Kelompok 2 :
1. Dita Amalia Yulianti ( 17250201008 )
2. Anisya Zulfi Rahmawati ( 17250201009 )
3. Indria Setyo Pratama Putri ( 17250201010 )
4. Diah Tri Herawati ( 17250201011 )
5. Arista Niken Saputri ( 17250201012 )
6. Ayuni Khoirulnnisa Rahmi ( 17250201013 )
7. Anisa Widiastuti ( 17250201014 )
(Tingkat 1 semester 1 kelas A)
Puji syukur Alhamdulialh selalu panjatkan pada Allah swt yang senantiasa
memberikan Ridho dan Rahmatnya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan
Tugas Makalah tepat pada waktnya.
Makalah yang bertema tentang “Konsep Early Warning Score (EWS) pada
tatanan PICU/Pediatric” ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Manajemen Patient Safety di Program Study D-III Keperawatan Ponorogo.
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul................................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan.........................................................................................1
a. Latar belakang.........................................................................................1
b. Rumusan masalah....................................................................................2
c. Tujuan......................................................................................................2
d. Manfaat....................................................................................................3
Bab II Tinjauan Pustaka................................................................................4
Literatur Early Warning System pada tatanan PICU/Pediatric...................4
Bab III Penutup..............................................................................................16
a. Kesimpulan..............................................................................................16
b. Saran........................................................................................................16
Daftar Pustaka................................................................................................17
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pasien anak merupakan pasien yang memiliki resiko untuk mengalami
gangguan pernapasan atau henti jantung (cardiac arrest) secara tiba-tiba,
angka kejadian anak yang mengalami henti jantung (cardiac arrest) selama
masa perawatannya dirumah sakit sekitar 0,7% -3%. Ketika hal ini terjadi
kondisi anak akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15-36% anak
yang dapat diselamatkan.(Wahyudi, Indriati and Bayhakki, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu “bagaimana Konsep Early Warning Score (EWS) pada tatanan
PICU/Pediatric ?”
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
konsep EWS pada tatanan PICU/Pediatric
2. Tujuan khusus :
a. Dapat mengetahui dan memahami scoring pediatric
b. Mengetahui dan memahami perkembangan EWS Pediatric
D. Manfaat
Manfaat teoritis :
Hasil penyusunan ini diharapkan dapat sebagai referensi dalam ilmu
keperawatan yang dapat menambah dan memperkaya ilmu keperawatan.
Tinjauan Pustaka
Pediatric early waning score system (PEWS) adalah sebuah sistem skoring
fisiologis pada anak yang umumnya digunakan di unit perawatan anak sebelum
pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring (PEWS) disertai dengan algoritme
tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien (Duncan & McMullan,
2012). PEWS melengkapi sistem Tim Medik Reaksi Cepat (Rapid Response
Team) dalam menangani kondisi kegawatan pada pasien atau biasa kita kenal
dengan istilah code blue..
PEWS dikembangkan untuk pasien anak di ruang rawat inap namun PEWS
juga dapat dijadikan sebagai alat triase di IGD. Pasien gawat darurat
membutuhkan pengkajian dan penanganan secepat mungkin untuk menghindari
segala sesuatu yang tidak diinginkan. PEWS merupakan alat observasi yang
sederhana dan sangat cepat dalam penggunaannya namun memiliki nilai
sensitivitas yang tinggi (Bradman & Maconochie, 2011).
Komponen 0 1 2 3 Skor
Letargi/bingung,atau
Bermain/ berkurangnya
Perilaku Tidur Irritable
sesuai respons terhadap
nyeri
Abu-abu atau waktu
Abu-abu
pengisian kapiler 4
Merah atau
detik atau takikardia
jambu Pucat atau waktu
>20 laju normal
atau waktu pengisian
Abu-abu atau
Kardiovaskular waktu pengisian kapiler 4
mottled atau waktu
pengisian kapiler 3 detik atau
pengisian kapiler ≥5
kapiler detik takikardia
detik atau takikardia
1-2 detik >20 laju
>30 laju normal atau
normal
bradikardi
>10 di atas normal,
penggunaan otot
>10 di atas bantu napas atau
>20 di
normal, fiO2 30% atau 3
atas
penggunaan L/menit
Normal, normal,
otot bantu >20 di atas normal,
respirasi tidak ada retraksi
napas atau retraksi atau fiO2
retraksi atau fiO2
fiO2 30% 30% atau 6 L/menit
30% atau
atau 3 ≥5 di bawah normal
6 L/menit
L/menit dengan retraksi,
merintih atau fiO2
50% atau 8 L/menit
Skor 2 tambahan untuk ¼ jam nebulisasi (terus menerus) atau muntah persisten
setelah operasi
Komponen 0 1 2 3 Skor
Iritabel
Iritabel
Bermain/ (masih Letargi/
Perilaku (tidak dapat
sesuai dapat bingung
dibujuk)
dibujuk)
Abu-abu atau
Pucat atau
mottled atau
waktu
Merah waktu
Pucat atau pengisian
jambu atau pengisian
waktu kapiler 4
waktu kapiler ≥5
Kardiovaskular pengisian detik atau
pengisian detik atau
kapiler 3 takikardia
kapiler 1-2 takikardia
detik ≥20 laju
detik ≥30 laju
normal atau
normal atau
diaforesis
bradikardi
Laju napas
melambat
Laju napas ≥20 di atas dibawah
dan saturasi ≥10 di atas normal atau normal atau
O2 dalam normal atau saturasi O2 5 peningkatan
batas penggunaan poin dibawah usaha napas
respirasi
normal dan otot bantu normal atau atau saturasi
tidak ada napas penggunaan O2 >5 poin
peningkatan ringan otot bantu dibawah
usaha napas napas sedang normal atau
merintih atau
retraksi berat
Skor 2 tambahan untuk ¼ jam nebulisasi (terus menerus) atau muntah persisten
setelah operasi Bila didapatkan skor 3 pada kategori apa saja atau total skor ≥4
segera panggil TMRC Evaluasi kebutuhan O2 dan kecenderungan saat evaluasi
Keterangan :
Hijau (score 0-2): Pasien dalam kondisi stabil
Kuning (score 3) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan
tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2
jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan
perkembangan pasien
Orange (score 4) : Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ PJ
Shift dan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus
melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi tatalaksana pada pasien
tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam.
Merah (score >5) : Aktifkan code blue, TMRC melakukan tata laksana
kegawatan pada pasien, dokter jaga dan DPJP diharuskan hadir disamping
pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien
selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam
3. Validitas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Brown, Garcia and Agulnik,
2019) menemukan bahwa skor PEWS yang tinggi berkorelasi dengan transfer
pasien ke ICU yang tidak direncanakan (sensitivitas 88%, dan spesifisitas 93%)
untuk skor PEWS . Selanjutnya, mereka menemukan bahwa skor PEWS lebih
tinggi sebelum transfer ke ICU dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas (Agulnik et al., 2017). Selain itu skor PEWS yang meningkat
dikaitkan dengan penurunan tanda-tanda klinis.
5. Karakteristik Responden
Selama penelitian terdapat 2 responden yang disarankan untuk dirawat
inap namun responden tersebut menolak dan lebih memilih dirawat jalan.
Karakteristik dari responden antara llain sebagai berikut
a. Jenis Kelamin
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 85 responden
diperoleh responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
responden berjenis kelamin perempuan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Akre et. al
(2010), dalam penelitiannya diperoleh responden anak berjenis kelamin
lakilaki lebih banyak yaitu 60% dibandingkan responden perempuan
sebanyak 40%. Penelitian tersebut menyatakan bahwa anak laki-laki
cenderung lebih aktif bergerak daripada anak perempuan sehingga resiko
untuk mengalami cedera atau kecelakaan lebih tinggi, begitu pula dengan
paparan terhadap mikroorganisme lingkungan yang tidak sehat akan lebih
besar.
Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Idris dan Soedibyo (2010) mengenai alat ukur tingkat keparahan
penyakit infeksi pada anak. Dalam penelitian tersebut responden laki-laki
lebih banyak yaitu 20 orang dari 35 responden dan disimpulkan bahwa
responden laki-laki lebih mudah terkena penyakit khususnya penyakit
infeksi.
b. Usia
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usia
responden yang paling banyak adalah 13 bulan ± 3 tahun , sedangkan
responden dengan jumlah paling sedikit adalah responden dengan usia 13-
18 tahun. Hasil ini memperlihatkan bahwa anak kelompok usia toddler
lebih sering sakit daripada anak kelompok usia lainnya.
Anak usia toddler (1 ± 3 tahun) dan usia prasekolah rentan terkena
penyakit, sehingga banyak anak pada usia tersebut yang harus dirawat di
rumah sakit dan menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah sakit
mengalami peningkatan yang sangat dramatis (Wong, 2009). Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Parshuram, Hutchison dan Middaugh (2009). Dalam penelitiannya
diperoleh jumlah responden terbanyak adalah pada anak dengan rentang
usia 13 bulan ± 3 tahun yaitu sebanyak 45% dari 120 responden anak.
Di Indonesia 30% dari 180 anak berusia antara 3 ± 12 tahun
mempunyai pengalaman dengan rumah sakit (Luthfi, 2007), sedangkan
responden dengan usia 0 ± 1 bulan sebagian besar merupakan responden
baru lahir dan mengalami komplikasi seperti Sindrom Gawat Nafas
(SGN), adanya kelainan kongenital dan komplikasi lain sehingga dirujuk
kerumah sakit.
c. Kelompok Penyakit
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hampir
dari setengah responden yang masuk rumah sakit dikarenakan penyakit
yang bersifat infeksi dan sebagian responden lainnya masuk rumah sakit
karena penyakit yang bersifat non infeksi serta penyakit yang bersifat
keganasan.
Penyakit infeksi yang diperoleh diantaranya pneumonia, diare,
sepsis, DHF, meningitis dan lain-lain. Penyakit non infeksi termasuk
didalamnya cedera, combustio, SGN, BBLR, dan lain-lain. Sedangkan
penyakit yang bersifat keganasan seperti leukimia, limfoma,
retinoblastoma, tumor otak dan lain-lain.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nielsen (2013) juga menemukan
bahwa penyakit infeksi lebih banyak ditemukan pada anak di rumah sakit
daripada penyakit lainnya. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa
dari 597 responden, anak yang masuk rumah sakit melalui IGD 60%
diantaranya dikarenakan penyakit infeksi.
Seorang anak pada tiga tahun pertama kehidupannya seringkali
mengalami beberapa episode infeksi akut yang sering disertai demam.
Demam sampai saat ini masih menjadi salah satu alasan utama orangtua
membawa anaknya berobat ke rumah sakit atau ke dokter. Demam pada
sebagian besar kasus merupakan tanda infeksi ringan, seperti infeksi
virus, namun ternyata dapat juga menjadi pertanda infeksi serius,
misalnya bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, gastroenteritis
bakterialis, meningitis, infeksi tulang dan sendi, serta infeksi jaringan
lunak. Infeksi bakterial serius dilaporkan terjadi sebanyak 6%-15% pada
anak demam usia 3-36 bulan (Goldman et. al, 2009).
d. Skor Pews
Skor PEWS yang diperoleh selama penelitian didapatkan responden
dengan skor 4 merupakan responden yang paling banyak ditemukan. Skor
diberikan berdasarkan penilaian terhadap tiga domain diantaranya
behaviour, pernafasan dan kardiovaskuler. Behaviour atau kondisi umum
responden menjadi domain yang paling sering memberikan nilai, karena
rata-rata responden yang masuk IGD dalam kondisi menangis diberi skor 2
dan jika keadaannya lemah diberi skor 3. Pada domain pernafasan dan
kardiovaskuler sering ditemukan dalam batas normal sehingga diberi skor
0.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Akre et. al (2010) dimana dari 437 responden sebagian besar memiliki
skor PEWS 4 yaitu sebanyak 147 orang anak. Menurut penelitian ini skor
PEWS ≥ 4 critical score atau skor dimana anak yang masuk IGD harus
mendapat perawatan dirumah sakit baik di ruang perawatan umum
maupun diruang perawatan intensif.
e. Pola Rujukan
Pola rujukan merupakan suatu alur dimana pasien anak yang telah
mendapat penanganan di ruang IGD akan dirujuk ke ruang rawat
selanjutnya berdasarkan pada advice dokter. Ruang rawat rujukan ini dapat
dilihat pada buku status responden yang telah diisi oleh dokter, bertanya
langsung kepada petugas di IGD atau dengan mengikuti kemana anak akan
dirujuk. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari setengah jumlah
responden dirujuk keruang rawat inap dan hanya sebagian kecil responden
yang diperbolehkan pulang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Parshuram, Hutchison dan Middaugh (2009) yang menyatakan bahwa
pasien dengan skor PEWS yang tinggi memiliki indikasi untuk dirujuk
atau di rawat secara intensif. Selama penelitian hanya beberapa responden
saja yang diperbolehkan pulang, sebagian besar responden dirujuk ke
ruang rawat inap, sedangkan responden yang dirujuk ke ruang rawat
intensif sebanyak 28 anak dan rata-rata berusia 0 ± 1 bulan.
Bayi usia 0-1 bulan memiliki resiko yang cukup tinggi untuk
mengalami masalah kesehatan yang berat baik karena faktor
intrauterin maupun ekstrauterin. Lebih dari 7 juta bayi meninggal
setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan, hampir dua pertiga
bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama, dari yang meninggal
tersebut, dua pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan dua
pertiga diantaranya meninggal pada dua puluh empat jam pertama
kehidupannya. Data diatas jelas bahwa masalah kesehatan neonatal
tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan perinatal dimana proses
kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat penting
(Schechner & Cloherty, 2004).
Penutup
A. Kesimpulan
Pediatric early waning score system adalah sebuah sistem skoring
fisiologis pada anak yang umumnya digunakan di unit perawatan anak
sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Sehingga diharapkan dengan
tatalaksana yang lebih dini, kondisi yang mengancam jiwa dapat tertangani
lebih cepat atau bahkan dapat dihindari, sehingga output yang dihasilkan
lebih baik.Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usia
responden yang paling banyak adalah 13 bulan 3 tahun , sedangkan
responden dengan jumlah paling sedikit adalah responden dengan usia 13-18
tahun. PEWS menjadi suatu alat monitoring yang dianggap mampu
membantu perawat dalam memantau dan mengontrol kondisi anak, sehingga
dapat memberikan laporan secepat mungkin kepada dokter mengenai
perburukan kondisi anak. PEWS juga dapat menentukan tingkat perawatan
dan ruang dimana anak akan dirawat.
B. Saran
Hasil penelitian ini dapat menjadi data rekomendasi dan pertimbangan
bagi tenaga kesehatan dan rumah sakit agar dapat menerapkan sistem
monitoring PEWS untuk pasien anak sehingga perawat dapat
mengidentifikasi adanya perburukan kondisi pada anak dan melaporkannya
kepada dokter untuk diberikan tindakan.
Daftar Pustaka
Wahyudi, P., Indriati, G. and Bayhakki (2014). Gambaran Skor Pediatric Early
Warning Score ( Pews ) Pada Pola Rujukan Pasien Anak Di Instalasi
Gawat Darurat’, Jom Psik, 1(2), pp. 1–8.
Bell, D. et al. (2013) ‘The texas children’s hospital pediatric advanced warning
score as a predictor of clinical deterioration in hospitalized infants and
children: A modification of the pews tool’, Journal of Pediatric Nursing.
doi: 10.1016/j.pedn.2013.04.005.