Anda di halaman 1dari 9

Jurnalisme Islam

Jurnaliatik berasal dari bahasa Yunani yakni journal atau journe yang

berarti catatan harian. Jurnalistik Islami awalnya udentik dengan Dakwah Bil

Qalam yaitu dakwah dengan tulisan, seperti lewat tulisan di media massa cetak

dan buku. Namun, seiring perkembangan media,jurnalistik islami tidak lagi

terbatas pada media cetak, tapi juga media elektronik (Radio/Televisi) dan media

siber (internet, mediaonline, cybermedia.1

Jurnalistik Islami sendiri dapat dirumuskan sebagai suatu proses meliput,

mengolahn dan menyebarluaskan berbagai peristiwa denganmuatan nilai-nilai

kebenaran yang sesuai dengan ajaran agama Islam, khususnya yang menyangkut

agama dan umat, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam kepada

khalayak melalui media massa.2

Dalam literatur jurnalistik, Islami masuk dalam jenis Crusade Journalism,

yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam

dengan misi ‘amar ma’ruf nahi munkar seperti yang tertuang dalam QS Ali-

Imran: 104. Jurnalistik Islam juga masuk kategori Jurnalisme Profetik (Jurnalisme

Nabawi), yaitu jurnalistik yang mengemban misi risalah kenabian yakni

menegakkan tauhid dan syiar Islam.

Zaim Uchrowi dan Nurul Hamami, kedua wartawan harian Republika,

yang memiliki target pangsa warga Muslim, mereka mengatakan bahwa

jurnalisme tak bisa dibagi-bagi dengan agama. Singkatnya, tidak ada jurnalisme

Islami.3 Pakar tersebut mengatakan jurnalisme islam dapat dimaknakan sebagai

1
Qudratullah, Jurnalistik Islami Di Media Massa (Makassar: Jurnalis Tribun Timur), h.111
2
Asep Syamsul M. Romli. Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam (Bandung:
Rosda, 2013), h. 34.
3
Andreas Harsono, Agama Saya Jurnalisme (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2010), h.
49.

1
suatu proses melipu, mengolah, dan menyebarluarkan berbagai peristiwa dengan

muatan nilai-nilai Islam, serta berbagai pandangan dengan persfektif ajaran Islam

kepada khlayaknya. Jurnalisme Islam dapat pula dimaknai sebagai proses

pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan

sosialisasi nilai-nilai Islam dengan mengedepankan dakwah Islamiyah.4

Dari pernyataan tersebut timbul suatu pandangan bahwasanya jurnalisme

dengan mangaitkan dengan pemahaman lain, entah itu fasisme, komunisme,

kapitalisme, liberalisme, atau agama apapun, hal ini berupakan suatu propaganda.

Apa bedanya propaganda.

Propaganda adalah suatu peliputan, penulisan serta penyajian informasi di

mana fakta-fakta itu di sajikan, termasuk ditekan dan diperkuat pada bagian

tertentu, agar selaras dengan kepentingan ideologi atau kekuasaan yang

memanipulasi komunikasi tersebut. Kedua pakar tersebut menilai lebih masuk

akal untuk memaknai frasa tersebut jika istilah jurnalisme Islam di ganti dengan

Dakwah Islam.

Mereka mengatakan bahwasanya sulit untuk mengaitkan istilah jurnalisme

dengan agama. Namun bahkan bisa menciptakan banyak masalah, siapa yang

akan menilai karya itu benar-benar berisikan muatan Islami atau bukan.

Lebih lanjut mereka melihat istilah jurnalisme Islam mirip dengan upaya

Departemen Penerangan yang pada masa orde baru menciptakan istilah

“jurnalisme pancasila” yang dikatakan bahwasanya bergenre khas indonesia yang

berpedopan pada UUD 1945, Pancasila, dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

4
Andreas Harsono, Agama Saya Jurnalisme (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2010), h.
49-50.

2
Pada zaman itu mereka merasakan repotnya wartawan, zaman setengah

mati bagi seorang wartawan, dimana kalau ada orang yang mempermasalahkan

istilah jurnalisme pancasila maka dapat berbuntut sampai masuk penjara.

Sekarang dengan adanya istilah jurnalisme Islam kasus seperti pada zaman orde

baru dapat saj terulang, dimana ketika ada kalangan yang mengatakan jurnalisme

islamitu mengada-ada lantas mereka dianggap menghina agama Islam.

Hasil penelitian pada redaksi Republika mengenai konsepsi jurnalisme

Islam memiliki tiga deferensiasi yang mencolok. Tiga pandangan berbeda dalam

memaknai konsepsi tersebut; (1) Metode jurnalistik dan etika islam ada

kesesuaian, namun untuk saat ini Jurnalisme Islam masih belum ada. (2)

Jurnalisme Islam dengan jurnalisme lainnya sama. Jurnalisme yang baik adalah

berpihak pada yang tertindas, berpihak pada yang lemah, memegang prinsip-

prinsip kejujuran, keadadilan, kebenaran danmengkritisi ketidakadilan. Jika ada

jurnalis meseperti itu, hal itu baik, dan itu adalah Islam. (3) Jurnalisme adalah

mengedepankan aspek-aspek universal dan tidak ada istilah jurnalisme Islam,

Kristen, dan sebagainya. Dari tiga konsepsi hasil penelitian tersebut disimpulkan

bahwa jurnalisme Islam dalam pandangan jurnalis Republika adalah; Jurnalisme

Islamitu belum lahir, tidak ada dikotomi dalam jurnalisme Islam, jurnalisme Islam

Populer.5

5
Rudi Agung Prabowo, Jurnalisme Islam Dalam Pandangan Jurnalis Republika (Jakarta:
Studi pada Jurnalis Harian Umum Republika, 2008). Diakses (04 April 2019).

3
Sembilan Elemen Jurnalistik

(Bill Covack dan Tom Rosenstiel)

Tujuan utama jurnalisme adalah memberikan informasi akurat dan

terpercaya yang dibutuhkan publik agar berfungsi dalam bermasyarakat sekarang.

Jurnalisme zaman sekarang adalah sosok panutan. Mereka mengidentifikasi

tujuan, pahlawan, dan penjahat masyarakat sembari memberikan edukasi untuk

meraih persfektif yang lebih baik tentang peristiwa yang sesunggunya terjadi.

Dalam menghadirkan berita terdapat sejumlah syarat lain, di publik, dan

menawarkan suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara. Seiring waktu, jurnalis

mengembangkan sembilan elemen ini demi memenuhi tugas-tugas di atas.

Kesembilan prinsip itu digambarkan sebagai teori jurnalisme.6

Dalam buku The Elements of Journalism karya Bill Kovack dan Tom

Rosenstiel dirumuskan sembilan elemen jurnalisme. Kesimpulan ini di dapat

setelah Committee of Concerned Journalists mengadakan banyak diskusi dan

wawancara yang melibatkan 1.200 wartawan, menggelar 21 forum yang dihadiri

3000 orang. Selanjutnya, mereka membuat dua survei terhadap wartawan-

wartawan tentang prinsip-prinsip mereka. Dari penelitian ini mereka menyarikan

sembilan elemen jurnalisme yang bertujuan menyediakan informasi yang

diperlukan orang agar bebas dan bisa mengatur.7

1. Tugas Seorang Jurnalis adalah (mengungkapkan) kebenaran

Kewajiban sorang jurnalis hanyalah kepada kebenaran. Fakta adalah bahan

baku berita seorang jurnalis. Tidak perlu dibumbui oleh hal-hal lain seperti

6
Jerry D Gray, Dosa-Dosa Media Amerika (Jakarta Selatan: Ufuk Pers, 2006), h. 229.
7
Azwar, 4 Pilar Jurnalistik: Pengetahuan Dasar Belajar Jurnalistik (Jakarta: Kencana,
2018), h. 33.

4
imajinasi atau hal yang sengaja dihadirkan bukan berdasarkan faktu itu.

Menghadirkan sesuatu yang bukan fakta dalam berita membuat tidak masuk

dalam ranah jurnalisme.

Realitasnya saat ini dalam dunia jurnalistik seolah-olah antara berita dan

kebenaran bukanlah hal yang sama. Kebenaran tampaknya terlalu rumit untuk

diungkap. Atau bahkan kebenaran tidak ada, bukan hanya karena wartawan juga

individu subjektif, melaikan juga karena kepentingan tertentu. Jadi lazim jika ada

wartawan yang memberitakan hal-hal yang tidak benar adanya.

2. Loyalitas Utama adalah kepada masyarakat

Menurut Kovack dan Rosenstiel, idealnya loyalitas seorang jurnalis adalah

kepada masyarkat. Bukan kepada pemilik media dan bukan pula kepada penguasa.

Komitmen terhadap warga lebih besar ketimbang egoisme profesionalitas.

Kesetiaan kepada warga ini adalah makna dari yang disebut independensi

jurnalistik yang tidak berat sebelah, tidak ada keterkaitan tidak bersebelah pihak

dengan kalangan tertentu.

Walaupun demikian, sangat sulit bagi wartawan untuk saat ini memiliki

loyalitas kepada masyarakat. Saat ini media sangat terikat dengan dipengaruhi

oleh pemilik media. Seperti diindonesia misalkan kita bisa melihat pemilik media

yang memiliki kepentingan terhadap pemberitaan medianya.

3. Inti dari jurnalisme adalah disiplin memverikasi

Jurnalistik bersandar pada displin profesional dalam memverikasi

informas. Verifikasi adalah hal yang memisahkan antara dunia jurnalistik dengan

hiburan, propaganda, fiksi, atau seni. Hiburan berfokus pada hal-hal yang paling

menggemberikan hati. Propaganda akan menyeleksi fakta atau mengarang fakta

5
demi kepentingan yang sebenarnya – persuasif dan memanipulatif. Fiksi

mengarang skenario untuk sampai pada kesan yang lebih personal dari apa yang

disebut kebenaran. Adapun jurnalisme fokus sejak awal untuk menceritakan apa

yang terjadi setepat-tepatnya.

Saat ini banyak orang yang menulis produk jurnalistik tanpa melakukan

verifikasi itu. Bahkan sering didengar bagaimana seseorang menulis hanya

dibelakang meja, tanpa hadir langsung dilapangan dan tanpa melakukan reportase

ke lapangan. Apalagi melakukan verifikasi pada sumber-sumber berita.

4. Praktisi jurnalisme harus menjaga independensi terhadap sumber berita.

Independensi seorang jurnalis harus terjaga. Salah satu menjaga

independensi itu adalah dengan tidak memihak kepada sumber berita. Ia harus

netral menggali kebenaran dari persoalan yang liput. Hal ini berlaku pada mereka

yang bekerja di ranah opini, kritik, dan komentar. Independensi semangat dan

pikiran inilah dan bukannya netralitas yang harus diperhatikan sungguh-sungguh

oleh wartawan.

5. Jurnalis harus menjadi pemantau kekuasaan.

Wartawan harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap

kekuasaan dan penyambung lidah rakyat yang tertindas. Prinsip ini sering

disalahpahami bahkan oleh wartawan dengan mengartikannya sebagai “susahkan

orang yang senang”.

Jurnalis bekerja untuk memantau bagaimana penguasa menjalankan

kekuasaannya. Media tidak hadir untuk menjilat penguasa demi kepentingan

tertentu. Media harus dalam posisi utama menjaga hak-hak warga apakah sudah

dipenuhi penguasa atau tidak.

6
6. Jurnalime harus menyediakan forum kritik maupun dukungan kepada

masyarakat

Media berita adalah penyedia diskusi politik dan tanggung jawab inilah

yang menjadikan kami istimewa. Diskusi ini mementingkan fakta, alih-alih

prasangka, terkaan, atau opini. Selain itu, demi menjaga keadilan, media harus

mempresentasikan beragam sudut pandang dan kepetingan yang ada dalam

masyarakat dan menempatkannya sesuai dengan konteks, alih-alih hanya

menggarisbawahi sudut-sudut debat yang berkonflik.

7. Jurnalisme harus menarik dan relevan

Jurnalisme tak lain penyampaikan cerita dengan tujuan tertentu.

Jurnalisme harus lebih sekadar mengumpulkan khalayak atau mendokumentasikan

hal-hal penting. Agar bisa bertahan, media cetak harus menyeimbangkan hal-hal

yang diinginkan pembaca dengan hal-hal yang tidak mereka antisipasi tapi

dibutuhkan. Singkatnya, jurnalisme harus menarik dan relevan. Kualitas diukur

baik dengan seberapa banyak karya yang memikat pangsanya dengan karya yang

mencerahkan. Artinya, jurnalis harus terus mencari informasi apakah yang paing

berharga bagi pembacanya, dan dalam bentuk apa.

8. Jurnalis harus menyiarkan berita komprehensif dan proporsional

Mempertahankan berita sesuai proporsi dan tidak mengabaikan hal-hal

penting juga merupakan tiang-tiang penyangga kebenaran. Jurnalisme semacam

kartografi. Ia menciptakan peta bagi pembaca agar bisa bernavigasi dalam

masyarakat. Membesar-besarkan peristiwa demi sensasi, mengabaikan hal-hal

lain, meniru-niru, atau menyampaikan berita negatif secaratidak proporsional

hanya akan membuat peta yang dihasilkan kurang bisa diandalkan. Peta juga

harus menyertakan berita dari segala komunitas, tidak hanya memiliki demografi

7
menarik saja. Keberagaman latar belakang dan persfektif membuat kolom-kolom

berita menarik untuk disimak.

9. Praktisi jurnalisme dibolehkan menuangkan pikirannya sendiri.

Setiap wartawan punya rasa etika dan yanggung jawab personal, suatu

panduan moral. Mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-

kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa.

Agar hal tersebut terwujud, kerterbukaan redaksi adalah hal yang penting untuk

memenuhi semua prinsip yang dipaparkan sebelum ini. Seorang wartawan

membutuhkan kesungguhan untuk bertahan dalam pilihannya menjadi wartawan.

Oleh sebab itu, nurani seorang wartawan tidak bisa dikesampingkan dalam

menjalankan profesi tersebut.

8
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Prabowo, Rudi Agung. Jurnalisme Islam Dalam Pandangan Jurnalis Republika.


Jakarta: Studi pada Jurnalis Harian Umum Republika. 2008. Diakses (04 April
2019).
Qudratullah. Jurnalistik Islami Di Media Massa. Makassar: Tribun Timur

Makassar. Diakses (04 April 2019).

Buku

Azwar. 4 Pilar Jurnalistik: Pengtahuan Dasar Belajar Jurnalistik. Jakarta: Kencana.

2018.

Gray, Jerry D. Dosa-dosa media Amerika. Jakarta Selatan: Ufuk Pers. 2006.

Harsono, Andreas. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

2010.

Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Dakwah:Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam.

Bandung: Rosda. 2003.

Anda mungkin juga menyukai