunaan jasa yang DPRD seperti tercantum dalam Pasal 389
bersangkutan; dan 390 ayat (5) Undang-undang No. 27
d. prinsip yang dianut dalam Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan
penetapan struktur dan besarnya DPRD.
tarif Retribusi; Pasal 389
e. struktur dan besarnya tarif Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
Retribusi; cara pengajuan penggantian antarwaktu,
f. wilayah pemungutan; verifikasi terhadap persyaratan calon
g. penentuan pembayaran, tempat pengganti antarwaktu, dan peresmian
pembayaran,angsuran, dan calon pengganti antarwaktu anggota
penundaan pembayaran; DPRD kabupaten/kota diatur dengan
h. sanksi administratif; peraturan pemerintah.
i. penagihan; Pasal 390
j. penghapusan piutang Retribusi (1) Anggota DPRD kabupaten/kota
yang kedaluwarsa; dan diberhentikan sementara karena:
k. tanggal mulai berlakunya. a. menjadi terdakwa dalam perkara
Menurut pasal di atas bahwa Retribusi tindak pidana umum yang
Daerah diatur dalam Peraturan Daerah, diancam dengan pidana penjara
namun penetapan tarif yang diamanatkan 5 (lima) tahun atau lebih; atau
oleh undang-undang harus dilakukan b. menjadi terdakwa dalam perkara
peninjauan paling lama 3 tahun sekali tindak pidana khusus.
justru ditetapkan dengan Peraturan Kepala (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Daerah. Disini tidak terjadi kesederajatan tata cara pemberhentian sementara
produk hukum. Jika pada awalnya tarif diatur dengan peraturan DPRD
retribusi ditetapkan melalui mekanisme kabupaten/kota tentang tata tertib.
perancangan Peraturan Daerah yang dibuat
Adanya pasal ini menimbulkan
oleh Kepala Daerah bersama dengan
beberapa kejanggalan bahwa untuk
DPRD yang notabene adalah perwakilan
satu hal yang semestinya berada dalam
rakyat, mengapa kemudian peninjauannya
satu rangkaian, mulai penggantian
diserahkan kepada Kepala Daerah secara
antarwaktu, pemberhentian sementara dan
sendirian? Di lain pihak, bukankah evaluasi
pemberhentian, mengapa delegasi produk
Perda yang mengatur tentang Pajak harus
hukumnya ke dua produk hukum yang
melalui Gubernur jika itu perda Kabupaten/
berbeda? Lalu apakah kemudian sebagai
154 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

produk hukum yang ada di bawah PP, perangkat-perangkat yang dapat digunakan
perumusan peraturan DPRD tentang Tatib untuk merancang, menerapkan hingga
harus menunggu PP? menguji suatu aturan hukum. Satu aturan
Berikutnya yang diangkat pada tulisan hukum yang dibuat, kendati ditujukan
ini adalah Pasal 66 Undang-undang Nomor untuk menyelesaikan masalah, tentu tidak
43 Tahun 2009 mengenai arsip statis. mungkin bisa menyentuh semua sisinya
secara menyeluruh. Untuk itulah suatu aturan
(1) Untuk kepentingan tulisan dan
hukum perlu didetailkan dari aturan yang
pengembangan ilmu pengetahuan,
umum hingga aturan yang teknis. Disinilah
kepentingan penyelidikan dan
dibuat jenis dan macam aturan hukum.
penyidikan, arsip sebagaimana
Setiap aturan hukum dibuat berjenjang dan
dimaksud pada ayat (1) dapat diakses
setiap jenjang memiliki materi muatannya
dengan kewenangan kepala lembaga
masing-masing. Dengan adanya aturan yang
kearsipan yang ketentuannya diatur
jelas maka diharapkan dapat menutup arena
dengan peraturan kepala ANRI.
pilihan yang mengakibatkan ketidakjelasan
Sedangkan dalam pasal 67 Ketentuan penerapan hukum.
lebih lanjut mengenai akuisisi, pengolahan, Masalahnya yang kemudian akan
preservasi, dan akses arsip statis timbul adalah ketika ada ketidakselarasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 atau tumpang tindih pengaturan antara
sampai dengan Pasal 66 diatur dengan aturan hukum yang lebih rendah terhadap
peraturan pemerintah. Dalam 2 pasal ini aturan hukum yang lebih tinggi ataupun
akses terhadap arsip statis terkesan diatur sesame aturan hukum dalam satu level
oleh 2 peraturan sekaligus yakni PP dan dikarenakan oleh pendelegasian yang tidak
Peraturan Kepala ANRI. Pengaturan seperti tepat dalam Undang-undang. Hal ini tentu
ini tentu tumpang tindih. daja dapat memicu permasalahan hukum
ditambah lagi permasalahan pendelegasian
c. Akibat hukum pendelegasian
yang mengakibatkan tumpang tindih aturan
pengaturan oleh Undang-Undang
hukum ini tidak dapat dijadikan alasan untuk
kepada pengaturan yang lebih
melakukan judicial review27.
rendah
Dibuatnya aturan hukum sesungguhnya Penutup
ditujukan agar aturan itu dapat ditegakkan Dalam beberapa peraturan perundang-
secara maksimal, jika aturan yang telah undangan yang menjadi perhatian dalam
dibuat itu dapat ditegakkan secara maksimal tulisan ini ditemukan adanya model
maka diharapkan akan dapat menciptakan pendelegasian wewenang oleh Undang-
dua hal; keadilan dan kepastian hukum. undang terhadap peraturan yang lebih
Dalam rangka mencapai kedua maksud   Hoesein, Zainal Arifin, Judicial Review di
27

ini maka diciptakanlah ajaran-ajaran dan Mahkamah Agung RI (tiga dekade pengujian peraturan
perundang-undangan), Jakarta:Rajawali Press, h. 197
Sukardi dan E. Prajwalita Widiati: Pendelegasian Pengaturan Oleh Undang-Undang 155

rendah, dimana dalam pendelegasian itu dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki
ternyata terdapat norma yang tidak tepat. perwajahan hukum itu sendiri. Sekali lagi
Seperti yang terjadi dalam Undang-undang peraturan-perundang-undangan merupakan
Pajak Daerah dan Retribusi, disebutkan “hukum” dan “tools” untuk meraih tujuan
bahwa Retribusi diatur dalam Peraturan kehidupan bernegara yang lebih baik. Di
Daerah, namun penetapan tarif yang samping itu, reformasi hukum dan penegakan
diamanatkan oleh undang-undang harus praktek hukum tidak akan berubah tatkala
dilakukan peninjauan paling lama 3 tahun normatifnya tidak dibenahi dengan baik.
sekali justru ditetapkan dengan Peraturan Sampai dengan keberlakuannya, peraturan
Kepala Daerah. perundang-undangan telah melewati proses
Manfaat dari konsistensi pendelegasian yang panjang, biaya yang besar, juga sumber
oleh Undang-undang terhadap peraturan daya yang tidak sedikit. Sesungguhnya ini
di bawahnya sebenarnya adalah untuk merupakan suatu kerugian ketika produk
menjamin adanya satu lajur kepastian hukum hukum yang telah dihasilkan kemudian
yang menghindari tumpang tindih aturan. tidak bisa dilaksanakan dengan baik,
Perlu dipertimbangkan bahwa aturan hukum tidak bias diimplementaiskan dengan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan baik, atau bahkan aturan yang dibuat
dengan aturan hukum yang lebih tinggi, untuk menyelesaikan masalah ini justru
sehingga seharusnya aturan hukum secara menimbulkan masalah baru. Kerugian ini
tertib dan bertahap didelegasikan ke semestinya dapat dihindari jika drafter
peraturan yang setingkat di bawahnya, lalu memperhatikan guidline perancangan
setingkat lagi di bawahnya, agar setiap secara seksama. Menaati kaidah-kaidah
aturan hukum tidak mengatur melebihi yang naskah akademik serta kaidah-kaiadah
didelegasikannya. Selain itu fungsi guideline penormaan, juga memperhatikan hierarkhi
dari aturan yang lebih tinggi adalah untuk peraturan perundang-undangan. Dalam
menghasilkan aturan yang semakin ke bawah kajian ROCCIPI, Huruf R yang berarti
semakin detail, rigid, teknis dan prosedural analisa tentang “Rule” sangat penting
sehingga tidak membuka arena pilihan yang dilakukan dengan teliti. Pisau analisis
dapat disalahgunakan dan aturan hukum ini mengharuskan agar researcher
yang sudah dibuat dapat ditegakkan secara mengumpulkan semua aturan-aturan hukum
maksimal. yang terkait dengan masalah yang hendak
diangkat dalam peraturan perundang-
Berdasarkan kesimpulan yang didapat,
undangan dengan pertanyaan inti apakah
maka saran yang dapat dikemukakan
sebelumnya ada peraturan yang mengatur,
melalui tulisan ini adalah Legal Reform
atau apakah pengaturan tentang masalah
Oriented, seyogyanya menjadi semangat
ini akan beririsan dengan aturan yang
para pengambil kebijakan dan perancang
lain? Kajian mengenai Rule ini tidak saja
peraturan ketika merumuskan produk
terhadap aturan hukum yang lebih tinggi
legislasi dan regulasi. Hal ini tidak lain
156 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

namun juga terhadap kemungkinan adanya Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum,
peraturan yang lebih rendah. Sinkronisasi Kencana, Jakarta, 2009.
Peraturan Perundang-undangan. Pekerjaan Yuliandri, Asas-asas Pembentukan
ini agaknya patut menjadi tugas berat Peraturan Perundang-undangan
Kementrian Hukum dan HAM. Sinkronisasi yang Baik: Gagasan pembentukan
Undang-undang berkelanjutan, PT.
ini penting dilakukan untuk menghindari
Raja Grafindo Persada, Jakarta,2009.
inefisiensi peraturan perundang-undangan.
Terlalu banyaknya aturan hukum yang saling Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan
dan Kebijaksanaan Lingkungan
tumpang tindih akan menyulitkan Law
Nasional (edisi ketiga), Airlangga
Impemeting Agencies dalam menegakkan University Press, Surabaya, 2005.
aturan.
Sir William Wade and Christopher Forsyth,
Daftar Bacaan Administrative Law, eighth edition,
Oxford university Press, New York,
Asshiddiqie, Jimly, Perihal Undang-undang, 2000.
Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi
Bahan Tayangan Materi Sosialisasi UUD Masyarakat), Position Paper Advokasi
NRI 1945, Sekretariat Jenderal MPR RUU KUHPSeri#1 Asas Legalitas
RI, Jakarta,2009. Dalam Rancangan KUHP, 2008.

Hadjon, Philipus M., Tentang Wewenang,


Fakultas Hukum UNAIR, Jurnal Peraturan Perundang-undangan:
Ilmiah Yuridika, Surabaya, 1997.
UUD NRI 1945
Hoesein, Zainal Arifin, Judicial Review di
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
Mahkamah Agung RI Tiga Dekade
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Pengujian Peraturan Perundang-
Undangan
undangan, Rajawali Pers, Jakarta
2009. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009
tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
Indrati, Maria Farida, Ilmu Perundang-
undangan 1, Kanisius, Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009
Yogyakarta,2007. tentang Kearsipan
Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tahun 2003-2008, Sekretariat tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.

Kelsen, Hans, General Theory of Law and


State, Russell & Russell, New York,
1945.

Natabaya, A.S., “Menata Ulang Sistem


Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia”, Sekretariat Jenderal MK
RI, Jakarta, 2008.

Anda mungkin juga menyukai