Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM KEHALALAN OBAT DAN MAKANAN

“Analisis Lemak Hewani (Ayam, Sapi dan Babi) Menggunakan


Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan Khemometrik”

Disusun Oleh:
Kelompok 4C
1. Rahmah Dinda Purnama 11171020000060
2. Annisa Fadhilah 11171020000061
3. Fatimah Nur Fauziyah 11171020000062
4. Nadya Shafira 11171020000063
5. Listiani Oktaviani 11171020000064

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kehalalan pangan merupakan isu yang sering menjadi polemik di masyarakat.
Salah Satu faktor penyebab timbulnya isu ini antara lain adalah kurangnya perhatian dan
pengawasan dari pemerintah terhadap para produsen yang bergerak dalam bidang pengolahan
dan pengadaan bahan pangan.
Sejauh ini, Pemerintah Indonesia melalui SK bersama (LPPOM MUI, Depag dan
BPOM Depkes) telah mencanangkan Sistem Jaminan Halal yang diwujudkan dalam bentuk
Sertifikasi Halal bagi setiap produsen produk pangan. Namun demikian implementasi sistem
jaminan halal ini dalam kenyataannya masih menemukan berbagai kendala, salah satunya
adalah ketiadaan metode yang benar-benar efektif untuk menganalisa substansi produk
pangan yang benar-benar bisa menjamin kehalalan dari produk pangan tersebut
(Apriyantono, 2001).
Salah satu metode yang dapat dikembangkan dalam menganalisa kehalalan produk
pangan yang mengandung lemak hewani khususnya lemak babi adalah dengan melihat
komposisi asam lemak yang terkandung di dalamnya. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah asam lemak tersebut menjadi derivat esternya yang selanjutnya dapat dianalisa
dengan alat GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrofotometry) (Janusz C., 2003).
Analisa lain yang dapat dilakukan adalah dengan melihat pola spektrumnya dengan
menggunakan alat Fourier Transform Infra- Red (FTIR) Spectrofotometry. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Irwandi Jaswir (2003), metode FTIR sangat berpotensi
untuk digunakan sebagai alat pendeteksi lemak babi secara cepat dengan hasil yang
konsisten. Hal ini dikarenakan Metode FTIR dapat memberikan hasil analisa asam lemak dari
babi yang bercampur dengan lemak-lemak binatang lainnya secara konsisten, bahkan dengan
kandungan yang sangat rendah (Irwandi J., 2003).
Eksplorasi metode analisa lemak hewani khususnya lemak babi dengan alat FTIR
memungkinkan untuk dikembangkan terutama karena efisiensi dan kesedehanaan proses
yang dilakukan. Metode analisa ini juga tidak memerlukan preparasi sampel yang rumit
dimana baik sampel padatan maupun cairan bisa langsung dianalisa untuk menghasilkan
spectrum. (Irwandi J., 2003).
Namun demikian metode FTIR juga memiliki keterbatasan terutama karena metode ini
tidak dapat mengidentifikasi jenis dan kandungan masing-masing komponen asam lemak dari
suatu sampel secara pasti. Untuk itu, hasil analisa FTIR juga perlu ditunjang oleh hasil
analisa GCMS terutama untuk menentukan komposisi asam lemak manakah yang paling
dominan dari suatu sampel.
Sebagai studi pendahuluan, telah dilakukan analisa profil asam lemak dari jaringan
lemak hewani yang meliputi lemak ayam, sapi dan babi dengan melihat pola spektumnya
melalui analisa FTIR yang kemudian dilanjutkan dengan analisa GCMS terutama untuk
menentukan perbedaan komposisi asam lemak pada masing-masing sampel. Untuk
menunjang hasil analisa juga dilakukan penentuan sifat fisikokimia pada masing-masing
sampel.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan ekstraksi lemak dan menganalisis menggunakan
FTIR
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Lemak
Lemak adalah campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri dari suatu fase
padat dan cair. Kristal dari fase padat terpisah dan dengan tekanan menggunting/memisah
yang cocok, dapat bergerak sendiri lepas dari kristal lain. Lemak mempunyai struktur seperti
benda padat plastik. Karena jumlah padat dalam lemak berubah-ubah menurut suhu,
demikian juga sifat-sifat plastiknya. “Kisaran plastik” dari lemak adalah kisaran suhu dimana
lemak bersifat padat plastik. Pada umumnya, lemak bersifat seperti plastik bila kandungan
padat antara 10% dan 50%. Sifat-sifat plastik dari lemak menyebabkan lemak digunakan
dalam beberapa bahan pangan misalnya pengoles dan pengempuk (Buckle et al., 1987).
Lemak merupakan golongan lipid yag bersifat relatif tidak larut dalam air dan larut
dalam pelarut nonpolar misalnya eter dan kloroform. Senyawa ini merupakan konstituen yang
penting karena tidak saja nilai energinya yang tinggi, tetapi juga karena vitamin larut lemak
dan asam lemak esensial yang terkandung di dalam lemak makanan alami. Lemak disimpan
di jaringan adipose, tempat senyawa ini juga berfungsi sebagai insulator panas di jaringan
subkutan dan jaringan di sekitar organ tertentu (Murray et al., 2006). Perbedaan antara lemak
satu dengan yang lainnya terdapat pada komponen asam lemak penyusunnya, urutan asam
lemak, serta tingkat kejenuhan dari asam lemak (Rohman dan Sudjaji, 2012). Asam lemak
adalah asam karboksilat penyusun lemak dan minyak. Asam lemak ini biasanya tidak
bercabang dan merupakan asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Pada umumnya, asam lemak
beratom karbon genap dari C6 sampai 24. Ester asam lemak dengan gliserol dikenal dengan
nama asli gliserida atau trigliserida. Asam lemak dapat diperoleh dengan jalan menghidrolisis
lemak atau minyak. Ketiga asam lemak tersebut dapat sama maupun campuran (Murray et al.,
2006).
Lipid adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kelompok besar zat
seperti lemak yang terjadi secara alami. Mereka membentuk berbagai kelompok senyawa
yang hanya memiliki sedikit kesamaan yakni dapat larut dalam pelarut organik, misalnya
kloroform dan alkohol tetapi tidak larut dalam air. Lemak adalah contoh lipid yang
merupakan turunan asam lemak. Asam lemak adalah kelompok asam yang pada dasarnya
melekat pada rantai atom karbon, dengan dua atom hidrogen ditambahkan pada masing-
masing seperti minyak paraffin organik. Minyak dan lemak sangat penting dalam makanan
dan gizi. Secara kimia, mereka termasuk kedalam kelas zat yang dikenal sebagai ester; yang
merupakan hasil dari reaksi asam „lemak‟ dengan alkohol, yaitu hasil dari hidrolisis asam
dan lemak. Lemak sendiri adalah ester dari gliserol alkohol trihidrat (Buckle et al., 1987).
Kebanyakan lipid mengandung fosfor dan diklasifikasikan sebagai fosfolipid (Stuart, 2004).
Asam lemak adalah asam organik yang ditemukan dalam lemak yang secara kimia
berkombinasi dengan gliserol. Asam lemak dikenal sabagai asam karboksilat karena
mengandung kelompok karboksil-COOH. Asam lemak terdiri dari satu rantai atom karbon
(masing-masing terikat dengan atom hidrogen) dengan satu gugus karboksil di ujung. Jumlah
atom karbon selalu genap antara 4 dan 24. Asam lemak paling umum mengandung 16 atau 18
atom karbon (Lean, 2013).
Lemak babi (lard) merupakan lemak yang diperoleh dari proses rendering jaringan
adipose babi yang segar, bersih, dalam kondisi sehat saat disembelih, dan dapat dikonsumsi
oleh manusia (Codex, 1999). Jaringan itu tidak termasuk tulang, kulit yang dikelupas, kulit
kepala, telinga, ekor, organ, saluran pernafasan, pembuluh darah besar, scarp fat, dan sebisa
mungkin tidak mengandung jaringan otot. Lemak babi memiliki konsistensi lembut dan semi
padat pada suhu 27 0C, tetapi meleleh sempurna pada 42 0C. Lemak babi yang telah diolah
lebih lanjut dapat mengandung refined lard, lard stearin, atau hydrogenated lard (Rohman,
2012).

2.2 Ekstraksi Lemak dan Minyak


Ekstraksi adalah salah satu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak. Cara-cara yang digunakan untuk memisahkan
lemak dan minyak dari sumbernya yang berupa tumbuh-tumbuhan atau hewan sangat
berbeda sesuai dengan sifat daripada sumber itu.
Tujuan proses ekstraksi adalah:
1) Untuk memperoleh minyak atau lemak tanpa dirusak oleh proses itu dan dalam keadaan
semurni mungkin.
2) Untuk memperoleh hasil minyak atau lemak setinggi mungkin.
3) Untuk menghasilkan sisa (residu) yang bernilai setinggi mungkin.
Pada umumnya bahan dibersihkan dari bagian-bagian yang bukan lemak dan dicuci
sebelum ekstraksi atau seperti pada daging, disebut rendering. Bahan lemak sering dipotong
kecil-kecil (Rohman dan Sudjaji, 2012).
Macam-macam ekstraksi meliputi rendering (dry rendering dan wet rendering),
pengepresan mekanik dan ekstraksi pelarut (Ketaren, 2008 dan Winarno, 1992):
1) Rendering
Pada teknik ini digunakan panas untuk menggumpalkan protein pada dinding sel
dan memecahkan dinding sel tersebut sehingga akan mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan proses pengerjaannya rendering
terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Wet rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
proses. Cara ini dikerjakan dengan ketel terbuka atau tertutup pada suhu tinggi serta
tekanan 3-4 atm. Jika diinginkan aroma netral dari minyak atau lemak maka dapat
digunakan suhu rendah.

b. Dry rendering
Dry rendering adalah salah satu cara rendering tanpa penambahan air selama proses.
Proses ini dilakukan dalam ketel terbuka dan dilengkapi dengan penyekat uap serta
alat pengaduk (agigator). Sampel dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air
kemudian dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 105-110 0C.

2) Pengepresan mekanis
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara memisahkan minyak dari bahan yang
berkadar minyak tinggi (30-70%), terutama digunakan untuk bahan yang berasal dari
biji-bijian. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu:

a. Pengepresan hidraulik (Hydraulic Pressing)


Pada metode ini bahan yang mengandung minyak atau lemak diberi tekanan sebesar
136 atm. Jumlah minyak atau lemak yang diperoleh bergantung pada tekanan yang
digunakan, lama tekanan yang diberikan, dan kandungan minyak atau lemak dalam
sampel.

b. Pengepresan beruling (Expeller Pressing)


Metode ini memerlukan perlakuan khusus pada bahan yang mengandung minyak
atau lemak, yaitu proses pemasakan dilakukan pada suhu 115,5 0C dengan tekanan
sekitar 15-20 atm.

3) Ekstraksi dengan pelarut


Ekstraksi pelarut dari bahan-bahan yang merupakan sumbernya memberikan hasil
lemak tertinggi. Pelarut akan melarutkan lemak dari jaringan. Ampas jaringan
kemudian dapat dikeringkan untuk digunakan sebagai makanan ternak. Pelarut diambil
kembali dari minyak, biasanya dilakukan dengan hampa udara (Watson, 2013).
Ekstraksi minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunaan
metode sokletasi dan alatnya disebut ekstraktor soklet. Ekstraksi dengan pelarut
merupakan cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh
kembali. Dalam penentuan kadar lemak atau minyak, bahan yang diuji harus cukup
kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun
ke dalam labu dan mempengaruhi dalam perhitungan (Ketaren, 2008). Sokletasi
merupakan salah satu jenis ekstraksi menggunakan alat soklet. Pada ekstraksi ini
pelarut dan sampel ditempatkan secara terpisah. Prinsipnya adalah ekstraksi dilakukan
secara terus menerus menggunakan pelarut yang relatif sedikit. Bila ekstraksi telah
selesai maka pelarut diuapkan sehingga akan diperoleh ekstrak. Biasanya pelarut yang
digunakan adalah pelarut-pelarut yang mudah menguap dan mempunyai titik didih
yang rendah. Sokletasi dilakukan dengan cara pemanasan pelarut. Uap pelarut yang
dihasilkan mengalami pendinginan dalam kondensor dan secara kontinyu akan
membasahi sampel dan secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam
labu dengan membawa analit. Proses ini berlangsung secara kontinyu. Pelarut yang
digunakan dapat diuapkan kembali dan dipisahkan dari analit. Sokletasi dapat
dihentikan dengan cara menghentikan pemanasan. Peralatan yang digunakan dalam
sokletasi terdiri dari kondensor, soklet, labu dasar bulat dan pemanas. Soklet terdiri dari
timbal, pipa F dan sifon. Kondensor berfungsi sebagai pendingin untuk mempercepat
proses pengembunan, timbal berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan sampel, pipa F
berfungsi sebagai saluran bagi uap pelarut yang dipanaskan pada labu bulat ke
kondensor, sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila larutan pada sifon penuh
dan jatuh ke dalam labu dasar bulat maka dihitung sebagai satu siklus. Labu dasar bulat
berfungsi sebagai wadah pelarut, sedangkan pemanas berfungsi untuk memanaskan
pelarut (Leba, 2017).

Pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses pengambilan minyak secara ekstraksi
harus memenuhi syarat-syarat tertentu (Ketaren, 2008) yaitu:
a. Selektif. Pelarut harus dapat melarutkan semua zat dengan cepat dan sempurna serta
sesedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, dan senyawa albumin.
b. Mempunyai titik didih yang cukup rendah. Hal ini supaya pelarut mudah dapat
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi, namun titik didih pelarut tidak boleh
terlalu rendah karena akan mengakibatkan kehilangan akibat pelarutan.
c. Bersifat inert. Artinya pelarut tidak bereaksi dengan komponen minyak atau lemak
atau komponen yang akan dianalisis.
d. Murah dan mudah didapatkan. Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut
yang memenuhi syarat-syarat di atas. Namun tidak ada pelarut yang ideal.

2.3 Spektroskopi Forier Transform Infra Red (FTIR)


FTIR merupakan singkatan dari Forier Transform Infra Red. Dimana FTIR ini adalah
teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi,
fotokonduktivitas atau Raman Scattering dari sampel padat, cair, dan gas. Karakterisasi
dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar atom. FTIR
juga digunakan untuk menganalisa senyawa organik dan anorganik serta analisa kualitatif dan
analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan absorpsi senyawa pada panjang gelombang
tertentu (Hindrayawati, 2010; Mujiyanti dkk, 2010).

2.3.1 Prinsip Kerja FTIR


Spectroscopy FTIR menggunakan sistem optik dengan laser yang berfungsi sebagai
sumber radiasi yang kemudian diinterferensikan oleh radiasi inframerah agar sinyal radiasi
yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan bersifat utuh
(Giwangkara,2006). Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang melewati celah kesampel,
dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi ysng disampaikan kepada sampel.
Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan melalui
permukaan sampel sehingga sinar infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur
kemudian dikirim kekomputer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 dibawah ini (Thermo,
2001)

2.3.2 Keunggulan Spektrometer FTIR


Analisis menggunakan spektrometer FTIR memiliki beberapa kelebihan utama
dibandingkan dengan metode konvensional yaitu:
a. A Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan,
sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada menggunakan cara scanning.
b. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi standar
karena resolusinya lebih tinggi (Razi, 2012). Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri
FTIR lebih besar dari pada cara dispersi, sebab radiasi yang masuk ke sistim detektor
lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless) (Giwangkara S, 2012).
c. Pada FTIR, mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit komponen yang bergerak
dibanding spektroskopi infra merah lainnya, dapat mengidentifikasi meterial yang
belum diketahui, serta dapat menentukan kualitas dan jumlah komponen sebuah
sampel (Hamdila, 2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Bahan :
- Sampel jaringan lemak hewani yang terdiri dari lemak ayam, lemak sapi dan lemak
babi
- Larutan BF3 (Boron trifluorida) dalam metanol
- Larutan, n-heksan (p.a)
- Na2SO4 anhidrus

Alat :
- Gas Chromatoghrapy Mass Spectrofotometry (GCMS) QP-2010
- Kolom RTx1-MS, Restech 30 m x 0.25 mm ID, 0.25 µm, Polymethyl xiloxane.
- Sepektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectrum One Perkin
Elmer, USA,
- Refractometer Abbe untuk penentuan indeks bias.

3.2 Prosedur Kerja


1. Ekstraksi Lemak Padat (Metode Oven)
1) 2 gram sampel jaringan lemak dicuci, diiris kecil-kecil dan dimasukkan ke
dalam beaker glass.
2) Sampel dimasukkan ke dalam dry oven yang sudah diatur suhunya (75oC),
dibiarkan selama 6 jam hingga jaringan lemaknya mencair.
3) Lemak padat yang sudah mencair dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong
pisah untuk selanjutnya dimurnikan dengan penambahan pereaksi n- heksan.
4) Lemak yang sudah dimurnikan disaring dalam kertas saring yang sudah
ditambahkan natrium sulfat (Na2SO4) untuk mengikat air yang masih ada pada
lapisan lemak.
5) Hasil ekstraksi ditimbang dan ditentukan persen randemennya.

2. Pengujian Sifat Fisikokimia


1) Pengujian sifat fisikokimia dilakukan terhadap masing-masing sampel lemak
hewani yang meliputi :bobot jenis, indeks bias, titik leleh, bilangan iodin dan
bilangan penyabunan.
2) Hasil analisa dibandingkan satu sama lain dan diuji lebih lanjut tingkat
perbedaaannya dengan uji keragaman (T test).

3. Analisa pola spektrum lemak hewani dengan FTIR


1) Sampel lemak yang telah disaring dan dimurnikan diteteskan pada salah satu
permukaan sel KBr.
2) Diantara kedua sel KBr diberi pembatas berupa politetrafluoroetilen (PTFE)
untuk menghasilkan ketebalan lapisan lemak 0.1 mm.
3) Sel bagian lainnya ditangkupkan hingga terbentuk lapisan tipis lemak.
4) Scaning dilakukan dengan kisaran

4. Esterifikasi asam lemak


1) 2 gram sampel lemak yang telah diekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan direaksikan dengan BF3 dalam metanol.
2) Dikocok dan dipanaskan selama + 15 menit.
3) Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
4) Lapisan atas dipisahkan dengan sentrifugasi dan dipurifikasi lebih lanjut dengan
menambahkan Na2SO4 untuk menghilangkan kadar airnya.
5) Hasil esterifikasi selanjutnya dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisa
dengan alat GCMS.

5. Analisa komposisi asam lemak dengan GCMS


1) 1 µL sampel lemak yang telah diesterifikasi diinjeksikan ke dalam kolom GC
dengan menggunakan metode autosampler.
2) Pemisahan dilakukan dalam kolom RTx 1-MS Restech, 30 m x 0.25 mm ID,
0.25 µm, dengan fase diam Poly dimethyl xiloxan
3) Suhu injektor 280oC, suhu kolom 70oC dinaikan sampai 300oC dengan
kenaikan 10oC/menit, laju alir 1,15 mL/menit.
4) Detektor MS yang digunakan adalah Electron Multifier Detector (EMD) 70
MeV.
5) Hasil analisa berupa spektrum massa dibandingkan dengan library WILLEY147
& NIST47 yang terdapat pada software GCMS postrun analysis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil Ekstraksi Lemak dan Spektrum FTIR

Tabel 1. Kadar lemak masing-masing sampel

Gambar 1. Perbandingan spektrum FTIR untuk lemak babi dan lemak ayam
Gambar 2. Perbandingan spektrum FTIR untuk lemak babi dan lemak sapi

4.2 Pembahasan
1. Ekstraksi asam lemak
Kandungan lemak pada ketiga sampel yang diekstraksi menunjukkan sampel
daging ayam relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lemak sapi dan lemak babi.
Perbedaan kadar lemak ini kemungkinan disebabkan karena secara alamiah kandungan
lemak pada setiap spesies relatif berbeda. Disamping itu, perbedaan jenis cuplikan
(bagian/jaringan otot daging) yang digunakan juga tidak sama.

2. Profil lemak hewani hasil analisa FTIR

Analisa spektroskopi FTIR didasarkan pada karakteristik gugus fungsi yang


terdapat pada ketiga sampel lemak. Data spektra FTIR masing-masing sampel diperoleh
dari hasil scaning sampel lemak murni dengan alat FTIR Spectrum One Perkin Elmer
pada daerah IR dengan frekuensi 4000 – 600 cm-1 dan resolusi 4 cm-1 (Gambar 1 dan
2).

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa spektra FTIR dari sampel lemak secara
umum menunjukan perbedaan yang menonjol pada serapan C-H streching di daerah
bilangan gelombang 3050-2800, serapan gugus karbonil (O=C-H) dari aldehid pada
daerah 1746-1744, dan pola serapan daerah sidik jari, 1000-900 cm-1 (Gambar 1).
Perbedaan yang cukup signifikan terlihat pada penyerapan spektra di daerah 3010-
3000, 1120-1095 dan 968-966 cm-1. Untuk sampel lemak babi, pola serapan yang
muncul pada daerah 3010 cm-1 menunjukkan puncak yang relatif tinggi jika
dibandingkan dengan kedua sampel lemak lainnya (ayam dan sapi).

Tingginya puncak serapan untuk lemak babi pada daerah ini merepresentasikan
streching vibration dari ikatan rangkap C=C cis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Irwandi, 2003 dimana untuk sampel lemak babi, kandungan asam lemak tidak jenuh
ganda (polyunsaturated fatty acids) atau PUFA seperti asam linoleat dan asam
linolenat jauh lebih besar daripada asam lemak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty
acids) atau MUFA. Selanjutnya pada daerah frekuensi 1120-1095 cm-1, sampel lemak
babi menunjukkan adanya overlaping dari dua peak dengan absorbansi maksimum pada
bilangan gelombang 1118 dan 1098 cm-1. Berbeda dengan pola spektrum yang
dihasilkan untuk sampel lemak sapi dan lemak ayam, dimana untuk kedua sampel tidak
menunjukan adanya overlaping kecuali untuk lemak ayam dengan pola yang hampir
mirip dengan lemak babi. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya perbedaan
profil asam lemak pada ketiga sampel tersebut. Hal ini diperkuat oleh penelitian
Irwandi, 2003 yang menyatakan bahwa operlaping pada dua daerah bilangan
gelombang tersebut menunjukkan adanya perbedaan kandungan asam lemak jenuh dan
asam lemak tidak jenuh dari masing-masing sampel.

Titik perbedaan ketiga dari pola spektrum masing-masing sampel muncul pada
daerah bilangan gelombang 966-967 cm-1 yang menunjukan keberadaan asam lemak
tidak jenuh trans (gambar 2). Pada sampel lemak babi, terlihat tidak ada puncak yang
muncul pada daerah tersebut atau dengan kata lain serapan pada daerah tersebut sangat
lemah. Begitu pula untuk pola spektrum lemak ayam.

Namun demikian berbeda untuk lemak sapi, dimana kandungan asam lemak trans
jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua sample lainnya (ayam dan babi). Hal ini
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh AOCS (American Oils Chemistry
Standard) dimana rentang frekuensi IR pada daerah 975-965 cm-1 merupakan dasar dari
metode kuantisasi asam lemak trans dalam sampel lemak/minyak (Richard Crowley,
2006).
BAB V

KESIMPULAN

1. Analisa spektroskopi FTIR didasarkan pada karakteristik gugus fungsi yang terdapat
pada sampel lemak dengan ditunjang oleh hasil analisa GCMS terutama untuk
menentukan komposisi asam lemak manakah yang paling dominan dari suatu sampel.
2. Kandungan lemak yang diekstraksi pada sampel daging ayam relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan lemak sapi dan lemak babi.
3. Spektra FTIR dari sampel lemak secara umum menunjukan perbedaan pada serapan C-H
streching di daerah bilangan gelombang 3050-2800, serapan gugus karbonil (O=C-H)
dari aldehid pada daerah 1746-1744, dan pola serapan daerah sidik jari, 1000-900 cm-1.
4. Pada daerah frekuensi 1120-1095 cm-1, sampel lemak babi menunjukkan adanya
overlaping dari dua peak pada bilangan gelombang 1118 dan 1098 cm-1 sedangkan pada
pola spektrum sampel lemak sapi dan lemak ayam tidak menunjukkan overlaping kecuali
untuk lemak ayam dengan pola yang hampir mirip dengan lemak babi.
5. Titik perbedaan ketiga yaitu pada daerah bilangan gelombang 966-967 cm-1 menunjukan
keberadaan asam lemak tidak jenuh trans pada sampel lemak sapi karena kandungan
lemak trans yang tinggi sedangkan pada sampel lemak babi terlihat tidak ada puncak
yang muncul atau serapan tersebut sangat lemah begitu pula untuk pola spektrum lemak
ayam.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono A., 2001, Sistem Sertifikasi Halal di Indonesia, Seminar Pangan, Teknologi
Pangan dan Gizi, Fakultas teknologi Pertanian, IPB.
Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wooton, M. 1987. Ilmu Pangan, Terjemahan
Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI Press.
Hermanto, Sandra., dkk. 2008. Profil dan Karakteristik Lemak Hewai (Ayam, Sapi dan Babi)
Hasil Analisa FTIR dan GCMS. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Irwandi J., Saeed M.E., Torla, H., and Zaki, M., Determination of Lard in Mixture of body
fats of Mutton and Cow by Fourier Transform Infrared Spectroscopy, J. Oleo Sci., Vol
52, No. 12, 633-638, 2003.
Lean, M.E.J. 2013. Ilmu Pangan, Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Janusz Czarniecki, 2003, GC/MS Analysis for Unsaturated Fat Content in Animal Feed,
Nafag Company, Gossau, Switzerland.
Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rohman, A. dan Sudjaji. 2012. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. ANTS: John Wiley
& Sons, Ltd
Solikhah, Syiria. 2018. Analisis Kandungan Lemak Babi dalam Es Krim yang Beredar di
Wilayah Purwokerto Menggunakan FTIR dan Kemometrik Sebagai Autentikasi Halal
Skripsi. Jawa Tengah. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai