Aku Bukan Khadijah
Aku Bukan Khadijah
Kala itu, hujan adalah saksi di saat sambil memegang foto kecil kamu.”
majelis agung yang dipetemukan pada “Umma… Salma tidak akan berpergi dari
suguhan suci berbalut indahnya Ar- hati kalian, atau bahkan lupa sama orang
Rahman. Berpadu kasih yang sejatinya tua Salma. Umma sama Baba punya
tidak pernah aku rasakan sebelumnya tempat khusus di hati Salma. Walaupun
menjadi akhir dari rasa pertemanan, yang nanti Salma sudah memiliki suami, tetap
lebih tepatnya ta,arufan. Keputusan yang Salma akan ingat kalian.” dengan rasa
belia, yang mungkin orang mengatakan haru.
masih anak bawang sudah nekat menikah,
Waktu terasa memanggilku saat
aku patahkan stigma itu dengan sia-sia.
itu, hiruk pikuk ruangan serbaguna
Yah..aku masih belia, masih 19 Tahun
dipenuhi rasa hangat nan mesranya
sudah ingin menjadi dewasa. Bukan dalam
suasana menghalauku untuk ingin melihat
hal lain, melainkan menuju indahya ibadah
keadaan disana.
jika disempurnakan dengan mahramnya.
“Bismillahirahmanirohim” selalu
Keputusan berat memang, keluarga seakan
kucapakan itu dalam hati dan mulutku,
melotot akan pengkuan pria yang
seakan kata itu menjadi senjata
beraninya mengambilku di pangkuan Baba
berkekuatan power yang mampu
dan Ummaku. Umma yang mengerti akan
menenangkan tegangnya hatiku saat itu.
isi hatiku selalu bertanya kesiapanku untuk
Nyatanya tetap saja rasa ini menghantuiku,
menuju lingkarn baru itu. Terlihat jelas
bohongnya didepan Umma tadi, ku
beratnya ia melepaskan aku untuk menuju
sanggupkan untuk meredahkan namun aku
pelaminan.
sendiri sekarang mengerti rasa ini. Yalin
“Salma..nak kamu siap dengan ini sekali, semua orang pasti akan merasakan
semua?” apa yang aku rasakan saat ini. Bahagia
“Ummaku sayang Insya Allah Salma siap, campur haru dan ditambah lagi hati
kok.” sambil memengang kedua tangan menggigil tak percaya semua ini terjadi
yang akan ku santap bersama Azzam. Aku Raut wajah yang tadinya bahagia,
tampak bahagia, ketika ia melihat kini berubah sangat drastis. Entahlah aku
masakanku yang menggugah selera. Aku selalu menyalahkan diriku sendiri. Namun,
melayani ia sebagaimna tanggung jawab semua aku ceritakan pada Umma.
istri pada umumnya. Ummalah yang mengerti dan bisa mencari
jam 5 sore. Jadi jika aku mengikuti kursus balas dari Abang Azzam.
“Kemana aja kamu..?” bertanya dengan “Gak,gak.. kelihatannya enak nihh”
tegasnya Aku tau kok apa yang dipikirannya abang
“Aku habis membeli bahan-bahan untuk Azzam. Ya… bisa dihitung jari aku masak
masak malam ini.” buat abang Azzam, jadi mungkin seperti
itulah jadinya. Kali tidak ada yang aneh
“Kenapa kamu, tidak memberi tahu ku?”
dari mukanya, sepertinya perjuanganku
“Aku pikir, abang sibuk. Jadi aku tidak
mengikuti kurus itu berhasil. Tidak sia-sia
ingin memberitahu abang.” Menjelaskan
bagiku mengorbankan waktu demi hal
“ Itu pikiranmu..kamu pikir aku nantinya yang bisa membuatku hebat memasak.
tidak akan memanggakat telpon darimu”
“Oh iya sayang.. besok aku lembur, jadi
“Lagi pula, abang tidak biasanya pulang pulangnya agak lama”
jam segini. Jadi yah, aku keluar
“Oh gitu…emang kira-kira pulang jam
sebentarkan gak apa-apa”
berapa.?”
Abang Azzam menantapku dengan serius
“Ya… jam 8 malam, soalnya rekan kerja
kemudian pergi meninggalkanku masuk ke
yang datang dari luar kota. Dan terus ada
kamar. Aku yang merasa bersalahpun,
kerjaan yang harus Abang selesaikan.
ingin sekali memberi penjelasan lebih
“Iya.. nanti salma bikini makanan yang
kepadanya. Namun ia menutup kamar
special lagi buat Abang. Oh ya..gimana
sebelum aku ingin juga masuk.
rasnya Capcay-nya.
Sambil mengiris pentolan, aku masih
“Astagfirullah abang lupa harus ada yang
kepikiran akan apa yang terjadi sore tadi,
dikrirm lewt e-mail” dengan wajah
tidak pernah aku melihat Abang Azzam
mengalihkan pembicaraan.
serius seperti itu. Yaa.. sudah 3 bulan
menikah. Baru kali ini aku melihatnya Aku masih termenung, yakin bahwa abang
seperti itu. Tapi ya sudahlah, segera ku Azzaam mengalihkan pembicaraannya
selesaikan resep yang baru ku dapatkan tadi, itu tandanya masih belum berhasil
dari kursus tadi. aku dalam hal ini.
Ketika abang Azzam telah meninggalkan “Ini lohh, aku mau kasih tau kamu, ntar
rumah. Inilah jam terbangku, apalagi jika habis dzuhur ada kajian akhwat dari
bukan bersih-bersih rumah, ngepel, Ustadzah Fatima. Kamu mau ikut?”
mencuci dan masih banyak lagi. Menjadi
“Hahh.. maulah Nur..dimana? ohyaa aku
kegiatan yang sudah menjadi kebiasaanku siap-siap dulu. Oke dehh”
saat ini. Setelah semua terasa beres, semua
Aku sangat senang sekali bisa menghadiri
pekerjaan sudah dilaksanakan satu persatu.
Kajian Akhwat oleh Ustadzah Fatima.
Aku pun duduk sejenak melepas penat di
Penuh dengan inspirasi bagi anak-anak
meja makan. Teringat dalam pikiranku
muda yang mau berhijrah. Dialah yang
untuk menelpon Umma.
menjadi salah satu faktor aku mantap
“Assalammu’alaikum Umma, gimana untuk menikah muda.
kabarnya”
Hari pun semakin larut, jam
“Alhamdulillah sehat, nak. Kamu ditangan menandakan waktu pukul 16:00,
gimana?” yah masih lama Azzam pulang kerumah.
“Salma juga, alhamdulillah sehat. Baba Terlintas dipikiranku untuk berbelanja
dimana.” bahan membuat Sop Ayam untuk malam
ini.
“Baba disini nak, kamu sehat-sehat ya.
Gimana Azzam, mana dia” Namun lain hal dengan Azzam, entah
kenapa semua pekerjaannya telah selesai.
“Azzam kerja Baba, dia lembur. Jadi
Meeting pun dibatalkan dikarenakan lain
pulangnya malem gitu.”
sebab. Ia mengirimkan pesan Whatssap
Banyak sekali perbincangan yang aku
kepada Salma
biacaran sama Baba dan Umma. Sedih dan
kangen menjadi satu tidak karuan. Dari
“Assalammu’alaikum dek, abang bentar dia walapun masih ada rasa kesal di hati.
lagi pulang. Meeting dibatalkan, jadi Lebih baik, ku menjalankan kewajibanku
abang pulang sekitaran jam setengah 4” yaitu menyiapakan makanan yang telah
aku susun sore itu. Setelah semunya telah
Sesampainya Azzam dirumah…
siap pada piring saji. Aku terkejut ketika
“Assalammu’alaikum dek,.. Salma dimana
melihat apa yang ada dimeja makan.
kamu sayang nih abang beliin Ayam
“Abang Azzam, kenapa kamu tidak bilang
Tulang lunnak. Hmm kemana lagi dia”
kalau membeli makanan.”
Salma yang keasikan berbelaja tidak
“Abang sudah mengirimkan kamu pesan,
mengetahui suaminya telah mengirimkan
tapi kamu sendiri yang mengabaikannya.
ia pesan tersebut. Sesampainya di pintu
Cobalah kamu belajar dari pribadi Bunda
gerbang, sambil melihat handphonenya.
Siti Khadijah”
Terkejut baginya ketika ia mengetahui
bahwa suaminya berada didalam rumah. “Yaa.. Salma sudah menyiapakan
semuanya untuk kamu, aku pergi ke pasar
“Assalammu’alaikum, abangg…
panas-panas buat siapin ini semuanya
Astagfirullah Salma tidak tahu…” belum
untuk kamu, tapi..” belum aku sempat
aku menyelesaikan pembicaraan.
menyelesaikan bicara
“Siti Khadijah, tidak pernah keluar rumah
“Sudahh.. itu makan bisa dimakan besok
Mendengar perkataan itu aku perkataan
pagi.. kamu masukan saja dikulkas, besok
itu, aku tak bisa berkata satu katapun.
pagi kita makan. Sekarang kita makan
Rasanya mulut ini bungkam tanpa sebab.
makanan yang abang beli.”
Aku tak kuat, akhirnya aku mengelurkan
“Iya..iyaudah” aku malas berdebat atau
semua rasa ini didalam kamar. Ku
mengelurakan apa ingin aku katakan saat
tinggalkan abang Azzam di sofa tamu.
itu.
**
Santapan itu menjadi nikmat, jika
Suasana malam nan indah saat itu,
dinikmati pula dengan suasana bahagia.
namun aku tidak mersakan indahnya
Namun lain saat itu aku hanya terdiam,
malam itu. Ketika perkataan Azzam
yanag mana biasanya aku selalu
kepadaku sore itu, membuat aku terasa
menanyakan kerja dari Abang Azzam,
seperti aku keluar rumah dalam hal yang
namun kali ini aku membisu. Abang
negatif padahal tidak sama sekali. Tapi ya
Azzam yang dari tadi melihatku tediam, ia
sudahlah.. aku hanya menerima perkataan
mencoba menghiburku.
“Sayang.. maafin abang yaa.” “Loh..kok masuk. Ini tehnya”
“Sayang… kamu gak ada niatan buatkan muka datarnya pun menjadi senyum yang