PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapi intravena adalah pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh darah
vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus (Perry dan
Sistem terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih
efektif, dan dapat dilakukan secara kontinu. Menurut Joanne (1998) beberapa
masalah bisa timbul pada pemberian terapi intravena melalui infus karena
diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama antara lain
dapat timbul kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah
diberikan terapi intravena melalui infus. Masalah yang sering muncul dari
pemasangan infus di ruang rawat inap anak RSUD Syamrabu Bangkalan adalah
2002 dikutip dari Hafifah, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
1
studi pendahuluan yang telah dilakukan penulis di ruang rawat inap anak RSUD
Syamrabu Bangkalan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2011
terdapat 39% kejadian phlebitis, dalam hal ini ruangan tidak melakukan aseptik
dressing. Sedangkan selama tahun 2010 terdapat 13% kejadian phlebitis, dalam
Menurut Perry dan Potter (2005) banyak faktor telah dianggap terlibat dalam
kejadian phlebitis, antara lain: faktor internal (usia, status nutrisi, stress, keadaan
vena, kondisi penyakit pasien seperti DM) dan faktor eksternal (faktor mekanis,
faktor kimia, faktor bakterial). Pada faktor bakterial yang berkontribusi terhadap
terhadap pasien yang terpasang infus. Aseptik dressing yang pernah dilakukan di
ruang rawat inap anak RSUD Syamrabu Bangkalan adalah tiap 48 jam sekali.
banyak pihak terutama pasien itu sendiri (dalam hal ini adalah pasien anak).
Apalagi jika harus dipasang infus lagi dapat menimbulkan antara lain lama hari
lama akan berdampak pada psikologis anak yang berakibat terjadinya distress
2
hospitalisasi (gangguan adaptasi), dengan adanya distress hospitalisasi bisa
Selain hari perawatan bertambah panjang penderitaan pun bertambah, rasa takut
akan cedera tubuh dan nyeri saat pemasangan infus sering terjadi diantara anak-
anak, konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana anak-anak yang
mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan cenderung
menghindari perawatan medis (Wong, 2009 dikutip dari Pate dkk, 1996).
Dari beberapa teori diatas, terjadinya infeksi disebabkan adanya peranan host,
rantai interaksi ketiga elemen tersebut. Salah satu pemutusan rantai elemen
kerja dengan baik dan benar yang meliputi Standar Operasional System (SOP)
dikutip dari Hasbullah, 1993). Pendeteksian dan penilain phlebitis bisa dilakukan
dapat dicegah dan diatasi secara dini. Mengingat semakin jarang aseptik dressing
dilakukan maka gejala awal phlebitis pun tidak dapat diobservasi lebih dini
(Terry, 1995) .
3
B. Identifikasi Masalah
Faktor Internal :
- Usia - Stress
vena
Tingginya angka
kejadian phlebitis
Faktor eksternal :
- obat/cairan
- lokasi, lama
pemasangan
1. Faktor Internal
a. Usia
Pertahanan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada pasien anak
vena yang kecil dan keadaan yang banyak bergerak dapat mengakibatkan
kateter bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis (Perry dan
Potter, 2005).
b. Status nutrisi
Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis sehingga
mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang
sehingga jika terjadi luka mudah terkena infeksi (Perry dan Potter, 2005).
4
c. Stress
Tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi
imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi diantara
anak-anak yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena
d. Keadaan vena
Vena yang sering terpasang infus mudah mengalami phlebitis (Perry dan
Potter, 2005).
e. Faktor penyakit
2. Faktor Eksternal
5
sempurna selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi
tertinggi untuk phlebitis dimiliki kateter dengan bahan yang terbuat dari
satunya adalah tehnik aseptik dressing yang tidak baik. Pendeteksian dan
6
infus tiap 24 jam dapat memutus perkembangbiakan daripada kuman
C. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa teori diatas peneliti membatasi masalah pada pasien yang
terpasang infus yang dilakukan aseptik dressing tiap 24 jam sekali dengan yang
D. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan efektifitas aseptik dressing antara yang dilakukan tiap 24
jam sekali dengan tiap 48 jam sekali terhadap kejadian phlebitis di ruang rawat
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
dilakukan tiap 24 jam sekali dengan tiap 48 jam sekali terhadap kejadian
7
2. Tujuan Khusus
dilakukan tiap 24 jam sekali dengan tiap 48 jam sekali terhadap kejadian
phlebitis.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
akibat pemasangan infus, dan membantu pasien dalam menghadapi rasa takut
8
4. Bagi Institusi Pendidikan
5. Bagi peneliti
Bagi peneliti agar dapat mengaplikasikan teori dan konsep dalam sebuah
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
cairan atau obat ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu
prosedur pemasangan infus, yaitu suatu tata cara pemasangan jalur pemberian
cairan infus dan obat melalui pembuluh vena perifer menggunakan infus set.
a. Persiapan peralatan
1) Standart infus
tempat insersi)
3) Infus set (pada bayi dan anak kecil memerlukan selang mikrodrip, yang
6) Torniquet
10
8) Plester yang sudah dipotong dan siap digunakan
b. Persiapan pasien
1) Mengidentifikasi pasien
jika ada
c. Persiapan lingkungan
2) Atur peralatan di tempat tidur atau meja tindakan, dekatkan dengan pasien
1) Cuci tangan
tanggal kadaluarsa)
4) Pilih tempat distal vena yang digunakan, jika banyak rambut pada tempat
insersi guntinglah
11
6) Kenakan sarung tangan sekali pakai
7) Pilih vena yang terdilatasi baik. Metode untuk membantu mendilatasi vena
10) Bila jarum masuk ke dalam pembuluh vena, darah akan tampak masuk ke
11) Pisahkan bagian jarum dari bagian kateter dengan memutar bagian jarum
12) Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari
kateter, lepaskan tourniquet, tahan bagian kateter dengan ibu jari kiri
13) Hubungkan kateter dengan infus set yang sudah disediakan. Observasi
tetesan, bila lancar berikan betadine pada daerah insersi, lakukan fiksasi
12
14) Atur tetesan sesuai indikasi, obsevasi reaksi pasien
Silangkan kedua ujung plester melalui hubungan kateter dan rekatkan pada
c. Metode H: potong plester ukuran 2,5 cm tiga buah, Rekatkan plester pada
terhadap adanya komplikasi atau masalah yang timbul akibat pemasangan infus
(Joanne, 1998). Menurut Perry dan Potter (2005) peran perawat dalam terapi
intravena adalah:
misalnya phlebitis
13
b. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun
kemasannya
masalah selama pemberian terapi intravena. Salah satu masalah yang muncul
adanya phlebitis, dengan cara aseptik dressing. Selain itu aseptik dressing
bertujuan juga untuk mencegah terjadinya infeksi dari kuman yang dapat
infeksi kuman dapat dicegah dan diatasi secara dini. Daerah insersi pada
14
Joanne (1998) phlebitis bisa disebabkan karena timbulnya kontaminasi
Pada aseptik dressing yang dilakukan tiap 48 jam sekali rentang waktu
aseptik dressing tiap 24 jam sekali. Selain itu pendeteksian dan penilaian
pada lokasi pemasangan infus sehingga kurang perhatian pada gejala awal dari
disebabkan karena perawatan kateter pada daerah insersi yang tidak dilakukan
dengan baik (Amina, 2010 dikutip dari Hanindito, 1999). Cara aseptik
a. Persiapan alat
7) NaCl 0,9%
b. Persiapan pasien
15
1) Beritahukan kepada keluarga pasien dan pasien tindakan yang akan
dilakukan
c. Persiapan lingkungan
2) Atur pencahayaan
d. Pelaksanaan
3) Mencuci tangan
5) Buka balutan verban, buka plester memakai pinset dengan cara membasahi
Pada evaluasi terhadap pemasangan infus The Centers for Disease Control
16
2.1.3 Konsep Phlebitis
phlebitis adalah suatu peradangan atau inflamasi pada pembuluh darah vena
vena, yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan
Menurut Perry dan Potter (2005) faktor tersebut terdiri dari faktor internal
(usia, status nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi penyakit pasien seperti DM)
a. Faktor Kimia: menurut Terry (1995) terdiri dari pH dan osmolaritas cairan
infus yang ekstrem, mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak
infus dan obat (kecepatan yang tidak cepat kurang menyebabkan iritasi
phlebitis mekanis, dalam hal ini ukuran kateter disesuaikan dengan ukuran
17
c. Faktor bakterial: salah satu yang berkontribusi dalam faktor bakterial
adalah tehnik aseptik dressing yang tidak baik (Terry, 1995). Pendeteksian
bakteri, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan diatasi secara dini.
Sedangkan menurut Perry dan Potter (2005) infeksi yang terkait dengan
secara tiba-tiba atau bertahap), menggigil dan gemetar, frekuensi napas dan
melakukan kultur bakteri (diambil dari kateter dan vena) dan melakukan
dalam aliran darah, mekanisme infeksi oleh bakteri dapat berupa infeksi lokal
saat insersi yang masuk ke dalam kateter atau kolonisasi yang diikuti oleh
infeksi lewat rute insersi. Menurut Santi Arinigsih kultur darah yang diambil
18
dari kateter dan vena dilakukan saat dijumpai tanda-tanda infeksi sistemik.
Dari hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan tidak ada pengaruh umur,
phlebitis apabila terdapat dua tanda atau lebih dari tanda berikut, yaitu: nyeri,
Sudarth (2002) phlebitis ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri
dua atau lebih dari tanda phlebitis, yang terdiri dari: nyeri pada lokasi
pemasangan kateter, erytema, edema, terdapat garis merah pada vena yang
terpasang infus, teraba keras. Skala phlebitis menurut Terry (1995) adalah
sebagai berikut:
19
Skor visual untuk phlebitis yang telah dikembangkan oleh Andrew
b. Terdapat salah satu tanda (nyeri atau kemerahan) pada derah insersi
e. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, indurasi, vena cord) pada derah
nyeri pada anak menggunakan rentang skor: 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri
yang terburuk. Skor ini meliputi wajah (0-2), tungkai (0-2), aktifitas (0-2),
tangisan (0-2), ketenangan (0-2). Skor ini disebut dengan skala FLACC
atas
20
Aktifitas Berbaring tenang, Menggeliat, bergerak Menekuk, kaku/
mudah
Tangisan Tidak menangis Merengek, terkadang Menangis terus,
tertidur) mengeluh
Ketenangan Puas, rileks Ditenangkan dengan Sulit untuk
dapat didistraksi
Sumber : Dari Markel, dkk dalam Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong, Ed.6, Vol.2, 2009
karena adanya multiplikasi sel-sel tubuh dan juga karena bertambahnya besar
yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan sebagai
hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya
(Erikson) anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah. Pada masa ini
berkembang rasa ingin tahu dan imaginasinya. Peran perawat dan orang tua
21
untuk menjelaskan secara sederhana tentang perawatan dan pengobatan perlu
psikoseksual (Sigmund Freud) berada pada fase phalik, dimana anak mulai
Pola pertumbuhan pada anak secara normal antara yang satu dengan yang
eksternal, yaitu:
a. Faktor Internal
1. Genetika
2. Perbedaan ras
Tinggi badan orang Eropa akan berebda denagn orang Indonesia, dengan
3. Keluarga
pendek
4. Jenis kelamin
22
Wanita akan mengalami masa pubertas lebih dahulu dibandingkan
dengan laki-laki
5. Umur
Masa pranatal, masa bayi, dan masa remaja merupakan tahap yang
6. Kelainan kromosom
7. Pegaruh hormon
kelenjar pituitari
b. Faktor eksternal
Dalam hal ini yang termasuk mempengaruhi adalah nutrisi ibu hamil,
2. Faktor kelahiran
3. Faktor pascanatal
23
Menurut Nursalam (2005), kebutuhan dasar ini terdiri dari asuh, asih,
penyakit infeksi).
Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang dapat dimulai saat anak
penyembuhan. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri saat pelaksanaan
yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan
dkk, 1996).
atau bermain.
24
2.2 Kerangka Konsep
Pemasangan Infus
↓
Phlebitis
Intervensi keperawatan
Perhatian Perhatian
gejala awal gejala awal
↑ ↓
Kejadian Kejadian
phlebitis ↓↓ phlebitis ↓
keterangan :
= tidak diteliti
= ditelliti
25
Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian perbedaan aseptik dressing tiap 24 jam
Salah satu masalah yang bisa muncul dari pemasangan infus adalah phlebitis.
dengan aseptik dressing. Disini aseptik dressing dilakukan tiap 24 jam sekali dan tiap
48 jam sekali.
Pada aseptik dressing tiap 24 jam sekali penilaian dan pendeteksian adanya
phlebitis > cepat dan perkembangbiakan kuman > sedikit. Sehingga perhatian gejala
awal adanya phlebitis meningkat. Dengan perhatian yang lebih awal maka
penanganan terhadap phlebitis lebih cepat, sehingga kejadian phlebitis lebih sedikit.
Pada aseptik dressing tiap 48 jam sekali penilaian dan pendeteksian adanya
phlebitis > lambat dan perkembangbiakan kuman > banyak. Hal ini mengakibatkan
perhatian gejala awal adanya phlebitis menurun. Dengan perhatian awal yang kurang
banyak.
2005). Hipotesis penelitian ini (Ho) ditolak yaitu ada perbedaan efektifitas
26
aseptik dressing antara yang dilakukan tiap 24 jam sekali dengan tiap 48 jam
BAB 3
METODE PENELITIAN
2010).
27
Analisis data:
Populasi:
Pasien di ruang rawat inap anak RSUD Syamrabu
Bangkalan selama bulan Juli
Kelompok Kelompok
Eksperimen Kontrol
28
Kesimpulan
Gambar 3.2 Kerangka kerja penelitian perbedaan aseptik dressing tiap 24 jam
terhadap sesuatu (Nursalam, 2008 dikutip dari Soeparto, dkk. 2000). Pada
a. Variabel independen
b. Variabel dependen
kejadian phlebitis.
29
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan istilah yang
terpasang infus.
jam
30
tiap 48 tiap 48 jam sekali.
jam
tekan, kemerahan,
cord Skor:
0-1: tidak
Kelompok kontrol:
dari Terry
(1995) dan
Joanne
(1998)
3.5.1 Populasi
31
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien anak yang masuk rumah sakit
(MRS) di ruang rawat inap anak RSUD Syamrabu bangkalan pada tanggal 7
3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 2006). Pada penelitian ini sampel yang digunakan harus memiliki
a. Kriteria Inklusi:
b. Kriteria Eksklusi:
3.5.3 Sampling
32
sampel apabila dijumpai ada, maka sampel tersebut diambil dan langsung
Bangkalan mulai tanggal 1 Juli sampai dengan tanggal 7 Agustus 2011. Pada
penelitian.
maka dilakukan aseptik dressing tiap 24 jam sekali bagi kelompok eksperimen,
33
dan dilakukan aseptik dressing tiap 48 jam sekali bagi kelompok kontrol. Setelah
= phlebitis. Setelah Data terkumpul dilakukan pengolahan data dan analisa data.
juga untuk kelengkapan data, sehingga apabila ada kekurangan segera dapat
dilengkapi.
34
menyusun, dan menata data yang akan digunakan untuk penyajian dan analisa
data.
dan presentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini menyajikan distribusi
aseptik dressing tiap 48 jam yang dikonfirmasi dengan prosentase dan narasi.
kepada panitia etik dalam hal ini direktur RSUD Syamrabu Bangkalan dan
Discloure)
35
Peneliti akan memberikan penjelasan secara rinci tentang penelitian yang
akan dilakukan kepada keluarga pasien serta akan bertanggung jawab kepada
subjek penelitian jika terjadi sesuatu akibat dari penelitian yang dilakukan.
tentang maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi
d. Kerahasiaan (Confidentiality)
Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang terkumpul
Informasi yang diberikan responden tidak akan diberikan kepada orang lain
b. Pada kelompok aseptik dressing tiap 48 jam peneliti tidak dapat melakukan
perawat ruangan).
36
c. Karena jumlah sampel yang sedikit penelitian ini tidak dapat memakai uji
statistik chi square seperti yang sudah diajukan dalam proposal penelitian.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
37
4.1 Data Umum
RSUD Syamrabu terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi gawat darurat, dan
instalasi rawat inap. Ruangan rawat inap anak RSUD Syamrabu Bangkalan
terdiri dari kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan ruangan High Care Unit. Jumlah staff
3. 5 tahun 2 18,2
Jumlah 11 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden
38
anak RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 22 Juli-0 7 Agustus
2011
2. 4- <5 tahun 2 20
3. 5 tahun 2 20
Jumlah 10 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasar tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden
Juli 2011
2. Perempuan 7 63,6
Jumlah 11 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden
39
Inap Anak RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 22 Juli-07
Agustus 2011
2. Perempuan 6 60
Jumlah 10 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden
40
Anak RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 22 Juli-07 Agustus
2011
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden
Phlebitis
1. 3- <4 tahun 4 100
2. 4- <5 tahun - -
3. 5 tahun - -
Jumlah 4 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
responden (100%)
41
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Anak Yang
Phlebitis
1. 3- <4 tahun 6 100
2. 4- <5 tahun - -
3. 5 tahun - -
Jumlah 6 100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
responden (100%)
2. Tidak 7 63,6 4 40
phlebitis
Jumlah 11 100 10 100
42
α = 0,05
p value = 0.395
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
menggunakan uji statistik Fisher’s Exact Test yaitu p value 0.395 > α (0,05)
maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan efektifitas aseptik
dressing antara yang dilakukan tiap 24 jam dengan tiap 48 jam terhadap kejadian
phlebitis
43
BAB 5
PEMBAHASAN
terdapat lebih dari 50% dari responden, sebanyak 7 responden (63,6%) tidak
mengalami phlebitis.
Hal ini dikarenakan pemutusan mata rantai host, agent, environment yang
sehingga kejadian phlebitis akibat infeksi kuman dapat dicegah dan diatasi
secara dini. Menurut Perry dan Potter (2005) infeksi yang terkait dengan
dari Ghorbani (2007) menyatakan bahwa aseptik dressing tiap 24 jam dapat
44
melalui daerah insersi ke sirkulasi dalam periode tertentu yang dapat
Namun demikian pada kelompok aseptik dressing 24 jam masih ada yang
phlebitis bukan hanya aseptik dressing saja tetapi juga usia responden yang
berusia 3- <4 tahun, sebanyak 6 responden (54,5%). Pada responden dengan usia
3- <4 tahun tersebut resiko terjadi phlebitis lebih besar dari pada yang berusia >
4 tahun dikarenakan ukuran vena yang relatif lebih kecil dan aktifitas yang lebih
dapat berubah sesuai usia. Pada pasien anak vena yang kecil dan keadaan yang
banyak bergerak dapat mengakibatkan kateter bergeser dan hal ini yang bisa
menyebabkan phlebitis.
Hal ini bisa dikarenakan pemutusan mata rantai host, agent, environment
yang berperan terhadap kejadian phlebitis tidak dikontrol sedini mungkin. Pada
45
Terry (1995) menjelaskan bahwa penggantian balutan yang jarang
Namun pada kelompok aseptik dressing tiap 48 jam masih ada 40% yang
tidak mengalami phlebitis, hal ini dikarenakan banyak faktor yang berkontribusi
terhadap kejadian phlebitis diantaranya usia, keadaan vena, dan aktifitas pasien.
Berdasarkan tabel 4.2 terdapat lebih dari 50% responden berusia 3-<4 tahun,
sebanyak 6 responden (60%), sehingga terdapat 40% berusia 4 tahun atau lebih.
Pada responden yang berusia lebih dari 4 tahun ukuran venanya relatif lebih
besar dan aktifitasnta bisa dikontrol. Menurut Perry dan Potter (2005) pada
pasien dengan vena yang kecil dan banyak bergerak, serta sering dipasang infus
selama dilakukan observasi dan perlakukan aseptik dressing tiap 24 jam terdapat
dressing tiap 48 jam terdapat 6 responden (60%) yang mengalami phlebitis dan 4
menggunakan uji statistik Fisher’s Exact Test yaitu p value 0.395 > α (0,05)
maka Ho gagal ditolak, yang berarti tidak ada perbedaan efektifitas aseptik
46
dressing antara yang dilakukan tiap 24 jam dengan tiap 48 jam terhadap kejadian
phlebitis.
terjadinya phlebitis, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor
eksternal adalah aseptik dressing atau perawatan infus. Kontaminasi kuman atau
mikroba pada area insersi pemasangan infus penyebab phlebitis bakterial dapat
infus dan mencegah kontaminasi kuman atau mikroba, yaitu salah satunya
melakukan tehnik aseptik dressing dengan baik (Amina, 2010 dikutip dari
Hanindito, 1999).
tiap 24 jam dengan tiap 48 jam terhadap kejadian phlebitis dikarenakan pada
balutan yang jarang dan tidak teratur dilakukan dapat menyebabkan kurangnya
47
BAB 6
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Pada aseptik dressing tiap 24 jam sekali lebih dari 50% anak tidak
mengalami phlebitis
6.1.2 Pada aseptik dressing tiap 48 jam sekali lebih dari 50% anak mengalami
phlebitis
6.1.3 Tidak ada perbedaan efektifitas aseptik dressing antara yang dilakukan tiap
6.2 Saran
dressing tiap 24 jam dan 48 jam untuk dijadikan acuan perawat pelaksana
48
6.2.2 Bagi Orang tua pasien
seperti saat dilakukannya aseptik dressing dan pemasangan infus kepada anak
DAFTAR PUSTAKA
49
Alimul, Azis. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Alimul, Azis. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Amina. 2010. Perbedaan Kejadian Flebitis Pasien Yang Dilakukan Perawatan Luka
Dahlan, Sopiyudin. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
50
Hidayat, Alimul. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.
Lamb dan Britton. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: EGC.
KE, Lee. 2000. Efek Metode Aseptik Dressing dalam Flebitis. Jakarta: EGC.
Aksara.
Cipta.
Medika.
51
Perry dan Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Tamher, Sayuti. 2008. Ilmu Patologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.
Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
http://repository.unand.ac.id/id/eprint/179.
Mengatasinya. Diakses 13 Mei 2011, jam 15.00 WIB, dari Otsuka Indonesia.
iyan@ho.otsuka.co.id.
52
Hafifah. 2010. Hubungan Pemasangan infus Dengan kejadian Flebitis. Diakses 25
http://www.Library.upnvj.ac.id/pdf/2s1 keperawatan/0810712027/bab1.pdf.
NN. 2010. Prosedur Pemsangan Infus. Diakses 20 Mei 2011, jam 18. 00 WIB.
http://blog.ilmukeperawatan.com/prosedur-pemasangan-infus.html.
Keparahan Flebitis. Diakses 12 Mei 2011, jam 17.00 WIB. dari Akper Unmuh
Malang. http//Suryaningsih-youtube.blogspot.com/2007/10/hubungan-
Cairan.html.
Zahra. 2010. Tehnik Pemasangan Infus. Diakses 20 mei 2011, dari STIKES
Samarinda. http//zahra-youtube.blogspot.com/2010/10/tehnik-pemasangan-
infus.html.
53
Lampiran 1
54
Kepada bapak/ ibu yang terhormat,Saya Yuni Herawati, Nim: 101420109030
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan
“Perbedaan
sesudah
akan bermanfaat bagi ilmu keperawatan serta peran perawat di Rumah Sakit.
Untuk itu saya mohon partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian yang saya
lakukan. Hasil dalam penelitian ini akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu
untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah saya sediakan. Atas bantuan
Hormat saya
Peneliti
55
Lampiran 2
Keperawatan STIKES Ngudia Husada Madura yang bernama Yuni Herawati , Nim:
Atas dasar pemikiran dari penelitian yang dilakukan untuk pengembangan ilmu
bahwa saya telah diberi penjelasan dan menyatakan setuju serta bersedia untuk
menjadi responden.
Responden
56
(Tanda Tangan)
Lampiran 5
Inisial:
57
Keterangan:
0 – 1 = tidak phlebitis
≥ 2 = phlebitis
Lampiran 6
7. NaCl 0,9%
desinfektan
58
1 Beritahukan kepada keluarga
2. Atur pencahayaan
sebelumnya
3. Mencuci tangan
NaCl 0,9%
59
rapi
sesuai program
12.
13.
Lampiran 7
2. Perempuan 4 0 0 0 0 Tidak 0
60
4. Perempuan 3 0 0 0 0 Tidak 0
5. Laki-laki 3 1 2 - - Phlebitis 1
7. Laki-laki 3 0 0 1 2 Phlebitis 1
8. Perempuan 3 0 0 0 0 Tidak 0
9. Laki-laki 3 0 1 2 - Phlebitis 1
Keterangan :
1 : tidak phlebitis
(tahun) phlebitis
1. Perempuan 3 0 2 Phlebitis 1
3. Laki-laki 3 3 - Phlebitis 1
4. Perempuan 3 2 - Phlebitis 1
5. Laki-laki 3 1 2 Phlebitis 1
7. Laki-laki 5 0 1 Tidak 0
8. Perempuan 4 0 0 Tidak 0
9. Perempuan 4 0 1 Tidak 0
61
Keterangan :
0 : tidak phlebitis
1 : tidak phlebitis
2 : phlebitis
3 : phlebitis
62