Anda di halaman 1dari 4

TEK EDITORIAL INDONESIA DAMAI

XII MIPA 1

Ajeng Gita (05)


Samikhah Ainy (25)

ADA yang terkikis dari kearifan lokal yang diwariskan dari para leluhur bangsa Indonesia. Semangat
gotong royong luntur dan semakin tergantikan oleh sifat individualistis. Tenggang rasa dan toleransi
yang tumbuh kuat ditopang akar kemajemukan bangsa kini menipis. Dengan cepat tergeser sikap mu-
dah curiga maupun mudah mencela.

Sepertinya begitu sulit bagi sebagian kita untuk tidak melontarkan kata hinaan ataupun tudingan
tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Tidak mengherankan bila konflik demi konflik berbasis suku,
agama, ras, dan antargolongan tiada hentinya bermunculan. Label-label negatif dan stereotip
disematkan untuk menjustifikasi serangan.

Kita merasa sedih saat ada saudara yang melontarkan ucapan dan tindakan rasialis terhadap saudara
lainnya yang sebangsa. Lebih memprihatinkan lagi ketika dengan mudahnya pihak-pihak yang
menginginkan kekacauan di negeri ini ikut menunggangi. Isu pengusiran mahasiswa asal Papua dari
Malang dan Surabaya membesar dan makin liar.

Hasilnya seperti yang terjadi kemarin, saudara-saudara di Papua dan Papua Barat terpancing emosi
mereka. Sejumlah insiden kerusuhan terjadi. Lagi-lagi peristiwa itu membuktikan isu SARA telah
menjadi basis yang paling mudah dipakai untuk memprovokasi dan mengadu domba.

Beruntung masih tersisa sedikit warisan kearifan luhur yang melekat. Para pemimpin berupaya
menenangkan situasi dengan cara-cara damai. Presiden Joko Widodo menjamin pemerintah akan
terus menjaga kehormatan rakyat Tanah Papua.

Imbauan demi imbauan disampaikan berbagai kalangan agar semua pihak menahan diri dan
menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Wali
Kota Malang Sutiaji dengan kerendahan hati meminta maaf kepada saudara-saudara asal Papua dan
Papua Barat yang merasa ditekan tindakan rasialis.

Sikap yang benar-benar terpuji. Patut pula warga mengikuti dengan lebih mawas diri dan
mengedepankan tenggang rasa. Saudara-saudara di Tanah Papua pun merespons dengan meredakan
emosi diri.

Tentu lebih jauh kita berharap mereka bisa mengesampingkan ego dan mengutamakan suasana damai
dan persatuan bangsa hingga bersedia memaafkan.
Memaafkan itu sangat sulit, bahkan mungkin mustahil, bagi orang-orang yang tidak mampu
mengendalikan amarah dan selalu diliputi kebencian. Akan tetapi, kepala yang dingin dan hati yang
terpaut pada perdamaian akan mudah memberi maaf.

Sikap tenggang rasa seyogianya perlu kembali dipupuk. Semangat toleransi dan saling menghormati
hak sesama warga negara merupakan bagian dari kualitas sumber daya manusia yang unggul. Rasa
persaudaraan yang tinggi tanpa memandang latar belakang SARA akan melandasi kolaborasi
harmonis mewujudkan Indonesia maju.

Bukan sekadar menjadi negara maju, melainkan juga dengan kesejahteraan yang merata bagi seluruh
rakyat. Itu semua harus dimulai dengan menyingkirkan diskriminasi dan sikap penuh prasangka,
maupun kebiasaan memandang rendah segolongan saudara yang lainnya. Yang lebih penting lagi
menjaga perdamaian sebab pembangunan hanya bisa berjalan dalam suasana damai.

Ingat, kita semua bersaudara. Papua yang damai ialah untuk Indonesia damai.

FAKTA

1. Hasilnya seperti yang terjadi kemarin, saudara-saudara di Papua dan Papua Barat terpancing
emosi mereka. Sejumlah insiden kerusuhan terjadi.

SUDUT PANDANG PENULIS

1. Sikap tenggang rasa seyogianya perlu kembali dipupuk. Semangat toleransi dan saling
menghormati hak sesama warga negara merupakan bagian dari kualitas sumber daya
manusia yang unggul (Saran)

STRUKTUR

1. Pengenalan Isu

ADA yang terkikis dari kearifan lokal yang diwariskan dari para leluhur bangsa Indonesia.
Semangat gotong royong luntur dan semakin tergantikan oleh sifat individualistis. Tenggang
rasa dan toleransi yang tumbuh kuat ditopang akar kemajemukan bangsa kini menipis.
Dengan cepat tergeser sikap mudah curiga maupun mudah mencela.

Sepertinya begitu sulit bagi sebagian kita untuk tidak melontarkan kata hinaan ataupun
tudingan tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Tidak mengherankan bila konflik demi konflik
berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan tiada hentinya bermunculan. Label-label negatif
dan stereotip disematkan untuk menjustifikasi serangan.

Kita merasa sedih saat ada saudara yang melontarkan ucapan dan tindakan rasialis terhadap
saudara lainnya yang sebangsa. Lebih memprihatinkan lagi ketika dengan mudahnya pihak-
pihak yang menginginkan kekacauan di negeri ini ikut menunggangi. Isu pengusiran
mahasiswa asal Papua dari Malang dan Surabaya membesar dan makin liar.

2. Argumen
Hasilnya seperti yang terjadi kemarin, saudara-saudara di Papua dan Papua Barat terpancing
emosi mereka. Sejumlah insiden kerusuhan terjadi. Lagi-lagi peristiwa itu membuktikan isu
SARA telah menjadi basis yang paling mudah dipakai untuk memprovokasi dan mengadu
domba.

Beruntung masih tersisa sedikit warisan kearifan luhur yang melekat. Para pemimpin
berupaya menenangkan situasi dengan cara-cara damai. Presiden Joko Widodo menjamin
pemerintah akan terus menjaga kehormatan rakyat Tanah Papua.

Imbauan demi imbauan disampaikan berbagai kalangan agar semua pihak menahan diri dan
menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan
Wali Kota Malang Sutiaji dengan kerendahan hati meminta maaf kepada saudara-saudara
asal Papua dan Papua Barat yang merasa ditekan tindakan rasialis.

Sikap yang benar-benar terpuji. Patut pula warga mengikuti dengan lebih mawas diri dan
mengedepankan tenggang rasa. Saudara-saudara di Tanah Papua pun merespons dengan
meredakan emosi diri.

Tentu lebih jauh kita berharap mereka bisa mengesampingkan ego dan mengutamakan
suasana damai dan persatuan bangsa hingga bersedia memaafkan.
Memaafkan itu sangat sulit, bahkan mungkin mustahil, bagi orang-orang yang tidak mampu
mengendalikan amarah dan selalu diliputi kebencian. Akan tetapi, kepala yang dingin dan
hati yang terpaut pada perdamaian akan mudah memberi maaf.

3. Penegasan Ulang

Sikap tenggang rasa seyogianya perlu kembali dipupuk. Semangat toleransi dan saling
menghormati hak sesama warga negara merupakan bagian dari kualitas sumber daya manusia
yang unggul. Rasa persaudaraan yang tinggi tanpa memandang latar belakang SARA akan
melandasi kolaborasi harmonis mewujudkan Indonesia maju.

Bukan sekadar menjadi negara maju, melainkan juga dengan kesejahteraan yang merata bagi
seluruh rakyat. Itu semua harus dimulai dengan menyingkirkan diskriminasi dan sikap penuh
prasangka, maupun kebiasaan memandang rendah segolongan saudara yang lainnya. Yang
lebih penting lagi menjaga perdamaian sebab pembangunan hanya bisa berjalan dalam
suasana damai.

Ingat, kita semua bersaudara. Papua yang damai ialah untuk Indonesia damai.

KEBAHASAAN

1. Kalimat Retoris
 Kita merasa sedih saat ada saudara yang melontarkan ucapan dan tindakan
rasialis terhadap saudara lainnya yang sebangsa

2. Konjungsi Pertentangan

 Akan tetapi, kepala yang dingin dan hati yang terpaut pada perdamaian akan
mudah memberi maaf.
 Bukan sekadar menjadi negara maju, melainkan juga dengan kesejahteraan yang
merata bagi seluruh rakyat.

3. Kata Populer

 Menjustifikasi

4. Kita

 Sepertinya begitu sulit bagi sebagian kita untuk tidak melontarkan kata hinaan
ataupun tudingan tanpa klarifikasi terlebih dahulu.
 Kita merasa sedih saat ada saudara yang melontarkan ucapan dan tindakan
rasialis terhadap saudara lainnya yang sebangsa.
 Tentu lebih jauh kita berharap mereka bisa mengesampingkan ego dan
mengutamakan suasana damai dan persatuan bangsa hingga bersedia memaafkan.
 Ingat, kita semua bersaudara. Papua yang damai ialah untuk Indonesia damai.

Anda mungkin juga menyukai