Anda di halaman 1dari 29

BAB II

STUDI LITERATUR EXPANSION JOINT

2.1 Expansion Joint


Expansion Joint atau Siar Muai adalah bahan yang dipasang di antara dua bidang
lantai beton untuk kendaraan atau pada perkerasan kaku dan dapat juga pertemuan
antara konstruksi jalan pendekat sebagai media lalu lintas yang akan melewati
jembatan, supaya pengguna lalu lintas merasa aman dan nyaman (Badan Litbang
PU, Pd T-13-2005-B).

Fungsi dari expansion joint adalah untuk mengakomodasi gerakan yang terjadi
pada bagian superstruktur jembatan. Gerakan ini berasal dari beban hidup,
perubahan suhu, dan sifat fisik dari pembentuk jembatan (Transportation
Research Board, 2003).

2.2 Jenis-jenis Expansion Joint


Menurut Florida Department of Transportation dalam “Bridge Maintenance and
Repair Handbook”, expansion joint dibagi dalam 2 jenis, joint terbuka dan joint
tertutup. Joint tertutup dirancang agar kedap air, sedangkan joint terbuka tidak.

2.2.1 Expansion Joint Terbuka


Pada expansion joint terbuka, sistem drainase diletakan di bawah joint untuk
mengumpulkan dan membawa air ke pembuangan. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kerusakan pada struktur beton. Sistem drainase sendiri berbentuk
palung dan dibuat dari bahan anti karat.

Jenis expansion joint terbuka yang umum digunakan di Indonesia adalah


Butt Joint dan Finger Joint.

a. Butt Joint
Butt joint adalah joint yg menggunakan besi berbentuk siku untuk
melindungi tepi beton dari kerusakan akibat kendaraan yang melintas.

II-1
II-2

Joint ini digunakan untuk jembatan dengan small movement, dengan


gap maksimum sebesar 25 mm.

Butt Joint dibuat dari besi siku yang disebut armor untuk melindungi
bagian tepi beton dan dipasangkan pada beton menggunakan stud atau
baut.

Di Negara barat Butt Joint tidak digunakan lagi karena tidak kedap air.
Tapi di Indonesia sendiri masih digunakan untuk jembatan-jembatan
pendek.

Gambar II.1 Butt Joint


Sumber: Florida Department of Transportation

b. Finger Joint
Finger Joint bisa mengakomodasi movement mulai dari 75 mm. Finger
Joint terbuat dari baja dan berbentuk seperti 2 sisir yang saling
mengikat.
II-3

Gambar II.2 Finger Joint


Sumber: Transportation Research Board, 2003

Karena Finger Joint termasuk dalam jenis Joint terbuka, maka diberi
drainase di bawah joint.

Gambar II.3 Finger Joint Dengan Drainase


Sumber: http://ilwontec.com/eng/business-area/manufacture-sales-information/big-
finger-expansion-joint-bfj/

2.2.2 Expansion Joint Tertutup


Jenis expansion joint tertutup yang biasa dipakai di Indonesia adalah New
Cut Off Joint, Asphaltic Plug Joint, Strip Seal Joint, dan Modular Joint.

a. New Cut Off Joint (NCOJ)


New Cut Off Joint adalah expansion joint yang menggunakan seal
berbahan dasar karet. Seal diletakan diantara gap untuk menahan
II-4

movement yang terjadi pada jembatan. NCOJ adalah produk dari SHO-
BOND.

Gambar II.4 New Cut Off Joint


Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html

Tabel II.1 Tipe dan Movement NCOJ

Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html

b. Asphaltic Plug Joint


Asphaltic Plug Joint adalah sambungan siar muai yang terbuat dari
bahan agregat yang dicampur dengan bahan pengikat binder, pelat baja
dan angkur, dibuat pada tempratur tertentu yg berfungsi sebagai bahan
pengisi pada sambungan.
II-5

Gambar II.5 Asphaltic Plug Joint


Sumber: Agrement, 2003

c. Strip Seal Joint


Strip Seal Joint berbentuk strip yag terbuat dari elastomer yang
dimasukan ke dalam besi yang ditanam ke pelat beton. Strip Seal Joint
mempunyai beberapa tipe untuk beragam movement. Ukuran Strip Seal
Joint terbesar bisa menangani movement hingga 125 mm, tetapi untuk
keamanan kebanyakan orang hanya membatasi hingga 100 mm saja.

Gambar II.6 Strip Seal Joint


Sumber: Watson Bowman Acme, 2000
II-6

d. Modular Joint
Modular Joint berbentuk sepeti gabungan dari dua atau lebih Strip Seal
Joint untuk mengakomodasi movement yang sangat besar.

Modular Joint dibuat untuk mengakomodasi movement lebih dari 100


mm. Besarnya modular joint tergantung besarnya movement. Modular
joint dirancang untuk jembatan dengan bentang yang panjang dengan
kemampuan movement sampai 2 m. Biasanya modular joint digunakan
untuk movement antara 150 mm sampai 600 mm. Ada 3 bagian utama
dari joint ini, yaitu: sealer, separator beam, dan support bar
(Transportation Research Board, 2003).

Gambar II.7 Modular Joint


Sumber: Sumber: Watson Bowman Acme, 2000

2.3 Cara Pemasangan


Untuk expansion joint jenis Butt Joint, Finger Joint, Strip Seal Joint dan Modular
Joint pemasangan dilakukan dengan cara menjangkarkan joint tersebut ke dalam
beton. Tiap joint dipesan sesuai spesifikasi yang diperlukan.
II-7

Gambar II.8 Pemasangan Finger Joint


Sumber: http://en.structurae.de/photos/index.cfm?JM=115

Gambar II.9 Pemasangan Strip Seal Joint


Sumber:
http://www.truesdellcorp.com/services/bridgedeckjointassemblies/bridgedeckjointassemblies.html
II-8

Gambar II.10 Ilustrasi Strip Seal Joint


Sumber: http://www.dsbrown.com/Bridges/ExpansionJointSystems/Steelflex.aspx

Gambar II.11 Pemasangan Modular Joint


Sumber: http://www.mto.gov.on.ca/english/transtek/roadtalk/rt15-2/

Sedangkan untuk New Cut Off Joint dan Asphaltic Plug Joint berbeda dalam
pengerjaan pemasangannya.
II-9

2.3.1 Pemasangan New Cut Off Joint


Untuk New Cut Off Joint semua bahan yang diperlukan dipesan dari SHO-
BOND. Bahan-bahan berupa SBR mortar, SHO-BOND #301, F.R.P, Joint
Seal Rubber.

2.3.1.1 Bahan
a. SBR Mortar
SBR Mortar adalah perpaduan antara semen portland dan bubuk
serat yang kuat yang dicampur dengan cairan styrene butadiene
latex.

b. SHO-BOND #301
Produk SHO-BOND yang digunakan sebagai pengikat atau lem.

c. F.R.P
F.R.P atau Fiber Reinforced Powder digunakan sebagai lapisan
atas.

d. Joint Seal Rubber


Karet yang akan diletakan pada celah jembatan.

2.3.1.2 Alat
a. Cutter
Digunakan untuk memotong aspal atau beton pada bagian yang
akan dipasang joint.
II-10

Gambar II.12 Cutter


Sumber: Google

b. Gabus (Styrofoam)
Digunakan sebagai penyekat saat pemasangan mortar.

2.3.1.3 Metode Pelaksanaan


1. Pemotongan dan Pembongkaran
Setelah diberi tanda. Aspal atau pelat jembatan dipotong dengan
kedalaman sesuai spesifikasi. Lalu dibersihkan.

2. Pemasangan Mortar
Oleskan SHO-BOND #301 ke permukaan yang akan dipasang
mortar. Styrofoam diletakan didalam bukaan aspal, lalu mortar
yang sudah dicampur dituang kedalam bukaan. Lalu mortar
diratakan dan dibiarkan mengering.
II-11

Gambar II.13 Aplikasi Mortar


Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html

3. Pemasangan F.R.P
F.R.P diaplikasikan di atas mortar, lalu diratakan dan dibiarkan
sampai setting.

Gambar II.14 Aplikasi F.R.P


Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html
II-12

4. Pemasangan Joint Seal Rubber


Setelah Mortar dan F.R.P setting selanjutnya Styrofoam dibuka.
Lalu oleskan lagi SHO-BOND #301 ke permukaan dalam Mortar
dan F.P.R yang berfungsi sebagai lem dari Joint Seal Rubber.

Gambar II.15 Aplikasi SHO-BOND


Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html

Gambar II.16 Pemasangan Seal


Sumber: http://www.hibondconstruction.com/expansion.html
II-13

2.3.2 Pemasangan Asphaltic Plug Joint


Asphaltic Plug dipasang antara dua bidang lantai kendaraan pada jembatan,
pada perkerasan kaku.

Ketebalan joint bergantung pada ukuran celah sambungan dan besarnya


pergeseran.

Tabel II.2 Pergeseran Pada Asphaltic Plug Joint

Lebar Sambungan Tebal sambungan Pergeseran Horisontal Max


(mm) (mm) (mm)
750 100+ ± 25
75-100 ± 25
50-75 ± 12
500 100+ ± 25
75-100 ± 25
50-75 ± 12
300 100+ ±5
50-100 ±5

Sumber: Thorma Joint

2.3.2.1 Bahan
a. Asphaltic Binder
Binder adalah bahan yang merupakan campuran bitumen,
polymer, filler dan surface active agent, atau dari aspal yang
ditambah beberapa persen bahan (aditif) hingga mempunyai sifat
karakteristik tertentu dan nilai penetrasi dibawah 60.

Gambar II.17 Asphaltic Binder Merk Rotak


Sumber: Brosur Rotak
II-14

Tabel II.3 Persyaratan Asphaltic Plug Binder

Metode
Jenis Pengujian Pengujian Persyaratan
Penetrasi pada 25°C, 100g SNI 06-2456-91 Maksimum 20 dmm
5 detik (0,1 mm)
Penetrasi pada 60°C, 100g SNI 06-2456-91 20 - 40 dmm
5 detik (0,1 mm)
Penurunan berat (TFOT) @
45°C SNI 06-2440-91 Maksimum 1%
5 jam (%) terhadap berat awal
Titik Lembek (°C) R & B SNI 06-2434-91 120 -130
Berat Jenis pada 25°C SNI 06-2441-91 1.45 ± 0,05
SNI 06-2433-
Titik Nyala (COC) °C 1991 >260
Temp. Pelaksanaan °C SNI 06-2433-91 180 - 200
Temp. Pemanasan °C SNI 06-2433-91 Maksimum 220

Sumber: Pelaksanaan Pemasangan Siar Muai Jenis Asphaltic Plug Untuk Jembatan,
Pd T-13-2005-B

Persyaratan lain:
1. Kedap air.
2. Elastis dan fleksibel.
3. Tidak mencair pada suhu pelayanan.
4. Encer pada tempratur aplikasi.
5. Mudah dan cepat dalam pemasangan.
6. Curing time singkat.

b. Agregat
Agregat yang digunakan mempunyai kekerasan setara basalt,
gritstone, gabbro atau kelompok granit. Agregat bebentuk kubus
dengan ukuran antara 14, 20, dan 28 mm.

Batu dibersihkan, diukur, dan disaring untuk dikirim ke lokasi.


Kemudian untuk menyempurnakan kebersihannya, dengan
menggunakan drum mixer yang berlubang, agregat dipanaskan
II-15

dengan tekanan udara panas sampai tempratur kerja pada suhu


150ºC - 190ºC.

Gambar II.18 Agregat


Sumber: Google

Tabel II.4 Spesifikasi agregat

Metode
Uraian Pengujian Persyaratan
SNI 03-1968-
Ukuran butir maksimum 1990 # 14 - 20 - 28 mm
SNI 03-1969-
Berat Jenis pada 25°C 1990 2.000 kg/cm³
Impact (Aggregate Impact SNI 03-4426-
Value) 1997 16%
SNI 03-2417-
Abrasi dengan mesin LA 1991 6%
(Aggregate Abrasion Value)
Crushing (Aggregate Crushing BS 82 14%
Value)
Polish Stone Value BS 82 ≥ 62
Flakiness BS 812 < 25%
Shape and size index BS 594 < 60%

Sumber: Pelaksanaan Pemasangan Siar Muai Jenis Asphaltic Plug Untuk Jembatan,
Pd T-13-2005-B
II-16

c. Pelat Baja Penutup Lubang


Pelat baja penutup celah mempunyai lebar minimum 5 cm atau
disesuaikan dengan jarak lubang celah. Pelat baja harus memiliki
lubang untuk angkur sebagai pengikat.

Tabel II.5 Ukuran Lebar Celah dan Tebal Pelat Penutup

Lebar Celah Max Tebal Pelat Baja


mm mm
< 45 1,5
45 - 70 3
70 - 95 6

Sumber: Pelaksanaan Pemasangan Siar Muai


Jenis Asphaltic Plug Untuk Jembatan,
Pd T-13-2005-B

Gambar II.19 Ukuran Tebal dan Lebar Pelat Menurut Thorma


Sumber: Brosur Thorma Joint

Untuk angkur biasanya digunakan paku baja berukuran besar.


Dimasukan ke dalam lubang yang sudah dibuat pada pelat baja.

2.3.2.2 Alat
a. Alat Preheater & Kompresor
Alat Preheater adalah alat untuk mencairkan binder dengan sistim
pemanasan tidak langsung (indirect heating) menggunakan “oil
jacketing” dilengkapi dengan thermostat (alat pengontrol suhu),
II-17

kompresor (min 85 cfm 100 psi) yang digunakan untuk


membongkar sambungan dengan jack hammer dan untuk alat
penyembur panas (Hot Compress Air Lance).

Gambar II.20 Alat Preheater & Kompresor


Sumber: Citra Marga, 2007

b. Belle Mixer
Belle Mixer dengan kapasitas 90 hingga 150 liter tanpa lubang
yang berfungsi untuk mengaduk campuran bahan pengikat dengan
agregat.

c. Barrow Mixer
Barrow Mixer adalah alat untuk memanaskan agregat, lubang-
lubang yang ada pada mixer tersebut diperuntukan untuk
membuang debu-debu yang menempel pada agregat.
II-18

Gambar II.21 Alat Barrow Mixer


Sumber: Citra Marga, 2007

d. Hot Compress Air Lance


Hot Compress Air Lance adalah alat penyembur panas sekaligus
berfungsi juga sebagai alat pembersih yang dipergunakan untuk
memanasi permukaan beton dan agregat.

Gambar II.22 Barrow Mixer & Hot Compress Air Lance


Sumber: Citra Marga, 2007
II-19

e. Cutter
Alat cutter digunakan untuk memotong aspal dan pelat lantai
beton.

f. Jack Hammer
Digunakan untuk membongkar aspal dan beton yang akan diberi
expansion joint.

Gambar II.23 Jack Hammer


Sumber: Google

g. Alat Pemadat (Stamper)


Digunakan untuk memadatkan campuran agregat dan binder.HK

Gambar II.24 Stamper


Sumber: Google
II-20

2.3.2.3 Metode Pelaksanaan


Berikut adalah tahapan metode pelaksanaan yang diambil dari
“Spesifikasi Teknis Pekerjaan Expansion Joint (Asphaltic Plug)”,
Citra Marga.

1. Pemberian tanda (marking out)


Lebar sambungan ditandai sesuai dengan lebar dan ukurannya,
dilakukan dengan menarik garis lurus dari ujung hingga akhir
tidak terputus atau bersambung beberapa kali.

Gambar II.25 Pemberian Tanda


Sumber: Citra Marga, 2007

2. Pemotongan & pembongkaran sambungan


Aspal permukaan dipotong pada daerah yang akan dipasang
sambungan jembatan sampai kepermukaan lantai beton dibuat
tegak lurus sesuai dengan penandaan garis selanjutnya dibongkar
menggunakan alat jack hammer dengan tenaga kompresor tekanan
tinggi, bagian yang terlihat harus dibersihkan dari sisa-sisa
kotoran aspal yang melekat dengan sikat kawat/gerinda.
II-21

Gambar II.26 Hasil Pembongkaran Sambungan


Sumber: Citra Marga, 2007

3. Pembersihan
Kebersihan pada permukaan sangat-sangat diutamakan dengan
menyemburkan udara bertekanan tinggi.

Gambar II.27 Pembersihan Dengan Kompresor


Sumber: Citra Marga, 2007
II-22

4. Penyetelan Pelat
Setelah itu dilakukan penyetelan pemasangan pelat pada celah,
pelat harus bertumpu pada permukaan yang rata sehingga pada
saat pelat diletakan tidak ada gerakan, untuk mencapai hal tersebut
maka bagian yang tidak rata harus digerinda sampai rata.

Gambar II.28 Penyetelan Pelat Besi


Sumber: Citra Marga, 2007

5. Pembersihan dengan memanaskan permukaan


Berikut ini adalah persiapan pengecoran dengan memanaskan
permukaan yang terlihat dengan Hot Compress Air Lance
sekaligus membersihkannya dari sisa-sisa kotoran.
II-23

Gambar II.29 Pembersihan Dengan Memanaskan Permukaan


Sumber: Citra Marga, 2007

6. Pemasangan Tambang
Sebelum dituang binder pada permukaan yang terlihat, tambang
dipasang pada celah beton untuk menyumbat sehingga binder
tidak tembus sampai kebawah jembatan.

Gambar II.30 Pemasangan Tambang


Sumber: Citra Marga, 2007

7. Pelapisan (tanking) dengan Binder


Permukaan yang terlihat dilapisi (tangking) dengan binder.
II-24

Gambar II.31 Pelapisan (Tanking) Dengan Binder


Sumber: Citra Marga, 2007

8. Pemasangan Pelat Besi


Pemasangan pelat besi, permukaan pelat besi harus dilapisi lagi
dengan binder sampai merata, suhu binder harus selalu dikontrol
tidak boleh dibawah 190 C.

Gambar II.32 Pemasangan Pelat Besi


Sumber: Citra Marga, 2007
II-25

9. Pemanasan Agregat
Persiapan agregat dengan memanaskannya sampai dengan suhu
minimum 150C dengan menggunakan Hot Compress Air Lance,
tapi tidak boleh lebih dari 190C.

Gambar II.33 Pemanasan Agregat


Sumber: Citra Marga, 2007

10. Penuangan Binder


Setelah agregat digelar, segera dituang binder sampai dengan
semua agregat terendam dengan kedalaman 50 mm, untuk
memastikan semua agregat terlapisi oleh binder, maka agregat
harus diratakan dengan garpu rumput atau sekop, suhu harus
selalu pada 190C - 220C.
II-26

Gambar II.34 Penuangan Binder


Sumber: Citra Marga, 2007

11. Penetrasi seluruh rongga pada celah Agregat


Dibiarkan sejenak agar binder dapat mengalir dan mengisi seluruh
rongga pada celah agregat, indikasi dari pada proses tersebut
ditandai dengan adanya gelembung undara pada permukaan
binder.

Gambar II.35 Penetrasi Seluruh Rongga Pada Celah Agregat


Sumber: Citra Marga, 2007
II-27

12. Pencampuran Agregat


Setelah gelembung udara sudah dipastikan tidak terjadi lagi, maka
dilaksanakan lapisan kedua dengan menuangkan agregat yang
sudah dilapisi oleh binder dengan kedalaman 25 mm, pelapisan
agregat tersebut diproses dengan memasukan agregat pada Belle
Mixer sambil dipanasi dengan Hot Compress Air Lance pada
waktu bersamaan binder dituangkan.

Gambar II.36 Pencampuran Agregat Pada Belle Mixer


Sumber: Citra Marga, 2007

Gambar II.37 Pelapisan Kedua


Sumber: Citra Marga, 2007
II-28

13. Pemadatan
Lapisan kedua tersebut harus dipadatkan sampai rata dengan
permukaan jalan.

Gambar II.38 Pemadatan Dengan Stamper


Sumber: Citra Marga, 2007

Gambar II.39 Hasil Lapis Kedua


Sumber: Citra Marga, 2007
II-29

14. Finishing
Lapisan penutup dengan binder pada permukaan yang sudah
dipadatkan, lapisan tersebut merupakan lapisan tipis sebagai bahan
kedap air.

Gambar II.40 Pelapisan Penutup Tipis


Sumber: Citra Marga, 2007

Gambar II.41 Hasil Akhir Asphaltic Plug


Sumber: Citra Marga, 2007

Anda mungkin juga menyukai