DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................4
1.4 Manfaat......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
3.1 Kesimpulan..................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Lichen merupakan asosiasi antara fungi dan alga, hingga dari segi
morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Alga yang ikut menyusun
lichen yaitu ganggang biru (Cyanophyceae), kadang-kadang juga ganggang
hijau (Chlorophyceae). Kebanyakan cendawan yang ikut menyusun lichen
tergolong ke dalam Ascomycetes terutama Discomycatales, hanya kadang-
kadang Pyrenomycatales. Basidiomycetes mengambil bagian dalam
pembentukan lichen, kebanyakan cendawan tertentu bersimbiosis dengan
ganggang tertentu pula. Jadi bentuk lichen bergantung pada macam cara
hidup bersama organisme yang menysunnya (Tjitrosoepomo, 2014).
1
Persebaran lichen sangat luas dan merupakan tumbuhan epifit, lichen
tumbuh di permukaan batu, kayu yang lapuk, pohon dan berbagai permukaan
benda lainnya. Tumbuhan ini tidak terikat pada tingginya tempat di atas
permukaan laut (Campbell & Reece, 2016). Lichen memiliki warna tallus
yang bervariasi mulai dari orange, kuning, biru, hijau, hitam, dan putih dan
mereka tampak berkerak. Umumnya, lichen tampak seperti bercak-bercak,
garis-garis, seperti lembaran-lembaran daun, dan seperti akar tanaman yang
mencuat ke udara. Semua lichen butuh air untuk tumbuh, tetapi mereka bisa
bertahan dalam keadaan kering untuk waktu yang lama. Lichen yang kering
dengan kondisi yang sangat rapuh, bila terpisah dari thallus utamanya maka
potongan thallus tersebut akan terbawa oleh angin atau air sehingga akan
jatuh pada tempat yang baru. Pada tempat yang baru, potongan thallus
tersebut akan tumbuh menjadi thallus yang baru. Reproduksi seksual
mempunyai sifat terbatas untuk pasangan fungi yang terdapat pada lichen,
sebab sebagian besar komponen fungi pada lichen termasuk dalam golongan
Ascomycetes. Reproduksi ini meliputi pembentukan askokarp dalam struktur
khusus yang disebut dengan asci, tumbuh pada apotesium atau peritesium.
Banyak jenis fungi pada lichen membentuk askokarp, tergantung pada
golongannya. (Whitesel, 2006).
2
Lichen adalah salah satu organisme yang digunakan sebagai bioindikator
pencemaran udara. Kematian lichen yang sensitif dan peningkatan dalam
jumlah spesies yang lebih tahan lama dalam suatu daerah dapat dijadikan
peringatan dini akan kualitas udara yang memburuk (Campbell & Reece,
2016). Lichen merupakan bioindikator pencemaran udara, karena lichen
sangat sensitif terhadap pencemaran udara. Tidak seperti banyak tanaman
vaskular, lichen tidak memiliki bagian daun sehingga tidak bisa menghindari
paparan polutan dengan memusatkan polutan di permukaan daun.
Kekurangan stomata dan kutikula pada lichen berarti aerosol dapat diserap di
atas permukaan seluruh tallus. Dengan demikian lichen memiliki sedikit
kontrol biologis atas pertukaran gas dan polutan udara (Nash, 2008).
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menjelaskan tentang teknik
penulisan Karya tulis ilmiah (KTI) yang di dalamnya mencakup teknik
pengutipan. Dalam makalah ini kami mengangkat judul “Lichen”.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
2.1 Bagaimana karakteristik dari lichen ?
2.2 Bagaimana morfologi dan fisiologi dari lichen ?
2.3 Bagaimana peran fotobion dan mikobion pada lichen ?
2.4 Bagaimana siklus hidup dari lichen ?
2.5 Bagaimana studi kasus ilmiah tentang lichen ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pembuatan makalah ini adalah:
3.1 Menjelaskan karakteristik dari lichen.
3.2 Menjelaskan morfologi dan fisiologi dari lichen.
3.3 Menjelaskan peran dari fotobion dan mikobion pada lichen.
3.4 Menjelaskan siklus hidup dari lichen.
3.5 Menjelaskan studi kasus ilmiah tentang lichen dari jurnal ilmiah.
1.4 Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini yaitu sebagai sumber informasi ilmiah bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam pengkayaan pengetahuan
mengenai lichen dalam biologi tumbuhan rendah (BTR).
4
BAB II
PEMBAHASAN
Lichenes adalah hasil simbiosis antara tumbuhan yang terdiri dari fungi
dan satu atau lebih mitra fotosisntesis, umumnya merupakan alga hijau atau
cyanobacterium. Lichenes sekilas mirip dengan alga, kunci untuk
membedakan Lichenes dengan alga adalah tekstur, distribusi dan warna yang
paling menonjol (Nash 2008). Pada Lichenes, alga menghasilkan makanan
(karbohidrat) karena fungi tidak bisa membuat makanan sendiri, energi
didapatkan dari alga. Hubungan simbiosis fungi dan alga membantu Lichenes
beradaptasi dengan kehidupan di semua tempat. Lichenes membutuhkan air
dan sinar matahari untuk tumbuh. Beberapa spesies dapat menyerap air
hingga 20 kali berat tubuhnya (Whitesel 2006).
Di dunia ini ada sekitar 20.000 spesies alga. Sebagian besar berada di
daerah tropis sebagai wilayah dengan tingkat keragaman organisme yang
tinggi. Lichenes merupakan tumbuhan yang mampu hidup di daerah ekstrem
di permukaan bumi. Mereka dapat tumbuh di permukaan tanah, bebatuan,
pepohonan bahkan permukaan - permukaan benda buatan manusia. Mereka
5
ada di tempat yang jarang ada organisme yang mampu hidup di sana seperti
puncak gunung, padang pasir, dan daerah kutub. Di samping itu, Lichenes
seringkali tumbuh di pohon dan semak - semak sebagai epifit, mereka tidak
mengambil makanan dari organisme yang ditempelinya akan tetapi
mengambil makanan dari atmosfer. Lichenes sangat beragam ukuran, warna
dan bentuk. Mereka juga mampu berubah warna selama musim hujan ketika
terbilas oleh air dan menghasilkan makanan (Roziaty 2016).
6
Gambar 1. Struktur Lichen
Menurut Efri Roziaty, (2016) secara anatomi, jaringan talus Lichenes
tersusun atas beberapa lapisan diantaranya:
7
4. Kortek bawah
Lapisan kortek bawah terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan
membentang secara vertikal terhadap permukaan talus. Lapisan ini
terbentuk rhizoid yang berkembang masuk ke substrat. Jika tidak ada
rhizoid fungsinya akan digantikan dengan hifa-hifa fungi yang merupakan
perpanjangan hifa dari lapisan medulla.
Lichenes merupakan simbiosis antara dua jenis organisme yaitu fungi dan
alga. Alga menghasilkan makanan fungi melalui proses fotosintesis dan fungi
melindungi alga dengan menyisakan air dan menyediakan nutrisi mineral.
Simbiosis yang terjadi mengakibatkan kedua komponen tersebut saling
tergantung satu sama lain. Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan
bahwa klasifikasi Lumut Kerak (Lichenes) berdasarkan komponen fungi
terbagi menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Ascolichens
Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk Lumut Kerak (Lichenes)
yang berasal dari kelas Ascomycetes. Tipe ini terbagi dalam dua bagian
yaitu:
a. Gymnocarpae yang memiliki tubuh buah berupa apotesium dengan
struktur terbuka, contohnya Parmelia.
b. Pyrenocarpae, memiliki tubuh buah berupa peritesium dengan struktur
tertutup, contohnya Dermatocarpon.
2. Basidiolichens
Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk tanaman Lumut Kerak
(Lichenes) adalah dari kelas Basidiomycetes. Basidioliches memiliki
komponen alga yang termasuk dalam kelas Myxophyceae, berupa filamen
(Scytonema) atau non-filamen (Chroococcus).
3. Lichen Imperfecti
Pada tipe ini, komponen fungi yang membentuk tanaman Lumut Kerak
(Lichenes) adalah dari kelas Deuteromycetous dengan contoh antara lain
Cystocoleus, Lepraria, Leprocalon, Normandia.
8
2.2 Morfologi dan Fisiologi Lichen
1) Crustose
Lichenes Crustose merupakan salah satu jenis Lichenes yang memiliki
thallus yang umumnya berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat di
permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Sehingga jenis Lichenes ini
tidak mudah untuk dicabut tanpa merusak substratnya. Contoh: Graphis
scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau Pleopsidium.
2) Foliose
Jenis Lichenes Foliose ini memiliki struktur seperti daun yang tersusun
oleh lobus-lobus. Lichenes Foliose relatif lebih longgar melekat pada
substratnya. Ciri-ciri thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun
yang mengkerut dan berputar. Habitat dari Lichenes ini melekat pada batu,
ranting, dan rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk
mengabsorbsi makanan. Contoh : Xantoria, Peltigera, Parmelia.
3) Fruticose
Lichenes Fruticose memiliki thallus berupa semak dan memiliki
banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau
menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat
perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Contoh : Usnea, Ramalina,
dan Cladonia.
9
4) Squamulose
Lichenes jenis Squamulose ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus
ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih
serta saling memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.
10
tidak adanya cahaya, kelembapan, dan juga umur inang serta kondisi substrat
(Kumar, 2009). Terdapat karakter fisiologis yang unik pada liken, seperti
kemampuannya mengolonisasi habitat yang memiliki kelembapan, cahaya,
dan suhu yang ekstrim. Berbeda dengan tumbuhan, liken tidak memiliki
lapisan kutikula yang melindungi permukaan talusnya sehingga air dengan
mudahnya terserap oleh talus (Nash, 2008). Liken juga tidak memiliki akar
sehingga hanya mengandalkan penyerapan nutrisi dari atmosfer.
11
(Purvis 2000). Fotobion yang menjadi rekan cendawan berasal dari ganggang
hijau dan sianobakteria yang umumnya dapat hidup bebas maupun menjadi
simbion liken. Genus ganggang hijau yang paling umum menjadi fotobion
adalah Trebouxia dan Trentepohlia, dan terdapat banyak genus lain di
antaranya Chlorella, Myrmecia, Pleurastrum, dan Dictyochloropsis.
Sianobakteri yang paling sering menjadi fotobion adalah Nostoc, dan genus
sianobakteri yang lainnya misalnya Gloeocapsa dan Chroococcidiopsis
(Purvis 2000, Nash 2008). Sedangkan Microbiont umumnya berasal dari
class Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk dalam class
Basidiomycetes. Beberapa peneliti di Jepang dan Amerika Utara telah
membuktikan bahwa liken dapat dikulturkan di laboratorium, dipisahkan
antara mikobion dan fotobionnya. Media agar lebih baik digunakan untuk
menumbuhkan liken daripada media cair (Purvis 2000).
12
Gambar 3. Perkembangbiakan Aseksual Lichen
2. Secara seksual
Perkembangan seksual pada Lichenes hanya terbatas pada pembiakan
jamurnya saja. Jadi yang berkembang secara aseksual adalah kelompok
13
jamur yang membangun tubuh Lichenes (Efri Roziaty, 2016).
Salah satu studi kasus ilmiah tentang lichen yaitu dapat dikaji dari
jurnal ilmiah yang berjudul “Respons Fisiologis Dari Lichen Epifit Terhadap
Lingkungan Perkotaan Dan Pedesaan Di Kota Bursa (Turki)”.
1. Pendahuluan
14
2003). gas fitotoksik dihasilkan dari kendaraan bermotor menyebabkan
berkurangnya keragaman dan mengubah komposisi lichen epifit di
lingkungan perkotaan dan pinggir jalan (Giordani et al. 2002; Loppi et al.
2002). Lichen merupakan indikator yang baik dari perubahan habitat,
menyediakan ukuran yang terintegrasi dari semua gangguan yang hadir di
lingkungan (Pinho et al. 2004). Keragaman lichen epifit, komposisi
komunitas lichen, akumulasi elemen jejak dan respon parameter fisiologis
dalam spesies yang sensitif dapat digunakan sebagai indikator dari
lingkungan tercemar(Garty et al. 2001; Paoli et al. 2011). Ada beberapa
penelitian yang memiliki korelasi antara perubahan kandungan pigmen
fotosintesis dari lichen dan polusi udara (Carreras dan Pignata 2001; Ra et
al. 2005; Riddell et al. 2012; Benih et al. 2013). Parameter fisiologis
mencerminkan status kesehatan (kebersihan) talus lichen, menggambarkan
informasi yang cepat tentang efek pencemaran dan memungkinkan
pemantauan efek biologis dari polusi udara (Munzi et al. 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek pada parameter
fisiologis lichen foliose P. sulcata, dan lichen fruticose E. prunastri dan P.
furfuracea yang dikumpulkan dari daerah perkotaan dan pedesaan dari
kondisi iklim, populasi dan lalu lintas di daerah tersebut.
15
dan kegiatan industri. Selain itu, termasuk polusi udara yang dikeluarkan
dari knalpot kendaraan bermotor, dan penempatan yang salah dari industri,
dan urbanisasi yang tidak direncanakan. Polusi udara di Bursa terjadi
terutama di musim dingin (Tabel 1) (Karaer, 2011). Rata-rata konsentrasi
SO2 diukur selama musim dingin (236,8 g/m 3) periode 1988-1999 Bursa
adalah sekitar 6 kali dari rata-rata di musim panas (38,7 ± 6,6 mg/m 3).
Pada tahun 1992, gas alam diperkenalkan di kota Bursa. Terjadi
peningkatan penggunaan gas tersebut selama bertahun-tahun. Rata-rata
konsentrasi SO2 diukur sebagai 73,2 ug / m3 pada tahun 1999 (Taşdemir,
2002). Begitu dua konsentrasi telah jatuh bahkan lebih di tahun-tahun
berikutnya dan diukur menjadi 10 (μ/m3) pada tahun 2010. Konsentrasi
materi sisi tertentu (PM) itu menunjukkan kecenderungan menurun di
tahun 1990-2005 di Provinsi Bursa. Konsentrasi PM itu cenderung
meningkat di tahun-tahun 2007-2009, dan diukur 61 (μ/m3) pada tahun
2010 (Anonim, 2011). Polusi udara adalah masalah prioritas ketiga di
distrik Nilüfer. Polusi udara terjadi tergantung pada penggunaan batu bara
untuk keperluan pemanasan, dan dari industri di distrik Nilüfer. Selain itu,
ada masalah bau yang dihasilkan dari instalasi pengolahan air limbah
(BUSKI) di distrik Nilüfer. Nilufer adalah kabupaten kedua di antara
kabupaten di Bursa dengan keberadaan industri berat. Masalah polusi
udara yang bersumber dari tekstil, baja, dan industri pengecoran. Polusi
udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor adalah sama pentingnya
dengan polutan yang dihasilkan dari fasilitas perumahan dan industri. 70-
90% dari emisi karbon dioksida, 40-70% dari emisi oksida nitrogen, 50%
dari emisi hidrokarbon, 100% dari emisi timbal di polusi udara di kota
Bursa disebabkan oleh kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan di Provinsi
Bursa populasinya meningkat dengan cepat secara paralel. Jumlah
kendaraan yang terdaftar untuk lalu lintas di Bursa adalah 538,598 unit
pada akhir tahun 2010 (Tabel 2). Faktor yang paling penting dalam polusi
udara kota adalah kendaraan dan dampak dari kendaraan adalah 45%.
Menurut alamat berdasarkan sistem pendaftaran penduduk, penduduk
16
provinsi Bursa pada 2010 tahun adalah 2.605.495 dan kepadatan penduduk
adalah 241 orang / km2 (Karaer, 2011).
Tabel 1. Rata-rata nilai dari gas polutan udara (mg / m³) per bulan di provinsi
Bursa dan kabupaten Nilufer pada tahun 2012.
17
Gambar 1. Wilayah studi dan lokasi.
Dalam penelitian ini, efek pada parameter fisiologis lumut polusi udara
yang disebabkan oleh urbanisasi dan lalu lintas kemacetan yang diselidiki. Untuk
tujuan ini, tiga daerah dengan berbagai tingkat urbanisasi, kepadatan penduduk,
dan kepadatan kendaraan bermotor di jarak yang berbeda dari pusat kota sekitar
kota Bursa dipilih sebagai lokasi penelitian (Gambar. 1, Tabel 3). Di kota Bursa
didominasi iklim Mediterania. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 707,5 mm,
dan rata-rata suhu tahunan adalah 14,6 ˚C dengan kelembaban rata-rata 69,7%
(Gambar. 2) (TSMS, 2018). Secara umum, utara-angin didominasi di Bursa.
Sedangkan arah angin yang dominan di musim panas adalah N49 ° E (61,3%),
N53 ° E (53,6%) di musim gugur, dan N72 ° E (62,8%) di musim dingin, arah
angin dominan di musim semi adalah S74 ° W (47.6 %) (Öztürk, 2010).
18
Gambar 2. Diagram iklim kota Bursa.
Tabel 3. Iklim dan karakteristik topogenik dari situs sampel lichen dikumpulkan.
19
2.3 Aktivitas GST
Sampel freezing yang dihomogenkan 15 menit setelah penambahan
penyangga dingin (kalium fosfat) pada pH 6,7 (1/3 massa / volume) menggunakan
mortar porselen. Homogenat itu disentrifugasi pada 9000 g selama 40 menit pada
suhu 4°C (Ferrat et al. 2003). Supernatan dipisahkan menggunakan mikropipet.
Supernatan digunakan untuk menentukan aktivitas enzim GST. Perawatan diambil
untuk mencapai homogenisasi, pencampuran dan semua studi enzimatik pada 0-4°
C. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode Bowman et al. (1990) dan
Habig et al. (1974) dengan GSH dan CDNB sebagai substrat. Aktivitas enzim
GST ditentukan dengan menelusuri pembentukan link tioeter antara GSH
dikatalisasi oleh enzim dan CDNB di Cecil 5000- Spektrofotometer. Kegiatan
tersebut diukur sebagai perubahan absorbansi per menit pada 340 nm pada 25°C.
2.4 Analisis Statistik
Signifikansi perbedaan antara situs parameter fisiologis spesies lumut yang
dikumpulkan dari tiga lokasi lahan dievaluasi dengan analisis satu arah varians
(ANOVA) dengan uji Tukey. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan
SPSS for Windows (Versi 22). Untuk menentukan hubungan antara kondisi iklim,
penduduk dan lalu lintas di situs, dengan parameter fisiologis tiga spesies lumut
yang digunakan untuk koefisien korelasi Pearson. Perbedaan itu dianggap
signifikan pada p <0,05.
3. Hasil
Dalam penelitian ini, parameter fisiologis dari lichen foliose P. sulcata dan
lichen fruticose E. prunastri dan P. furfuracea diukur pada berbeda tiga daerah
dan hasilnya diberikan pada Gambar. 3. Dibandingkan dengan variasi kandungan
protein total untuk setiap spesies lichen antara situs, semua spesies lichen
menunjukkan kesamaan dalam I Situs dan II, dan III Site secara statistik
signifikan dan berbeda dari situs lain. Sebaliknya, variasi total kandungan
karbohidrat untuk setiap spesies lichen serupa di situs II dan III, dan berbeda
dalam situs I. kandungan protein total diukur dalam talus dari E. prunastri dan P.
furfuracea meningkat dengan peningkatan polusi udara terhadap dari situs saya ke
III (Gambar. 3). CHL-a dan kandungan karotenoid diukur dalam talus dari
20
Parmelia sulcata menunjukkan tidak ada perbedaan antara situs, dan E. prunastri
dan P. furfuracea perbedaan yang signifikan, terutama situs I dan III. Dalam hal
Chl-b, hanya P. furfuracea memiliki perbedaan yang signifikan antara situs I dan
III. Terendah konten CHL untuk setiap spesies lichen diukur dalam sampel yang
dikumpulkan dari Situs III. Variasi dalam isi Chla dari E. prunastri dan P.
furfuracea antara situs yang signifikan, P. sulcata tidak. Terutama, tingkat Chl-a
di talus dari P. furfuracea dikumpulkan dari daerah perkotaan (Site III) menurun,
dan peningkatan di daerah pedesaan (Site I dan II). Memang, tingkat tertinggi
Chl-a diukur pada situs di daerah pedesaan. Kegiatan GST untuk semua spesies
lichen menunjukkan kesamaan di situs II dan III, dan terutama yang terdeteksi
perbedaan yang signifikan antara situs I dan III (Gambar. 3).
21
Gambar 3. Perbandingan Rata-rata ± nilai SD dengan ANOVA satu arah dengan
uji Tukey parameter fisiologis spesies lichen yang dikumpulkan dari tiga daerah.
Koefisien korelasi Pearson antara kondisi iklim dan antropogenik di situs
dan parameter fisiologis tiga lichen epifit yang diberikan dalam Tabel 4. Kadar
protein dan aktivitas GST untuk setiap spesies lichen epifit telah ditemukan untuk
menjadi korelasi yang signifikan dengan parameter iklim, penduduk dan lalu
lintas. kandungan protein dan aktivitas GST yang menunjukkan korelasi negatif
22
dengan curah hujan dan kelembaban, sementara positif korelasi dengan suhu,
populasi dan jumlah kendaraan bermotor. Aktivitas GST ditingkatkan dengan
meningkatkan tingkat polusi di situs, dan CHL-kandungan menurun.
Tabel 4. korelasi Pearson antara penduduk dan lalu lintas dengan parameter
fisiologis di talus dari E. prunastri, P. sulcata, dan P. furfuracea dalam kondisi
lingkungan pedesaan dan perkotaan.
Variasi dalam CHL-a dan kandungan karotenoid di talus dari E. prunastri dan P.
furfuracea ditemukan signifikan secara statistik. Variasi dalam CHL-dan
karotenoid konten di kedua spesies lichen fruticose yang menunjukkan korelasi
positif dengan curah hujan dan kelembaban, sementara vegetatifnya berkorelasi
dengan suhu, populasi dan jumlah kendaraan bermotor. Sebaliknya, Karbohidrat
dan Chl-b konten dalam thalli dari tiga spesies lichen epifit tidak korelasi yang
signifikan dengan parameter iklim dan antropogenik.
4. Pembahasan
Sebuah studi dari 24 spesies lichen yang diberikan dari 29 daerah di kota
Bursa, pusat kota ditunjuk sebagai gurun lichen. Hanya beberapa spesies crustose
dan lichen foliose terletak di zona perjuangan sempit di sekitar pusat kota. P.
sulcata dan P. furfuracea dikumpulkan dari zona perjuangan dan zona yang
normal pada tahun 1995 tahun (Öztürk et al. 1997). lichen foliose P. sulcata,
23
lumut fruticose E. prunastri dan P. furfuracea adalah yang paling umum spesies
lumut epifit di semua ketinggian di Uludag Mountain (Öztürk dan Güvenç 2010).
Polutan utama yang menyebabkan polusi udara di lingkungan perkotaan,
sisi jalan dan di daerah dekat dengan jalan dipancarkan gas dari kendaraan
bermotor seperti sulfur dioksida (SO 2), karbon monoksida (CO) dan khususnya
nitrogen dioksida (NO 2) ( Gilbert et al. 2007). Distribusi dan komposisi spesies
lichen dikenal bervariasi tergantung pada polusi udara dan perubahan lingkungan
(Giordani, 2007; van Herk et al. 2002). Kandungan nitrogen total dalam lumut
terbukti variasi dari spesies ke spesies dengan meningkatnya arus lalu lintas di
jalan. Tidak ada efek pada konsentrasi nitrogen dari lichen nitrophytic, Physcia
adscendens ( Fr.) H. Olivier, kepadatan lalu lintas di jalan. Di sisi lain, konsentrasi
nitrogen dari lichen asidofitik, Hypogymnia physodes ( L.) Nyl., Secara signifikan
meningkat karena kepadatan lalu lintas di jalan-jalan (Gombert et al. 2003).
Batang pH pohon lebih tinggi di daerah lalu lintas karena adanya polutan
seperti partikel alkali debu dan / atau amonium atmosfer ( Frati et al. 2006). Hal
ini diketahui menyebabkan peningkatan lichen eutrofik dan basophilous, dan
penurunan yang oligotropik dan asidotropik (van Herk, 2001). Sebuah korelasi
yang tinggi antara akumulasi nitrogen di lumut dan kedekatan ke daerah-daerah
dengan lalu lintas yang padat telah didirikan di daerah perkotaan. Lalu lintas
adalah penyebab utama penurunan keanekaragaman lichen dan kelimpahan (Llop
et al. 2012). polusi udara, terutama SO 2 dan tidak x gas yang dilepaskan dari
kendaraan bermotor yang diamati untuk mengurangi fluoresensi klorofil dalam
talus dari lichen foliose Flavoparmelia caperata ( L.) Hale (Tretiach et al. 2007).
Hasil lain yang serupa diperoleh dari Usnea sp. Dalam sejajar dengan
peningkatan polusi udara yang dipancarkan oleh lalu lintas jalan meningkat isi
Chl-a + b di talus dari Usnea sp, dan degradasi Chla (Carreras et al. 1998).
Dievaluasi hubungan antara polusi lalu lintas dan jumlah protein dan kandungan
pigmen fotosintetik (CHL-a, Chl-b dan karotenoid) di talus dari Pyxine
subcinerea Stirt. Himalaya, yang CHL-a, Chl-b dan karotenoid konten dalam talus
dari P. subcinerea menurun karena kepadatan lalu lintas di jalan-jalan, dan
menunjukkan peningkatan kadar protein (Shukla dan Upreti 2008). Mengenai efek
24
urbanisasi dan kepadatan lalu lintas di fisiologi lichen foliose Phaeophyscia
hispidula ( Ach.) Essl., Konsentrasi total klorofil adalah menurun dalam sampel
dari lokasi yang terkontaminasi, dan adanya peningkatan kadar protein (Shukla
dan Upreti 2007). lichen E. prunastri adalah salah satu spesies yang paling banyak
digunakan untuk keperluan biomonitoring, baik sebagai bioindikator kualitas
udara atau sebagai bioaccumulator deposisi atmosfer (Ayrault et al. 2007). Kadar
klorofil rendah dan klorofil yang tinggi degradasi dalam E. prunastri diukur
dalam contoh panas bumi dari Tuscany. H 2 S telah menunjukkan sebagai polutan
utama yang bertanggung jawab untuk penurunan lichen di sekitar pembangkit
listrik (Paoli dan Loppi 2008).
Sebuah pH rendah diketahui bertanggung jawab untuk degradasi klorofil
(Garty et al. 1992), dan efisiensi fotosintesis dari lichen telah ditemukan untuk
menurunkan di bawah kondisi pH rendah (Gauslaa et al. 1996). Demikian pula,
kandungan klorofil terendah terdeteksi pada lichen dari daerah perkotaan. tingkat
fotosintesis yang sangat rendah di situs industri di daerah perkotaan, sedangkan
nilai tertinggi diperoleh untuk daerah pedesaan (Garty et al. 2001). CHL-
kandungan di talus dari E. prunastri ditemukan penurunan sekitar zona
perumahan, rute transportasi utama dan kilang minyak. Konten klorofil E.
prunastri telah terbukti memiliki negatif berkorelasi dengan rasio lichen
nitrophilous, dan positif korelasi dengan keanekaragaman epifit lichen (Lackovic
et al. 2013).
Polutan yang dipancarkan oleh lalu lintas jalan ditemukan untuk
mengurangi kandungan Chl-a, Chl-b dan jumlah karotenoid di talus dari E.
prunastri, dan peningkatan total kandungan nitrogen (Frati et al. 2006). P. sulcata
ditemukan spesies yang paling toleran terhadap polusi udara (Haffner et al. 2001).
Kandungan klorofil P. sulcata ditemukan memiliki penurunan bertahap dari
perkotaan untuk situs pedesaan.
Namun demikian, tarif paling tinggi dari bersih fotosintesis diukur pada
perkotaan, dan terendah di stasiun pedesaan (von Arb et al. 1990). Mirip dengan
hasil kami, karbon bersih maksimum uptakes di P.sulcata tertinggi di situs
tercemar di musim dingin dibandingkan musim panas dalam situs oleh Ra et al.
25
(2005). Bersamaan dengan 2 serapan mirip sama sekali situs di musim dingin.
Konsentrasi total klorofil dan karotenoid umumnya lebih tinggi dalam sampel dari
situs tercemar dibandingkan dengan situs bersih. Sebaliknya, konsentrasi
karotenoid dalam lichen dari daerah yang terkontaminasi dalam temuan kami
diukur sebagai yang terendah. Setelah keduanya dilepaskan dari pembangkit
listrik termal batu bara diamati untuk mengurangi klorofil fluoresensi di lichen
epifit P. sulcata ( Fernandez-Salegui et al. 2006). pigmen fotosintesis juga
dipengaruhi oleh parameter iklim (Paoli et Al. 2010). Konsentrasi Chl-a, Chl-b,
dan karotenoid dalam talus dari E. prunastri dan P. furfuracea ditemukan
menurun dengan penurunan ketinggian dan bersama dengan bulan terpanas dan
terkering tahun (Pirintsos et al. 2011). Konsentrasi klorofil dan karotenoid dalam
meneliti tiga spesies lumut dalam penelitian kami termurah di daerah perkotaan
yang ketinggian, curah hujan dan kelembaban berkurang, dan suhu meningkat.
Jumlah kandungan klorofil dari P. furfuracea di Ankara berkurang dengan
meningkatnya polusi udara. Akhirnya, konsentrasi Chl-a adalah menurun karena
polusi udara, dan sedikit peningkatan konsentrasi Chl-b (Yıldız et al. 2008). Efek
racun dari polusi udara pada aktivitas enzim GST sebagai salah satu parameter
stres oksidatif dipelajari dalam lichen fruticose P. furfuracea. Akibatnya, aktivitas
enzim GST dan kandungan protein di daerah tercemar ditemukan lebih tinggi
daripada di daerah tercemar (Öztetik dan Çiçek 2011). Meskipun, aktivitas GST
meningkat pada lichen P. adscendens terkena cemaran kadmium, total kandungan
klorofil menurun dibandingkan dengan kontrol talus (Rustichelli et al. 2008).
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lichen merupakan asosiasi antara fungi dan alga, hingga dari segi
morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Simbiosis antara jamur
(mycobionts) dan alga atau Cyanobacteria (photobionts) merupakan
pembentuk tubuh lichen. Perkembangbiakan Lichenes terjadi secara
vegetative (Aseksual) maupun secara generatif (Aseksual).
27
DAFTAR PUSTAKA
28