Anda di halaman 1dari 19

FINAL PROJECK

KONSEP EARLY WARNING SCORE (EWS) PADA TATANAN


PICU/PEDIATRIC
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah manajemen safety

Kelompok 2 :
1. Dita Amalia Yulianti ( 17250201008 )
2. Anisya Zulfi Rahmawati ( 17250201009 )
3. Indria Setyo Pratama Putri ( 17250201010 )
4. Diah Tri Herawati ( 17250201011 )
5. Arista Niken Saputri ( 17250201012 )
6. Ayuni Khoirulnnisa Rahmi ( 17250201013 )
7. Anisa Widiastuti ( 17250201014 )
(Tingkat 1 semester 1 kelas A)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
KAMPUS IV PONOROGO
TAHUN 2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur Alhamdulialh selalu panjatkan pada Allah swt yang senantiasa
memberikan Ridho dan Rahmatnya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan
Tugas Makalah tepat pada waktnya.

Makalah yang bertema tentang “Konsep Early Warning Score (EWS) pada
tatanan PICU/Pediatric” ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Manajemen Patient Safety di Program Study D-III Keperawatan Ponorogo.

Dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penyusun mengucapkan rasa


terimakasih yang sebesar-besarnya.

Ponorogo, 25 Agustus 2020

Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul................................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan.........................................................................................1
a. Latar belakang.........................................................................................1
b. Rumusan masalah....................................................................................2
c. Tujuan......................................................................................................2
d. Manfaat....................................................................................................3
Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................4
Literatur Early Warning System pada tatanan PICU/Pediatric...................4
Bab III Penutup..............................................................................................16
a. Kesimpulan..............................................................................................16
b. Saran........................................................................................................16
Daftar Pustaka................................................................................................17
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pasien anak merupakan pasien yang memiliki resiko untuk mengalami
gangguan pernapasan atau henti jantung (cardiac arrest) secara tiba-tiba,
angka kejadian anak yang mengalami henti jantung (cardiac arrest) selama
masa perawatannya dirumah sakit sekitar 0,7% -3%. Ketika hal ini terjadi
kondisi anak akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15-36% anak
yang dapat diselamatkan.(Wahyudi, Indriati and Bayhakki, 2014).

Pada tahu 2008, Asosiasi Rumah Sakit di Belanda memperkenalkan


sistem manajemen keamanan atau safety management system (SMS) sebagai
tanggapan terhadap studi nasional tentang potensi kesakitan pasien anak yang
dapat dihindari terkait perawatan di rumah sakit. Selanjutnya program
manajemen keselamatan anak dikembangkan pada tahun 2011. Tujuan
program ini adalah untuk mengurangi jumlah kasus dari potensi bahaya yang
dapat dihindari hingga 50%. Salah satu dari enam tema dalam program ini
adalah awal identifikasi dan perawatan anak-anak yang sakit kritis, yang
kemudian kelompok ahli merekomendasikan penerapan Sistem Intervensi
Darurat yang disebut berdasarkan skor peringatan dini anak (Pediatric Early
Warning System / PEWS) (Sambeeck and Vos, 2017).

Berbagai Sistem Peringatan Dini Pediatrik (PEWS) telah diusulkan oleh


beberapa paramedis dari berbagai rumah sakit di seluruh dunia. Sistem terdiri
dari dua komponen yakni alat penilaian, yang dihitung secara berkala selama
masuk rumah sakit dan algoritma respons dengan intervensi dan / atau
penilaian penyedia yang dipicu berdasarkan skor PEWS (Bell et al., 2013).

Alat penilaian PEWS biasanya memasukkan informasi klinis seperti


tandatanda vital, status neurologis, kerja pernapasan, dan perfusi. Berbagai
sistem saat ini digunakan dengan akurasi variabel dalam mengidentifikasi
deterioration. Algoritma respons PEWS juga bervariasi; dalam beberapa
kasus skor PEWS tinggi mengarah ke evaluasi oleh perawat atau dokter
spesialis dan pada orang lain mengarahkan pasien pada dokter dengan
pelatihan perawatan kritis, atau Unit Perawatan Intensif / ICU (Chapman,
Grocott and Franck, 2010; Brown, Garcia and Agulnik, 2019).

Skor PEWS divalidasi sesuai dengan pedoman Belanda namun


penggunaan skor PEWS juga dikembangkan oleh British National Health
Service Institute meskipun dua sistem divalidasi dan diuji dalam pengaturan
yang sama sekali berbeda (Sambeeck and Vos, 2017).Sehingga mengetahui
PEWS dan menerapkannya sesuai kebutuhan di setiap rumah sakit haruslah
melalui proses penyesuaian dan juga validasi internal, hal ini membuat
peneliti tertarik untuk memberikan review tentang skoring PEWS, validitas,
dan juga gambaran penggunaannya di berbagai rumah sakit di dunia.

Penelitian deteksi dini perburukan kondisi klinis anak dengan sistem


skoring seperti PEWS telah banyak dilakukan terutama diberbagai rumah
sakit luar negeri, dan disimpulkan bahwa sistem skoring tersebut sangat
membantu dan dibutuhkan oleh tenaga medis terutama perawat yang bertugas
memantau kondisi pasien selama 24 jam. Penelitian mengenai pediatric early
warning score (PEWS) di Indonesia masih jarang dilakukan meskipun sistem
skoring ini sudah banyak diterapkan diberbagai rumah sakit di dunia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu “bagaimana Konsep Early Warning Score (EWS) pada tatanan
PICU/Pediatric ?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
konsep EWS pada tatanan PICU/Pediatric
2. Tujuan khusus :
a. Dapat mengetahui dan memahami scoring pediatric
b. Mengetahui dan memahami perkembangan EWS Pediatric

D. Manfaat
Manfaat teoritis :
Hasil penyusunan ini diharapkan dapat sebagai referensi dalam ilmu
keperawatan yang dapat menambah dan memperkaya ilmu keperawatan.

Manfaat Praktis dan Aplikasi :


Sebagai informasi penyedia layanan kesehatan
Bab II

Tinjauan Pustaka

Pediatric early waning score system (PEWS)

Pediatric early waning score system (PEWS) adalah sebuah sistem skoring
fisiologis pada anak yang umumnya digunakan di unit perawatan anak sebelum
pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring (PEWS) disertai dengan algoritme
tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Duncan & McMullan,
2012). PEWS melengkapi sistem Tim Medik Reaksi Cepat (Rapid Response
Team) dalam menangani kondisi kegawatan pada pasien atau biasa kita kenal
dengan istilah code blue..

PEWS dikembangkan untuk pasien anak di ruang rawat inap namun PEWS
juga dapat dijadikan sebagai alat triase di IGD. Pasien gawat darurat
membutuhkan pengkajian dan penanganan secepat mungkin untuk menghindari
segala sesuatu yang tidak diinginkan. PEWS merupakan alat observasi yang
sederhana dan sangat cepat dalam penggunaannya namun memiliki nilai
sensitivitas yang tinggi (Bradman & Maconochie, 2011).

Perawat telah diwajibkan untuk selalu mengikutsertakan observasi PEWS


dalam setiap melakukan pengkajian kepada pasien bayi, anak maupun remaja di
beberapa rumah sakit anak di luar negeri. Setiap perawat harus mencatat setiap
kejadian yang muncul setelah menilai kondisi anak dengan lembar PEWS dan
melakukan analisa pada kondisi tersebut untuk menentukan resiko perburukan
kondisi pada anak (Keane, 2012).

Penggunaan PEWS di IGD dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada


tenaga medis yang bertugas di ruangan mengenai pola rujukan pada pasien setelah
memperoleh penanganan terutama bagi perawat, sehingga para perawat dapat
dengan cepat mengetahui dan mempersiapkan kemana anak akan dirujuk cukup
dengan melihat hasil penilaian dari lembar PEWS tersebut.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas


menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara
serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat
darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan. Salah satu indicator mutu pelayanan adalah waktu
tanggap (response time) (Kemenkes, 2009). Berikut alur pelayanan penerimaan
pasien di Rumah Sakit.

Komponen 0 1 2 3 Skor
Letargi/bingung,atau
Bermain/ berkurangnya
Perilaku Tidur Irritable
sesuai respons terhadap
nyeri
Abu-abu atau waktu
Abu-abu
pengisian kapiler 4
Merah atau
detik atau takikardia
jambu Pucat atau waktu
>20 laju normal
atau waktu pengisian
Abu-abu atau
Kardiovaskular waktu pengisian kapiler 4
mottled atau waktu
pengisian kapiler 3 detik atau
pengisian kapiler ≥5
kapiler detik takikardia
detik atau takikardia
1-2 detik >20 laju
>30 laju normal atau
normal
bradikardi
>10 di atas normal,
penggunaan otot
>10 di atas bantu napas atau
>20 di
normal, fiO2 30% atau 3
atas
penggunaan L/menit
Normal, normal,
otot bantu >20 di atas normal,
respirasi tidak ada retraksi
napas atau retraksi atau fiO2
retraksi atau fiO2
fiO2 30% 30% atau 6 L/menit
30% atau
atau 3 ≥5 di bawah normal
6 L/menit
L/menit dengan retraksi,
merintih atau fiO2
50% atau 8 L/menit
Skor 2 tambahan untuk ¼ jam nebulisasi (terus menerus) atau muntah persisten
setelah operasi

1. Skor Peringatan Dini Pediatrik


2. Sistem Peringatan Lanjut Usia Pediatrik

Komponen 0 1 2 3 Skor
Iritabel
Iritabel
Bermain/ (masih Letargi/
Perilaku (tidak dapat
sesuai dapat bingung
dibujuk)
dibujuk)
Abu-abu atau
Pucat atau
mottled atau
waktu
Merah waktu
Pucat atau pengisian
jambu atau pengisian
waktu kapiler 4
waktu kapiler ≥5
Kardiovaskular pengisian detik atau
pengisian detik atau
kapiler 3 takikardia
kapiler 1-2 takikardia
detik ≥20 laju
detik ≥30 laju
normal atau
normal atau
diaforesis
bradikardi
Laju napas
melambat
Laju napas ≥20 di atas dibawah
dan saturasi ≥10 di atas normal atau normal atau
O2 dalam normal atau saturasi O2 5 peningkatan
batas penggunaan poin dibawah usaha napas
respirasi
normal dan otot bantu normal atau atau saturasi
tidak ada napas penggunaan O2 >5 poin
peningkatan ringan otot bantu dibawah
usaha napas napas sedang normal atau
merintih atau
retraksi berat
Skor 2 tambahan untuk ¼ jam nebulisasi (terus menerus) atau muntah persisten
setelah operasi Bila didapatkan skor 3 pada kategori apa saja atau total skor ≥4
segera panggil TMRC Evaluasi kebutuhan O2 dan kecenderungan saat evaluasi
Keterangan :
 Hijau (score 0-2): Pasien dalam kondisi stabil
 Kuning (score 3) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan
tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2
jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan
perkembangan pasien
 Orange (score 4) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift dan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus
melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi tatalaksana pada pasien
tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam.
 Merah (score >5) : Aktifkan code blue, TMRC melakukan tata laksana
kegawatan pada pasien, dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping
pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien
selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam

3. Validitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Brown, Garcia and Agulnik,
2019) menemukan bahwa skor PEWS yang tinggi berkorelasi dengan transfer
pasien ke ICU yang tidak direncanakan (sensitivitas 88%, dan spesifisitas 93%)
untuk skor PEWS . Selanjutnya, mereka menemukan bahwa skor PEWS lebih
tinggi sebelum transfer ke ICU dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas (Agulnik et al., 2017). Selain itu skor PEWS yang meningkat
dikaitkan dengan penurunan tanda-tanda klinis.

4. Gambaran Penggunaan PWS di Rumah Sakit


Penelitian lain di Belanda yang dilakukan oleh (Sambeeck and Vos,
2017), menemukan bahwa sebanyak 75% (68/91) rumah sakit di Belanda
menerapkan PEWS di departemen pediatrik mereka termasuk empat dari
delapan pusat medis universitas. Alasan untuk mengimplementasikan PEWS
adalah untuk pemantauan yang lebih baik dari perjalanan klinis pasien (22%;
15/68) atau setelah insiden parah (3%; 2/68). Di 66 (termasuk empat rumah
sakit akademik) dari 68 rumah sakit (97%), respons pertama terhadap
peningkatan skor PEWS adalah menghubungi dokter (dokter anak atau
residen anak). Tergantung pada tingkat keparahan skor dan / atau pendapat
dokter, Tim Tanggap Cepat di rumah sakit umum (jika memang ada) atau
Pediatric Rapid Tim Respon di rumah sakit akademik.

Di Indonesia Penilaian skor PEWS untuk pasien anak yang dalam


kondisi gawat darurat di IGD masih jarang dilakukan, meskipun sistem
skoring ini sudah banyak diterapkan diberbagai rumah sakit di dunia,
termasuk penggunaan skor PEWS dalam mengidentifikasi ruang
perawatan anak selanjutnya setelah mendapat penanganan di IGD. Namun
penelitian yang dilakukan (Wahyudi, Indriati and Bayhakki, 2014) di Instalasi
Gawat Darurat RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada 85 responden yang
merupakan pasien anak memberikan gambaran bahwa pasien yang
diperbolehkan pulang secara umum memiliki skor PEWS ≤ 2, responden
yang di rawat inap memiliki skor PEWS 3 –5 dan responden yang
dirujuk ke ruang rawat intensif memiliki skor ≥ 6.

Responden yang memiliki skor 2 dinyatakan stabil dan


diperbolehkan pulang atau tidak dirawat. Responden dengan skor 3, 4
dan 5 disarankan untuk dirawat inap. Dalam kondisi dimana responden
yang dianjurkan untuk dirawat oleh dokter namun menolak dirawat dan
responden tersebut pulang maka tidak dikategorikan ke dalam kelompok
responden pulang karena pola rujukan tetap didasarkan pada advise
dokter. Hal tersebut juga berlaku pada responden yang diindikasikan
untuk mendapat perawatan intensif dimana karena keterbatasan sarana
dan prasarana sehingga responden tersebut dirujuk keruang rawat inap
maka responden tersebut termasuk kedalam kategori rujukan ke ruang
rawat intensif. Selama penelitian terdapat 2 responden yang disarankan
untuk dirawat inap namun responden tersebut menolak dan lebih memilih
dirawat jalan (Wahyudi, Indriati and Bayhakki, 2014).

5. Karakteristik Responden
Selama penelitian terdapat 2 responden yang disarankan untuk dirawat
inap namun responden tersebut menolak dan lebih memilih dirawat jalan.
Karakteristik dari responden antara llain sebagai berikut
a. Jenis Kelamin
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 85 responden
diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
responden berjenis kelamin perempuan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Akre et. al
(2010), dalam penelitiannya diperoleh responden anak berjenis kelamin
lakilaki lebih banyak yaitu 60% dibandingkan responden perempuan
sebanyak 40%. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak laki-laki
cenderung lebih aktif bergerak daripada anak perempuan sehingga resiko
untuk mengalami cedera atau kecelakaan lebih tinggi, begitu pula dengan
paparan terhadap mikroorganisme lingkungan yang tidak sehat akan lebih
besar.
Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Idris dan Soedibyo (2010) mengenai alat ukur tingkat keparahan
penyakit infeksi pada anak. Dalam penelitian tersebut responden laki-laki
lebih banyak yaitu 20 orang dari 35 responden dan disimpulkan bahwa
responden laki-laki lebih mudah terkena penyakit khususnya penyakit
infeksi.
b. Usia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usia
responden yang paling banyak adalah 13 bulan ± 3 tahun , sedangkan
responden dengan jumlah paling sedikit adalah responden dengan usia 13-
18 tahun. Hasil ini memperlihatkan bahwa anak kelompok usia toddler
lebih sering sakit daripada anak kelompok usia lainnya.
Anak usia toddler (1 ± 3 tahun) dan usia prasekolah rentan terkena
penyakit, sehingga banyak anak pada usia tersebut yang harus dirawat di
rumah sakit dan menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah sakit
mengalami peningkatan yang sangat dramatis (Wong, 2009). Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Parshuram, Hutchison dan Middaugh (2009). Dalam penelitiannya
diperoleh jumlah responden terbanyak adalah pada anak dengan rentang
usia 13 bulan ± 3 tahun yaitu sebanyak 45% dari 120 responden anak.
Di Indonesia 30% dari 180 anak berusia antara 3 ± 12 tahun
mempunyai pengalaman dengan rumah sakit (Luthfi, 2007), sedangkan
responden dengan usia 0 ± 1 bulan sebagian besar merupakan responden
baru lahir dan mengalami komplikasi seperti Sindrom Gawat Nafas
(SGN), adanya kelainan kongenital dan komplikasi lain sehingga dirujuk
kerumah sakit.
c. Kelompok Penyakit
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hampir
dari setengah responden yang masuk rumah sakit dikarenakan penyakit
yang bersifat infeksi dan sebagian responden lainnya masuk rumah sakit
karena penyakit yang bersifat non infeksi serta penyakit yang bersifat
keganasan.
Penyakit infeksi yang diperoleh diantaranya pneumonia, diare,
sepsis, DHF, meningitis dan lain-lain. Penyakit non infeksi termasuk
didalamnya cedera, combustio, SGN, BBLR, dan lain-lain. Sedangkan
penyakit yang bersifat keganasan seperti leukimia, limfoma,
retinoblastoma, tumor otak dan lain-lain.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen (2013) juga menemukan
bahwa penyakit infeksi lebih banyak ditemukan pada anak di rumah sakit
daripada penyakit lainnya. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
dari 597 responden, anak yang masuk rumah sakit melalui IGD 60%
diantaranya dikarenakan penyakit infeksi.
Seorang anak pada tiga tahun pertama kehidupannya seringkali
mengalami beberapa episode infeksi akut yang sering disertai demam.
Demam sampai saat ini masih menjadi salah satu alasan utama orangtua
membawa anaknya berobat ke rumah sakit atau ke dokter. Demam pada
sebagian besar kasus merupakan tanda infeksi ringan, seperti infeksi
virus, namun ternyata dapat juga menjadi pertanda infeksi serius,
misalnya bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, gastroenteritis
bakterialis, meningitis, infeksi tulang dan sendi, serta infeksi jaringan
lunak. Infeksi bakterial serius dilaporkan terjadi sebanyak 6%-15% pada
anak demam usia 3-36 bulan (Goldman et. al, 2009).
d. Skor Pews
Skor PEWS yang diperoleh selama penelitian didapatkan responden
dengan skor 4 merupakan responden yang paling banyak ditemukan. Skor
diberikan berdasarkan penilaian terhadap tiga domain diantaranya
behaviour, pernafasan dan kardiovaskuler. Behaviour atau kondisi umum
responden menjadi domain yang paling sering memberikan nilai, karena
rata-rata responden yang masuk IGD dalam kondisi menangis diberi skor 2
dan jika keadaannya lemah diberi skor 3. Pada domain pernafasan dan
kardiovaskuler sering ditemukan dalam batas normal sehingga diberi skor
0.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Akre et. al (2010) dimana dari 437 responden sebagian besar memiliki
skor PEWS 4 yaitu sebanyak 147 orang anak. Menurut penelitian ini skor
PEWS ≥ 4 critical score atau skor dimana anak yang masuk IGD harus
mendapat perawatan dirumah sakit baik di ruang perawatan umum
maupun diruang perawatan intensif.
e. Pola Rujukan
Pola rujukan merupakan suatu alur dimana pasien anak yang telah
mendapat penanganan di ruang IGD akan dirujuk ke ruang rawat
selanjutnya berdasarkan pada advice dokter. Ruang rawat rujukan ini dapat
dilihat pada buku status responden yang telah diisi oleh dokter, bertanya
langsung kepada petugas di IGD atau dengan mengikuti kemana anak akan
dirujuk. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah jumlah
responden dirujuk keruang rawat inap dan hanya sebagian kecil responden
yang diperbolehkan pulang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Parshuram, Hutchison dan Middaugh (2009) yang menyatakan bahwa
pasien dengan skor PEWS yang tinggi memiliki indikasi untuk dirujuk
atau di rawat secara intensif. Selama penelitian hanya beberapa responden
saja yang diperbolehkan pulang, sebagian besar responden dirujuk ke
ruang rawat inap, sedangkan responden yang dirujuk ke ruang rawat
intensif sebanyak 28 anak dan rata-rata berusia 0 ± 1 bulan.
Bayi usia 0-1 bulan memiliki resiko yang cukup tinggi untuk
mengalami masalah kesehatan yang berat baik karena faktor
intrauterin maupun ekstrauterin. Lebih dari 7 juta bayi meninggal
setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan, hampir dua pertiga
bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama, dari yang meninggal
tersebut, dua pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan dua
pertiga diantaranya meninggal pada dua puluh empat jam pertama
kehidupannya. Data diatas jelas bahwa masalah kesehatan neonatal
tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan perinatal dimana proses
kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat penting
(Schechner & Cloherty, 2004).

6. Perkembangan dan Evaluasi PEWS

Berbagai penelitian melaporkan efektifitas, validitas, dan reliabilitas PEWS


yang penggunaannya masih terbatas. Satu penelitian melaporkan terdapat
hubungan antara nilai PEWS yang tinggi dengan kemungkinan yang lebih
besar untuk dirujuk ke Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Kurang dari 1%
(0,23%) pasien anak yang mempunyai skor 0-2 dipindahkan ke PICU
dibandingkan dengan 80% pasien anak yang mempunyai skor 9. Analisis
regresi logistik dilakukan untuk menentukan hubungan antara PEWS dan PICU
transfer. Pediatric Early Warning Score mampu membedakan antara anak-
anak yang memerlukan rujukan ke PICU dan mereka yang tidak memerlukan
rujukan {Area Under Curve (AUC) = 0,89, 95% confidence interval (CI) =
0,84-0,94, p <0,001). Skor PEWS 3 didapatkan sensitivitas 90,2%, spesifisitas
74,4%, positive predictive value (PPV) 5,8%, dan negative predictive value
(NPV) 99,8%, sedangkan skor PEWS 9, memiliki sensitivitas 7,8%, spesifisitas
99,9%, PPV 80%, dan NPV 98,4%. Setiap kenaikan PEWS 1 poin, terdapat 2
kali lebih besar kemungkinan pasien anak perlu dirujuk ke PICU (Odds= 2,8,
CI 95%: 2,36-3,35, p<0,001).
Penelitian lain menemukan skor PEWS 7 atau lebih tinggi mempunyai
spesifisitas 91%, sebanding dengan penelitian sebelumnya dengan
spesifisitas berturut-turut 93%, 95%, dan 90%. Dalam studi ini, skor PEWS
7 diidentifikasi pada 64% kasus dalam satu jam setelah dilaporkan.
Sensitivitas pada penelitian ini 64%, lebih kecil dari sensitivitas yang
dilaporkan penelitian sebelumnya berturut-turut 83% dan 85,5%, dan 80%.

Rujukan berulang ke PICU menjadi salah satu kriteria dalam penggunaan


PEWS. Satu penelitian melaporkan setiap kenaikan 1 poin PEWS, secara
signifikan meningkatkan risiko masuk PICU kembali (odds rasio [CI 95%],
1,6 [1,12-2,27; p=0,009] dan 1,89 [1,33-2,69; p<0,001]). Kemampuan
diskriminasi dari PEWS membaik ketika diagnosis kronis dimasukkan.
Namun, skor cutoff tidak cukup sensitif atau spesifik yang berguna secara
klinis. Apabila kriteria masuk PICU dipakai sebagai endpoint, maka 56 kali
kemungkinannya pasien akan masuk kriteria tersebut pada saat skor PEWS
≥8, dengan spesifisitas 0.88 dan sensitivitas 1,00.

Validitas dari berbagai macam PEWS di Departemen Emergensi menjadi


salah satu area penelitian yang menarik. Validasi PEWS tersebut pada
17.943 anak-anak. Dua persen anak-anak ini dirawat di PICU, dan 16%
adalah dirawat di bangsal perawatan. Area di bawah kurva ROC dipakai
untuk memprediksi masuk PICU, dan didapatkan hasil mulai dari 0,60 (CI
95%: 0.5720.62) sampai 0,82 (CI 95%: 0.79- 0.85). Area di bawah kurva
ROC untuk memprediksi rawat inap adalah 0,56 (CI 95%: 0,55-0,58)
sampai 0,68 (CI 95%: 0,66-0,69). Sensitivitas dan spesifisitas untuk masuk
PICU berada di antara 61,3%-94,4% dan 25,2%-86,7%, sedangkan
sensitifitas dan spesifisitas masuk rumah sakit berada di antara 36,4%-
85,7% dan 27,1%-90,5 %. Tak satu pun dari berbagai PEWS memiliki
sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
Bab III

Penutup

A. Kesimpulan
Pediatric early waning score system adalah sebuah sistem skoring
fisiologis pada anak yang umumnya digunakan di unit perawatan anak
sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Sehingga diharapkan dengan
tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani
lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan
lebih baik.Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usia
responden yang paling banyak adalah 13 bulan 3 tahun , sedangkan
responden dengan jumlah paling sedikit adalah responden dengan usia 13-18
tahun. PEWS menjadi suatu alat monitoring yang dianggap mampu
membantu perawat dalam memantau dan mengontrol kondisi anak, sehingga
dapat memberikan laporan secepat mungkin kepada dokter mengenai
perburukan kondisi anak. PEWS juga dapat menentukan tingkat perawatan
dan ruang dimana anak akan dirawat.

B. Saran
Hasil penelitian ini dapat menjadi data rekomendasi dan pertimbangan
bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit agar dapat menerapkan sistem
monitoring PEWS untuk pasien anak sehingga perawat dapat
mengidentifikasi adanya perburukan kondisi pada anak dan melaporkannya
kepada dokter untuk diberikan tindakan.

Daftar Pustaka
Wahyudi, P., Indriati, G. and Bayhakki (2014). Gambaran Skor Pediatric Early
Warning Score ( Pews ) Pada Pola Rujukan Pasien Anak Di Instalasi
Gawat Darurat’, Jom Psik, 1(2), pp. 1–8.

Bell, D. et al. (2013) ‘The texas children’s hospital pediatric advanced warning
score as a predictor of clinical deterioration in hospitalized infants and
children: A modification of the pews tool’, Journal of Pediatric Nursing.
doi: 10.1016/j.pedn.2013.04.005.

Chapman, S. M., Grocott, M. P. W. and Franck, L. S. (2010) ‘Systematic reviewof


paediatric alert criteria for identifying hospitalised children at risk of
critical deterioration’, Intensive Care Medicine. doi: 10.1007/s00134-
009-1715-x

Anda mungkin juga menyukai