ID Zoonosis Dan Upaya Pencegahannya Kasus S PDF
ID Zoonosis Dan Upaya Pencegahannya Kasus S PDF
Khairiyah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Jalan Jenderal A.H. Nasution No. 1B, Kotak Pos 7 MDGJ Medan 20143
Telp. (061) 7870710, Faks. (061) 7861020, E-mail: bptp_sumut@litbang.deptan.go.id, antros_ria@yahoo.com
ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir muncul penyakit zoonosis yang menyebabkan kematian pada manusia. Penyakit
ini menular secara alamiah dari hewan ke manusia. Untuk mengantisipasi merebaknya wabah zoonosis diperlukan
pemahaman secara menyeluruh mengenai penyakit atau infeksi tersebut. Tulisan ini menyajikan gambaran umum
zoonosis di Sumatera Utara dan upaya pencegahannya. Berdasarkan agens penyebabnya, zoonosis digolongkan
menjadi zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan yang disebabkan oleh jamur. Kejadian zoonosis
yang pernah ditemukan di Sumatera Utara adalah toksoplasmosis, bruselosis, flu burung, tuberkulosis, rabies, dan
skabies. Salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit zoonosis adalah dengan meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit zoonosis strategis melalui sosialisasi.
Kata kunci: Zoonosis, pencegahan penyakit, Sumatera Utara
ABSTRACT
Zoonosis and its prevention efforts (the case of North Sumatra)
Zoonosis disease has emerged in the last few years that threaten human health. The disease transmits naturally
from animal to human being. To anticipate the spread of the disease, it needs a comprehensive understanding on
the pandemic disease infection. This article reviewed description of infectious or zoonosis disease, its infection
process from animal to human and incidences in North Sumatra, and its prevention efforts. Based on the infection
agents, zoonosis disease can be caused by bacteria, viruses, parasites, and fungi. Zoonosis incidences that have been
reported in North Sumatra were toxoplasmosis, brucellosis, avian influenza, tuberculosis, rabies, and scabies. Effort
to socialize the pandemic zoonosis had important role in preventing infection and distribution of the disease.
Keywords: Zoonosis, disease prevention, North Sumatra
Nama penyakit Bakteri penyebab Hewan yang dapat terinfeksi Cara penularan
zoonosis
Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis Sapi, kambing, hewan liar Melalui saluran pencernaan,
M. bovis, M. kansasi pernapasan penderita
Bruselosis Brucella abortus, Sapi, kerbau, domba, Melalui susu, daging mentah,
B. melitensis, B. suis, kambing, kuda aerosol
B. canis
Salmonelosis Salmonella sp., S. typhi Sapi, unggas, kucing, kuda Melalui daging, susu, telur
Antraks Bacillus anthracis Ruminansia Melalui makanan, pernapasan,
dan kontak kulit penderita
Q. fever Coxiella burnetii Semua hewan (liar, peliharaan, Kontak langsung dengan sumber
ternak ruminansia) penularan, partikel debu, urine, feses,
susu, transfusi darah, luka pada kulit
Leptospirosis Leptospira sp. Sapi, anjing, tikus Melalui air seni, kulit yang terluka
Sumber: Purnomo (1992); Budi (1996); Harjoutomo dan Poerwadikarta (1996); Widarso dan Wilfried (2002); Wardana (2006); Setiono (2007).
Q. fever
Penyebab Q. fever adalah bakteri Coxi-
ella burnetii. Q. fever dapat menular
melalui kontak langsung dengan sum-
ber penular yang terinfeksi, juga parti-
kel debu yang terkontaminasi agens
penyebab.
Beberapa vektor yang sangat berperan
dalam penyebaran penyakit Q. fever Gambar 1. Bakteri Leptospira (Wikipedia 2009 bahasa Indonesia).
Zoonosis parasit Parasit penyebab Hewan yang dapat terinfeksi Cara penularan
Toksoplasmosis Toxoplasma gondii Kucing, kambing, babi, unggas, Melalui makanan yang tercemar, vektor
berbagai jenis hewan lainnya lalat/kecoa, serta melalui tangan
Taeniasis Taenia solium, T. saginata Babi, sapi Melalui makanan yang tercemar
minuman, tangan yang kotor, dan peralat- tum korneum dan lusidum) sehingga panas dan disetrika. Seprai diganti mak-
an yang tercemar telur toksoplasma menyebabkan gatal-gatal, rambut rontok, simal tiap tiga hari. Benda-benda yang
maupun kistanya. Apabila kista berada dan kulit rusak (Urquhart et al. 1989). tidak dapat dicuci dengan air, seperti
di otak akan menunjukkan gejala epi- Kudis (S. scabiei) dapat terjadi pada bantal dan guling dijemur di bawah sinar
lepsi dan bila berada di retina akan hewan berdarah panas, seperti kambing, matahari sambil dibalik 20 menit sekali.
menimbulkan kebutaan (Hiswani 2010). domba, kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, Kebersihan tubuh dan lingkungan, ter-
unta, marmot, kelinci, kucing, dan hewan masuk sanitasi dan pola hidup sehat akan
liar (Arlian 1989). mempercepat penyembuhan dan memutus
Taeniasis
Gejala klinis pada hewan yaitu gatal- siklus hidup S. scabiei (Wendel dan
gatal, hewan menjadi tidak tenang, meng- Rompalo 2002).
Taeniasis ditularkan secara oral karena
gosok-gosokkan tubuhnya ke dinding
memakan daging yang mengandung larva
kandang dan akhirnya timbul peradangan
cacing pita, baik daging babi (Taenia
kulit. Bentuk entrima dan papula akan Filariasis (penyakit kaki gajah)
solium) maupun daging sapi (Taenia
terlihat jelas pada daerah kulit yang tidak
saginata). Dengan kata lain, penularan
ditumbuhi rambut. Apabila tidak diobati Filariasis disebabkan oleh nematoda pa-
taeniasis dapat terjadi karena mengon-
maka akan terjadi penebalan dan pelipatan rasit cacing gelang genus Filaria wuche-
sumsi makanan yang tercemar telur cacing
kulit disertai timbulnya kerak (Walton et rina bancrofti. Cacing hidup dan ber-
pita dan dari kotoran penderita sehingga
al. 2004). Gejala tersebut muncul kira-kira kembang biak dalam darah dan jaringan
terjadi infeksi pada saluran pencernaan
tiga minggu pascainfestasi tungau atau penderita.
(cacing pita dewasa hanya hidup dalam
sejak larva membuat terowongan di dalam Penyakit ini ditularkan oleh nyamuk
saluran pencernaan manusia).
kulit (Sungkar 1991). yang mengisap darah seseorang yang
Gejala klinis penyakit taeniasis adalah
Gejala klinis pada manusia akibat infes- tertular. Darah yang terinfeksi dan me-
gangguan syaraf, insomia, anoreksia,
tasi tungau berupa rasa gatal yang parah ngandung larva akan ditularkan ke orang
berat badan menurun, sakit perut atau
pada malam hari atau setelah mandi. Rasa lain melalui gigitan. Gejala yang terlihat
gangguan pencernaan. Dapat pula menim-
gatal diduga akibat sensitivitas kulit ter- berupa membesarnya tungkai bawah
bulkan mual, muntah, diare atau sembelit.
hadap eksret dan sekret tungau. Fimiani (kaki) dan kantung zakar (skrotum), ser-
Cacing dapat pula keluar seperti lembar-
et al. (1997) melaporkan S. scabiei mampu ta keluhan sumbatan pada pembuluh
an pita ketika buang air besar (Depkes
memproduksi substan proteolitik dalam limfe (Yusufs 2008).
2010).
terowongan yang dibuatnya untuk akti-
vitas makan dan melekatkan telur pada
Skabiosis (penyakit kudis) terowongan tersebut. Myasis
Pencegahan pada manusia dapat
Skabiosis disebabkan oleh tungau Sar- dilakukan dengan cara menghindari Parasit penyebab myasis adalah Chryso-
coptes scabiei. Tungau menyerang induk kontak langsung dengan penderita dan mya bezziana (Gandahusada et al. 1998).
semangnya dengan cara menginfestasi mencegah penggunaan barang-barang Patogenesis myasis pada hewan dan
kulit kemudian bergerak dengan membuat secara bersama-sama, seperti pakaian. manusia sama. Kejadian myasis pada
terowongan di bawah lapisan kulit (stra- Handuk dianjurkan dicuci dengan air ternak diawali dengan adanya luka gigitan
DAFTAR PUSTAKA
Arlian, L.G. 1989. Biology, host relations and Iskandar, T. 1999. Tinjauan tentang toxoplas- potong di Indonesia. Penyakit Hewan XXIII
epidemiology of Sarcoptes scabiei. Ann. mosis pada hewan dan manusia. Wartazoa (41): 1822.
Rev. Entomol. 34: 139161. 8(2): 5863.
Suharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular
Baca, O.G. and D. Paretsky. 1983. Q fever and Mathari, R. 2009. Fakta flu babi. http:// dari Hewan ke Manusia. Penerbit Kanisius,
Coxiella burnettii. A model for host parasite rusdimathari.wordpress.com [21 September Yogyakarta. 180 hlm.
interactions. Microbiol. Rev 47: 127149. 2010].
Sukarsih, S., S. Partoutomo, E. Satria, C.H.
Bell, J.C.S., R. Palmer, and J.M. Payne. 1988. Maurin, M. and D. Raoult. 1999. Q fever. J Clin. Eisemann, dan P. Willadsen. 1999. Pengem-
The Zoonosis Infections Transmitted from Mikrobiol. Rev. 12(4): 518553. bangan vaksin myasis. Deteksi in vitro
Animal to Man. Edward Arnold, London. respons kekebalan protektif antigen protein
Murdiati, T.B. dan I. Sendow. 2006. Zoonosis
peritrophic membrane, pellet, dan super-
Brown, H.W. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. yang ditularkan melalui pangan. Wartazoa
nataan larva L1 lalat Chrysomya bezziana
Gramedia, Jakarta. 16(1): 1420.
pada domba. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner
Budi, T.A. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Nicholas, R. and H. Smith. 2003. Parasite, 4(3): 202208.
Kanisius, Yogyakarta. cryptosporidium, giardia and cyclospora as
Sungkar, S. 1991. Cara pemeriksaan kerokan kulit
foodborne pathogens. p. 453478. In C.W.
Depkes (Departemen Kesehatan). 2010. Petun- untuk menegakkan diagnosis skabies. Maja-
Blackburn and P.J. Macclure (Eds.). Food-
juk Pemberantasan Taeniasis/Sistiserkosis di lah Parasitologi Indonesia. hlm. 6164.
borne Pathogens: Hazards, risk analysis and
Indonesia. Depkes, Jakarta. [22 September control. England. Woodhead Publishing in Syariffauzi. 2009. Protozoa, filariasis. poenya
2010]. Food Science and Technology. syariffauziannor weblog. [22 September
Fimiani, M., C. Mazzatenta, C. Alessandrgini, E. 2010].
Purnomo, S. 1992. Pengendalian penyakit bakte-
Paccagnini, and L. Adreassi. 1997. The rial pada ayam khususnya bidang bakteriologi Talary, S.A., A.Y. Moghadan, and R. Dehghani.
behaviour of Sarcoptes scabiei var hominis hewan. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. 2002. Chrysomya bezzina infestation. Arch.
in human skin: An ultrastructural study. Irn. Med. 5(1): 5658.
J. Submicrosc. Cytol. Pathol. 29(1): 105 Rice dan Madico. 2005. Kejadian Q-fever pada
113. ternak di Indonesia. Media komunikasi Urquhart, G.M.J. Armaur, H. Duncan, A.M.
dokter hewan Indonesia.www.vet.indo.com. Doon, and F.W. Jenning. 1989. Veterinary
Gandahusada, S.H., Ilahude, dan W. Pribadi. [22 September 2010]. Parasitology. Longman Scientific and Tech-
1998. Parasitologi Kedokteran, Balai Pener- nical, New York. p. 184187.
bitan FKUI, Indonesia. Jakarta. 217 hlm. Ripert, C. 2000 Reactive hypereossinophilia
in parasitic disease. Rev. Prat. 15(6): 602 Wahyudi, S.D.R.H. 2009. Apa itu flu babi. Situs
Gholami Kh, M.D. 2000. Brucellosis in pregnant 607. Komunitas Dokter Hewan Indonesia Vete-
woman. Shiraz E-Med. J. 3(6): 13B. rinarian Community.www.blogdokter.net/
Setiono, A. 2007. Kejadian Q-fever pada ternak
Harjoutomo, S. dan M.B. Poerwadikarta. 1996 2009/06/27 [28 April 2009].
di Indonesia. Media komunikasi dokter hewan
Kajian retrospektif antraks di daerah en- Indonesia. www.vet.indo.com [22 September Walton, S.F., D.C. Holt. B.J. Currie, and D.J.
demik menggunakan uji Enzyme Linked 2010] Kemp. 2004. Scabies: New future for a
Imunosorbent Assay (ELISA). Jurnal Ilmu neglected disease. Adv. Parasitol. 57: 309
Ternak dan Veteriner 2(2): 127. Soejodono, R.R. 2004. Zoonosis Labora-torium
376.
Kesmavet. Departemen Penyakit Hewan
Hiswani. 2010. Toxoplasmosis penyakit zoonosis dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan Wardana, A.H. 2006. Chrysomya bezziana
yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil. http:/ Institute Pertanian Bogor. 241 hlm. penyebab myasis pada hewan dan manusia.
library,USU,ac.id/dowload/fkm//Hiswani 5 Permasalahan dan penanggulangannya. War-
pdf [20 September 2010]. Spradbery. 1991. A Manual for the Diagnosis of tazoa 16(3): 146157.
Screwworm Fly. CSIRO Division of Ento-
Humphrey, J.D., J.P. Spradbery, and R.S. Tozer. Wendel, J. and A. Rompalo. 2002. Scabies and
mology, Canberra, Australia.
1980. Chrysomya bezziana: Pathology of pediculosis pubis. An update of treatment
Old World screw worm fly investation in Sudibyo, A., P. Ronohardjo, B. Pattien, dan Y. regimens and general review. CID 35. (Suppl.
cattle. Exp. Parasitol. 49: 381397. Mukmin. 1991. Status brucellosis pada sapi 2): S146S151.