Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu

2.1.1 Gaya kepemimpinan

a. Pengertian

Pemimpin adalah orang yamg mampu membimbing,

mempergunakan wewenangnya dan mengarahkan kelompoknya untuk

melaksanakan tugas guna mencapai tujuan (Senny MH, dkk. 2018).

Sedangkan kepemimpinan merupakan sifat, karakter atau cara

seseorang dalam upaya membina dan menggerakkan seseorang atau

kelompok agar mereka bersedia, berkomitmen, dan setia untuk

melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya

untuk mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan

sebelumnya (Artana, 2012).

Gaya kepimimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil

kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap yang sering di

terapakan seorang pemimpin ketika mencoba memengaruhi kinerja

bawahannya (Senny MH, dkk 2018). Gaya kepemimpinan terbagi

menjadi dua macam yaitu kepemimpinan transaksiaonal dan gaya

kepemimpinan trasformasional (Ratnaningsi 2009).

9
1. Gaya kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses saat pemimpin

dan bawahan mengembangkan satu sama lain tingkat moralitas dan motivasi

yang tinggi (Senny MH, dkk 2018). Sedangkan menurut O’Leary dalam Martha

Andy Pradana, (2013), Kepemimpinan transformasional adalah gaya

kepemimpinan yang digunakan oleh seorang manajer bila dia ingin suatu

kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo

organisasi mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru.

Disamping itu itu Pmcounseling dalam Arief Yanto (2011) mengatakan

kepemimpinan transformasional adalah jenis gaya kepemimpinan yang

mengarah ke perubahan positif pada mereka yang mengikuti (pengikut). Dapat

diambil kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan

gaya kepemimpinan yang harus dimiliki seorang pemimpin dan cenderung

memberikan motivasi kepada bawahan agar bekerja lebih baik serta menitik

beratkan prilaku untuk dapat membantu transformasi antara individu dan

organisasi.

Pemimpin transformasional umumnya energik, antusias dan bergairah.

Tidak hanya para pemimpin memperhatikan dan terlibat dalam proses, mereka

juga difokuskan untuk membantu setiap anggota kelompok untuk dapat berhasil

juga. Secara universal kepemimpinan transformasional mempunyai beberapa

dampak positif terhadap kinerja karyawan. Hal itu dikarenakan pemimpin

dengan gaya transformasional mengubah dan memotivasi anggotanya dengan

cara :

10
1) Membuat anggotanya lebih sadar akan pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan

2) Mendorong anggotanya untuk mengedepankan kepentingan organisasi atau tim

daripada kepentingan diri sendiri

3) Mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan anggotanya pada yang lebih tinggi

Menurut Burn dalam Devintasari FD (2016) kepemimpinan transformasional

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Antara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan Bersama yang melukiskan

nilai-nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi, dan harapan mereka.

Pemimpin melihat tujuan itu dan bertindak atas namanya sendiri dan atas nama

para pengikutnya.

2) Walaupun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan Bersama akan tetapi level

memotivasi dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda.

3) Kepemimpinan Transformasional berusaha mengembangkan sistem yang

sedang berlangsung dengan mengemukakan visiyang mendorong

berkembangnya masyarakat baru. Visi ini menghubungkan pemimpin dan

pengikutnya kemudian menyatukannya. Keduanya saling mengangkat ke level

yang lebih tinggi menciptakan moral yang makin lama makin meninggi.

Kepemimpinan Transformasional merupakan kepemimpinan moral yang

meningkatkan perilaku manusia.

4) Kepemimpinan Transformasional akhirnya mengajarkan kepada para pengikut

bagaimana menjadi pemimpin dengan melaksanakan peran aktif dalam

perusahaan. Keikutsertaan ini membuat pengikut menjadi pemimpin,

11
terlaksananya nilai-nilai akhir yang meliputi kebebasan, kemerdekaan, persamaan

dalam masyarakat.

Menurut Senny MH, dkk (2018) ada empat unsur yang mendasari

kepemimpinan transformasional yaitu sebagai berikut :

1) Idealized Influence – Charisma, yaitu memberi wawasan serta kesadaran akan

misi, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan

kepercayaan pada para bawahannya.

2) Inspirational Motivation, yaitu menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui

pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan

mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana.

3) Intellectual Stimulation, yaitu meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan

pemecahan masalah secara seksama.

4) Individualized Consideration, yaitu memberikan perhatian, membina,

membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan pribadi.

Menurut Mondiani (2014) kepemimpinan transformasional merupakan

kemampuan untuk memberikan inspirasi dan memotivasi para pengikutnya untuk

mencapai hasil-hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil

dan untuk imbalan internal. Dapat diambil kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan

transformasional merupakan merupakan gaya kepemimpinan bagi seorang

pemimpin yang cenderung untuk memberikan motivasi kepada bawahan untuk

12
bekerja lebih baik serta menitik beratkan pada perilaku untuk membantu

transformasi antara individu dengan organisasi.

b. Indikator Kepemimpinan

Ada beberapa indikator kepemimpinan transformasional menurut Robbins

(2010) yaitu :

1) Karisma (Charisma)

Karisma dianggap sebagai kombinasi dari pesona dan daya tarik pribadi yang

berkontribusi terhadap kemampuan luar biasa untuk membuat orang lain

mendukung visi dan juga mempromosikannya dengan bersemangat.

Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfir motivasi

atas dasar komitmen dan identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya

mereka dalam diri bawahanya.

2) Inspirasi Motivasi (Motivation Inspirational)

Inspiratif Motivasi inspiratif menggambarkan pemimpin bergairah dalam

mengkomunikasikan masa depan organisasi yang idealis. Pemimpin

menggunakan komunikasi verbal atau penggunaan simbol-simbol yang

ditujukan untuk memacu semangat bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan

akan arti penting visi dan misi organisasi sehingga seluruh bawahannya

terdorong untuk memiliki visi yang sama. Kesamaan visi ini memacu

bawahan untuk bekerja sama mencapai tujuan jangka panjang dengan

optimis. Sehingga pemimpin tidak saja membangkitkan semangat individu

tapi juga semangat tim.

13
3) Stimulasi Intelektual (Intelectual Stimulation)

Intelektual Stimulasi menggambarkan pemimpin mampu mendorong

karyawan untuk memecahkan masalah lama dengan cara yang baru.

Pemimpin berupaya mendorong perhatian dan kesadaran bawahan akan

permasalahan yang dihadapi. Pimpinan kemudian berusaha mengembangkan

kemampuan bawahan untuk menyelesaikan permasalahan dengan

pendekatan-pendekatan atau perspektif baru.

4) Perhatian kepada Individu (Individualized consideration)

Merupakan pemahaman dan perhatian pemimpin pada potensi dan

kemampuan yang dimiliki oleh setiap karyawannya. Perhatian yang

individual menggambarkan bahwa pimpinan selalu memperhatikan

karyawannya, memperlakukan karyawan secara individual, melatih dan

menasehati. Pemimpin mengajak karyawan untuk jeli melihat kemampuan

orang lain. Pemimpin memfokuskan karyawan untuk mengembangkan

kelebihan pribadi.

2. Gaya Kepemimpinan Transaksional

Gaya kepemimpian transaksional adalah suatu gaya pemimpin yang

menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis untuk

memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan perjanjian antara

atasan dan bawahan. Gagasan mengenai gaya kepemimpinan transaksional

pertama kali disempurnakan dan diperkenalkan ke dalam konteks organisasional

(Devintasari FD, 2016). Sedangkan menurut Hairudinor, dkk (2020), gaya

14
kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang di dalamnya

menggunakan imbalan ataupun hukuman untuk memotivasi dan mengukur prestasi

kerja anggotanya.

Kepemimpinan transaksional juga dijelaskan oleh Bass et al (2003) dalam

Devintasari FD (2016) dimana hal tersebut dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa

imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active

management by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by

exception). Faktor-faktor tersebut data diuraikan sebagai berikut:

1) Imbalan Kontingen (Contingent Reward). Faktor ini dimaksudkan bahwa

bawahan memperoleh pengarahan dari pemimpin mengenai prosedur

pelaksanaan tugas dan target-target yang harus dicapai. Bawahan akan menerima

imbalan dari pemimpin sesuai dengan kemampuannya dalam mematuhi

prosedur tugas dan keberhasilannya mencapai target-target yang telah

ditentukan.

2) Manajemen berdasarkan eksepsi

a) Manajemen Eksepsi Aktif (Active Management by Exception).

Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan

pengawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang

dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara

langsung. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat

kesalahan yang timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin

transaksional tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja

bawahan meskipun proses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud

15
agar bawahan mampun bekerja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang

telah ditetapkan

b) Manajemen Eksepsi Pasif (Passive Management by Exception).

Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi

kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan

oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang

dilakukan masih berjalan sesuai standard dan prosedur, maka pemimpin

transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan. Faktor-

faktor pembentuk kepemimpinan transaksional tersebut digunakan pemimpin

untuk memotivasi dan mengarahkan bawahan agar dapat mencapai tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan yang berhasil dalam menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik akan memperoleh imbalan yang sesuai. Sebaliknya

bawahan yang gagal dalam melaksanakan tugasnya dengan baik akan

memperoleh sanksi agar dapat bekerja lebih baik dan meningkatkan mutu.

c. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan

Koperasi Kemuning Persada Sawangan

Gaya Kepemimpinan Transformasional merupakan model kepemimpinan

bagi seorang pemimpin yang cenderung untuk memberikan motivasi kepada

bawahan untuk bekerja lebih baik sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Pemimpin suatu organisasi harus menerapkan gaya kepemimpinan

transformasional dengan efektif sehingga kinerja karyawan dalam organisasi

akan baik dan meningkat, sebaliknya apabila gaya kepemimpinan

16
transformasional tidak efektif kinerja karyawan akan buruk bahkan menurun.

Seorang pemimpin yang mempunyai gaya kepemimpinan transformasional

cenderung memberi motivasi bagi karyawannya. Pemimpin mampu mengubah

dan memotivasi para pengikut dengan membuat kesadaran karyawan mengenai

pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan yang mendorong karyawan untuk

mementingkan kepentingan perusahaan, sehingga tujuan perusahaan dan hasil

kerja karyawan pun maksimal. Beberapa indikator penentu keberhasilan

kepemimpinan transformasional adalah kharisma, motivasi inspiratif, stimulasi

intelektual, dan perhatian yang individual.

2.1.1 Budaya Organisasi

a. Pengertian

Budaya organisasi sebagai suatu sistem nilai dan kepercayaan yang dianut

bersama yang berinteraksi dengan orang-orang suatu perusahaan, struktur

organisasi dan system pengawasan untuk menghasilkan norma-norma

perilaku (Umar, 2011). Sedangkan menurut Creemers dan Reynolds dalam

Soetopo (2010), Organizational culture is a pattern of beliefs and

expectation shared by the organization’s members (budaya organisasi

adalah pola keyakinan dan harapan bersama oleh anggota organisasi).

Schein (2009) juga mendefinisikan budaya sebagai suatu pola dari asumsi

dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok

tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi

internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh

17
karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk

berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang

dihadapinya. Beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

budaya organisasi adalah suatu sistem kesepakatan bersama antara nilai dan norma

maupun perilaku yang berlaku dalam suatu organisasi yang sifatnya mengikat serta

akan membedakan antara suatu organisasi dengan organisasi yang lain.

Budaya Organisasi yang kuat adalah suatu sistem nilai yang menjadi

pegangan perusahaan beserta anggota yang terlibat, serta menjadi acuan untuk

mengembalikan perilaku organisasi dan anggota organisasi dalam berinteraksi antar

anggota organisasi lainnya, menurut Acar (2012) terdiri dari :

a) Keterlibatan (involvement), keterlibatan merupakan faktor kunci dalam

pengaruh budaya organisasi, keterlibatan yang tinggi dari anggota organisasi

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya menyangkut manajemen,

strategi perushaan dan struktur organisasi.

b) Konsistensi (consistency), menyangkut keyakinan, nilai-nilai, dan peraturan-

peraturan yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan perusahaan.

c) Adaptabilitas (adaptibility), kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada

lingkungan eksternal maupun internal perusahaan

d) Misi (Mission), penghayatan misi memberikan dua pengaruh besar pada fungsi

perusahaan yaitu : suatu misi menunjukkan maksud dan arti serta alasan-alasan

yang bersifat non ekonomi mengapa misi itu penting dilakukan, dan pengertian

18
misi menentukan arah tujuan menjadi jelas, yang selanjutnya menentukan saluran

kegiatan yang layak bagi organisasi dan para anggotanya.

Organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas didefinisikan

dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis dan tercermin dalam visi tentang akan

bagaimana organisasi dimas depan. Jika visi menggambarkan aspirasi organisasi

dan akan seperti apa, maka misi menggambarkan organisasi dalam melakukan

usaha, melayani pelanggan dan keahlian yang perlu dikembangkan untuk mencapai

visi organisasi. Indikator misi adalah sebagai berikut :

1) Strategic Direction & Intents

Rencana yang dimiliki oleh organasasi untuk "make their mark". Strategi yang

jelas dimaksudkan untuk membawa tujuan organisasi dan menjelaskan

bagaimana cara mereka dapat memberi kontribusi guna mencapai tujuan

organisasi tersebut.

2) Goals & Objectives

Sekumpulan tujuan yang jelas dimana tujuan tersebut memiliki hubungan

dengan visi, misi, dan strategi dan menyediakan arahan yang jelas dalam

pekerjaan.

3) Vission

Organisasi berbagi pandangan tentang keinginan mereka di masa depan.

Merupakan wujud dari core values dan menjadi gambaran „heart and mind‟

sebuah organisasi juga menyediakan petunjuk dan arahan.

19
b. Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins and Coulter (2010) berpendapat bahwa budaya organisasi

memiliki tujuh karateristik utama secara keseluruhan, yang merupakan hakikat

budaya sebuah organisasi, yaitu:

1) Inovasi dan keberanian mengambil resiko (Inovation and Risk Taking) yaitu

sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan

berani mengambil resiko, selain itu bagaimana organisasi menghargai

tindakan pengambilan resiko oleh karyawan dan membangkitkan ide.

2) Perhatian pada hal-hal rinci atau perhatian terhadap detail (Attention to detail)

yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan

perhatian pada hal-hal detail.

3) Orientasi hasil (Outcome Orientation) yaitu sejauh mana manajemen

berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan

untuk mencapai hasil tersebut.

4) Orientasi orang (People Orientation) yaitu sejauh mana keputusan-

keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas

orang yang ada di organisasi.

5) Orientasi tim (Team Orientation) yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja

diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.

6) Keagresifan (Aggressiveness) yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan

kompetitif ketimbang santai.

7) Stabilitas (Stability) yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi

menekankan pada status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

20
c. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Proses terbentuknya budaya organisasi menurut Robbins and Coulter (2010)

adalah sebagai berikut :

Manajemen
puncak

Filsafat dari Budaya


Kriteria seleksi
pendiri organisasi Organisasi

Sosialisasi

Gambar 2.1 Terbentuknya Budaya Organisasi


Sumber: Robbins and Coulter (2010)

Terbentuknya budaya organisasi sebagaimana pada gambar 1 diatas

berasal dari filsafat pendiri organisasi (mereka mempunyai visi mengenai

bagaimana seharusnya organisasi itu), budaya asli diturunkan dari filsafat

pendirinya yang kemudian berpengaruh terhadap kriteria yang digunakan dalam

memperkerjakan karyawan. Tindakan manajemen puncak (antusias) mempunyai

dampak besar dalam pembentukan budaya organisasi dan seringkali menentukan

iklim umum dari perilaku yang dapat diterima dan yang tidak. Bagaimana

karyawan harus disosialisasikan untuk menjadi yang lebih baik serta mencapai

tingkat sukses yang akan dicapai dengan mencocokkan nilai-nilai karyawan baru

dengan nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen

yang tinggi akan metode sosialisasi.

21
Menurut pendapat Leslie dan Philip dalam Supriyanto dan Ernawati

(2010) terdapat beberapa sumber budaya organisasi, yaitu:

1) History (sejarah), Seorang karyawan biasanya sadar tentang masa lalu

organisasi, kesadaran tersebut biasanya membentuk budaya organisasi. Nilai

yang berkembang mungkin saja dibangun oleh pemimpin secara

berkelanjutan diperkuat oleh pengalaman.

2) Lingkungan, Semua organisasi harus dapat berinteraksi dengan

lingkungannya, maka lingkungan berperan dalam membentuk budaya

organisasi.

3) Staffing (penempatan karyawan), Organisasi cenderung mengangkat,

menempatkan dan mendapatkan orang-orang yang relatif sama dengan

karyawan yang sudah ada. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri

merupakan kriteria penting dalam proses seleksi.

4) Socialization (sosialisai), Suatu Organisasi dengan budaya kuat sangat

mementingkan proses pengenalan dan indoktrinasi bagi karyawan baru.

Prosessosialisasi merupakan langkah penting dalam mentransformasi budaya

organisasi dan dipertahankannya nilai tersebut dari waktu ke waktu.

d. Indikator Budaya Organisasi

Indikator budaya organisasi menurut Kharisma GB (2013) adalah sebagai

berikut :

22
1) Individual initiative (inisiatif perseorangan)

Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki

individu.

2) Risk tolerance (toleransi terhadap risiko)

Yaitu suatu tngkatan di mana pekerja didorong mengambil risiko, menjadi

agresif dan inovatif.

3) Control (pengawasan)

Yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk

melihat dan mengawasi para perilaku kerja.

4) Communication pattern (pola komunikasi)

Yaitu suatu tingkatan di mana komunikasi organisasi dibatasi pada

kewenangan hierarki formal.

e. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Koperasi

Kemuning Persada Sawangan

Budaya organisasi adalah suatu sistem kesepakatan bersama antara nilai

dan norma maupun perilaku yang berlaku dalam suatu organisasi yang sifatnya

mengikat serta akan membedakan antara suatu organisasi dengan organisasi

yang lain. Disamping itu, budaya organisasi juga mengajarkan kepada anggota

baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan

sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, perlu adanya

interaksi yang baik secara individual maupun struktur dalam perusahaan

sehingga sosialisasi budaya tersebut dapat disosialisasikan agar lebih maksimal

23
mencapai visi yang telah ditentukan. Beberapa indikator dalam budaya

organisasi yang harus diterapkan adalah Individual initiative (inisiatif

perseorangan), Risk tolerance (toleransi terhadap risiko), Control

(pengawasan), Communication pattern (pola komunikasi).

3.1.1 Kinerja
a. Pengertian

Menurut Mangkunegara (2012) kinerja karyawan (prestasi kerja)

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Irham

Fahmi (2011) mendefinisikan kinerja adalah hasil yang diperoleh suatu

organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit

oriented yang di hasilkan selama satu periode.

Menurut Mangkunegara (2014) kinerja adalah prestasi kerja atau

hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Suatu perusahaan

membutuhkan karyawan sebagai tenaga kerjanya guna meningkatkan

produk yang berkualitas. Mengingat karyawan menjadi aset penting bagi

perusahaan, banyak hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatkan

kinerjanya. Sedangkan menurut Umam (2012) kinerja karyawan adalah

24
semua tindakan atau perilaku yang terkontrol oleh individu dan memberikan

konstribusi bagi pencapaian tujuan organisasi.

Kinerja yang baik merupakan salah satu sasaran organisasi dalam

mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Tercapainya kinerja yang baik tidak

terlepas dari kualitas SDM yang baik pula. Seorang karyawan yang mempunyai

tingkat kinerja yang tinggi disebut sebagai orang yang produktif sebaliknya yang

tingkat kinerja tidak mencapai standar dikatakan sebagai orang yang tidak

produktif atau kinerjanya rendah. Berdasarkan pengertian di atas bisa ditarik

kesimpulan bahwasanya kinerja adalah suatu prestasi atau hasil kerja baik secara

kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai seseorang berdasarkan target yang

telah ditetapkan sesuai dengan peranan dan tanggung jawab dalam perusahaan.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Umam (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu

tenaga kerja meliputi kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima,

keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan

organisasi. Sedangkan Mangkunegara (2014) menyatakan faktor yang

mempengaruhi kinerja antara lain: Faktor kemampuan (ability), Secara

psikologis kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan

realita (pendidikan). Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan

yang sesuai dengan keahliannya. Faktor motivasi merupakan terbentuk dari

sikap (atittude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang menggerakkan karyawan ke arah pencapaian tujuan

25
kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk

berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.

c. Penilaian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2014) penilaian kinerja merupakan penilaian

yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil kerja karyawan dan

kinerja organisasi. disamping itu juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan

kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab sesuai kepada karyawan

sehingga dapat melaksanakan pekerjaannya yang lebih baik di masa mendatang

dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau

penentuan imbalan. Umam (2012) berpendapat tujuan penilaian kinerja adalah

dikatekorikan sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development. Suatu

yang bersifat evaluation harus menyelesaikan:

1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi

2) Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision

3) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.

Adapun yang bersifat development penilai harus menyelesaikan:

1) Prestasi real yang dicapai individu

2) Kelemahan individu yang menghambar kinerja

3) Prestasi yang dikembangkan

26
d. Langkah Peningkatan Kinerja

Mangkunegara (2014) berpendapat bahwa terdapat 24 poin langkah -

langkah dalam meningkatkan kinerja karywan diantaranya adalah membuat pola

pikir yang modern, kenali manfaat, kelola kinerja, bekerjalah bersama karyawan,

rencanakan secara tepat dengan sasaran jelas, satukan sasaran karyawan,

tentukan insentif kinerja, jadilah orang yang mudah ditemui, berfokuslah pada

komunikasi, lakukan tatap muka, hindarkan resiko pemeringkatan, jangan

lakukan penggolongan, persiapkan penilaian, awali tinjauan secara benar, kenali

sebab, akui keberhasilan, gunakan komunikasi yang kooperatif, berfokus pada

perilaku dan hasil, perjelas kinerja, perlakukan konflik dengan apik, gunakan

disiplin bertahap, kinerja dokumen, kembangkan karyawan, dan tingkatkan terus

system kerja.

e. Karakter Individu dengan Kinerja Tinggi

Ciri karakter individu dengan kinerja tinggi menurut Mangkunegara

(2014) adalah :

1) Individu senang bekerja dan menghadapi tantangan yang moderat

2) Individu memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya sangat mudah dan

jika terlalu sulit cenderung kecewa

3) Individu senang memperoleh umpan balik yang kongkret mengenai

keberhasilan pekerjaannya

4) Individu cenderung tidak menyenangi tugas jika tidak mencapai prestasi

sesuai dengan yang diinginkan

27
5) Individu lebih sebang bertanggung jawab secara personal atas tugas yang

dikerjakan

6) Individu puas dengan hasil bila pekerjaan dilakukan sendiri

7) Individu kurang istirahat, cenderung inovatif dan banyak bepergian.

8) Individu selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang lebih menantang,

meninggalkan sesuatu yang lama dan menjadi rutinitas serta berusaha

menemukan sesuatu yang baru.

Menurut Wirawan (2009) kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari

sejumlah faktor antara lain:

1) Faktor internal

Faktor-faktor dari dalam diri karyawan yang merupakan faktor bawaan dari lahir

dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya

bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara faktor yang

diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja

dan motivasi kerja.

2) Faktor-faktor lingkungan organisasi

Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi

tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya

kinerja pegawai

3) Faktor lingkungan eksternal organisasi

28
Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan, kejadian, atau

situasi yang terjadi di lingkungan organisasi yang mempengaruhi kinerja

karyawan.

Menurut Mahmudi (2010) kinerja merupakan suatu konstruk

multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan (skill),

kemampuan kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh

setiap individu.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan,

semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesame anggota tim, dan

kekompakan.

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi; tekanan dan perubahan lingkungan

eksternal dan internal.

29
f. Indikator Kinerja Karyawan

Bernandin & Russell yang dikutip oleh Gomes (2003) dalam Widiarko A

(2017) mengemukakan ukuran-ukuran dari kinerja karyawan, sebagai berikut:

1) Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang

ditentukan.

2) Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

kesesuaian dan kesiapannya.

3) Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilan

4) Creativeness yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

5) Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain atau

sesama anggota organisasi

6) Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran

dan penyelesaian kerja

7) Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggungjawabnya

8) Personal qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah

tamahan, dan integritas pribadi

Unsur-unsur penilaian kinerja menurut Hasibuan (2005:56), kinerja pegawai

dapat dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu:

1) Kesetiaan

30
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan

tanggungjawabnya dalam organisasi

2) Prestasi Kerja

Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat menjadi

tolak ukur kinerja

3) Kedisiplinan

Kedisplinan pegawai dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan

melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya dapat menjadi tolak ukur

kinerja

4) Kreativitas

Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitas dan mengeluarkan

potensi yang dimiliki dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih

berdaya guna dan berhasil guna.

5) Kerja sama

Diukur dari kesediaan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerja sama dengan

karyawan lain sehingga hasil pekerjaanya akan semakin baik.

6) Kecakapan

Kecakapan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah dibebankan

kepadanya juga menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kinerja.

7) Tanggung Jawab

Kinerja karyawan juga dapat diukur dari kesediaan karyawan dalam

mempertanggungjawabkan pekerjaan dari hasil kerjanya.

31
4.1.1 Penelitian Terdahulu

a. Septyan FB, dkk (2017), Judul penelitian “Pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional terhadap motivasi dan kinerja (Studi pada karyawan CV.

Jade Indopratama Malang)”. Penelitian ini menggunakan explanatory

reseach dengan pendekatan kuantitatif. Sampel yang diambil sebanyak 77

orang karyawan CV. Jade Indopratama Malang. Sumber data diperoleh

dari data primer dengan menyebar kuesioner dan data sekunder

dokumentasi. Analisis yang digunakan pada penelitian adalah analisis

deskriptif dan statistic inferensial dengan menggunakan analisis jalur

(Path Analysis) dengan bantuan software SPSS 21.0. Hasil menunjukkan

bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan

terhadap motivasi kerja dengan nilai koefisien jalur 0,588 dan signifikansi

t 0,000. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karyawan dengan nilai koefisiensi jalur 0,330 dan

signifikansi t 0,003.

b. Kharisma GB (2013), judul penelitian “Pengaruh budaya organisasi dan

lingkungan kerja terhaadap kinerja karyawan koperasi serba usaha setya

usaha di Kabupaten Jepara”. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner.

Teknik pengambilan sampel adalah teknik populasi studi sensus, sehingga

seluruh populasi dijadikan sebagai sampel dengan total 47 orang. Analisis

data menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan alat

bantu SPSS 16. Dari hasil analisis regresi data menunjukkan persamaan

32
yaitu Y = 8,939 + 0,421X + 0,642X₂. Secara parsial budaya organisasi

memberikan kontribusi sebesar 20.5%, dan besarnya pengaruh lingkungan

kerja sebesar 30.1%. Secara simultan variabel bebas (budaya organisasi dan

lingkungan kerja) berpengaruh terhadap variabel terikat (kinerja) karyawan

koperasi serba usaha setya usaha sebesar 60,09% sedangkan sisanya sebesar

39,91% dipengaruhi ileh factor-faktor yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil

penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh secara parsial dan

simultan dari budaya organisasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja

karyawan koperasi serba usaha setya usaha di Kabupaten Jepara.

2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis

Sebuah model yang baik dapat menjelaskan antara variabel penelitian.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara ringkas dapat digambarkan

skemanya seperti pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

Gaya
Transformasional

Kinerja
Karyawan

Budaya
Organisasi

33
Berdasarkan skema gambar kerangka pemikiran di atas dapat dijelaskan bahwa

kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap kinerja

karyawan memiliki hubungan yang sangat erat.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir yang terdapat dalam

penelitian ini, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja

karyawan pada Koperasi Kemuning di Sawangan.

H2 : Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada

Koperasi Kemuning di Sawangan.

H3 : Ada pengaruh kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi

terhadap kinerja karyawan pada Koperasi Kemuning di Sawangan.

34

Anda mungkin juga menyukai