Mikrobiologi Penceraan
Mikrobiologi Penceraan
Pullorum
Hewan-hewan yang rentan adalah ayam, kalkun, selain itu juga burung
gereja, itik, angsa, merpati, burung puyuh, termasuk juga burung liar. Faktor-
faktor predisposisi seperti udara kotor, sistem sanitasi yang tidak merata,
penyediaan makanan yang tidak baik, dan penyakit-penyakit lain pada waktu
bersamaan. Banyak menyerang pada anak ayam yang baru menetas dengan angka
morbiditas mencapai lebih dari 40% dan angka mortalitas tinggi dapat mencapai
85-100%. Pullorum lebih banyak menyerang pada anak ayam yang baru menetas
terutama pada umur minggu ke-2 dan ke-3, namun penyakit juga dapat menyerang
semua umur ayam (Barrow etc, 2011)
Pullorum tumbuh cepat pada media beef agar atau beef broth atau media
nutrien lainnya. Bakteri tersebut adalah aerobik dan anaerobik fakultatif dan
tumbuh baik pada suhu 37 oC. Salmonella pullorum kadang-kadang juga gagal
untuk tumbuh pada media selektif yang sudah pasti seperti Salmonella–shigela
tetapi tumbuh secara nyata diatas agar bismuth sulphite dan MacConkey agar.
Samonella tersebut tumbuh pada medium non selektif dan medium selektif yang
kaya nutrien akan mengandung bahan-bahan yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme lain. Untuk efisiensi digunakan media selektif dan non selektif
karena beberapa media mempunyai efek inhibitory tertentu dan bakteri ini
bervariasi dalam koloninya.
2.4 Paratifoid
Etiologi
Gejala Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh paratifoid sangat mirip dengan gejala
yang ditimbulkan oleh pulorum, fowl typhoid dan avian arizonosis. Ayam muda
yang terserang Salmonella sp. dapat menunjukkan gejala dan lesi yang mirip
dengan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri, misalnya
Escherichia coli. Infeksi persendian yang ditimbulkan oleh paratifoid dapat
dikelirukan dengan infectous synovitis atau arthritis yang disebabkan agen
infeksius lainnya. Pada dasarnya infeksi paratifoid merupakan penyakit pada
ayam muda, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya lingkungan,
frekuensi kontak dengan bakteri dan adanya infeksi campuran dengan agen
infeksius lainnya. Pada penyakit akut, yang disertai oleh kematian anak ayam di
dalam inkubator atau beberapa hari setelah menetas, biasanya tidak ditemukan
gejala tertentu. Pada keadaan tersebut, infeksi biasanya terjadi akibat penyebaran
melalui telur atau infeksi awal di dalam inkubator. Infeksi Salmonella sp. yang
tidak mempunyai host spesifik, biasanya ditemukan pada anak ayam dengan umur
<2 minggu dan jarang pada umur >4 minggu. Infeksi akut dapat ditemukan pada
ayam umur 7-21 hari, dengan puncak kematian sekitar umur 7-14 hari. Masa
inkubasi antara 4-5 hari dan biasanya gejala penyakit ini berlangsung 3-5 minggu
(Direktur Kesehatan Hewan, 2002).
Gejala klinis kadang tidak spesifik, anak ayam terlihat mengantuk, berdiri
pada satu kaki dengan kepala tertunduk, mata tertutup, sayap menggantung dan
bulu berdiri. Anak ayam akan kehilangan nafsu makan, tetapi konsumsi air
meningkat; diare prufus yang encer, disertai oleh material menyerupai pasta yang
melekat di daerah kloaka dan sekitarnya. Disamping itu, terlihat juga anak ayam
yang kedinginan dan cenderung untuk mengumpul dibawah pemanas. Kadang-
kadang terlihat adanya konjungtivis dan kebutaan akibat kekeruhan pada kornea
dan adanya eksudat kaseus di dalam bola mata. Infeksi pada ayam dewasa
umumnya tidak menunjukkan gejala klinis tertentu. Infeksi akut pada ayam dara
atau ayam dewasa jarang terjadi pada kondisi alami. gejala klinis yang terlihat
pada ayam yang terinfeksi dengan Salmonella typhimurium, meliputi diare yang
disertai oleh depresi dan kelemahan umum, sayap menggantung dan bulu berdiri
(Direktur Kesehatan Hewan, 2002).
Patologi
Pada ayam muda lesi mungkin tidak terlihat pada kasus yang sangat akut.
Pada kasus yang kurang akut, lesi yang terlihat meliputi emasiasi, dehidrasi,
kongesti hati dan limpa dengan jalur-jalur hemoragik atau foki nekrotik, kongesti
ginjal dan perikarditis yang disertai oleh perlekatan antara perikardium dan
jantung. Jika anak ayam yang terserang, maka akan dijumpai adanya yolk sac
yang belum terserap dan berisi eksudat radang berwarna cokelat kehijauan. Ayam
yang belum mati pada fase septisemik akut akan menunjukkan daerah nekrosis
yang multifokal di dalam paru, hati dan jantung. Terlihat juga adanya
perihepatitis, perikarditis, peritonitis dan enteritis hemoragika. Pada sekitar
sepertiga dari ayam yang mati karena salmonelosis, dapat ditemukan adanya
sekum yang mengalami distensi dengan lumen yang mengandung massa
menyerupai pasta, yang terdiri atas jaringan nekrosis yang mengeras dan berwarna
kelabu (Quinn et al, 2002).
Pada ayam dewasa yang terinfeksi secara akut dapat menunjukkan adanya
pembengkakkan dan kongesti pada hati, limpa dan ginjal; enteritis hemoragika
atau enteritis nekrotikan, perikarditis dan peritonitis. Beberapa ahli melaporkan
tentang infeksi Salmonella stanley yang ditandai oleh lesi nekrotik dan
hiperplastik pada oviduk dan lesi nekrotik supuratif pada ovarium. Lesi pada
oviduk dan ovarium kerapkali melanjut menjadi peritonitis difus dan dapat
mendukung timbulnya infeksi Salmonella pullorum. Ayam dewasa yang terinfeksi
secara kronis dan merupakan carrier paratifoid biasanya menunjukkan lesi yang
meliputi emasiasi dan ulser pada usus, pembesaran hati, limpa dan ginjal, noduli
pada jantung dan bentuk abnormal pada ova. Perubahan pada jaringan ovarium
yang ditimbulkan oleh penyakit ini tidak separah lesi yang ditimbulkan oleh
pullorum. Ayam dewasa yang terinfeksi
Pengobatan
METODE PENCERNAAN
Tempat dan Waktu
Pemeriksaaan dan isolasi bakteri dari saluran pencernaan dilaksanakan di
Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga Surabaya pada tanggal 29 April 2019-6 Mei 2019.
Inokulasi
Inokulasi Bakteri pada Media Tetrathionate broth
Media Tetrathionate broth merupakan media enrichment yang digunakan
sebagai media pertumbuhan bakteri. Penanaman pada media tetrathionate
dilakukan dengan mengambil potongan organ usus halus kemudian dimasukkan
ke dalam media tetrathionate broth. Inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC.
Dilakukan pengamatan koloni yang tumbuh ditandai dengan adanya perubahan
kekeruhan pada media Tetrathionate broth. Kemudian dilanjutkan isolasi bakteri
ke media Salmonella Shigella Agar (SSA).
Berikut ini tahapan isolasi bakteri pada media MCA dan EMBA
Identifikasi Bakteri
Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis dilakukan dengan cara mengamati koloni
bakteri yang tumbuh pada media MCA dan EMBA. Pemeriksaan makroskopis
koloni yang dinilai dari bentuk (punciform, irregular, filamentous, atau rhizoid),
ukuran (besar, sedang, kecil), warna (putih, kuning, hitam, merah, hijau),
permukaan (datar, cembung, cekung, kasar/rough, halus/smooth, mukoid), sifat
(keruh, jernih, kering, hemolitis, anhemolitis).
Pemeriksaan Mikroskopis
1. Diambil satu ose NaCl Fisiologis dan diletakkan pada objek glass
2. Ose disterilkan kembali dengan cara dipanaskan pada api bunsen sampai
berpijar, setelah dingin diambil sedikit bakteri dan disuspensikan dengan
NaCl Fisiologis.
3. Dibuat apusan setipis mungkin.
4. Dilakukan fiksasi dengan melewatkan preparat di atas api bunsen.
5. Preparat ditetesi pewarna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit.
6. Pewarna dibuang dan dibilas dengan air.
7. Preparat ditetesi dengan Lugol dan dibiarkan selama 1 menit.
8. Lugol dibuang dan dibilas dengan air.
9. Preparat ditetesi dengan alkohol dan dibiarkan selama 1 menit.
10. Alkohol dibuang dan dibilas dengan air.
11. Preparat ditetesi dengan pewarna safranin dan dibiarkan selama 1 menit.
12. Pewarna dibuang dan dibilas dengan air.
13. Preparat dikeringkan dengan kertas penghisap atau tissue halus.
14. Preparat diamati menggunakan mikroskop perbesaran 1000x dengan
bantuan minyak emersi.
Uji Biokimiawi
1. Asam (warna kuning) : Jika bakteri dapat memproduksi asam dari hasil
fermentasi gula glukosa, dan atau laktosa, dan atau sukrosa
2. Alkalis (warna merah) : jika bakteri memproduksi alkalis dari gula,
laktosa, atau sukrosa yang tidak difermentasi
3. Asam/alkali (kuning/merah) : jika bakteri hanya dpat memfermentasikan
satu jenis gula
4. Gas positif/negatif : adannya gas dapat dideteksi dengan terbentuk
gelembung udara pada agar, agar pecah atau terangkat pada bagian tegak.
5. H2S positif/negative : adanya H2S dapat dideteksi dari adanya endapan
hitam pada tabung.
1. Adanya H2S ditandai dengan perubahan warna pada bagian dasar media
menjadi warna hitam. Hal ini merupakan hasil reaksi H 2S dengan Fe
menjadi FeS
2. Motilitas terlihat adanya penyebaran pertumbuhan bakteri di sekitar
tusukan dengan bentuk menjalar, serta adanya warna keruh pada agar
3. Indol positif apabila terbentuk cincin merah
Ayam didapatkan dari pasar keputran selatan kota surabaya dengan gejala
klinis ayam diare, lethargy, bulu kusam, dan bagian anus tampak kotor.
Signalemen
Jenis hewan : Ayam
Ras : Broiler
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 30 hari
Warna : Putih
Asal hewan : Pasar Keputran Selatan
Temuan Klinis
Ayam mengalami diare dan bulu tampak kusam setelah dilakukan
nekropsi pada organ usus halus mengalami hemorargi.
SIM - Motil
- Terdapat cincin berwarna merah
- Ada H2S
SIM - Motil
- Terdapat cincin berwarna merah
- Tidak ada H2S
Manitol - Tidak ada fermentasi (-)
Pembahasan
Inokulasi Bakteri pada media Tetrathionate Broth
Media Tetrathionate Broth (TTP) merupakan media enrichment yang
digunakan untuk mengisolasi bakteri Salmonella. Media TTP mengandung garam
empedu yang dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif selain
bakteri Salmonella. Penanaman pada media TTP dilakukan dengan cara
mengambil potongan usus halus dan memasukkan ke dalam media tersebut.
Kemudian dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37C. Setelah itu
dilakukan pengamatan koloni yang tumbuh ditandai dengan adanya perubahan
menjadi kekeruhan pada media TTP.
Organ yang diisolasi pada kelompok kami berupa duodenum, setelah itu
organ dimasukkan ke dalam media TTP lalu diinkubasi selama 24 jam dengan
suhu 37C. Hasil isolasi organ pada media TTP menunjukkan adanya perubahan
warna suspensi menjadi kekeruhan yang berarti adanya bakteri. Hasil positif ini
dilanjutkan dengan cara menginokulasi suspensi media TTP ke media Salmonella
dan Shigella Agar (SSA) untuk mengkonfimasi bakteri yang dihasilkan pada
media TTP.
Gambar 4.1 Hasil isolasi pada media Tetrathionate Broth (Dokumentasi pribadi,
2019)
Inokulasi Bakteri pada media MCA dan EMBA
Media Mac Conkey Agar
Media Mac Conkey Agar (MCA) merupakan media selektif dan diferensial
pada bakteri golongan Enterobacteriaceae yang mampu memfermentasi laktosa
(lactose fermented) dan tidak memfermentasi laktosa (non lactose fermented) dari
bakteri berbentuk batang, Gram negatif. Media ini mengandung laktosa, garam
empedu dan neutral red sebagai indikator warna. Sehingga bakteri yang dapat
memfermentasi lactosa (positif) akan menghasilkan warna merah, sedangkan yang
negatif bersifat colourless.
Media MCA kita gunakan untuk mengisolasi bakteri yang ada di organ
kolon. Tahap isolasi dimulai dengan mengincisi kolon dan di strik pada bagian
mukosa dengan menggunakan ose bulat, kemudian dilakukan inokulasi pada
media MCA dan di inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Hasil menunjukkan
adanya pertumbuhan koloni bakteri. Bakteri yang ditumbuh pada media MCA
berupa koloni berwarna merah dan colourless.
Merah
colourless
Gambar 4.2 Hasil isolasi pada media MCA dari mukosa kolon (Dokumentasi
pribadi, 2019)
Bakteri colourless (negatif) pada media MCA misalnya Salmonella,
Shigella, Proteus, Pseudomonas dan bakteri yang positif pada media MCA
misalnya Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter. Hasil koloni bakteri perlu
dilakukan uji lanjutan agar bisa mengkonfirmasi bakteri yang terdapat pada kolon
tersebut. Uji lanjutan yang dilakukan dengan cara menginokulasikan koloni yang
tak berwarna (colourless) ke media MCA untuk dilakukan pemurnian bakteri.
Sedangkan koloni yang berwarna merah dilakukan inokulasi lanjutan dengan cara
menginokulasikan pada media EMBA.
Gambar 4.3 Hasil isolasi koloni bakteri dari kolon (Dokumentasi pribadi,
2019)
Gambar 4.3 Hasil isolasi koloni bakteri dari media MCA dengan koloni merah ke
media EMBA (Dokumentasi pribadi, 2019)
Identifikasi Bakteri
Pemeriksaan Makroskopis
Ayam dibawa ke laboratorium Bakteriologi dan Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dalam keadaan hidup. Ayam
disembelih lalu dilakukan nekropsi. Perubahan patologis yang dapat diamati dari
organ yang didapatkan dari sampel ayam adalah ada lesi kemerahan/hemoragik di
usus halus duodenum.
Pemeriksaan Laboratorium
Pembahasan
Sampel yang ditanam di media EMBA menunjukan ada satu jenis koloni
yang tumbuh, yaitu koloni berwarna hijau metalik. EMBA merupakan media yang
digunakan untuk diferensiasi Escherichia coli dan bakteri gram negatif lainnya
yang mampu ataupun tidak mampu memfermentasikan laktosa, sehingga EMBA
dapat mengidentifikasi adanya bakteri coliform dari sampel (Arulanantham etc,
2012). Mikroba yang dapat memfermentasi laktosa dan menunjukan hasil adanya
koloni berwarna hijau metalik dan merupakan bakteri golongan Enterobactericeae.
Dari hasil penanaman sampel, menunjukan bahwa koloni berwarna hijau metalik
diduga merupakan koloni dari Escherichia coli. Hal ini didukung dari pengamatan
secara mikroskopik setelah koloni dilakukan pewarnaan gram menunjukan hasil
koloni tersebut merupakan bakteri batang gram negatif.
Sampel yang ditanam di media MCA (Mac Conkey Agar) menunjukan ada
dua jenis koloni yang tumbuh yaitu koloni tidak berwarna dan koloni berwarna
kemerahan. MCA adalah salah satu jenis media yang digunakan untuk identifikasi
mikroorganisme, termasuk dalam media selektif dan diferensial bagi mikroba.
Jenis mikroba tertentu akan membentuk koloni dengan ciri tertentu yang khas
apabila ditumbuhkan pada media ini. Bakteri gram negatif yang tumbuh dapat
dibedakan dalam kemampuannya memfermentasikan laktosa. Koloni bakteri yang
memfermentasikan laktosa berwarna merah. Bakteri yang tidak
memfermentasikan laktosa biasanya bersifat pathogen. Hasil penanaman dari
sampel yang menunjukan koloni berwarna merah diduga merupakan koloni dari
Escherichia coli, sedangkan koloni tidak berwarna diduga Salmonella sp. atau
Shigella sp. Selanjutnya dua koloni berbeda warna ini dimurnikan, koloni
transparan ditanam kembali ke media MCA, koloni berwarna merah dimurnikan
di media EMBA agar didapatkan koloni yang seragam di dalam satu plate.
Setelah didapatkan koloni yang seragam di satu plate MCA dan EMBA.
Pada media MCA, bakteri yang tidak memfermentasi laktosa akan membentuk
koloni transparan tidak berwarna. Pada media SSA bakteri Salmonella akan
menunjukkan karakteristik koloni tidak berwarna dengan inti koloni berwarna
hitam. Adanya warna hitam pada bagian tengah koloni menunjukan adanya H2S
yang dihasilkan oleh koloni dan berikatan dengan Ferric citrate yang terdapat
pada media SSA. Dari hasil penanaman di media SSA didapat adanya koloni tidak
berwarna dengan inti koloni berwarna hitam, dan diduga merupakan bakteri
Salmonella sp.
TSIA (Triple Iron Sugar Agar) merupakan media yang digunakan untuk
mengidentifikasi kemampuan bakteri untuk memfermentasikan karbohidrat. Pada
media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu glukosa, laktosa, dan sukrosa.
Indikatornya adalah phenol red yang menyebabkan perubahan warna dari merah
orange menjadi kuning dalam suasana asam. Glukosa berada di dasar media
sedangkan laktosa dan sukrosa berada di bagian lereng. Media TSIA juga dapat
digunakan untuk mengetahui pembentukan H2S yaitu melihat apakah bakteri
memfermentasi metionin dan sistein (Asam amino yang mempunyai gugus). Pada
media TSIA terdapat asam amino metionin dan sistein, jika bakteri
memfermentasi kedua asam amino ini maka gugus S akan keluar dan gugus S
akan bergabung dengan H2O membentuk H2S. Selanjutnya H2S bergabung
dengan Fe2+ membentuk FeS berwarna hitam dan mengendap (Gupta etc, 2011).
Isolasi dan identifikasi E. coli terhadap sampel feses sapi yang sakit dapat
menjadi diagnosa dari kasus collibacilosis. Kejadian collibacillosis belakangan ini
sangat menonjol hewan-hewan ternak muda pada sapi, babi, domba, kambing, dan
kuda. Collibacillosis menyerang semua umur, kebanyakan dilaporkan terjadi pada
hewan yang dipelihara dalam keadaan sanitasi yang sangat rendah (Barrow and
Feltham, 2003). Tanda klinis Colibacillosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh
umur, lama infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya.
Pada sapi muda dapat terjadi septicemia akut dan menimbulkan kematian, yang
didahului dengan hilangnya nafsu makan, malas bergerak/inaktif dan mengantuk
(Tarmudi, 2003). Pada umumnya E. coli merupakan mikroflora normal pada usus
manusia dan hewan, tetapi beberapa galur bersifat patogenik (Gyles, 1983).
Pada uji TSIA, dibagian butt (bawah) bewarna kuning demikian pula pada
bagian slant (miring) juga bewarna kuning, hal ini menunjukkan suasana yang
asam pada butt dan slant. Hal ini sesuai pendapat Lebofee (2011) hasil dari uji
TSIA pada E. coli menghasilkan warna kuning. Hal ini dikarenakan E. coli pada
media TSIA dapat memfermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Untuk Uji sitrat,
uji ini dapat melihat kemampuan bakteri menggunakan sitrat sebagai satu-satunya
sumber karbon. Jika bakteri mampu menggunakan sitrat sebagai sumber
karbonnya maka akan menaikkan pH dan mengubah warna medium biakan dari
hijau menjadi biru. Pada penelitian ini hasilnya negatif karena E. coli tidak dapat
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon (Fatimawati, 2014).
Hasil uji biokimia pada sampel menunjukkan hasil positif adanya E. coli.
Pentingnya uji biokimia ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
mikroorganisme secara fisiologis berdasarkan reaksi biokimia. Jenis uji biokimia
akan dipengaruhi oleh faktor atau sifat mikroorganisme, jenis media atau faktor
lingkungan (Harti, 2015). Uji biokimia ini dilakukan untuk menguatkan dugaan
bahwa bakteri yang di isolasi merupakan bakteri E. coli. Selain di uji dengan uji
biokimia, bakteri yang bersifat Gram negatif ini juga perlu di uji dengan uji gula-
gula dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan fermentasi bakteri terhadap
karbohidrat.
Menurut Cappucino dkk., (2002) uji gula-gula ini merupakan salah satu uji
biokimia untuk mengisolasi bakteri E. coli dengan cara mengetahui kemampuan
bakteri tersebut memfermentasi karbohidrat. Uji gula-gula yang di gunakan ini
adalah sukrosa, manitol, glukosa dan sukrosa. Uji gula-gula menunjukkan reaksi
positif dengan terjadinya perubahan warna menjadi kuning dan menghasilkan gas.
Ini menunjukkan bahwa bakteri ini mampu memfermentasi karbohidrat. Tetapi
pada sukrosa tidak menunjukkan reaksi psitif, hal ini dikarenakan saat
pengambilan bakteri pada media emba ose masih dalam keadaan panas. Sehingga
menyebabkan bakteri mati.
Proteus sp. merupakan salah satu genus bakteri patogen yang berbahaya
bagi manusia dan hewan lainnya, habitat utama Proteus sp. adalah saluran usus
hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia (Meybey, 2014). Proteus sp.
merupakan bakteri batang lurus, gram negatif, tidak membentuk spora, hidup
secara anaerobik fakultatif, bergerak dengan flagel (Bergey 1974). Dalam
pembagian Enterobacteriacea Proteus sp. masuk dalam genus X dengan
karakteristik biokimia dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) Proteus sp. memiliki koloni
dengan lingkaran hitam ditengahnya atau adanya H2S serta koloni tumbuh
menyebar, dan pada MacConkey Agar memiliki tidak berwarna/colourless (Zimro
MJ et al. 2009). Hasil yang didapatkan dari biakan media SSA yaitu semua uji
menunjukkan hasil reaksi positif, terkecuali uji indol menunjukkan hasil negative
(tidak ada cincin merah muda). Dari hasil tersebut bisa diduga bakteri ini yaitu
Proteus mirabilis.
Proteus mirabilis
Proteus mirabilis bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak berspora,
umumnya bergerak dengan flagella peritrikus, koloni menyebar pada media agar.
Tumbuh dan menghasilkan H2S pada media Salmonella Shigella Agar, Proteus
mirabilis tidak memfermentasi laktosa akan tetapi memfermentasi glukosa
dengan adanya gas (Manos J et al.2006). Berikut karakteristik biokimia dapat
dilihat pada Gambar 2.
Pada uji Citrat adanya perubahan warna hijau ke biru karena kuman
tersebut menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. (Brooks,dkk, 2001). Bakteri
ini tidak meragi laktosa, kecuali Shigella sonnei. Ketidakmampuannya untuk
meragikan laktosa membedakan bakteri Shigella pada perbenihan diferensial.
Shigella juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian yang dapat
memfermentasi manitol dan yang tidak dapat memfermentasi manitol (Jawetz et
al., 2005).
Hasil yang didapatkan dari uji urea, sitrat menujukka hasil negatif. TSIA
bersifat alkali asam, gas (-) dan H2S (-). Indol menunjukkan reaksi positif, H2S (-)
dan bersifat motil. Untuk uji gula didapatkan hasil positif pada glukosa, laktosa
dan maltose dan hasil negative pada sukrosa dan manitol.
Agustina, D., C, Yulvizar, N. Risa. 2013. Isolasi dan karakterisasi bakteri pada
ikan kembung (Rastrelliger sp) asin Berkitosan. Biospecies Vol. 6(1): 15-19
Arulanantham, R., Pathmanathan, S., Ravimannan, N., & Niranjan, K. (2012).
Alternative Culture Media for Bacterial Growth Using Different
Formulation of Protein Sources. Journal of Natural Product and Plant
Resourse, 2 (6): 697-700
Barrow PA, Freitas Neto OC. 2011. Pullorum disease and fowl typhoid—new
thoughts on old diseases: a review. Avian Pathol. 40:1–13.
Barrow, G.I and Feltham, R.K.A. 2003. Cowan and Steel’s, Manual for The
Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press. Cambridge.
Bergey. 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Baltimore.
Amerika Serikat.
Blossom C. 2014. Penyimpanan Bahan Makanan Hewani. [diunduh 16 Mei 2019].
Tersedia pada http://elyunizar.blogspot.com/2014/03/penyimpanan-bahan-
makanan-hewani.html
Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran
(Medical Microbiology) Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit
Salemba Medika, Jakarta.
Cappucino, JG, N. Sherman. Microbiology A Laboratory Manual Edition 9th.
California: The Benjamin Cummings Publishing Company; 2012. P 323-
327
Cherry WB, Lentz PL, and Barnes LA. 1946. Implication of Proteus mirabilis in
an Outbreak of Gastroenteritis. Am J Public Health Nations Health. May
1946; 36(5): 484–488. PMCID: PMC1625797
Direktur Kesehatan Hewan, 2002. Manual Penyakit Hewan Unggas. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Direktur Kesehatan Hewan, 2014. Manual Penyakit Hewan Unggas. Direktorat
Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Eckmann L, Kagnoff MF. 2001. Cytokines in host defense against Salmonella.
Microb. Infect. 3: 1191–1200.
Fakhoury, M., Negrulj, R., Mooranian, A., and Al-Salami, H. 2014. Inflammatory
Bowel Disease : Clinical Aspects and Treatments. Journal of Inflammation
Research, Dove Press Journal. Montreal.
Fatimawati, A. G. Bambang dan N. S. Kojong. 2014. Analisis cemaran bakteri
coliform dan identifikasi E. coli pada air isi ulang dari depot di Kota
Manado. Jurnal ilmiah Farmasi UNSRAT.
Gupta RK, Ali S, Shoket H, Mishra VK. 2014. PCR-RFLP Differentiation of
Multidrug Resistant Proteus sp. Strains from Raw Beef. Current Research
inMicrobiology and Biotechnology Vol. 2, No. 4 (2014): 426-430
Gyles, CL. 1983. Escherichia coli. Dalam Pathogenesis of Bacterial Infection in
Animal. 2nd Edition. Ames: Iowa State University Press. Hal. 164-187.
Harti, A. S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Andi
Hosseini, M.J., R. Ranjbar, H. Ghasemi, dan H.R. Jalalian. 2007. The prevalence
and antibiotic resistance of Shigella sp recovered from patients admitted to
bouali hospital, tehran, iran during 1999-2001. Pakistan Journal of
Biological Sciences. 10(160):2778-2780
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2005. Medical Microbiologi. Salemba Medica
Page: 353-357
Kementerian Pertanian. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta : hlm 133-135.
Lampel KA, Maurelli AT . 2003. Shigella Species Chapter 11. Dalam: Miliotis
MD, Bier JW, penyunting. International Handbook Of Foodborne
Pathogens. Marcel Dekker. New York. 167180
Lewerissa, F dan Kaihena, M., 2014. Analisis kualitatif Bakteri Coliform dan
Fecal Coliform Pada Mata Air Desa Saparua Kecamatan Saparua
Kabupaten Maluku Tengah.
Manos J and Belas R. 2006. The Genera Proteus, Providencia, and Morganella.
Chapter 3.3.12, 10.1007/0-387-30746-x_12
Meyby ,E. 2014. Identifikasi Proteus Mirabilis Dan Resistensinya Terhadap
Antibiotik Imipenem, Klorampenikol, Sefotaksim, Dan Siprofoksasin Pada
Daging Ayam Di Kota Makassar. Makassar. Universitas Hasanuddin
Nygren Bl, Schilling KA, Blanton EM, Silk BJ, Cole DJ, Mintz ED. 2012.
Foodborne Outbreaks Of Shigellosis. Dalam : Epidemiology And Infection.
The USA. New York. 141(2): 233241.
OIE (Office International des Epizooties). 2008. Fowl typhoid and pullorum
disease. OIE Terrestrial Manual, Office International des Epizooties, Paris,
France.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D
2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science
Ltd. Australia.
Sannat, Chandrahas., Anil Patyal., Nidhi Rawat., R. C. Ghosh., D. K. Jolhe., R.
K. Shende., S. D. Hirpurkar1 and Sanjay Shakya. 2016. Characterization of
Salmonella Gallinarum from an outbreak in Raigarh, Chhattisgarh.
Veterinary World, EISSN: 2231-0916
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III Farmakologi Veteriner:
Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta Indonesia.
Tarmudji, 2003. Kolibasilosis pada Ayam: Etiologi, Patologi dan
Pengendaliannya. Balai Penelitian Veteriner. Wartazoa Vol.13 No.2.Bogor.
Vandekerchove, Laevens H, Pasmans F 2004. Colibacillosis In Caged Layer
Hens: Characteristics Of The Disease and The Aetiological Agent. Avian
Pathology Volume 33, Issue 2 pages 117-125
Wigley P, Berchieri A Jr, Page KL, Smith AL, Barrow PA. 2001.Salmonella
enteric serovar Pullorum persists in splenic macrophages and in the
reproductive tract during persistent disease-free carriage in chickens. Infect.
Immun. 69:7873–7879.
World Organisation For Animal Health. 2018. Fowl Thypoid and Pullorum
Disease. Chapter 2. 3. 11.
Zimro MJ, Power DA, Miller SM, Wilson GE, Johnson JA. 2009. Difco and BBL
Manual of Microbiology Culture Media. United States (ISBN 0-9727207-
1- 5):Becton, Dickinson and Company. Ed. Ke-2