Anda di halaman 1dari 25

FINAL PROJECT 3

APLIKASI EARLY WARNING SCORE ( EWS )


PADA TATANAN RUANG COVID-19
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Manajemen Patient Safety
Semester 1

Dosen Pembimbing :
Wiwiek Retti Andriani,S.Kep, Ns., M.Kep

KELOMPOK 5 – KELAS 1A :
1. Dewi Putri Anggraeni (17250203029)
2. Nabella Syifa Elvareta (17250203030)
3. Anindhya Permata Sari (17250203031)
4. Ratih Dwi Yulianingsih (17250203032)
5. Rohmad Fauzi (17250203033)
6. Nevin Harianti Saputri (17250203034)
7. Sandra Ayuk Purwandani (17250203035)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PONOROGO


POLTEKKES KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana dengan
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa
umat manusia dari dunia kegelapan menuju dunia yang terang benderang dan
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan maka dari itu kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik
yang konstruktif dari para pembaca pada umumnya dan dosen bidang studi pada
khususnya.
Semoga makalah ini dapat menambah referensi kita semua

Wassalammualaikum Wr.Wb

Ponorogo, 28 Agustus 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan Penulisan........................................................................................5
D. Manfaat Penulisan......................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. Pengertian EWS..........................................................................................6
B. Deteksi Dini untuk Infeksi 2019-nCoV.....................................................6
C. Manajemen Klinis COVID-19...................................................................8
D. EWS pada Masa Pandemi Covid-19.........................................................9
E. Kategorisasi Pasien Covid-19...................................................................11
F. Kriteria Orang Berisiko Tinggi untuk Penyakit Parah dengan Covid-
19 …………………………………………………………………………….12
G. Skor Peringatan Dini untuk Memprediksi Penerimaan ICU pada
Pasien Positif Covid-19....................................................................................12
H. Tatanan Ruang Covid-19.........................................................................14
I. God Spot dan Tatanan New Normal.......................................................19
BAB III..................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................22
A. Kesimpulan................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
LAMPIRAN..........................................................................................................24

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patient Safety (keselamatan pasien) merupakan komponen dasar dari
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Prinsip ułama pelayanan kesehatan
adalah (First, do no harm). Sehingga program keselamatan pasien harus
menjadi prioritas pengembangan untuk dapat dilakukan secara optimal di
rumah sakit, sehingga upaya-upaya dalam peningkatan keselamatan pasien
harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Sistem pengenalan dini penurunan kondisi pasien adalah komponen
pertama dari rantai keselamatan. Sistem pencegahan ini penting mengingat
banyaknya kegagalan rumah sakit dalam mengenali secara dini gejala dan
penurunan kondisi pasien, atau bereaksi lambat untuk mencegah kejadian
henti jantung.Sebagian besar kasus kardiorespirasi arrest yang terjadi di
rumah sakit secara umum didahului dengan periode penurunan kondisi klinis
yang harus secara dini dikenali.
Diperlukan suatu sistem atau strategi terhadap penurunan kondisi pasien di
rumah sakit, resusitasi secara optimal dan memastikan bahwa tindakan
bantuan hidup dasar dan lanjut dilakukan secara efektif terhadap pasien
dengan kegawatan medis termasuk kejadian henti jantung. Sistem ini
melibatkan sumber daya manusia yang terlatih, peralatan dan obat-obatan
yang lengkap dengan standar operasional prosedur yang baku, yang disebut
dengan code blue system.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka dengan itu kami merumuskan
masalah :
1. Apa pengertian Early Warning Score (EWS) ?
2. Bagaimana deteksi dini untuk infeksi Covid-19 ?
3. Bagaimana EWS pada masa pandemi Covid-19 ?
4. Bagaimana kategorisasi pasien Covid-19 ?

5
5. Apa kriteria orang berisiko tinggi untuk penyakit parah dengan Covid-19 ?
6. Bagaimana skor peringatan dini untuk memprediksi penerimaan ICU pada
pasien positif Covid-19 ?
7. Bagaimana tatanan ruang Covid-19 ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mampu memahami pengertian Early Warning Score (EWS)
2. Mampu memahami deteksi dini untuk infeksi Covid-19
3. Mampu memahami dan mengerti EWS pada masa pandemi Covid-19
4. Mampu mengerti kategorisasi pasien Covid-19
5. Mampu memahami dan mengerti kriteria orang berisiko tinggi untuk
penyakit parah dengan Covid-19
6. Mampu mengerti skor peringatan dini untuk memprediksi penerimaan ICU
pada pasien positif Covid-19
7. Mampu mengerti tatanan ruang Covid-19
D. Manfaat Penulisan
Pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajement
Patient Safety dan untuk mengetahui bagaimana pengaplikasian Early
Warning Score (EWS) pada tatanan ruang Covid-19.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian EWS
Early Warning Score ( EWS ) merupakan sistem skoring pendeteksian dini
atau peringatan dini untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan. EWS
adalah suatu sistem permintaan bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan
pasien secara dini. EWS didasarkan atas penilaian terhadap perubahan pasien
melalui pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologis
pasien. Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi
pendekatan untuk mengetahui kemampuan seseorang dan menetapkan skoring
parameter fisiologis yang sederhana dan mengadopsi pendekatan ini dari
Royal Collage of Physicians (National Health Service, Report, 2012).
B. Deteksi Dini untuk Infeksi 2019-nCoV
Diagnosis COVID-19 selama ini dilakukan dengan menggunakan real-
time reverse-transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan Rapid
test. Rapid test yang digunakan terdapat 2 jenis, rapid test yang mendeteksi
immunoglobulin M (IgM) dan immonoglobulin G (IgG).
Metode lain yang diperkenalkan untuk deteksi dini Covid-19 adalah
penggunaan early warning score (EWS) yang dikembangkan di Universitas
Zhejiang. EWS ini menggunakan beberapa parameter yang cukup sering
ditemukan pada penderita COVID-19, yaitu adanya tanda pneumonia pada CT
Scan, adanya riwayat kontak dengan pasien positif COVID-19, adanya
demam, suhu maksimum >37.8oC sejak gejala dimulai, jenis kelamin laki-laki,
usia >40 tahun, adanya beberapa gejala gangguan pernafasan dan rasio
neutrofil-limfosit.
Berdasarkan pedoman Komisi Kesehatan Nasional China, riwayat kontak
disebut positif jika seseorang dalam 14 hari terakhir memiliki riwayat
bepergian ke Wuhan, riwayat bertemu dengan orang yang sakit setelah

7
berkunjung ke Wuhan, riwayat kontak dengan pasien COVID-19 positif dan
riwayat bepergian ke daerah dengan kasus COVID-19 yang terkonfirmasi.
Penggunaan COVID-19 EWS memiliki training dataset 0,956 dan validate
dataset 0,966. COVID-19 EWS ini dapat sangat membantu karena umumnya
dapat digunakan dimana saja. Parameter pertama (pemeriksaan CT scan)
memang tidak tersedia di seluruh wilayah Indonesia, tetapi hal ini dapat
disiasati dengan menggunakan foto rontgen thorax yang lebih umum tersedia.
Pada 87% pasien dengan pneumonia, terdapat gambaran pneumonia pada foto
rontgen thorax dan CT scan thorax. Hanya 4% pasien dengan gambaran foto
rontgen thorax pneumonia dan tidak terdapat gambaran pneumonia pada CT
scan. Belum diketahui seberapa jauh hal ini mempengaruhi sensitivitas dan
spesifisitas pemeriksaan, tetapi ini dapat menjadi solusi yang menjanjikan.
Permasalahan lain dari sistem ini adalah bahwa COVID-19 EWS belum
dikonfirmasi untuk penggunaannya pada populasi di Indonesia. Namun,
mengingat adanya kesamaan ras sebagai ras mongoloid, maka COVID-19
EWS berpotensi besar memberikan manfaat yang serupa.
Pasien-pasien yang memiliki nilai COVID-19 EWS >10 merupakan
indikasi untuk dilakukannya pemeriksaan rRT-PCR guna konfirmasi
diagnosis. Mengingat keterbatasan fasilitas rRT-PCR untuk melakukan deteksi
dini di Indonesia, dapat digunakan COVID-19 EWS sebagai indikasi untuk
melakukan isolasi pasien, penelusuran kontak dan prioritas pemeriksaan rRT-
PCR.
Parameter menentukan penangan terhadap pasien dalam metode Early
Warning Sistem (EWS). Yakni tingkat kesadaran, respirasi atau pernafasan,
saturasi oksigen, oksigen tambahan, suhu, denyut nadi, dan tekanan darah atau
sistolik.Skor ke tujuh instrumen tersebut menentukan bentuk penanganan
selanjutnya.
Jika, nilai EWS nol (0) maka diajurkan monitoring TTV dan pantau
kondisi pasien minimal 1 kali. Kemudian, catat pada lembar observasi pasien
dan ikuti petunjuk respon klinis rendah atau hijau. Selanjutnya, Skor 1-4 atau
rendah (Hijau) dilakukan langkah-langkah seperti laporkan hasil EWS pada
dokter, verifikasi maksimal 1 jam, menentukan frekuensi monitoring perlu

8
ditambah atau eskalasi DPJP, lalu pantau setiap 4 jam dan catat. Jika,
kedepannya ditemukan skor di bawah 1 penangan ke klinis skor 0 tapi jika di
atas 4 lanjutkan ke regulasi tahap berikutnya.Kuning atau skor EWS 5-6
Medium, pertama laporkan hasil kepada dokter atau pihak terkait, lakukan
verifikasi 30 menit sebelum, pantau setiap 1 jam sampai kondisi membaik,
dan catat. Jika, kondisinya menunjukan skor di bawah 5 maka tangani ke
klinis skor rendah atau hijau tapi kalau menunjukan di atas 6 tingkatkan
observasi setiap 30 menit dan ikuti petunjuk skor tinggi atau merah.
Tingkatan tertinggi EWS di atas 7 (Merah) prosedur penanganan pasien,
yakni laporkan hasil ke dokter, lakukan verifikasi, pemeriksaan, dan
penanganan 15 menit sejak aktivasi EWS, laporkan ke DPJP, informasikan
kondisi pasien kepada keluarga. Jika, memburuk maka dengan ijin
DPJP  konsultasikan ke intensivist buat rekomendasi rawat intensif.

C. Manajemen Klinis COVID-19


1. Triase
Pasien dengan gejala ringan, tidak memerlukan rawat inap kecuali
ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat. Deteksi COVID-19
sesuai dengan kriteria diagnostik kasus COVID-19. Pertimbangkan
COVID-19 sebagai penyebab ISPA berat. Semua pasien yang pulang
ke rumah harus memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami
perburukan.
2. Tatalaksana Pasien di Rumah Sakit Rujukan
Terapi Suportif Dini dan Monitoring :
a. Berikan terapi suplementasi oksigen segera pada pasien ISPA
berat dan distress pernapasan, hipoksemia, atau syok.
b. Gunakan manajemen cairan konservatif pada pasien dengan
ISPA berat tanpa syok.
c. Pemberian antibiotik empirik berdasarkan kemungkinan etiologi. Pada
kasus sepsis (termasuk dalam pengawasan COVID-19) berikan
antibiotik empirik yang tepat secepatnya dalam waktu 1 jam

9
d. Jangan memberikan kortikosteroid sistemik secara rutin untuk
pengobatan pneumonia karena virus atau ARDS di luar uji klinis
kecuali terdapat alasan lain
e. Lakukan pemantauan ketat pasien dengan gejala klinis yang
mengalami perburukan seperti gagal napas, sepsis dan lakukan
intervensi perawatan suportif secepat mungkin
f. Pahami pasien yang memiliki komorbid untuk menyesuaikan
pengobatan dan penilaian prognosisnya.Tatalaksana pada pasien
hamil, dilakukan terapi suportif dan penyesuaian dengan fisiologi
kehamilan
3. Prinsip terapi oksigen:
• NRM
o 15 liter per menit.
• HFNC
o Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
o Batasi flow agar tidak melebihi 30 liter/menit.
o Lakukan pemberian
 NIV
o Jika dibutuhkan, tenaga kesehatan harus menggunakan respirator
(PAPR, N95).
o Lakukan pemberian NIV selama 1 jam, kemudian lakukan evaluasi.
Jika pasien mengalami perbaikan dan mencapai kriteria ventilasi aman
(volume tidal [VT]
D. EWS pada Masa Pandemi Covid-19

10
Ada modifikasi EWS dewasa pada masa pandemi Covid-19
1. Penambahan usia
2. Pengkategorian pasien yang berbeda

11
E. Kategorisasi Pasien Covid-19
1. Pasien Stabil
Pasien yang stabil, meskipun tidak cocok untuk intubation, mungkin masih
pulih. Mereka memiliki gejala yang tinggi beban, termasuk dispnea,
demam, kecemasan, dan belatiering. Mereka memiliki Skor Peringatan
Dini dan Penilaian Skor 3D-Ticino 2019-nCov direkam setiap shift
keperawatan. Oksimetri denyut lebih berguna daripada mendengarkan
dada, seperti beberapa pasien nondyspneic pasien masih hipoksia dan
mengurangi risiko kontamination. Dispnea bisa persisten atau intermiten
dan dikelola dengan morfin. Demam menyebabkan menggigil berlebihan,
yang menyebabkannya tidak nyaman. Menggigil bisa diatasi dengan
morfin, dan dalam beberapa kasus, pethidine telah digunakan.
2. Pasien Tidak Stabil
Pasien dengan pernapasan kecepatan lebih dari 25 per menit dan saturasi
<88% (terlepas dari terapi oksigen tambahan) dikategorikan dalam
kategori tidak stabil. Seorang pasien mungkin hadir sebagai tidak stabil
atau memburuk dan menjadi tidak stabil. Kerusakan bisa cepat. Pasien
berdarah dikategorikan dengan peningkatan di Awal Peringatan Skor lebih
dari 7 dan penurunan saturasi tingkat di bawah 88% terlepas dari
tambahan oxygen. Pasien-pasien ini tidak akan sembuh dan perlu
penanganan gejalanya. Beberapa hidrasi diberikan untuk menjaga pasien
tetap nyaman dan juga mulut peduli. Keluarga perlu diberitahu tentang
perubahan tersebut dalam situasi tertentu, dan dimungkinkan untuk
mengatur kunjungan. Kunjungan dibuat pendek (sekitar 15 menit) untuk
dikurangi risiko infeksi.
3. Pasien di Akhir Kehidupan
Pasien-pasien ini memiliki tingkat saturasi yang sangat rendah dan sedang
sekarat. Jika pasien tidak dapat berkomunikasi setiap menggeser
kegelisahan mereka, menggigil (hipertermia), distress, takikardia, dan
takipnea dinilai (ABDT dari Italian Agitazione, Brividi [Hipertermia],
Distress, dan Tachicardia e Tachipnea). Delirium adalah bermasalah,
terutama dalam kombinasi dengan demensia karena meningkatkan risiko

12
kontaminasi. Pasien membutuhkan sedasi tetapi karena keterbatasan
ketersediaan midazolam, larutan kreatif menggunakan diazepam,
klorpromazine, dan levopromazine digunakan.

F. Kriteria Orang Berisiko Tinggi untuk Penyakit Parah dengan Covid-19


1. Orang berusia 65 tahun ke atas
2. Orang yang tinggal di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka Panjang
3. Kondisi berisiko tinggi lainnya dapat mencakup:
a. Orang dengan disfungsi organ akhir yang mendasari
1) Penyakit paru-paru kronis (mucoviscidosis, penyakit paru
obstruktif kronik, asma sedang sampai berat atau penyakit paru-
paru lainnya yang dapat memburuk dengan infeksi virus)
2) Kondisi jantung serius (klasifikasi New York Heart Association
NYHA 3-4, penyakit katup jantung, riwayat operasi jantung atau
penyakit arteri koroner)
3) Insufisiensi ginjal yang parah (membutuhkan hemodialisis)
4) Penyakit hati yang parah (sirosis hati ≥ Tahap 4)
5) Diabetes mellitus (ketergantungan insulin yang tidak terkontrol
atau dengan komplikasi seperti mikro-dan makro-angiopati)
6) Obesitas berat (indeks massa tubuh [BMI]> 40)
7) Kanker metastasis
b. Orang yang immunocompromised
1) Diinduksi obat (penggunaan steroid kronis atau agen lain yang
menekan kekebalan)
2) Pasien transplantasi organ dalam keadaan imunosupresi
3) Keganasan hematologis
4) Terapi kanker (kemoterapi dll.)
5) Infeksi HIV yang tidak terkontrol dengan CD4 <200 / mm
c. Orang yang sedang hamil

G. Skor Peringatan Dini untuk Memprediksi Penerimaan ICU pada Pasien


Positif Covid-19
Pengenalan dini terhadap pasien yang membutuhkan masuk ICU
merupakan langkah penting dalam pengelolaan pasien COVID-19. Peringatan

13
dini skor telah dikembangkan sebagai skor komposit untuk mengukur
kemunduran pasien. Sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2
(SARSCoV-2) yang menyebabkan penyakit coronavirus 2019 (COVID-19)
muncul berbagai tantangan pada sistem perawatan kesehatan.
Variabel fisiologis dianalisis selama 12 sampai 36 jam sebelum masuk
ICU (kelompok ICU) atau sebelum variabel pernapasan paling abnormal
(yaitu FiO2 atau laju pernapasan) (kelompok non-ICU) didefinisikan sebagai
t0. EWS dihitung pada interval 12 jam sebelum t0. Durasi rata-rata gejala
sebelum t 0 adalah 7,8 hari di kelompok ICU dan 7,6 hari di kelompok non-
ICU. Faktor risiko terkait dengan Covid-19 parah hadir di 80,8% pasien
pasien (kelompok ICU: 77,7% dan kelompok non-ICU: 82,3%. Pada t 0 atau
t -12 jam, EWS lebih besar dari 7 perkiraan masuk ICU dengan sensitivitas
dan spesifisitas 87% dan 93% dan 94% dan 78%, ulang secara spektakuler
(AUROC 0,98 dan 0,88, masing-masing).
EWS dapat membantu dokter mengidentifikasi sebelumnya pasien
COVID-19 yang akan memerlukan perawatan di ICU. Rendah jumlah pasien
yang dipertimbangkan dan pengaturan retrospektif dan pusat tunggal
membatasi penelitian ini. Namun, pada saat lonjakan pasien, ini alat sederhana
mungkin berguna untuk triase awal di unit gawat darurat dan pemantauan
pasien selanjutnya setelah masuk ke bangsal rumah sakit

14
H. Tatanan Ruang Covid-19
Sebagai ahli system tata udara, Kontraktor HVAC merasa perlu
berkontribusi untuk mendukung kebijakan Gubernur Sumut. Rumah sakit
memang seharusnya memiliki ruang isolasi untuk meminimalisir kasus
penularan infeksi.

15
Ruang isolasi dipergunakan untuk menahan penyebaran penyakit agar
tidak menjadi suatu kejadian luar biasa atau KLB. Oleh sebab itu, dibutuhkan
pengkondisian udara di rumah sakit. Implementasi PPI di ruangan:
a. Triase: masker medis untuk pasien suspek infeksius, adanya
ruang isolasi, praktek kebersihan tangan.
b. Pencegahan transmisi droplet:masker medis untuk petugas kesehatan,
ruang khusus untuk pasien dengan kemungkinan etiologi atau
diagnosis klinis yang sama, pelindung mata,hingga pembatasan aktivitas
bagi pasien untuk tidak keluar dari ruang.
c. Pencegahan kontak: kebersihan tangan, menggunakan APD lengkap dan
segera dilepas setelah selesai di luar ruangan, penggunaan alat sekali
pakai jika memungkinkan, hindari kontak dengan daerah yang
tidak secara langsung terkait pasien seperti gagangpintu, ventilasi
ruangan yang adekuat, dan hindari mobilisasi pasien oleh petugas.
d. Pencegahan airborne pada alat prosedur saluran napas (suction,
intubasi, bronkoskopi, RJP): gunakan ruangan tunggal bertekanan
negatif, penggunaan APD lengkap mulai dari masker N95, sarung
tangan, pakaian pelindung, kacamata pelindung.
Hal ini juga diatur oleh Permenkes dalam Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Rumah Sakit.
Ruang isolasi merupakan ruangan yang di desain khusus dan terpisah dari
pasien lain. Sebagaimana yang kita lihat, gambar di atas menunjukkan system
HVAC dengan pengaturan udara untuk ruangan bertekanan negative.
Terdapat anteroom yang dirancang untuk memberikan "air-lock" antara
pasien menular dan pasien tidak menular atau pasien umum dan tenaga medis
lain yang bertugas. Air lock berada di sebelah ruang pasien. Udara akan
mengalir dari ruang anteroom ke ruang isolasi. Kontrol tekanan dipertahankan
oleh modulasi pasokan utama dan exhaust fan berdasarkan sinyal dari transfer
tekanan yang terletak di dalam ruang isolasi.
Penting bagi pengelola rumah sakit untuk memerhatikan fasilitas
dan infrastruktur ruang isolasi untuk pengendalian penyebaran penyakit
ataupun infeksi.Ruang isolasi ini tentu beda dengan ruang rawat inap biasa.

16
Hal yang paling membedakannya adalah tekanan udara dalam ruang isolasi.
Ruang isolasi harus bertekanan udara negative. Yang artinya, udara dalam
ruang isolasi lebih rendah dibanding udara luar. Alat pengukur tekanan udara
ini dinamakan magnehelic, yang nantinya bisa dilihat seberapa besar tekanan
yang diberikan sesuai dengan diagnose dokter yang bertugas atau
berjaga.Selain magnehelic, komponen lain yang harus ada dalam ruang isolasi
adalah HEPA filter, Exhaust Fan dan juga UV Light.
1. HEPA filter
HEPA filter diperlukan di ruang isolasi untuk pemurnian udara.
Tujuannya agar virus, bakteri, dan partikel buruk di udara lainnya tidak
cepat menyebar dan berkembang biak. HEPA, adalah akronim dari High
Effeciency Particulate Air, yang berarti, HEPA filter adalah filter udara
dengan particulate efisiensi yang tinggi.Filter jenis ini baik untuk
digunakan sebagai pembersih atau implementasi ruang-ruang dengan
pengkondisian udara khusus.
Selain HEPA, ada 2 jenis filter lainnya yaitu Pre dan Medium Filter.
Namun untuk bisa mendapat klaim HEPA, filter tersebut harus diuji
melalui Institut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Lingkungan.Hasil dari
pengujian tersebut adalah yang menyatakan bahwa HEPA filter mampu
menangkap 99.97% partikel terkecil 0.3 mikron atau yang lebih besar
HEPA filter menangkap kontaminan udara dalam jaring serat yang
kompleks. Metode tangkapnya juge berbeda, bergantung pada ukuran
partikel. Cara yang dimaksud adalah impaksi, inersia, difusi, intersepsi
atau pengayaan. Kontaminan yang lebih besar terperangkap melalui
inersia dan pengayaan. Partikel-partikel tersebut bertabrakan dengan
serat dan menjadi terperangkap saat mecoba melakukan perjalanan
melalui serat.
Partikel yang berukuran sedang ditangkap oleh serat melalui intersepsi
saat mereka bergerak melewati filter. Sedangkan partikel yang lebih kecil
dihamburkan saat mereka melakukan perjalanan melalui filter hingga
akhirnya bertabrakan dengan serat dan terperangkap
2. Exhaust Fan

17
Adapun untuk menjaga tekanan agar berada di titik negative, dibutuhkan
exhaust fan. Exhaust fan merupakan jenis kipas angin yang tidak hanya
menciptakan udara, tapi juga memiliki fungsi membantu sirkulasi udara
dalam ruangan agar tetap bersih dan segar.
Dalam ruang isolasi, Exhaust fan berada pada suatu titik dalam sistem
saluran yang akan memastikan saluran berada di bawah tekanan negatif
selama pengkondisiannya di dalam ruangan.
Exhaust fan bekerja dengan cara menyedot atau menghisap udara. Alat
ini berbeda dengan jenis kipas angin biasa yang hanya menciptakan
angin saja. Setelah menyedot atau menghisap udara di dalam ruangan alat
ini akan mengalirkan udara kotor tersebut dan membuangnya ke luar
ruangan.
Penyedotan dan pembuangan udara kotor akan membuat kualitas udara di
dalam ruangan menjadi lebih baik. Hal ini karena volume udara kotor di
dalam ruangan menjadi berkurang.
Kemudian udara bersih dari luar ruangan akan masuk ke dalam ruangan
melalui lubang ventilasi dan menggantikan udara kotor yang telah
terhisap. Proses ini terjadi berulang kali selama exhaust fan tepasang
dengan baik.
Selama proses penghisapan, pemurnian, dan pembuangan udara,
pembuangan udara kotor tidak boleh menbahayakan orang-orang atau
staf di luar ruangan.
Oleh karenanya, dibutuhkan teknik kontrol tambahan untuk
membersihkan udara yang diindikasikan dari penilaian risiko dari ruang
isolasi. Teknik control itu dinamakan Ultraviolet Germicidal Irradiation
(UVGI) yang diletak di saluran exhaut udara dari sistem HVAC yang
juga terpasang Filter HEPA untuk filtrasi udara.
3. UV Light
UVGI, adalah akronim dari Ultraviolet Germicidal Irradiation yang
merupakan metode desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet gelombang
pendek. Metode ini digunakan untuk membunuh atau menonaktifkan
mikroorganisme dengan enghancurkan asam nukleat dan mengganggu

18
DNA mereka. UVGI digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti
pemurnian makanan, udara, dan air.
Keseluruhan equipment ini merupakan satu kesatuan dari kebutuhan
ruang isolasi. Seperti yang sudah dikatakan, memang seharusnya ruang
isolasi yang baik ada di setiap rumah sakit untuk pencegahan penularan
berbagai penyakit dan infeksi.
Terlebih, penyebaran virus corona yang kini menjadi pandemi global.
Berbagai penanganan untuk pencegahan memang diperlukan agar
penyebarannya bisa dihentikan. Salah satunya penanganan preventif yang
diusulkan oleh gubernur Sumut, Edy Rahmayadi.Kontraktor HVAC
mendukung kebijakan ini. Jika ada rekanan atau
pengelola rumah sakit yang merencanakan instalasi ruangan isolasi, bisa
terlebih dahulu berdiskusi dengan tim kami. Kontraktor HVAC siap
membantu untuk menyediakan equipments dan instalalasi ruang isolasi.
4. Disinfectant Chamber
Untuk menekan jumlah masyarakat yang terinfeksi COVID-19, kita bisa
menggunakan Disinfectant Chamber.
Disinfectant Chamber ini berbentuk seperti lorong yang di dalamnya
telah dipasang alat untuk mengeluarkan cairan disinfectant yang
berfungsi untuk sterilisasi orang yang melewatinya.
Disinfectant Chamber berguna untuk diletakkan di ruang publik atau
sarana umum seperti di depan pintu perkantoran, pintu rumah sakit, dan
lain-lain. Bila seseorang ingin masuk ke rumah sakit (misalnya) harus
melewati Disinfectant Chamber terlebih dahulu, agar kesterilan di
dalam rumah sakit tetap terjaga

19
I. God Spot Dan Tatanan New Normal
Virus Corona telah mampu membuat manusia di muka bumi tidak berdaya
menghadapinya. Semua manusia dibuat repot, sendi-sendi kehidupan menjadi
lumpuh, ekonomi menjadi morat-marit, pengangguran dan PHK meningkat,
Kondisi
inilah menunjukkan bahwa sebenarnya manusia adalah makhluk yang lemah
di hadapan Allah. Untuk menghadapi makhluk Allah sekecil inipun, manusia
sudah tidak mampu.
Dalam bentuknya yang paling padat, menurut Saren Kiermegaard (1813-
1815) seperti dikuti oleh DW38 bahwa agama bisa didefinisikan sebagai
sebuah interupsi. Kemudian Metz yang merupakan salah seorang pendiri alira
Teologi Politik mengasosiasika interupsi spiritual dengan janji kemenangan
bagi mereka yang yang menderita dan menggunakannya sebagai peringatan
terhadap fenomena pemborjuisan agama.
Kini corona sudah menginterupsi semua sendi kehidupan manusia
termasuk sendi dalam beragama. Umat Kristen di dunia menghayati pekan
suci Paskah, umat Yahudi menghayati Pesakh, umat Hindu merayakan festival
Holi dan umat Islam berpuasa di bulan Ramadhan dan Idul Fitri dalam
suasana pandemi.agama memiliki peran signifikan sebagai penguat bagi
manusia dalam menjalani berbagai tantangan kehidupan yang tidak biasa. Hal
senada dikemukan oleh Concrad Philip Kottak, bahwa keyakinan akan sesuatu
yang lebih kuat dan tidak terlihat, kekuatan supernatural dapat mengatasi
kecemasan.
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits qudsi: Dari Busri bin Jahhasy
Al Qurasyi bahwa pada suatu hari Rasulullah was meludah di telapak
tangannya lalu beliau meletakkan jarinya di atas telapak tangannya kemudian
beliau bersabda: "Allah telah berfirman: 'Wahai anak Adam, bagaimana kamu
menganggap-Ku lemah, sedangkan Aku telah menciptakanmu dari keadaan
seperti ini, lalu ketika Aku telah menjadikanmu berwujud dan kuat engkau
berjalan dengan pongahnya sambil mengenakan jubah kebanggaannya. Kamu
mengumpulkan harta dan menghalangi orang lain darinya hingga bila
nyawamu telah sampai di dada, engkau berkata: 'aku hendak bersedekah lalu

20
kapan waktu untuk bersedekah itu? "40 Hadits qudsi ini menjelaskan bahwa
manusia pada awalnya tidak lebih hanya seperti air ludah yang tidak memiliki
arti dihadapan Allah.
Kemudian dibentuk menjadi wujud manusia, lalu setelah ia kuat menjadi
angkuh. Jelasnya, virus corona dan ibadah puasa telah mengajarkan manusia
hal yang sama yaitu melemahkan keangkuhan dan kesombongan manusia di
hadapan Allah. Sindiran yang lainnya disampaikan dalam hadits qudsi riwayat
Imam Turmudzi dari Abu Dzar: Dari Abu Dzar berkata: Rasulullah saw
bersabda: "Allah berfirman: Hai hamba-hambaKu, kalian semua tersesat
kecuali yang aku beri petunjuk, mintalah petunjuk pada-Ku niscaya Aku akan
menuntunmu, kalian semua fakir kecuali yang Aku cukupi, mintalah padaku
niscaya Aku memberimu rizki, kalian semua pelaku dosa kecuali yang Aku
ampuni, barangsiapa di antara kalian yang mengetahui bahwa Aku memiliki
kemampuan untuk mengampuni, mintalah ampunan padaKu, niscaya Aku
ampuni dan Aku tidak perduli.41 Hadits qudsi ini pun menjelaskan bahwa
tanpa campur tangan Allah manusia tidak berarti apa-apa dan akan tersesat
kecuali yang telah diberi-Nya petunjuk.
Di dalam kehidupan ini kelihatannya, banyak manusia yang beragama
akan tetapi sebenarnya masih belum bertuhan. Manusia masih menjadikan
Iblis dan setan sebagai majikannya, sehingga lebih mengutamakan dunianya
dengan melalaikan akhiratnya. Idul Fitri adalah kembali kepada kefitrahan,
sebagaimana waktu dilahirkan ke dunia dengan menghambakan diri kepada
Allah dan mengorbankan hawa nafsu serta menghancurkan sifat Iblis dan
setan.
Idul Fitri adalah menundukkan keinginan diri untuk taat kepada Allah dan
kembali pada garis orbit semula yaitu kepasrahan secara totalitas kepada Sang
Pencipta. Tatkala manusia sudah menemukan siapa dirinya yang
sesungguhnya bertemulah ia dengan apa yang dinginkan oleh Allah swt, lalu
terwujudlah ( ‫ ) ون ف ن‬. Idul Fitri adalah menghambakan diri semata-mata
karena Allah. Dalam QS ar-Rum : 30 Allah berfirman : Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah

21
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.43 (QS ar-Rum : 30)Ayat ini menjelaskan bahwa Idul Fitri itu
adalah tetap istiq
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam menuju tatanan new
normalperlu mensinergikan kekuatan agama dan sains. Karena agama bertugas
menemukan makna dan sains bertugas menemukan fakta. Kepatuhan dan
ketaatan kepada Allah, keihklasan, kesabaran dan ketabahan menghadapi
pandemi covid-19 bersinergi dengan kesadaran kolektif berbasis keluarga
untuk tetap sehat, yaitu dengan mencuci tangan dengan air dan sabun yang
mengalir, memakai masker ketika ke luar rumah, menjaga jarak dan menjaga
pola makan dan berolahraga untuk menjaga imun supaya tetap sehat. Susana
kecemasan, karena ketakutan pada virus corona perlahan mulai hilang seiring
dengan doa yang senantiasa dipanjatkan kepada Sang Penguasa Tunggal.
Sehingga suasana batin yang tenang ini dalam ilmu kesehatan justru dapat
meningkatkan imunitas tubuh.

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa EWS membantu
mendeteksi penurunan kondisi klinis pasien, EWS dalam masa pandemi
COVID-19 ada beberapa modifikasi terutana dibagian skor dan
pengkategorian pasien, dan menunjukkan tanda-tanda awal pemburukan.
Diagnosis COVID-19 selama ini dilakukan dengan menggunakan real-time
reverse-transcriptase polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan Rapid test.
Rapid test yang digunakan terdapat 2 jenis, rapid test yang mendeteksi
immunoglobulin M (IgM) dan immonoglobulin G (IgG).
Kategori pasien COVID-19 adalah pasien stabil, pasien tidak stabil, dan
pasien di akhir kehidupan. Implementasi PPI di ruangan adalah triase,
pencegahan transmisi, pencegahan kontak, dan pencegahan airbone.
B. Saran
Demikian pokok bahasan yang kami paparkan. Harapan kami makalah in I
dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan
dan referensi, penulis menyadari makalah ini kurang dari kata sempurna.

23
DAFTAR PUSTAKA

Donders, F., Lonnee-Hoffman, R., Tslakalos, A, Mendling. W., Martinez de


Ollveira, J., Judlin, P., &COVID, I. (2020). ISIDOG Recommendations
Concerning COVID-19 and Pregnancy.

Liao, X., Wang, B., & Kang, Y. (2020). Novel Coronavirus Infection during the
2019-2020 epidemic preparing care units-the experience in sichuan Province,
China.

Physicians (National Health Service, Report, 2012).

Song C-Y, Xu J, He J-Q, Lu Y-Q. COVID-19 early warning score: a multi-


parameter screening tool to identify highly suspected patients. medRxiv. 2020;1–
22.

Upchurch CP, Grijalva CG, Wunderink RG, Williams DJ, Waterer GW, Anderson
EJ, et al. Community-Acquired Pneumonia Visualized on CT Scans but Not Chest
Radiographs. Chest. 2018;153(3):601–10.

Prof. Dr. dr. Syafri K. Arif Sp.An KIC, KAKV., dr. Faisal Muchtar Sp.An KIC.,
dr. Navy Lolong Wulung Sp.An KIC., Dr. dr. Hisbullah Sp.An KIC, KAKV.,dr.
Pratista Herdarjana Sp.An KIC., dr. Haizah Nurdin Sp.An KIC. (2020). Buku
Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. Makassar: Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia(PERDATI).

Sylvain Meylan. 2020. An Early Warning Score to Predict ICU Admission in


Covid-19 Positive Patients. Journal of Infection.

Tanja Fusi-Schmidhauser, PhD, MD, Nancy J. Preston, PhD, BSc, RGN, Nikola
Keller, RN, and Claudia Gamondi, MSc, MD. 2020. Conservative Management of
COVID-19 Patientsd Emergency Palliative Care in Action. Journal of Pain and
Symptom Management. 60(1): 28-29.

CW Morfi - Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia, 2020,Kajian terkini Coronavirus


disease 2019 (COVID-19),

24
LAMPIRAN

https://covid19.idionline.org/wp-content/uploads/2020/04/14.-Buku-PERDATIN.pdf

https://bit.ly/ewscovid19

https://bulelengkab.go.id/assets/instansikab/101/bankdata/ewss-dalam-deteksi-
kegawatan-covid-19-49.pdf

https://medan.tribunnews.com/2020/03/23/cara-tepat-instalasi-ruang-isolasi-rumah-
sakit-penanganan-pasien-virus-corona

http://jikesi.fk.unand.ac.id/index.php/jikesi/article/view/13

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/6147

25

Anda mungkin juga menyukai