Anda di halaman 1dari 9

Aku Bukan Khadijah “Jujur, Umma belum siap berpisah dengan

Dan Kamu Bukan Muhammad kamu, nak. Baba..Babapun sama nak,


Karya : Muhammad Ivan Riyandhika Saad terlihat saja ia bahagia hari ini tapi
semalam Umma melihat Baba sedih

Kala itu, hujan adalah saksi di saat sambil memegang foto kecil kamu.”

majelis agung yang dipetemukan pada “Umma… Salma tidak akan berpergi dari
suguhan suci berbalut indahnya Ar- hati kalian, atau bahkan lupa sama orang
Rahman. Berpadu kasih yang sejatinya tua Salma. Umma sama Baba punya
tidak pernah aku rasakan sebelumnya tempat khusus di hati Salma. Walaupun
menjadi akhir dari rasa pertemanan, yang nanti Salma sudah memiliki suami, tetap
lebih tepatnya ta,arufan. Keputusan yang Salma akan ingat kalian.” dengan rasa
belia, yang mungkin orang mengatakan haru.
masih anak bawang sudah nekat menikah,
Waktu terasa memanggilku saat
aku patahkan stigma itu dengan sia-sia.
itu, hiruk pikuk ruangan serbaguna
Yah..aku masih belia, masih 19 Tahun
dipenuhi rasa hangat nan mesranya
sudah ingin menjadi dewasa. Bukan dalam
suasana menghalauku untuk ingin melihat
hal lain, melainkan menuju indahya ibadah
keadaan disana.
jika disempurnakan dengan mahramnya.
“Bismillahirahmanirohim” selalu
Keputusan berat memang, keluarga seakan
kucapakan itu dalam hati dan mulutku,
melotot akan pengkuan pria yang
seakan kata itu menjadi senjata
beraninya mengambilku di pangkuan Baba
berkekuatan power yang mampu
dan Ummaku. Umma yang mengerti akan
menenangkan tegangnya hatiku saat itu.
isi hatiku selalu bertanya kesiapanku untuk
Nyatanya tetap saja rasa ini menghantuiku,
menuju lingkarn baru itu. Terlihat jelas
bohongnya didepan Umma tadi, ku
beratnya ia melepaskan aku untuk menuju
sanggupkan untuk meredahkan namun aku
pelaminan.
sendiri sekarang mengerti rasa ini. Yalin
“Salma..nak kamu siap dengan ini sekali, semua orang pasti akan merasakan
semua?” apa yang aku rasakan saat ini. Bahagia

“Ummaku sayang Insya Allah Salma siap, campur haru dan ditambah lagi hati

kok.” sambil memengang kedua tangan menggigil tak percaya semua ini terjadi

Umma dalam hiduku. Asiknya aku menatap riasan


wajahku, sampai aku tidak mendengar
panggilan Umma dan Kakak sepupuku.
“Salma, Salma…Heyy apa yang kamu suamiku.
pikiran” Kak Aisyah menepuk badanku **
“Eeee.. gak ada kok Kak Aisyah” aku Yah aku dipinang oleh seorang
melihat sekeliling dengan bingung lelaki yang bernama Azzam Ahmad
ditambah senyum kecil dibibirku. Alusyah. Seorang pengusaha muda,
“Ciee ada yang gugup nih kayaknyaa.. berumur 22 tahun. Ia terkenal dikarnakan
Ummaa” sambil bermain pundak dengan diusha muda telah sukses dalam usaha
Umma, dan Umma membalas dengan tawa property yang ia gandangkan, yang
kecil. membuat ia menjadi salah satu
interprenuer muda yang diperhitungkan.
“Apaan sih kak.. gk kok, aku gk gugup
tapii nervous aja..heheheh” Walapun begitu aku tetap saja tidak
tertarik akan semua itu, harta menurutku
“Apa bedanya coba, dek. Kamu ini.” Kami
tidak menjadi atau acuhan kita untuk
ketawa bersama dengan riang,
bahagia. Namun kebersamaan dan rasa
Yahh hal itu yang mampu
cinta yang membuat kita bahagia. Terlebih
meredahkan rasa yang bercampur dalam
lagi sekarang ini aku menjadi seorang
hatiku saat itu. Tidak terasa waktupu telah
makmum dari seorang imam yang Insya
tiba pada waktunya. Aku mendengar suara
Allah membawaku kejalan-Nya. Namun
lantang pria yang mengucapkan hijab
aku masih saja belajar untuk bisa menjadi
kabul atas namaku. Ketika kata Sah..
yang terbaik didepannya.
diucapakan para tamu undangan secara
“Abang Azzam, mau makan apa ?”
bersamaan, aku tidak memaksa air mata ini
untuk memasahi keadaanku. Ya.. detik ini “Hmm.. apa yaa. Kayaknya opor ayam
aku melepas diriku dari Baba dan Umma, enak tuh” sambil senyum di depanku
sekarang ini aku berjalan mengikuti alur “hah? Opor ayam, oke deh. Adek buatkan
suamiku yang membawa kejalannya, dulu ya”
mendapatkan ridho dan kasihnya menjadi
Jujur saja, kemampuan masakku
penyempurna ibaadhku. Sekarang ini
belumlah hebat. Aku masih dalam tahap
lengkaplah semua namun langkah esok
belajar, untuk memasak masakan yang
mulailah aku belajar, belajar untuk hidup
bersantan, aku kerap kali gagal, yah
yang baru yang mana pagi aku melihat
keasinan kadang pula tidak ada rasa apa-
Baba dan Umma. Kini aku harus terbiasa
apa alias hambar. Namun aku tidak mau
melihat santunnya wajah
mengecewakan suamiku itu, aku harus bisa
didepan dia. Segeraku searching di “Abang mau paha, pluss tuh cabe
Youtube tutorial membuat opor ayam, keritingnya heheh..”
tentunya se-simple mungkin dan “Boleh, tenang adek siapin semunya ini
mengunakan bahan yang tidak perlu ribet. khusus buat Abang Azzam” sambil
Akhirnya aku mendapatkan resep opor senyum kapadanya.
ayam dengan bumbu instant. Segeralah
Aku sengaja tidak ikut makan berasama
aku rebus ayam yang tersedia di kulkas.
Abang Azzam, karena aku sendiri tidak
Sebaring menunggu ayam tersebut, aku
lapar sama sekali. Jadi aku, hanya
memotong bawang Bombay, paprika, dan
menunggu ia makan sambil melayani ia
cabai keriting untuk di tumis dengan
jikalau membutuhkan sesuatu. Tak bahagia
bumbu jadinya tersebut. Saat semuanya
melihat ia ketika memotong paha ayam
telah siap, dan masuk semua menjadi satu.
tersebut, namun..
Terlintas ganjal di benakku, seakan
masakan ini kurang enak. Aku takut “Gimana rasa, Abang?” bertanya dengan
dengan pengalamanku itu, hingga akhirnya penuh perhatian
aku memasukan garam kealam masakanku “(berhenti mengunyah) ini… ini enak kok,
tersebut sebanyak 3 sendok makan. dek.
Yahh… dengan percaya diri aku sajikan
“ohh enak yaa..” dengan senyum kecil
opor itu untuk suamiku.
Aku tau abang Azzam menyembunyikan
**
sesuai dari wajahnya, terlihat sangat jelas
Cahaya lampu meja makan dan dapat dipastikan ini semua gara-gara
meratapi fokus ke hidangan yang kubuat, masakanku. Ya… aku tau itu dan aku tidak
kain hijau nan segar menjadi taplak meja salah menduga.
itu, terlihat indah untuk dipandang. Yah
“Adek Sayag, Abang berangkat ya.. udh
bukan hanya opor saja, tapi gorengan
telat nihh”
tempe dan tahu yang kubeli di warung di
seberang rumah menjadi pelengkap lauk “ohh yaa, salim dulu abang.”

yang akan ku santap bersama Azzam. Aku Raut wajah yang tadinya bahagia,
tampak bahagia, ketika ia melihat kini berubah sangat drastis. Entahlah aku
masakanku yang menggugah selera. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri. Namun,
melayani ia sebagaimna tanggung jawab semua aku ceritakan pada Umma.
istri pada umumnya. Ummalah yang mengerti dan bisa mencari

“Mau yang mana?” solusi atas permasalahanku ini. Yah aku


tau ini baru dalam pernikahan, jadi itu, tidak membuat aku terlambat untuk
cukuplah wajar seperti ini rasanya. Tapi, pulang. itu pun hanya 1 yang dibahas yaitu
tetap saja aku memikirkannya, karena ini tutorial membuat Capcay. Dan mungkin,
bisa membuat aku tidak bisa apa-apa bisa kucoba dirumah sebagai santapan
terutama dalam hal pekerjaan rumah. malamku bersama Abang Azzam.

“Umma, aku sangat sedih sekali. Kenapa **


Abang Azzam tidak bilang kalau makan Senja mulai datang, awan biru ke
aku tidak enak?” dengan penuh pertanyaan oranyean tampak indah. Silluet pohon
“Nak, Azzam itu anak baik.. kenapa ia hijau menjadi gelap seakan lukisan yang
tidak memberitahukanmu… karena ia sering kulihat di gallery lukisan.
menjaga perasaanmu itu. Ia tahu, kamu Salma yang masih mengikuti kursus masak
sudah berusaha yang terbaik membuatkan tersebut, tidak mengetahui bahwa Azzam
ia makanan. Azzam hanya menghargai lebih dulu pulang dari biasanya. Ia
kerja kerasmu, Nak. Jadi kamu..kamu terkejut melihat rumah kosong tanapa
tidak boleh menyalahakannya karena ia siapapun
tidak memberitahukan rasa masakanmu,
“Assalammu’alaikum, dek Abang udah
Nak.”
pulang nihh. Dek.. syanggg. Kemana
Yaa.. Umma memang benar.. Abang sihh?”
Azzam orang yang baik..ia tidak rela
Disituasi lain…
mengelurkan masakanku yang kurang enak
itu. Ia lebih memilih menelannya. Tanpa “Alhamdulillah, bekal ilmu tadi semoga
menyakiti hatiku. Setelah mendengar bisa aku terapkan. Aku udah kepasar
penyelasan Umma, memotivasi diri ku membeli segala bahan-bahan yang
untuk ikut kursus masak yang ada di iklan diperlukan untuk membuat CapCay.
koran yang kubaca. Tanpa basa-basi, aku “Sekarang jam 4, masih ada sejam lagi aku
mendaftarkan diriku mengikuti kurus bisa membuatkan Abang Azzam
masak itu. Saat itu, ingin sekali aku makanan.” Dengan penuh raing gemberia
memberitahu Abang Azzam, namun, aku
Namun terkejutnya aku melihat mobil
takut mengganggu kerjanya. Akhirnya aku
Abang Azzam berada di teras rumah, yang
memutuskan untuk tidak memberitahukan
tidak biasanya ia pulang secepat ini.
Azzam, karena aku tau kursus itu hanya 4
jam lagi pula abang Azzam selalu pulang “Assalammu’alaikum..” tak terdengar

jam 5 sore. Jadi jika aku mengikuti kursus balas dari Abang Azzam.
“Kemana aja kamu..?” bertanya dengan “Gak,gak.. kelihatannya enak nihh”
tegasnya Aku tau kok apa yang dipikirannya abang
“Aku habis membeli bahan-bahan untuk Azzam. Ya… bisa dihitung jari aku masak
masak malam ini.” buat abang Azzam, jadi mungkin seperti
itulah jadinya. Kali tidak ada yang aneh
“Kenapa kamu, tidak memberi tahu ku?”
dari mukanya, sepertinya perjuanganku
“Aku pikir, abang sibuk. Jadi aku tidak
mengikuti kurus itu berhasil. Tidak sia-sia
ingin memberitahu abang.” Menjelaskan
bagiku mengorbankan waktu demi hal
“ Itu pikiranmu..kamu pikir aku nantinya yang bisa membuatku hebat memasak.
tidak akan memanggakat telpon darimu”
“Oh iya sayang.. besok aku lembur, jadi
“Lagi pula, abang tidak biasanya pulang pulangnya agak lama”
jam segini. Jadi yah, aku keluar
“Oh gitu…emang kira-kira pulang jam
sebentarkan gak apa-apa”
berapa.?”
Abang Azzam menantapku dengan serius
“Ya… jam 8 malam, soalnya rekan kerja
kemudian pergi meninggalkanku masuk ke
yang datang dari luar kota. Dan terus ada
kamar. Aku yang merasa bersalahpun,
kerjaan yang harus Abang selesaikan.
ingin sekali memberi penjelasan lebih
“Iya.. nanti salma bikini makanan yang
kepadanya. Namun ia menutup kamar
special lagi buat Abang. Oh ya..gimana
sebelum aku ingin juga masuk.
rasnya Capcay-nya.
Sambil mengiris pentolan, aku masih
“Astagfirullah abang lupa harus ada yang
kepikiran akan apa yang terjadi sore tadi,
dikrirm lewt e-mail” dengan wajah
tidak pernah aku melihat Abang Azzam
mengalihkan pembicaraan.
serius seperti itu. Yaa.. sudah 3 bulan
menikah. Baru kali ini aku melihatnya Aku masih termenung, yakin bahwa abang
seperti itu. Tapi ya sudahlah, segera ku Azzaam mengalihkan pembicaraannya
selesaikan resep yang baru ku dapatkan tadi, itu tandanya masih belum berhasil
dari kursus tadi. aku dalam hal ini.

“yahh.. ini diaa Capcay ala Salma udah **


siapp” Suasaana pagi nan indah mentari,
“Kamu yang buat ini?” menunjuk masakan sembunyi-sembunyi keluar dari ufuk sana,
itu. ditambah lagi kicauan berima burung
menambah asrinya bagai suasana
“iyaa.. ini buatan Salma. Kenapa?”
pedesaan. Aku sengaja bangun lebih awal pertanyaan yang guyonan sampe nasihat
karena hari ini, abang Azzam akan pergi serius yang Baba sampaikan kepadaku.
lebih awal. Ya.. sarapan roti dilapisi selai Setelah berbincang dengan orang tuaku.
coklat. Tidak lupa aku membawakan Selang beberapa menit, Nurmala temenku
abang Azzam bekal roti tersebut. memnelpon.

“Abang pergi dulu ya.. “Assalammu’alaikum Salma”


Assalammu’alaikum” “Wa’alaikumsalam, iyaa Nurmala. Gimana
“Hati-hati ya..Wa’alaikumsalam” nih?”

Ketika abang Azzam telah meninggalkan “Ini lohh, aku mau kasih tau kamu, ntar
rumah. Inilah jam terbangku, apalagi jika habis dzuhur ada kajian akhwat dari
bukan bersih-bersih rumah, ngepel, Ustadzah Fatima. Kamu mau ikut?”
mencuci dan masih banyak lagi. Menjadi
“Hahh.. maulah Nur..dimana? ohyaa aku
kegiatan yang sudah menjadi kebiasaanku siap-siap dulu. Oke dehh”
saat ini. Setelah semua terasa beres, semua
Aku sangat senang sekali bisa menghadiri
pekerjaan sudah dilaksanakan satu persatu.
Kajian Akhwat oleh Ustadzah Fatima.
Aku pun duduk sejenak melepas penat di
Penuh dengan inspirasi bagi anak-anak
meja makan. Teringat dalam pikiranku
muda yang mau berhijrah. Dialah yang
untuk menelpon Umma.
menjadi salah satu faktor aku mantap
“Assalammu’alaikum Umma, gimana untuk menikah muda.
kabarnya”
Hari pun semakin larut, jam
“Alhamdulillah sehat, nak. Kamu ditangan menandakan waktu pukul 16:00,
gimana?” yah masih lama Azzam pulang kerumah.
“Salma juga, alhamdulillah sehat. Baba Terlintas dipikiranku untuk berbelanja
dimana.” bahan membuat Sop Ayam untuk malam
ini.
“Baba disini nak, kamu sehat-sehat ya.
Gimana Azzam, mana dia” Namun lain hal dengan Azzam, entah
kenapa semua pekerjaannya telah selesai.
“Azzam kerja Baba, dia lembur. Jadi
Meeting pun dibatalkan dikarenakan lain
pulangnya malem gitu.”
sebab. Ia mengirimkan pesan Whatssap
Banyak sekali perbincangan yang aku
kepada Salma
biacaran sama Baba dan Umma. Sedih dan
kangen menjadi satu tidak karuan. Dari
“Assalammu’alaikum dek, abang bentar dia walapun masih ada rasa kesal di hati.
lagi pulang. Meeting dibatalkan, jadi Lebih baik, ku menjalankan kewajibanku
abang pulang sekitaran jam setengah 4” yaitu menyiapakan makanan yang telah
aku susun sore itu. Setelah semunya telah
Sesampainya Azzam dirumah…
siap pada piring saji. Aku terkejut ketika
“Assalammu’alaikum dek,.. Salma dimana
melihat apa yang ada dimeja makan.
kamu sayang nih abang beliin Ayam
“Abang Azzam, kenapa kamu tidak bilang
Tulang lunnak. Hmm kemana lagi dia”
kalau membeli makanan.”
Salma yang keasikan berbelaja tidak
“Abang sudah mengirimkan kamu pesan,
mengetahui suaminya telah mengirimkan
tapi kamu sendiri yang mengabaikannya.
ia pesan tersebut. Sesampainya di pintu
Cobalah kamu belajar dari pribadi Bunda
gerbang, sambil melihat handphonenya.
Siti Khadijah”
Terkejut baginya ketika ia mengetahui
bahwa suaminya berada didalam rumah. “Yaa.. Salma sudah menyiapakan
semuanya untuk kamu, aku pergi ke pasar
“Assalammu’alaikum, abangg…
panas-panas buat siapin ini semuanya
Astagfirullah Salma tidak tahu…” belum
untuk kamu, tapi..” belum aku sempat
aku menyelesaikan pembicaraan.
menyelesaikan bicara
“Siti Khadijah, tidak pernah keluar rumah
“Sudahh.. itu makan bisa dimakan besok
Mendengar perkataan itu aku perkataan
pagi.. kamu masukan saja dikulkas, besok
itu, aku tak bisa berkata satu katapun.
pagi kita makan. Sekarang kita makan
Rasanya mulut ini bungkam tanpa sebab.
makanan yang abang beli.”
Aku tak kuat, akhirnya aku mengelurkan
“Iya..iyaudah” aku malas berdebat atau
semua rasa ini didalam kamar. Ku
mengelurakan apa ingin aku katakan saat
tinggalkan abang Azzam di sofa tamu.
itu.
**
Santapan itu menjadi nikmat, jika
Suasana malam nan indah saat itu,
dinikmati pula dengan suasana bahagia.
namun aku tidak mersakan indahnya
Namun lain saat itu aku hanya terdiam,
malam itu. Ketika perkataan Azzam
yanag mana biasanya aku selalu
kepadaku sore itu, membuat aku terasa
menanyakan kerja dari Abang Azzam,
seperti aku keluar rumah dalam hal yang
namun kali ini aku membisu. Abang
negatif padahal tidak sama sekali. Tapi ya
Azzam yang dari tadi melihatku tediam, ia
sudahlah.. aku hanya menerima perkataan
mencoba menghiburku.
“Sayang.. maafin abang yaa.” “Loh..kok masuk. Ini tehnya”

“Iya..” “Telat… senengin suami kek! Ketika


Rasulullah kembali ke gua Hira, Siti
Kubalas dengan sedikit senyum, namun
Khadijah selalu menyemangatinya, selalu
kuberusaha untuk melupakan semuanya,
ada saat Rasulullah butukan”
dengan menerima segala permasalahan
yang ada. Aku hanya beristigfar dalam hati, melihat
tingkah yang ia berikan kepadaku. Aku
**
hanya bisa bertanya pada diriku mungkin
Rembulan menyinari awan gelap
aku yang kurang, atau masih belum bisa
itu begitupula bintang menyususun rasi-
menjadi yang terbaik. Ketika aku masuk
rasinya.
kamar, Abang Azzam berada diatas
Abang Azzam yang duduk di teras rumah ranjang kasur sambil memainkan
sebaring membaca koran dan e-mail yang handphonenya.. muka datarnya
ada di Ipadnya. Sedangkan aku berada di menandakan bahwa ia merajuk kepadaku.
ruang tamu sedang membingkai foto Namun, aku berusaha mengambil hatinya
pernikahanku dengan abang Azzaam. Ku kembali dengan segala bentuk cara yang
percantik ia dengan bingkai yang kubuat bisa kulakukan. Misalnya meminjat
dari barang bekas. Namun disaat yang punggungnya, sampai memeluk tanganya.
sama abang Azzam memanggilku Usaha tersebutpun tak sia-sia, akhirnya ia

“Sayang… kamu gak ada niatan buatkan muka datarnya pun menjadi senyum yang

aku the atau kopi gitu?” lepas.

“Iyaa.. kenapa” Ketika asiknya bersenda gurai,


bedering handphone Abang Azzam tertulis
“Gak ada niat buatkan aku minuman”
Ummi yang menelpon. Akhirnya kami pun
“Hmm.. oh teh yaa, iya sebentar nanggung hening sejenak, sebaring abang Azzam
nihh aku lagi begini. Bentar ya” menganggkatnya
Ada sekitaran 15 menitan aku memasukan “Assalammu’alaikum Umii”
foto itu dalam bingkai, setelah itu aku
“Wa’alaikumsalam Azzam, Nak bisa gak
pergi kedapur untuk membuatkan abanng
kamu datang besok kerumah. Ada yang
Azzam teh. Namun saat aku ingin
Ummi mau ceritakan secara langsung ke
membawa teh tersebut keluar, Abang
kamu, nak”
Azzam masuk kerumah dengan wajah
datarnya
“Ada apa, Umii” terdengar suara lain “Ehhh.. kamu ini sekrang punya suami,
“Kamu pikir bagus, ini semua tidak pantas harusnya keperluan aku, juga kamu harus
kamu cerita! Mana sini” layani. Hal yang kayak begini jagan mikir
sendiri dong.. mikirin juga suami kamu”
Yah itu suara Abi nya Abang Azzam,
kelihatnya ada masalah yang terjadi di “Ya maaf.. kalau abang bilang pasti aku
keluarga abang Azzam. Abang Azzam siapin.. kan tadi gak suruh aku bawakan?”
termenung sejenak, melihat kearahku “ Kamu itu jawab aja teruss, aku ini suami
dengan tatapan serius. kamu. Aku kasih tau kamu itu demi
“Besok, kita kerumahnya Ummi ya” kebaikan kamu.”
“Oh iyaa” “Demi kebaikan aku atau demi kebaikan
Aku melihat wajah Abang Azzam yang kamu!”
kembali berubah. Aku bertanya
“Jaga mulut kamu!.. kamu kan denger
kapadanya, ia hnaya membalasku dengan sendiri aku ada masalah. Harus kamu
muka datarnya itu. sebagai istri mengerti dong. Siti Khadijah
** selalu menjadi pendingin hati
Rasulullah.!”
Mentari kembali bertugas,
memaparkan cahaya keseluruh alam. “Stopp!... (dengan bibir bergetar) Aku
Hangatnya membuat kesegaran badan bukan Khadijah dan Kamu bukan
siapapun yang merasakannya. Aku Muhammad.
membereskan lebih dahulu rumah. Karena Air mataku tak bisa ku tahan lagi..
hari ini, aku dan Abang Azzam akan pergi semua yang ia lontarkan tidak sepatutnya
kerumahnya Ummi, melihat kondisi aku dipaksa menjadi seutuhnya Khadijah..
disana. Namun yang terjadi.. aku butuh proses dalam hidup ini, bukan
“Sayang, pakai sabuk pengamannya.” instan aku di asah dan harus layaknya
Khadijah. Dari sini aku mengambil
“Iya… (sambil memakai bedak dan celak)
hikamah bahwa Belajar agama , harus bisa
“Sayangg, baju koko aku yang warna
ditempatkan pada tempatnya, namun
hijau udah kamu masukin belum.?”
apabila ilmu agama terus hanya pada
“Udahkan, tuh ada di tas coklat.” Masih kepala tidak pada hati. Begnilah jadinya.
dengan kesibukkanku sendiri (Bersambung)

“Itu tas isinya laptotp, gimana sih kamu” ***

Anda mungkin juga menyukai