Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : FATUR RAHMAN AL-AYYUBI

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041392738

Tanggal Lahir : 23/07/2001

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203/HUKUM PIDANA

Kode/Nama Program Studi : 311/S1-Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 83/Kendari

Hari/Tanggal UAS THE : KAMIS/23-12-2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN
UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran


Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : FATUR RAHMAN AL-AYYUBI


NIM : 041392738
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203/HUKUM PIDANA
Fakultas : FHISIP
Program Studi : S1-ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : KENDARI

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari
aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan
mengakuinya sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman
sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik
dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban
UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang
bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian
hari terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab
dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Unaaha, 23-12-2021

Yang Membuat Pernyataan

FATUR RAHMAN AL-AYYUBI


Jawab

1. 1. Berdasarkan kasus pencopetan di atas, maka Adit TIDAK DAPAT dipidana karena
perbuatan Adit memukul kepala seseorang yang hendak mencopet tasnya merupakan
perbuatan yang terpaksa dilakukan untuk mempertahankan harta benda miliknya dari
serangan yang melawan hukum yang dilakukan secara seketika atau dilakukan dengan
segera pada saat itu juga, sehingga perbuatan Adit tidak boleh dihukum atau dipidana.

Pembelaan diri pada Pasal 49 KUHP dibagi menjadi dua yaitu Pembelaan Diri
(Noodweer) dan Pembelaan Diri Luar Biasa (Noodweer Excess). Pasal 49 ayat (1) KUHP
mengatur tentang pembelaan diri berbunyi: “Tidak dipidana, barangsiapa melakukan
tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau
ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.”

Terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi seperti: (1) serangan dan ancaman yang
melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih
berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut
mengerti adanya serangan, seketika itu pula dia melakukan pembelaan; (2) serangan
tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan
harta benda baik punya sendiri atau orang lain; (3) pembelaan tersebut harus
bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk
dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Pembelaan harus
seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali
dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum. Pasal ini
digunakan sebagai alasan pemaaf, tetapi bukan alasan yang membenarkan perbuatan
melanggar hukum, melainkan seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana
dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan itu.

Berdasarkan kasus diatas, jika dilihat dari unsur yang harus dipenuhi dari pembelaan
terpaksa, maka seluruh unsur tersebut telah terpenuhi.

1. 2. Perbedaan antara keadaan darurat dan pembelaan darurat.


a. Keadaan darurat merupakan perbenturan antara kepentingan hukum dan
kewajiban hukum atau kewajiban hukum dan kewajiban hukum. Sedangkan
pembelaan darurat merupakan situasi darurat yang ditimbulkan adanya perbuatan
melawan hukum.
b. Keadaan darurat merupakan situasi hak berhadapan dengan hak, sedangkan
pembelaan darurat merupakan situasi hak berhadapan dengan bukan hak.
c. Dalam keadaan darurat tidak diwajibkan adanya serangan atau ancaman serangan,
sedangkan pada pembelaan darurat diwajibkan harus adanya serangan atau
ancaman serangan.
d. Dalam keadaan darurat setiap orang dapat bertindak berdasarkan berbagai
macam kepentingan atau alasan, sedangkan dalam pembelaan darurat terdapat
syarat-syarat atau unsur-unsur yang harus dipenuhi agar pembelaan tersebut
dapat dikategorikan sebagai pembelaan darurat.

2. 1. Proses penuntutan pidana dalam KUHP


a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik
pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi
petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan
waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa
maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.

2. 2. Terhadap banyaknya kasus korupsi di Indonesia, Penuntutan pidana dapat daluwarsa


apabila telah melebihi masa waktu atau lewat waktu. Mengenai daluwarsa
penuntutan diatur di Pasal 78 ayat (1) KUHP, yang menyebutkan bahwa kewenangan
menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
a. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan
sesudah satu tahun;
b. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau
pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
c. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun,
sesudah dua belas tahun;
d. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

Jika melewati masa daluwarsa, maka sesuai Pasal 84 ayat (1) KUHP, demi hukum
kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
Terhadap tindak pidana korupsi, maka berdasarkan Pasal 78 ayat (1) angka 3 dan
angka 4 KUHP, maka masa daluwarsanya adalah sesudah 12 tahun dan sesudah 18
tahun. Hal ini dikarenakan ancaman pidana dalam undang-undang korupsi adalah
pidana mati, seumur hidup serta pidana diatas 3 tahun.

Penuntutan pidana tindak pidana korupsi setelah 12 tahun atau 18 tahun akan susah
karena semakin terhapusnya jejak-jejak tindak pidana korupsi tersebut yang
menyebabkan sulitnya proses pembuktian.

3. 1. Pasal dakwaan terkait dengan kasus yang diuraikan dalam soal yaitu tentang konflik
antara Edi dan Dito dimana Dito yang hendak membakar rumah Edi adalah Pasal 187
KUHP jo Pasal 53 KUHP yaitu percobaan pembakaran rumah.
Pasal 53 KUHP menyatakan:
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-
mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. (2) Maksimum pidana pokok terhadap
kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga. (3) Jika kejahatan diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara
paling lama lima belas tahun. (4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan
kejahatan selesai.

Sedangkan Pasal 187 KUHP menyatakan:


Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
a. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;
b. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
c. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa
orang lain dan mengakibatkan orang mati.

Berdasarkan kasus di atas, perbuatan Dito dapat didakwa menggunakan Pasal 187 ke-
1 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Hal tersebut karena sudah ada niat dan perbuatan
permulaan yang dilakukan Dito untuk membakar rumah, tetapi perbuatan tersebut
tidak selesai karena kedapatan oleh warga dan warga menghentikan aksinya.
Selain pasal tersebut, Dito juga dapat didakwa dengan Pasal 200 ke-1 KUHP karena
telah melakukan perusakan rumah Dito.

3. 2. Analisis tentang faktor tidak selesainya pelaksanaan percobaan tindak pidana dalam
kasus pembakaran di atas.

Salah satu syarat Pasal 53 KUHP adalah Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai
selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak
dalam kemauan penjahat itu sendiri. Apabila orang berniat akan berbuat kejahatan
dan ia telah mulai melakukan kejahatannya itu, akan tetapi karena timbul rasa
menyesal dalam hati ia mengurungkan perbuatannya, sehingga kejahatan tidak
sampai selesai, maka ia tidak dapat dihukum atas percobaan pada kejahatan itu, oleh
karena tidak jadinya kejahatan itu atas kemauannya sendiri. Jika tidak jadinya selesai
kejahatan itu disebabkan karena misalnya kepergok oleh agen polisi yang sedang
meronda, maka ia dapat dihukum, karena hal yang mengurungkan itu terletak di luar
kemauannya.

Jika dikaitkan dengan kasus di atas, tidak selesainya pelaksanaan percobaan tindak
pidana pembakaran rumah disebabkan karena faktor dari luar diri pelaku atau terletak
diluar kemauan pelaku. Hal ini dapat dilihat pada kasus bahwa Upaya pembakaran
rumah yang dilakukan pelaku diketahui warga, sehingga bensin yang sudah disiramkan
belum berhasil melalap rumah Edi dan api yang baru menyala bisa segera dipadamkan
oleh warga.

Tidak selesainya perbuatan membakar rumah Edi yang dilakukan Dito merupakan hal
diluar kehendak Dito.

4. 1. Berdasarkan kasus di atas, tindak pidana Dedi termasuk ke dalam kategori Sistem
Resedive Khusus yakni kelompok Resedive Kejahatan Kelompok Jenis.

Berdasarkan kasus diatas, dapat ditarik beberapa hal:


a. Pada tahun 2015, 2016 dan 2017, Dedi melakukan tindak pidana pencurian.
b. Pada tahun 2015 Dedi divonis 1 tahun 6 bulan penjara, pada tahun 2016 Dedi
divonis 1 tahun penjara, serta pada tahun 2017 Dedi divonis 10 bulan penjara
karena melakukan tindak pidana pencurian.
c. Setiap putusan hakim yang menjatuhkan vonis kepada Dedi seperti uraikan di atas,
adalah berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan Hukum tetap.

Berdasarkan beberapa hal yang diuraikan diatas, secara jelas tindak pidana yang
dilakukan Dedi termasuk ke dalam kelompok Resedive Kejahatan Kelompok Jenis
karena memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan yang diulangi yang termasuk dalam
satu kelompok jenis kejahatan dengan kejahatan terdahulu.
b. Antara tindak pidana terdahulu dengan tindak pidana yang diualingi telah ada
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
c. Pidana yang dijatuhkan hakim adalah pidana penjara.
d. Belum lewat tenggang waktu melakukan pengulangan tindak pidana yakni 5 tahun.

4. 2. Analisis pemberatan pidana dalam kasus di atas.


Pemberatan pidana dalam kasus di atas yaitu ancaman pidana pokok maksimumnya
ditambah 1/3. Untuk kasus tindak pidana pencurian, pemberatan pidana yang dapat
diperberat adalah hanya jenis pidana pokok yaitu pidana penjara.

Anda mungkin juga menyukai