Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HEMATOLOGI I

HEMOPOEISIS

Disusun Oleh :

Julian Jasa Pratama (P27903219013)

Nurul amaliah (P27903219013)

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

TEKNIK LABORATORIUM MEDIS

SEPTEMBER 2020

Jl. Dr. Sitanala Komplek SPK Keperawatan Tangeran RT. 002 / RW.003

Karang Sari Kec. Neglasari Kota Tangerang, Banten 11610


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang
primitif sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada
dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya (Bakta,
2007).
Jumlah darah didalam tubuh seseorang yang sehat atau orang dewasa
sebanyak kira-kira 1/13 berat tubuh (Komandoko, 2013). Warna darah
ditentukan oleh kadar O2 (oksigen) dan kadar CO2 (karbondioksda) di
dalamnya. Darah arteri berwarna merah muda karena banyak O2 yang
berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah vena berwarna
merah tua/gelap karena kurang oksigen (D’Hiru, 2013). Fungsi darah secara
umum yaitu: bekerja sebagai sistem transpor dari tubuh, mengantarkan
semua bahan kimia; eritrosit mengantarkan O2 dan zat makanan yang
diperlukan tubuh dan menyingkirkan CO2 dan hasil buangan lainnya;
leukosit sebagai perlindungan tubuh dengan menyediakan banyak bahan
pelindung terhadap benda asing; plasma membagi protein yang diperlukan
untuk pembentukan jaringan, menyegarkan cairan jaringan karena melalui
cairan ini semua sel dalam tubuh menerima makanannya; trombosit
berperan dalam pembekuan darah (Pearce Evelyn C.)

1.2 Rumusan Masalah


Penulis sudah menyusun sebagian permasalahan yang hendak dibahas
dalam makalah ini. Ada pula sebagian permasalahan yang hendak dibahas
dalam makalah ini antara lain :
1. Bagaimana pengertian dan proses hemopoeisis?
2. Bagaimana pengertian dan proses eritropoeisis?
3. Bagaimana pengertian dan proses leukopoeisis?
4. Bagaimana pengertian dan proses trombopoeisis?

1.3 Tujuan Masalah


Bersumber pada rumusan masalah yang disusun penulis diatas, hingga
tujuan dalam penyusunan dalam makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui pengertian dan proses hemopoeisis.
2. Mengetahui pengertian dan proses eritropoeisis.
3. Mengetahui pengertian dan proses leukopoeisis.
4. Mengetahui pengertian dan proses trombopoeisis.
BAB II
PEMBAHASAN

Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang primitif

sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh

darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai pembawa oksigen, mekanisme


pertahanan tubuh terhadap infeksi, dan mekanisme hemostasis.

2.1 Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis)


Hemopoesis atau hematopoiesis ialah proses pembentukan darah. Tempat
hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :
a. Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)
umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
b. Bayi : Sumsum tulang
c. Dewasa : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum
dan pelvis, ujung proksimal femur.
Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada
sumsum tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :
1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)
Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel
darah, termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam
sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai
pluripotent (totipotent) stem cell.
Sel induk pluripotent mempunyai sifat :
a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan
pernah habis meskipun terus membelah;
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri;
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel
9
dengan fungsi-fungsi tertentu.

Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik


dapat dibagi menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang
mempunyai kemampuan untuk menurunkan seluruh jenis sel-sel darah.
b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk
berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk
yang termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk
limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi
hanya beberapa jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-
granulocytelmonocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel
granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi
satu jenis sel saja. Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte)
hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit-granulocyte)
hanya mampu berkembang menjadi granulosit.
2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel
induk tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
a. Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b. Sel-sel stroma :
- Sel endotel
- Sel lemak
- Fibroblast
- Makrofag
- Sel reticulum
c. Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan
proteoglikan.

Gbr 1. Fisiologi dan Patologi Haemopoesis


(Haematology at a Glance, oleh Victor Hoffbrand, edisi ke-2, London 2005, hal 8)
Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :
a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran
darah mikro dalam sumsum tulang.
b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan
oleh adanya adhesion molecule.
c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth
factor, cytokine, dan lain-lain.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :
1. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.
2. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.
3. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.
4. Asam amino.
10
5. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain
4. Mekanisme regulasi
Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas
pertumbuhan sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke
darah tepi sehingga sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan
tepat. Produksi komponen darah yang berlebihan ataupun kekurangan
(defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-zat yang berpengaruh
dalam mekanisme regulasi ini adalah :
a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :
- Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)
- Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
- Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
- Thrombopoietin
- Burst promoting activity (BPA)
- Stem cell factor (kit ligand)
b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7,
IL-8, IL-9, IL-9, IL-10.
Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah
sendiri, seperti limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-
sel penunjang, seperti fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang
pertumbuhan sel induk (stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan
pertumbuhan sel induk (inhibitory cytokine). Keseimbangan kedua jenis
sitokin ini sangat menentukan proses hemopoesis normal.
c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon
yang dibentuk diginjal khusus merangsang precursor eritroid.
d. Hormon nonspesifik
Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk hemopoesis,
seperti :
- Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.
- Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.
- Glukokortikoid.
- Growth hormon
- Hormone tiroid

Dalam regulasi hemopoesis normal terdapat feed back mechanism : suatu mekanisme
umpan balik yang dapat merangsang hemopoesisjika tubuh kekurangan komponen
darah (positive loop) atau menekan hemapoesis jika tubuh kelebihan komponen darah

tertentu (negative loop).11

Gbr 2. Diagram tabung yang berisi darah dengan plasma darah


nd
(A Beginner’s Guide to Blood Cells, oleh Barbara J Bain, 2 Edition, by Blackwell
Publishing Ltd, 2004, halaman 2)

2.2 Eritropoiesis
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan balik.
Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh
anemia. Ia juga dirangsang oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat
tinggi. Eritropoiesis dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein bersirkulasi
yang dinamai eritropoietin yang terutama disekresikan oleh ginjal.
Setiap orang memproduksi sekitar 10 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari
sel induk menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di
sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan
sitoplasma biru tua, dengan inti ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang
sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian
normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini
juga mengandung sejunlah hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna
merah muda) dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan
dengan hilangnya RNA dan apparatus yang mensintesis protein, sedangkan
kromatin inti menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas
lanjut didalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit yang
masih mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis
hemoglobin.
Gbr. 4. Gambar sel-sel darah dalam hematopoiesis (Colour Atlas of Hematology, Practical
Microscopic and Clinical Diagnosis, oleh Harald Theml,M.D.Professor,Newyork 2004, hal 2-
3)

Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam

sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi

matur, terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur

berwarna merah muda seluruhnya, adlah cakram bikonkaf tak berinti. Satu

pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah

berinti (normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi diluar

sumsum tulang (eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa


penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia

yang normal.15
2.3 Leukopoiesis

Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya


colony stimulating (factor perangsang koloni). Colony stimulating ini dihasilkan
oleh leukosit dewasa.

Leukosit dibentuk di sumsum tulang terutama seri granulosit, disimpan dalam


sumsum tulang sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya
meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Proses
pembentukan limfosit, ditemukan pada jaringan yang berbeda seperti sumsum
tulang, thymus, limpa dan limfonoduli. Proses pembentukan limfosit dirangsang
oleh thymus dan paparan antigen.

Bertambahnya jumlah leukosit terjadi dengan mitosis (suatu proses


pertumbuhan dan pembelahan sel yang berurutan). Sel-sel ini mampu
membelah diri dan berkembang menjadi leukosit matang dan dibebaskan dari
sumsum tulang ke peredaran darah. Dalam sirkulasi darah, leukosit bertahan
kurang lebih satu hari dan kemudian masuk ke dalam jaringan. Sel ini bertahan
di dalam jaringan hingga beberapa minggu, beberapa bulan, tergantung pada
jenis leukositnya (Sacher, 2004).

Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit. Leukosit ada 2


jenis, sehingga pembentukannya juga sesuai dengan seri leukositnya.
Pembentukan sel pada seri granulosit (granulopoiesis) dimulai dengan fase
mieloblast, sedangkan pada seri agranulosit ada dua jenis sel yaitu monosit dan
limfosit. Pembentukan limfosit (limfopoiesis) diawali oleh fase limphoblast,
sedangkan pada monosit (monopoiesis) diawali oleh fase monoblast.

Granulopoiesis adalah evolusi paling dini menjadi myeloblas dan


akhirnya menjadi sel yang paling matang, yang disebut basofil, eosinofil dan
neutrofil. Proses ini memerlukan waktu 7 sampai 11 hari. Mieloblas,
promielosit, dan mielosit semuanya mampu membelah diri dan membentuk
kompartemen proliferasi atau mitotik. Setelah tahap ini, tidak terjadi lagi
pembelahan, dan sel mengalami pematangan melalui beberapa fase yaitu:
metamielosit, neutrofil batang dan neutrofil segmen. Di dalam sumsum tulang
sel ini mungkin ada dalam jumlah berlebihan yang siap dibebaskan apabila
diperlukan. Sel-sel ini dapat menetap di sumsum tulang sekitar 10 hari,
berfungsi sebagai cadangan apabila diperlukan.

Limfopoiesis adalah pertumbuhan dan pematangan limfosit. Hampir 20% dari


sumsum tulang normal terdiri dari limfosit yang sedang berkembang. Setelah
pematangan, limfosit masuk ke dalam pembuluh darah, beredar dengan interval
waktu yang berbeda bergantung pada sifat sel, dan kemudian berkumpul di
kelenjar limfatik (Sacher, 2004).

Monopoiesis berawal dari sel induk pluripoten menghasilkan berbagai sel induk
dengan potensi lebih terbatas, diantaranya adalah unit pembentuk koloni
granulosit yang bipotensial. Turunan sel ini menjadi perkusor granulosit atau
menjadi monoblas. Pembelahan monoblas menghasilkan promonosit, yang
sebagiannya berpoliferasi menghasilkan monosit yang masuk peredaran. Yang
lain merupakan cadangan sel yang sangat lambat berkembang. Waktu yang
dibutuhkan sel induk sampai menjadi monosit adalah sekitar 55 jam. Monosit
tidak tersedia dalam sumsum dalam jumlah besar, namun bermigrasi ke dalam
sinus setelah dibentuk. Monosit bertahan dalam pembuluh darah kurang dari 36
jam sebelum akhirnya masuk ke dalam jaringan (Fawcett, 2002).

Tabel 1: Jangka hidup leukosit


Jenis sel Dalam sirkulasi darah Dalam jaringan hidup
granulosit 6-8 jam memendek pada 2 sampai 3 hari
infeksi akut
Monosit Kurang dari 36 jam Berbulan-bulan atau
bertahun-tahun sebagai
makrofag jaringan
LimfositT Tetap dalam darah beberapa Bervariasi dari beberapa hari
jam, tetapi di sirkulasi kira- sampai beberapa tahun
kira setiap 10 jam
Limfosit Sedikit yang beredar Kebanyakan menetap dalam
B jaringan limfoid setelah
menjadi sel plasma, hidup 2
sampai 3 jam
sumber: Fawcett, 2002

2.4 Trombopoiesis
1. perkembangan trombosit disusum tulang :
Morfologi trombopoiesis sangat berbeda dari eritropoesis dan
granulopoesis karena tidak terjadi sebagai suatu perkembangan sel
fungsional matang dari prekusor yang belum matang dengan perbedaan
kriteria morfologis yang nyata dan melalui pembelahan pematangan yang
terjadi selanjutnya. Pada trombopoesis ,terjadi proses poliploidisasi
berulang kali,yang menimbulkan berbagai tipe sel 2N-32N (64N) melalui
endoreduplikasi DNA,yang setara dengan berbagai tahapan
fungsi.terdapat tiga macam bentuk sel yang dapat dikenali.
 Megakarioblas.

Badan sel biasanya lebih besar dari pada badan sel


proeiritroblas.perbandingan antara inti dan sitoplasma berubah karena
inti menjadi lebih besar. Kepadatan kromatin inti berbeda-beda.
Nukleolus sebagian besar tertutup,tetapi terdapat dalam jumlah
besar.pada penyatuan inti yang mencolok,terdapat sel yang berinti dua
hingga empat. Sitoplasma tampak nasofilik kuat,terbebas dari
granulasasi,dan dibagian tepi kadang-kadang terlihat sedikit menjuntai.
Sering terdapat trombosit yang melekat.

 Promegakariosit
Promegakarisit adalah megakariosit yang setengah matang. Produk
poliploidasi megakarioblas yang berdemensi besar. Inti sel sangat
besar dan sedikit berlobus selain bentuk dengan kecenderungan
segmentasi (berlobus) yang dapat dikenali dengan jelas. Kromatin inti
sebagian besar teranyam rapat,nukleoulus yang ada kebanyakan
terselubungi. Sitoplasma tampak basofilik dengan beberapa area
azurofilik, yang menunjukan permulaan aktivitas trombopoesis. Luas
sitoplasma bertambah secara nyata. Ditepi sel,terdapat trobosit yang
melekat.

 Megakariosit yang matang


Sel terbesar yang dijumpai pada hematopoiesis disumsum tulang
dalam kondisi dalam kondisi normal. Serangkaian gumpalan (haustra)
inti yang khas terbentuk dari sitoplasma azurofilik ditutupi bintik-
bintik halus, sebagai perwujudan terakhir pembentukan trombosit yang
aktif. Perluasan dan penonjolan bagian sitoplasma azurofilik
menandakan suatu persiapan pelepasan trombosit.

Sebagian kecil megakariosit (dibawah 10%) menunjukan inti tungal


atau ganda yang berbentuk bulat-oval dan kecil ( yang lebih dikenal
sebagai mikromegakariosit) pada pengecilan diameter sel. Elemen-
elemen ini juga memiliki aktiviats trombopoetik. Suatu fenomena yang
dikenal sebagai empiropolesis, yaitu pengembaraan granulosit matang
melalui sitoplasma megakariosit tanpa menganggu integrasi sel, yang
tidak mengindikasikan suatu proses fagositosis.
2. Stadium pelepasan trombosit

Struktur sitoplasma megakariosit yang berada pada tahap ini, dan saling
berhubungan, menunjukan penjuluran yang yang tidak beraturan dan
brtambahnya peluruhan.
pada keadaan ini , terbentuk makropartikel yang tak terbilang banyaknya dan
selanjutnya mikropartikel dengan granulasi azurofilik halus yang merupkana
trombosit matang. Sisa inti yang tidak mengandung sitoplasma tetap ada
sampai dihancurkan oleh makrofag disumsum tulang (perhatian: kesalahan
diagnostic dapat terjadi pada pencarian sel-sel asing).

3. Trombosit (keeping-keping darah).


Produk pematangan sitoplasma megakariosit, yang disemburkan kedalam
darah perifer. Bentuk element terkecil dalam sedia-an apus darah (Sekitar 1/5
hingga 1/4 besar eritrosit), yang terdiri atas sitoplasma basofilik pucat
(hialomer) dan granulasi azurofilik (granulomer). Dalam keadaan fisiologis,
autoagregasi pada seiaan apus darah tanpa penambahan EDTA menimbulakn
penyatuan erat beberapa trombosit dalam preparat apus.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Darah merupakan komponen esensial mahluk hidup, mulai dari binatang
primitif sampai manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada
dalam pembuluh darah sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai
pembawa oksigen, mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, dan
mekanisme hemostasis.
2. Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan
balik. Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan
dirangsang oleh anemia. Ia juga dirangsang oleh hipoksia dan peningkan
aklimatisasi ke tempat tinggi. Eritropoiesis dikendalikan oleh suatu
hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai eritropoietin yang
terutama disekresikan oleh ginjal.
3. Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh
adanya colony stimulating (factor perangsang koloni). Colony stimulating
ini dihasilkan oleh leukosit dewasa.
4. Morfologi trombopoiesis sangat berbeda dari eritropoesis dan
granulopoesis karena tidak terjadi sebagai suatu perkembangan sel
fungsional matang dari prekusor yang belum matang dengan perbedaan
kriteria morfologis yang nyata dan melalui pembelahan pematangan yang
terjadi selanjutnya.
Daftar Pustaka

1. Mehta AB, Hoffbrand AV, Hematological aspect of systemic disease. In


Hoffbrand AV, Tuden H, eds. Postgraduate hematology. 5th ed. Oxford;
Blackwell, 2005; 971-72. 8.
2. Hunt BJ, Grcaves M. Acquired venous thrombosis. In: Hoffbrand AV,
Tuden H, eds. Postgraduate Haematology 5th ed. Oxford: Blackwell, 2005.
901. 9.
3. Kim SY, Lee SK. Son JS, Han YJ, Song HS. Preoperative assessment of
coagulation profiles using a thromboelastography in patients with chronic
renal faiure. Korean J Anesthesiol 2002; 43: 407-12.
4. Subdan-ud-Din, Shah A.R. Shahida. Heomostatic defects in chronic kidney
disease J.Med.Sci 2013; 21(3) : 149-152.
5. I Made Bakte. Hematologi klinik ringkas. Edisi-1. Jakarta :Penerbit EGC;
2006 p 233-254.
6. Mehta AB, Hoffbrand AV, Hematological aspect of systemic disease. In
Hoffbrand AV, Tuden H, eds. Haematology at a glance. 1st ed. Oxford;
Blackwell, 2000; 78-81.
7. Clemetson KJ. Platelet GPIb-V-IX complex. Thromb Haemost 1997;
78:266.
8. Sixma JJ, van Zanten GH, Huizinga EG, et al. Platelet adhesion to collagen:
an update. Thromb Haemost 1997; 78:434.
9. Savage B, Shattil SJ, Ruggeri ZM. Modulation of platelet function through
adhesion receptors. A dual role for glycoprotein IIb-IIIa (integrin alpha IIb
beta 3) mediated by fibrinogen and glycoprotein Ib-von Willebrand factor. J
Biol Chem 1992; 267:11300.
10. Shattil SJ, Kashiwagi H, Pampori N. Integrin signaling: the platelet
paradigm. Blood 1998; 91:2645.
11. Kroll MH, Schafer AI. Biochemical mechanisms of platelet activation.
Blood 1989; 74:1181.
12. Gawaz M, Neumann FJ, Dickfeld T, et al. Activated platelets induce
monocyte chemotactic protein-1 secretion and surface expression of
intercellular adhesion molecule-1 on endothelial cells. Circulation 1998;
98:1164.
13. Harrison P, Savidge GF, Cramer EM. The origin and physiological relevance
of alpha-granule adhesive proteins. Br J Haematol 1990; 74:125

Anda mungkin juga menyukai